Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PEDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


INTEGRITAS KULIT/JARINGAN

OLEH
LUH GEDE ARY DARMAWATHI

P07120014040

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT/JARINGAN

A. Masalah Keperawatan

Gangguan integritas kulit atau jaringan

B. Pengertian
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau gangguan (membrane mukosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament). (SDKI. Hal 282)
salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah mempertahankan
intgritas kulit. Intervensi penting untuk menjamin perawatan yang berkualitas tinggi
(Holff,1989) perawat dengan teratur mengobservasi kerusakan atau gangguan integirtas
kulit pada klien. Gangguan integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi, atau
imobilisasi, sehingga menyebabkan terjadinya dekubitus. Dekubitus merupakan nekrotis
jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan
tulang dengan permukaan eksternal dalam jangak waktu lama (National Pressure Ulcer
Advisory Panel/ NPUAP, 1989a,1989b). gangguan ini terjadi pada individu yang berada
di atas kursi atau di atas tempat tidur, seringkali pada inkontinensia, dan mal nutrisi atau
pun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran.
 Pencegahan
Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan klien dan tidka terbatas pada
klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi. Gangguan integritas kulit mungkin tidak
jadi masalah bagi individu yang mengalami imobilitas dan sehat, tetapi bisa menjadi
masalah yang serius dan berpontensi merusak pada klien sakit atay tidak berdaya
(AHCPR,1992)
 Klasifikasi Ulkus Tekan
Salah satu metode pengkajian ulkus tekan adalah penggunaan system tahap. System
tahap pada ulkus tekan di dasarkan pada dalamnya jaringan yang rusak. National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUPAP, 2007a) telah menyatakan system
klasifikasi empat tahap.
1. Tahap 1 : Kulit utuh, tidak ada kemerahan pad area yang terlokalisasi, biasanya
di atas permukaan kulit. Kulit dengan pigementasi yang gelap mungkin tidak
memiliki pucat yang dapat dilihat; warnanya dapat berbeda dari area di
sekitarnya
2. Tahap 2 : Kehilangan kulit sebagian. Meliputi epidermis, dermis, atau
keduanya. Ulkus ini superfisal dan tampak secara klinis sebagai abrasi,
melepuh, atau membentuk kawah yang dalam.
3. Tahap 3 : Kehilangan jaringan kulit seluruhnya. Lemak subkutaneus tampak;
tetapi tulang, tendon, dan otot tidak tampak. Cekung (slough) dapat tampak,
tetapi tidak jelas dalamnya jaringan yang hilang. Dapat emliputi lubang dan
Lorong
4. Tahap 4 : Kehilangan seluruh jaringan dengan tulang, tendon, atau otot tampak.
Cekungan atau bekas luka tampak pada beberapa bagian luka. Dapat meliputi
lubang dan Lorong.
 Decubitus
Decubitus dan ulkus decubitus merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkangangguan integritas kulit. Klien yang sakit mengalami penurunan
mobilisasi, gangguan fungsi neurologi, penurunan presepsi sensorik, ataupun penurunan
sirkulasi beresiko terjadi decubitus. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta
membuang sisa metabolism melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini
akan mempengaruhi metabolism sel dan fungsinya serta kehidupan dari sel dengan cara
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan, yang menyebabkan iskemia jaringan.
Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara local atau penurunan aliran darah akibat
obstruksi mekanika (Pires dan Muller, 1991). Setelah periode iskemia, kulit yang terang
mengalami satu atau dua perubahan hiperemi. Hiperemi reaktif normal (kemeraha)
merupakan efek vasodilatasi local yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan
aliran darah pad ajringan di bawahnya. Kelainan hyperemia reaktif dapat hilang dalam
waktu antara lebih dari 1jam hingga 2 minggu setalah tekanan dihilangkan (Pires dan
Muller, 1991)
 Pengkajian Resiko
Empat instrument yang digunakan mengkaji resiko terjadinya decubitus dapat segra
mengidentifikasikan klien beresiko tinggi.
1. Skala Norton
Sekala tersebut mnenilai lima faktor resiko : kondisi mental, aktifitas,
mobilisasi, dan ikonentinesia. Total nilai berada di anatara 5 sampai 20, total
nilai terendah mengidentifikasikan resiko tinggi trjadi decubitus. Saat ini nilai
16 dianggap sebagai nilai yang beresiko (Norton, 1989)
2. Skala Gosnell
Sekala Gosnell yang asli dikembangkan dari penelitian pada 30 klien dengan
perawatan rumah. Skala tersebut menilai lima faktor status mental, kontinensia,
mobilisasi dan nutrisi. Total nilai berda dalam rentang 5 sampai 20 dimana total
nilai tinggi mengidentifikasikan resiko decubitus (Gosnell, 1987,1989a,1989b)
3. Skala kronol
Alat pengkajian kronol yang dikembangkan berdasrkan faktor resiko klien yang
berada di ruang perawatan akut rumah sakit besar. Delapan faktor resiko
meliputi status kesehatan umum, status mental, aktivitas, mobilisasi,
inkonensia, asupan nutrisi melalui oral, asupan cairan melalui oral, dan
penyakit yang menjadi faktor predisposisi. Total nilai berada dari rentang 0
sampai 33; total nilai tinggi menunjukkan resiko tinggi terjadi decubitus. Nilai
risiko berada pada nilai 12 atau lebih.
4. Skala Braden
Skala Braden dikembangkan berdasrkan faktor risiki pada populasi perawatan
di rumah (Bergstrom dkk, 1987). Skala Breden terdiri dari 6 subskala, yaitu :
presepsi sensoris, kelembaban, aktivitas, mobilisasi, nutrisi, friksi dan gesekan.
Nilai total berada pada rentang dari 6 sampai 23; total nilai rendah
menunnjukkan risiko tinggi terjadi decubitus (Braden dan bergstrom, 1989)
 Faktor Resiko Dekubitus
Berabagi faktor dapat menjadi predisposisi terjadi decubitus pada klien.
1. Gangguan input sensorik
2. Gangguan fungsi motorik
3. Perubahan tingkat kesadaran
4. Gips,traksi, alat ototik, dan peralatan lain.
 Pengkajian Resiko Dekubitus
1. Identifikasi resiko terjadinya decubitus pada klien
2. Kaji kondisi kulit di sekitar daerah yang mengalami penekanan
3. Kaji daerah tubuh klien yang berpontensi mengalami tekanan
4. Observasi posisi yang lebih disukai klien saat berada di atas tempat tidur atau
kursi
5. Observasi mobilisasi dan kemampuan klien untuk melakukan dan membantu
dalam mengubah posisi.
6. Tentukan nilai resiko
7. Pantau lamanya waktu daerah kemrahan
8. Dapatkan pengkajian nutrisi, yang meliputu jumlah serum albumin, jumlah
protein total, jumlah hemoglobin dan presentasi berat badan ideal
9. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang resiko decubitus
10. Catat hasil pengkajian.

