Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN STASE MATERNITAS

DI RUANG GII OBSGYN RUMAH SAKIT BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA TAHUN 2018

DI SUSUN OLEH

NI MADE SUMA MULYA DEWI

1804016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Stase Maternitas

Di Ruang GII Obsgyn Rumah Sakit Bethesda YakkumYogyakarta

Ini sudah diteliti dan disetujui oleh perseptor klinik.

OLEH :

Ni Made Suma Mulya Dewi

1804016

Perseptor Klinik Perseptor Klinik


Ruang GII Obsgyn RS Bethesda Ruang GII Obsgyn RS Bethesda
Yogyakarta Yogyakarta

(Ika Retnanigsih, S.Kep.,Ns.) (Magdalena Indartiningsih, A. Md. Keb)

Perseptor Akademik
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta

(Sri Wahyuni, S,Pd. MPH)


LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN EKTOPIK

A. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar
cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks dan
abdomen. Namun, kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah
dituba falopi (Murria, 2002 dalam Mitayani, 2009).
Menurut Prawiroharjho (2014) kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan
implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada
ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter
dan divertikel pada uterus.
Menurut Sarwono (2010) kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan
implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari
90%).

Gambar 1. Perbedaan kehamilan ektopik dan kehamilan normal


B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Menurut Syaifuddin (2012) anatomi system reproduksi wanita dibagi
menjadi dua yaitu system reproduksi wanita bagian eksterna dan interna :
1. Alat genetalia Wanita Bagian Luar

a. Mons veneris
Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang
menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan
sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang
bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong,
panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada
ujung bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk
perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan
dari rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian
dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea
rah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian
lateral dananterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan
medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda
dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,
dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat
sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah
menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti
perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra,
vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis
dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan
friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan
mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir
meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh
dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran
dari lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak
pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis
tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan
fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
2. Alat genetalia Wanita Bagian Dalam

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm,
sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di
depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan
saluran muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus
sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat
dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan
melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak
(ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus. Bagian servik
yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik
posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina
mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu
dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap
infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk
mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan
seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik
yang terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan
teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu
bagian corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi,
corpus uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum
uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk
silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup
peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan
kandung kemih.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum
latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada
dinding rahim.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel
menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon
steroid. Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum
infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium.
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua
lembar ligamentum latum.
Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii

C. ETIOLOGI
Menurut Mitayani (2009) sebagian besar penyebabnya belum diketahui,
kemungkinan faktor yang memegang peranan adalah sebagai berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba : endosalfingitis, hipoplasia lumen tuba
2. Faktor dinding lumen tuba : endometriosis tuba, diventrikel tuba
kongenital
3. Faktor diluar lumen dinding tuba : perlengketan pada tuba, tumor.
4. Faktor lain : migrasi luar ovum, fertilisasi in vitro.
5. Pembedahan abdominal atau tuba falopi sebelumnya yang
mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan perlengketan (Reeder,
2011)

D. PATOFLOGIAGRAM
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mitayani (2009) manifestasi klinis yang muncul pada kehamilan
ektopik diantaranya :
1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting
atau perdarahan vaginal.
2. Menstruasi abnormal.
3. Abdomen dan pelvis yang lunak.
4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel
desidua pada endometrium uterus.
5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
6. Kolaps dan kelelahan
7. Pucat
8. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
9. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
10. Gangguan kencing

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leveno (2015) pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui
kehamilan seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik
dapat dilakukan dengan:
a. Laboratorium
2. Hematokrit : tergantung pada populasi dan derajat perdarahan
abdominal yang terjadi.
3. Sel darah putih : Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya
leukositosis. Leoukositosis sampai 30.000/μL, laju endap darah
meningkat.
b. Pemeriksaan ultrosonografi (USG)
1. Sonografi tranabdomen
2. Sonogravi transvagina
3. Kombinasi serum β-hCG plus sonografi
c. Human Crorionic Gonadotropin (β-hCG)
Pemeriksaan urin dan serum terkini menggunakan enzyme – linked
immunosorbent assays (ELISA) sensitive untuk 10-20 mIU/mL, dan
positif pada 99 persen kehamilan ektopik.
d. Progesterone serum : pengukuran progesterone satu kali dapat sering
digunakan untuk menegakkan kehamilan yang berkembang normal

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Leveno (2015) ada beberapa penanganan yang dapat dilakukan
pada kehamilan ektopik :
a. Penanganan menunggu
Kriteria penangan menunggu pada kehamilan tuba
1) Penurunan kadar β-hCG serial\
2) Hanya kehamilan tuba
3) Tidk terdapat perdarahan intra abdomen atau rupture menggunakan
sonografi vagina
4) Diameter massa ektopik tidak > 3,5 cm
b. Immunoglobulin Anti-D
Apabila wanita tersebut D-negatif namun belum tersensitisasi antigen
–D, maka immunoglobulin anti-D harus diberikan
c. Metroteksat
d. Pembedahan
1. Laparoskopi lebih disukai daripada laparotomy
2. Operasi tuba diantaranya salpingostomi, salpingotomi, dan
pengeluaran fimbrae
H. EPIDEMIOLOGI
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992
dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100
persalinan. Dari penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987 dilaporkan 153
kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26
persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada
kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai
14.6% (1). Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil
padang selama 3 tahun (tahun 1992-1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612
kehamilan.

I. PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (2007)
melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk (2008) 1 diantara
591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.
Sjahid dan Martohoesodo (2009) mendapatkan angka kematian 2 dari 120
kasus.
Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami
kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan
menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih
tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara
0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%
(1,2,7).
J. PENCEGAHAN
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang
merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami
kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan
kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan
seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual
yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit
radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang
akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik (Sarwono, 2010).

K. KOMPLIKASI
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan
diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana.
Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi
kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC,
dan kematian. Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain
adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih,
ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait
tindakan anestes (Leveno, 2015).

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya. (Nikmatur, 2009). Kegiatan dalam pengkajian adalah
pengumpulan data. Pengumpulan data adalah kegiatan untuk
menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status kesehatan
klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan,
dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan
klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah. (Nikmatur, 2009)
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien. Data
dasar ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan, pola
fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Keluhan utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa
nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.
Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun
yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah lokasi nyeri,
intensitas nyeri, waktu dan durasi, kualitas nyeri.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu serta riwayat kesehatan keluarga.
c. Pengkajian pola fungsional berdasarkan Gordon.
1) Pola persepsi - managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi,pemeli haraan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan
penatalaksanaan, kesehatan, maupun menyusun tujuan,
pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2) Pola nurtisi – metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit.
Nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan
terakhir, kesulitan menelan, mual / muntah, kebutuhan jumlah
zat gizi, masalah/ penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
3) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah
miksi (oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi
defekasi dan miksi. Karakteristik urin dan feses, pola input
cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi
berlebih, dll.
4) Pola latihan – aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan
sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat
kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang
lain, 3: dibantu orang dan alat 4: tergantung dalam melakukan
ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit
jantung, frekuensi,irama dan kedalam nafas,bunyi nafas
riwayat penyakit paru.
5) Pola kognitif perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran,
perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan
daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan
atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap
waktu,tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat
pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan
untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat
bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya,
tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman
dll.
6) Pola istirahat-tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah
selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat,
mengeluh letih.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian
manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping
sebagai system terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-
psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam pandangan secara
holistik. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap
diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau pasive,
isyarat non verbal,ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup /
relaks.
8) Pola peran dan hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien,
pekerjaan,tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang
pasive/agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll.
9) Pola reproduksi/seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap
seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat
penyakit hub sex, pemeriksaan genital.
10) Pola pertahanan diri (coping-toleransi stres)
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung. Penggunaan obat untuk
menangani stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis,
kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek
penyakit terhadap tingkat stress.
11) Pola keyakinan dan nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan
termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien
dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.
Agama, kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi denga orang
lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari
bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan
umumialah kurang lebih normal sampai gawat dengan shock
berat dan anemi (Prawiroharjo, 2015)
2) Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 2015)
3) Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak
dapatdiidentifikasikan melalui leher dan thorax, Payudara pada
KET, biasanya mengalami perubahan.
4) Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah
disisiuterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan
bimanualditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan
dan dengan batas-batas yang tidak rata disamping
uterus.Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada repture
tuba perutmenegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan
cairan bebas dalamrongga peritoneum. Kavum Douglas
menonjol karena darah yang berkumpul ditempat tersebut baik
pada abortus tuba maupun padarupture tuba gerakan pada
serviks nyeri sekali (Prawiroharjo 2015).
5) Pemeriksaan genetalia
a) Sebelum dilakukan tindakan operasi pada
pemeriksaangenetalia eksterna dapat ditemukan adanya
perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus biasanya
sedikit- sedikit, berwarna merah kehitaman.
b) Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan
genetaliadapat ditemukan adanya darah yang keluar sedikit.
6) Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya
akraldingin akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada
tangandan kaki.

2. Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan.
b. Resiko kekurangan volume cairan dengan factor resiko adanya
perdarahan dan muntah.
c. Resiko infeksi dengan factor resiko trauma pada kulit atau tindakan
operasi.
d. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi
3. Intervensi keperawatan
Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
No
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1 Nyeri akut yang Setelah dilakukan tindakan - Lakukan pengkajian nyeri - Menentukan lokasi,
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 secara komprehensif. karakteristik, durasi,
kerusakan inkontinitus jam diharapkan klien frekuensi, kualitas dan
jaringan. terbebas dari nyeri dengan dampak nyeri sangat
kriteria hasil yaitu : penting untuk menentukan
a. Skala nyeri berkurang. penyebab dari nyeri.
b. Klien dapat mengontrol - Ajarkan distraksi dan - Keadaan rileks dan
nyeri. relaksasi. pengalihan pikiran menuju
c. Klien menjadi rileks hal yang disenangi dapat
dan tenang. menurunkan rasa nyeri
dengan mengalihakan
focus terhadap nyeri yang
dirasakan.
- Penggunaan terapi music
- Berikan terapi music klasik. dapat memperbaiki dan
menstimulasi efek fisik
dan emosional sehingga
rasa nyeri berkurang.
- Analgetik dapat
- Kolaborasi dalam menurunkan nyeri dengan
pemberian analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan
berkurang.
2 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan - Pantau tanda-tanda vital. - Hipovolemia dapat
volume cairan dengan keperawatan selama 3 x 24 ditandai dengan hipotensi
factor resiko adanya jam, diharapkan klien tidak dan takikardi.
perdarahan dan muntah. mengalami kekurangan - Kaji suhu, warna dan - Demam, kulit kemerahan
volume cairan dengan kelembaban kulit secara dan kering dapat menjadi
kriteria hasil : rutin. cerminan dari keadaan
a. Mempertahankan urin dehidrasi.
output sesuai dengan
usia dan berat badan.
- Pertahankan cairan ± 2500 - Menentukan dan
cc/hari jika pemasukan oral mempertahankan jumlah
b. Tekanan darah, nadi, sudah dapat diberikan serta cairan dalam tubuh klien
dan suhu tubuh dalam hitung kebutuhan cairan dapat mempertahankan
rentan normal. pada pasien sesuai dengan hidrasi atau volume
c. Tidak ada tanda-tanda usia dan berat badan. sirkulasi.
dehidrasi - Tingkatkan lingkungan yang - Lingkungan yang nyaman
d. Elastisitas turgor kulit nyaman dan berikan selimut dan pemakaian selimut
baik, membrane tipis. tipis dapat menghindari
mukosa lembab, tidak pemanasan yang
ada rasa haus yang berlebihan pada klien yang
berlebihan akan menimbulkan
kehilangan cairan.
- Catat hal-hal yang - Kekurangan cairan dan
dilaporkan seperti mual, elektrolit dapat mengubah
nyeri abdomen, muntah, mobilitas lambung yang
dstensi abdomen. sering menimbulkan
muntah sehingga terjadi
kekurangan cairan dan
elektrolit
- Berikan informasi terkait - Pengetahuan terkait
kebutuhan cairan yang harus kebutuhan cairan dapat
dipenuhi oleh klien. menimbulkan atau
memotivasi perilaku pada
klien untuk berusahan
memenuhinya.
- Kolaborasi dalam - Tipe dan jumlah cairan
pemberian terapi cairan tergantung pada derajat
sesuai indikasi kekurangan cairan dan
respon klien secara
individual.
3 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan - Observasi tanda-tanda - Deteksi dini infeksi
factor resiko trauma keperawatan selama 3 x 24 infeksi dan peradangan. memungkinkan
pada kulit atau tindakan jam, diharapkan tidak penanganan yang depat
operasi. terjadi infeksi dengan untuk memnimalkan
kriteri hasil : kerusakan infeksi.
a. Tidak ada tanda-tanda - Tingkatkan upaya - Upaya dalam mencegah
infeksi. pencegahan dengan mencuci timbulnya infeksi
tangan bagi semua pasien nosocomial.
b. Penyembuhan luka yang berhubungan dengan
dalam waktu rentan klien.
normal. - Lakukan perawatan luka - Perawatan luka dengan
dengan teratur dan sesuai teratur dapat mencegah
dengan prosedu serta sirkulasi perifer terganggu
menjaga kulit agar tetap yang dapat mencetuskan
kering. adanya resiko infeksi pada
luka.
- Kolaborasi dalam - Pemberian antibiotic dapat
pemberian antibiotik dijadikan penanganan
awal pada pasien dengan
resiko adanya infeksi
sehingga dapat mencegah
adanya resiko komplikasi
atau iinfeksi yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA

Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta: PT. Bina Pustaka

Sarwono, (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan. Maternal dan


Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka

Syaifuddin, (2012). Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Reeder, Martin dan Koniak-Griffin. (2011). Volume 2 Keperawatan Maternitas


Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga Edisi 18. Jakarta: ECG.

Cuningham, Leveno. (2015). Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai