Anda di halaman 1dari 56

PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT)

PADA PRODUKSI BIOETANOL DARI MOLASE


(Studi Kasus : PT Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta)

NUNGKI TIARA SANDY

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Daur Hidup
(Life Cycle Assessment) pada Produksi Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT
Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
cantuman dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 04 Februari 2018

Nungki Tiara Sandy


F34140019
ABSTRAK
NUNGKI TIARA SANDY. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) pada
Produksi Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT Madubaru PG-PS Madukismo
Yogyakarta). Dibimbing oleh ANDES ISMAYANA.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daur hidup produk bioetanol melalui
identifikasi inventory, analisis potensi dampak lingkungan yaitu GRK, asidifikasi dan
eutrofikasi dan memberikan alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak
lingkungan dan peningkatan efisiensi. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Life
Cycle Assessment (LCA), terdiri dari goal and scoping, inventory analysis, impact
assessment dan interpretation. Hasil perhitungan menunjukkan pada tahun 2012-2017
terdapat emisi GRK sebesar 200.11 - 230.65 ton CO2 (eq) / ton molase yang dihitung
dari kategori dampak CO2, N2O, dan CH4, emisi asidifikasi sebesar 0.1403 - 0.1522
ton SO2 (eq) / ton molase yang dihitung dari kategori dampak SO2, NOx dan NH3, emisi
sebesar 0.009095 - 0.0105 ton PO43- (eq) / ton molase yang dihitung dari kategori
dampak NOx, PO43- dan NH3. Interpretasi penurunan dampak emisi dapat dilakukan
dengan (1) Meningkatan efisiensi pembakaran batubara dapat menurunkan emisi GRK
2.5%, (2) Substitusi bahan bakar menggunakan bituminous coal dapat menurunkan
emisi GRK 99%, (3) Menggunakan teknik penangkapan CO2 dapat menurunkan emisi
GRK sebesar 65.3%, (4) Penggunaan pupuk urea secara optimum dapat menurunkan
emisi GRK 44%, asidifikasi 45% dan eutrofikasi 43%, penggunaan pupuk NPK
secara optimum menurunkan emisi GRK 48%, asidifikasi 51%, dan eutrofikasi 49%,
(5) Penghematan penggunaan listrik pada Stasiun peragian dapat menurunkan emisi
GRK 6.52%, asidifikasi 6.4%, eutrofikasi 4.35% (6) Substitusi penggunaan solar
dengan natural gas dapat menurunkan emisi GRK sebesar 26%
Kata kunci : asidifikasi, bioetanol, eutrofikasi, LCA, GRK

ABSTRACT

NUNGKI TIARA SANDY. Life Cycle Assessment on Bioethanol Production from


Molase (Case Study: PT Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta). Supervised by
ANDES ISMAYANA.

The purpose of this research was analyzed life cycle of bioethanol product
through inventory identification, analyzed of environmental impact potential is GHG,
acidification and eutrophication and provided alternative improvement in effort of
decreased environmental impact and efficiency improvement. The research did based
of Life Cycle Assessment (LCA) method, consist of goal and scoping, inventory
analysis, impact assessment and interpretation. The result show at 2012 – 2017, GHG
emissions amount 200.11 to 230.6 ton CO2(eq)/ton molase which is calculated from the
impact categories of CO2, N2O, and CH4, acidification emissions amount 0.1403 to
0.1522 ton SO2(eq)/ton molase which is calculated from the impact categories of SO2,
NOx and NH3, eutrophication emissions amount 0.009095 to 0.0105 ton PO43-(eq)/ton
molase which is calculated from the impact categories NOx, PO43- and NH3.
Interpretation reduce environmental impacts by (1) Increase coal combustion
efficiency can reduce GHG emissions 2.5%, (2) Fuel substitution using Bituminous
coal and natural gas can reduces GHG emissions 99.99%, (3) Using CO2 capture
techniques can reduce GHG emissions 65.3%, (4) Use of urea fertilizer with optimally
can reduce GHG emission 44%, acidification 45%, and eutrophication 43%,use pf
NPK fertilizer with optimally can reduce GHG emission 48%, acidification 51%, and
eutrophication 49%, (5) Electricity saving at Station of Fermentation can reduce
GHG emissions 6.52%, acidification 6.4%, and euthropication 4.35%, (6) Substitution
of diesel with natural gas can reduce GHG emissions 26%.

Keywords: acidification, bioethanol, eutrophication, LCA, GHG


PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT)
PADA PRODUKSI BIOETANOL DARI MOLASE
(Studi Kasus : PT Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta)

NUNGKI TIARA SANDY

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul : Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) pada Produksi
Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT Madubaru PG-PS
Madukismo Yogyakarta).
Nama : Nungki Tiara Sandy
NIM : F34140019

Disetujui
Pembimbing Skripsi

Dr Ir Andes Ismayana, MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr ing Ir Suprihatin


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya tulis yang berjudul Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) pada
Produksi Bioetanol dari Molase (Studi Kasus: PT Madubaru PG-PS Madukismo
Yogyakarta) dapat diselesaikan.
Terimakasih kepada Dr Ir Andes Ismayana MT selaku dosen pembimbing.
Terimakasih kepada Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti dan Dr Ir Sapta Raharja, DEA
selaku dosen penguji. Terimakasih kepada kedua orang tua saya dan kakak-kakak atas
doa dan dukungannya. Terimakasih kepada Bapak Suhadi, Bapak Heri dan staff PT
Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta atas bantuan dan bimbingannya.
Terimakasih juga kepada rekan-rekan TIN 51 atas doa dan dukungannya. Terimakasih
kepada kakak tingkat TIN 50 Kak Pratiwi dan Kak Ajeng. Terimakasih kepada
sahabat-sahabat saya selama empat tahun di IPB, Nabila, Eka, Desmus, Ayuni,
Shabrina, Frenky, Oriza, Fajar, Ifdholy dan sahabat saya yang ada di Malang, Bangkit
Ilham Maulana. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor. 11 Mei 2018

Nungki Tiara Sandy


xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat 2
Ruang Lingkup 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Tempat 4
Metode Penelitian 4
Pengolahan dan Penyajian Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Deskripsi Proses 9
Pengelolaan limbah 11
Daur Hidup Bioetanol 13
Tujuan dan Ruang Lingkup LCA 14
Hasil Analisis Inventori LCA Bioetanol 14
Dampak Produksi Bioetanol terhadap Lingkungan 16
Interpretasi Hasil untuk Penurunan Dampak Lingkungan 22
SIMPULAN DAN SARAN 30
Simpulan 30
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 35
xiii

DAFTAR TABEL

1. Limbah hasil pengelolaan bioetanol di PS Madukismo 12


2. Data produksi bioetanol tahun 2012 - 2017 13
3. Data input produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 - 2017 14
4. Data output produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 - 2017 15
5. Volume pupuk organik pada tahun 2017 15
6. Hasil analisis dampak LCA bioetanol tahun 2012 - 2017 16
7. Hasil perhitungan kategori dampak GRK PS Madukismo 17
8. Hasil perhitungan ton CO2 (eq) / ton molase 17
9. Hasil perhitungan ton CO2 (eq) tahun 2014 di PS Madukismo 18
10. Hasil perhitungan ton CO2 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan 18
11. Hasil perhitungan kategori dampak asidifikasi PS Madukismo 19
12. Hasil perhitungan ton SO2 (eq) / ton molase 19
13. Hasil perhitungan ton SO2 (eq) tahun 2014 di PS Madukismo 20
14. Hasil perhitungan ton SO2 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan 20
15. Hasil perhitungan kategori dampak eutrofikasi PS Madukismo 21
3-
16. Hasil perhitungan ton PO4 (eq) / ton molase 21
17. Hasil perhitungan ton PO43- (eq) tahun 2014 di PS Madukismo 22
3-
18. Hasil perhitungan ton PO4 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan 22
19. Hasil perhitungan penurunan emisi CO2 23
20. Konversi energi batubara tahun 2014 24
21. Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar 24
22. Hasil perhitungan emisi bituminous coal 24
23. Perbandingan total emisi brown coal tahun 2014 dan bituminous coal 25
24. Total pengurangan emisi menggunakan CSS 26
25. Perbandingan kebutuhan N dan P nira aren dan molase 27
26. Penggunaan pupuk urea dan NPK 27
27. Perbandingan total emisi pupuk urea tahun 2014 dan emisi baru 27
28. Perbandingan total emisi pupuk NPK tahun 2014 dan emisi baru 28
29. Pengurangan emisi dari penggunaan listrik tahun 2014 29
30. Konversi energi solar tahun 2014 29
31. Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar natural gas 30
32. Hasil perhitungan emisi natural gas 30
33. Hasil perhitungan penurunan emisi 30
xiv

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir metode penelitian 4


2. Diagram alir pembuatan bioetanol 11
3. Dampak GRK berdasarkan kategori emisi di PS Madukismo 16
4. Dampak asidifikasi berdasarkan kategori emisi di PS Madukismo 19
5. Dampak eutrofikasi berdasarkan kategori emisi di PS Madukismo 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perhitungan ton CO2 (eq), SO2 (eq), dan PO43-(eq) dari listrik 35
2. Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar solar 35
3. Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar solar 36
4. Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar batubara 36
5. Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar batubara 37
6. Perhitungan ton CO2 (eq) dari limbah cair 37
7. Perhitungan ton PO43-(eq) dari limbah cair 37
8. Perhitungan ton CO2 (eq) dari residu 37
9. Perhitungan ton SO2 (eq) dari residu 38
10. Perhitungan ton CO2 (eq) dari pupuk urea 38
11. Perhitungan ton CO2 (eq) dari pupuk NPK 38
12. Perhitungan ton SO2 (eq) dari pupuk urea 38
13. Perhitungan ton SO2 (eq) dari pupuk NPK 39
14. Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk urea 39
15. Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk NPK 39
16. Perhitungan ton SO2 (eq) dan ton PO43-(eq) dari pupuk urea 39
17. Perhitungan penghematan pada Interpretation 40
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi glukosa dari sumber


karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme (Dahlan et al 2009).
Bioetanol mudah terbakar dan memiliki kalor pembakaran netto yang besar, yaitu
sekitar 2/3 dari kalor pembakaran netto bensin. Bioetanol juga memiliki keunggulan
dari sudut pandang lingkungan, yaitu jumlah gas CO2 hasil pembakarannya jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan bahan bakar fosil, sehingga bahan bakar alternatif ini
dikenal juga sebagai bahan bakar ramah lingkungan. Keuntungan lain dari bioetanol
adalah bersifat terbarukan, artinya dapat dihasilkan dari bahan baku yang dapat
dibudidayakan. Faktor lain yang sangat mendukung adalah bioetanol dapat diproduksi
dari karbohidrat yang bukan merupakan bahan pangan utama. Bahan baku yang
digunakan untuk produksi bioetanol adalah bahan baku yang mengandung pati atau
turunannya seperti sukrosa dan glukosa contohnya molase (Geani dan Ismail 1998).
Molase adalah salah satu hasil samping pengolahan tebu yang masih mempunyai
kandungan gula yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 50 persen. Kandungan gula yang
cukup tinggi tersebut sangat berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan
bioetanol. Molase dapat diolah menjadi bioetanol. Pembuatan bioetanol dari molase
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan (Purba dan
Elida 2009).
Proses pengolahan molase menjadi bioetanol membutuhkan material input dan
energi serta menghasilkan emisi atau limbah yang mencemari lingkungan. Upaya
untuk mengurangi dampak lingkungan dan mengurangi pemakaian sumber daya
dengan meningkatkan kualitas hidup produk, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
produksi. Besarnya dampak lingkungan akibat kegiatan industri, dapat dihitung
melalui salah satu metode yang dinamakan sebagai metode Life Cycle Assessment
(LCA). Menurut Mattson dan Sonesson (2003), LCA adalah suatu metode yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan mengkaji semua dampak lingkungan terkait
dengan produk, proses, dan aktivitas aliran bahan dalam proses produksi. Data yang
dibutuhkan dalam melakukan LCA yaitu material input dan output, hasil samping, dan
penggunaan energi.
Menurut Rosmeika et al (2010), LCA merupakan perangkat yang lazim
digunakan untuk menganalisis penghematan energi, pengurangan emisi, audit energi
dan lingkungan global yang berfokus pada siklus hidup suatu produk, serta efisiensi
penggunaan sumber daya tanah, air, energi, dan penggunaan sumber daya alam
lainnya. Pengkajian dampak lingkungan dengan penilaian daur hidup produk dengan
metode LCA merupakan cara yang tepat untuk perbaikan efisiensi produksi bioetanol
dan upaya pengurangan emisi atau limbah di PS Madukismo. Tahap akhir metode
LCA akan diperlihatkan beberapa upaya dalam penurunan emisi, sehingga upaya
efisiensi dapat dicapai dengan optimal.
2

Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis daur hidup produk bioetanol dengan
metode LCA melalui:
1. Identifikasi data inventory proses produksi bioetanol dari molase.
2. Analisis potensi dampak lingkungan yang mungkin timbul yaitu gas rumah kaca
(GRK), asidifikasi dan eutrofikasi pada produksi bioetanol dari molase.
3. Memberikan alternatif perbaikan dalam upaya penurunan dampak lingkungan dan
peningkatan efisiensi pada produksi bioetanol dari molase.

Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai dampak
lingkungan produksi bioetanol dari molase dan mengetahui kuantitas dampak
lingkungan sehingga dapat mengurangi dampak emisi atau limbah terhadap
lingkungan berdasarkan perhitungan analisis inventory, meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku dan energi, mengoptimalkan output, dan merekomendasikan
alternatif perbaikan berdasarkan metode LCA.

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini yaitu pabrikasi molase menjadi bioetanol (gate to
gate) ditambah kegiatan transportasi melalui distributor bioetanol ke Tegal dan
Tangerang dan supplier bahan tambahan seperti pupuk urea, NPK, asam sulfat, TRO,
dan anti floc dari Surabaya dan Semarang. Dampak lingkungan yang dianalisis yaitu
gas rumah kaca (GRK), asidifikasi dan eutrofikasi. berdasarkan data inventory.
Rekomendasi alternatif perbaikan berdasarkan metode LCA dengan studi pustaka.
TINJAUAN PUSTAKA

Molase adalah hasil samping industri gula yang tidak mengandung sukrosa yang
dapat dikristalkan. Molase berwarna coklat dan berbentuk cairan. Molase selain dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas, juga dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan bioetanol. Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian bahan–bahan
karbohidrat atau yang mengandung glukosa. Mikroba yang biasa digunakan untuk
pembentukan bioetanol dari glukosa adalah Saccharomyces cerevisiae . Proses
fermentasi meliputi dua tahap yaitu tahap pengembangan yeast yang berlangsung
aerob dan tahap fermentasi yang berlangsung secara anaerob (Winjaya et al 2011).
Tahap pengembangan yeast perlu diketahui tentang kondisi yang baik untuk
perkembangan yeast yaitu konsentrasi gula, pH, aerasi, suhu, dan waktu. Konsentrasi
gula yang baik untuk pertumbuhan yeast adalah 12-18 persen. Bila konsentrasi gula
lebih besar dari 18 persen maka dapat menghambat pertumbuhan yeast, akibatnya
kadar alkohol yang diperoleh akan rendah. Bila konsentrasi gula kurang dari 12 persen
maka pertumbuhan yeast akan lambat. pH optimal untuk pertumbuhan yeast adalah
4.5 sampai 5.5. Hal ini memberikan suasana yang baik untuk pertumbuhan yeast, tetapi
3

tidak baik untuk pertumbuhan mikroorganisme lain. Pengaruh pH biasanya dilakukan


dengan menggunakan asam Sulfat (Putranto et al 2008).
Yeast yang digunakan harus memenuhi syarat yaitu mampu tumbuh dalam
jumlah yang sangat besar dalam substrat, mampu mengeluarkan enzim untuk
mengubah glukosa menjadi bioetanol dan tetap hidup dalam lingkungan bioetanol
kadar tinggi. Proses fermentasi dianggap selesai apabila kadar glukosa sudah konstan
yang berarti sudah tidak ada lagi perubahan glukosa menjadi bioetanol. Proses
fermentasi glukosa menjadi bioetanol memiliki hasil samping berupa gas CO2. Secara
teoritis banyaknya gas CO2 yang diproduksi selama proses fermentasi sebesar 46.6
kg/100kg molase yang difermentasikan (Putranto et al 2008).
Hidrolisis sukrosa merupakan proses pemecahan molekul sukrosa menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti fruktosa dan glukosa. Proses
hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau
gabungan keduanya. Proses hidrolisis menggunakan asam dapat dilihat pada
persamaan reaksi berikut ini :
H2SO4
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
(Sukrosa) (Fruktosa) (Glukosa)
Monosakarida yang terdiri dari fruktosa dan glukosa difermentasikan menjadi
bioetanol dengan hasil samping yaitu gas CO2.
Sacharomycess sp
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2
(Glukosa) (Bioetanol) (Karbondiokasida)
Tujuan dari proses distilasi adalah untuk memurnikan zat cair pada titik didihnya
serta memisahkan cairan dari campurannya yang mempunyai titik didih yang berbeda.
Perbedaan titik didih antara air dan bioetanol yang cukup besar memungkinkan
terjadinya pemisahan campuran bioetanol dan air (Soerawidjaja 2007). Proses distilasi
memiliki hasil samping berupa minyak fusel dan vinasse yang mengandung bahan
organik sehingga dapat dimanfaatkan lagi. Minyak fusel memiliki kandungan amil
alkohol dan iso amil alkohol. Minyak fusel, ammonia, dan CO2 merupakan hasil
dekomposisi asam ammonia oleh mikroorganisme.Vinase mengandung sekitar 7%
bahan kering, terutama bahan mineral (29%), gula pereduksi (11%), gum (21%), serta
lilin, fenol, dan lignin. Sisanya terdiri dari protein, asam laktat, asam organik, gliserol,
dan asam volatile (Soerawidjaja 2007).
Metode LCA digunakan untuk menghitung perkiraan dan menilai dampak
lingkungan yang dihubungkan dengan daur hidup suatu produk (Rebitzer et al 2009).
LCA terdiri dari empat tahap, yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup (goal and
scoping), analisis persediaan (inventory analysis), penilaian dampak (impact
assessment), dan analisis perbaikan (interpretation). Goal yaitu spesifikasi kegiatan
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting dan scope adalah batasan
sistem. Inventory analysis dilakukan dengan pengumpulan data kuantitatif untuk
menentukan level atau tipe input energi dan material pada suatu sistem industri serta
output dan emisi yang dilepaskan ke lingkungan. Impact assessment digunakan untuk
menganalisis dampak suatu proses yang telah didata secara kuantitatif pada inventory
analysis terhadap lingkungan. Interpretation dilakukan dengan interpretasi hasil,
4

evaluasi, dan analisis terhadap usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk perbaikan
(ISO 14040 2006).
Ada empat pilihan utama untuk menentukan batas-batas sistem yang digunakan
berdasarkan standard ISO 14040 didalam sebuah studi LCA: (1) Cradle to grave:
termasuk bahan dan rantai produksi energi semua proses dari ekstraksi bahan baku
melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir dalam siklus
hidupnya. (2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui
tahap produksi (proses dalam pabrik), digunakan untuk menentukan dampak
lingkungan dari suatu produksi sebuah produk. (3) Gate to grave: meliputi proses dari
penggunaan pasca produksi sampai pada akhir-fase kehidupan siklus hidupnya,
digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari produk tersebut setelah
meninggalkan pabrik. (4) Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja,
digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses
(GaBi 2011).

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Maret 2018,
bertempat di PT Madubaru PG-PS Madukismo Yogyakarta.

Metode Penelitian

Metode LCA dilakukan dengan melakukan identifikasi secara kuantitatif dari


semua aliran input-output dari sistem terhadap lingkungan dalam setiap tahap daur
hidup (life cycle). Metode LCA dilakukan berdasarkan pedoman pelaksanaan LCA
menurut Framework ISO 14040 (1997) yang terdiri dari 4 tahap yaitu goal and scope
definition, inventory analysis, impact assessment), dan interpretation and
improvement analysis.

Goal and Scope

Inventory Analysis
Jenis dan jumlah input
Jenis dan jumlah energi
Jenis dan jumlah output

Impact assessment

Intrepretation and improvement analysis

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian


Goal dan scope
Penentuan goal dan scope bertujuan untuk menentukan tujuan dan batasan yang
jelas dalam pelaksanaan penelitian. Goal penelitian yaitu menganalisis daur hidup
produk bioetanol dari molase melalui metode LCA. Scope penelitian yaitu pabrikasi
5

molase menjadi bioetanol (gate to gate) ditambah kegiatan transportasi oleh


distributor bioetanol ke Tegal dan Tangerang dan supplier bahan tambahan seperti
pupuk urea, NPK, asam sulfat, TRO, dan anti floc dari Surabaya dan Semarang.

Inventory analysis
Inventory analysis merupakan bagian dari LCA yang berisi satu set data aliran
bahan dan energi dari daur hidup bioetanol. Dalam penelitian ini, data yang digunakan
berasal dari data sekunder berdasarkan dokumen perusahaan selama 6 tahun dan
publikasi hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya. Data inventory
diperoleh juga melalui observasi lapang dan wawancara. Data inventory digunakan
untuk melakukan perhitungan didalam analisis dampak LCA.

Impact assessment
Analisis dampak dilakukan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang
dihasilkan berdasarkan hasil analisis inventori. Perhitungan analisis dampak
dikelompokkan berdasarkan dampak emisi yaitu gas rumah kaca (GRK), asidifikasi
dan eutrofikasi. Dampak terhadap GRK yang dihasilkan di pabrik bioetanol dianalisis
berdasarkan kandungan CO2, N2O, dan CH4 yang dikonversi menjadi CO2 (eq).
Dampak terhadap asidifikasi dianalisis berdasarkan kandungan SO2, NOx, dan NH3
yang dikonversi menjadi SO2(eq). Dampak terhadap eutrofikasi berdasarkan kandungan
NH3, NOx dan PO43- yang dikonversi menjadi PO43-(eq) .
1. Gas Rumah Kaca (GRK)
Perhitungan emisi GRK dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan
emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
persamaannya dijelaskan sebagai berikut:
Emisi CO2 (solar) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (74100 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CO2 (batubara) = QF × NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (kg)
NK : nilai kalor (0.000022 TJ/kg)
FE : faktor emisi (97500 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CO2 (listrik) = QL × FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (MWh)
FE : faktor emisi (0.851 ton CO2/MWh) (RUPTL (PLN) 2016)
Emisi CH4 (solar) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (3 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi CH4 (limbah cair) = VLC × C × FE
Keterangan:
VLC : volume limbah cair (l)
C : nilai COD (mg/l)
6

FE : faktor emisi (0,21 kg CH4/ kg COD) (IPCC 2006)


Emisi CH4 (batubara) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (kg)
NK : nilai kalor (0.000022 TJ/kg)
FE : faktor emisi (10 kg CH4/TJ) (KLH 2017)
Emisi N2O (batubara) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (kg)
NK : nilai kalor (0.000022 TJ/kg)
FE : faktor emisi (1.5 kg N2O/TJ) (KLH 2017)
Emisi N2O (solar) = QF × NK × FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (0.6 kg CO2/TJ) (KLH 2017)
Emisi N2O(pupuk) = QP x N x FE1 x FE2
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
N : kandungan N pada pupuk (15%)
FE1 : faktor emisi (kg NH3-N+NOx-N/kg N input)
FE2 : faktor emisi (kg N2O-N/kg NH3-N+NOx-N) (IPCC 2006)
Emisi N2O(residu) = QR x N x FE
Keterangan:
QR : residu molase yang dihasilkan (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.07 gr N2O/kg N) (IPCC 2006)
Gas CH4 dan N2O memiliki besaran Global Warming Potential (GWP) yaitu
nilai yang relatif sama dengan CO2 sebesar 21 dan 310 (KLH 2017). GWP yang
digunakan yaitu GWP 100 tahun. Konversi CH4 dan N2O dijelaskan pada persamaan
berikut :
1 kg CH4 = 21 kg CO2 (eq)
1 kg N2O = 310 kg CO2(eq)

2. Asidifikasi
Emisi yang dapat menyebabkan asidifikasi di pabrik bioetanol adalah SO2, NOx,
dan NH3. Sumber emisi penyebab asidifikasi yang mengandung SO2 berasal dari
penggunaan batubara, solar, dan listrik. Perhitungan emisi SO2 yang berasal dari solar
menurut Madanhire dan Mbohwa (2016) dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
Emisi SO2 (solar) = QF x NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor (0.00004 TJ/kg)
FE : faktor emisi (1 kg SO2 (eq) /TJ) (Madanhire dan Mbohwa 2016)
Emisi SO2 (listrik) = QL x FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (kWh)
FE : faktor emisi (8.1 gr SO2/kWh) (Putt dan Bhatia 2002)
7

Emisi SO2 (batubara) = QF x NK x FE


Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (ton)
FE : faktor emisi ( 0.0000128 ton SO2 (eq) /ton batubara) (MENLH 2012)
Emisi NOx (solar) = QF x NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (l)
NK : nilai kalor bersih (0.00004 TJ/l)
FE : faktor emisi (25 kg SO2 (eq) /TJ) (Madanhire dan Mbohwa 2016)
Emisi NOx (batubara) = QF x NK x FE
Keterangan:
QF : konsumsi bahan bakar (ton)
FE : faktor emisi (0.0015 kg SO2 (eq) /ton batubara) (MENLH 2012)
Emisi NOx (listrik) = QL x FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (kWh)
FE : faktor emisi (4.17 gr NOx /kWh) (Putt dan Bhatia 2002)
Emisi NOx (pupuk) = QP x N x FE
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
N : kandungan N pada pupuk (%)
FE : kaktor emisi (0.005 kg NOx/kg N) (EEA 2013)
Emisi NOx (residu) = QR x N x FE
Keterangan:
QR : residu molase yang dihasilkan (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.005 kg NOx/kg N) (IPCC 2006)
Emisi NH3 (urea) = QU x N x FE
Keterangan:
QU : konsumsi pupuk urea (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.1 kg NH3/kg N) (EEA 2006)
Analisis dampak terhadap asidifikasi yang berasal dari SO2, NOx, dan NH3
dikonversi menjadi SO2 (eq). Menurut Heijungs et al (1992), nilai konversi menjadi SO2
(eq) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
1 kg NOx = 0.7 kg SO2 (eq)
1 kg NH3 = 1.88 kg SO2 (eq)

3. Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan fenomena yang dapat mempengaruhi ekosistem darat
serta air. Nitrogen dan fosfor merupakan dua nutrisi yang banyak terlibat dalam
eutrofikasi. Sumber emisi atau limbah penyebab eutrofikasi di pabrik bioetanol adalah
NH3, NOx dan PO43- (IPCC 2002). Penggunaan pupuk dalam proses pemasakan molase
menghasilkan dampak terhadap eutrofikasi. Sumber emisi yang menyebabkan
eutrofikasi di antaranya yaitu pupuk urea, pupuk NPK, listrik, residu, dan limbah cair.
Perhitungan dampak eutrofikasi dari emisi NH3 yang berasal dari penggunaan pupuk
urea berdasarkan EEA (2006) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NH3 (urea) = QU x N x FE
8

Keterangan:
QU : konsumsi pupuk urea (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.1 kg NH3/kg N) (EEA 2006)
Perhitungan emisi PO43- yang berasal dari penggunaan pupuk menurut Renouf
et al (2008) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi PO43- (pupuk) = QP x P x FE
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
P : kandungan P (15 %)
FE : faktor emisi (0.128 kg PO43-/kg pupuk) (Renouf et al 2008)
3-
Perhitungan emisi PO4 yang berasal dari limbah cair yang dihasilkan menurut
IPCC (2006) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi PO43- (limbah cair) = QL x C x FE
Keterangan:
QL : volume limbah cair (liter)
C : nilai COD (mg/liter)
FE : faktor emisi (0.022 kg PO43-/kg COD) (IPCC 2006)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan pupuk menurut EEA
(2013) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (pupuk) = QP x N x FE
Keterangan:
QP : konsumsi pupuk (kg)
N : kandungan N pada pupuk (%)
FE : kaktor emisi (0.005 kg NOx/kg pupuk) (EEA 2013)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari penggunaan listrik menurut Putt dan
Bhatia (2002) dapat diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (listrik) = QL x FE
Keterangan:
QL : konsumsi listrik (kWh)
FE : faktor emisi (4.17 gr NOx /kWh) (Putt dan Bhatia 2002)
Perhitungan emisi NOx yang berasal dari residu menurut IPCC (2006) dapat
diperoleh melalui persamaan berikut ini :
Emisi NOx (residu) = QR x N x FE
Keterangan:
QR : residu molase yang dihasilkan (kg)
N : kandungan N (15 %)
FE : faktor emisi (0.005 kg NOx /kg residu) (IPCC 2006)
Analisis dampak terhadap eutrofikasi yang berasal dari NH3 dan NOx dikonversi
menjadi PO43-(eq). Menurut Heijungs et al (1992) nilai konversi menjadi PO43-(eq) dapat
diperoleh melalui persamaan berikut ini :
1 kg NOx = 0.13 kg PO43-(eq)
1 kg NH3 = 0.35 kg PO43-(eq)
1 kg PO43-(eq) = 1 kg PO43-(eq)
9

Intrepretation
Tahap ini dilakukan interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap dampak
lingkungan dalam upaya untuk perbaikan dan mengurangi dampak terhadap
lingkungan. Berdasarkan evaluasi terhadap analisis dampak yang dilakukan kemudian
diidentifikasi tahapan proses yang memberikan dampak yang siginifikan terhadap
pencemaran lingkungan. Setelah diketahui tahapan proses tersebut kemudian
dianalisis dengan beberapa alternatif untuk melihat perubahan dampak lingkungan
yang terjadi dan manfaat yang diperoleh dari hasil LCA di pabrik bioetanol. Alternatif
perbaikan yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak lingkungan yaitu
perbaikan proses dan daur ulang. Perbaikan proses yang dilakukan yaitu dengan
melakukan perhitungan untuk upaya perbaikan selama daur hidup bioetanol. Upaya
perbaikan proses diharapkan selain dapat mengurangi dampak lingkungan terhadap
GRK, asidifikasi dan eutrofikasi juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja di PS
Madukismo.
Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan dan penyajian data dilakukan dengan menggunakan microsoft excel.


Data inventory sebagai data kuantitatif untuk menghitung hasil input dan output yang
dihasilkan. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik agar hasil data lebih mudah
dipahami dan terlihat perbandingan dari hasil analisis dampak maupun manfaat yang
diperoleh dari hasil tahap interpretasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Proses

Proses pembuatan bioetanol di PS Madukismo terdiri dari beberapa proses yaitu:


1. Pemasakan
Proses pemasakan meliputi proses pengenceran, penambahan asam, pupuk NPK,
dan pupuk urea. Molase dari PG Madukismo masih sangat pekat (900 brix) sehingga
perlu diencerkan agar kadar gula yang optimum. Kadar gula yang tinggi akan
menghambat pertumbuhan yeast sehingga tidak semua gula dapat terfermentasi,
sedangkan kadar gula yang rendah menyebabkan hasil yang diperoleh sedikit. Molase
dari tangki penimbun dipompa menggunakan screw pump disalurkan untuk mengisi
tangki pemasakan tetes 3A, 3B, 8/1, 8/2, dan 8/3 secara bergantian. Diatur pH nya agar
berada di kisaran 4.8 karena pada pH ini pertumbuhan yeast akan optimal.

2. Peragian
Tangki peragian utama terdiri dari 10 buah tangki vertikal dengan kapasitas
masing-masing 75000 liter.Tidak diberi udara lagi karena yeast tidak lagi
dikembangkan, tetapi hanya melakukan peragian. Pengendapan kotoran yang ada
didalam adonan dipercepat dengan super floc untuk mencegah terjadinya kerak pada
kolom distilasi. Penambahan TRO (Turkey Red Oil) digunakan untuk mengatasi buih
yang terjadi. Pemberian TRO dilakukan di awal masa fermentasi, sedangkan
10

penambahan super floc di akhir fermentasi. Residu hasil fermentasi disaring pada Unit
Pengolahan Limbah kemudian dibuang.

3. Penyulingan
Proses penyulingan atau distilasi adalah salah satu cara untuk memisahkan
campuran melalui perbedaan titik didihnya. Alat distilasi yang digunakan yaitu dua
kolom kasar (maische kolom) 16 plate, satu kolom teknis (voorlop kolom) 45 plate,
satu kolom pemurnian (rektifiser kolom) 63 plate, dan satu kolom terakhir (nachlop
kolom) 63 plate. Pemanasan menggunakan steam bersuhu 120 sampai 140o C dan
bertekanan 3 bar. Steam dimasukkan melalui bagian bawah kolom sedangkam cairan
hasil fermentasi (beslag) mengalir dari atas.
a. Maische kolom
Terjadi pemisahan bioetanol dalam beslag, dimana diperoleh hasil bawah berupa
vinasse yang kemudian dikirim ke Unit Pengolahan limbah, serta hasil atas berupa
bioetanol muda dengan kadar sekitar 45 persen yang keluar pada suhu 90o C.
Selanjutnya diembunkan melalui voorwarmer dan kondensor kemudian dimasukkan
kedalam voorlop kolom.
b. Voorlop kolom
Diperoleh hasil atas berupa bioetanol teknis kurang lebih 94 persen dengan kadar
aldehid yang cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk bioetanol prima. Selanjutnya
didinginkan dengan kondensor dan pendingin kemudian ditampung dalam tangki
penimbun sementara, sedangkan hasil bawah berupa bioetanol dengan kadar kurang
lebih 30 persen bebas aldehid dimasukkan ke dalam rektifiser kolom.
c. Rektifiser kolom
Hasil atas berupa bioetanol prima lebih dari atau sama dengan 95% yang
kemudian dilewatkan kondensor dan didinginkan untuk ditampung dalam tangki
penimbun. Hasil bawah berupa lutherwasser kemudian dibuang ke sungai. Terdapat
pula hasil samping berupa alkohol dengan kadar 55 persen yang mengandung minyak
fusel yang kemudian dikirim ke nachlop kolom.
d. Nachlop kolom
Hasil atas berupa bioetanol prima dengan kadar sekitar 95 persen yang kemudian
diembunkan dalam kondensor dan didinginkan untuk kemudian ditampung dalam
tangki penimbun sementara. Hasil bawah berupa lutherwasser dan hasil samping
berupa minyak fusel.

4. Transportasi
Kegiatan transportasi dilakukan oleh distributor dan supplier. Distributor
bioetanol mendistribusikan bioetanol ke beberapa daerah seperti Yogyakarta, Tegal,
dan Tangerang, sedangkan bahan tambahan disuplai dari Yogyakartaa, Semarang, dan
Surabaya. Kegiatan transportasi dilakukan menggunakan truk. Truk pendistribusian
bioetanol dilengkapi dengan segel yang hanya boleh dibuka oleh pihak Bea dan Cukai
yang telah ditempatkan di masing-masing pabrik yang memproduksi maupun
membutuhkan bioetanol. Perhitungan kebutuhan jumlah solar memperhatikan keadaan
truk loading dan unloading berdasarkan IPCC (2016) yang menyebutkan bahwa
11

konversi untuk truk loading yaitu 0.49 km/liter, sedangkan untuk truk unloading yaitu
0.25 km/liter.

Proses pembuatan bioetanol dari molase dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

Molase
Pupuk urea
Pupuk NPK Air pencuci tangki
Asam sulfat
Air pengenceran
Pemasakan

Air bekas pencuci tangki


Yeast
Air pendingin
Super floc
TRO Air pencuci tangki
Peragian CO2
Residu
Beslag Air bekas pendingin
Air bekas pencuci tangki

Steam Air pendingin


Penyulingan Air pencuci tangki

Air bekas pencuci tangki


Vinasse Luther wasser
Air bekas pendingin
Minyak fusel

Pupuk Organik Bioetanol

Gambar 2 Diagram alir proses produksi bioetanol

Pengelolaan Limbah

Limbah yang dihasilkan oleh PS Madukismo berupa limbah padat, limbah cair
dan limbah gas. Limbah padat berupa residu hasil samping fermentasi, abu batubara,
dan pembungkus. Limbah cair berupa vinasse, air bekas pencuci tangki, minyak fusel,
air pendingin, luther wasser, dan air bekas kegiatan umum. Limbah gas berupa gas
CO2 hasil fermentasi dan asap pembakaran dari stasiun boiler. Limbah cair yang
dihasilkan oleh PS Madukismo diolah dalam Sewage Treatment Plant (STP) PS
Madukismo. Limbah cair dibagi menjadi dua yaitu limbah cair yang langsung dibuang
ke sungai meliputi luther wasser, air pendingin tangki, air bekas kegiatan umum,
12

minyak fusel, dan air bekas pencuci tangki, sedangkan limbah cair yang diolah terlebih
dahulu di Unit Pengolahan Limbah yaitu vinasse yang diolah menjadi pupuk organik.