Beberapa prinsip perawatan luka secara local meliputi debridemen, pembersihan, dan
pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik atau esker atau telah menunjukkan
tanda-tanda mengelupas harus dilakukan debridemen. Eskar adalah borok atau kulit kering
akibat kematian kulit. Pengelupasan adalah lepasnya jaringan yang mati akibat ulserasi
kulit.

Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga jaringan sehat dapat


bergenarasi. Pembungan jaringan nekrotik diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang
menjadi sumber infeksi, agar lebuh mudah melihat bagian dasar luka sehingga dapat
menentukan tahapan ulkus secara akurat, dan memberikan dasar yang bersih yang
diperlukan untuk proses penyembuhan (Rodeheaver dkk,1994).

Penyembuhan luka karenan lingkungan lembab mempoengaruhi kecepatan epiteliasasi dan


pembentukan jumlah skar. Lingkungan pemnyembuhan luka yang lembab memberi
kondisi optimum untuk mempercepat proses penyembuhan. Winter (1962) menemukan
bahwa pada saat epidermis hilang, maka luka terbuka dapat menjadi kering, desikasi, dan
dehidrasi. Kemudian sel epidermal pidah ke bawah kulit kering atau borok dan ke atas
jaringan fibrosa yang akan menimbulkan “jalur resistensi terendah”. Karena perubahan rute
sel epidermal kurang efisien dan dapat meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan sel
untuk berlangsung lebih lama.

Setalah decubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai bagian besar granula
bersih, maka tujuan perawatan luka local selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang
tepat untuk penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan
granulasi baru. Luka harus dibersihkan dan balutan harus diganti secara rutin
(AHCPR,1994). Dekubitus harus dibersihkan hanya dengan menggunakan cairan luka
seperti normal saline atau beberapa cairan pemberish luka komersial yang tidak merusak
atau mematikan sel (sitotoksik), seperti fibroblast dan jaringan yang sedang mengalami
proses penyembuhan (AHCPR, 1994). Selian menggunakan jenis cairan yang benar,
tekanan irigasi yang cukup juga diperlukan untuk membersihkan decubitus tanpa
menimbulkan trauma pada bagian dasar luka (Barr, 1995). Selanjutnya decubitus yang
telah dibersihkan perlu di balut. Tujuan balutan adalah untuk melindungi decubitus,
mempertahannkan lingkungan lembab selama penyembuhan, dan mencegah maserasi di
sekitar kulit luka.

C. Gejala dan Tanda


a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1). (tidak tersedia)

Objektif

1). Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

b. Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. (tidak tersedia)
Objektif

1. Nyeri
2. Pendarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
D. Pohon Masalah

Imobilisasi

Faktor mekanis ( mis.


Penurunan imobilisasi Penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan)

Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit

Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
- GDS
2. Urine
F. Penatalaksanaan Medis
1. Perawatan luka decubitus
2. Menggunaka alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit di jaga jangan sampai
kotor akrena urin dan feses.
3. Terapi obat
4. Terapi diet
G. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, status, agama, suku
bangsa, pedidikan, pekerjaan serta tanggal masuk rumah sakit. Identitas penangguang
jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, status, agama, suku bangsa,
Pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien.

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
2) Alasan masuk Rumah Sakit
3) Kronologi keluhan
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

H. Daftar Masalah Keperawatan

Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


 Definisi : Kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis)atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament)
 Penyebab
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilisasi
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrim
7. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati
12. Perubahan pigamentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi intgritas
jaringan
 Kondisi Klinis Terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan Rencana Tidakan
NO Keperawatan
Keperawatan (NOC) (NIC)
(NANDA)
Gangguan integritas Setelah dilakukan tidakan 1. Monitor kondisi
keperawatan ….. x 24 jam kulit (pasien).
kulit/jaringan
diharapkan masalah 2. Gunakan alat
beruhubungan dengan keperawatan dapat teratasi ditempat tidur
dengan kriteria hasil : yang
penurunan mibilitas dan
melindungi
kelembaban dibuktikan 1. Cairan (luka) yang pasien
berbau busuk 3. Jelaskan alasan
dengan kerusakan
berkurang diperlukannya
jaringan dan/atau lapisan 2. Asupan gizi dan tirah baring.
cairan noramal 4. Catat perubahan
kulit
3. Lubang pada luka evolusi ulkus
mengecil yang diamati
5. Oleskan obat
topical
(sitostatik,
antibiotic,
analgetik)
seperti yang
diminta
6. Gunakan
balutan berdaya
serap tinggi
pada kasus
dengan cairan
(luka) yang
sangat banyak
7. Dorong pasien
dan keluarga
untuk berperan
aktif dalam
perawatan dan
rehabilitasi,
sejauh
mungkin.
8. Monitor
tekanan darah,
nadi, suhu, dan
status
pernafasan
dengan tepat
9. Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban.
Referensi

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Potter & Perry. 2014. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3. Jakarta :Salemba Medika
Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.

Docterman dan Bullechek. 2004. Nursing Invention classifications (NIC) Edition 4. United States
Of America: Mosby Elseveir Academic Press.
Mass, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2004. Nursing Out Comes (NOC). United States Of
America: Mosby Elseverir Acadamic Press
Potter & Perry. 2014. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3. Jakarta :Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai