SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
AMALIA NURUL HUDA. Pemuliaan Tanaman Melon (Cucumis melo L.) untuk
Kualitas Buah. Dibimbing oleh WILLY BAYUARDI SUWARNO dan AWANG
MAHARIJAYA.
AMALIA NURUL HUDA. Melon (Cucumis melo L.) Breeding for Fruit Quality.
Supervised by WILLY BAYUARDI SUWARNO and AWANG MAHARIJAYA.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMULIAAN TANAMAN MELON
(Cucumis melo L.) UNTUK KUALITAS BUAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir Winarso Drajad Widodo, MS Ph.D
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ialah Pemuliaan
Tanaman Melon (Cucumis melo L.) untuk Kualitas Buah. Penelitian ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan
Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi dan Dr Awang Maharijaya, SP MSi
selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, nasihat, dan dorongan
selama penyelesaian penelitian tesis ini.
2. Dr Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua Program Studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman dan Ir Winarso Drajad Widodo, MS Ph.D selaku
penguji luar komisi.
3. Bapak Ahmad Kurniawan, seluruh teknisi Kebun Percobaan IPB Tajur II,
Syabina, Wahyu, Kiki, dan seluruh staf PKHT yang yang telah membantu
penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian baik di lapang maupun di
laboratorium molekuler.
4. Dyra, Galuh, Fittia, dan Usamah, dan rekan-rekan lain atas dukungan dan
semangatnya selama penelitian.
5. Keluarga tercinta, Bapak Harun, Ibu Raharti, Faisal, Trio atas doa dan kasih
sayangnya.
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka berpikir penelitian 4
2 Keragaan 15 genotipe melon yang memiliki keseragaman dalam
genotipe 19
3 Keragaman genotipe melon P3 dan P31 yang memiliki keragaman
dalam genotipe 19
4 Keragaan genotipe melon yang seragam 19
5 Seleksi simultan 17 genotipe melon. Sumbu X adalah rata-rata bobot
buah yang terstandarisasi dan sumbu Y adalah rata-rata PTT yang
terstandarisasi 24
6 Dendrogram 14 genotipe melon hasil analisis gerombol berdasarkan
karakter kuantitatif dan kualitatif 26
7 Keragaan buah 20 genotipe melon 28
8 Dendrogram berdasarkan karakter karakter morfologi pada 20
genotipe melon 31
9 Dendrogram berdasarkan marka ISSR pada 20 genotipe melon 32
10 Dendrogram berdasarkan morfologi dan marka ISSR pada 20 genotipe
melon 33
11 Interaksi panjang buah dan stadia kematangan melon (a); interaksi
PTT dan stadia kematangan melon (b) 49
12 Regresi stadia kematangan buah dengan bobot buah melon (g) (n=72)
(a); regresi stadia kematangan buah dengan PTT (oBrix) melon (n=72)
(b) 51
13 Interaksi G×E (perlakuan KNO3) terhadap karakter PTT melon 59
14 Interaksi G×E (perlakuan KNO3) terhadap karakter TAT melon 59
15 Melon IPB Meta 9-S pada musim tanam 1 (a); Melon IPB Meta 9-OP
pada musim tanam 2 67
16 Keragaan daun genotipe melon IPB Meta 9 (a); keragaan genotipe
melon lain (b) 67
17 Keragaan buah melon IPB Meta 9 68
DAFTAR LAMPIRAN
1 Musim tanam, jumlah genotipe, dan rancangan yang digunakan
dalam setiap percobaan 82
2 Musim tanam, jumlah genotipe, dan rancangan yang digunakan
dalam setiap percobaan (lanjutan) 83
1 PENDAHULUAN
Keragaman genetik melon yang cukup tinggi merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Perbaikan kualitas hasil
dilakukan melalui perakitan varietas yang mempunyai kandungan nutrisi lebih
baik, padatan terlarut total (PTT), bentuk, warna, dan daya simpan yang lebih baik
(Syukur et al. 2012). Analisis keragaman genetik melon selain menggunakan
penanda morfologi juga dapat mengggunakan penanda molekuler. Inter simple
sequence repeat atau ISSR melibatkan amplifikasi sekuen DNA yang berada
diantara dua mikrosatelit atau area yang berada dekat dengan sekuen berulang
(Zietkiewicz et al. 1994; Djè et al. 2010). Salah satu keunggulan ISSR
dibandingkan marka RAPD yaitu, bermanfaat pada analisis keragaman genetik
dan kekerabatannya dan sifatnya tidak random sehingga analisis dapat diulang
kembali (Yildiz et al. 2011).
Stadia kematangan buah melon merupakan salah satu hal yang penting dan
perlu mendapat perhatian pada kegiatan panen karena berkaitan dengan kualitas
buah melon. Menurut Mutton et al. (1981) PTT pada buah melon umumnya tidak
mengalami peningkatan setelah buah dipanen. Peningkatan PTT akan diperoleh
saat buah masih pada tangkai hingga kematangan buah yang maksimal.
Kebutuhan nutrisi dalam budidaya tanaman melon merupakan hal yang
perlu diperhatikan karena memiliki peran dalam produksi. Menurut Lester et al.
(2010) salah satu nutrisi tersebut adalah kalium (K) yang merupakan mineral
esensial yang dibutuhkan tanaman dan memiliki pengaruh secara signifikan pada
peningkatan kandungan nutrisi buah dan sayur. Kalium memiliki pengaruh
penting terhadap kualitas buah salah satunya adalah fitonutrisi. Kalium memiliki
peran yang penting pada proses fisiologi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, seperti transportasi air, fotosintesis, tranport asimilat, dan aktivitas
enzim (Pettigrew 2008). Karakter penting seperti bobot buah dan PTT diharapkan
menunjukkan adanya peningkatan pada perlakuan kalium. Salah satu informasi
penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman dari perlakuan kalium adalah apakah
ada pengaruh interaksi antara genotipe dengan pupuk KNO3 terhadap kualitas
buah.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas buah melon adalah
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Downy mildew atau embun bulu
merupakan salah satu penyakit utama yang umum menyerang tanaman melon
(Shashikumar et al. 2010). Serangan downy mildew tidak hanya ditemukan pada
melon, namun juga pada sebagian besar tanaman dari famili Cucurbitaceae.
Penyakit ini disebabkan oleh Pseudoperonospora cubensis (Berk. & Curtis)
Rostovzev (Labeda et al. 2016) dan umumnya ditemukan pada daerah tropis dan
temperate dengan kelembaban relatif yang tinggi (Prohens dan Nuez 2008).
Downy mildew umumnya menyerang pada bagian daun. Daun yang terserang
downy mildew pada awalnya akan berwarna kuning dengan pola tidak beraturan,
kemudian menyebar dan menyebabkan daun berwarna coklat. Pada kondisi yang
lebih parah, daun berwarna coklat tersebut lebih cepat mengalami kematian.
Serangan downy mildew akan menghambat proses fotosintesis pada daun. Buah
yang dihasilkan umumnya akan berukuran kecil dan tidak matang, sehingga
produksi dan kualitas hasil akan menurun secara signifikan (Lee et al. 2016).
Informasi keragaman genetik berdasarkan morfologi dan marka ISSR
menjadi dasar dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Serangkaian kegiatan
pemuliaan tanaman melon dalam upaya pelepasan varietas dilakukan berdasarkan
3
pada perbaikan kualitas buah dan evaluasi ketahanan terhadap penyakit downy
mildew. Stadia kematangan buah dapat bermanfaat dalam memprediksi besarnya
peningkatan karakter kuantitatif melalui model linier. Perlakuan kalium pada
budidaya melon diharapkan dapat meningkatkan kualitas buah untuk genotipe-
genotipe tertentu.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu spesies penting dari famili
Cucurbitaceae dan genus Cucumis (Rubatzky dan Yamaguchi 1997; Robinson
dan Decker 1999). Cucumis melo L. memiliki banyak istilah dalam
penyebutannya, seperti muskmelon, cantaloupe, sweet melon, rock melon, snap
melon, dan lainnya (Robinson dan Decker-Walters 1999).
Afrika merupakan daerah asal tanaman melon, sedangkan India merupakan
daerah asal tipe liar dari spesies tersebut. Sebagian juga berpendapat bahwa
domestikasi melon dimulai di Iran. Tanaman melon kemudian menyebar ke
daerah Timur tengah dan Asia, kemudian menjadi komoditas hortikultura penting
di India, Mesir, Iran, dan China. Istilah cantaloupe berasal dari kota Cantaluppi
atau kastil Cantalupo di Italia (Robinson dan Decker-Walters 1999). Keragaman
genetik melon yang cukup tinggi ditemukan juga di Spanyol (Rubatzky dan
Yamaguchi 1997).
Melon merupakan tanaman diploid yang memiliki jumlah kromosom 2n =
2x = 24 (Ramachandran dan Narayan 1985). Melon merupakan tanaman semusim
(annual) yang memiliki karakter bunga monoecious atau andromonoecious. Pada
melon dengan karakter andromonoecious terdapat dua tipe bunga, yaitu bunga
jantan dan hermaprodit. Bunga jantan terletak pada batang utama dan lateral,
sedangkan bunga hermaprodit terdapat pada setiap node dari cabang lateral.
Sistem perakaran tanaman melon menyebar luas tetapi bersifat dangkal.
Permukaan batang utama tanaman melon umumnya memiliki sulur dan bergerigi
akibat adanya rambut halus. Melon merupakan tanaman merambat dengan
susunan internode yang pendek. Pada setiap node batang utama terdapat daun
tunggal dengan bentuk entire, trilobate, pentalobate, 3- atau 5-palmately lobed
(Rubatzky dan Yamaguchi 1997; Robinson dan Decker-Walters 1999; Kole
2011).
Melon umumnya menghasilkan satu atau dua buah per tanaman, tetapi
melon dengan tipe buah kecil dapat menghasilkan lebih dari dua buah per
tanaman (Robinson dan Decker-Walters 1999). Bentuk buah, warna, dan tipe
permukaan kulit buah melon memiliki keragaman yang cukup tinggi. Bentuk buah
yang umum ditemui di pasaran adalah bulat dan lonjong, dengan permukaan buah
tanpa jala dan berjala. Selain jala, beberapa tipe melon juga memiliki juring yaitu
garis pada permukaan kulit. Warna permukaan kulit buah melon sebagian besar
adalah hijau dan kuning, tetapi terdapat juga yang berwarna putih. Daging buah
pada melon merupakan bagian mesocarp yang juga memiliki keragaman
ketebalan, warna, dan tekstur daging buah. Daging buah melon memiliki warna
hijau, putih, oranye, atau merah muda. Sebagian tipe melon mengalami perubahan
warna permukaan buah; warna buah saat masih kecil berbeda dengan warna saat
buah telah matang. Aroma pada melon terbentuk dari kandungan volatile meliputi,
alkohol, asam, dan senyawa ester lainnya yang terbentuk saat buah matang.
Jumlah dan rasio dari senyawa tersebut berbeda-beda antar grup melon, sehingga
memberikan keragaman pada karakteristik aroma dan rasa (Rubatzky dan
Yamaguchi 1997). Menurut Oh et al. (2011) perubahan kandungan volatile
6
selama tahap pertumbuhan, pematangan, dan pemasakan buah pada melon tipe
jala diketahui dipengaruhi oleh etilen dan respirasi.
Pada saat buah siap panen, tangkai akan terlepas dari buahnya pada melon
tipe reticulatus, sedangkan melon tipe inodorus tangkainya tidak akan terlepas
dari buah. Perubahan warna kulit buah menjadi lebih cerah pada tipe inodorus
merupakan karakter yang dapat digunakan dalam penentuan waktu panen selain
ditentukan berdasarkan umur panen (Sobir dan Siregar 2014). Melon merupakan
buah yang menghasilkan biji yang cukup banyak. Warna biji melon umumnya
krem dengan rata-rata panjang 5–15 mm (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).
Karakter lain yang menyebabkan melon beragam adalah sifat klimakterik dan
nonklimakterik (Nuñez-Palenius et al. 2008). Melon tipe inodorus umumnya
bersifat nonklimkaterik, sedangkan tipe reticulatus dan cantalupensis bersifat
klimakterik (Sobir dan Siregar 2014).
Budidaya melon umumnya dilakukan pada wilayah dengan kisaran
ketinggian 250–700 m dpl dengan pH tanah 5.8–7.2. Pada tanah masam dapat
menyebabkan terjadinya gejala penguningan pada daun (acid yellowing) dan
tanaman akan menjadi kerdil. Selain kemasaman tanah, tanaman melon juga peka
terhadap kadar garam yang tinggi. Di dataran rendah yang ketinggiannya kurang
dari 250 m dpl, ukuran melon yang dihasilkan umumnya relatif lebih kecil dan
dagingnya kurang berair. Perbedaan suhu siang dan malam yang signifikan dapat
menghasilkan buah melon dengan aroma dan tingkat kemanisan yang tinggi.
Tanaman ini tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan 1 500–2 500 mm
per tahun. Suhu pertumbuhan optimum untuk tanaman melon 25–30 oC dengan
tingkat kelembaban 50–70%. Sebaiknya tanaman melon diusahakan di daerah
yang memiliki kecepatan angin kurang dari 20 km jam-1 karena angin yang terlalu
kencang dapat merusak pertanaman melon. Melon membutuhkan air yang cukup
banyak namun harus disesuaikan dengan pola kebutuhan tanaman. Tanaman
melon mampu berproduksi optimum dengan musim hujan yang kurang dari enam
bulan, tetapi memiliki cadangan air yang cukup atau daerah beririgasi. Tanaman
ini dapat tumbuh optimum pada daerah terbuka dengan penyinaran matahari
penuh, terutama saat tanaman sedang berbunga (Sobir dan Siregar 2014).
yang memiliki keragaman genetik yang tinggi untuk tipe buah dan morfologi
tanaman (Nuñez-Palenius et al. 2008).
Buah melon memilki keragaman untuk ukuran, bentuk, warna kulit buah,
warna daging buah. C. melo L. var. flexuosus merupakan tipe melon yang sangat
panjang karena dapat mencapai 150 cm, sedangkan C. melo L. var. agrestis hanya
memiliki panjang 4 cm (Robinson dan Decker-Walters 1999; Nuñez-Palenius et al.
2008). Warna daging buah melon juga cukup beragam antara lain, oranye, oranye
muda, merah muda, kuning, putih, hijau, dan ada yang juga yang memiliki lebih
dari satu warna (tersusun seperti pelangi). Warna kulit buah melon antara lain,
hijau, kuning, putih, oranye, merah, abu-abu, dan tersusun dari beberapa warna.
Permukaan buah melon umumnya cukup beragam yaitu, halus dan berjala dengan
intensitas yang beragam, sedangkan untuk bentuknya adalah bulat, lonjong,
flattened, dan ovate (berbentuk lonceng). Karakter yang menjadi keragaman saat
buah matang adalah tangkai yang terlepas dari buahnya, sehingga memungkinkan
buah terjatuh dari tanaman atau tipe melon yang tangkainya tidak terlepas saat
buah matang (Nuñez-Palenius et al. 2008; Sobir dan Siregar 2014). Menurut Liu
et al. (2004) C. melo L. var. reticulatus dan C. melo L. var. cantalupensis
memiliki daya simpan yang lebih pendek dibandingkan dengan C. melo L. var.
saccharinus dan C. melo L. var. inodorus.
Charles Naudin, seorang ahli botani Perancis mengelompokkan Cucumis
melo L. menjadi enam kelompok. Pengelompokkan tersebut dilakukan
berdasarkan karakter buah dan kegunaannya, bukan berdasarkan keragaman
botani dan filogeninya. Pengelompokan tersebut kemudian dikenal dengan istilah
Naudin’s Categories, berikut adalah pengelompokkan tersebut (Robinson dan
Decker-Walters 1999):
1. Grup cantalupensis, umum dikenal dengan istilah cantaloupe dan muskmelon
yang memiliki ukuran buah sedang dengan jala pada permukaan buahnya.
Warna daging buah umumnya oranye dan hijau, memiliki aroma buah, dan
tangkai buah terlepas saat buah telah matang. Grup ini memiliki tipe tanaman
andromonoecious, yaitu terdapat bunga hermaprodit dan jantan dalam satu
tanaman.
2. Grup inodorus, dikenal dengan istilah winter melon (honeydew, canary,
casaba, dan crenshaw). Ukuran buah umumnya besar dengan waktu panen
yang relatif lebih lama, dan daya simpan yang lebih lama dibanding melon
grup cantalupensis. Permukaan buahnya halus atau berkerut, tetapi tidak
berjala. Daging buah berwarna putih atau hijau, serta tidak memiliki aroma.
Tangkai buah tidak terlepas saat buah matang dan umumnya merupakan
tanaman andromonoecious.
3. Grup flexuosus, dikenal dengan istilah snake melon atau armenian cucumber.
Grup ini dicirikan dengan bentuk buah yang ramping dan sangat panjang
(dapat mencapai 150 cm), buahnya dimanfaatkan ketika belum matang sama
halnya seperti timun. Tipe tanaman grup ini adalah monoecious, yaitu hanya
terdapat bunga hermaprodit dalam satu tanaman.
4. Grup conomon, dikenal dengan istilah pickling melon karena dimanfaatkan
dalam pembuatan acar atau asinan, contohnya Makura iri dan Tsuke iri.
Ukuran buahnya kecil, permukaan kulitnya halus, dan sedikit lunak. Warna
daging bauhnya putih, memiliki umur panen yang lebih singkat, sedikit manis,
dan berbau. Buahnya dapat dikonsumsi secara langsung atau dimanfaatkan
8
dalam bentuk acar atau asinan. Tipe tanaman grup ini adalah
andromonoecious.
5. Grup dudaim, dikenal dengan istilah pomegranate melon, chito melon, Queen
Anne’s pocket melon, dan mango melon. Ukuran buahnya kecil dengan bentuk
buah bulat hingga bulat telur. Warna daging buahnya putih dengan kulit buah
yang tipis.
6. Grup momordica, dikenal dengan istilah phoot dan snap melon. Ukuran
buahnya kecil dengan bentuk bulat telur hingga silindris dengan dimensi buah
30–60 × 7–15 cm. Warna daging buah putih atau oranye muda, tekstur seperti
tepung, kadar gula rendah, dan rasa hambar atau sedikit asam. Permukaan
buahnya halus dan retak atau pecah saat buah matang, serta memiliki tipe
tanaman monoecious.
Pada tahun 1960, Filov mengelompokkan melon (Cucumis melo L.)
menjadi enam kelompok subspesies (ssp.), antara lain (Mallick dan Masui 1986):
1. ssp. rigdus (Pang.) Fil., merupakan kelompok melon yang tumbuh di wilayah
dengan kondisi kering panas (Asia Tengah dan Iran)
2. ssp. orientale Sag., merupakan kelompok melon yang tumbuh di wilayah
panas, lembab (sebagian kecil wilayah Asia)
3. ssp. europaes Fil., merupakan melon yang tumbuh di wilayah dingin, kering
(Eropa)
4. ssp. flexuosus (L.) Gre., dikenal dengan istilah semi-feral melon (snake melon)
5. sub-spesies chinensis (Pang.) Fil., merupakan melon cina (tumbuh di wilayah
Asia Timur)
6. ssp. spontaneum Fil., merupakan melon liar.
Jeffrey (1980) mengelompokkan melon menjadi dua subspesies, yaitu
subspesies melo dan subspesies agretis. Pengelompokkan tersebut berdsarkan
hypanthium’s hairiness, subspesies melo memiliki karakter rambut halus yan
panjang, sedangkan subpesies agretis memiliki karakter sebaliknya. Menurut
Robinson dan Decker-Walters (1999); Rubatzky dan Yamaguchi (1997) grup
agrestis merupakan tipe melon liar dengan karakter tanaman kecil, serta bagaian
yang tidak dapat dikonsumsi hanya sedikit. Tipe melon ini banyak ditanam di
Asia dan ditemukan sebagai gulma pada daerah tropis.
Pada pengelompokkan oleh Jeffrey tersebut subspesies melo yang
memiliki karakter rasa buah tidak manis: chate, flexuosus, tibish; karakter buah
manis: adana, ameri, cantalupensis, chandalak, reticulatus, inodorus; karakter
buah beraroma wangi: dudaim. Subspesies agrestis yang memiliki karakter rasa
buah tidak manis: acidulus, conomon, momordica; karakter buah manis: makuwa,
chinensis; dan tidak ada tipe untuk karakter buah beraroma wangi (Jeffrey 1980).
Keragaan atau fenotipe (P) suatu tanaman merupakan hasil dari pengaruh
genetik (G), lingkungan (E), dan interaksi keduanya (G×E). Secara umum
karakter penting seperti produksi dan kualitas hasil dikendalikan oleh banyak gen
yang memiliki pengaruh yang kecil terhadap karakter tersebut. Karakter tersebut
umumnya banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya perlu diketahui
seberapa besar besar suatu karakter disebabkan oleh pengaruh genetik (aksi gen)
9
Kalium (K) merupakan salah satu nutrisi mineral yang memiliki pengaruh
yang besar terhadap kualitas buah, yang berkaitan dengan pemasaran buah, minat
konsumen, dan yang terpenting adalah kesehatan manusia yang berhubungan
dengan fitonutrisi (Lester et al. 2010). Dalam fisiologi tanaman, kalium memiliki
pengaruh terhadap hubungan air, fotosintesis, transport asimilat, dan aktivitas
enzim yang secara langsung akan berdampak pada produktivitas tanaman
(Pettigrew 2008).
10
Stres biotik merupakan salah satu penyebab utama pengurangan hasil pada
sebagian besar tanaman, dilaporkan bahwa kehilangan hasil akibat stres biotik
dapat mencapai 90%. Serangan akibat stres biotik dapat disebabkan oleh beragam
jenis meliputi virus, bakteri, fungi, nematoda, hama, dan gulma (Borém dan
Fritsche-Neto 2012). Menurut Acquaah (2007) tingkat keparahan yang disebabkan
stres biotik adalah sebagai berikut: airborne fungi > soilborne fungi > virus >
bakteri = nematoda = serangga. Pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap
stres biotik memiliki sedikit perbedaan dengan pemuliaan tanaman untuk toleransi
terhadap cekaman abiotik atau perbaikan suatu karakter tertentu. Pemuliaan untuk
11
Abstrak
Abstract
yield potential are among the important steps in melon breeding. The genetic
diversity of melons can be analyzed by morphology and molecular markers. This
research was aimed at studying the genetic diversity of melon genotypes based on
fruit quality characteristics and inter simple sequence repeat (ISSR) marker and to
identify the potential genotypes to be used as genetic materials in melon breeding
programs. The first experiment for morphological characterization was conducted
from August to October 2015 at the IPB Experimental Station Tajur II, Bogor
using 17 melon genotypes. The experiment was arranged in a single factor of
randomized complete block design (RKLT) with four replications. The second
experiment of morphological and molecular characterization was performed on
two planting seasons, March–June 2017 and July–August 2017 at the IPB
Experimental Station Tajur II, Bogor using 20 melon genotypes. The experiment
used an augmented design with three replications in the first season and a single
factor randomized complete block design with three replications in the second
season. Molecular analysis was conducted at the Molecular Genetics Laboratory
of the Center for Tropical Horticulture Studies (PKHT) IPB using 7 polymorphic
primers. The results showed that genotype effects were significant for all observed
traits except for days to hermaphrodite flowering. Traits having broad sense
heritability estimates greater than 50% were days to male flowering, days to
harvest, fruit length, fruit diameter, flesh thickness, rind thickness, fruit weight,
and total soluble solids (TSS). P21 and P19 genotypes were potential for fruit
weight and TSS, while P2 was potential for fruit weight and P12 for TSS only.
Fruit weight showed significant positive correlations with fruit length, fruit
diameter, flesh thickness, and fruit rind thickness. The results of the second
experiment showed that the analysis using morphological characters and the ISSR
marker could generally describe the genetic variability among the 20 evaluated
melon genotypes. Morphological characters such as fruit size and netting
contribute to strengthen the genotype grouping structure.
3.1 Pendahuluan
PKBT10, dan PKBT12 bersifat polimorfik dan kemudian diuji pada semua
genotipe.
3. Amplifikasi fragmen genomik
Amplifikasi dilakukan dengan alat PCR merk Applied Biosystem 2720
thermal cycler. Komposisi PCR mix yang digunakan dalam proses PCR meliputi
DNA template, primer ISSR, PCR mix go tag green master Promega, dan
nuclease free water. Selanjutnya, tahapan proses PCR meliputi pre heat,
denaturation, annealing, extention, dan pendinginan suhu.
4. Elektroforesis dan analisis data
Produk hasil amplifikasi PCR selanjutnya akan di elektroforesis. Peubah
yang diamati pada penanda molekuler adalah jenis primer dan ukuran pita,
sedangkan alel yang diamati adalah ada tidaknya pita. Pengamatan pola pita hasil
elektroforesis ditujukan pada tingkat migrasi yang sama yaitu bernilai skor 0
apabila tidak terbentuk pita dan skor 1 apabila terdapat pita. Data biner hasil
pengamatan dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan matriks ketidakmiripan
Gower dan jarak antar gerombol average linkage menggunakan software
PBSTAT-CL (www.pbstat.com).
Tabel 1 Karakter juring, intensitas jala, distribusi jala, bentuk buah, warna
permukaan buah, warna daging buah, dan tekstur melon
Intensitas Warna Warna
Distribusi Bentuk
Genotipe Juring jala permukaan daging Tekstur
jala buah
(skor 1-5) buah buah
tidak menyebar
P2 5 flattened oranye oranye lembut
ada penuh
putih-
tidak menyebar hijau
P3 5 globular hijau tua lembut
ada penuh muda,
oranye
menyebar
tidak
P5 2 pada satu globular hijau tua oranye lembut
ada
sisi
P7 ada 1 tidak ada ellips kuning oranye renyah
putih,
tidak menyebar
P9 3 globular kuning, putih renyah
ada penuh
hijau
tidak menyebar
P10 5 globular hijau tua oranye kenyal
ada penuh
menyebar
hijau tua-
P12 ada 2 pada satu oblate putih renyah
oranye
sisi
kuning-
P18 ada 1 tidak ada globular putih renyah
hijau muda
tidak
P19 1 tidak ada globular putih putih renyah
ada
menyebar
tidak
P21 3 pada satu globular kuning putih lembut
ada
sisi
menyebar hijau
tidak
P23 2 pada satu flattened kuning muda- lembut
ada
sisi putih
hijau
tidak menyebar hijau
P25 5 globular muda- renyah
ada penuh muda-putih
putih
putih-
tidak menyebar hijau
P26 3 globular hijau kenyal
ada sebagian muda-putih
muda
tidak
P27 1 tidak ada ellips kuning oranye renyah
ada
tidak
P29 1 tidak ada ellips kuning oranye renyah
ada
tidak putih, putih,
P31 1 tidak ada ellips renyah
ada kuning oranye
IPB Meta tidak
1 tidak ada ovate oranye putih renyah
9 ada
Keterangan: Skor intensitas jala 1: tidak ada jala (0%); 2: sangat sedikit (10-25%); 3: sedang (26-
50); 4: agak banyak (50-75); 5: (76–100%) sangat banyak
dipengaruhi oleh ketinggian tempat, dimana pada dataran rendah umumnya melon
lebih cepat panen dibandingkan pada dataran menengah dan tinggi (Afandi, 2013).
Pengaruh ulangan umumnya tidak nyata pada taraf 5% terhadap semua karakter
yang diamati kecuali umur berbunga hermaprodit dan umur panen (Tabel 2).
Karakter umur memiliki nilai koefisien keragaman (KK) yang lebih kecil (2.50-
6.62%) dibandingkan dengan hasil dan komponennya (6.35-18.87%),
menandakan bahwa keragaan karakter hasil lebih dipengaruhi oleh lingkungan
mikro dibandingkan dengan karakter umur. Genotipe P7 merupakan genotipe
yang memiliki umur berbunga jantan tercepat, yaitu 19 HST, sedangkan P12 dan
IPB Meta 9 memiliki umur berbunga jantan terlama, yaitu 24 HST (Tabel 3).
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter tanaman dan buah melon
Karakter KT genotipe KT ulangan KK (%)
Umur berbunga jantan 6.62** 0.91 tn 6.62
Umur berbunga hermaprodit 3.21 tn 9.37* 5.17
Umur panen 18.65** 13.10** 2.50
Panjang buah 5.80** 0.19 tn 8.69
Diameter buah 5.52** 0.60 tn 6.35
Tebal daging buah 0.31** 0.04 tn 9.33
Tebal kulit buah 0.12** 0.01 tn 14.06
Bobot buah 22 3247.32** 13 387.22 tn 18.87
Padatan terlarut total (PTT) 3.60** 0.65 tn 13.92
Keterangan: KT: kuadarat tengah; KK: koefisien keragaman; * berbeda nyata pada taraf 5%; **
berbeda nyata pada taraf 1 %; tn tidak berbeda nyata
Tabel 3 Rata-rata umur berbunga jantan, umur berbunga hermaprodit, umur
panen, panjang buah, dan diameter buah 17 genotipe melon
Karakter
Umur Umur
Umur Panjang Diameter
Genotipe berbunga berbunga
panen buah buah
jantan hermaprodit
(HST) (cm) (cm)
(HST) (HST)
P2 22 abcde 33 abc 65 bcd 15.80 a 13.91 a
P3 20 def 30 c 67 ab 12.61 bcde 13.15 abc
P5 20 ef 33abc 63 cd 12.52 bcde 11.32 efg
P7 19 f 33 abc 64 cd 13.94 a 10.34 g
P9 20 def 33 abc 64 cd 11.68 cde 10.96 efg
P10 20 def 32 bc 70 a 10.48 e 11.72 defg
P12 24 a 32 abc 69 a 10.69 e 11.38 efg
P18 21 bcdef 32 abc 69 a 13.04 bcd 11.82 cdef
P19 21 cdef 32 abc 65 bc 13.32 bc 12.21 bcde
P21 21 bcdef 35 ab 66 bc 12.92 bcd 12.22 bcde
P23 21 cdef 33 abc 66 bc 12.90 bcd 10.82 efg
P25 22 abcd 33 abc 69 a 12.35 bcde 13.02 abcd
P26 23 abc 34 ab 70 a 13.23 bcd 13.29 ab
P27 21 bcdef 33 abc 64 bcd 13.86 ab 10.35 g
P29 20 def 33 abc 65 bcd 14.21 ab 10.42 fg
P31 21 bcdef 34 ab 65 bcd 14.17 ab 11.12 efg
IPB Meta 9 24 ab 35 a 62 d 11.13 de 8.48 h
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%
22
Tabel 4 Rata-rata tebal daging buah, tebal kulit buah, bobot buah, dan kadar gula
17 genotipe melon
Karakter
Genotipe Tebal daging Tebal kulit Bobot buah Padatan terlarut
buah (cm) buah (cm) (g) total (oBrix)
P2 2.31 bcde 0.96 a 1 555.20 a 6.41 c
P3 2.83 a 0.75 bc 1 198.90 bc 7.64 bc
P5 2.18 cde 0.63 cde 859.50 de 8.13 bc
P7 2.15 cde 0.38 gh 723.20 ef 7.54 bc
P9 2.51 abcd 0.53 defg 782.50 de 9.45 ab
P10 2.16 cde 0.86 ab 806.40 de 6.71 c
P12 2.52 abcd 0.64 cd 773.80 de 10.88 a
P18 2.13 de 0.67 cd 893.40 cde 8.58 bc
P19 2.55 abc 0.60 cde 1 087.10 bcd 8.44 bc
P21 2.90 a 0.57 def 1 083.60 bcd 9.23 ab
P23 2.15 cde 0.50 defgh 793.60 de 8.15 bc
P25 2.62 ab 0.85 ab 1 100.20 bcd 8.04 bc
P26 2.51 abcd 0.96 a 1 233.60 b 7.61 bc
P27 2.08 e 0.43 fgh 731.80 ef 8.50 bc
P29 2.10 de 0.47 efgh 723.10 ef 7.54 bc
P31 2.28 bcde 0.53 defg 877.00 cde 8.53 bc
IPB Meta 9 1.31 f 0.36 h 442.10 f 9.74 ab
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5%
Daging buah (bagian yang dapat dikonsumsi) yang tertebal dimiliki oleh
genotipe P21 (2.90 cm), sedangkan yang tertipis adalah IPB Meta 9 (1.31 cm).
Kulit buah tertebal dimiliki oleh genotipe P2 (0.96 cm), sedangkan genotipe IPB
Meta 9 memiliki kulit buah tertipis (0.36 cm) (Tabel 4). Nilai tengah bobot buah
tertinggi dimiliki oleh genotipe P2, yaitu 1 555.20 g, sedangkan IPB Meta 9
memiliki bobot terendah yaitu 442.10 g (Tabel 4). Menurut Khumaero et al.
(2014) melon dengan bobot buah kecil merupakan potensi untuk tipe buah yang
dikonsumsi pribadi dan dapat dihabiskan pada satu atau dua kesempatan. PTT
tertinggi dimilki oleh genotipe P12, yaitu 10.88 oBrix, sedangkan P2 memiliki
PTT terendah, yaitu 6.41 oBrix (Tabel 4). Pada pemuliaan melon, terdapat dua
karakter buah yang penting yaitu bobot buah dan PTT. Hal tersebut sesuai dengan
Suketi et al. (2010) bahwa langkah awal dalam pemuliaan tanaman buah
umumnya dimulai dari penentuan kriteria buah yang diinginkan, diantaranya
adalah yang memiliki bobot buah dan PTT tinggi. Pada daging buah melon,
sukrosa memiliki korelasi positif dan nyata dengan kadar gula total (r= 0.92),
23
demikian pula dengan glukosa (r= 0.89) dan fruktosa (r= 0.84) (Obando-Ulloa et
al., 2009). Menurut Oh et al. (2011) pada melon tipe jala terdapat adanya
peningkatan kandungan volatil selama tahap pertumbuhan, pematangan, hingga
pemasakan buah. Menurut Liu et al. (2004) melon tipe inodorus memiliki daya
simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan melon tipe reticulatus dan
cantalupensis, dan menurut Manohar dan Murthy (2012) terdapat korelasi antara
daya simpan dengan tebal daging buah (r= 0.54).
Tabel 5 Nilai duga komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas melon
Karakter VG VE VP h2bs (%)
Umur berbunga jantan 1.49 1.88 1.96 75.99
Umur panen 5.18 2.75 5.86 88.28
Panjang buah 1.45 1.20 1.75 82.81
Diameter buah 1.60 0.54 1.74 92.26
Tebal daging 0.11 0.05 0.12 90.02
Tebal kulit 0.03 0.01 0.04 94.46
Bobot buah 5 8376.00 3 0085.00 6 5897.25 88.59
Padatan terlarut total 0.75 1.28 1.07 70.08
Keterangan: VG: ragam genetik;VE: ragam lingkungan; VP: ragam fenotipik ; h2bs: nilai heritabilitas
arti luas
24
Tabel 7 Nilai tengah karakter umur berbunga, umur panen, dan buah pada 20
genotipe melon dari percobaan di dua musim tanam
seperti panjang mahkota jantan dan hermaprodit, serta diameter mahkota jantan
dan hermaprodit. Varietas Sky Rocket memiliki panjang dan diameter mahkota
bunga jantan 2.45 cm dan 1.70 cm.
10). Jumlah pita yang polimorfik dari jumlah pita secara keseluruhan adalah
sebesar 85.29%, sedangkan pita monomorfik sebesar 17.24%. PKBT7 memiliki
jumlah polimorfik terbanyak, yaitu 7 pita polimorfik.
Tabel 8 Nilai tengah karakter buah dan bunga pada 20 genotipe melon dari
percobaan di dua musim tanam
ISSR membagi dua kelompok besar pada koefisien ketidakmiripan sekitar 0.5.
Kelompok pertama terdiri dari genotipe IPB Meta 9, G16, dan G13. Ketiga
genotipe tersebut memiliki tipe buah kecil, tidak berjala, tekstur daging buah yang
renyah, serta memiliki permukaan daun yang sama, yaitu dull (tidak mengkilap) .
Genotipe G13 dan G16 terlihat memiliki jarak genetik yang dekat pada analisis
dendrogram menggunakan karakter morfologi saja (Gambar 8), marka ISSR saja
(Gambar 9), dan gabungan keduanya (Gambar 10).
3.4 Simpulan
Abstrak
Abstract
4.1 Pendahuluan
dikendalikan berdasarkan gen aditif memiliki nilai kemajuan seleksi yang lebih
besar dan cepat. Salah satu metode dalam menentukan nilai heritabiltias arti
sempit adalah berdasarkan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam.
Parent-offspring merupakan metode yang memanfaatkan informasi dari data tetua
dan turunannya.
Tabel 11 Nilai heritabilitas arti sempit (h2ns) dan koefisien determinasi (R2) dari
analisis regresi parent-offspring berdasarkan mean basis, plot basis, dan
individual plant basis
Individual plant
Mean basis Plot basis
Karakter basis
h2ns R2 h2ns R2 2
h ns R2
Bobot buah 62.67 0.45 52.11 0.22 26.47 0.25
Padatan terlarut total (PTT) 50.25 0.07 26.30 0.03 13.43 0.02
Panjang buah 67.49 0.38 37.44 0.08 43.42 0.39
Diameter buah 70.71 0.45 64.82 0.32 36.20 0.30
Tebal daging buah 72.00 0.52 63.14 0.24 43.39 0.26
Tebal kulit buah 53.49 0.34 37.45 0.13 19.69 0.18
Umur berbunga jantan 29.62 0.03 25.99 0.02 42.70 0.05
Umur berbunga hermaprodit 47.69 0.07 19.46 0.02 12.75 0.03
h2ns = × 100%
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa nilai heritabilitas arti luas bobot buah
adalah 95.7%, sedangkan heritabilitas arti sempit adalah 87.4%. Nilai heritabilitas
arti luas karakter panjang buah dan lebar buah adalah 91.0% dan 85.9%,
sedangkan heritabilitas arti sempit adalah 63.2% dan 54.3%. Karakter buah
penting lainnya adalah padatan terlarut total, dengan nilai heritabilitas arti luas
adalah 81.0% dan heritabilitas arti sempit adalah 45.2%. Secara umum nilai
heritabilitas arti sempit menunjukkan nilai yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan nilai heritabilitas arti luas.
genotipe karakter bobot buah menunjukkan korelasi yang nyata terhadap karakter
panjang buah (r= 0.50; P<0.01) dan diameter buah (r= 0.43; P<0.01), namun
karakter PTT tidak menunjukkan korelasi terhadap karakter buah lainnya.
0.58 oBrix dan 1.98 cm (Tabel 14). Pada percobaan yang dilakukan Metwally et al.
(2015) menggunakan dua tetua kelompok melon reticulatus yang memiliki jala
pada permukaan buahnya dengan warna daging buah masing-masing tetua adalah
putih dan oranye, menunjukkan kemajuan seleksi sebesar 5.40% pada tingkat
seleksi 5%. Kemajuan seleksi untuk karakter panjang buah, diameter buah, dan
padatan terlarut total masing-masing adalah 1.89%, 1.34%, dan 1.99%.
Menurutnya terdapat dua faktor yang membatasi kemajuan seleksi, yaitu adanya
keragaman dari ragam fenotipik dan nilai heritabilitas arti sempit.
Tabel 14 Simulasi seleksi karakter bobot buah, kadar gula, dan panjang buah
melon
Bobot buah Padatan terlarut total Panjang buah
Seleksi (%)
Ĝ (g) %G Ĝ (oBrix) %G Ĝ (cm) %G
5 229.44 23.64 0.58 7.01 1.98 14.84
10 195.18 20.11 0.49 5.97 1.68 12.63
15 172.83 17.80 0.44 5.28 1.49 11.18
20 155.70 16.04 0.39 4.76 1.34 10.07
25 141.35 14.56 0.36 4.32 1.22 9.15
30 128.90 13.28 0.33 3.94 1.11 8.34
Keterangan: Ĝ: kemajuan aktual; %G: persentase kemajuan (%)
Pada seleksi 5% karaketer diameter buah, tebal daging buah, dan tebal kulit
buah masing-masing menunjukkan adanya kemajuan seleksi sebesar 12.53% (1.47
cm), 21.05% (0.49 cm), dan 16.67 cm (0.11 cm) (Tabel 15). Seleksi sebesar 30%
pada karakter diameter buah, tebal daging buah, dan tebal kulit buah menunjukkan
kemajuan seleksi sebesar 7.04% (0.83 cm), 11.82% (0.28 cm), dan 9.42 (0.06 cm).
Tabel 15 Simulasi seleksi karakter diameter buah, tebal daging buah, dan tebal
kulit buah
Diameter buah Tebal daging buah Tebal kulit buah
Seleksi (%)
Ĝ (cm) %G Ĝ (cm) %G Ĝ (cm) %G
5 1.47 12.53 0.49 21.05 0.11 16.76
10 1.25 10.66 0.42 17.90 0.09 14.26
15 1.11 9.44 0.37 15.85 0.08 12.63
20 1.00 8.50 0.33 14.28 0.07 11.37
25 0.91 7.72 0.30 12.97 0.07 10.33
30 0.83 7.04 0.28 11.82 0.06 9.42
Keterangan: Ĝ: kemajuan aktual; %G: persentase kemajuan (%)
41
4.4 Simpulan
Secara umum karakter buah memiliki nilai h2ns yang relatif tinggi pada
analisis parent-offspring berdasarkan mean basis. Hasil analisis individual plant
basis menunjukkan nilai h2ns rendah hingga sedang pada karakter buah. Korelasi
antar karakter buah menunjukkan hubungan yang nyata dan positif. Bobot buah
berkorelasi nyata dan positif terhadap karakter PTT, panjang buah, diameter buah,
tebal daging buah, dan tebal kulit buah. Pada simulasi seleksi sebesar 5% karakter
bobot buah dan PTT, masing-masing menunjukkan kemajuan seleksi sebesar
229.44 g dan 0.58 oBrix.
42
Abstrak
Abstract
maturity stage of the sugar content was shown at the changes of maturity stage
from 2 (5.51oBrix) to 3 (6.13oBrix) and to 5 (8.18oBrix). Fruit weight was
significantly correlated with fruit length (r=0.53), fruit diameter (r=0.85), fruit
rind thickness (r=0.33), and flesh thickness (r=0.63). Maturity stages affected the
quality of melon fruits in general, and therefore becomes an important
consideration in determining the harvest criteria of melon fruits.
5.1 Pendahuluan
padatan terlarut total, warna daging buah, dan perubahan warna pada permukaan
buah (Liu, et al., 2004). Faktor lain yang mempengaruhi umur simpan adalah
stadia kematangan buah. Kualitas buah seperti bobot buah dan padatan terlarut
total diduga akan dipengaruhi oleh stadia kematangan. Oleh sebab itu stadia
kematangan buah merupakan hal penting yang perlu diperhatikan pada kegiatan
panen. Padatan terlarut total pada buah melon tidak akan mengalami peningkatan
setelah buah dipanen, karena padatan terlarut total yang tinggi akan diperoleh saat
buah masih pada tangkai hingga kematangan buah yang maksimal (Mutton et al.,
1981).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari karakteristik morfologi
buah melon pada lima stadia kematangan buah yang berbeda, (2) mengembangkan
model linier untuk memprediksi nilai karakter kuantitatif buah berdasarkan stadia
kematangan. Permodelan karakteristik buah khususnya bobot dan padatan terlarut
total akan bermanfaat untuk memprediksi besarnya peningkatan karakter-karakter
buah tersebut pada setiap kenaikan stadia kematangan. Variasi stadia kematangan
pada penelitian ini terjadi akibat serangan penyakit terutama embun bulu (downy
mildew) dan embun tepung (powdery mildew). Model regresi linier yang
dikembangkan diharapkan dapat bermanfaat bagi program pemuliaan tanaman
melon yang dilaksanakan di lingkungan suboptimum yang serupa dengan
penelitian ini. Buah-buah melon yang dipanen belum masak karena tanaman layu
akibat serangan penyakit atau kondisi suboptimum lainnya dapat diprediksi
besaran bobot buah dan padatan terlarut totalnya pada kondisi masak melalui
model regresi yang dikembangkan.
Warna buah Warna buah Warna buah Warna buah Warna buah
hijau, terdapat kuning muda kuning, tidak kuning dan kuning cerah
bulu halus pada dan terdapat terdapat bulu permukaan dan
permukaan sedikit bulu pada buah halus. permukaannya
buah dan halus pada permukaan halus
sedikit lengket. permukaan buah, dan
buah. sedikit halus.
Tipe reticulatus
Buah yang tidak matang memiliki ciri-ciri, yaitu warna permukaan buah
tidak cerah atau terang (inodorus) dan intensitas jala yang sedikit (reticulatus).
Ciri-ciri buah yang matang sempurna, yaitu warna permukaan kulit buah cerah
(tegas) (inodorus) dan intensitas jala yang tinggi atau menutupi seluruh
permukaan buah (reticulatus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cuevas et al.
(2010); Sobir dan Siregar (2014) bahwa kematangan buah melon inodorus
ditandai dengan perubahan warna permukaan buah dari warna hijau tua menjadi
putih atau kuning.
Pengamatan karakter morfologi menggunakan timbangan digital, mistar,
dan hand refractometer untuk mengukur kadar gula pada daging buah. Karakter
morfologi yang diamati meliputi, panjang buah, diameter buah, tebal daging buah,
tebal kulit buah, bobot buah, dan padatan terlarut total (PTT). Pengamatan
karakter morfologi tersebut mengacu pada Descriptor for Melon (Cucumis melo
L.) oleh IPGRI (International Plant Genetic Resources Institute) tahun 2003.
Analisis korelasi-regresi digunakan untuk mengetahui hubungan perbedaan stadia
kematangan dengan karakter morfologi yang diamati. Perangkat lunak yang
digunakan untuk analisis data adalah SAS.
Kisaran waktu panen buah melon pada tiap musim percobaan tidak terlalu
jauh, kecuali pada musim 1 (61–79 HST). Rentang waktu panen pada musim 2
adalah 63–65 HST, sedangkan pada musim ketiga, seluruh buah yang diamati
dipanen pada umur 67 HST. Perbedaan stadia kematangan buah lebih disebabkan
oleh ketahanan tanaman karena serangan penyakit embun bulu (downy mildew),
yang disebabkan oleh cendawan Pseudoperonospora cubensis (Berk. & Curtis)
Rostovzev, atau embun tepung (powdery mildew) yang disebabkan oleh cendawan
Erysiphe cichoracearum. Serangan penyakit-penyakit tersebut ditemui pada
ketiga musim tanam dengan intensitas yang berbeda-beda, mengakibatkan
kelayuan pada daun dan menyebabkan tanaman tidak dapat berfotosintesis dengan
baik. Terhambatnya proses fotosintesis mengakibatkan perkembangan buah tidak
optimal, sehingga sebagian besar buah dipanen sebelum mencapai masak
fisiologis.
Tabel 19 Interaksi musim dengan stadia kematangan pada karakter panjang buah
dan diameter buah melon
Tabel 20 Interaksi musim dengan stadia kematangan pada karakter tebal kulit
buah dan tebal daging buah melon
16 10
Keterangan: M1: musim tanam 1; M2: musim tanam Keterangan: M1: musim tanam 1; M2: musim tanam
2; M3: musim tanam 3 2; M3: musim tanam 3
(a) (b)
Gambar 11 Interaksi panjang buah dan stadia kematangan melon (a); interaksi
PTT dan stadia kematangan melon (b)
Interaksi antara musim dan stadia kematangan terhadap karakter padatan
terlarut total menunjukkan pengaruh yang nyata (Gambar 11b). Meskipun nyata,
pengaruh interaksi ini dinilai tidak besar karena pada ketiga musim masih terlihat
tren peningkatan kandungan padatan terlarut total dalam rentang stadia
kematangan 1–5. Nilai rata-rata padatan terlarut total tertinggi pada musim 1, 2,
dan 3 ditemukanpada stadia kematangan 5, masing-masing sebesar 8.36 oBrix,
8.67 oBrix, dan 7.52 oBrix. Pada rata-rata padatan terlarut total, pengaruh stadia
kematangan terhadap padatan terlarut total ditunjukkan oleh perubahan stadia
kematangan 2 (5.51 oBrix) ke 3 (6.13 oBrix) serta perubahan stadia kematangan 4
(6.73 oBrix) ke 5 (8.18 oBrix). Stadia kematangan 1 (5.32 oBrix) tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan stadia kematangan 2 (Tabel 21).
Pada percobaan oleh Abu-Goukh et. al., (2011) kandungan gula pada
melon jenis cantaloupe mencapai puncaknya pada 42 hari setelah antesis.
Menurut Senesi et al. (2005) terdapat perbedaan padatan terlarut total pada sampel
melon dengan stadia kematangan yang berbeda, yaitu stadia belum matang
(unripe), stadia matang (ripe), dan stadia lewat matang (overripe). Perubahan
tersebut terjadi pada kisaran 10 oBrix hingga 15 oBrix. Pada percobaan lain oleh
Suketi et al., (2010) nilai padatan terlarut total buah pepaya umumnya mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya stadia kematangan buah. Menurut
Falah et al. (2015) pada peningkatan stadia kematangan buah pepaya, kandungan
karotenoid relatif stabil atau tidak menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan. Menurut Ezura dan Owino (2008) buah melon yang memiliki warna
daging buah oranye umumnya menghasilkan produksi etilen yang tinggi
dibandingkan dengan tipe melon yang memiliki warna daging buah hijau atau
putih. Umumnya melon dengan warna daging buah hijau atau putih memiliki daya
simpan yang lebih baik.
50
Tabel 21 Interaksi musim dengan stadia kematangan pada karakter bobot buah
dan PTT melon
Karakteristik buah melon pada lima stadia kematangan buah yang berbeda
dapat dibedakan berdasarkan tipe buah, yaitu reticulatus (berjala) dan inodorus
(tanpa jala). Karakter buah yang menunjukkan perbedaan stadia kematangan
antara lain, perubahan tingkat kecerahan warna buah pada tipe buah inodorus dan
intensitas jala pada tipe buah cantalupensis (Tabel 16). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Cuevas et al. (2010) bahwa kematangan buah melon ditandai dengan
perubahan warna permukaan buah dari warna hijau tua menjadi hijau muda atau
kuning (tipe inodorus). Selain karakter warna permukaan buah dan intensitas jala,
karakter lain seperti tangkai yang terlepas saat stadia kematangan 5 untuk tipe
buah cantalupensis juga dapat digunakan sebagai karakter yang membedakan
antar stadia kematangan. Hal ini dikemukakan oleh Sobir dan Siregar (2014)
sebagai kriteria panen, namun dalam percobaan ini karakter lepasnya tangkai buah
tersebut tidak diamati.
Kedua tipe buah melon juga dapat dibedakan berdsarkan karakter
klimakterik untuk tipe reticulatus dan non-klimakterik untuk tipe inodorus. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Oh et al. (2011) bahwa melon yang memiliki jala
pada permukaan buah menunjukkan produksi etilen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan melon tanpa jala. Menurut Pech et al. (2008) pemasakan
buah (fruit ripening) dipengaruhi oleh beberapa faktor yang yang bersifat
ethylene-dependent (sintesis aroma volatile, respirasi klimakterik, dan kondisi
permukaan kulit buah) dan ethylene-independent (inisiasi klimakterik, akumulasi
kandungan gula, pelepasan asam, dan warna pada daging buah). Penyusun asam
amino aromatik pada buah melon memiliki respon positif terhadap kandungan
etilen, sehingga terdapat hubungan antara aroma buah dengan kandungan etilen
(Li et al. 2016). Melon tipe reticulatus memiliki aroma buah yang meningkat
seiring dengan peningkatan stadia kematangan buah, sedangkan tipe inodorus
umumnya tidak menunjukkan adanya aroma buah. Menurut Oh et al. (2011)
aroma volatile pada muskmelon (tipe berjala) mengalami perubahan sejak
pertumbuhan, kematangan, dan kemasakan dan berhubungan dengan produksi
etilen dan respirasi. Penelitian ini berupaya mendekati keperluan praktis untuk
progam pemuliaan sehingga menggunakan karakteristik morfologi buah untuk
membedakan stadia kematangan, dan tidak melakukan analisis yang berkaitan
dengan pengaruh etilen terhadap kematangan buah.
51
PTT (OBrix)
600 584.42 5.32 5.51
5
500
4
400
3
300
200 2
100 1
0 0
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Stadia Kematangan Stadia Kematangan
(a) (b)
Gambar 12 Regresi stadia kematangan buah dengan bobot buah melon (g)
(n=72) (a); regresi stadia kematangan buah dengan PTT (oBrix)
melon (n=72) (b)
Analisis regresi menggambarkan hubungan antara suatu peubah bebas (X,
stadia kematangan) dan satu peubah tak bebas (Y, karakter buah yang diamati).
Hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat tersebut secara kuantitaif dapat
dimodelkan dalam suatu persamaan matematika yang kemudian dapat digunakan
untuk menduga nilai suatu peubah tak bebas (Y) jika diketahui nilai peubah
bebasnya (X). Regresi antara bobot buah dan stadia kematangan serta padatan
terlarut total dan stadia kematangan ditunjukkan pada Gambar 12.
Nilai a dan b disajikan dalam bentuk persamaan regresi (Tabel 22).
Besarnya perubahan nilai Y jika terjadi perubahan pada nilai X satu satuan adalah
sebesar b. Peningkatan satu stadia kematangan buah diperkirakan meningkatakan
bobot buah dan padatan terlarut total masing-masing sebesar 85.69 g dan 0.69
o
Brix (Tabel 22). Pendugaan bobot buah dan padatan terlarut total pada stadia
kematangan 5 masing-masing adalah 921.75 g dan 7.76 oBrix. Peningkatan satu
stadia untuk karakter panjang buah adalah 0.45 cm, diameter buah adalah 0.56 cm,
tebal daging buah adalah 0.13 cm, dan tebal kulit buah adalah 0.02 cm.
R2 (%) Nilai P
Karakter Persamaan regresi
tersesuaikan a b
Panjang buah (PB) TK=11.31+0.45(PB) 81.47 <0.0001 0.0230
Diameter buah (DB) TK=9.02+0.56(DB) 99.18 <0.0001 0.0002
Tebal kulit buah (TKB) Tk=0.63+0.02(TKb) 79.66 <0.0001 0.0265
Tebal daging buah (TDB) TK=1.54+0.13(TDb) 98.08 <0.0001 0.0007
Bobot buah (BB) TK=493.30+85.69(BB) 97.85 0.0002 0.0009
Padatan terlarut total (PTT) TK=4.29+0.69(PTT) 87.71 0.002 0.0122
Keterangan : a: nilai intersep; b: nilai koefisien regresi
52
Panjang buah berkorelasi nyata terhadap diameter buah dan bobot buah
(Tabel 23). Bobot buah berkorelasi positif dan sangat nyata dengan panjang buah
(r= 0.53; P<0.01), diameter buah (r= 0.85; P<0.01), tebal kulit buah (r= 0.33;
P<0.01), dan tebal daging buah (r= 0.63; P<0.01) (Tabel 8). Pada percobaan oleh
Manohar dan Murthy (2012), daya simpan buah melon berkorelasi nyata dan
positif dengan karakter tebal daging buah (r= 0.54) dan bobot buah (r= 0.26).
PB DB TKB TDB BB
tn
DB 0.20
TKB 0.01 tn 0.39 **
TDB 0.11 tn 0.69 ** 0.31 **
BB 0.53 ** 0.85 ** 0.33 ** 0.63 **
PTT 0.11 tn 0.17 tn -0.27 * -0.06 tn 0.12 tn
Keterangan: * Berkorelasi nyata pada taraf 5% berdasarkan metode Pearson; ** berkorelasi nyata
pada taraf 1% berdasarkan metode Pearson; tn berkorelasi tidak nyata pada taraf 5%
berdasarkan metode Pearson; PB: panjang buah; DB: diameter buah; TKB: tebal
kulit buah; TDB: tebal daging buah; BB: bobot buah; PTT: padatan terlarut total
5.4 Simpulan
Abstrak
Abstract
KNO3 is added, while Eagle, P311, and P34 (IPB Meta 9) showed significant
decrease of TSS. Days to male flowering, days to hermaphrodite flowering, and
fruit weight had relatively high broad sense heritability (repeatability), while days
to harvest, fruit diameter, flesh thickness, rind thickness, and TSS had relatively
medium heritability. Fruit weight had significant positive correlation with fruit
diameter, flesh thickness, and rind thickness. Significant of genotype ×
environmental interactions indicates that KNO3 application is suggested when a
postive-response melon genotypes is planted.
6.1 Pendahuluan
tranport asimilat, dan aktivitas enzim. Defisiensi kalium pada tanaman dapat
mengurangi produksi jumlah daun dan ukuran daun, selanjutnya akan berdampak
pada produksi dan kualitas buah. Sobir dan Siregar (2014) mengemukakan bahwa
salah satu jenis pupuk kalium yang umum digunakan dalam budidaya melon
adalah KNO3
Rengel dan Damon (2008) mengemukakan bahwa genotipe yang berbeda
dapat menunjukkan kemampuan yang berbeda juga dalam proses penyerapan dan
pemanfaatan kalium. Efisiensi penyerapan dan pemanfaatan KNO3 yang berbeda
antar genotipe secara praktis menjadi pertimbangan karena berkaitan dengan biaya
input pupuk. Analisis interaksi genotipe×lingkungan (G×E) dapat dilakukan untuk
mengetahui perbedaan respon antar genotipe terhadap perubahan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh interaksi antara genotipe
melon dengan perlakuan pupuk KNO3 terhadap kerakteristik morfologi dan
kualitas buah melon.
dimana, Yij merupakan respon pengamatan dari perlakuan KNO3 ke-i, genotipe
ke-j, kelompok ke-k; m merupakan nilai tengah umum; Ki merupkan pengaruh
perlakukan KNO3 ke-i; (KB)ik merupakan pengaruh galat petak utama; Gj
merupakan pengaruh genotipe ke-j; (KG)ij merupakan pengaruh interaksi
perlakuan KNO3 ke-i dan genotipe ke-j; Bk merupakan pengaruh kelompok ke-k;
dan eijk merupakan pengaruh galat anak petak.
Persiapan lahan dilakukan melalui tahap pembersihan lahan dari sisa
tanaman dan gulma, pengolahaan tanah serta pembuatan bedengan. Pupuk dasar
yang diberikan berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton ha-1 dan pupuk urea
dengan dosis 250 kg ha-1, SP-36 dosis 250 kg ha-1, dan KCl dosis 250 kg ha-1.
Pemupukan susulan berupa NPK dan perlakuan KNO3 dilakukan setiap minggu
mulai 7–49 HST dengan konsentrasi NPK 5–20 g L-1 dan KNO3 5 g L-1 dan
diberikan sebanyak 200 ml tanaman-1. Pupuk diaplikasikan dalam bentuk larutan
disekitar lubang tanam.
Penanaman bahan tanam diawali dengan pengecambahan benih selama ±
36 jam pada suhu kamar dan dilanjutkan pada persemaian selama 10 hari atau
minimal terdapat tiga daun. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 60 cm × 60
cm sebanyak satu bibit per lubang. Penyulaman bibit di lapang dilakukan hingga
56
Genotipe P25, P29, dan P2 memiliki umur berbunga jantan tercepat (22–
24 HST), sedangkan genotipe P21, P311, IPB Meta 9, dan Eagle memiliki umur
berbunga jantan terlama (25–28 HST) (Tabel 25). Umur berbunga hermaprodit
tercepat terdapat pada genotipe P27, P2, dan P25 (30–33 HST), sedangkan yang
terlama adalah genotipe P21, P311, IPB Meta 9, dan Eagle (34-37 HST). Umur
panen genotipe melon pada percobaan ini adalah 62–66 HST. Genotipe P2, P27,
P29 memiliki umur panen tercepat (62 HST), namun tidak berbeda nyata dengan
P25 dan Eagle (63 HST), P311 dan P21 (64 HST dan 65 HST). Genotipe IPB
Meta 9 memiliki umur panen relatif lama, yaitu 66 HST.
Tabel 25 Nilai tengah terkoreksi untuk umur berbunga jantan, umur berbunga
hermaprodit, umur panen, panjang buah, diameter buah, dan tebal
daging buah pada genotipe melon yang dievaluasi
Umur Umur Tebal
Umur Panjang Diameter
berbunga berbunga daging
Genotipe panen buah buah
jantan hermaprodit buah
(HST) (cm) (cm)
(HST) (HST) (cm)
P2 24 cd 32 ab 62 b 13.9 11.8 a 2.3 a
P21 28 a 36 a 65 ab 11.7 10.6 abc 2.2 abcd
P25 22 d 33 ab 63 ab 12.9 11.8 a 2.3 ab
P27 25 bc 30 b 62 b 12.3 9.8 bc 1.8 cd
P29 23 cd 34 ab 62 b 13.4 9.5 c 1.7 d
P311 27 ab 34 a 64 ab 13.5 10.4 abc 2.6 a
P34 26 abc 34 a 66 a 11.8 9.5 a 1.9 bcd
Eagle 25 abc 34 a 63 ab 13.4 11.4 ab 2.2 abc
Keterangan: HST: hari setelah tanam; nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom
peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey pada taraf 5%
58
Keragaan morfologi dan kualitas buah dalam percobaan ini kurang optimal
akibat adanya serangan penyakit embun bulu (downy mildew) selama percobaan
yang menyebabkan kondisi buah tidak dapat mencapai masak fisiologis. Panjang
buah (11.8–14.0 cm; P>0.05) tidak berbeda nyata antar genotipe yang diamati.
Keragaman genetik melon untuk karakter panjang buah dilaporkan cukup tinggi.
Menurut Robinson dan Decker-Walters (1999); Nuñez-Palenius et al. (2008)
terdapat subsp. melo yang memiliki panjang buah mencapai 150 cm sedangkan,
subsp. agrestis hanya memiliki panjang buah 4 cm. Genotipe P2, P25, dan Eagle
memiliki rata-rata diameter buah terbesar (> 11.0 cm), sedangkan genotipe P29,
P27, P311, dan IPB Meta 9 memiliki diameter buah relatif kecil (9.5–10.4 cm).
Daging buah P311, P2, P25, P21, dan Eagle rata-rata lebih tebal dari genotipe P27,
P29, dan IPB Meta 9 (Tabel 25).
Tebal kulit buah genotipe yang diamati berkisar antara 0.52–0.85 cm.
Meskipun kulit buah yang lebih tipis menandakan edible partion yang lebih besar,
namun kulit yang cukup tebal dan keras diperlukan untuk menjaga kualitas buah
selama transportasi. Genotipe P2 dan P25 (945–1 045 g) memiliki rata-rata bobot
buah yang relatif lebih besar dibandingkan genotipe P29, P27, dan IPB Meta 9
(540–583 g). Rata-rata PTT genotipe IPB Meta 9, P25, P311 (5.0–5.5 oBrix)
relatif lebih tinggi dari P2, P21, P29, dan Eagle (3.5–4.3 oBrix) (Tabel 26).
Rata-rata kandungan TAT genotipe IPB Meta 9 nyata lebih tinggi dari
semua genotipe lainnya, namun rata-rata kandungan vitamin C tidak berbeda
nyata antar genotipe (Tabel 26). Menurut Malik et al. (2014) terdapat keragaman
kadar gula dan TAT antar sub spesies melon yang berbeda. Grup momordica
(subsp. agrestis) memiliki PTT 3.6 oBrix dan TAT 0.31%, sedangkan grup
cantalupensis (subsp. melo) memiliki PTT 11.4 oBrix dengan TAT 0.09%.
Aplikasi K2SO4 juga menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap TAT dan
vitamin C pada buah jeruk ‘Kinnow’ mandarin (0.82% dan 25.79 mg/100 g)
dibandingkan dengan kontrol (0.75% dan 19.53 mg/100 g) (Nasir et al. 2016).
Estimasi nilai tengah terkoreksi untuk total asam tertitrasi dan vitamin C dalam
penelitian ini tidak dapat diperoleh untuk genotipe P2, P29, P311, dan Eagle
karena kurangnya jumlah pengamatan.
Tabel 26 Nilai tengah terkoreksi untuk tebal kulit buah, bobot buah, kadar gula,
total asam tertitrasi, dan vitamin C pada genotipe melon yang
dievaluasi
Padatan Total asam
Tebal kulit Bobot buah Vitamin C
Genotipe terlarut total tertitrasi
buah (cm) (g) (mg/100 g)
(PTT) (oBrix) (TAT) (%)
P2 0.85 a 1035 a 3.5 d – –
P21 0.61 bc 694 cd 3.9 cd 0.13 b 21.45
P25 0.76 ab 941 ab 5.0 abc 0.17 b 23.81
P27 0.57 c 562 d 4.7 abc 0.13 b 20.55
P29 0.52 c 540 d 4.3 bcd – –
P311 0.59 c 730 bcd 5.1 ab – –
IPB Meta 9 0.59 c 583 cd 5.5 a 0.27 a 21.96
Eagle 0.76 ab 809 abc 4.0 bcd – –
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut Tukey pada taraf 5%; – data tidak mencukupi
59
a a a a b b
5 b a
a a
b a a
4
3 K0
K1
2
1
0
Eagle P2 P21 P25 P27 P29 P311 P34
Genotipe melon
0.40
Total asam tertitrasi (TAT) (%)
a
0.30 a
a
a K0
0.20 a a
a a K1
0.10
0.00
P21 P25 P27 P34
Genotipe melon
bobot per buah justru memiliki kecenderungan menurun yaitu, sebesar 169 g pada
penelitian tersebut. Lin et al. (2004) juga melaporkan bahwa aplikasi 240 mg L-1
K2SO4 pada percobaan melon di greenhouse dapat meningkatkan PTT dan
kandungan asam (asam glutamat, asam aspartat, alanin, dan kandungan volatile),
sedangkan perlakuan kalium tersebut tidak menunjukkan peningkatan bobot buah.
Pada tanaman tomat dengan perlakuan kalium dalam bentuk KCl juga
menunjukkan adanya peningkatan terhadap TAT. Kalium memiliki peran utama
terhadap faktor nutrisi buah. Kandungan kalium yang tersedia bagi tanaman akan
mempengaruhi konsentrasi TAT pada buah, karena tanaman juga meningkatkan
produksi asam-asam organik (Wang et al. 2009). Kalium memiliki peran terhadap
proses fotosintesis, akumulasi karbohidrat, dan asam organik yang mendukung
pertumbuhan dan fungsi tanaman (Huang dan Snapp 2009). Asam organik
umumnya ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada tipe melon yang manis
saat buah matang (sweet ripe melon) seperti inodorus, cantalupensis, dan
reticulatus. Tipe melon yang tidak manis saat buah matang (nonsweet ripe melon)
seperti grup flexuosus umumnya memiliki asam organik yang lebih tinggi (Nuñez-
Palenius et al. 2008).
Tabel 27 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas melon
Karakter σ2G σ2G×E σ2e σ2P h2bs (%)
Umur berbunga jantan 3.35 0.66 1.55 5.62 56.56
Umur bebunga hermaprodit 3.49 0.00 3.52 6.57 59.82
Umur panen 2.46 0.00 2.43 5.92 36.37
Panjang buah 0.45 0.00 1.20 3.20 17.98
Diameter buah 0.86 0.00 0.55 2.76 29.79
Tebal daging buah 0.08 0.00 0.04 0.31 25.69
Tebal kulit buah 0.01 0.00 0.01 0.03 29.18
Bobot buah 31469.70 0.00 9819.56 38016.06 82.78
Padatan terlarut total (PTT) 0.23 0.00 0.33 0.24 41.27
Keterangan: σ2G: ragam genotipik; σ2G×E: ragam interaksi G×E; σ2e: ragam galat; σ2P: ragam
fenotipik ; h2bs: nilai heritabilitas arti luas
61
PB DB TDB TKB BB
DB 0.46 tn
TDB 0.43 tn 0.71 *
TKB 0.48 tn 0.94 ** 0.54 tn
BB 0.54 tn 0.96 ** 0.72 * 0.95 **
PTT -0.44 tn -0.44 tn -0.11 tn -0.47 tn -0.41 tn
Keterangan: * berkorelasi nyata pada taraf 5% berdasarkan metode Pearson; ** berkorelasi nyata
pada taraf 1%; tn berkorelasi tidak nyata; PB: panjang buah; DB: diameter buah;
TDB: tebal daging buah; TKB: tebal kulit buah; BB: bobot buah; PTT: padatan
terlarut total.
62
6.4 Simpulan
Abstrak
Abstract
7.1 Pendahuluan
∑
Keparahan penyakit = x 100%
Analisis korelasi linier antar karakter buah melon pada Tabel 29 disajikan
pada masing-masing musim. Pada musim tanam 1, karakter bobot buah memiliki
korelasi positif dan nyata dengan diameter buah (r= 0.91, P<0.01) dan tebal kulit
buah (r= 0.68, P<0.05), sedangkan tebal daging buah berkorelasi dengan tebal
kulit buah (r= 0.67, P<0.05). Pada muism 2, bobot buah memiliki korelasi positif
dan nyata dengan karakter diameter buah (r= 0.96, P<0.01), tebal daging buah (r=
0.71, P<0.05), dan tebal kulit buah (r= 0.95, P<0.01). Karakter diameter buah
memiliki korelasi positif dan nyata dengan tebal daging buah (r= 0.70, P<0.05)
66
dan tebal kulit buah (r= 0.95, P<0.01). Pada kedua musim tersebut, karakter bobot
buah memiliki korelasi yang nyata dan positif dengan karakter diameter buah. Hal
ini sesuai dengan pernyataan José et al. (2005) bahwa bobot buah berkorelasi
nyata dan positif dengan diameter buah pada analisis berdasarkan mid dan best
parent heterosis, masing-masing adalah r= 0.95 dan r= 0.89.
Tingkat keparahan penyakit downy mildew umumnya tidak menunjukkan
korelasi yang nyata dengan karakter-karakter buah pada kedua musim, kecuali
karakter PTT pada musim tanam 1. Hal ini mengindikasikan adanya peluang
pemuliaan melon untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit sekaligus
mendapatkan kualitas buah yang baik.
Tabel 29 Koefisien korelasi linier antar karakter buah melon pada musim tanam
1 (bawah diagonal) dan 2 (atas diagonal)
UBJ UBH UP BB PB DB TDB TKB PTT TKP
tn tn tn tn tn tn tn tn
UBJ 0.49 0.61 -0.35 -0.43 -0.32 0.19 -0.39 -0.01 -0.34 tn
UBH -0.32tn 0.66 tn -0.09 tn -0.22 tn -0.03 tn 0.25 tn -0.18 tn -0.05 tn -0.55 tn
tn tn tn tn tn tn tn tn
UP -0.42 0.18 -0.31 -0.66 -0.30 0.08 -0.33 0.53 -0.87**
BB 0.09 tn -0.37 tn -0.38 tn 0.54 tn 0.96** 0.71* 0.95** -0.41 tn -0.01 tn
PB -0.29 tn -0.31 tn 0.14 tn 0.46 tn 0.46 tn 0.43 tn 0.48 tn -0.39 tn 0.61 tn
DB -0.19 tn -0.15 tn -0.41 tn 0.91** 0.27 tn 0.70* 0.94** -0.44 tn 0.02 tn
tn * tn tn tn tn tn tn
TDB 0.48 -0.83 -0.45 0.67 0.35 0.45 0.54 -0.11 -0.23 tn
TKB -0.31tn -0.72tn 0.04 tn 0.68* 0.46 tn 0.39 tn 0.67* -0.46 tn 0.08 tn
PTT -0.45 tn 0.34 tn 0.36 tn -0.43 tn 0.37 tn -0.42 tn -0.004 tn -0.15 tn -0.52 tn
TKP 0.15 tn -0.44tn 0.31tn -0.47 tn 0.24 tn -0.65 tn 0.22 tn -0.01 tn 0.78*
Keterangan: UBJ: umur berbunga jantan; UBH: umur berbunga hermaprodit; UP: umur panen;
BB: bobot buah; PB: panjang buah; DB: diameter buah; TDB: tebal daging buah;
TKB: tebal kulit buah; PTT: padatan terlarut total; TKP: tingkat keparahan
penyakit; * * berkorelasi nyata pada taraf 5% berdasarkan metode Pearson; **
berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn berkorelasi tidak nyata
Pada musim tanam 1, IPB Meta 9-S hasil penyerbukan sendiri (selfing)
menunjukkan ketahanan terhadap penyakit downy mildew dibandingkan dengan
varietas komersial Eagle. Pada musim tanam 2, IPB Meta 9-OP yang berasal dari
hasil penyerbukan terbuka tetap menunjukkan ketahanan terhadap downy
mildew (39.5%) dibandingkan dengan varietas komersial Eagle (64.5%),
meskipun terdapat perubahan pada karakter warna daging buahnya (Gambar 15).
Keragaan daun IPB Meta 9 ditunjukkan pada Gambar 16a, sebagai
perbandingannya Gambar 16b merupakan genotipe yang peka terhadap downy
mildew. Bagian daun berwarna kuning dan coklat kering pada daun IPB Meta 9
lebih sedikit dibandingkan dengan genopite lain yang peka. Informasi kedua
musim ini menunjukkan adanya potensi genotipe melon IPB Meta 9 sebagai
sumber materi genetik untuk pemuliaan melon ke arah ketahanan terhadap
penyakit downy mildew. Keragaan buah IPB Meta 9 ditunjukkan pada Gambar 17.
Sejalan dengan hal tersebut, Shashikumar et al. (2010) mengemukakan bahwa
nilai heritabilitas arti luas untuk ketahanan terhadap downy mildew tergolong
tinggi, yaitu 0.88 pada percobaan di lapang dan 0.81 pada percobaan di green
house.
67
(a) (b)
Gambar 15 Melon IPB Meta 9-S pada musim tanam 1 (a); Melon IPB Meta 9-
OP pada musim tanam 2
Tabel 30 Tingkat keparahan melon terhadap penyakit downy mildew pada musim
tanam 1 dan 2
Musim tanam 1 Musim tanam 2
Genotipe Keparahan penyakit (%) Genotipe Keparahan penyakit (%)
P5-OP 42.3 b P2-OP 62.6 ab
P21-S 47.3 bc P21-S 45.2 bc
P23-OP 47.0 bc P25-S 48.9 abc
P25-OP 41.2 c P27-OP 67.3 a
P27-S 47.6 bc P29-OP 68.0 a
P29-OP 48.2 b P311-OP 52.8 abc
P311-OP 55.5 a IPB Meta 9-OP 39.5 c
IPB Meta 9-S 32.3 d Eagle-H 64.5 ab
Eagle-H 58.6 a
Keterangan: OP (open pollinated): benih berasal dari penyerbukan terbuka; S (selfing): benih
berasal dari penyerbukan sendiri; H (hibrida): benih F1; Nilai-nilai yang diikuti huruf
yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT
pada taraf 5%
(a) (b)
Gambar 16 Keragaan daun genotipe melon IPB Meta 9 (a); keragaan genotipe
melon lain (b)
68
Umur berbunga jantan tercepat pada musim tanam 1 adalah genotipe P27
(18 HST) dan P29 (18 HST), tetapi tidak berbeda nyata dengan P25 dan P5 (Tabel
32). Pada musim tanam 2, P25 merupakan genotipe yang memiliki umur berbunga
jantan tercepat (21 HST) (Tabel 34). Umur berbunga hermaprodit tercepat pada
musim tanam 1 adalah genotipe Eagle (30 HST), sedangkan pada musim tanam 2
adalah P27 (30 HST); tidak berbeda signifikan dengan genotipe P2. Umur panen
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada musim tanam 1, sedangkan pada
musim tanam 2 genotipe P2 dan P29 (62 HST) menunjukkan umur panen tercepat
dan tidak berbeda signifikan dengan genotipe lain kecuali IPB Meta 9, P311, dan
69
P25. Secara umum genotipe IPB Meta 9 menunjukkan umur berbunga jantan,
hermaprodit, dan panen yang relatif lebih lama dibandingkan dengan genotipe lain.
Tabel 32 Rataan karakter umur berbunga, umur panen, panjang buah, dan
diameter buah melon pada musim tanam 1
Umur
Umur Umur
berbunga Panjang Diameter
Genotipe berbunga panen
hermaprodit buah (cm) buah (cm)
jantan (HST) (HST)
(HST)
Eagle 21 bc 30 d 60 a 11.2 ab 8.3 a
P21 23 b 32 bc 60 a 9.5 b 8.9 a
P23 22 b 33 b 60 a 10.9 ab 8.5 a
P25 20 cd 31 cd 60 a 11.8 a 10.4 a
P27 18 d 33 ab 60 a 10.7 ab 7.9 b
P29 18 d 33 b 60 a 11.1 ab 8.8 a
P5 20 cd 33 b 60 a 10.3 ab 9.4 a
IPB Meta 9 25 a 35 a 57 a 10.1 ab 7.6 a
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Tabel 33 Rataan karakter tebal daging buah, tebal kulit buah, bobot buah, dan
PTT melon pada musim tanam 1
Tebal
Tebal kulit Bobot buah Padatan terlarut
Genotipe daging buah
buah (cm) (g) total (oBrix)
(cm)
Eagle 2.0 ab 0.8 ab 425 a 6.3 a
P21 1.7 abc 0.6 cd 422 a 4.3 b
P23 1.5 bcd 0.6 cd 408 a 4.1 b
P25 2.2 a 0.9 a 776 a 4.6 ab
P27 1.1 cd 0.6 cd 335 a 5.4 ab
P29 1.5 bcd 0.6 cd 461 a 5.1 ab
P5 1.6 abcd 0.7 bc 522 a 4.3 b
IPB Meta 9 1.1 d 0.5 d 329 a 5.6 ab
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Pada musim tanam 1, genotipe P21 (11.8 cm) memiliki rata-rata panjang
buah tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan semua genotipe lain kecuali P21
(Tabel 32). Diameter buah tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar
genotipe. Tebal daging dan kulit buah genotipe P25 adalah 2.2 cm dan 0.9 cm,
tidak berbeda nyata dengan beberapa genotipe lainnya. Pada musim tanam 2,
genotipe P2 menunjukkan rata-rata panjang dan diameter buah tertinggi, yaitu
14.0 cm dan 11.8 cm. Genotipe P311 memiliki daging buah relatif tebal (2.6 cm)
70
tetapi tidak berbeda dengan P2 dan P25. Tebal kulit buah Eagle, P2, P25, dan P27
tidak berbeda nyata.
Tabel 34 Rataan karakter umur berbunga, umur panen, panjang buah, dan
diameter buah melon pada musim tanam 2
Umur Umur
berbunga berbunga Umur panen Panjang Diameter
Genotipe
jantan hermaprodit (HST) buah (cm) buah (cm)
(HST) (HST)
Eagle 25 cd 34 ab 63 bcd 13.4 a 11.5 ab
P2 24 cd 32 bc 62 d 14.0 a 11.8 a
P21 28 a 37 a 65 ab 11.8 a 10.7 bc
P25 21 e 33 b 63 bcd 12.8 a 11.8 a
P27 25 cd 30 c 62 cd 12.3 a 9.8 cd
P29 23 d 34 ab 62 d 13.3 a 9.4 d
P311 27 ab 35 ab 64 bc 13.5 a 10.4 bcd
IPB Meta 9 26 bc 34 ab 66 a 11.8 a 9.5 cd
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Tabel 35 Rataan karakter tebal daging buah, tebal kulit buah, bobot buah, dan
PTT melon pada musim tanam 2
Tebal
Tebal kulit Padatan terlarut
Genotipe daging buah Bobot buah (g)
buah (cm) total (oBrix)
(cm)
Eagle 2.3 b 0.8 a 817 bc 4.0 d
P2 2.3 ab 0.8 a 1045 a 3.5 d
P21 2.2 b 0.6 b 706 cd 4.0 d
P25 2.3 ab 0.8 a 945 ab 4.9 bc
P27 1.8 c 0.6 a 562 de 4.7 bc
P29 1.8 c 0.5 b 541 e 4.2 cd
P311 2.6 a 0.6 b 739 c 5.2 ab
IPB Meta 9 1.9 c 0.6 b 583 de 5.5 a
Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama pada tiap kolom peubah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Bobot buah pada musim tanam 1 tidak berbeda nyata antar genotipe,
sedangkan PTT Eagle (6.3 oBrix) tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya
kecuali genotipe P21, P23, dan P5 (Tabel 33). Pada musim tanam 2, genotipe P2
memiliki bobot buah terbesar yaitu, 1 045 g. IPB Meta 9 memiliki PTT tertinggi,
yaitu 5.5 oBrix tetapi tidak berbeda nyata dengan P311 (Tabel 35). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Malik et al. (2014), melon tipe cantalupensis dan reticulatus
memiliki bobot buah masing-masing 0.72 dan 0.98 kg dengan PTT 11.4 dan 10.5
o
Brix.
71
7.4 Simpulan
8 PEMBAHASAN UMUM
9.1 Simpulan
9.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto A. 2016. Analisis genetik dan pewarisan sifat ketahanan cabai terhadap
infestasi kutudaun melon, Aphis gossypii Glover (Hemiptera: Aphididae)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Demiral MA, Köseoglu AT. 2005. Effect of potassium on yield, fruit quality, and
chemical composition of greenhouse-grown Galia melon. Journal of Plant
Nutrition. 28: 93–100.doi: 10.1081/PLN-200042179.
Dewi SM, Sobir, Syukur M. 2015. Interaksi genotipe x lingkungan hasil dan
komponen hasil 14 genotipe tomat di empat lingkungan dataran rendah. J.
Agron. Indonesia. 43(1): 59–65.
Djè Y, Tahi CG, Zoro AI, Baudoin JP, Bertin P. 2010. Use of ISSR markers to
assess genetic diversity of Africa edible seeded Citrullus lanatus landraces.
Scientia Horticulturae. 124: 159–164.
relationship with USA melon cultivars. Genet Resour Crop Evol. 61: 1189–
1208. doi 10.1007/s10722-014-0101-x.
Mallek-Ayadi S, Bahloul N, Kechaou N. 2016. Characterization phenolic
compounds and functional properties of Cucumis melo L. peels. 221: 1691–
1697. Food Chemistry.
Mallick MFR, Masui M. 1986. Origin, distribution and taxonomy of melons.
Scientia Horticulturae. 28: 251–261.
Manohar SH, Murthy HN. 2012. Estimation of phenotypic divergence in a
collection of Cucumis melo, including shelf-life of fruit. Scientia
Horticulturae 148: 74-82.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.
Metwally EI, Ahmed MEM, Al-Ballat IA, Al-abbasy UK, Konsowa AM. 2015.
Gene action and heritability of fruit yield and it’s components on melon
(Cucumis melo L.). Egypt. J. Plant Breed. 19(3): 37–55.
Mliki A., J.E. Staub, S. Zhangyong, A. Ghorbel. 2001. Genetic diversity in melon
(Cucumis melo L.): An evaluation of African germplasm. Genetic Resources
and Crop Evolution. 48: 587–597.
Mutton LL, Cullis BR, Blakeney AB. 1981. The objective definition of eating
quality in rockmelons (Cucumis melo). J. Sci. Food Agric 32: 385-391.
Naroui Rad MR, Allahdoo M, Fanaei HR. 2010. Study of some yield traits
relationship in melon (Cucumis melo L.) germplasm gene bank of iran by
correlation and factors analysis. Trakia Journal of Science. 8(1): 27–32.
Nasir M, Khan AS, Basra SMA, Malik AU. 2016. Foliar application of moringa
leaf extract, potassium and zinc influence yield and fruit quality of ‘Kinnow’
mandarin. Scientica Horticulturae. 210: 227–235.
Nhi PTP, Akashi Y, Hang TTM, Tanaka K, Aierken Y, Yamamoto T, Nishida H,
Long C, Kato K. 2010. Genetic diversity in Vietnamese melon landraces
revealed by the analyses of morphological traits and nuclear and cytoplasmic
molecular markers. Breeding Science. 60: 255–266.
Ning X, Xiong L, Wang X, Gao X, Zhang Z, Zhong L, Li G. 2014. Genetic
diversity among Chinese Hami melon and its relationship with melon
germplasm of diverse origins revealed by microsatellite markers.
Biochemical Systematics and Ecology. 57: 432–468.
Nuñez-Palenius HG, Gomez-Lim M, Ochoa-Alejo N, Grumet R, Lester G,
Cantliffe DJ. 2008. Melon fruits: genetic diversity, physiology, and
biotechnology features. Biotechnology. 28: 13-55.doi:
10.1080/07388550801891111.
Obando-Ulloa JM, Eduardo I, Monforte AJ, Fernández-Trujillo JP. 2009.
Identification of QTL related to sugar and organic acid compsition in melon
using near-isogenic lines. Scientica Horticulturae. 121: 425–433.
Obando-Ulloa JM, Ruiz J, Monforte AJ, Rernández-Trujillo JP. 2010. Aroma
profile of a collection of near-isogenic lines of melon (Cucumis melo L.).
Food Chemistry. 118:815-822
Oh SH, Lim BS, Hong SJ, Lee SK. 2011. Aroma volatile changes of netted
muskmelon (Cucumis melo L.) fruit during developmental stages. Hort.
Environ. Biotechnol. 52(6): 590-595.
80
LAMPIRAN
Jumlah
No Percobaan Musim tanam Rancangan
genotipe
3 Karakteristik morfologi 1. Januari–Maret 1. 13 genotipe
buah melon pada stadia 2015 2. 56 genotipe
kematangan yang buah 2. Desember 3. 9 genotipe
berbeda 2015–Februari
2016
3. Februari–Mei
2016
4 Analisis interaksi Agustus–Oktober 8 genotipe Rancangan petak
genotipe×lingkungan 2016 terbagi (split plot
(aplikasi kno3) terhadap design); petak utama:
kualitas buah tanpa aplikasi KNO3
(K0) dan dengan
aplikasi KNO3 (K1);
5 Ketahanan genotipe 1. Mei–Juli 2016 1. 8 genotipe anak petak: 7
melon terhadap 2. Agustus– 2. 9 genotipe genotipe uji dan 1
penyakit downy mildew Oktober 2016 varietas pembanding
84
RIWAYAT HIDUP