Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Daur Hidup
(Life Cycle Assessment) pada Produksi Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT
Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
cantuman dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daur hidup produk bioetanol melalui
identifikasi inventory, analisis potensi dampak lingkungan yaitu GRK, asidifikasi dan
eutrofikasi dan memberikan alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak
lingkungan dan peningkatan efisiensi. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Life
Cycle Assessment (LCA), terdiri dari goal and scoping, inventory analysis, impact
assessment dan interpretation. Hasil perhitungan menunjukkan pada tahun 2012-2017
terdapat emisi GRK sebesar 200.11 - 230.65 ton CO2 (eq) / ton molase yang dihitung
dari kategori dampak CO2, N2O, dan CH4, emisi asidifikasi sebesar 0.1403 - 0.1522
ton SO2 (eq) / ton molase yang dihitung dari kategori dampak SO2, NOx dan NH3, emisi
sebesar 0.009095 - 0.0105 ton PO43- (eq) / ton molase yang dihitung dari kategori
dampak NOx, PO43- dan NH3. Interpretasi penurunan dampak emisi dapat dilakukan
dengan (1) Meningkatan efisiensi pembakaran batubara dapat menurunkan emisi GRK
2.5%, (2) Substitusi bahan bakar menggunakan bituminous coal dapat menurunkan
emisi GRK 99%, (3) Menggunakan teknik penangkapan CO2 dapat menurunkan emisi
GRK sebesar 65.3%, (4) Penggunaan pupuk urea secara optimum dapat menurunkan
emisi GRK 44%, asidifikasi 45% dan eutrofikasi 43%, penggunaan pupuk NPK
secara optimum menurunkan emisi GRK 48%, asidifikasi 51%, dan eutrofikasi 49%,
(5) Penghematan penggunaan listrik pada Stasiun peragian dapat menurunkan emisi
GRK 6.52%, asidifikasi 6.4%, eutrofikasi 4.35% (6) Substitusi penggunaan solar
dengan natural gas dapat menurunkan emisi GRK sebesar 26%
Kata kunci : asidifikasi, bioetanol, eutrofikasi, LCA, GRK
ABSTRACT
The purpose of this research was analyzed life cycle of bioethanol product
through inventory identification, analyzed of environmental impact potential is GHG,
acidification and eutrophication and provided alternative improvement in effort of
decreased environmental impact and efficiency improvement. The research did based
of Life Cycle Assessment (LCA) method, consist of goal and scoping, inventory
analysis, impact assessment and interpretation. The result show at 2012 – 2017, GHG
emissions amount 200.11 to 230.6 ton CO2(eq)/ton molase which is calculated from the
impact categories of CO2, N2O, and CH4, acidification emissions amount 0.1403 to
0.1522 ton SO2(eq)/ton molase which is calculated from the impact categories of SO2,
NOx and NH3, eutrophication emissions amount 0.009095 to 0.0105 ton PO43-(eq)/ton
molase which is calculated from the impact categories NOx, PO43- and NH3.
Interpretation reduce environmental impacts by (1) Increase coal combustion
efficiency can reduce GHG emissions 2.5%, (2) Fuel substitution using Bituminous
coal and natural gas can reduces GHG emissions 99.99%, (3) Using CO2 capture
techniques can reduce GHG emissions 65.3%, (4) Use of urea fertilizer with optimally
can reduce GHG emission 44%, acidification 45%, and eutrophication 43%,use pf
NPK fertilizer with optimally can reduce GHG emission 48%, acidification 51%, and
eutrophication 49%, (5) Electricity saving at Station of Fermentation can reduce
GHG emissions 6.52%, acidification 6.4%, and euthropication 4.35%, (6) Substitution
of diesel with natural gas can reduce GHG emissions 26%.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui
Pembimbing Skripsi
Dr Ir Andes Ismayana, MT
Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya tulis yang berjudul Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) pada
Produksi Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT Madubaru PG-PS Madukismo
Yogyakarta) dapat diselesaikan.
Terimakasih kepada Dr Ir Andes Ismayana MT selaku dosen pembimbing.
Terimakasih kepada Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Sapta Raharja, DEA
selaku dosen penguji. Terimakasih kepada kedua orang tua saya dan kakak-kakak atas
doa dan dukungannya. Terimakasih kepada Bapak Suhadi, Bapak Heri dan staff PT
Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta atas bantuan dan bimbingannya.
Terimakasih juga kepada rekan-rekan TIN 51 atas doa dan dukungannya. Terimakasih
kepada kakak tingkat TIN 50 Kak Pratiwi dan Kak Ajeng. Terimakasih kepada
sahabat-sahabat saya selama empat tahun di IPB, Nabila, Eka, Desmus, Ayuni,
Shabrina, Frenky, Oriza, Fajar, Ifdholy dan sahabat saya yang ada di Malang, Bangkit
Ilham Maulana. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perhitungan ton CO2 (eq), SO2 (eq), dan PO43-(eq) dari listrik 35
2. Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar solar 35
3. Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar solar 36
4. Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar batubara 36
5. Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar batubara 37
6. Perhitungan ton CO2 (eq) dari limbah cair 37
7. Perhitungan ton PO43-(eq) dari limbah cair 37
8. Perhitungan ton CO2 (eq) dari residu 37
9. Perhitungan ton SO2 (eq) dari residu 38
10. Perhitungan ton CO2 (eq) dari pupuk urea 38
11. Perhitungan ton CO2 (eq) dari pupuk NPK 38
12. Perhitungan ton SO2 (eq) dari pupuk urea 38
13. Perhitungan ton SO2 (eq) dari pupuk NPK 39
14. Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk urea 39
15. Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk NPK 39
16. Perhitungan ton SO2 (eq) dan ton PO43-(eq) dari pupuk urea 39
17. Perhitungan penghematan pada Interpretation 40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis daur hidup produk bioetanol dengan
metode LCA melalui:
1. Identifikasi data inventory proses produksi bioetanol dari molase.
2. Analisis potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul yaitu gas rumah kaca
(GRK), asidifikasi dan eutrofikasi pada produksi bioetanol dari molase.
3. Memberikan alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak lingkungan dan
peningkatan efisiensi pada produksi bioetanol dari molase.
Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai dampak
lingkungan produksi bioetanol dari molase dan mengetahui kuantitas dampak
lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak emisi atau limbah terhadap
lingkungan berdasarkan perhitungan analisis inventory, meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku dan energi, mengoptimalkan output, dan merekomendasikan
alternatif perbaikan berdasarkan metode LCA.
Molase adalah hasil samping industri gula yang tidak mengandung sukrosa yang
dapat dikristalkan. Molase berwarna coklat dan berbentuk cairan. Molase selain dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas, juga dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan bioetanol. Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian bahan–bahan
karbohidrat atau yang mengandung glukosa. Mikroba yang biasa digunakan untuk
pembentukan bioetanol dari glukosa adalah Saccharomyces cerevisiae . Proses
fermentasi meliputi dua tahap yaitu tahap pengembangan yeast yang berlangsung
aerob dan tahap fermentasi yang berlangsung secara anaerob (Winjaya et al 2011).
Tahap pengembangan yeast perlu diketahui tentang kondisi yang baik untuk
perkembangan yeast yaitu konsentrasi gula, pH, aerasi, suhu, dan waktu. Konsentrasi
gula yang baik untuk pertumbuhan yeast adalah 12-18 persen. Bila konsentrasi gula
lebih besar dari 18 persen maka dapat menghambat pertumbuhan yeast, akibatnya
kadar alkohol yang diperoleh akan rendah. Bila konsentrasi gula kurang dari 12 persen
maka pertumbuhan yeast akan lambat. pH optimal untuk pertumbuhan yeast adalah
4.5 sampai 5.5. Hal ini memberikan suasana yang baik untuk pertumbuhan yeast, tetapi
3
evaluasi, dan analisis terhadap usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk perbaikan
(ISO 14040 2006).
Ada empat pilihan utama untuk menentukan batas-batas sistem yang digunakan
berdasarkan standard ISO 14040 didalam sebuah studi LCA: (1) Cradle to grave:
termasuk bahan dan rantai produksi energi semua proses dari ekstraksi bahan baku
melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir dalam siklus
hidupnya. (2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui
tahap produksi (proses dalam pabrik), digunakan untuk menentukan dampak
lingkungan dari suatu produksi sebuah produk. (3) Gate to grave: meliputi proses dari
penggunaan pasca produksi sampai pada akhir-fase kehidupan siklus hidupnya,
digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah
meninggalkan pabrik. (4) Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja,
digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses
(GaBi 2011).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Maret 2018,
bertempat di PT Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta.
Metode Penelitian
Inventory Analysis
Jenis dan jumlah input
Jenis dan jumlah energi
Jenis dan jumlah output
Impact assessment
Inventory analysis
Inventory analysis merupakan bagian dari LCA yang berisi satu set data aliran
bahan dan energi dari daur hidup bioetanol. Dalam penelitian ini, data yang digunakan
berasal dari data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan selama 6 tahun dan
publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya. Data inventory
diperoleh juga melalui observasi lapang dan wawancara. Data inventory digunakan
untuk melakukan perhitungan didalam analisis dampak LCA.
Impact assessment
Analisis dampak dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang
dihasilkan berdasarkan hasil analisis inventori. Perhitungan analisis dampak
dikelompokkan berdasarkan dampak emisi yaitu gas rumah kaca (GRK), asidifikasi
dan eutrofikasi. Dampak terhadap GRK yang dihasilkan di pabrik bioetanol dianalisis
berdasarkan kandungan CO2, N2O, dan CH4 yang dikonversi menjadi CO2 (eq).
Dampak terhadap asidifikasi dianalisis berdasarkan kandungan SO2, NOx, dan NH3
yang dikonversi menjadi SO2(eq). Dampak terhadap eutrofikasi berdasarkan kandungan
NH3, NOx dan PO43- yang dikonversi menjadi PO43-(eq) .
1. Gas Rumah Kaca (GRK)
Perhitungan emisi GRK dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan
emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
persamaannya dijelaskan sebagai berikut:
Emisi CO2 (solar) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (74100 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CO2 (batubara) = QF × NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (kg)
NK : nilai kalor (0.000022 TJ/kg)
FE : faktor emisi (97500 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CO2 (listrik) = QL × FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (MWh)
FE : faktor emisi (0.851 ton CO2/MWh) (RUPTL (PLN) 2016)
Emisi CH4 (solar) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (3 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CH4 (limbah cair) = VLC × C × FE
Keterangan:
VLC : volume limbah cair (l)
C : nilai COD (mg/l)
6
2. Asidifikasi
Emisi yang dapat menyebabkan asidifikasi di pabrik bioetanol adalah SO2, NOx,
dan NH3. Sumber emisi penyebab asidifikasi yang mengandung SO2 berasal dari
penggunaan batubara, solar, dan listrik. Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari solar
menurut Madanhire dan Mbohwa (2016) dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
Emisi SO2 (solar) = QF x NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor (0.00004 TJ/kg)
FE : faktor emisi (1 kg SO2 (eq) /TJ) (Madanhire dan Mbohwa 2016)
Emisi SO2 (listrik) = QL x FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (kWh)
FE : faktor emisi (8.1 gr SO2/kWh) (Putt dan Bhatia 2002)
7
3. Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan fenomena yang dapat mempengaruhi ekosistem darat
serta air. Nitrogen dan fosfor merupakan dua nutrisi yang banyak terlibat dalam
eutrofikasi. Sumber emisi atau limbah penyebab eutrofikasi di pabrik bioetanol adalah
NH3, NOx dan PO43- (IPCC 2002). Penggunaan pupuk dalam proses pemasakan molase
menghasilkan dampak terhadap eutrofikasi. Sumber emisi yang menyebabkan
eutrofikasi di antaranya yaitu pupuk urea, pupuk NPK, listrik, residu, dan limbah cair.
Perhitungan dampak eutrofikasi dari emisi NH3 yang berasal dari penggunaan pupuk
urea berdasarkan EEA (2006) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NH3 (urea) = QU x N x FE
8
Keterangan:
QU : konsumsi pupuk urea (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.1 kg NH3/kg N) (EEA 2006)
Perhitungan emisi PO43- yang berasal dari penggunaan pupuk menurut Renouf
et al (2008) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi PO43- (pupuk) = QP x P x FE
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
P : kandungan P (15 %)
FE : faktor emisi (0.128 kg PO43-/kg pupuk) (Renouf et al 2008)
3-
Perhitungan emisi PO4 yang berasal dari limbah cair yang dihasilkan menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi PO43- (limbah cair) = QL x C x FE
Keterangan:
QL : volume limbah cair (liter)
C : nilai COD (mg/liter)
FE : faktor emisi (0.022 kg PO43-/kg COD) (IPCC 2006)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan pupuk menurut EEA
(2013) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (pupuk) = QP x N x FE
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
N : kandungan N pada pupuk (%)
FE : kaktor emisi (0.005 kg NOx/kg pupuk) (EEA 2013)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan listrik menurut Putt dan
Bhatia (2002) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (listrik) = QL x FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (kWh)
FE : faktor emisi (4.17 gr NOx /kWh) (Putt dan Bhatia 2002)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari residu menurut IPCC (2006) dapat
diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (residu) = QR x N x FE
Keterangan:
QR : residu molase yang dihasilkan (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.005 kg NOx /kg residu) (IPCC 2006)
Analisis dampak terhadap eutrofikasi yang berasal dari NH3 dan NOx dikonversi
menjadi PO43-(eq). Menurut Heijungs et al (1992) nilai konversi menjadi PO43-(eq) dapat
diperoleh melalui persamaan berikut ini :
1 kg NOx = 0.13 kg PO43-(eq)
1 kg NH3 = 0.35 kg PO43-(eq)
1 kg PO43-(eq) = 1 kg PO43-(eq)
9
Intrepretation
Tahap ini dilakukan interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap dampak
lingkungan dalam upaya untuk perbaikan dan mengurangi dampak terhadap
lingkungan. Berdasarkan evaluasi terhadap analisis dampak yang dilakukan kemudian
diidentifikasi tahapan proses yang memberikan dampak yang siginifikan terhadap
pencemaran lingkungan. Setelah diketahui tahapan proses tersebut kemudian
dianalisis dengan beberapa alternatif untuk melihat perubahan dampak lingkungan
yang terjadi dan manfaat yang diperoleh dari hasil LCA di pabrik bioetanol. Alternatif
perbaikan yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yaitu
perbaikan proses dan daur ulang. Perbaikan proses yang dilakukan yaitu dengan
melakukan perhitungan untuk upaya perbaikan selama daur hidup bioetanol. Upaya
perbaikan proses diharapkan selain dapat mengurangi dampak lingkungan terhadap
GRK, asidifikasi dan eutrofikasi juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja di PS
Madukismo.
Pengolahan dan Penyajian Data
Deskripsi Proses
2. Peragian
Tangki peragian utama terdiri dari 10 buah tangki vertikal dengan kapasitas
masing-masing 75000 liter.Tidak diberi udara lagi karena yeast tidak lagi
dikembangkan, tetapi hanya melakukan peragian. Pengendapan kotoran yang ada
didalam adonan dipercepat dengan super floc untuk mencegah terjadinya kerak pada
kolom distilasi. Penambahan TRO (Turkey Red Oil) digunakan untuk mengatasi buih
yang terjadi. Pemberian TRO dilakukan di awal masa fermentasi, sedangkan
10
penambahan super floc di akhir fermentasi. Residu hasil fermentasi disaring pada Unit
Pengolahan Limbah kemudian dibuang.
3. Penyulingan
Proses penyulingan atau distilasi adalah salah satu cara untuk memisahkan
campuran melalui perbedaan titik didihnya. Alat distilasi yang digunakan yaitu dua
kolom kasar (maische kolom) 16 plate, satu kolom teknis (voorlop kolom) 45 plate,
satu kolom pemurnian (rektifiser kolom) 63 plate, dan satu kolom terakhir (nachlop
kolom) 63 plate. Pemanasan menggunakan steam bersuhu 120 sampai 140o C dan
bertekanan 3 bar. Steam dimasukkan melalui bagian bawah kolom sedangkam cairan
hasil fermentasi (beslag) mengalir dari atas.
a. Maische kolom
Terjadi pemisahan bioetanol dalam beslag, dimana diperoleh hasil bawah berupa
vinasse yang kemudian dikirim ke Unit Pengolahan limbah, serta hasil atas berupa
bioetanol muda dengan kadar sekitar 45 persen yang keluar pada suhu 90o C.
Selanjutnya diembunkan melalui voorwarmer dan kondensor kemudian dimasukkan
kedalam voorlop kolom.
b. Voorlop kolom
Diperoleh hasil atas berupa bioetanol teknis kurang lebih 94 persen dengan kadar
aldehid yang cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk bioetanol prima. Selanjutnya
didinginkan dengan kondensor dan pendingin kemudian ditampung dalam tangki
penimbun sementara, sedangkan hasil bawah berupa bioetanol dengan kadar kurang
lebih 30 persen bebas aldehid dimasukkan ke dalam rektifiser kolom.
c. Rektifiser kolom
Hasil atas berupa bioetanol prima lebih dari atau sama dengan 95% yang
kemudian dilewatkan kondensor dan didinginkan untuk ditampung dalam tangki
penimbun. Hasil bawah berupa lutherwasser kemudian dibuang ke sungai. Terdapat
pula hasil samping berupa alkohol dengan kadar 55 persen yang mengandung minyak
fusel yang kemudian dikirim ke nachlop kolom.
d. Nachlop kolom
Hasil atas berupa bioetanol prima dengan kadar sekitar 95 persen yang kemudian
diembunkan dalam kondensor dan didinginkan untuk kemudian ditampung dalam
tangki penimbun sementara. Hasil bawah berupa lutherwasser dan hasil samping
berupa minyak fusel.
4. Transportasi
Kegiatan transportasi dilakukan oleh distributor dan supplier. Distributor
bioetanol mendistribusikan bioetanol ke beberapa daerah seperti Yogyakarta, Tegal,
dan Tangerang, sedangkan bahan tambahan disuplai dari Yogyakartaa, Semarang, dan
Surabaya. Kegiatan transportasi dilakukan menggunakan truk. Truk pendistribusian
bioetanol dilengkapi dengan segel yang hanya boleh dibuka oleh pihak Bea dan Cukai
yang telah ditempatkan di masing-masing pabrik yang memproduksi maupun
membutuhkan bioetanol. Perhitungan kebutuhan jumlah solar memperhatikan keadaan
truk loading dan unloading berdasarkan IPCC (2016) yang menyebutkan bahwa
11
konversi untuk truk loading yaitu 0.49 km/liter, sedangkan untuk truk unloading yaitu
0.25 km/liter.
Proses pembuatan bioetanol dari molase dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
Molase
Pupuk urea
Pupuk NPK Air pencuci tangki
Asam sulfat
Air pengenceran
Pemasakan
Pengelolaan Limbah
Limbah yang dihasilkan oleh PS Madukismo berupa limbah padat, limbah cair
dan limbah gas. Limbah padat berupa residu hasil samping fermentasi, abu batubara,
dan pembungkus. Limbah cair berupa vinasse, air bekas pencuci tangki, minyak fusel,
air pendingin, luther wasser, dan air bekas kegiatan umum. Limbah gas berupa gas
CO2 hasil fermentasi dan asap pembakaran dari stasiun boiler. Limbah cair yang
dihasilkan oleh PS Madukismo diolah dalam Sewage Treatment Plant (STP) PS
Madukismo. Limbah cair dibagi menjadi dua yaitu limbah cair yang langsung dibuang
ke sungai meliputi luther wasser, air pendingin tangki, air bekas kegiatan umum,
12
minyak fusel, dan air bekas pencuci tangki, sedangkan limbah cair yang diolah terlebih
dahulu di Unit Pengolahan Limbah yaitu vinasse yang diolah menjadi pupuk organik.
diperlukan. Setelah itu vinasse dan tangki inokulasi mikroba dialirkan ke dalam tangki
tera untuk proses fermentasi. Setelah fermentasi selesai pupuk disimpan didalam
tangki penyimpanan untuk didistribusikan ke beberapa lokasi.
Daur hidup bioetanol dalam penelitian ini meliputi kegiatan pabrikasi bioetanol
dan transportasi. Bahan baku yang digunakan PS Madukismo dalam pembuatan
bioetanol yaitu molase. Pemenuhan bahan baku berasal dari hasil samping produksi
gula oleh PG Madukismo. Molase merupakan hasil samping dari industri pengolahan
gula yang masih mengandung gula cukup tinggi. Kandungan gula molase berkisar
antara 48 – 55 %, sehingga cukup potensial untuk pembuatan bioetanol. Fermentasi
adalah suatu proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun
oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba. Salah satu jenis mikroba yang produktif
dan sering digunakan untuk fermentasi yaitu Saccharomyces cerevisiae. Proses
fermentasi akan mendegradasi glukosa menjadi bioetanol dan CO2 melalui suatu jalur
metabolisme yang disebut glikolisis (Prescott dan Dunn 1959). Tabel data kegiatan
produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 – 2017 dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini :
Tabel 2 Data produksi bioetanol tahun 2012 - 2017
Tahun
Data Satuan
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pemakaian molase ton 205.21 172.67 227.87 216.1 180.72 123.15
Produksi bioetanol m3 5408 4609 5906 5678 4623 3333
Hari produksi hari 233 203 265 256 204 133
Rendemen % 26.35 26.69 25.92 26.28 25.58 27.07
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2012 – 2017)
Bahan bakar :
Tabel 3 menunjukkan bahwa molase yang digunakan dari 2012 sampai 2017
naik turun setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi permintaan konsumen yang naik turun
juga. Bioetanol merupakan produk utama yang dihasilkan dari kegiatan fermentasi
molase, selain bioetanol juga dihasilkan emisi atau limbah yang disebabkan oleh
penggunaan pupuk urea, pupuk NPK, listrik, batubara, dan solar. Emisi atau limbah
tersebut berupa vinasse, luther wasser, minyak fusel, air bekas pencuci tangki, air
pendingin, air bekas kegiatan umum, residu, gas hasil samping fermentasi berupa CO2
dan asap pembakaran batubara. Output yang dihasilkan dari proses produksi bioetanol
berasal dari data sekunder dan perhitungan dari literatur. Data output yang dihasilkan
dari proses produksi bioetanol di PS Madukismo dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 Data output produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 – 2017
Tahun
Output Satuan
2012 2013 2014 2015 2016 2017
3
Bioetanol m 5408 4609 5906 5678 4623 3333
Minyak fussel m3 148.54 129.41 168.94 163.2 130.05 84.79
Vinnase m3 43804 38164 49820 48128 38352 25004*)
Air bekas
m3 3495 3045 3975 3840 3060 1995
pencucian
Luther wasser m3 5707 4337 9435 8824 4516 1807
Air pendingin m3 32492 29202 33735 32998 29178 19940
Air bekas
m3 1670 1197 2174 1983 1213 1011
kegiatan umum
Residu ton 0.3495 0.3045 0.3975 0.384 0.306 0.1995
Gas CO2 ton 95.6 80.46 106.19 100.7 84.2 57.39
Abu batubara ton 2208.84 1873.69 2787.8 2503.68 1723.8 1013.46
Pupuk organik m3 - - - - - 24931.42
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2012 – 2017)
*) Diolah menjadi pupuk organiks
Tabel 4 menunjukkan jumlah output dan hasil samping selama enam tahun dari
tahun 2012 sampai 2017 yang dihasilkan oleh PS Madukismo. Output yang dihasilkan
yaitu bioetanol. Namun terdapat output lain yang dihasilkan oleh Unit Pengolahan
Limbah yaitu pupuk organik dari fermentasi vinasse. Pembuatan pupuk organik di PS
Madukismo mulai diaplikasikan bulan Mei 2017. Bulan Januari sampai April 2017
dilakukan percobaan (trial). Data volume pupuk organik yang dihasilkan di PS
Madukismo selama 8 bulan pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5 Volume pupuk organik pada tahun 2017
Bulan Volume (liter) Bulan Volume (liter)
Mei 541100 September 4355470
Juni 2288660 Oktober 4231830
Juli 4177290 November 1670390
Agustus 4285040 Desember 3381640
Total 24931420 liter
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2017)
60000
50000
40000
30000
CO2
20000
10000 N2O
0 CH4
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CO2 43464.6 38177.4 51499.5 49355.2 36479.2 24585.2
N2O 70.03 57.29 78.64 70.08 54.28 39.69
CH4 48.6 39.37 58.2 53.13 36.83 18.83
Kategori Stasiun
Sumber
dampak Pemasakan Peragian Penyulingan P.Steam Transportasi P.Limbah
Listrik 2844.2 3641.98 3409.8 6006.1 0 709.02
Batu bara 0 0 0 13492.89 0 0
CO2
Gas CO2 0 106.19 0 0 0 0
Solar 0 0 0 0 19.4 0
Pupuk Urea 6.17 0 0 0 0 0
Pupuk NPK 8.04 0 0 0 0 0
N2O Batu bara 0 0 0 64.35 0 0
Residu 0 0.00087 0 0 0 0
Solar 0 0 0 0 0.048 0
Limbah Cair 0 0 29.1 0 0 0
CH4 Solar 0 0 0 0 0.016 0
Batu bara 0 0 0 29.06 0 0
Total ton CO2 (eq) 2858.41 3748.2 3438.9 19592.4 19.464 709.02
Berdasarkan perhitungan diatas, stasiun yang menghasilkan emisi CO2 (eq) paling
tinggi yaitu Stasiun Pembangkit steam. Hal tersebut dikarenakan pada Stasiun
Pembangkit steam, penggunaan batubara sebagai bahan bakar memiliki faktor emisi
CO2 (eq) yang tinggi sehingga menjadi sumber emisi CO2 (eq) utama di PS Madukismo.
Hasil pengklasifikasian emisi ton CO2 (eq) berdasarkan tiga kategori bahan tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
Tabel 10 Hasil perhitungan ton CO2 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan
Kategori ton CO2 (eq)
Sumber
dampak Input Bahan bakar Output
Listrik 0 16611.1 0
Batu bara 0 13492.9 0
CO2
Gas CO2 0 0 106.19
Solar 0 19.4 0
Pupuk Urea 6.17 0 0
Pupuk NPK 8.04 0 0
N2O Batu bara 0 64.35 0
Residu 0 0 0.0009
Solar 0 0.048 0
Limbah Cair 0 0 29.1
CH4 Solar 0 0.016 0
Batu bara 0 29.06 0
Total ton CO2 (eq) 14.21 30216.9 135.29
Tabel 10 menunjukkan bahwa kategori bahan bakar menghasilkan emisi yang
paling tinggi. Kategori bahan bakar terdiri dari listrik, batubara, dan solar dikarenakan
jumlah kebutuhan dan faktor emisi dari ketiga bahan bakar tersebut juga tinggi.
Asidifikasi
Emisi utama yang dapat menyebabkan asidifikasi adalah sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksida (NOx), dan ammonia (NH3). Ketika di udara, SO2 dan NOx bereaksi
dengan uap air dan mengalami oksidasi, serta menghasilkan asam sulfat dan asam
nitrat dalam awan dan jatuh ke tanah dalam hujan atau salju (wet deposition) (Mason
19
Tabel 16 menunjukkan bahwa emisi PO43- (eq) yang dihasilkan sebanding dengan
jumlah molase yang digunakan. Tahun 2014 penggunaan molase mencapai angka
tertinggi sebanding dengan emisi asidifikasi yang dihasilkan. Secara umum, emisi
PO43-(eq) yang dihasilkan berkisar antara 0.009095-0.0105 ton PO43- (eq) / ton molase.
22
pembangkit steam meningkat, biaya bahan bakar berkurang dan beban emisi menurun.
Efisiensi pembakaran bahan bakar yaitu proporsi energi yang dilepaskan oleh
pembakaran bahan bakar yang akan dikonversi menjadi energi yang berguna. Efisiensi
termis boiler didefinisikan sebagai persen energi masuk yang digunakan secara efektif
pada steam yang dihasilkan (RUPTL (PLN) 2015). Peningkatan efisiensi pembakaran
batubara dapat menurunkan emisi karena terjadi kenaikan proporsi atau persen energi
dari pembakaran untuk menghasilkan steam pada Stasiun Pembangkit steam sehingga
kebutuhan batubara menjadi lebih sedikit dan emisi yang dihasilkan menurun
Pada kondisi boiler supercritical, air dipanaskan pada tekanan konstan diatas
tekanan kritis sehingga tidak ada perbedaan antara gas dan cair, karena densitas
massanya sama. Pada boiler superkritikal tidak ada tahapan air berada dalam dua fasa
yang membutuhkan separasi. Sehingga boiler tidak dilengkapi dengan drum. Boiler
superheater menggunakan boiler sekali lalu yaitu air umpan yang dipompa oleh boiler
feed pump hingga air dapat melalui tahapan pemanasan di boiler dan uap yang
dihasilkan langsung dikirim ke turbin uap tanpa adanya resirkulasi. Pada kondisi
sebenarnya, transisi dari cair menjadi uap didalam boiler superkritical bergerak bebas
tergantung kondisi. Hal ini berarti perubahan beban boiler dan tekanan proses dapat
mengoptimalkan jumlah daerah cairan dan gas untuk perpindahan panas yang efisien.
Kenaikan efisiensi 1% dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2.5% (RUPTL (PLN)
2015).
Hasil perhitungan penurunan emisi dengan peningkatan efisiensi pembakaran
dapat dilihat pada Tabel 19 beikut ini :
Tabel 19 Hasil perhitungan penurunan emisi CO2
Tahun Total Emisi CO2 awal (ton) Penurunan emisi (ton) Emisi setelah penurunan(ton)
2012 12054.15 301.353731 11752.8
2013 9721.054 243.026355 9478.028
2014 13492.89 337.322164 13155.56
2015 11808.7 295.217423 11513.48
2016 9081.909 227.047714 8854.861
2017 6824.103 170.602575 6653.5
Berdasarkan Tabel 19 tersebut, terjadi penurunan emisi dengan adanya
kenaikan efisiensi boiler. Emisi CO2 yang dihasilkan mencapai angka tertinggi pada
tahun 2014. Penurunan emisi CO2 terbesar juga terjadi pada tahun 2014 sesuai dengan
hasil perhitungan diatas, sehingga penurunan emisi yang dilakukan signifikan
hasilnya.
dihasilkan diperoleh dari proses konversi data konsumsi batubara kedalam Tera Joule
(TJ) dengan menghitung nilai kalor spesifik batubara yang digunakan. Perhitungan
konversi batubara ke dalam TJ menurut KLH (2017) dapat dilihat pada tabel 20 :
Tabel 20 Konversi energi batubara tahun 2014
Batubara (kg) Nilai kalor (TJ/kg) Energi (TJ)
6290390 0.000022 138.389
Tabel 20 menunjukkan bahwa jumlah energi total yang dibutuhkan selama satu
tahun dari penggunaan batubara yaitu 138.389 TJ. Penggantian bahan bakar batubara
dengan bahan bakar lainnya perlu memperhatikan nilai kalor spesifik dan faktor
konversi emisi CO2. Nilai kalor spesifik sebaiknya lebih tinggi dan nilai faktor
konversi emisi CO2 lebih kecil dari batubara yang digunakan sebelumnya. Terdapat
beberapa alternatif pengganti bahan bakar batubara yang telah digunakan sebelumnya
(brown coal) yaitu bituminous coal
Bituminous coal merupakan batubara yang memiliki nilai kalor tinggi. Batubara
jenis ini banyak digunakan sebagai bahan bakar PLTU sehingga sering disebut
batubara uap. Batubara ini memiliki karakteristik lain yaitu bila dipanaskan menjadi
massa yang kohesif, mengikat dan melekat dengan warna coklat tua hingga hitam yang
mengkilat. Bituminous coal mengandung kelembaban rendah, energi tinggi dan lebih
keras. Batubara yang digunakan sebelumnya yaitu batubara energi rendah (brown
coal) yang merupakan jenis batubara yang paling rendah kualitasnya, mudah rapuh,
lunak, memiliki kadar air tinggi (10 -70 %). Perbedaan jenis batubara tersebut
mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan (Kurniawan dan Marsono 2008).
Perhitungan kebutuhan bahan bakar bitominous coal menurut IPCC (2006) yang
didasarkan pada kebutuhan energi batubara yang diperoleh pada proses produksi
bioetanol dapat dilihat pada tabel 21 berikut ini :
Tabel 21 Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar
Energi (TJ) Nilai kalor (TJ/kg) Kebutuhan bahan bakar (kg)
138.389 0.0248 5580.2
Tabel 21 menunjukkan bahwa banyaknya bahan bakar bituminous coal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan energi diperoleh dari hasil pembagian energi yang
dihasilkan oleh batubara (brown coal) dengan nilai kalor bituminous coal. Dapat
dilihat bahwa kebutuhan bahan bakar lebih sedikit dibandingkan batubara. Hal tersebut
dikarenakan nilai kalor bituminous coal lebih tinggi dibandingkan brown coal
sehingga jumlah bahan bakar yang digunakan menjadi lebih sedikit. Perhitungan emisi
CO2 dari bahan bakar yang digunakan dilakukan dengan memperhatikan faktor
konversi emisi dari bituminous coal. Perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan oleh
bituminous coal menurut IPCC (2006) dapat dilihat pada tabel 22 berikut ini :
Tabel 22 Hasil perhitungan emisi bituminous coal
Bituminous coal Nilai kalor Faktor Konversi Emisi CO2 Emisi CO2
(kg) (TJ/kg) (kg CO2/TJ) (kg) (ton)
5580.2 0.0248 0.0946 13.0916 0.013
Tabel 22 menunjukkan bahwa total emisi CO2 yang dihasilkan oleh bituminous
coal yaitu 0.013 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa emisi CO2 yang dihasilkan oleh
25
bituminous coal sangat kecil. Bituminous coal memiliki nilai kalor yang relatif tinggi
dan kadar air yaitu kurang dari 3 %. Nilai kalori batubara sangat berpengaruh pada
efisiensi pembakaran batubara. Semakin tinggi nilai kalori batubara maka semakin
bagus kualitas batubara tersebut karena efisiensi pembakarannya tinggi.
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan sehingga batubara sulit
terbakar. Menurut Standar Industri Nasional, batubara memiliki kadar air maksimal
tidak boleh lebih dari 5%. Bahan bakar dengan kalori rendah dan (atau) kadar air tinggi
dapat menimbulkan kerugian kapasitas dan efisiensi turun, emisi CO2 dan SO2 naik,
biaya pemeliharaan akan meningkat, demikian juga time between failure akan turun
(Kurniawan dan Marsono 2008). Bituminous coal memiliki nilai kalor yang tinggi dan
kadar air rendah, maka emisi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi (Kurniawan dan
Marsono 2008). Hasil perbandingan total emisi yang dihasilkan oleh brown coal yang
digunakan sebelumnya dan bituminous coal dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :
Tabel 23 Perbandingan total emisi brown coal dan bituminous coal(Tahun 2014)
ton CO2 Brown coal ton CO2 Bituminous coal Penurunan Emisi CO2 (ton)
13492.9 0.013 13492.877
(Sumber : IPCC 2006)
Tabel 23 menunjukkan bahwa perbandingan total emisi yang dihasilkan oleh
brown coal dan bituminous coal sangat signifikan perbedannya. Apabila bahan bakar
yang digunakan yaitu bituminous coal maka dapat menghasilkan emisi CO2 jauh lebih
rendah.
3. Carbon capture and storage (CSS)
Teknik penangkapan CO2 dapat digolongkan menjadi 3 teknik yaitu teknik
penangkapan pasca pembakaran, pra pembakaran dan pembakaran dengan oksigen
murni (oxy-fuel). Teknik penangkapan CO2 dengan pasca pembakaran merupakan
teknik yang paling banyak digunakan dan dianggap paling mapan untuk menangkap
CO2. Dalam teknik pasca-pembakaran, CO2 dipisahkan dari gas hasil pembakaran.
Cara konvensional yang digunakan adalah penggunaan larutan amine (mono ethanol
amine atau MEA) sebagai larutan penyerap CO2. Teknik penangkapan CO2 dengan
larutan amine membutuhkan sirkulasi amine yang besar karena besarnya volume gas
hasil pembakaran (yang sebenarnya didominasi oleh nitrogen). Akibatnya proses ini
dapat dikatakan sebagai energi intensif. Namun demikian, berbagai usaha untuk
meningkatkan efisiensi penangkapan CO2 dengan teknik pasca pembakaran sedang
berlangsung, misalnya penggunaan teknologi membran dan adsorpsi (RUPTL (PLN
2015).
Teknik penangkapan CO2 dengan teknik pra pembakaran pada dasarnya
menggunakan teknik gasifikasi batubara dalam sebuah reformer yang menghasilkan
gas campuran CO2 dan H2. Tahapan berikutnya CO2 akan dipisahkan dari H2 untuk
selanjutnya siap untuk dikompresi dan diinjeksikan ke dalam titik penyimpanan. Gas
H2 yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Pemanfaatan teknik penangkapan
CO2 dengan pra-pembakaran dikenal dengan Integrated Gasification Combined Cycle
26
(IGCC). Kendala utama dalam pengembangan IGCC adalah tingginya biaya investasi
di awal pembangunan (RUPTL (PLN 2015).
Teknik pembakaran dengan oksigen murni (oxy-fuel) dikembangkan untuk
menghindari pengenceran oleh nitrogen dalam gas hasil pembakaran. Oksigen murni
diperoleh dengan proses pemisahan oksigen dari udara dalam sebuah Air Separation
Unit. Namun demikian, pembakaran dengan oksigen murni menyebabkan temperatur
pembakaran menjadi tinggi, akibatnya, ketahanan material menjadi isu penting dalam
pengembangan oxyfuel saat ini (RUPTL (PLN 2015).
Penggunaan teknologi CCS setelah pembakaran yang menggunakan refeneratif
amine membutuhkan investasi 2855 USD/kW dan biaya operasi penangkapan 67
USD/ton CO2 untuk unit pembangkit 550 MW net pada tahun 2007. Nilai investasi
teknologi oxy-fuel adalah 2660 USD/kW dan biaya penangkapan 47 USD/ton CO2
(Thiemsen et al 2011). Kebutuhan energi listrik dari pemakaian sistem CSS yaitu 550
MW/tahun, jika kebutuhan energi listrik tersebut dikonversikan kedalam emisi CO2
maka terjadi penurunan emisi CO2 jika dibandingkan dengan pembuangan gas hasil
pembakaran batubara ke udara. Tabel hasil penurunan emisi menggunakan CSS dapat
dilihat pada tabel 24 berikut ini :
Tabel 24 Tabel penurunan emisi menggunakan CSS
Emisi Brown coal (ton) Emisi CSS (ton) Penurunan emisi CO2 (ton)
13492.9 4680.5 8812.39
Tabel 24 menunjukkan bahwa jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran batubara yang dibuang ke lingkungan yaitu 13492.9 ton CO2/tahun.
Penggunaaan sistem CSS pasca pembakaran dapat menangkap CO2 sehingga tidak ada
CO2 yang dibuang ke lingkungan. Namun sistem CSS juga menghasilkan emisi dari
penggunaan listrik yaitu 4680.5 ton CO2/tahun. Apabila menggunakan sistem CSS
maka emisi hanya berasal dari penggunaan listrik CSS yaitu 4680.5 ton CO2/tahun
sehingga terjadi penurunan emisi sebesar 8812.39 ton CO2/tahun.
4. Penggunaan nutrisi yang optimum
Proses pembuatan bioetanol dari molase membutuhkan yeast untuk menguraikan
molase menjadi bioetanol. Yeast membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya, salah
satu nutrisi yang diperlukan yeast yaitu nitrogen. Unsur nitrogen dapat diperoleh
melalui penambahan pupuk urea. Penambahan pupuk urea sebagai sumber nitrogen
bagi yeast harus optimal sesuai dengan kebutuhan yeast agar pertumbuhan yeast juga
optimal. Persamaan reaksi pada 95% konversi proses penguraian urea adalah:
(NH2)2CO + H2O 2NH3 + H2O
Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa reaksi penguraian urea akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan dikarenakan NH3 yang dihasilkan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Akhir et al (2015) tentang pengaruh variasi
konsentrasi nutrisi dan waktu fermentasi terhadap konsentrasi bioetanol dari nira aren.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah sumber nutrisi yang
berguna untuk pertumbuhan mikroorganisme.
27
yang dihasilkan. Perbandingan total emisi yang dihasilkan pupuk NPK tahun 2014 dan
penggunaan pupuk NPK dengan jumlah yang baru dapat dilihat pada Tabel 28 berikut:
Tabel 28 Perbandingan total emisi pupuk NPK dan emisi baru (Tahun 2014)
Emisi awal Emisi akhir Penurunan emisi
CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq)
3- 3-
potensi penghematan energi yang mungkin diterapkan di tiap ruangan atau seluruh
area bangunan. Dengan membandingkan intensitas konsumsi energi bangunan dengan
standar nasional, bisa diketahui apakah sebuah ruangan atau keseluruhan gedung
sudah efisien atau tidak dalam menggunakan energi (Mukhlis 2011).
Penggunaan listrik untuk penerangan di Stasiun peragian melebihi standar
Teknik Audit Energi Diknas 2006. Penggunaan listrik untuk penerangan di Stasiun
peragian yaitu 5.268 kWh/m2/bulan, sedangkan standar yang ditetapkan yaitu efisien
(0.84-1.67), cukup efisien (1.67-2.5), boros (2.5-3.34) dan sangat boros (3.34-4.17)
kWh/m2/bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai IKE Stsiun Peragian melebihi
standar sehingga perlu dilakukan upaya pengurangan IKE agar dapat mengurangi
emisi dan biaya. Pengurangan IKE dapat dilakukan dengan menghitung selisih IKE
hasil perhitungan dengan IKE standar. Penghematan energi menjadi pilihan yang
menarik karena usaha penghematan jauh lebih murah dari usaha penurunan emisi CO2
lainnya (IEA 2012). Penurunan emisi CO2 (eq),SO2 (eq) dan PO43-(eq) dari penggunaan
listrik di Stasiun peragian pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini:
Tabel 29 Penurunan emisi dari penggunaan listrik (Tahun 2014)
Emisi awal Emisi akhir Penurunan emisi
CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43(eq)
(ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
3641.97 1.25 0.23 3404.5 1.17 0.22 237.47 0.08 0.01
Tabel 29 menunjukkan bahwa dengan melakukan penghematan energi listrik di
Stasiun peragian dapat mengurangi emisi di Stasiun Peragian CO2(eq) sebesar 237.47
ton/tahun, emisi SO2(eq) sebesar 0.08 ton/tahun, dan emisi PO43- sebesar 0.01 ton/tahun.
Penurunan emisi CO2(eq) ,SO2(eq), dan PO43-(eq) dapat mengurangi biaya pembayaran
listrik.
6. Subsitusi bahan bakar solar dengan natural gas
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari
penggunaan solar pada kegiatan transportasi yaitu penggunaan jenis bahan bakar yang
menghasilkan emisi lebih kecil. Perlu diketahui terlebih dahulu energi yang dihasilkan
oleh solar untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Energi yang dihasilkan diperoleh
dari konversi data konsumsi solar ke dalam Tera Joule (TJ) dengan menghitung nilai
kalor spesifik solar yang digunakan. Perhitungan konversi solar ke dalam TJ pada
tahun 2014 menurut KLH (2017) dapat dilihat pada Tabel 30 :
Tabel 30 Konversi energi solar (Tahun 2014)
Solar (liter) Nilai kalor (TJ/liter) Energi (TJ)
6546.78 0.00004 0.26187
Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah energi total yang dibutuhkan selama satu
tahun dari penggunaan solar yaitu 0.26187 TJ. Penggantian bahan bakar solar dengan
bahan bakar lainnya perlu memperhatikan nilai kalor spesifik dan faktor konversi
emisi CO2. Salah satu bahan bakar terbarukan yang memiliki konversi emisi lebih kecil
dari solar yaitu natural gas. Natural gas terdiri dari beberapa gas yang terbentuk pada
deposit bawah permukaan tanah, baik itu dalam bentuk cairan atau dalam bentuk gas,
30
dan terutama terdiri dari metana (IEA 2012). Penggunaan natural gas dapat
mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan.
Tabel 31 Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar natural gas
Energi (TJ) Nilai kalor (TJ/m3) Kebutuhan Natural Gas (m3)
0.26187 0.00004 6546.75
Perhitungan emisi CO2 (eq) yang dihasilkan oleh penggunaan natural gas dapat
dilihat pada Tabel 32 berikut ini :
Tabel 32 Hasil perhitungan emisi natural gas
Nilai Emisi (kg) CO2 (eq) (kg) Emisi Emisi
Natural
kalor CO2 (eq) CO2 (eq)
gas (m3) CO2 CH4 kg N2O CH4 N2O
(TJ/m3) (kg) (ton)
6546.75 0.00004 14298.1 1.30935 0.15712 27.4964 48.7078 14374.3 14.3743
Menurut KLH (2017) faktor emisi natural gas yaitu 54600 kg CO2/TJ, 5 kg
N2O/TJ, dan 0.6 kg CH4/TJ. Ketiga kategori sumber emisi tersebut dikonversikan
menjadi CO2 (eq), sedangkan faktor emisi solar yaitu 74100 kg CO2/TJ, 3 kg N2O/TJ,
dan 0.6 kg CH4/TJ. Senyawa N2O memiliki faktor konversi yaitu 310 kg CO2 (eq) /kg
N2O dan CH4 memiliki konversi 21 kg CO2(eq) /kg CH4. Faktor konversi emisi sangat
menentukan jumlah emisi yang dihasilkan. Emisi CO2 (eq) yang dihasilkan oleh
pembakaran natural gas lebih rendah dibandingkan solar karena natural gas lebih
bersih dibandingkan solar, sehingga terjadi penurunan emisi. Hasil pebandingan total
emisi yang dihasilkan oleh solar dan natural gas dapat dilihat pada Tabel 33 :
Tabel 33 Hasil perhitungan penurunan emisi
CO2(eq) solar CO2(eq) natural gas Penurunan emisi CO2 (eq)
19.47 ton 14.3743 ton 5.0957 ton
Tabel 33 menunjukkan bahwa penggantian jenis bahan bakar solar menjadi
natural gas dapat menurunkan emisi GRK atau CO2(eq).
SIMPULAN
yang mengakibatkan dampak terhadap asidifikasi dari yang tertinggi yaitu SO2, NOx
dan NH3. Kategori emisi yang mengakibatkan dampak terhadap eutrofikasi dari yang
tertinggi yaitu NOx, PO4 3-dan NH3. Berdasarkan kategori analisis yaitu GRK,
asidifikasi, dan eutrofikasi, tiga sumber bahan yang menyebabkan emisi terbesar GRK
dan asidifikasi yaitu listrik, batubara, solar, sedangkan eutrofikasi yaitu listrik, pupuk
urea dan pupuk NPK.
Hasil kajian LCA di pabrik bioetanol menunjukkan adanya penurunan dampak
lingkungan berdasarkan tahapan LCA yang telah dilakukan. Penurunan dampak
lingkungan yang dilakukan dengan peningkatan efisiensi pembakaran batubara pada
boiler berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK sebesar 2.5%.
Substitusi bahan bakar menggunakan bituminous coal dan natural gas berdasarkan
perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 99%. Teknik penangkapan CO2
berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 65.3%. Penggunaan pupuk
urea yang optimum berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 44%,
asidifikasi 45%, dan eutrofikasi 43%, sedangkan penggunaan pupuk NPK yang
optimum dapat menurunkan emisi GRK 48%, asidifikasi 51%, dan eutrofikasi 49%.
Penghematan penggunaan listrik dapat menurunkan emisi GRK sebesar 6.52 %,
asidifikasi 6.4% dan eutrofikasi 4.35%. Substitusi penggunaan solar dengan natural
gas dapat menurunkan emisi GRK sebesar 26%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengan melakukan kajian LCA dapat diketahui sumber penyebab dampak lingkungan
serta mengetahui perbaikan yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi dampak
lingkungan dan meningkatkan efisiensi.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
[AIP] Australian Institute for Petroleum. 1996. Oil and Australia, Statistical Review.
Australia (AU) : Petroleum Gazette.
Akhir MY, Chairul, Drastinawati. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Fermentasi Nira
Aren (Arenga Pinnata) menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae dengan
Pengaruh Variasi Konsentrasi Nutrisi dan Waktu Fermentasi. Jurnal FTeknik.
2(1) : 1-5.
Anantha F. 2007. Proses Pengolahan Limbah di PG. Madukismo. Yogyakarta (ID) :
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Ar Rahim D. 2009. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. Ellipsoideus
dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) menggunakan Metode Aerasi
Penuh dan Aerasi Dihentikan. [Skripsi]. Institut Teknologi Bogor (ID) : Bogor.
32
Barqi IS. 2010. Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode
Pemekatan dan Pembakaran Pada Pabrik Gula – Alkohol Terintegrasi. [Skripsi].
Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh November.
Curran M. 1996. Environmental Life Cycle Assessment. Journal Environmental Life.
3(5): 560-621.
Dahlan, Muhammad H, Sari, Dewi D, Ismadyar. 2009. Pemekatan Nira Nipah
Menggunakan Membran Selulosa Asetat. Jurnal Teknik Kimia. 2(1):245.
Davis B. 1955. The Marine And Fresh Water Plankton. Journal Marine Technology.
1(5): 34-70.
Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta (ID):
Depdiknas.
[EEA] European Environment Agency. 2006. Emission Inventory Guidebook.
Luxembourg (LU): EEA.
[EEA] European Environment Agency. 2013. Technical Guidance to Prepare National
Emission Inventories. Luxembourg (LU): EEA.
GaBi .2011. Handbook for Life Cycle Assessment (LCA) Using the GaBi Software, PE
Internasional. Germany (DE) : Leinfelden-Echterdingen
Geani YI, Ismail T. 1998. Pemanfaatan Molase sebagai Hasil Samping yang
Menghasilkan Nilai Tambah yang Lebih Tinggi. Journal Technology Process.
2(3): 507-567.
Hermawan DRWA, Utami T, Cahyanto MN. 2000. Fermentasi Etanol Dari Buah
Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale L) oleh Saccharomyces cereviseae
FNCC 3015 menggunakan Ammonium Sulfat dan Urea Sebagai Sumber
Nitrogen. Yogyakarta (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
[IEA] International Energy Agency. 2012. International Energy Agency 2012 Annual
Report. France (FC) : IEA.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2002. The Supplementary
Report to the IPCC Scientific Assesment. Cambridge (GB): Cambridge
University Press.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. Guidelines for National
Greenhouse Gas Inventories Vol 2: Energy Chapter 2: Stasionary Combustion.
USA (US): Washington DC.
[ISO] International Standards Organization 14040. 2006. Environmental
Management, Life Cycle Assessment, Principles and Framework. Switzerland
(CH): Geneva.
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2017. Pedoman Perhitungan Emisi Gas
Rumah Kaca untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Masyarakat. Jakarta
(ID) : KLH
Koch JU, Marom M. 2000. Inventory of emission of greenhouse gases in Israel.
Journal of Water, Air, & Soil. 22(123) : 259-271.
33
Koopmans A. 2005. Biomass energy demand and supply for South and South-East
Asia assessing the resource base. Journal Biomass and Bioenergy. 28(1): 133–
150.
Kurniawan O, Marsono. 2008. Superkarbon, bahan bakar alternatif pengganti minyak
tanah dan gas. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Madanhire I, Mbohwa C. 2006. Mitigating Environmental Impact of Petroleum
Lubricants. Switzeland (CH) : Springer International Publishing.
Perlindungan M. 2006. Teknik Audit Energi. Jakarta (ID): Depdiknas.
Mason CF. 1993. Biology of fresh air Pollution. Journal Atmospheric.. 1(4): 45-60.
Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally friendly foof processing. Journal
Environmental. 2 (3) : 240-245.
[MENLH] Menteri Lingkungan Hidup. 2012. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup. Jakarta (ID) : MENLH.
Mukhlis B. 2011. Evaluasi Penggunaan Listrik pada Bangunan Gedung di Lingkungan
Universitas Tadulako. Jurnal Foristek. 1(1) :33-42.
Prescott SG, Dunn CG. 1959. Industrial Microbiology. New York (US) : McGraw-
Hill BookCompany.
PT PLN Persero. 2015. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun
2015-2024. Jakarta (ID) : PLN.
Purba YE, Elida NA. 2009. Hidrolisis Pati Ubi Kayu (Manihot esculenta) dan Pati Ubi
Jalar (Impomonea batatas) menjadi Glukosa secara Cold Process dengan Acid
Fungal Amilase dan Glukoamilase. Jurnal Bioproses. 1(2) : 223-250.
Putranto I, Purwono TE, Trisunaryanti HD. 2008. Catalytic Hydrocracking of Waste
Lubricant Oil into Liquid Fuel Fraction Using ZNO, NB2O5, Activated Natural
Zeolit, and Their Modification. Journal Chemistry Indonesia. 8(3) : 22-17.
Putt DPS, Bhatia P. 2002. Working 9 to 5 on Climate Change : An Office Guide.
Washington DC (US): World Resourse Institute.
Rebeitzer G, Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guine’e J, Heijungs R, Hellweg
S, Koehler A, Permington D, Suh S. 2009. Recent developments in life cycle
assessment: Review. J Env Manag. 91: 1-21.
Renouf MA, Wegener MK, Nielsen LK. 2008. An environmental life cycle assessment
comparing Australian sugarcane with US corn and UK sugar beet as producers
of sugars for fermentation. Journal Biomass and Bioenergy. 32(12): 1144-1155.
Rosmeika, Sutiarso L, Suratmo B. 2010. Pengembangan perangkat lunak life cycle
assessment (LCA) untuk ampas tebu (Studi kasus di Pabrik Gula Madukismo,
Yogyakarta). Journal Agritech. 30 (3): 168-177.
Rukaesih A. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta ID) : Penerbit Andi.
Setyawan IPGW, Hartati RS, Kumara INS. 2012. Manajemen Energi di Rumah Sakit
Surya Husadha Denpasar. Jurnal Teknologi Elektro. 11(2) : 17-24.
Soerawidjaja K. 2007. Mengantisipasi Pemanfaatan Bahan Lignoselulosa Untuk
Pembuatan Bioetanol : Peluang dan Tantangan. Seminar Nasional Diversifikasi
34
Lampiran 1 Perhitungan ton CO2 (eq), SO2 (eq), dan PO43-(eq) dari listrik
Emisi Emisi SO2 (eq) dari Emisi SO2 dari Total emisi Total emisi
Tahun KWh NOx NOx SO2 (eq) PO43-(eq)
ton CO2 (eq) gr SO2 gr NOx (gram) (ton) (ton) (ton)
2012 1 942 349 16529.3895 15733026.4 8099595.09 5669716.563 5.6697166 21.402743 1.05295
2013 1 681 020 14305.47384 13616255.9 7009850.283 4906895.198 4.9068952 18.5231511 0.91128
2014 2 173 416 18495.76725 17604666.8 9063143.292 6344200.304 6.3442003 23.9488671 1.17821
2015 2 154 012 18330.63999 17447495.2 8982228.998 6287560.298 6.2875603 23.7350555 1.16769
2016 1 689 386 14376.6755 13684027.2 7044739.933 4931317.953 4.931318 18.6153452 0.91582
2017 1 102 996 9386.499619 8934271.08 4599495.113 3219646.579 3.2196466 12.1539177 0.59793
35
36
Lampiran 3 Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar solar
Tahun Solar (liter) Nilai kalor (TJ/liter) Emisi SO2 (kg) Emisi NOx (kg) Emisi SO2 (eq) dari NOx (kg) Total Emisi SO2( eq) (ton)
Lampiran 7 Perhitungan ton PO43-(eq) dari limbah cair Lampiran 8 Perhitungan ton CO2(eq) dari residu
37
38
Lampiran 9 Perhitungan ton SO2(eq) dari residu Lampiran 10 Perhitungan ton CO2(eq) dari pupuk urea
Total emisi Konsumsi Emisi NH3-N Emisi CO2
Residu Emisi NOx Emisi NOx Emisi N2O
Tahun SO2 (eq) Tahun pupuk + NOx (eq)
(kg) (kg) (ton) (ton)
(ton) urea (kg) (kg) (ton)
2012 0.3495 0.00026213 2.62125E-07 1.83488E-07 2012 18523.5 1852.35 0.0185235 5.4273855
2013 0.3045 0.00022838 2.28375E-07 1.59863E-07 2013 16138.5 1613.85 0.0161385 4.7285805
2014 0.3975 0.00029813 2.98125E-07 2.08688E-07 2014 21067.5 2106.75 0.0210675 6.1727775
2015 0.384 0.000288 0.000000288 2.016E-07 2015 20352 2035.2 0.020352 5.963136
2016 0.306 0.0002295 2.295E-07 1.6065E-07 2016 16218 1621.8 0.016218 4.751874
2017 0.1995 0.00014963 1.49625E-07 1.04738E-07 2017 10573.5 1057.35 0.0105735 3.0980355
Lampiran 11 Perhitungan ton CO2(eq) dari pupuk NPK Lampiran 12 Perhitungan ton SO2(eq) dari pupuk urea
Emisi Emisi
Konsumsi pupuk Emisi NH3-N + Konsumsi pupuk
Tahun
NPK (kg) NOx (kg)
N2O CO2(eq) Emisi Emisi NOx Emisi SO2(eq)
(ton) (ton)
Tahun urea
NOx (kg) (ton) (ton)
(kg)
2012 24115.5 2411.55 0.024116 7.065842
2013 21010.5 2101.05 0.021011 6.156077 2012 18523.5 13.892625 0.01389263 0.00972484
2014 27427.5 2742.75 0.027428 8.036258 2013 16138.5 12.103875 0.01210388 0.00847271
2015 26496 2649.6 0.026496 7.763328 2014 21067.5 15.800625 0.01580063 0.01106044
2016 21114 2111.4 0.021114 6.186402 2015 20352 15.264 0.015264 0.0106848
2017 13765.5 1376.55 0.013766 4.033292 2016 16218 12.1635 0.0121635 0.00851445
2017 10573.5 7.930125 0.00793013 0.00555109
Lampiran 13 Perhitungan ton SO2(eq) dari pupuk NPK Lampiran 14 Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk urea
Lampiran 15 Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk NPK Lampiran 16 Perhitungan ton SO2 (eq) dan ton PO43-(eq) pupuk ure
Konsumsi Konsumsi Total
Emisi PO43-(eq) Emisi PO43-(eq) Total emisi
Tahun pupuk NPK pupuk Emisi Emisi NH3 emisi SO2
(kg) (ton) Tahun PO43-(eq)
(kg) urea NH3 (kg) (ton) (eq)
(ton)
2012 24115.5 463.018 0.46302 (kg) (ton)
2013 21010.5 403.402 0.4034 2012 18523.5 277.8525 0.2778525 0.5223627 0.097248375
2014 27427.5 526.608 0.52661 2013 16138.5 242.0775 0.2420775 0.4551057 0.084727125
2015 26496 508.723 0.50872 2014 21067.5 316.0125 0.3160125 0.5941035 0.110604375
2016 21114 405.389 0.40539 2015 20352 305.28 0.30528 0.5739264 0.106848
2017 13765.5 264.298 0.2643 2016 16218 243.27 0.24327 0.4573476 0.0851445
2017 10573.5 158.6025 0.1586025 0.2981727 0.055510875
39
40
Lampiran 17 Perhitungan penghematan pada Interpretation
RIWAYAT HIDUP
41