Tabel 1 Limbah hasil produksi bioetanol di PS Madukismo


Jenis Limbah Limbah Pengelolaan limbah
Limbah padat Residu Dibuang ke sungai (tanpa treatment)
Abu batubara Bekerjasama dengan pihak ketiga
Pembungkus Bekerjasama dengan pihak ketiga
Limbah Cair Vinasse Produksi pupuk organik
Air bekas pencuci tangki Dibuang ke Sungai (tanpa treatment)
Minyak fusel Dibuang ke Sungai (tanpa treatment)
Air pendingin Dibuang ke Sungai (tanpa treatment)
Luther wasser Dibuang ke Sungai (tanpa treatment)
Air bekas kegiatan umum Dibuang ke Sungai (tanpa treatment)
Limbah gas CO2 Dibuang ke udara (tanpa treatment)
Asap pembakaran Dibuang ke udara (tanpa treatment)
(Sumber : Data PS Madukismo)
Industri bioetanol menghasilkan limbah cair utama yang memiliki daya cemar
paling tinggi yaitu vinasse. Limbah vinasse yang dihasilkan memiliki debit yang
sangat tinggi. Proses pembuatan bioetanol sebanyak 1 liter, akan menghasilkan limbah
vinasse sebanyak 13 liter (1:13). Vinasse berwarna hitam, berbau, memiliki keasaman
yang tinggi, bersifat korosif, serta memiliki daya pencemaran yang tinggi apabila
dibuang ke lingkungan (Anantha 2007). Limbah ini tidak dapat langsung dibuang ke
saluran air atau sungai, karena akan mengeliminasi oksigen terlarut di dalamnya yang
pada akhirnya merusak sistem kehidupan biota yang ada di sungai (Barqi et al 2010).
Vinasse berpotensi untuk diolah menjadi pupuk karena mengandung unsur -
unsur N dan P, S, Fe, Mg, Ca dan Na yang bermanfaat untuk bioremediasi tanah.
Informasi tersebut sejalan dengan hasil analisis yang dilaporkan oleh PT Madubaru
PS Madukismo bahwa vinasse mengandung unsur hara (N, P, K, Ca dan Mg) yang
bermanfaat bagi kesuburan tanah. Pengolahan limbah vinasse menjadi pupuk organik
cair (POC) pada tahun 2017 karena kandungan vinasse sangat berguna untuk
kesuburan dan memperbaiki struktur tanah. Proses fermentasi vinasse dilakukan
secara anaerob melalui bantuan mikroba.
Di negara maju seperti Brazil, vinasse dimanfaatkan langsung sebagai irigasi
tanaman. Melalui saluran air sepanjang 25 km, vinasse dialirkan ke lahan-lahan tebu,
sedangkan di PS Madukismo, vinasse diolah terlebih dahulu dengan mikroba
fungsional untuk menambah kemanfaatannya. Mikroba pada pupuk akan bekerja
sebagai penambat N dan pelarut P dalam tanah karena tumbuhan tidak dapat
memanfaatkan unsur N secara bebas sehingga perlu diubah terlebih dahulu melalui
bantuan mikroba fungsional menjadi senyawa organik yang dibutuhkan tumbuhan.
Ragam mikroba yaitu Azetobacter sp, Lactobacillus sp, Pseudomonas sp, dan bakteri
Selulolitik.
Proses pembuatan pupuk dilakukan melalui fermentasi vinasse dengan bantuan
mikroba sehingga dihasilkan pupuk cair yang diberi nama Pucamadu (pupuk cair
madubaru). Vinasse dialirkan dari tangki penyulingan yang ditampung di dalam bak
penampungan vinasse, lalu disaring untuk memisahkan kotoran-kotoran yang tidak
13

diperlukan. Setelah itu vinasse dan tangki inokulasi mikroba dialirkan ke dalam tangki
tera untuk proses fermentasi. Setelah fermentasi selesai pupuk disimpan didalam
tangki penyimpanan untuk didistribusikan ke beberapa lokasi.

Daur Hidup Bioetanol

Daur hidup bioetanol dalam penelitian ini meliputi kegiatan pabrikasi bioetanol
dan transportasi. Bahan baku yang digunakan PS Madukismo dalam pembuatan
bioetanol yaitu molase. Pemenuhan bahan baku berasal dari hasil samping produksi
gula oleh PG Madukismo. Molase merupakan hasil samping dari industri pengolahan
gula yang masih mengandung gula cukup tinggi. Kandungan gula molase berkisar
antara 48 – 55 %, sehingga cukup potensial untuk pembuatan bioetanol. Fermentasi
adalah suatu proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun
oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba. Salah satu jenis mikroba yang produktif
dan sering digunakan untuk fermentasi yaitu Saccharomyces cerevisiae. Proses
fermentasi akan mendegradasi glukosa menjadi bioetanol dan CO2 melalui suatu jalur
metabolisme yang disebut glikolisis (Prescott dan Dunn 1959). Tabel data kegiatan
produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 – 2017 dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini :
Tabel 2 Data produksi bioetanol tahun 2012 - 2017
Tahun
Data Satuan
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pemakaian molase ton 205.21 172.67 227.87 216.1 180.72 123.15
Produksi bioetanol m3 5408 4609 5906 5678 4623 3333
Hari produksi hari 233 203 265 256 204 133
Rendemen % 26.35 26.69 25.92 26.28 25.58 27.07
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2012 – 2017)

Tabel 2 menunjukkan bahwa banyaknya molase sangat menentukan tingkat


rendemen yang dihasilkan. Produksi bioetanol berbeda-beda setiap tahunnya
dikarenakan permintaan konsumen yang berbeda-beda juga sehingga akan
menentukan jumlah hari produksi bioetanol. Jumlah molase yang digunakan
berbanding lurus dengan produk bioetanol yang dihasilkan. Rendemen yang
dihasilkan berbeda-beda setiap tahun dikarenakan nilai Total Sugar Invert (TSI) yang
menunjukkan kualitas atau kandungan gula invert didalam molase, sehingga
mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan.
Siklus hidup bioetanol di PS Madukismo dimulai dari bahan baku yaitu molase
yang diperoleh dari PG Madukismo kemudian diolah menjadi bioetanol. Setiap
tahapan akan mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan emisi terhadap
lingkungan. Penggunaan material input dan energi yang berlebihan akan
mengakibatkan semakin berkurangnya persediaan di alam, sedangkan hasil keluaran
dari sistem industri berupa limbah (padat, cair, dan gas) akan memberi dampak negatif
terhadap lingkungan.
14

Tujuan dan Ruang Lingkup LCA


Tahap awal yang harus dilakukan dalam melakukan kajian LCA adalah
menentukan tujuan dan ruang lingkup yang akan dikaji pada penelitian. Tujuannya
adalah menganalisis daur hidup bioetanol dari molase, yang terdiri dari identifikasi
data inventory proses produksi bioetanol dari molase, analisis potensi dampak
lingkungan yang mungkin timbul berupa gas rumah kaca (GRK), asidifikasi, dan
eutrofikasi, serta analisis alternatif perbaikan dalam upaya pemanfaatan input, energi
dan penurunan dampak lingkungan. Ruang lingkupnya adalah pabrikasi bioetanol dari
molase (gate to gate) ditambah transportasi oleh distributor dan supplier.

Hasil Analisis Inventori LCA Bioetanol


Inventory analysis merupakan bagian dari LCA yang meliputi input, energi,
output dan emisi yang dihasilkan selama siklus daur hidup bioetanol. Pengumpulan
data kuantitatif untuk menentukan level atau tipe input dan energi dan hasil yang
dilepaskan ke lingkungan. Data untuk inventory analysis menggunakan data sekunder
dari PS Madukismo. Input yang dianalisis berupa bahan baku, bahan tambahan, air,
dan bahan bakar, sedangkan output yang dihasilkan berupa produk utama, produk
samping, dan emisi.
Data inventory merupakan komponen yang sangat penting dalam melakukan
kajian LCA karena dijadikan sumber data untuk melakukan analisis dampak dan
analisis perbaikan. Selain itu, dalam melakukan inventory analysis diperlukan
pengetahuan secara mendalam pada komponen komponen yang berpotensi
menghasilkan dampak lingkungan yang akan dikaji. Pengetahuan mengenai
komposisi, karakteristik, dan potensi dampak yang dimiliki suatu bahan dapat
menghasilkan kajian LCA yang lebih mendalam. Data input produksi bioetanol di PS
Madukismo dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3 Data input produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 – 2017
Tahun
Input Satuan
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Molase ton 205.21 172.67 223.87 220.1 180.72 123.15
Yeast gram 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
Urea ton 17.13 14.92 19.48 18.82 14.99 9.78
NPK ton 20.62 17.97 23.45 22.66 18.05 11.77
Super floc ton 1.89 1.64 2.15 2.07 1.65 1.07
3
Air m 475320 414120 540600 522240 416160 271320
H2SO4 m3 5.6 4.87 6.36 6.14 4.9 3.19
3
Anti foam m 12.58 10.96 14.31 13.82 11.02 7.18

Bahan bakar :

Solar liter 4988.34 4747.1 6546.78 6449.1 4364.52 2806.08


Batubara ton 5619.65 4531.96 6290.39 5505.22 4233.99 3181.40
Listrik kWh 1990752 1734432 2264160 2187264 1253376 817152
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2012 – 2017)
15

Tabel 3 menunjukkan bahwa molase yang digunakan dari 2012 sampai 2017
naik turun setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi permintaan konsumen yang naik turun
juga. Bioetanol merupakan produk utama yang dihasilkan dari kegiatan fermentasi
molase, selain bioetanol juga dihasilkan emisi atau limbah yang disebabkan oleh
penggunaan pupuk urea, pupuk NPK, listrik, batubara, dan solar. Emisi atau limbah
tersebut berupa vinasse, luther wasser, minyak fusel, air bekas pencuci tangki, air
pendingin, air bekas kegiatan umum, residu, gas hasil samping fermentasi berupa CO2
dan asap pembakaran batubara. Output yang dihasilkan dari proses produksi bioetanol
berasal dari data sekunder dan perhitungan dari literatur. Data output yang dihasilkan
dari proses produksi bioetanol di PS Madukismo dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4 Data output produksi bioetanol di PS Madukismo tahun 2012 – 2017
Tahun
Output Satuan
2012 2013 2014 2015 2016 2017
3
Bioetanol m 5408 4609 5906 5678 4623 3333
Minyak fussel m3 148.54 129.41 168.94 163.2 130.05 84.79
Vinnase m3 43804 38164 49820 48128 38352 25004*)
Air bekas
m3 3495 3045 3975 3840 3060 1995
pencucian
Luther wasser m3 5707 4337 9435 8824 4516 1807
Air pendingin m3 32492 29202 33735 32998 29178 19940
Air bekas
m3 1670 1197 2174 1983 1213 1011
kegiatan umum
Residu ton 0.3495 0.3045 0.3975 0.384 0.306 0.1995
Gas CO2 ton 95.6 80.46 106.19 100.7 84.2 57.39
Abu batubara ton 2208.84 1873.69 2787.8 2503.68 1723.8 1013.46
Pupuk organik m3 - - - - - 24931.42
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2012 – 2017)
*) Diolah menjadi pupuk organiks

Tabel 4 menunjukkan jumlah output dan hasil samping selama enam tahun dari
tahun 2012 sampai 2017 yang dihasilkan oleh PS Madukismo. Output yang dihasilkan
yaitu bioetanol. Namun terdapat output lain yang dihasilkan oleh Unit Pengolahan
Limbah yaitu pupuk organik dari fermentasi vinasse. Pembuatan pupuk organik di PS
Madukismo mulai diaplikasikan bulan Mei 2017. Bulan Januari sampai April 2017
dilakukan percobaan (trial). Data volume pupuk organik yang dihasilkan di PS
Madukismo selama 8 bulan pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5 Volume pupuk organik pada tahun 2017
Bulan Volume (liter) Bulan Volume (liter)
Mei 541100 September 4355470
Juni 2288660 Oktober 4231830
Juli 4177290 November 1670390
Agustus 4285040 Desember 3381640
Total 24931420 liter
(Sumber : Data PS Madukismo tahun 2017)

Dampak Produksi Bioetanol terhadap Lingkungan


16

Analisis dampak digunakan untuk menganalisis dampak suatu proses terhadap


lingkungan. Data analisis dampak diperoleh melalui perhitungan secara kuantitatif
berdasarkan data inventory. Data inventory. menunjukkan bahwa dalam setiap tahapan
proses dapat menghasilkan emisi atau limbah yang berdampak terhadap lingkungan.
Hasil analisis dampak LCA produksi bioetanol di PS Madukismo berdasarkan kategori
dampak dapat lihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6 Hasil analisis dampak LCA bioetanol tahun 2012 – 2017
Kategori Tahun
Satuan
Dampak 2012 2013 2014 2015 2016 2017
GRK ton CO2 (eq) 43583.2 38274.04 51636.4 49478.4 36570.3 24643.7
Asidifikasi ton SO2 (eq) 30.45 25.86 34.08 32.67 25.5 17.28
3-
Eutrofikasi ton PO4 (eq) 2.07 1.78 2.35 2.3 1.81 1.12
Secara rinci perhitungan hasil dampak lingkungan produksi bioetanol dari
molase di PT Madubaru PG-PS Madukismo dijelaskan pada bab berikut ini :

Gas Rumah Kaca (GRK)


Energi matahari yang diserap bumi akan dipantulkan kembali dalam bentuk infra
merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun karena adanya gas rumah kaca,
sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas-gas
rumah kaca untuk dikembalikan ke permukaan bumi sehingga terjadi peningkatan
suhu di permukaan bumi (Rukaesih 2004). Menurut IPCC (2006), gas-gas utama yang
dikategorikan sebagai GRK dan mempunyai potensi menyebabkan pemanasan global
adalah CO2, CH4, dan N2O. Gas CO2 mempunyai persentase sebesar 50 persen dalam
total GRK, sementara CH4 memiliki persentase sebesar 20 persen, dan N2O sebesar 30
persen (Rukaesih 2004). Hasil perhitungan kategori dampak GRK berdasarkan sumber
emisi di PS Madukismo dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:
ton CO2 (eq) / tahun

60000
50000
40000
30000
CO2
20000
10000 N2O
0 CH4
2012 2013 2014 2015 2016 2017
CO2 43464.6 38177.4 51499.5 49355.2 36479.2 24585.2
N2O 70.03 57.29 78.64 70.08 54.28 39.69
CH4 48.6 39.37 58.2 53.13 36.83 18.83

Gambar 3 Dampak GRK berdasarkan kategori emisi di PS Madukismo


Gambar 3 menunjukkan bahwa selama enam tahun terakhir, emisi CO2
berkontribusi sangat besar terhadap dampak GRK. Emisi N2O menunjukkan dampak
yang lebih besar dari emisi CH4. Rincian perhitungan dampak GRK pada PS
Madukismo berdasarkan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7 Hasil perhitungan kategori dampak GRK PS Madukismo
17

ton CO2 (eq)


Kategori Sumber
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Listrik 16529.4 14305.5 18495.8 18330.6 14376.7 9386.5
Batu bara 12054.2 9721.05 13492.9 11808.7 9081.9 6824.1
CO2 95.6 80.46 106.19 100.7 84.2 57.39
Gas CO2
Solar 14785.4 14070.4 19404.7 19115.1 12936.4 8317.22
Pupuk urea 5.43 4.73 6.17 5.96 4.75 3.09
Pupuk NPK 7.07 6.16 8.07 7.76 6.19 4.03
N2O Solar 0.037 0.035 0.049 0.048 0.032 0.021
Batu bara 57.49 46.36 64.35 56.32 43.31 32.55
-5 -5 -5 -5
Residu 7.7x10 6.7x10 8.7x10 8.4x10 6.7x10 4.4x10-5
-5

Limbah cair 22.63 18.42 29.13 27.68 17.26 4.12


CH4 Batu bara 25.96 20.94 29.06 25.43 19.56 14.7
Solar 0.013 0.012 0.016 0.016 0.011 0.007
Total ton CO2 (eq) 43583.2 38274.04 51636.4 49478.4 36570.3 24643.7
Tabel 7 menunjukkan bahwa pengolahan vinasse menjadi pupuk organik dapat
menurunkan emisi limbah cair pada tahun 2017, namun penggunaan listrik untuk
pengolahan pupuk organik juga menghasilkan emisi secara tidak langsung.
Penambahan emisi dari penggunaan listrik pengolahan pupuk tahun 2017 tidak terlalu
banyak sehingga emisi yang dihasilkan tidak menaikkan emisi listrik terlalu banyak.
Berdasarkan perhitungan emisi ton CO2 (eq) /ton molase dihasilkan emisi CO2 (eq) yang
dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8 Hasil perhitungan ton CO2(eq) / ton molase
Tahun
Data
2012 2013 2014 2015 2016 2017
ton CO2 (eq) 43583.2 38274.04 51636.4 49478.4 36570.3 24643.7
ton molase 205.21 172.67 223.87 220.1 180.72 123.15
ton CO2 (eq) / ton molase 212.38 221.66 230.65 228.96 202.36 200.11
Tabel 8 menunjukkan bahwa dalam emisi CO2 (eq) yang dihasilkan dapat dilihat
berdasarkan jumlah molase yang digunakan. Tahun 2014 penggunaan molase
mencapai angka tertinggi sehingga emisi yang CO2 (eq) yang dihasilkan menjadi tinggi
juga. Penggunaan molase yang cukup tinggi menunjukkan bahwa semakin banyak
bahan baku, bahan tambahan dan energi yang digunakan untuk mengolah molase
menjadi bioetanol. Semakin banyak hari kerja produksi molase dalam setahun, hal
tersebut berkaitan dengan penggunaan energi seperti listrik, batubara dan solar.
Semakin banyak penggunaan listrik untuk mesin produksi, semakin banyak batubara
yang digunakan untuk membangkitkan steam dan semakin banyak solar yang
digunakan untuk transportasi bahan tambahan dan bioetanol. Listrik, batubara, dan
solar merupakan bahan bakar yang menghasilkan emisi CO2 (eq) yang tinggi.
Perhitungan emisi tiap stasiun dilakukan untuk mengetahui potensi emisi terbesar
yaitu tahun 2014. Data hasil perhitungan emisi CO2 (eq) berdasarkan stasiun kerja tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel 9 Hasil perhitungan ton CO2 (eq) tahun 2014 di PS Madukismo
18

Kategori Stasiun
Sumber
dampak Pemasakan Peragian Penyulingan P.Steam Transportasi P.Limbah
Listrik 2844.2 3641.98 3409.8 6006.1 0 709.02
Batu bara 0 0 0 13492.89 0 0
CO2
Gas CO2 0 106.19 0 0 0 0
Solar 0 0 0 0 19.4 0
Pupuk Urea 6.17 0 0 0 0 0
Pupuk NPK 8.04 0 0 0 0 0
N2O Batu bara 0 0 0 64.35 0 0
Residu 0 0.00087 0 0 0 0
Solar 0 0 0 0 0.048 0
Limbah Cair 0 0 29.1 0 0 0
CH4 Solar 0 0 0 0 0.016 0
Batu bara 0 0 0 29.06 0 0
Total ton CO2 (eq) 2858.41 3748.2 3438.9 19592.4 19.464 709.02
Berdasarkan perhitungan diatas, stasiun yang menghasilkan emisi CO2 (eq) paling
tinggi yaitu Stasiun Pembangkit steam. Hal tersebut dikarenakan pada Stasiun
Pembangkit steam, penggunaan batubara sebagai bahan bakar memiliki faktor emisi
CO2 (eq) yang tinggi sehingga menjadi sumber emisi CO2 (eq) utama di PS Madukismo.
Hasil pengklasifikasian emisi ton CO2 (eq) berdasarkan tiga kategori bahan tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
Tabel 10 Hasil perhitungan ton CO2 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan
Kategori ton CO2 (eq)
Sumber
dampak Input Bahan bakar Output
Listrik 0 16611.1 0
Batu bara 0 13492.9 0
CO2
Gas CO2 0 0 106.19
Solar 0 19.4 0
Pupuk Urea 6.17 0 0
Pupuk NPK 8.04 0 0
N2O Batu bara 0 64.35 0
Residu 0 0 0.0009
Solar 0 0.048 0
Limbah Cair 0 0 29.1
CH4 Solar 0 0.016 0
Batu bara 0 29.06 0
Total ton CO2 (eq) 14.21 30216.9 135.29
Tabel 10 menunjukkan bahwa kategori bahan bakar menghasilkan emisi yang
paling tinggi. Kategori bahan bakar terdiri dari listrik, batubara, dan solar dikarenakan
jumlah kebutuhan dan faktor emisi dari ketiga bahan bakar tersebut juga tinggi.
Asidifikasi
Emisi utama yang dapat menyebabkan asidifikasi adalah sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksida (NOx), dan ammonia (NH3). Ketika di udara, SO2 dan NOx bereaksi
dengan uap air dan mengalami oksidasi, serta menghasilkan asam sulfat dan asam
nitrat dalam awan dan jatuh ke tanah dalam hujan atau salju (wet deposition) (Mason
19

1993). Hasil perhitungan kategori dampak asidifikasi berdasarkan sumber emisi di PS


Madukismo dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:

ton SO2 (eq) / tahun


18
16
14
12
10
8 SO2
6
4 NH3
2
0 NOx
2012 2013 2014 2015 2016 2017
SO2 15.8 13.7 17.7 17.5 13.7 8
NH3 0.52 0.46 0.59 0.57 0.46 0.3
NOx 14.1 11.7 15.8 14.6 11.3 8

Gambar 4 Dampak asidifikasi berdasarkan kategori emisi di PS


Gambar 4 menunjukkan bahwa emisi SO2 mberkontribusi sangat besar terhadap
Madukismo
dampak asidifikasi, sedangkan emisi NOx lebih tinggi dari NH3.
Tabel 11 Hasil perhitungan kategori dampak asidifikasi PS Madukismo
ton SO2(eq)
Kategori Sumber
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Listrik 15.73 13.62 17.6 17.45 13.68 8.93
SO2 Batu bara 0.072 0.058 0.081 0.071 0.054 0.041
Solar 0.0002 0.00019 0.00026 0.00026 0.00018 0.00011
NH3 Pupuk Urea 0.52 0.46 0.59 0.57 0.46 0.3
Listrik 5.67 4.9 6.34 6.29 4.93 3.22
Pupuk Urea 0.009 0.008 0.011 0.01 0.009 0.006
Pupuk NPK 0.013 0.011 0.014 0.014 0.011 0.007
NOx -7 -7 -7 -7 -7
Residu 1.8x10 1.6x10 2.1x10 2x10 1.6x10 1.1x10-7
Batu bara 8.43 6.8 9.44 8.26 6.35 4.77
Solar 0.005 0.0047 0.0065 0.0064 0.0044 0.0028
Total ton SO2(eq) 30.45 25.86 34.08 32.67 25.5 17.28
Tabel 11 menunjukkan bahwa listrik menyumbangkan emisi SO2 (eq) tertinggi.
Penggunaan listrik tertinggi terjadi pada tahun 2014 dan menurun sampai tahun 2017.
Tabel 12 Hasil perhitungan ton SO2(eq) / ton molase
Tahun
Data
2012 2013 2014 2015 2016 2017
ton SO2 eq 30.45 25.86 34.08 32.67 25.5 17.28
ton molase 205.21 172.67 223.87 220.1 180.72 123.15
ton SO2 (eq) / ton molase 0.1484 0.1498 0.1522 0.15118 0.1411 0.1403
Tabel 12 menunjukkan bahwa emisi SO2 (eq) yang dihasilkan dapat dilihat
berdasarkan jumlah molase yang digunakan. Nilai emisi SO2 (eq) yang dihasilkan
berbanding lurus dengan jumlah molase yang digunakan (Tabel 12). Tahun 2014
penggunaan molase mencapai angka tertinggi sebanding dengan emisi asidifikasi yang
dihasilkan. Secara umum emisi SO2 (eq) yang dihasilkan berkisar antara 0.1403-0.1522
ton SO2 (eq) / ton molase.
20

Tabel 13 Hasil perhitungan ton SO2 (eq) tahun 2014 di PS Madukismo


Stasiun
Kategori Sumber
Pemasakan Peragian Penyulingan P.Steam Transportasi Limbah
Listrik 3.73 2.16 3.24 5.72 0 0.68
SO2 Batu bara 0 0 0 0.08 0 0
Solar 0 0 0 0 0.0003 0
NH3 Pupuk Urea 0.64 0 0 0 0
Listrik 1.34 0.78 1.17 2.06 0 0.24
Pupuk Urea 0.011 0 0 0 0 0
Pupuk NPK 0.014 0 0 0 0 0
NOx
Residu 0 2.1x10-7 0 0 0 0
Batu bara 0 0 0 9.44 0 0
Solar 0 0 0 0 0.007 0
Total ton SO2 (eq) 5.735 2.94 4.41 17.3 0.0073 0.92
Berdasarkan perhitungan diatas, stasiun yang menghasilkan emisi SO2 (eq) paling
tinggi yaitu Stasiun Pembangkit steam karena penggunaan batubara sebagai bahan
bakar memiliki faktor konversi emisi yang tinggi.
Tabel 14 Hasil perhitungan ton SO2 (eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan
ton SO2 (eq)
Kategori Sumber
Input Bahan bakar Output
Listrik 0 15.53 0
SO2 Batu bara 0 0.08 0
Solar 0 0.0003 0
NH3 Pupuk Urea 0.64 0 0
Listrik 0 5.59 0
Pupuk Urea 0.011 0 0
Pupuk NPK 0.014 0 0
NOx
Residu 0 0 2x10-7
Batu bara 0 9.44 0
Solar 0 0.007 0
Total ton SO2 (eq) 0.665 30.6473 2x10-7
Tabel 14 menunjukkan bahwa dari pengklasifikasian tiga kategori yaitu input,
bahan bakar, dan output dapat dilihat bahwa kategori bahan bakar menghasilkan emisi
yang paling tinggi.
Eutrofikasi

Eutrofikasi merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh adanya nutrien


yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Limbah organik dalam bentuk padatan akan
langsung mengendap menuju dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya berada di
badan air. Pengaruh proses dekomposisi limbah organik di badan air adalah terjadinya
penurunan oksigen terlarut dalam badan air sehingga menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut (Davis 1995). Adanya beberapa dampak yang ditimbulkan dari eurofikasi,
maka dalam penelitian ini diperlukan kajian analisis dampak terhadap eutrofikasi
karena sumber daya maupun limbah yang dihasilkan berpotensi menghasilkan
eutrofikasi. Hasil perhitungan kategori dampak eutrofikasi berdasarkan sumber emisi
di PS Madukismo dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini :
21

ton PO43- (eq) / tahun


1.2
1
0.8
0.6
NOx
0.4
0.2 NH3
0 PO43-
2012 2013 2014 2015 2016 2017
NOx 1.05 0.91 1.18 1.17 0.92 0.58
NH3 0.1 0.08 0.11 0.1 0.09 0.06
PO43- 0.92 0.79 1.06 1.03 0.8 0.48

Gambar 5 Dampak eutrofikasi berdasarkan kategori emisi di PS Madukismo


Gambar 5 menunjukkan bahwa emisi NOx berkontribusi sangat besar terhadap
dampak eutrofikasi, sedangkan misi PO43- lebih tinggi dari NH3.
Tabel 15 Hasil perhitungan kategori dampak eutrofikasi PS Madukismo
ton PO43- (eq)
Kategori Sumber
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Listrik 1.05 0.91 1.18 1.17 0.92 0.58
Pupuk Urea 0.0018 0.0016 0.0021 0.002 0.0016 0.001
NOx
Pupuk NPK 0.0024 0.0021 0.0027 0.0026 0.0021 0.0013
Residu 3.4x10-8 3x10-8 3.9x10-8 3.7x10-8 3x10-8 1.9x10-8
NH3 Pupuk Urea 0.1 0.08 0.11 0.1 0.09 0.06
Limbah cair 0.1 0.08 0.13 0.13 0.08 0.02
3-
PO4 Pupuk Urea 0.36 0.31 0.4 0.39 0.31 0.2
Pupuk NPK 0.46 0.4 0.53 0.51 0.41 0.26
ton PO43- (eq) 2.0742 1.7837 2.3548 2.3046 1.8137 1.1223

Tabel 15 menunjukkan bahwa listrik menyumbangkan emisi PO43-(eq) tertinggi.


Berdasarkan perhitungan emisi ton ton PO43- (eq)/ton molase, dihasilkan emisi ton
PO43(eq) yang dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini:
Tabel 16 Hasil perhitungan ton PO43- (eq) /ton molase
Tahun
Data
2012 2013 2014 2015 2016 2017
3-
ton PO4 (eq) 2.07 1.78 2.35 2.3 1.81 1.12
ton molase 205.21 172.67 223.87 220.1 180.72 123.15
ton PO43- (eq) / ton molase 0.0101 0.0103 0.0105 0.0104 0.01005 0.009095

Tabel 16 menunjukkan bahwa emisi PO43- (eq) yang dihasilkan sebanding dengan
jumlah molase yang digunakan. Tahun 2014 penggunaan molase mencapai angka
tertinggi sebanding dengan emisi asidifikasi yang dihasilkan. Secara umum, emisi
PO43-(eq) yang dihasilkan berkisar antara 0.009095-0.0105 ton PO43- (eq) / ton molase.
22

Tabel 17 Hasil perhitungan ton PO43-(eq) tahun 2014 di PS Madukismo


Stasiun
Kategori Sumber
Pemasakan Peragian Penyulingan P.Steam Transportasi P.Limbah
Listrik 0.25 0.14 0.22 0.38 0 0.045
Pupuk Urea 0.002 0 0 0 0 0
NOx
Pupuk NPK 0.003 0 0 0 0 0
Residu 0 3.9x10-8 0 0 0 0
NH3 Pupuk Urea 0.06 0 0 0 0 0
Limbah cair 0 0 0.13 0 0 0
3-
PO4 Pupuk Urea 0.4 0 0 0 0 0
Pupuk NPK 0.26 0 0 0 0 0
Total ton PO43-(eq) 0.975 0.14 0.35 0.38 0 0.045
Berdasarkan perhitungan diatas, stasiun yang menghasilkan emisi PO43-(eq)
paling tinggi yaitu Stasiun Pemasakan karena penggunaan pupuk urea dan NPK pada
Stasiun Pemasakan memiliki faktor emisi eutrofikasi yang tinggi.
Tabel 18 Hasil perhitungan ton PO43-(eq) tahun 2014 berdasarkan kategori bahan
ton PO43-(eq)
Kategori Sumber
Input Bahan bakar Output
Listrik 0 1.035 0
Pupuk Urea 0.002 0 0
NOx
Pupuk NPK 0.003 0 0
Residu 0 0 3.9x10-8
NH3 Pupuk Urea 0.06 0 0
Limbah cair 0 0 0.13
3-
PO4 Pupuk Urea 0.4 0 0
Pupuk NPK 0.26 0 0
Total ton PO43-(eq) 0.725 1.035 0.13
Tabel 18 menunjukkan bahwa dari pengklasifikasian tiga kategori bahan yaitu
input, bahan bakar, dan output, kategori bahan bakar menghasilkan emisi paling tinggi.

Interpretasi Hasil untuk Penurunan Dampak Lingkungan


Interpretasi atau analisis perbaikan merupakan tahapan dimana dilakukan
interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap usaha-usaha yang dapat dilakukan
untuk perbaikan (Curran 1996). Tahapan interpretasi hasil kajian LCA di PS
Madukismo, dilakukan analisis perbaikan berupa perbaikan proses dalam rangka
meningkatkan rendemen, serta upaya meminimalisasi limbah.
Pengurangan emisi gas CO2 dari sektor energi atau bahan bakar pada prinsipnya
ada tiga strategi yaitu penggunaan teknologi yang hemat energi dan lebih efisien,
substitusi bahan bakar dari kandungan karbon (C) rendah ke yang lebih tinggi atau
bahan bakar dengan fraksi karbon lebih rendah, dan penangkapan atau penyimpanan
gas CO2 (Carbon capture and storage) (RUPTL (PLN) 2015)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yaitu :
1. Peningkatan efisiensi boiler
Salah satu cara untuk meningkatan efisiensi boiler yaitu dengan menggunakan
Boiler Superkritical. Boiler Superkritical mulai dikembangkan karena efisiensi
23

pembangkit steam meningkat, biaya bahan bakar berkurang dan beban emisi menurun.
Efisiensi pembakaran bahan bakar yaitu proporsi energi yang dilepaskan oleh
pembakaran bahan bakar yang akan dikonversi menjadi energi yang berguna. Efisiensi
termis boiler didefinisikan sebagai persen energi masuk yang digunakan secara efektif
pada steam yang dihasilkan (RUPTL (PLN) 2015). Peningkatan efisiensi pembakaran
batubara dapat menurunkan emisi karena terjadi kenaikan proporsi atau persen energi
dari pembakaran untuk menghasilkan steam pada Stasiun Pembangkit steam sehingga
kebutuhan batubara menjadi lebih sedikit dan emisi yang dihasilkan menurun
Pada kondisi boiler supercritical, air dipanaskan pada tekanan konstan diatas
tekanan kritis sehingga tidak ada perbedaan antara gas dan cair, karena densitas
massanya sama. Pada boiler superkritikal tidak ada tahapan air berada dalam dua fasa
yang membutuhkan separasi. Sehingga boiler tidak dilengkapi dengan drum. Boiler
superheater menggunakan boiler sekali lalu yaitu air umpan yang dipompa oleh boiler
feed pump hingga air dapat melalui tahapan pemanasan di boiler dan uap yang
dihasilkan langsung dikirim ke turbin uap tanpa adanya resirkulasi. Pada kondisi
sebenarnya, transisi dari cair menjadi uap didalam boiler superkritical bergerak bebas
tergantung kondisi. Hal ini berarti perubahan beban boiler dan tekanan proses dapat
mengoptimalkan jumlah daerah cairan dan gas untuk perpindahan panas yang efisien.
Kenaikan efisiensi 1% dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2.5% (RUPTL (PLN)
2015).
Hasil perhitungan penurunan emisi dengan peningkatan efisiensi pembakaran
dapat dilihat pada Tabel 19 beikut ini :
Tabel 19 Hasil perhitungan penurunan emisi CO2
Tahun Total Emisi CO2 awal (ton) Penurunan emisi (ton) Emisi setelah penurunan(ton)
2012 12054.15 301.353731 11752.8
2013 9721.054 243.026355 9478.028
2014 13492.89 337.322164 13155.56
2015 11808.7 295.217423 11513.48
2016 9081.909 227.047714 8854.861
2017 6824.103 170.602575 6653.5
Berdasarkan Tabel 19 tersebut, terjadi penurunan emisi dengan adanya
kenaikan efisiensi boiler. Emisi CO2 yang dihasilkan mencapai angka tertinggi pada
tahun 2014. Penurunan emisi CO2 terbesar juga terjadi pada tahun 2014 sesuai dengan
hasil perhitungan diatas, sehingga penurunan emisi yang dilakukan signifikan
hasilnya.

2. Substitusi bahan bakar batubara


Emisi yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan energi pada unit Pembangkit
Steam berasal dari batubara sebagai bahan bakar. Langkah yang dapat dilakukan untuk
mengurangi beban emisi tersebut yaitu penggunaan jenis bahan bakar yang
menghasilkan emisi lebih kecil. Perlu diketahui terlebih dahulu energi yang dihasilkan
oleh batubara untuk memenuhi kebutuhan pada unit Pembangkit Steam. Energi yang
24

dihasilkan diperoleh dari proses konversi data konsumsi batubara kedalam Tera Joule
(TJ) dengan menghitung nilai kalor spesifik batubara yang digunakan. Perhitungan
konversi batubara ke dalam TJ menurut KLH (2017) dapat dilihat pada tabel 20 :
Tabel 20 Konversi energi batubara tahun 2014
Batubara (kg) Nilai kalor (TJ/kg) Energi (TJ)
6290390 0.000022 138.389
Tabel 20 menunjukkan bahwa jumlah energi total yang dibutuhkan selama satu
tahun dari penggunaan batubara yaitu 138.389 TJ. Penggantian bahan bakar batubara
dengan bahan bakar lainnya perlu memperhatikan nilai kalor spesifik dan faktor
konversi emisi CO2. Nilai kalor spesifik sebaiknya lebih tinggi dan nilai faktor
konversi emisi CO2 lebih kecil dari batubara yang digunakan sebelumnya. Terdapat
beberapa alternatif pengganti bahan bakar batubara yang telah digunakan sebelumnya
(brown coal) yaitu bituminous coal
Bituminous coal merupakan batubara yang memiliki nilai kalor tinggi. Batubara
jenis ini banyak digunakan sebagai bahan bakar PLTU sehingga sering disebut
batubara uap. Batubara ini memiliki karakteristik lain yaitu bila dipanaskan menjadi
massa yang kohesif, mengikat dan melekat dengan warna coklat tua hingga hitam yang
mengkilat. Bituminous coal mengandung kelembaban rendah, energi tinggi dan lebih
keras. Batubara yang digunakan sebelumnya yaitu batubara energi rendah (brown
coal) yang merupakan jenis batubara yang paling rendah kualitasnya, mudah rapuh,
lunak, memiliki kadar air tinggi (10 -70 %). Perbedaan jenis batubara tersebut
mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan (Kurniawan dan Marsono 2008).
Perhitungan kebutuhan bahan bakar bitominous coal menurut IPCC (2006) yang
didasarkan pada kebutuhan energi batubara yang diperoleh pada proses produksi
bioetanol dapat dilihat pada tabel 21 berikut ini :
Tabel 21 Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar
Energi (TJ) Nilai kalor (TJ/kg) Kebutuhan bahan bakar (kg)
138.389 0.0248 5580.2
Tabel 21 menunjukkan bahwa banyaknya bahan bakar bituminous coal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan energi diperoleh dari hasil pembagian energi yang
dihasilkan oleh batubara (brown coal) dengan nilai kalor bituminous coal. Dapat
dilihat bahwa kebutuhan bahan bakar lebih sedikit dibandingkan batubara. Hal tersebut
dikarenakan nilai kalor bituminous coal lebih tinggi dibandingkan brown coal
sehingga jumlah bahan bakar yang digunakan menjadi lebih sedikit. Perhitungan emisi
CO2 dari bahan bakar yang digunakan dilakukan dengan memperhatikan faktor
konversi emisi dari bituminous coal. Perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan oleh
bituminous coal menurut IPCC (2006) dapat dilihat pada tabel 22 berikut ini :
Tabel 22 Hasil perhitungan emisi bituminous coal
Bituminous coal Nilai kalor Faktor Konversi Emisi CO2 Emisi CO2
(kg) (TJ/kg) (kg CO2/TJ) (kg) (ton)
5580.2 0.0248 0.0946 13.0916 0.013
Tabel 22 menunjukkan bahwa total emisi CO2 yang dihasilkan oleh bituminous
coal yaitu 0.013 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa emisi CO2 yang dihasilkan oleh
25

bituminous coal sangat kecil. Bituminous coal memiliki nilai kalor yang relatif tinggi
dan kadar air yaitu kurang dari 3 %. Nilai kalori batubara sangat berpengaruh pada
efisiensi pembakaran batubara. Semakin tinggi nilai kalori batubara maka semakin
bagus kualitas batubara tersebut karena efisiensi pembakarannya tinggi.
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan sehingga batubara sulit
terbakar. Menurut Standar Industri Nasional, batubara memiliki kadar air maksimal
tidak boleh lebih dari 5%. Bahan bakar dengan kalori rendah dan (atau) kadar air tinggi
dapat menimbulkan kerugian kapasitas dan efisiensi turun, emisi CO2 dan SO2 naik,
biaya pemeliharaan akan meningkat, demikian juga time between failure akan turun
(Kurniawan dan Marsono 2008). Bituminous coal memiliki nilai kalor yang tinggi dan
kadar air rendah, maka emisi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi (Kurniawan dan
Marsono 2008). Hasil perbandingan total emisi yang dihasilkan oleh brown coal yang
digunakan sebelumnya dan bituminous coal dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :
Tabel 23 Perbandingan total emisi brown coal dan bituminous coal(Tahun 2014)
ton CO2 Brown coal ton CO2 Bituminous coal Penurunan Emisi CO2 (ton)
13492.9 0.013 13492.877
(Sumber : IPCC 2006)
Tabel 23 menunjukkan bahwa perbandingan total emisi yang dihasilkan oleh
brown coal dan bituminous coal sangat signifikan perbedannya. Apabila bahan bakar
yang digunakan yaitu bituminous coal maka dapat menghasilkan emisi CO2 jauh lebih
rendah.
3. Carbon capture and storage (CSS)
Teknik penangkapan CO2 dapat digolongkan menjadi 3 teknik yaitu teknik
penangkapan pasca pembakaran, pra pembakaran dan pembakaran dengan oksigen
murni (oxy-fuel). Teknik penangkapan CO2 dengan pasca pembakaran merupakan
teknik yang paling banyak digunakan dan dianggap paling mapan untuk menangkap
CO2. Dalam teknik pasca-pembakaran, CO2 dipisahkan dari gas hasil pembakaran.
Cara konvensional yang digunakan adalah penggunaan larutan amine (mono ethanol
amine atau MEA) sebagai larutan penyerap CO2. Teknik penangkapan CO2 dengan
larutan amine membutuhkan sirkulasi amine yang besar karena besarnya volume gas
hasil pembakaran (yang sebenarnya didominasi oleh nitrogen). Akibatnya proses ini
dapat dikatakan sebagai energi intensif. Namun demikian, berbagai usaha untuk
meningkatkan efisiensi penangkapan CO2 dengan teknik pasca pembakaran sedang
berlangsung, misalnya penggunaan teknologi membran dan adsorpsi (RUPTL (PLN
2015).
Teknik penangkapan CO2 dengan teknik pra pembakaran pada dasarnya
menggunakan teknik gasifikasi batubara dalam sebuah reformer yang menghasilkan
gas campuran CO2 dan H2. Tahapan berikutnya CO2 akan dipisahkan dari H2 untuk
selanjutnya siap untuk dikompresi dan diinjeksikan ke dalam titik penyimpanan. Gas
H2 yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Pemanfaatan teknik penangkapan
CO2 dengan pra-pembakaran dikenal dengan Integrated Gasification Combined Cycle
26

(IGCC). Kendala utama dalam pengembangan IGCC adalah tingginya biaya investasi
di awal pembangunan (RUPTL (PLN 2015).
Teknik pembakaran dengan oksigen murni (oxy-fuel) dikembangkan untuk
menghindari pengenceran oleh nitrogen dalam gas hasil pembakaran. Oksigen murni
diperoleh dengan proses pemisahan oksigen dari udara dalam sebuah Air Separation
Unit. Namun demikian, pembakaran dengan oksigen murni menyebabkan temperatur
pembakaran menjadi tinggi, akibatnya, ketahanan material menjadi isu penting dalam
pengembangan oxyfuel saat ini (RUPTL (PLN 2015).
Penggunaan teknologi CCS setelah pembakaran yang menggunakan refeneratif
amine membutuhkan investasi 2855 USD/kW dan biaya operasi penangkapan 67
USD/ton CO2 untuk unit pembangkit 550 MW net pada tahun 2007. Nilai investasi
teknologi oxy-fuel adalah 2660 USD/kW dan biaya penangkapan 47 USD/ton CO2
(Thiemsen et al 2011). Kebutuhan energi listrik dari pemakaian sistem CSS yaitu 550
MW/tahun, jika kebutuhan energi listrik tersebut dikonversikan kedalam emisi CO2
maka terjadi penurunan emisi CO2 jika dibandingkan dengan pembuangan gas hasil
pembakaran batubara ke udara. Tabel hasil penurunan emisi menggunakan CSS dapat
dilihat pada tabel 24 berikut ini :
Tabel 24 Tabel penurunan emisi menggunakan CSS
Emisi Brown coal (ton) Emisi CSS (ton) Penurunan emisi CO2 (ton)
13492.9 4680.5 8812.39
Tabel 24 menunjukkan bahwa jumlah emisi CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran batubara yang dibuang ke lingkungan yaitu 13492.9 ton CO2/tahun.
Penggunaaan sistem CSS pasca pembakaran dapat menangkap CO2 sehingga tidak ada
CO2 yang dibuang ke lingkungan. Namun sistem CSS juga menghasilkan emisi dari
penggunaan listrik yaitu 4680.5 ton CO2/tahun. Apabila menggunakan sistem CSS
maka emisi hanya berasal dari penggunaan listrik CSS yaitu 4680.5 ton CO2/tahun
sehingga terjadi penurunan emisi sebesar 8812.39 ton CO2/tahun.
4. Penggunaan nutrisi yang optimum
Proses pembuatan bioetanol dari molase membutuhkan yeast untuk menguraikan
molase menjadi bioetanol. Yeast membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhannya, salah
satu nutrisi yang diperlukan yeast yaitu nitrogen. Unsur nitrogen dapat diperoleh
melalui penambahan pupuk urea. Penambahan pupuk urea sebagai sumber nitrogen
bagi yeast harus optimal sesuai dengan kebutuhan yeast agar pertumbuhan yeast juga
optimal. Persamaan reaksi pada 95% konversi proses penguraian urea adalah:
(NH2)2CO + H2O 2NH3 + H2O
Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa reaksi penguraian urea akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan dikarenakan NH3 yang dihasilkan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Akhir et al (2015) tentang pengaruh variasi
konsentrasi nutrisi dan waktu fermentasi terhadap konsentrasi bioetanol dari nira aren.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah sumber nutrisi yang
berguna untuk pertumbuhan mikroorganisme.
27

Adapun konsentrasi bioetanol tertinggi dari hasil penelitian Akhir et al (2015)


diperoleh saat penambahan urea 0.5 gr/l dan NPK 0.6 gr/l sebesar 7% pada 72 jam.
Semakin besar konsentrasi nutrisi yang ditambahkan, maka semakin besar pula
konsentrasi bioetanol yang dihasilkan, karena semakin tercukupi pula nutrisi yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme. Namun pada penambahan nutrisi urea 0.6 gr/l dan
NPK 0.7 gr/l justru menghasilkan konsentrasi bioetanol yang lebih rendah dari
penambahan nutrisi urea 0.5 dan NPK 0.6 gr/l. Hal ini tampak berkaitan dengan pH
media fermentasi yang cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi nutrisi.
Penurunan pH dapat mengahambat proses fermentasi, pH tinggi menyebabkan lag
phase akan berkurang dan aktivitas fermentasi akan naik (Ar Rahim 2009). Menurut
Purba dan Elida (2009) kandungan sukrosa pada molase yaitu kurang lebih 50 persen,
sedangkan menurut Prescott dan Dunn (1959) yaitu 48 – 55 %.
Tabel 25 Perbandingan kebutuhan N dan P pada Nira Aren dan Molase
Nira Aren Molase
Kandungan Kebutuhan Kebutuhan Kandungan Kebutuhan Kebutuhan
C N P C N P
12.5% 0.5 g 0.6 g 50% 2g 2.4 g
*Berdasarkan data penelitian Akhir et al (2015)
Tabel 25 menunjukkan bahwa kebutuhan N dan P sebanding dengan jumlah C
pada bahan baku. Semakin tinggi kandungan C, kebutuhan nutrisi N dan P untuk
mikroorganisme juga semakin tinggi. Perbandingan penggunaan pupuk urea sebagai
sumber N dan NPK sebagai sumber P di PS Madukismo pada tahun 2014 dengan
penggunaan pupuk yang optimum berdasarkan penelitian Akhir et al (2015) dapat
dilihat pada Tabel 26 berikut ini:
Tabel 26 Penggunaan pupuk urea dan NPK
Bioetanol Pupuk urea (kg) Pupuk NPK (kg)
(liter) Lama Baru Lama Baru
5906000 21067.5 11812 27427.5 14174
Tabel 26 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea dan pupuk NPK di PS
Madukismo belum optimal. Berdasarkan penelitian Akhir et al (2015), dengan
kapasitas bioetanol sebesar 5906000 liter/tahun maka penggunaan pupuk urea dan
NPK yaitu 11812 kg/tahun dan 14174.4 kg/tahun. Penggunaan pupuk yang optimal
akan mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan karena mengurangi jumlah pupuk yang
tidak diuraikan oleh yeast dan terbuang ke lingkungan.
Tabel 27 Perbandingan total emisi pupuk urea dan emisi baru (Tahun 2014)
Emisi awal Emisi akhir Penurunan emisi
CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43(eq)
3- 3-

(ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)


6.17 0.011 0.4 3.46 0.006 0.23 2.71 0.005 0.17
Tabel 27 menunjukkan bahwa total emisi GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi yang
dihasilkan dengan penggunaan pupuk urea yang optimum dapat mengurangi emisi
28

yang dihasilkan. Perbandingan total emisi yang dihasilkan pupuk NPK tahun 2014 dan
penggunaan pupuk NPK dengan jumlah yang baru dapat dilihat pada Tabel 28 berikut:
Tabel 28 Perbandingan total emisi pupuk NPK dan emisi baru (Tahun 2014)
Emisi awal Emisi akhir Penurunan emisi
CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO4 (eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq)
3- 3-

(ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)


8.036 0.0144 0.53 4.15 0.007 0.27 3.886 0.0074 0.26
Tabel 28 menunjukkan bahwa total emisi GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi yang
dihasilkan dengan penggunaan pupuk NPK yang optimum dapat mengurangi emisi
yang dihasilkan. Apabila PS Madukismo menggunakan pupuk urea dan NPK secara
optimal dalam proses pembuatan bioetanol dari molase maka dapat mengurangi emisi
GRK, asidifikasi, dan eutrofikasi.
5. Penghematan penggunaan listrik
Manajemen energi adalah suatu aktivitas manajemen energi yang berdisiplin,
terorganisasi dan terstruktur menuju penggunaan energi yang lebih efisien, tanpa
mengurangi tingkat produksi, kualitas serta ketentuan keselamatan dan pencemaran
lingkungan (Setyawan et al 2012). Pelaksanaan audit energi merupakan langkah awal
untuk memulai manajemen energi yang baik. Audit energi merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan energi. Audit energi banyak
dilakukan di industri maupun bangunan komersial sebagai kegiatan untuk mengetahui
dan mengevaluasi potensi penghematan energi pada suatu fasilitas atau sistem energi
(Mukhlis 2011).
Klasifikasi Audit Energi yaitu Survei Energi (Energy Survey or Walk Through
Audit), Audit Energi Awal (Preliminary Energy Audit), dan Audit Energi Rinci
(Detailed Energy Audit or Full Audit). Survei Energi sering disebut mini audit. Audit
yang dilakukan secara sederhana, tanpa penghitungan yang rinci, hanya melakukan
analisa sederhana. Umumnya fokus dari audit ini adalah pada bidang perawatan dan
penghematan yang tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Biasanya auditor
bukan seseorang yang profesional dalam bidang audit energi. Audit Energi Awal yaitu
mengukur produktifitas dan efisiensi penggunaan energi dan mengidentifikasi
kemungkinan penghematan energi. Kegiatan audit energi awal meliputi identifikasi
gedung, analisa kondisi aktual, menghitung konsumsi energi, menghitung pemborosan
energi, dan beberapa usulan. Audit energi rinci adalah audit energi yang dilakukan
dengan menggunakan alat-alat ukur yang sengaja dipasang pada peralatan untuk
mengetahui besarnya konsumsi energi. Biasanya dilakukan oleh lembaga auditor yang
profesional dalam jangka waktu tertentu. Pelaksanaan audit didahului dengan analisa
biaya audit energi, identifikasi gedung, analisa kondisi aktual, dan menghitung semua
konsumsi energi (Mukhlis 2011).
Intensitas konsumsi energi (IKE) diartikan sebagai perbandingan antara jumlah
pemakaian energi listrik per bulan atau per tahun dengan luas ruangan atau bangunan
(kWh/m2 perbulan atau pertahun). Energi yang dimaksudkan di sini adalah energi
listrik. Nilai intensitas konsumsi energi penting untuk dijadikan tolak ukur menghitung
29

potensi penghematan energi yang mungkin diterapkan di tiap ruangan atau seluruh
area bangunan. Dengan membandingkan intensitas konsumsi energi bangunan dengan
standar nasional, bisa diketahui apakah sebuah ruangan atau keseluruhan gedung
sudah efisien atau tidak dalam menggunakan energi (Mukhlis 2011).
Penggunaan listrik untuk penerangan di Stasiun peragian melebihi standar
Teknik Audit Energi Diknas 2006. Penggunaan listrik untuk penerangan di Stasiun
peragian yaitu 5.268 kWh/m2/bulan, sedangkan standar yang ditetapkan yaitu efisien
(0.84-1.67), cukup efisien (1.67-2.5), boros (2.5-3.34) dan sangat boros (3.34-4.17)
kWh/m2/bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai IKE Stsiun Peragian melebihi
standar sehingga perlu dilakukan upaya pengurangan IKE agar dapat mengurangi
emisi dan biaya. Pengurangan IKE dapat dilakukan dengan menghitung selisih IKE
hasil perhitungan dengan IKE standar. Penghematan energi menjadi pilihan yang
menarik karena usaha penghematan jauh lebih murah dari usaha penurunan emisi CO2
lainnya (IEA 2012). Penurunan emisi CO2 (eq),SO2 (eq) dan PO43-(eq) dari penggunaan
listrik di Stasiun peragian pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini:
Tabel 29 Penurunan emisi dari penggunaan listrik (Tahun 2014)
Emisi awal Emisi akhir Penurunan emisi
CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43-(eq) CO2(eq) SO2(eq) PO43(eq)
(ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
3641.97 1.25 0.23 3404.5 1.17 0.22 237.47 0.08 0.01
Tabel 29 menunjukkan bahwa dengan melakukan penghematan energi listrik di
Stasiun peragian dapat mengurangi emisi di Stasiun Peragian CO2(eq) sebesar 237.47
ton/tahun, emisi SO2(eq) sebesar 0.08 ton/tahun, dan emisi PO43- sebesar 0.01 ton/tahun.
Penurunan emisi CO2(eq) ,SO2(eq), dan PO43-(eq) dapat mengurangi biaya pembayaran
listrik.
6. Subsitusi bahan bakar solar dengan natural gas
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari
penggunaan solar pada kegiatan transportasi yaitu penggunaan jenis bahan bakar yang
menghasilkan emisi lebih kecil. Perlu diketahui terlebih dahulu energi yang dihasilkan
oleh solar untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Energi yang dihasilkan diperoleh
dari konversi data konsumsi solar ke dalam Tera Joule (TJ) dengan menghitung nilai
kalor spesifik solar yang digunakan. Perhitungan konversi solar ke dalam TJ pada
tahun 2014 menurut KLH (2017) dapat dilihat pada Tabel 30 :
Tabel 30 Konversi energi solar (Tahun 2014)
Solar (liter) Nilai kalor (TJ/liter) Energi (TJ)
6546.78 0.00004 0.26187
Tabel 30 menunjukkan bahwa jumlah energi total yang dibutuhkan selama satu
tahun dari penggunaan solar yaitu 0.26187 TJ. Penggantian bahan bakar solar dengan
bahan bakar lainnya perlu memperhatikan nilai kalor spesifik dan faktor konversi
emisi CO2. Salah satu bahan bakar terbarukan yang memiliki konversi emisi lebih kecil
dari solar yaitu natural gas. Natural gas terdiri dari beberapa gas yang terbentuk pada
deposit bawah permukaan tanah, baik itu dalam bentuk cairan atau dalam bentuk gas,
30

dan terutama terdiri dari metana (IEA 2012). Penggunaan natural gas dapat
mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan.
Tabel 31 Hasil perhitungan kebutuhan bahan bakar natural gas
Energi (TJ) Nilai kalor (TJ/m3) Kebutuhan Natural Gas (m3)
0.26187 0.00004 6546.75
Perhitungan emisi CO2 (eq) yang dihasilkan oleh penggunaan natural gas dapat
dilihat pada Tabel 32 berikut ini :
Tabel 32 Hasil perhitungan emisi natural gas
Nilai Emisi (kg) CO2 (eq) (kg) Emisi Emisi
Natural
kalor CO2 (eq) CO2 (eq)
gas (m3) CO2 CH4 kg N2O CH4 N2O
(TJ/m3) (kg) (ton)
6546.75 0.00004 14298.1 1.30935 0.15712 27.4964 48.7078 14374.3 14.3743
Menurut KLH (2017) faktor emisi natural gas yaitu 54600 kg CO2/TJ, 5 kg
N2O/TJ, dan 0.6 kg CH4/TJ. Ketiga kategori sumber emisi tersebut dikonversikan
menjadi CO2 (eq), sedangkan faktor emisi solar yaitu 74100 kg CO2/TJ, 3 kg N2O/TJ,
dan 0.6 kg CH4/TJ. Senyawa N2O memiliki faktor konversi yaitu 310 kg CO2 (eq) /kg
N2O dan CH4 memiliki konversi 21 kg CO2(eq) /kg CH4. Faktor konversi emisi sangat
menentukan jumlah emisi yang dihasilkan. Emisi CO2 (eq) yang dihasilkan oleh
pembakaran natural gas lebih rendah dibandingkan solar karena natural gas lebih
bersih dibandingkan solar, sehingga terjadi penurunan emisi. Hasil pebandingan total
emisi yang dihasilkan oleh solar dan natural gas dapat dilihat pada Tabel 33 :
Tabel 33 Hasil perhitungan penurunan emisi
CO2(eq) solar CO2(eq) natural gas Penurunan emisi CO2 (eq)
19.47 ton 14.3743 ton 5.0957 ton
Tabel 33 menunjukkan bahwa penggantian jenis bahan bakar solar menjadi
natural gas dapat menurunkan emisi GRK atau CO2(eq).

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Daur hidup bioetanol meliputi kegiatan pabrikasi bioetanol sampai pengolahan


limbah dan transportasi. Bahan baku yang digunakan PS Madukismo dalam
pembuatan bioetanol yaitu molase yang berasal dari PG Madukismo, sedangkan
kegiatan transportasi dilakukan oleh distributor dan supplier. Hasil inventory analysis
diperoleh input berupa molase, yeast, pupuk urea, pupuk NPK, super floc, air, asam
sulfat, anti foam, bakteri, batubara, listrik, dan solar. Output dan hasil samping yang
dihasilkan yaitu bioetanol, pupuk organik, vinasse, air bekas pencuci tangki, minyak
fusel, luther wasser, air pendingin, air bekas kegiatan umum, residu, dan abu batubara.
Hasil analisis dampak berdasarkan data inventory yang dilakukan menunjukkan
dampak GRK merupakan dampak tertinggi yang dihasilkan setiap tahunnya dari tahun
2012 sampai 2017, kemudian dampak asidifikasi dan eutrofikasi. Urutan kategori
emisi penyebab GRK dari yang tertinggi yaitu CO2, N2O, dan CH4. Kategori emisi
31

yang mengakibatkan dampak terhadap asidifikasi dari yang tertinggi yaitu SO2, NOx
dan NH3. Kategori emisi yang mengakibatkan dampak terhadap eutrofikasi dari yang
tertinggi yaitu NOx, PO4 3-dan NH3. Berdasarkan kategori analisis yaitu GRK,
asidifikasi, dan eutrofikasi, tiga sumber bahan yang menyebabkan emisi terbesar GRK
dan asidifikasi yaitu listrik, batubara, solar, sedangkan eutrofikasi yaitu listrik, pupuk
urea dan pupuk NPK.
Hasil kajian LCA di pabrik bioetanol menunjukkan adanya penurunan dampak
lingkungan berdasarkan tahapan LCA yang telah dilakukan. Penurunan dampak
lingkungan yang dilakukan dengan peningkatan efisiensi pembakaran batubara pada
boiler berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK sebesar 2.5%.
Substitusi bahan bakar menggunakan bituminous coal dan natural gas berdasarkan
perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 99%. Teknik penangkapan CO2
berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 65.3%. Penggunaan pupuk
urea yang optimum berdasarkan perhitungan dapat menurunkan emisi GRK 44%,
asidifikasi 45%, dan eutrofikasi 43%, sedangkan penggunaan pupuk NPK yang
optimum dapat menurunkan emisi GRK 48%, asidifikasi 51%, dan eutrofikasi 49%.
Penghematan penggunaan listrik dapat menurunkan emisi GRK sebesar 6.52 %,
asidifikasi 6.4% dan eutrofikasi 4.35%. Substitusi penggunaan solar dengan natural
gas dapat menurunkan emisi GRK sebesar 26%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dengan melakukan kajian LCA dapat diketahui sumber penyebab dampak lingkungan
serta mengetahui perbaikan yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi dampak
lingkungan dan meningkatkan efisiensi.

SARAN

Upaya penurunan dampak lingkungan berdasarkan hasil kajian LCA, perlu


dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap implementasi interpretation dan elaborasi
hasil analisis interpretation untuk upaya penurunan emisi.

DAFTAR PUSTAKA

[AIP] Australian Institute for Petroleum. 1996. Oil and Australia, Statistical Review.
Australia (AU) : Petroleum Gazette.
Akhir MY, Chairul, Drastinawati. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Fermentasi Nira
Aren (Arenga Pinnata) menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae dengan
Pengaruh Variasi Konsentrasi Nutrisi dan Waktu Fermentasi. Jurnal FTeknik.
2(1) : 1-5.
Anantha F. 2007. Proses Pengolahan Limbah di PG. Madukismo. Yogyakarta (ID) :
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Ar Rahim D. 2009. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. Ellipsoideus
dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp) menggunakan Metode Aerasi
Penuh dan Aerasi Dihentikan. [Skripsi]. Institut Teknologi Bogor (ID) : Bogor.
32

Barqi IS. 2010. Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode
Pemekatan dan Pembakaran Pada Pabrik Gula – Alkohol Terintegrasi. [Skripsi].
Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh November.
Curran M. 1996. Environmental Life Cycle Assessment. Journal Environmental Life.
3(5): 560-621.
Dahlan, Muhammad H, Sari, Dewi D, Ismadyar. 2009. Pemekatan Nira Nipah
Menggunakan Membran Selulosa Asetat. Jurnal Teknik Kimia. 2(1):245.
Davis B. 1955. The Marine And Fresh Water Plankton. Journal Marine Technology.
1(5): 34-70.
Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta (ID):
Depdiknas.
[EEA] European Environment Agency. 2006. Emission Inventory Guidebook.
Luxembourg (LU): EEA.
[EEA] European Environment Agency. 2013. Technical Guidance to Prepare National
Emission Inventories. Luxembourg (LU): EEA.
GaBi .2011. Handbook for Life Cycle Assessment (LCA) Using the GaBi Software, PE
Internasional. Germany (DE) : Leinfelden-Echterdingen
Geani YI, Ismail T. 1998. Pemanfaatan Molase sebagai Hasil Samping yang
Menghasilkan Nilai Tambah yang Lebih Tinggi. Journal Technology Process.
2(3): 507-567.
Hermawan DRWA, Utami T, Cahyanto MN. 2000. Fermentasi Etanol Dari Buah
Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale L) oleh Saccharomyces cereviseae
FNCC 3015 menggunakan Ammonium Sulfat dan Urea Sebagai Sumber
Nitrogen. Yogyakarta (ID) : Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
[IEA] International Energy Agency. 2012. International Energy Agency 2012 Annual
Report. France (FC) : IEA.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2002. The Supplementary
Report to the IPCC Scientific Assesment. Cambridge (GB): Cambridge
University Press.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2006. Guidelines for National
Greenhouse Gas Inventories Vol 2: Energy Chapter 2: Stasionary Combustion.
USA (US): Washington DC.
[ISO] International Standards Organization 14040. 2006. Environmental
Management, Life Cycle Assessment, Principles and Framework. Switzerland
(CH): Geneva.
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2017. Pedoman Perhitungan Emisi Gas
Rumah Kaca untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Masyarakat. Jakarta
(ID) : KLH
Koch JU, Marom M. 2000. Inventory of emission of greenhouse gases in Israel.
Journal of Water, Air, & Soil. 22(123) : 259-271.
33

Koopmans A. 2005. Biomass energy demand and supply for South and South-East
Asia assessing the resource base. Journal Biomass and Bioenergy. 28(1): 133–
150.
Kurniawan O, Marsono. 2008. Superkarbon, bahan bakar alternatif pengganti minyak
tanah dan gas. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Madanhire I, Mbohwa C. 2006. