Anda di halaman 1dari 44

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSAL DR. MINTOHARDJO

Dokter Pembimbing : dr. Rina Rahardiani, Sp. A Tanda tangan :


Nama Mahasiswa : Anisa Saraswati
NIM : 030.10.033

I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : By. B Suku Bangsa : Betawi
Umur : 4 hari /0 bulan Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan :-
Alamat : Jl. Kebon Kacang 44 RT 09/RW 09 No. 7 Jakarta Pusat

ORANG TUA / WALI


AYAH
Nama : Tn. I Agama : Islam
Umur : 37 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Kebon Kacang 44 RT 09/RW 09 No. 7 Jakarta Pusat
Gaji : Rp 4.000.000,00
IBU
Nama : Ny. W Agama : Islam
Umur : 33 tahun Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan orang tua : anak kandung

1
II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu dari pasien pada tanggal 26 Agustus 2015

KELUHAN UTAMA
Kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


Pasien datang ke poli RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan kejang 1
hari SMRS. Kejang terjadi sebanyak enam kali, kejang terjadi pada tangan dan
kaki kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas. Orang tua
pasien lupa berapa lama kejang itu berlangsung. Sebelum kejang pasien tidak
sedang tidur, dan pasien sadar saat sedang kejang. Setelah kejang berhenti,
pasien menangis dan langsung tertidur. Kejang terjadi tiba-tiba tidak didahului
oleh demam, trauma, ataupun suara bising dan hentakan. Kejang berhenti dengan
sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada saat tubuh disentuh. Tidak ada
keluhan lain seperti muntah menyembur atau menangis terus.
Pasien lahir spontan dengan kepala dibagian bawah pada tanggal 21
Agustus 2015, saat dilahirkan pasien langsung menangis. Tidak ada masalah
dalam persalinan. Air ketuban pada saat melahirkan berwarna putih jernih.
Pasien merupakan anak pertama dari kedua pasangan yang sudah 10 tahun
menikah. Usia kehamilan pada saat melahirkan adalah 39 minggu dan pasien
lahir dengan berat badan 3000 gram. Pada saat kehamilan, ibu pasien tidak
pernah menderita penyakit apapun seperti hipertensi, kencing manis, atau infeksi
saluran kemih. Ibu pasien juga tidak sedang menjalankan terapi obat apapun
dalam jangka panjang dan ridak putus obat apapun.
Setelah lahir, tidak dilakukan inisiasi menyusui dini pada pasien. Pasien
langsung dipisahkan oleh ibunya. Enam jam setelah pasien dilahirkan, ibu pasien
mencoba untuk mulai memberikan ASI, namun saat itu ASI sama sekali tidak
keluar. Pada saat pulang kerumah, dikarenakan ASI tidak keluar maka pasien
diberikan susu formula merek lactogen dan diminumkan menggunakan sendok.
Hari pertama hingga hari kedua BAB pasien berwana hitam dan lembek namun
hari ketiga BAB pasien mulai berwarna kuning. Tidak ada masalah BAK, pasien
sering ganti popok 3-4x/hari. Tidak ada kuning pada pasien.

2
Saat ini pasien sudah 2 hari dirawat di bangsal neonatus RSAL, selama
dua hari pasien hanya kejang 1x sewaktu hari pertama perawatan. Pasien sudah
mendapatkan ASI dari ibunya yang memeras secara manual dan pasien
mendapatkan ASI melalui selang hidung. Selang hidung dipasang karena refleks
hisap pada pasien kurang dan untuk minum obat anti kejang. Masalah lain adalah
pasien BAB cair 2x sewaktu hari kedua perawatan.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN
Perawatan Antenatal Pasien rutin kontrol ke dokter pada saat kehamilan, TT (+) 1x
Penyakit Kehamilan Tidak ada, ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
apapun selama hamil

KELAHIRAN
Tempat Kelahiran RSAL dr. Mintohardjo

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan Normal

Masa Gestasi 39 minggu

Riwayat kelahiran Berat Badan : 3000 gram


Panjang Badan Lahir : 48 cm
Lingkar kepala : 31 cm
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar perut : 30 cm
Langsung menangis: ya
APGAR score : 6/8
Kelainan bawaan : Tidak ada

3
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG
DPT/ DT
Polio 0 bulan
Campak
Hepatitis B 0 bulan
MMR
Kesan : Pasien mendapatkan vaksin hepatitis B di RS setelah lahir dan mendapatkan
vaksin polio sebelum pulang ke rumah

RIWAYAT MAKANAN
BUAH/
Umur (Bulan) ASI/ PASI BUBUR SUSU NASI TIM
BISKUIT
0–2 ASI+PASI - - -
Kesan: ASI tidak keluar pada hari ke-1 – ke-3. Pasien mendapatkan susu formula
merek lactogen pada usia 2 hari

RIWAYAT KELUARGA
DATA CORAK PRODUKSI
Anak ke Umur Jenis Kelamin Status/Keterangan
1 (pasien) 4 hari Perempuan Sakit

DATA KELUARGA
AYAH/ WALI IBU/ WALI
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 27 tahun 23 tahun
Kosanguinitas - -
Keadaan kesehatan/
- -
penyakit bila ada

4
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit kronis seperti penyakit darah tinggi,
penyakit kencing manis, penyakit jantung, TB Paru, epilepsi atau riwayat kejang
demam. Orangtua pasien tidak ada yang mempunyai riwayat kejang neonatus. Tidak
ada kejang neonatus di keluarga atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa
diketahui penyebabnya.

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah: Rumah kontrak
Keadaan rumah:
Rumah seluas ± 100 m lantai dengan 2 kamar tidur 1 kamar mandi dan 1
dapur. Terdapat 3 orang yang tinggal dirumah tersebut. Jendela selalu dibuka setiap
pagi, cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah. Untuk minum dan memasak
menggunakan air isi ulang. Untuk mandi dan mencuci menggunakan air PAM. Jarak
septic tank 10 m.

Keadaan lingkungan:
Rumah berada di lingkungan kompleks tidak terlalu padat penduduk. Aliran
got terbuka namun lancar, sedikit bau, tempat pembuangan sampah di depan rumah
dan tertutup rapat, sampah rumah tangga diambil tiap hari oleh petugas kebersihan.
Cukup banyak kendaraan bermotor yang lalu lalang di lingkungan rumah, tetapi asap
tidak sampai ke rumah.

Kesan: Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 26 Agustus 2015
Pukul : 09.00
PEMERIKSAAN UMUM
• Keadaan Umum : tampak sakit sedang, warna kulit kemerahan, aktivitas cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 120xmenit, reguler
Suhu : 36,50C
RR : 56x/menit
Data Antropometri :BB : 3150 kg

5
PB : 48 cm
Lingkar kepala: 30 cm
Lingkar dada :31 cm
Status Gizi : Berdasarkan Battaglia & Lubchenco : Neonatus Cukup Bulan
Sesuai Masa Kehamilan
Berdasarkan Welcome Trust Party
3.1/3 x 100% = 103%  berdasarkan tabel Welcome Trust
Party termasuk gizi normal

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
KEPALA

Ubun-ubun besar belum menutup, ubun-ubun tidak menonjol, caput succedaneum (-),
cephal hematom (-), rambut hitam tipis terdistribusi merata, kulit kepala baik, tidak
ada luka

Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), funduskopi tidak


dilakukan

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deviasi septum
(-), terpasang NGT(+)

Telinga: Normoti, discharge (-/-)

Mulut : Sianosis (-), stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)

Gigi geligi : hygine cukup, gigi susu belum tumbuh

Lidah : Normoglotia, lembab, tidak ada papil atrofi, lidah tidak kotor

THORAKS

Paru

Inspeksi: hemithorax dextra dan sinistra simetris pada keadaan inspirasi dan ekspirasi.
retraksi (-)

Palpasi: vocal fremitus simetris kanan dan kiri, areola mammae teraba, papilla
mammae (+/+)

6
Perkusi: tidak dilakukan

Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara nafas
tambahan (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : datar, tali pusat belum terlepas, tidak ada tanda-tanda infeksi

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor kulit baik

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen

TULANG BELAKANG

Spina bifida (-), meningocele (-)

GENITAL DAN ANOREKTAL

Jenis kelamin perempuan, labia mayora hampir menutupi labia minora, Anus (+)
dalam batas normal.

KULIT

Lanugo (+), sianotik (-), pucat (-), ikterik (-)

7
EKSTREMITAS

Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus otot Baik/baik Baik/baik

REFLEKS PRIMITIF

o Refleks Hisap : (+) sedikit

o Refleks Rooting : (+)

o Rfleks Moro : (+)

o Refleks Palmar Grasp : (+)

o Refleks Plantar Grasp : (+)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

BALLARD SCORE

8
Neuromuscular Maturity Score Physical Maturity Score

Posture 4 Edema 2
Square window (wrist) 3 Jaringan kulit 3
Leg dorsofleksi 3 Warna kulit 3
Arm recoil 2 Opasitas (bening) kulit 3
Leg recoil 2 Lanugo 3
Popliteal angle 3 Garis telapak kaki 3
Scarf sign 3 Perkembangan puting susu 2
Heel to ear 3 Besarnya mamma 2
Ventral suspension 2 Bentuk kuping 2
Neck tonus 2 Elastistas kuping 2
Genitalia 1
Total 27 Total 26
Total : 53

Kesan: Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan

APGAR SCORE

9
0 APGAR
1 2 1” 5” 10”
SCORE

Tak ada <100 >100 Denyut jantung

Tak ada Tak teratur Baik Pernapasan


Lemah Sedang Baik Tonus otot
Tak ada Meringis Menangis Peka rangsang
Merah jambu,
Merah
Biru/putih ujung-ujung Warna
jambu
biru
TOTAL
Kesan : apgar score 6 di menit pertama dan 8 dimenit kelima. Tidak mendapatkan
informasi secara rinci perihal apgar score

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (tanggal 24/08/2015)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Darah rutin
Lekosit 7.000/μL 5.000 – 10.000 /μL
Eritrosit 5.59 juta/μL 4.2 – 5.4 juta/ μL
Hemoglobin 19.1 gr/dL 10.8 – 15.6 g/dL
Hematrokit 57 % 33-45 %
Trombosit 241 ribu/μL 150 – 450 ribu/μL
Analisa Gas darah
PH 7.404 7.35 – 7.45
PCO2 15.4 mmHg 32-48 mmHg
PO2 62.9 mmHg 83-108 mmHg
HCO3 act 9.5 mmol/L 21-28 mmol/L
HCO3 std 15.9 mmol/L
BE (ecf) -15.3 mmol/L -2 – 3 mmol/L
SBE -11.2 mmol/L -3 – 3 mmol/L
Ct CO2 9.9 mmol/L 23 – 27 mmol/L
AnGap 54.6 mmol/L
O2 SAT 93.1 % 95-98 %
O2 Ct 24.9 ml/dl
Elektrolit
Natrium (Na) 135 mmol/L 132-147
Kalium (K) 5.13 mmol/L 3.6–6.1
Clorida (Cl) 76 mmol/L 95-116
Glukosa Test 73 mg/dL 30 – 80 mg/dL

10
Hematologi (tanggal 25/08/2015)
Hemostasis
Perdarahan/BT 2’30” menit 1-3 menit
Pembekuan/CT 11’00” menit 5-15 menit
Bilirubin Direk/Indirek
Bilirubin Total 6.85 mg/dL <12 mg/dL
Bilirubin Direk 0.73 mg/dL 0.0 – 0.8 mg/dL
Bilirubin Indirek 6.12 mg/dL 0.0 – 10.0 mg/dL
Calcium 5.5 mg/dL 7.6 – 10.4 mg/dL

Hematologi (tanggal 27/08/2015)


Elektrolit
Natrium (Na) 136 mmol/L 132-147
Kalium (K) 4.40 mmol/L 3.6–6.1
Clorida (Cl) 108 mmol/L 95-116
Calsium 8.8 mg/dL 7.6 – 10.4 mg/dL

Kesan : Hasil laboratorium menunjukan kesan hipokalsemia dan adanya asidosis metabolik
terkompensasi

11
B. Pemeriksaan USG Kepala
Pemeriksaan USG kepala dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2015

 Echo parenkim tampak baik


 Ta tampak perdarahan di brain parenkim
 Sistem ventrikel tampak baik, tak tampak hydrocephalus
 Sulci dan gyri normal
 Soft tissue baik
Kesan : USG kepala dalam batas normal

C. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2015

Kesan : EEG dalam batas normal

12
VI. RESUME
Pasien neonatus laki-laki usia 4 hari berat badan 3150 gram datang dengan keluhan
kejang 1 hari SMRS. Kejang terjadi sebanyak enam kali, terjadi pada tangan dan kaki
kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas. Orang tua pasien lupa
berapa lama kejang itu berlangsung. Sebelum kejang pasien tidak sedang tidur, dan
pasien sadar saat sedang kejang. Setelah kejang berhenti, pasien menangis dan langsung
tertidur. Kejang terjadi tiba-tiba tidak didahului oleh demam, ataupun suara bising dan
hentakan. Kejang berhenti dengan sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada saat tubuh
disentuh. Menangis terus (-), muntah menyembur (-).
Pasien lahir spontan, saat dilahirkan pasien langsung menangis. Air ketuban pada saat
melahirkan berwarna putih jernih. Usia kehamilan pada saat melahirkan adalah 39 minggu
dan pasien lahir dengan berat badan 3000 gram. Pada saat kehamilan, ibu pasien tidak
pernah menderita penyakit apapun. Setelah lahir, tidak dilakukan inisiasi menyusui dini
pada pasien. Pada saat pulang kerumah, dikarenakan ASI itidak keluar maka pasien
diberikan susu formula merek lactogen dan diminumkan menggunakan sendok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x/menit, suhu 36,1oC, pernafasan
36x/menit dan berat badan 3150 gram. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal,
refleks hisap kurang namun refleks primitif lainnya dalam batas normal. Ballard score
yaitu neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan hipokalsemia dimana nilai kalsium 5.5 mg/dL dan asidosis metabolik
terkompensasi karena hasil BE (ecf) -15.3 mmol/L, HCO3 act 9.5 mmol/L, dan pH
normal 7.404. Hasil pemeriksaan EEG dan USG kepala semuanya dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS
Kejang neonatus et causa Hipokalsemia

VIII. DIANOSIS BANDING


Kejang neonatus et causa Hipoksia-Iskemik Enselopati

13
IX. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan laboratorium magnesium
Pemeriksaan laboratorium fosfat
CT Scan

X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
 O2 5L/menit
 Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
 Pasang NGT
 Luminal puyer 2 x 7.5 mg
 Drip Ca Glukonas 4 ml dalam 400 cc NaCl
 Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg dicampurkan dalam NaCl 10-15 mg (pelan-
pelan)
Non Medikamentosa :
 Rawat di rung pengawasan khusus
 ASI 10 x 40 cc
 Hentikan pemberian susu formula

XI. PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad functionam : ad bonam
ad sanationam : ad bonam

XII. RESUME TINDAK LANJUT


Pasien neonatus laki-laki usia 4 hari berat badan 3150 gram datang dengan
keluhan kejang 1 hari SMRS. Dilakukan rawat inap pada pasien diruang pengawasan
khusus. Hari pertama pasien dirawat, pasien kejang kembali satu kali, kejang terjadi
pada tangan dan kaki kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas.
Saat kejang pasien langsung diberikan inj. Luminal 30 mg i.m. Sebelum kejang
pasien tidak sedang tidur, dan pasien sadar saat sedang kejang. Setelah kejang
berhenti, pasien menangis dan langsung tertidur. Kejang terjadi tiba-tiba tidak

14
didahului oleh demam, ataupun suara bising dan hentakan. Kejang berhenti dengan
sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada saat tubuh disentuh. Tidak ada keluhan
lain seperti muntah menyembur atau menangis terus. Hasil pemeriksaan hari pertama
menunjukan asidosis metabolik terkompensasi karena hasil BE (ecf) -15.3 mmol/L,
HCO3 act 9.5 mmol/L, dan pH normal 7.404. Nilai laktat yang menurun tersebut
dikoreksi bersama dengan pemberian cairan Infus KaEN B 6 tetes/menit.
Hari kedua, pasien sempat BAB cair 2 kali, ampas (+) sedikit. Hal ini
kemungkinan dikarenakan ibu pasien makan makanan sembarangan sebelum
menyusui. Pasien sudah tidak kejang, tidak ada demam, rewel ataupun muntah
menyembur. Hari ketiga, hasil pemeriksaan laboratorium Ca menurun yaitu 5.5
mg/dL. Pasien diberikan drip Ca Glukonas 5 ml dalam 400 cc NaCl untuk
memperbaiki nilai kalsium. Hasil EEG dan USG juga menunjukan hasil pemeriksaan
dalam batas normal. Hari ke lima pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan Ca ulang
dan didapatkan hasil 8.8 mg/dL sudah dalam nilai normal. Selama dirawat inap,
pasien hanya kejang 1 kali, dan pasien selalu mendapatkan ASI dari ibunya melalui
diperas secara manual dan dimasukan kedalam selang NGT. Berdasarkan klinis dan
hasil pemeriksaan penunjang maka pasien diperbolehkan pulang.

XIII. ANALISA KASUS

Pasien bayi perempuan berusia 4 hari dengan diagnosis Kejang Neonatus et causa
Hipokalsemia setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

Anamnesia yang mendukung antara lain sebagai berikut :


 Pasien merupakan seorang bayi berusia 4 hari dengan keluhan kejang 1 hari SMRS,
dimana pengertian neonatus sendiri adalah bayi dengan kelahiran berumur kurang dari
28 hari.
 Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti
fenomenan mioklonik fisiologik dan jitteriness. Pada pasien kejang tidak didahului oleh
bising dan hentakan, kejang berhenti dengan sendirinya, dan kejang tidak berhenti pada
saat tubuh disentuh, hal ini menyingkirkan bahwa pasien terdapat jitteriness dan pasien
mengalami kejang tidak saat tidur, hal ini menyingkirkan bahwa pasien terdapat
fenomenan mioklonik fisiologik.
 Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis yang timbul. Berdasarkan
manifestasinya klinik pasien termasuk tipe kejang klonik karena kejang terjadi pada

15
tangan dan kaki kiri pasien saja, kelojotan, dan mata pasien mendelik ke atas. Dan pasien
sadar saat kejang
Berdasarkan etiologinya kejang neonatus disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu :
 Perdarahan intrakanial dan Infeksi SSP. Pada kedua keadaan tersebut dapat terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang bermanifestasi sebagai terdapat muntah
menyembur dan pasien menangis terus. Namun pada pasien tidak didapatkan keadaan
seperti itu. Selain itu juga tidak didapatkan demam dan pada saat dilahirkan air
ketuban berwarna putih jernih, hal ini mendukung bahwa kemungkinan kecil pasien
menderita infeksi. Pasien lahir spontan juga mendukung bahwa kemungkinan kecil
terjadi trauma kepala yang menyebabkan perdarahan. Sehingga dari anamnesis
perdarahan intrakranial dan infeksi SSP dapat disingkirkan.
 Ensefalopati Iskemik Hipoksik. Keadaan dimana kurangnya aliran darah
uteroplasental dan menyebabkan hipoksia perinatal menuju ke asidosis laktat.
Biasanya terjadi pada bayi dengan asfiksia. Namun manifestasi klinik yang muncul
yaitu pada usia kehidupan 1 hari. Sedangkan pada pasien kejang terjadi pada hari
ketiga kehidupan.
 Putus obat. Ibu pasien tidak ada riwayat pemakaian obat dalam jangka waktu yang
lama dan tidak didapatkan putus obat saat hamil pada ibu pasien
 Benign familian neonatal convulsion & Kelainan Metabolik Bawaan. Tidak ada
riwayat bayi yang pernah kejang, ataupun bayi meninggal pada masa neonatus.
Orangtua pasien tidak ada yang mempunyai riwayat kejang neonatus.
 Metabolik. Berbagai penyebab metabolik pun dapat menimbulkan kejang pada
neonatus. Keadaan ini biasanya berkaitan dengan nutrisi yang kurang pada bayi dan
riwayat asfiksia pada saat lahir. Tidak dilakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada
pasien dan selama 1 hari pasien tidak diberikan asupan nutrisi apapun. Pasien tidak
mendapatkan ASI hingga hari ke 3 kehidupan. Selain itu saat lahir pasien menderita
asfiksia ringan-sedang namun prognosis pasien masih baik. Hal ini menunjang bahwa
kejang neonatusnya disebabkan oleh kelainan metabolik.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit, kesadarannya compos


mentis. Pada tanda vital didapatkan dalam batas normal, tidak ada nadi yang meningkat,
pernafasan yang meningkat, dan suhu yang meningkat yang mengarah kepada infeksi,
perdarahan intrakranial, dehidrasi ataupun kekurangan oksigen diotak pada keadaan
ensefalopati hipoksik iskemik. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan ubun-ubun
yang menonjol, jejas ataupun cephal hematom (-) keadaan ini mendukung bahwa tidak
terjadi peningkata tekanan intracranial yang disebabkan oleh perdaraham atau infeksi
pada pasien. Pada mata seharusnya dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk
16
menunjukan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan manifestasi
patognomonik untuk hematoma subdural. Dapat juga ditemukan korioretinitis pada
toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Pada abdomen ditemukan bahwa
tali pusat belum terlepas dan tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bau busuk atau
terdapat nanah menunjang bahwa tidak ada sumber infeksi yang menyebabkan pasien
kejang. Pada pemeriksaan refleks primitive didapatkan refleks hisap berkuang, pasien
tidak aktif menghisap kemungkinan bahwa terjadi letargi pada pasien yang disebabkan
oleh dehidrasi atau kurangnya nutrisi bayi. Kesan dari Ballard score menunjukan bahwa
status gizi pasien baik yaitu neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan hipokalsemia dimana kalsium


5.5 mg/dl. Kadar kalsium serum total kurang dari 7 mg/dL dan kadar kalsium ion kurang
dari 3 – 3.5 mg/dL dianggap sebagai hipokalsemia. Hipokalsemia awian dini
berhubungan dengan asfiksia sering terjadi kejang sebagai akibat ensefalopati hipoksik
iskemik atau hipokalsemia. Hipokalsemia lambat pada neonatus atau tetani pada
neonatus, sering merupakan akibat pemberian susu yang mengandung fosfat tingi atau
tidak mampu ekskresi kandungan fosfat yang biasa terdapat pada susu formula.
Hiperfosfatemia (>8 mg/dL) umunya terjadi pada bayi dengan hipokalsmeia setelah
minggu pertama kehidupan. Hipomagnesia(<1.5 mg/dL) dapat terjadi bersamaan dengan
hipokalsemia, terutama pada bayi dari ibu diabetes. Terapi dengan kalsium saja tidak
menghilangkan gejala atau meningkatkan kalsium serum sampai hipomagnesia juga
diterapi. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan fofast dan magnesium pada pasien ini. Selain
itu didapatkan asidosis metabolic terkompensasi karena hasil analisa gas darah yaitu
hasil BE (ecf) -15.3 mmol/L, HCO3 act 9.5 mmol/L, dengan pH yang normal. Asidosis
metabolik pada pasien bisa disebabkan karena asfiksia pada saat lahir ataupun dehidrasi
yang dialami pasien selama tidak diberikan ASI atau Susu Formula. Namun saat ini
pasien sudah memasuki tahap terkompensasi karena perbaikan nilai keseimbangan asam
basa tidak dengan cepat terkoreksi. Dihubungkan dengan klinik pasien pun tidak
didapatkan adanya gejala dari asidosis metabolik. Pemeriksaan penunjang lain sepeerti
USG kepala dan EEG menunjukan dalam batas normal. USG kepala dilakukan sebagai
pemeriksaan lini pertama untuk mencari adanya perdarahan intraventrikular atau
periventrikular. Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan
pemeriksaan ini. Sehingga dianjurkan untuk pemeriksaan CT-Scan karena pemeriksaan
CT-Scan menunjukan hasil mendetail mengenai adanya penyakit intrakranial.

17
XIV. FOLLOW UP

Tanggal 24/08/15 (Senin) 25/08/15 (Selasa)


Perawatan

S Kejang (+) 1 kali, kaki dan tangan Kejang (-), muntah menyembur (-),
kelojotan, mata mendelik keatas demam (-), rewel (-), BAB cair 2x
dan kesamping. Muntah ampas (+) sedikit, ASI (+)
menyembur (-), demam (-), rewel
(-), ASI (+)

O KU/Kes : tampak sakit/CM KU/Kes : tampak sakit/CM

S: 37.5oC, N: 120 x/mnt (reguler, S: 37.6oC, N: 130 x/mnt (reguler,


kuat), kuat),

RR: 56x/m. Status gizi : normal RR: 40x/m. Status gizi : normal

Ubun-ubun besar sulit diraba, caput Ubun-ubun besar sulit diraba, caput
succedaneum (-), cephal hematom succedaneum (-), cephal hematom
(-) (-)

Mata: , CA-/-, SI-/- Mata: , CA-/-, SI-/-

Hidung : nafas cupping hidung (-), Hidung : nafas cupping hidung (-),
sekret (-) sekret (-)

