BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Secara fisiografi, Cekungan ini dibatasi oleh Sesar Mangkalihat di sebelah utara
dengan Cekungan Tarakan, dibatasi oleh Sesar Adang (Adang Flexure) di sebelah selatan
dengan Cekungan Barito, dibatasi oleh Tinggian Kuching di sebelah barat yang tersusun
oleh batuan metasedimen berumur Kapur, dan terbuka ke sebelah timur pada zona
pemekaran di Selat Makassar dengan kedalaman air laut mencapai lebih dari 2000 meter
(Gambar 2.1) (Allen & Chambers, 1998).
Gambar 2.1 Fisiografi Cekungan Kutai beserta elemen tektoniknya (modifikasi dari
Kusuma & Darin, 1989).
7
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.2 Rekonstruksi penampang NW-SE Cekungan Kutai dari umur Kapur Akhir
sampai Resen (modifikasi dari Pertamina BPPKA, 1997).
8
Bab II Geologi Regional
Batuan dasar dari Cekungan Kutai merupakan amalgamasi dari Lempeng Benua
Mikro Luconia, Lempeng Benua Schwaner, dan Lempeng Samudera Proto-Laut Cina
Selatan yang mengalami subduksi dan kemudian kolisi berumur Kapur (Pertamina BPPKA,
1997). Batuan dasar cekungan mulai mengalami rifting selama periode Eosen Tengah yang
dipicu oleh ekstensional regional di laut Sulawesi sehingga menghasilkan serangkaian syn-
rift half graben berarah NNE-SSW sampai NE-SW yang mendalam ke arah barat dan
memiliki pergeseran berupa sesar mendatar berarah ESE-WNW sampai SE-NW (Cloke
dkk., 1999). Selama proses rifting, terjadi perubahan lingkungan pengendapan dari non-
marine menjadi marine.
Saat Eosen Akhir sampai Oligosen Awal, rifting berhenti dan berlangsung tahap
pelenturan cekungan (sag phase) serta proses genang laut yang mengiringi pengendapan
post-rift (Moss & Chambers, 1999). Secara regional, cekungan mengalami pendalaman
sehingga diendapkan open marine shale dan karbonat di bagian tinggian cekungan seperti
pada area basement high dan pada pinggir cekungan (van de Weerd dkk., 1987).
Pada Miosen Awal, Lempeng Benua Mikro Luconia mengalami kolisi dengan batas
utara Lempeng Benua Sunda sehingga terjadi tektonik inversi yang mengakibatkan
pengangkatan pusat cekungan yang terbentuk selama Eosen dan Oligosen (Allen &
Chambers, 1998). Melimpahnya sumber sedimen akibat pengangkatan cekungan
menyebabkan terbentuknya pengendapan delta secara besar-besaran dengan pola progradasi
ke arah timur (Moss & Chambers, 1999). Inversi terus berlanjut dan mempengaruhi
cekungan selama Miosen Tengah sampai Pliosen.
9
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.3 Penampang tektonostratigrafi Cekungan Kutai (Moss & Chambers, 1999).
Menurut Moss & Chambers (1999), batuan tertua pada Cekungan Kutai adalah
basement yang terdiri dari metasedimen berumur Kapur-Paleosen yang disebutkan sebagai
Grup Rajang dan Embaluh dan juga batuan beku berumur Jura-Kapur Awal dengan litologi
peridotit, gabro berlapis, gabro, basalt, rijang, dan metasedimen.
Empat fase utama suksesi pengendapan sedimen selama periode Tersier telah
dijabarkan oleh van de Weerd dkk. (1987). Pembagian fase utama suksesi pengendapan
tersebut berdasarkan perubahan rezim sedimentasi, momen tektonik, dan paleogeografi.
Berikut adalah penjelasan tiap fase utama pengendapan beserta paleogeografinya:
10
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.4 Kolom stratifrafi Tersier Cekungan Kutai beserta elemen sistem petoleumnya
(modifikasi dari van de Weerd dkk., 1987).
Selama rifting cekungan berlangsung, rangkaian half graben dengan polaritas terbalik
terbentuk sepanjang arah NNE-SSW sampai NE-SW dengan sesar mendatar
memotong dengan arah ESE-WNW sampai SE-NW (Cloke dkk., 1999). Semakin ke
barat deposenter cekungan semakin bersifat darat dan ke timur semakin bersifat laut
(Gambar 2.5). Pada tahapan ini diendapkan lima fasies berbeda yaitu: non-marine,
deltaik, laut dangkal, paparan karbonat, serta marine shale dan sistem turbidit syn-rift
(Moss & Chambers, 1999).
Fase Eosen Akhir-Oligosen Awal (Formasi Bongan, Tanjung, dan Berai Bawah)
Pada Eosen Akhir, fase ekstensional yang menyebabkan rifting cekungan telah
berhenti dan dilanjutkan dengan pelenturan cekungan (sag phase/post-rift). Tiga fasies
11
Bab II Geologi Regional
pengendapan dapat ditemukan pada periode ini, yaitu: marine shale dari Formasi
Bongan, klastik laut dangkal Formasi Tanjung, dan paparan karbonat Formasi Berai
Bawah. Marine shale Formasi Bongan diendapkan pada deposenter cekungan dengan
litologi batulempung yang monoton dengan sangat sedikit batupasir dan mengandung
forainifera bentonik laut dalam. Pada lingkungan laut dangkal pinggir cekungan
diendapkan batupasir Formasi Tanjung. Pada bagian tinggian cekungan seperti pada
basement high diendapkan secara terisolasi (land detached) perselingan antara
batugamping dan batulempung Formasi Berai Bawah (Gambar 2.6) (Moss &
Chambers, 1999). Fase pengendapan ini kemudian terhenti akibat adanya
pengangkatan regional yang menimbulkan batas erosional (angular unconformity)
yang dapat diamati pada penampang seismik (van de Weerd dkk., 1987).
Periode ini ditandai dengan aktifnya tektonik dan volkanisme serta sesar-sesar yang
mengapit Cekungan Kutai seperti Sesar Adang dan Sesar Mangkalihat yang mengikuti
arah dari struktur Pra-Tersier berarah NW-SE (Gambar 2.7) (Cloke dkk., 1999).
Terdapat dua fasies utama pada periode ini, yaitu: marine shale dari Formasi Bongan
dan paparan karbonat dari Formasi Berai Atas. Formasi Bongan berupa batulempung
dengan selingan batugamping bioklastik dan volkaniklastik diendapkan pada
lingkungan laut dangkal sampai laut dalam pada deposenter cekungan. Sementara
pada tinggian seperti basement high diendapkan karbonat paparan (land
detached/isolated platform) Formasi Berai Atas yang terdiri dari boundstone dan
coralline-algae-foraminiferal grainstone yang diendapkan pada moderate-high
energy, foraminiferal packstone-wackestone, dan coral floatstone yang diendapkan
pada lingkungan low energy (Moss & Chambers, 1999).
12
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.5 Model pengendapan sedimen fase syn-rift half graben dengan polaritas terbalik
berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir (Moss & Chambers, 1999).
13
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.6 Model pengendapan sedimen sag phase/post-rift berumur Eosen Akhir-
Oligosen Akhir (Moss & Chambers, 1999).
Gambar 2.7 Model pengendapan sedimen pada saat tektonik dan volkanisme aktif berumur
Oligosen Akhir (Moss & Chambers, 1999).
14
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.8 Model pengendapan sedimen pada saat terbentuk struktur inversi dan
progradasi delta berumur Miosen Awal (Moss & Chambers, 1999).
Gambar 2.9 Model pengendapan sedimen pada saat terbentuk struktur inversi berumur
Miosen Akhir (Moss & Chambers, 1999).
Lapangan Kerendan adalah lapangan penghasil gas dan kondensat di Cekungan Kutai
Barat dari interval karbonat Formasi Berai Atas berumur Oligosen. Paparan karbonat
Kerendan mencakup luas 11x16 km2 berupa isolated platform ( Gambar 2.10) yang tumbuh
pada basement high dengan tebal mencapai 3000 kaki dan terdiri dari tiga sekuen seismik
agradasi karbonat yang diidentifikasikan melalui onlap dan downlap reflektor seismik
(Gambar 2.11). Pengendapan karbonat sudah dimulai sejak Eosen Akhir dan berakhir saat
sekuen batugamping Formasi Berai Atas memasuki fase drowning akibat transgresi dan
ditutupi oleh batulempung berumur Miosen Awal (Gambar 2.12) (Saller & Vijaya, 2002).
15
Bab II Geologi Regional
karbonat dengan arus yang relatif kuat karena ombak sehingga akan diendapkan
batugamping seperti boundstone, grainstone, dan packstone. Platform margin adalah tempat
diendapkannya berbutir kasar dan bersortasi buruk disebabkan pengendapannya yang
16
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.10 Paleogeografi dan penampang dari reservoir Lapangan Kerendan berupa
batugamping isolated platform Formasi Berai Atas (modifikasi dari Saller & Vijaya,
2002).
17
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.12 Pertumbuhan karbonat berumur Oligosen Formasi Berai Atas Lapangan
Kerendan (Saller & Vijaya, 2002).
18
Bab II Geologi Regional
Gambar 2.13 Paleogeografi dari tiga lingkungan pengendapan karbonat Lapangan Kerendan
(platform interior, platform rim, dan platform margin) yang dikenali melalui fasies seismik
(Saller & Vijaya, 2002).
Batuan induk
Batuan induk utama yang menghasilkan gas dan kondensat pada Lapangan Kerendan
adalah interval batulempung karbonan laut dangkal Formasi Tanjung berumur Eosen.
Selain itu batulempung laut dalam Formasi Bongan yang diendapkan secara menjari
dengan Formasi Berai Atas pun mungkin dapat berperan sebagai batuan induk.
Reservoir
Reservoir utama pada Lapangan Kerendan adalah batugamping laut dangkal reefal
carbonate Formasi Berai Atas. Kehadiran porositas primer cukup terbatas akibat
sementasi namun porositas sekunder seperti vuggy dan fracture cukup signifikan
dalam menyimpan gas dan kondensat.
Batuan Penutup
Batuan penutup reservoir Formasi Berai Atas adalah formasi berumur Miosen yang
terdiri atas batulempung yang diendapkan pada lingkungan laut dalam (prodelta
shale).
Migrasi
Migrasi hidrokarbon dari batuan induk diyakini terjadi setelah pengangkatan berumur
Miosen (post Miocene uplift).
Perangkap
19
Bab II Geologi Regional
Kombinasi dari berbagai data seperti data batuan inti dan pemetaan reservoir
menunjukkan bahwa perangkap hidrokarbon pada Lapangan Kerendan adalah
perangkap stratigrafi reefal carbonate. Perangkap ini diketahui tidak terisi
hidrokarbon hingga spill point berdasarkan data profil tekanan dan tes uji aliran.
Berdasarkan uji interval (DST) pada sumur eksplorasi dan analisis uji tekanan (RFT),
reservoir karbonat Lapangan Kerendan memiliki gas water contact pada kedalaman
9363 kaki TVDSS (Gambar 2.14).
GWC = 9363 f
Gambar 2.14 Estimasi gas water contact di Lapangan Kerendan berdasarkan profil tekanan
data DST dan RFT pada kedalaman 9363 kaki TVDSS.
20