I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : By. B Suku Bangsa : Betawi
Umur : 4 hari /0 bulan Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan :-
Alamat : Jl. Kebon Kacang 44 RT 09/RW 09 No. 7 Jakarta Pusat
1
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu dari pasien pada tanggal 26 Agustus 2015
KELUHAN UTAMA
Kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
2
Saat ini pasien sudah 2 hari dirawat di bangsal neonatus RSAL, selama
dua hari pasien hanya kejang 1x sewaktu hari pertama perawatan. Pasien sudah
mendapatkan ASI dari ibunya yang memeras secara manual dan pasien
mendapatkan ASI melalui selang hidung. Selang hidung dipasang karena refleks
hisap pada pasien kurang dan untuk minum obat anti kejang. Masalah lain adalah
pasien BAB cair 2x sewaktu hari kedua perawatan.
KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Pasien rutin kontrol ke dokter pada saat kehamilan, TT (+) 1x
Penyakit Kehamilan Tidak ada, ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
apapun selama hamil
KELAHIRAN
Tempat Kelahiran RSAL dr. Mintohardjo
3
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG
DPT/ DT
Polio 0 bulan
Campak
Hepatitis B 0 bulan
MMR
Kesan : Pasien mendapatkan vaksin hepatitis B di RS setelah lahir dan mendapatkan
vaksin polio sebelum pulang ke rumah
RIWAYAT MAKANAN
BUAH/
Umur (Bulan) ASI/ PASI BUBUR SUSU NASI TIM
BISKUIT
0–2 ASI+PASI - - -
Kesan: ASI tidak keluar pada hari ke-1 – ke-3. Pasien mendapatkan susu formula
merek lactogen pada usia 2 hari
RIWAYAT KELUARGA
DATA CORAK PRODUKSI
Anak ke Umur Jenis Kelamin Status/Keterangan
1 (pasien) 4 hari Perempuan Sakit
DATA KELUARGA
AYAH/ WALI IBU/ WALI
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 23 tahun
Kosanguinitas - -
Keadaan kesehatan/
- -
penyakit bila ada
4
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit kronis seperti penyakit darah tinggi,
penyakit kencing manis, penyakit jantung, TB Paru, epilepsi atau riwayat kejang
demam. Orangtua pasien tidak ada yang mempunyai riwayat kejang neonatus. Tidak
ada kejang neonatus di keluarga atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa
diketahui penyebabnya.
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Rumah kontrak
Keadaan rumah:
Rumah seluas ± 100 m lantai dengan 2 kamar tidur 1 kamar mandi dan 1
dapur. Terdapat 3 orang yang tinggal dirumah tersebut. Jendela selalu dibuka setiap
pagi, cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah. Untuk minum dan memasak
menggunakan air isi ulang. Untuk mandi dan mencuci menggunakan air PAM. Jarak
septic tank 10 m.
Keadaan lingkungan:
Rumah berada di lingkungan kompleks tidak terlalu padat penduduk. Aliran
got terbuka namun lancar, sedikit bau, tempat pembuangan sampah di depan rumah
dan tertutup rapat, sampah rumah tangga diambil tiap hari oleh petugas kebersihan.
Cukup banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang di lingkungan rumah, tetapi asap
tidak sampai ke rumah.
5
PB : 48 cm
Lingkar kepala: 30 cm
Lingkar dada :31 cm
Status Gizi : Berdasarkan Battaglia & Lubchenco : Neonatus Cukup Bulan
Sesuai Masa Kehamilan
Berdasarkan Welcome Trust Party
3.1/3 x 100% = 103% berdasarkan tabel Welcome Trust
Party termasuk gizi normal
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA
Ubun-ubun besar belum menutup, ubun-ubun tidak menonjol, caput succedaneum (-),
cephal hematom (-), rambut hitam tipis terdistribusi merata, kulit kepala baik, tidak
ada luka
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deviasi septum
(-), terpasang NGT(+)
Lidah : Normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah tidak kotor
THORAKS
Paru
Inspeksi: hemithorax dextra dan sinistra simetris pada keadaan inspirasi dan ekspirasi.
retraksi (-)
Palpasi: vocal fremitus simetris kanan dan kiri, areola mammae teraba, papilla
mammae (+/+)
6
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara nafas
tambahan (-/-)
Jantung
ABDOMEN
Inspeksi : datar, tali pusat belum terlepas, tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor kulit baik
TULANG BELAKANG
Jenis kelamin perempuan, labia mayora hampir menutupi labia minora, Anus (+)
dalam batas normal.
KULIT
7
EKSTREMITAS
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus otot Baik/baik Baik/baik
REFLEKS PRIMITIF
BALLARD SCORE
8
Neuromuscular Maturity Score Physical Maturity Score
Posture 4 Edema 2
Square window (wrist) 3 Jaringan kulit 3
Leg dorsofleksi 3 Warna kulit 3
Arm recoil 2 Opasitas (bening) kulit 3
Leg recoil 2 Lanugo 3
Popliteal angle 3 Garis telapak kaki 3
Scarf sign 3 Perkembangan puting susu 2
Heel to ear 3 Besarnya mamma 2
Ventral suspension 2 Bentuk kuping 2
Neck tonus 2 Elastistas kuping 2
Genitalia 1
Total 27 Total 26
Total : 53
APGAR SCORE
9
0 APGAR
1 2 1” 5” 10”
SCORE
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (tanggal 24/08/2015)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah rutin
Lekosit 7.000/μL 5.000 – 10.000 /μL
Eritrosit 5.59 juta/μL 4.2 – 5.4 juta/ μL
Hemoglobin 19.1 gr/dL 10.8 – 15.6 g/dL
Hematrokit 57 % 33-45 %
Trombosit 241 ribu/μL 150 – 450 ribu/μL
Analisa Gas darah
PH 7.404 7.35 – 7.45
PCO2 15.4 mmHg 32-48 mmHg
PO2 62.9 mmHg 83-108 mmHg
HCO3 act 9.5 mmol/L 21-28 mmol/L
HCO3 std 15.9 mmol/L
BE (ecf) -15.3 mmol/L -2 – 3 mmol/L
SBE -11.2 mmol/L -3 – 3 mmol/L
Ct CO2 9.9 mmol/L 23 – 27 mmol/L
AnGap 54.6 mmol/L
O2 SAT 93.1 % 95-98 %
O2 Ct 24.9 ml/dl
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mmol/L 132-147
Kalium (K) 5.13 mmol/L 3.6–6.1
Clorida (Cl) 76 mmol/L 95-116
Glukosa Test 73 mg/dL 30 – 80 mg/dL
10
Hematologi (tanggal 25/08/2015)
Hemostasis
Perdarahan/BT 2’30” menit 1-3 menit
Pembekuan/CT 11’00” menit 5-15 menit
Bilirubin Direk/Indirek
Bilirubin Total 6.85 mg/dL <12 mg/dL
Bilirubin Direk 0.73 mg/dL 0.0 – 0.8 mg/dL
Bilirubin Indirek 6.12 mg/dL 0.0 – 10.0 mg/dL
Calcium 5.5 mg/dL 7.6 – 10.4 mg/dL
Kesan : Hasil laboratorium menunjukan kesan hipokalsemia dan adanya asidosis metabolik
terkompensasi
11
B. Pemeriksaan USG Kepala
Pemeriksaan USG kepala dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015
C. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2015
12
VI. RESUME
Pasien neonatus laki-laki usia 4 hari berat badan 3150 gram datang dengan keluhan
kejang 1 hari SMRS. Kejang terjadi sebanyak enam kali, terjadi pada tangan dan kaki
kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas. Orang tua pasien lupa
berapa lama kejang itu berlangsung. Sebelum kejang pasien tidak sedang tidur, dan
pasien sadar saat sedang kejang. Setelah kejang berhenti, pasien menangis dan langsung
tertidur. Kejang terjadi tiba-tiba tidak didahului oleh demam, ataupun suara bising dan
hentakan. Kejang berhenti dengan sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada saat tubuh
disentuh. Menangis terus (-), muntah menyembur (-).
Pasien lahir spontan, saat dilahirkan pasien langsung menangis. Air ketuban pada saat
melahirkan berwarna putih jernih. Usia kehamilan pada saat melahirkan adalah 39 minggu
dan pasien lahir dengan berat badan 3000 gram. Pada saat kehamilan, ibu pasien tidak
pernah menderita penyakit apapun. Setelah lahir, tidak dilakukan inisiasi menyusui dini
pada pasien. Pada saat pulang kerumah, dikarenakan ASI itidak keluar maka pasien
diberikan susu formula merek lactogen dan diminumkan menggunakan sendok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x/menit, suhu 36,1oC, pernafasan
36x/menit dan berat badan 3150 gram. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal,
refleks hisap kurang namun refleks primitif lainnya dalam batas normal. Ballard score
yaitu neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan hipokalsemia dimana nilai kalsium 5.5 mg/dL dan asidosis metabolik
terkompensasi karena hasil BE (ecf) -15.3 mmol/L, HCO3 act 9.5 mmol/L, dan pH
normal 7.404. Hasil pemeriksaan EEG dan USG kepala semuanya dalam batas normal.
VII. DIAGNOSIS
Kejang neonatus et causa Hipokalsemia
13
IX. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan laboratorium magnesium
Pemeriksaan laboratorium fosfat
CT Scan
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
O2 5L/menit
Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
Pasang NGT
Luminal puyer 2 x 7.5 mg
Drip Ca Glukonas 4 ml dalam 400 cc NaCl
Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg dicampurkan dalam NaCl 10-15 mg (pelan-
pelan)
Non Medikamentosa :
Rawat di rung pengawasan khusus
ASI 10 x 40 cc
Hentikan pemberian susu formula
XI. PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad functionam : ad bonam
ad sanationam : ad bonam
14
didahului oleh demam, ataupun suara bising dan hentakan. Kejang berhenti dengan
sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada saat tubuh disentuh. Tidak ada keluhan
lain seperti muntah menyembur atau menangis terus. Hasil pemeriksaan hari pertama
menunjukan asidosis metabolik terkompensasi karena hasil BE (ecf) -15.3 mmol/L,
HCO3 act 9.5 mmol/L, dan pH normal 7.404. Nilai laktat yang menurun tersebut
dikoreksi bersama dengan pemberian cairan Infus KaEN B 6 tetes/menit.
Hari kedua, pasien sempat BAB cair 2 kali, ampas (+) sedikit. Hal ini
kemungkinan dikarenakan ibu pasien makan makanan sembarangan sebelum
menyusui. Pasien sudah tidak kejang, tidak ada demam, rewel ataupun muntah
menyembur. Hari ketiga, hasil pemeriksaan laboratorium Ca menurun yaitu 5.5
mg/dL. Pasien diberikan drip Ca Glukonas 5 ml dalam 400 cc NaCl untuk
memperbaiki nilai kalsium. Hasil EEG dan USG juga menunjukan hasil pemeriksaan
dalam batas normal. Hari ke lima pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan Ca ulang
dan didapatkan hasil 8.8 mg/dL sudah dalam nilai normal. Selama dirawat inap,
pasien hanya kejang 1 kali, dan pasien selalu mendapatkan ASI dari ibunya melalui
diperas secara manual dan dimasukan kedalam selang NGT. Berdasarkan klinis dan
hasil pemeriksaan penunjang maka pasien diperbolehkan pulang.
Pasien bayi perempuan berusia 4 hari dengan diagnosis Kejang Neonatus et causa
Hipokalsemia setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
15
tangan dan kaki kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas. Dan pasien
sadar saat kejang
Berdasarkan etiologinya kejang neonatus disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu :
Perdarahan intrakanial dan Infeksi SSP. Pada kedua keadaan tersebut dapat terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang bermanifestasi sebagai terdapat muntah
menyembur dan pasien menangis terus. Namun pada pasien tidak didapatkan keadaan
seperti itu. Selain itu juga tidak didapatkan demam dan pada saat dilahirkan air
ketuban berwarna putih jernih, hal ini mendukung bahwa kemungkinan kecil pasien
menderita infeksi. Pasien lahir spontan juga mendukung bahwa kemungkinan kecil
terjadi trauma kepala yang menyebabkan perdarahan. Sehingga dari anamnesis
perdarahan intrakranial dan infeksi SSP dapat disingkirkan.
Ensefalopati Iskemik Hipoksik. Keadaan dimana kurangnya aliran darah
uteroplasental dan menyebabkan hipoksia perinatal menuju ke asidosis laktat.
Biasanya terjadi pada bayi dengan asfiksia. Namun manifestasi klinik yang muncul
yaitu pada usia kehidupan 1 hari. Sedangkan pada pasien kejang terjadi pada hari
ketiga kehidupan.
Putus obat. Ibu pasien tidak ada riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu yang
lama dan tidak didapatkan putus obat saat hamil pada ibu pasien
Benign familian neonatal convulsion & Kelainan Metabolik Bawaan. Tidak ada
riwayat bayi yang pernah kejang, ataupun bayi meninggal pada masa neonatus.
Orangtua pasien tidak ada yang mempunyai riwayat kejang neonatus.
Metabolik. Berbagai penyebab metabolik pun dapat menimbulkan kejang pada
neonatus. Keadaan ini biasanya berkaitan dengan nutrisi yang kurang pada bayi dan
riwayat asfiksia pada saat lahir. Tidak dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada
pasien dan selama 1 hari pasien tidak diberikan asupan nutrisi apapun. Pasien tidak
mendapatkan ASI hingga hari ke 3 kehidupan. Selain itu saat lahir pasien menderita
asfiksia ringan-sedang namun prognosis pasien masih baik. Hal ini menunjang bahwa
kejang neonatusnya disebabkan oleh kelainan metabolik.
17
XIV. FOLLOW UP
S Kejang (+) 1 kali, kaki dan tangan Kejang (-), muntah menyembur (-),
kelojotan, mata mendelik keatas demam (-), rewel (-), BAB cair 2x
dan kesamping. Muntah ampas (+) sedikit, ASI (+)
menyembur (-), demam (-), rewel
(-), ASI (+)
RR: 56x/m. Status gizi : normal RR: 40x/m. Status gizi : normal
Ubun-ubun besar sulit diraba, caput Ubun-ubun besar sulit diraba, caput
succedaneum (-), cephal hematom succedaneum (-), cephal hematom
(-) (-)
Hidung : nafas cupping hidung (-), Hidung : nafas cupping hidung (-),
sekret (-) sekret (-)
Mulut: sianosis (-), stomatitis (-), Mulut: sianosis (-), stomatitis (-),
Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-), Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-),
gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh
-/- -/-
Kulit: Lanugo (+), sianotik (-), Kulit: Lanugo (+), sianotik (-),
pucat (-), ikterik (-) pucat (-), ikterik (-)
18
Refleks primitif refleks hisap (+) Refleks primitif refleks hisap (+)
kurang membaik
P O2 1 L/menit O2 5L/menit
NGT terpasang Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
Luminal puyer 2 x 7.5 mg NGT terpasang
Inj IM Luminal 30 mg k/p Luminal puyer 2 x 7.5 mg
Pemeriksaan darah rutin, analisa Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg
gas darah, elektrolit, gula darah dicampurkan dalam NaCl 10-15
sewaktu mg (pelan-pelan)
Rencana USG kepala Pemeriksaan calsium dan
bilirubin
Setelah pasien kejang Pemeriksaan USG Kepala
S Kejang (-), muntah menyembur (-), Kejang (-), muntah menyembur (-),
demam (-), rewel (-), BAB (+), ASI demam (-), rewel (-), BAB (+), ASI
(+), BAK (+) (+), BAK (+)
RR: 56x/m. Status gizi : normal RR: 40x/m. Status gizi : normal
19
Mata: , CA-/-, SI-/- Mata: , CA-/-, SI-/-
Hidung : nafas cupping hidung (-), Hidung : nafas cupping hidung (-),
sekret (-) sekret (-)
Mulut: sianosis (-), stomatitis (-), Mulut: sianosis (-), stomatitis (-),
Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-), Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-),
gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh
-/- -/-
Kulit: Lanugo (+), sianotik (-), Kulit: Lanugo (+), sianotik (-),
pucat (-), ikterik (-) pucat (-), ikterik (-)
Refleks primitif refleks hisap (+) Refleks primitif refleks hisap (+)
membaik membaik
Ca 8.8 mg/dL
P O2 5L/menit O2 5L/menit
Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
NGT terpasang NGT terpasang
Luminal puyer 2 x 7.5 mg Luminal puyer 2 x 7.5 mg
Drip Ca Glukonas 5 ml dalam Drip Ca Glukonas 5 ml dalam
400 cc 400 cc
Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg
dicampurkan dalam NaCl 10-15 dicampurkan dalam NaCl 10-15
mg (pelan-pelan) mg (pelan-pelan)
Pasien diperbolehkan pulang
20
Edukasi ibu untuk memberikan
ASI eksklusif dan melakukan
imunisasi dasar
Edukasi ibu bila terjadi kejang
berulang, segera bawa ke rumah
sakit
21
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Karena sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secxara pasti
bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum
diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan banyak kejadian kejang pada
neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Meskipun demikian, menurut buku
neonatologi IDAI, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap
1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan
pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-
132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada
kepustakaan lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi
cukup bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada
elektrografik tampak gambaran masih kejang.3
Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical guideline, kejang
sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang bulan dengan pendarahan
intraventriikular atau leukomalasia periventricular. Kejang biasanya dikenali lebih sering
dengan penggunaan monitor EEG berkelanjutan.4
Etiologi
22
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s neonatology,
ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB KETERANGAN
Ensefalopati Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk
Biasanya timbul dalam 24 jam
Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan Pendarahan intraventrikular
intrakranial Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,
escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
Insidensi 1 per 4000
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Kelainan Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap
metabolik membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab
bawaan yang dapat di tangani
Putus obat ibu
23
iskemik hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark serebral. Manifestasi klinis
ensefalopati hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium : ringan, sedang, berat yang
dimana kejang dapat timbul pada tingkat sedang dan berat.
B. Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial
seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu :
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya
penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau
asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan
dapat timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi
kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi
cukup bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-
pemberian cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia.
Manifetasi klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai
24
gejala yang hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang
bersifat fokal, multifokal atau umum.
Patogenesis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik
yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi
berlebihan1 :
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan
pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal
yang masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun
yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada
sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama
setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi
sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada
aktifitas. Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.
25
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus
adalah :
3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K +
yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.
26
Awitan kejang
Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12 hingga 48
jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang bersalim. Penelitian
pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik
iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamat
pada saat fase reperfusi sekunder3. Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut
memberi kesan adanya meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia
27
Diagnosis.
Faktor resiko :
28
Manifestasi klinik
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat bersamaan
selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis yang timbul
Subtle o
10-35% tergantung o
Mata- melotot, mengedip,
maturitas4 deviasi horizontal
o
Lebih sering pada o
Oral- Mencucu, mengunyah,
bayi cukup bulan menghisap, menjulurkan lidah
o
Terjadi pada bayi o
Ekstremitas- memukul, gerak
dengan gangguan seperti berenang, mengayuh
SSP berat pedal
o
Otonomik- apneu, takikardia,
tekanan darah tidak stabil
4
Klonik o
50% o
Biasanya dalam keadaan sadar
o
Lebih sering pada o
Gerak ritmik (1-3/detik)
o
Fokus organ lokal atau 1 sisi
bayi cukup umur
wajah atau tubuh. Mungkin
merupakan fokal neuropathy
yang tersembunyi
o
Multifokal – irregular,
terpotong-potong
Tonik 20% 4
Mungkin meliatkan 1 bagian
Lebih sering pada ekstremitas atau seluruh tubuh
bayi preterm Ekstensi generalisata dari
bagian tubuh atas dan bawah
dengan postur opisthotonic
Mioklonik 5% 4
Sentakan cepat terisolasi
(membedakan dari mioklonik
neonatus jinak)
Fokal (1 bagian ekstremitas)
atau multifokal (beberapa
bagian tubuh)
Ditemukan pada putus obat
(terutama gol. opiat
29
Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti
fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak pada neonatus.
Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu fenomena lain yang penting
adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam pergerakan yang biasanya dihubungkan
dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa
minggu. Adapun perbedaan antara kejang dan jitteriness adalah :
Pemeriksaan fisik
30
4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau
moulding yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar
yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural
serta kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma
subdural. Dapat ditemukan korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubela.
6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi,
berbau busuk, atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang
dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus
digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani
dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik
Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium
pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.
Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas
pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau
kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari
penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
31
2. Pemeriksaan radiologis
a. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk
mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular.
Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan
pemeriksaan ini.
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan
bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi
serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan
hasil yang penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang
terjadi asimetris.
c. MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi
subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium..
3. Pemeriksaan lain
a. EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda
abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal.
Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2
hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda
diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan
bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi
cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting
untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang
timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah
diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar,
sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.
32
o Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan
EEG. Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari
gambaran EEG masih mengalami kejang.
Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi
onset, morfologi dan perambatan yang bervariasi. Bayi
preterm maupun aterm, keduanya mempunyai
kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat
bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum
adalah lobus temporal. Beberapa penelitian telah
menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya
digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo
menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri
yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi ini
juga diadopsi oleh Sher dkk.
Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan
gambaran EEG, hanya sepertiga dari kasus yang
dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi
klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349
neonatus yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415
kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11
neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun
secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul
karena adanya gelombang dari batang otak dan medula
spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat
yang lebih tinggi.
Tata laksana
Manajemen
33
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis
klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu
menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya
kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.
34
Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus4
Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen
Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi
Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapatg ditangani
dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV
4
sambil terus memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi
suportif yang dibutuhkan.
Hentikan semua asupan secara oral
Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan
35
Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV
4
(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan
neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG normal
Penggunaan obat-obatan anti konvulsi
- Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang
diberikan pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan
protokol penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat
sangat penting dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi
o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah
yang dapat diprediksi
o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi
o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis
yang kedua
- Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi
o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan
apabila dosis awal cukup untuk menangani kejang secara
klinis
o Bayi dengan konvulsi lama atau dengan kesulitan dalam
menangani kejang dan bayi dengan kelainan pada EEG akan
36
mendapat manfaat dari pemberian obat anti konvulsi yang
berkelanjutan dengan syarat :
- Level serum harus dimonitor
- Rencana manajemen penatalaksanaan kejang darurat
harus dibuat. Termasuk, jika dibutuhkan, rencana
penggunaan Midazolam buccal/intranasal
- Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi
Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat anti
konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat anti konvulsi apabila :
- IV (perlahan-lahan – contoh : 1
mg/kg/menit), IM, Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-
24 jam setelah dosis awal
Keterangan Pengobatan lini pertama
Efektivitas kurang dari 50%4
Mengurangi kejang secara klinis namun
efek kurang pada kejang EEG
Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin)
seringkali dibutuhkan
Mungkin menyebabkan apneu/depresi
respiratorik pada dosis tinggi (40 mg/kg)
dan peningkatan konsentrasi serum (diatas
60 mikrogram/mL
37
Jangkauan terapeutik :
- Fenitoin
Fenitoin
38
Dosis dan 0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :
60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg midazolam
sampai dosis total 50 mL dengan
Nacl 0.9%, glukosa 5% atau
10%
1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin
Dapat menyebabkan depresi respiratorik
dan hipotensi jika disuntikkan dengan cepat
atau diberikan bersamaan dengan obat
golongan narkotika
Selama ini ada beberapa perdebatan mengenai mana yang lebih baik
digunakan terlebih dahulu untuk menangani kejang pada neonatus. Ada
beberapa pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing obat. Terapi yang dulu dipergunakan adalah fenitoin sebagai terapi
awal. Namun seiring berkembangnya waktu, banyak paradigma baru yang
mempergunakan phenobarbital sebagai terapi awal yang lebih baik.
Phenobarbital
39
memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan
metabolisme phenobarbital.
Fenitoin
Obat-obatan lain
40
efek samping serius. Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg 7
dan dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.
41
Prognosis
Menurut buku neonatus IDAI, Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup dapat menderita gejala sisa atau sekuele
3
Meningitis 20 40 40
Malformasi otak 60 40
Hipokalsemia 100
Hipoglikemia 50 50
Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir rendah seperti
pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan penyebabnya.
Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko kerusakan
pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy
dan retardasi mental).
Hipokalsemia
Hipokalsemia umum terjadi pada bayi baru lahir prematur dan sakit. Kadar kalsium
lebih tinggi di darah tali pusat dibandingkan darah ibu karena transfer kalsium aktif melalui
plasenta ke janin. Pertambahan kalsium janin pada trimester ketiga mendekati 150 mg/kg/24
jam, dan kandungan mineral tulang janin dua kali lipat usia gestasi antara 30 dan 40 minggu.
Semua bayi menunjukan sedikit penurunan kadar kalsium setelah lahir, mencapai kadar
paling rendah dalam 24 jam sampai 48 jam, saat hipokalsemia umumnya terjadi. Kadar
kalsium serum total kurang dari 7 mg/dL dan kadar kalsium ion kurang dari 3 – 3.5 mg/dL
dianggap sebagai hipokalsemia.
Penyebab hipokalsemia bervariasi tergantung waktu onset dan penyakit pada bayi.
Hipokalsemia dini pada neonates terjadi pada 3 hari pertama kehidupan dan seringkali tanpa
gejaa. Hipoparatiroidisme menetap berkurang respons paratiroid terhadap penurunan kadar
kalsium serum pascanatal yang biasa dapat merupakan penyebab hipokalsemia pada bayi
premature dan bayi dari ibu diabetes. Tidak adanya kelenjar paratiroid kongenital dan
42
sindrom DiGoerge juga dihubungkan dngan hipokalsemia. Hipomagnesia(<1.5 mg/dL) dapat
terjadi bersamaan dengan hipokalsemia, terutama pada bayi dari ibu diabetes. Terapi dengan
kalsium saja tidak menghilangkan gejala atau meningkatkan kalsium serum smapai
hipomagnesia juga diterapi. Terapi natrium bikarbonat, pelepasan fosfat dari nekrosis sel,
hipoparatiroidisme menetap dan hiperkalsitonemia mungkin merupakan penyebab
hipokalsemua neonatal dini yang berhubungan dengan asfiksia. Hipokalsemia awian dini
berhubungan dengan asfiksia sering terjadi kejang sebagai akibat ensefalopati hipoksik
oiskemik atau hipokalsemia. Hipokalsemia ambat pada neonatus atau tetani pada neonatus,
sering merupakan akibat pemberian susu yang menangdung fosfat tingi atau tidak mampu
ekskresi kandungan fosfat yang biasa terdapat pada susu formula. Hiperfosfatemia (>8
mg/dL) umunya terjadi pada bayi dengan hipokalsmeia setelah minggu pertama kehidupan.
Keadaa defisiensi vitamin D dan malabsorpsi juga dihubungkan dengan hipokalsemua awitan
lambat.
Manifestasi klinis hipokalsemia dan hipomagnesemia meliputi apne, kedutan otot,
kejang, laringospasme, tanda Chovstek (spasme otot wajah ketika sisi wajah di atas nervus
tujuh diketuk), tanda Trousseau (spasme karpopedal yang dipicu oleh inflasi parsial dari
manset tekanan darah). Dua anda terakhir jarang terjadi pada periode awal neonatus.
Hipokalsemia neonates dapat dicegah dengan pemberian suplementasi kalsium IV
atau oral dengn dosis 25 sampai 75 mg/kg/24 jam. Hipokalsemua dini asimtomatik daribayi
premature dan bayi dari ibu diabetes sering membaik spontan. Hipokalsemia spontan harus
diterapi dengan 2 sampai 4 ml/kg kalsium glukonas 10% diberikan secara intravena dan
perlahan selama 10 – 15 menit, diikuti infus kontinu dari kalsium elemental sebanyak 75
mg/kg/24 jam. Bila terdapat juga hipomagnesemia, magnesium sulfat 50% sebanyak 0.1
mL/kg diberikan secara intamuskular dan diulang setiap 8 – 12 jam.
DAFTAR PUSTAKA
43
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,
M.D. Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn .
2005. edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.
Buku Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2001-
2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment . 2011
5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and
management. Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European
Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003
44