Mulut: sianosis (-), stomatitis (-), Mulut: sianosis (-), stomatitis (-),

Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-), Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-),
gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh
-/- -/-

Abdomen: BU (+), timpani, Abdomen: BU (+), timpani,

Ekstremitas: akral hangat, sianosis Ekstremitas: akral hangat, sianosis


(-), ikterik (-), CRT<2 detik (-), ikterik (-), CRT<2 detik

Kulit: Lanugo (+), sianotik (-), Kulit: Lanugo (+), sianotik (-),
pucat (-), ikterik (-) pucat (-), ikterik (-)

18
Refleks primitif refleks hisap (+) Refleks primitif refleks hisap (+)
kurang membaik

A Kejang neonatus Kejang neonatus

P  O2 1 L/menit  O2 5L/menit
 NGT terpasang  Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
 Luminal puyer 2 x 7.5 mg  NGT terpasang
 Inj IM Luminal 30 mg k/p  Luminal puyer 2 x 7.5 mg
 Pemeriksaan darah rutin, analisa  Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg
gas darah, elektrolit, gula darah dicampurkan dalam NaCl 10-15
sewaktu mg (pelan-pelan)
 Rencana USG kepala  Pemeriksaan calsium dan
bilirubin
Setelah pasien kejang  Pemeriksaan USG Kepala

 Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit  Pemeriksaan EEG

 Antikonvulsan diganti menjadi


Inj. Sibital 30 mg dicampurkan
dalam NaCl 10-15 mg (pelan-
pelan)

Tanggal 26/08/15 (Rabu) 27/08/15 (Kamis)


Perawatan

S Kejang (-), muntah menyembur (-), Kejang (-), muntah menyembur (-),
demam (-), rewel (-), BAB (+), ASI demam (-), rewel (-), BAB (+), ASI
(+), BAK (+) (+), BAK (+)

O KU/Kes : tampak sakit/CM KU/Kes : tampak sakit/CM

S: 37.5oC, N: 120 x/mnt (reguler, S: 37.6oC, N: 130 x/mnt (reguler,


kuat), kuat),

RR: 56x/m. Status gizi : normal RR: 40x/m. Status gizi : normal

Ubun-ubun besar sulit diraba, Ubun-ubun besar sulit diraba, caput


caput succedaneum (-), cephal succedaneum (-), cephal hematom
hematom (-) (-)

19
Mata: , CA-/-, SI-/- Mata: , CA-/-, SI-/-

Hidung : nafas cupping hidung (-), Hidung : nafas cupping hidung (-),
sekret (-) sekret (-)

Mulut: sianosis (-), stomatitis (-), Mulut: sianosis (-), stomatitis (-),

Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-), Thoraks: BJ I-II reg, murmur (-),
gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh gallop (-); SN Ves +/+, Wh -/- Rh
-/- -/-

Abdomen: BU (+), timpani, Abdomen: BU (+), timpani,

Ekstremitas: akral hangat, sianosis Ekstremitas: akral hangat, sianosis


(-), ikterik (-), CRT<2 detik (-), ikterik (-), CRT<2 detik

Kulit: Lanugo (+), sianotik (-), Kulit: Lanugo (+), sianotik (-),
pucat (-), ikterik (-) pucat (-), ikterik (-)

Refleks primitif refleks hisap (+) Refleks primitif refleks hisap (+)
membaik membaik

Hasil pemeriksan lab :

Ca 8.8 mg/dL

A Kejang neonatus et causa Kejang neonatus et causa


hipokalsemia hipokalsemia

P  O2 5L/menit  O2 5L/menit
 Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit  Inf. KaEn 4B 6 tetes/menit
 NGT terpasang  NGT terpasang
 Luminal puyer 2 x 7.5 mg  Luminal puyer 2 x 7.5 mg
 Drip Ca Glukonas 5 ml dalam  Drip Ca Glukonas 5 ml dalam
400 cc 400 cc
 Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg  Bila kejang : Inj. Sibital 30 mg
dicampurkan dalam NaCl 10-15 dicampurkan dalam NaCl 10-15
mg (pelan-pelan) mg (pelan-pelan)
 Pasien diperbolehkan pulang

20
 Edukasi ibu untuk memberikan
ASI eksklusif dan melakukan
imunisasi dasar
 Edukasi ibu bila terjadi kejang
berulang, segera bawa ke rumah
sakit

21
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari fungsi


neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal adalah bayi dengan
kelahiran berumur kurang dari 28 hari.2,3

Epidemiologi

Karena sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secxara pasti
bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum
diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan banyak kejadian kejang pada
neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Meskipun demikian, menurut buku
neonatologi IDAI, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap
1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan
pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-
132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada
kepustakaan lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi
cukup bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada
elektrografik tampak gambaran masih kejang.3

Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical guideline, kejang
sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang bulan dengan pendarahan
intraventriikular atau leukomalasia periventricular. Kejang biasanya dikenali lebih sering
dengan penggunaan monitor EEG berkelanjutan.4

Etiologi

22
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s neonatology,
ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :

PENYEBAB KETERANGAN

Ensefalopati  Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan
iskemik hipoksik merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk
 Biasanya timbul dalam 24 jam
 Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan  Pendarahan intraventrikular
intrakranial  Pendarahan intracerebral
 Pendarahan subdural
 Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP  Meningitis bakteri
 Meningitis virus
 Encephalitis
 Intrauterine (TORCH) infections
 Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,
escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal  Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
 Insidensi 1 per 4000
Metabolik  Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hipomagnesaemia
 Hipo/hipernatremia
 Ketergantungan pyridoxine
Kelainan  Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap
metabolik membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab
bawaan yang dapat di tangani
Putus obat ibu

Kelainan otak  Anomali kromosom


kongenital  Anomali otak kongenital
 Kelainan neuro-degeneratif
Kejang neonatus  Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2
familial jinak atau ke 3
Kejang hari  Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
kelima  Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui

A. Ensefalopati iskemik hipoksik


Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang bulan, terutama yang
terlahir dengan asfiksia. Bentuk kejang subtel atau multifokal klonik serta fokal klonik. Kasus

23
iskemik hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark serebral. Manifestasi klinis
ensefalopati hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium : ringan, sedang, berat yang
dimana kejang dapat timbul pada tingkat sedang dan berat.

B. Perdarahan intrakranial

Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial
seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu :

1. Perdarahan sub arakhnoid


Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai akibat dari
proses partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun tiba-tiba timbul
kejang pada hari pertama dan kedua. Pungsi lumbal merupakan indikasi absolut
untuk dilakukan untuk mengetahui adanya darah di dalam cairan serebrospinal.
Biasanya bayi ditemukan tampak sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul
tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar yang
menonjol dan tegang, muntah memancar, menangis keras dan kejang-kejang.

2. Perdarahan sub dural


Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks serebri.
Biasanya bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak wajah dan partus lama.
Manifestasi klinik biasanya sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan
sedang. Dapat timbul pernapasan yang tidak teratur apabila terjadi penekanan
pada batang otak disertai penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan
ubun-ubun besar tegang dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang
hidup hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.

3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya
penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau
asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan
dapat timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi
kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi
cukup bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-
pemberian cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia.
Manifetasi klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai

24
gejala yang hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang
bersifat fokal, multifokal atau umum.

Patogenesis

Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik
yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi
berlebihan1 :

 Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi energi.


 Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik
 Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik
 Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang
tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai
peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi
secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup
kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi
kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah
sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.

Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan
pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal
yang masih sangat minim.

Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun
yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada
sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama
setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi
sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada
aktifitas. Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.

25
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus
adalah :

1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus


Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog
dengan otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, α-
amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-
aspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini
merupakan saat sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium
merupakan penghalang reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada
meningkatnya eksitabilitas otak bayi.

2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur


Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara
perlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor
GABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa
awal kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada
neonatus yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung
terjadinya kejang.

3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K +
yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.

4. Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada otak imatur


Sistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh
penting ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu terjadinya
potensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya, CRH
dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan, seperti
yang terlihat pada tikus5. CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang menjelaskan
mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan memicu
terjadinya kejadian kejang yang berulang.

26
Awitan kejang

Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12 hingga 48
jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang bersalim. Penelitian
pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik
iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamat
pada saat fase reperfusi sekunder3. Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut
memberi kesan adanya meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia

27
Diagnosis.

Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh


terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan
narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan
kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.

Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :

Faktor resiko :

 Riwayat kejang dalam keluarga


o Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada
anak sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa
diketahui penyebabnya.
 Riwayat kehamilan /prenatal
o Infeksi – infeksi yang terjadi pada waktu hamil
o Preeklampsia, gawat janin
o Pemakaian obat golongan narkotika, metadon
o Imunisasi anti tetanus, rubela
 Riwayat persalinan
o Asfiksia, episode hipoksik
o Trauma persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Anestesi lokal/blok
 Riwayat pascanatal
o Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk
o Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini
o Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat
o Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur
perawatan
o Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan
etiologi
o Bentuk gerakan abnormal yang terjadi

28
Manifestasi klinik

Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat bersamaan
selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis yang timbul

Proporsi dari kejang


Tipe kejang Tanda klinis
neonatus

Subtle o
10-35% tergantung o
Mata- melotot, mengedip,
maturitas4 deviasi horizontal
o
Lebih sering pada o
Oral- Mencucu, mengunyah,
bayi cukup bulan menghisap, menjulurkan lidah
o
Terjadi pada bayi o
Ekstremitas- memukul, gerak
dengan gangguan seperti berenang, mengayuh
SSP berat pedal
o
Otonomik- apneu, takikardia,
tekanan darah tidak stabil
4
Klonik o
50% o
Biasanya dalam keadaan sadar
o
Lebih sering pada o
Gerak ritmik (1-3/detik)
o
Fokus organ lokal atau 1 sisi
bayi cukup umur
wajah atau tubuh. Mungkin
merupakan fokal neuropathy
yang tersembunyi
o
Multifokal – irregular,
terpotong-potong
 
Tonik 20% 4
Mungkin meliatkan 1 bagian

Lebih sering pada ekstremitas atau seluruh tubuh

bayi preterm Ekstensi generalisata dari
bagian tubuh atas dan bawah
dengan postur opisthotonic
Mioklonik  5% 4
 Sentakan cepat terisolasi
(membedakan dari mioklonik
neonatus jinak)
 Fokal (1 bagian ekstremitas)
atau multifokal (beberapa
bagian tubuh)
 Ditemukan pada putus obat
(terutama gol. opiat

29
Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti
fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak pada neonatus.
Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu fenomena lain yang penting
adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam pergerakan yang biasanya dihubungkan
dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa
minggu. Adapun perbedaan antara kejang dan jitteriness adalah :

Tanda Jitteriness Kejang


Membutuhkan pemicu Ya Tidak
Gerakan predominan Cepat, tremor, berosilasi Tonik, klonik
Gerakan hilang jika tubuh Ya Tidak
disentuh
Kesadaran Bangun atau tertidur Terganggu (penurunan
kesadaran)
Deviasi mata Tidak Ya

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan


secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas
normal, namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang
mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :

1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri


manifestasi kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang,
kemungkinan penyebab dapat ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang
tiba-tiba menurun berlanjut dengan hipoventilasi dan berhentinya
pernapasan, kejang tonik, posisi serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya
negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai terjadinya perdarahan
intravetrikular.
3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan
kelainan pada jantung atau pernapasan sehingga dapat dicurigai
kemungkinian adanya iskemia otak.

30
4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau
moulding yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar
yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural
serta kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma
subdural. Dapat ditemukan korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubela.
6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi,
berbau busuk, atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang
dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.
Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus
digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani
dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik

 Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium
pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.

 Pemeriksaan darah rutin


Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
trombosit , leukosit, hitung jenis leukosit

 Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas
pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau
kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari
penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.

o Kadar amonia dalam darah harus diperiksa


o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya
diperiksa untuk mencari substansi reduksi

31
2. Pemeriksaan radiologis
a. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk
mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular.
Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan
pemeriksaan ini.
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan
bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi
serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan
hasil yang penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang
terjadi asimetris.

c. MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi
subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium..

3. Pemeriksaan lain
a. EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda
abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal.
Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2
hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda
diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan
bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi
cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting
untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang
timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah
diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar,
sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.

The International League Against Epilepsy mempertimbangkan


kriteria sebagai berikut :

o Non epileptikus : berdasarkan gejala klinis kejang semata

32
o Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan
EEG. Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari
gambaran EEG masih mengalami kejang.

Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi
onset, morfologi dan perambatan yang bervariasi. Bayi
preterm maupun aterm, keduanya mempunyai
kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat
bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum
adalah lobus temporal. Beberapa penelitian telah
menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya
digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo
menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri
yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi ini
juga diadopsi oleh Sher dkk.


Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan
gambaran EEG, hanya sepertiga dari kasus yang
dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi
klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349
neonatus yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415
kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11
neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun
secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul
karena adanya gelombang dari batang otak dan medula
spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat
yang lebih tinggi.

Tata laksana

Manajemen

Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan


fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan bantuan
ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia,
hipocalcemia atau gangguan metabolik lainnya.

33
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis
klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu
menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya
kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.

34
Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus4

Manajemen kejang pada neonatus


Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen

Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi

Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapatg ditangani
dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV
4
sambil terus memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi
suportif yang dibutuhkan.

Hentikan semua asupan secara oral

Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan

35

Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV
4
(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)

Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4

Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan
neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG normal
Penggunaan obat-obatan anti konvulsi

Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang mendasari


sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih berat.Namun, apabila
penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani dengan segera, perlu diingat
untuk secepatnya menangani kejang agar tidak terjadi kerusakan neurologis yang
berat. Pada akhirnya, kejang yang terjadi mungkin saja menjadi sulit ditangani dengan
obat-obatan anti konvulsi apabila penyebab utama yang mendasar tidak ditangani
dengan baik. (Lihat tabel penyebab utama kejang pada neonatus). Beberapa aspek
yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan obat anti konvulsi sebagai berikut :

- Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang
diberikan pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan
protokol penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat
sangat penting dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi

i. Obat antikonvulsi mungkin tidak menyembuhkan kejang EEG


walaupun dapat mengurangi atau menghilangkan gejala klinis.
- Administrasi
Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :

o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah
yang dapat diprediksi
o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi
o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis
yang kedua
- Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi
o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan
apabila dosis awal cukup untuk menangani kejang secara
klinis
o Bayi dengan konvulsi lama atau dengan kesulitan dalam
menangani kejang dan bayi dengan kelainan pada EEG akan

36
mendapat manfaat dari pemberian obat anti konvulsi yang
berkelanjutan dengan syarat :
- Level serum harus dimonitor
- Rencana manajemen penatalaksanaan kejang darurat
harus dibuat. Termasuk, jika dibutuhkan, rencana
penggunaan Midazolam buccal/intranasal
- Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi
Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat anti
konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat anti konvulsi apabila :

- Setelah kejang sudah berhenti dan pemeriksaan neurologis


normal
- Setelah pemeriksaan neurologis selanjutnya tetap tidak
normal, pertimbangkan berhenti jika EEG tampak normal.
- Jadwal pemberian onat anti konvulsi
- Phenobarbital
Phenobarbital

Dosis dan Loading dose :


administrasi
- 20 mg/kg IV – selama 10-15 menit
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali
sampai kejang mereda atau dosis total
(40 mg/kg) telah tercapai
Rumatan :

- IV (perlahan-lahan – contoh : 1
mg/kg/menit), IM, Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-
24 jam setelah dosis awal

Keterangan Pengobatan lini pertama

Efektivitas kurang dari 50%4

Mengurangi kejang secara klinis namun
efek kurang pada kejang EEG

Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin)
seringkali dibutuhkan

Mungkin menyebabkan apneu/depresi
respiratorik pada dosis tinggi (40 mg/kg)
dan peningkatan konsentrasi serum (diatas
60 mikrogram/mL

37
Jangkauan terapeutik :

- Ukur level serum setelah 48 jam dari


pemberian intravena dosis awal
- 15-40 microgram/mL (65-170
micromol/L)

- Fenitoin
Fenitoin

Dosis dan Dosis awal :


administrasi
- 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus
maksimum 0.5 mg/kg/menit(jika
melalui IV)
- IV atau oral
- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari
- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai
8 mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari
Keterangan  Tidak cocok dengan pemberian intra
muskular
 Pastikan keutuhan dari pembuluh darah
karena adanya resiko radang jaringan dan
nekrosis apabila terjadi ekstravasasi
 Berikan dengan menggunakan filter dan
diikuti bolus Nacl 0.9%
 Berikan perlahan-lahan secara intravena
untuk mencegah terjadinya aritmia jantung
 Monitor heart rate dan ritme dan tekanan
darah untuk mengetahui apabila ada
hipotensi
Jangkauan level terapeutik

- Ukur konsentrasi dalam darah setelah


pemberian dosis awal intravena
- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-
minggu awal kehidupan dilanjutkan
10-20 mikrogram/mL
- Midazolam
Midazolam

38
Dosis dan  0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :

 60-400 mikrogram/kg/jam
 Rekonstitusi dan dilusi
 Dilusi 1 mg/kg midazolam
sampai dosis total 50 mL dengan
Nacl 0.9%, glukosa 5% atau
10%
 1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan  Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin
 Dapat menyebabkan depresi respiratorik
dan hipotensi jika disuntikkan dengan cepat
atau diberikan bersamaan dengan obat
golongan narkotika

Kontroversi Phenobarbital vs Phenitoin

Selama ini ada beberapa perdebatan mengenai mana yang lebih baik
digunakan terlebih dahulu untuk menangani kejang pada neonatus. Ada
beberapa pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing obat. Terapi yang dulu dipergunakan adalah fenitoin sebagai terapi
awal. Namun seiring berkembangnya waktu, banyak paradigma baru yang
mempergunakan phenobarbital sebagai terapi awal yang lebih baik.

Phenobarbital

Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk


menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapa dilakukan
secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum dapat
ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat diberikan
apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan
pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian secara oral.
Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan biasanya
harus dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus asfiksia, bayi harus

39
memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan
metabolisme phenobarbital.

Fenitoin

Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai terapi


awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan dosis
terapi fenitoin6, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi awal,
terutama pada kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah tingginya
potensi interaksi dengan obat-obatan yang berikatan dengan protein. Namun,
dosis awal dari fenitoin lebih rendah resikonya untuk menyebabkan efek
sedasi dibandingkan fenobarbital. Fenitoin bercampur kurang baik pada PH
netral dan juga menyebabkan presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi
harus diberikan dengan jalur intravena bebas dextrose. Vehikulus yang
digunakan fenitoin sangat iritatif terhadap jaringan lunak, sehingga sering
menyebabkan cedera jaringan lunak jika terjadi jalur ekstravasasi. Fenitoin
menggunakan jalur anti kejang yang berbeda dengan phenobarbital, fenitoin
menghalangi kanal natrium sehingga mencegah tembakan neuron berulang.
Sedangkan phenobarbital meningkatkan kemampuan inhibisi.

Karen perbedaan inilah, ditarik kesimpulan fenitoin dan phenobarbital


digunakan secara berdampingan dalam menangani kejang pada neonatus.

Obat-obatan lain

Ada beberapa laporan penggunaan obat-obatan lain dalam menangani kejang


pada neonatus. 1 yang paling diterima secara antusias adalah levetiracetam.
Levetiracetam telah digunakan walaupun masih sedikit catatan mengenai
percobaan obat ini terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan
obat lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan konversi
ke terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di hati. Mekanisme
yang diketahui saat ini tidk secara langsung melalui inhibisi atau eksitasi
neutransmisi7. Dilaporkan beberapa asus yang mengindikasikan efektifitas dan

40
efek samping serius. Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg 7
dan dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.

Kriteria memulangkan bayi

Sebagian besar dokter anak akan memulangkan bayi dengan


memberikan fenobarbital dosis rumatan jika ada pemeriksaan neurologis yang
abnormal.Beberapa melakukan pemeriksaan EEG lagi dalam 1 bulan, atau
sesaat sebelum keluar dari perawatan, dan menghentikan terapi antikonvulsan
jika EEGnya normal. Jika keluar dari perawatan dengan tetap menggunakan
obat antikonvulsan, pertimbangkan penghentiannya jika mereka telah bebas
kejang selama 9 bulan.

41
Prognosis

Menurut buku neonatus IDAI, Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup dapat menderita gejala sisa atau sekuele
3

Etiologi Meninggal (%) Cacat (%) Normal (%)

HIE sedang dan berat 50 25 25

Bayi kurang bulan 58 23 18

Meningitis 20 40 40

Malformasi otak 60 40

Hipokalsemia 100

Hipoglikemia 50 50

Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir rendah seperti
pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan penyebabnya.

Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko kerusakan
pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy
dan retardasi mental).

Hipokalsemia

Hipokalsemia umum terjadi pada bayi baru lahir prematur dan sakit. Kadar kalsium
lebih tinggi di darah tali pusat dibandingkan darah ibu karena transfer kalsium aktif melalui
plasenta ke janin. Pertambahan kalsium janin pada trimester ketiga mendekati 150 mg/kg/24
jam, dan kandungan mineral tulang janin dua kali lipat usia gestasi antara 30 dan 40 minggu.
Semua bayi menunjukan sedikit penurunan kadar kalsium setelah lahir, mencapai kadar
paling rendah dalam 24 jam sampai 48 jam, saat hipokalsemia umumnya terjadi. Kadar
kalsium serum total kurang dari 7 mg/dL dan kadar kalsium ion kurang dari 3 – 3.5 mg/dL
dianggap sebagai hipokalsemia.
Penyebab hipokalsemia bervariasi tergantung waktu onset dan penyakit pada bayi.
Hipokalsemia dini pada neonates terjadi pada 3 hari pertama kehidupan dan seringkali tanpa
gejaa. Hipoparatiroidisme menetap berkurang respons paratiroid terhadap penurunan kadar
kalsium serum pascanatal yang biasa dapat merupakan penyebab hipokalsemia pada bayi
premature dan bayi dari ibu diabetes. Tidak adanya kelenjar paratiroid kongenital dan

42
sindrom DiGoerge juga dihubungkan dngan hipokalsemia. Hipomagnesia(<1.5 mg/dL) dapat
terjadi bersamaan dengan hipokalsemia, terutama pada bayi dari ibu diabetes. Terapi dengan
kalsium saja tidak menghilangkan gejala atau meningkatkan kalsium serum smapai
hipomagnesia juga diterapi. Terapi natrium bikarbonat, pelepasan fosfat dari nekrosis sel,
hipoparatiroidisme menetap dan hiperkalsitonemia mungkin merupakan penyebab
hipokalsemua neonatal dini yang berhubungan dengan asfiksia. Hipokalsemia awian dini
berhubungan dengan asfiksia sering terjadi kejang sebagai akibat ensefalopati hipoksik
oiskemik atau hipokalsemia. Hipokalsemia ambat pada neonatus atau tetani pada neonatus,
sering merupakan akibat pemberian susu yang menangdung fosfat tingi atau tidak mampu
ekskresi kandungan fosfat yang biasa terdapat pada susu formula. Hiperfosfatemia (>8
mg/dL) umunya terjadi pada bayi dengan hipokalsmeia setelah minggu pertama kehidupan.
Keadaa defisiensi vitamin D dan malabsorpsi juga dihubungkan dengan hipokalsemua awitan
lambat.
Manifestasi klinis hipokalsemia dan hipomagnesemia meliputi apne, kedutan otot,
kejang, laringospasme, tanda Chovstek (spasme otot wajah ketika sisi wajah di atas nervus
tujuh diketuk), tanda Trousseau (spasme karpopedal yang dipicu oleh inflasi parsial dari
manset tekanan darah). Dua anda terakhir jarang terjadi pada periode awal neonatus.
Hipokalsemia neonates dapat dicegah dengan pemberian suplementasi kalsium IV
atau oral dengn dosis 25 sampai 75 mg/kg/24 jam. Hipokalsemua dini asimtomatik daribayi
premature dan bayi dari ibu diabetes sering membaik spontan. Hipokalsemia spontan harus
diterapi dengan 2 sampai 4 ml/kg kalsium glukonas 10% diberikan secara intravena dan
perlahan selama 10 – 15 menit, diikuti infus kontinu dari kalsium elemental sebanyak 75
mg/kg/24 jam. Bila terdapat juga hipomagnesemia, magnesium sulfat 50% sebanyak 0.1
mL/kg diberikan secara intamuskular dan diulang setiap 8 – 12 jam.

Terapi hipokalsemia lambat meliputi tatalaksana segera seperti hipokalsemia dini,


ditambah pemberian minum dengan forula rendah fosfat. Infiltrasi subkutan dari graram
kalsium IV dapat menyebbkn nekrosis jaringan suplementasi oral sifatnya hipertonik dan
dapat menyebabkan iritasi mukosa usus

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghomela, Tricia. Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,


Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills

43
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,
M.D. Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn .
2005. edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.
Buku Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2001-
2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment . 2011
5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and
management. Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European
Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003

44

Anda mungkin juga menyukai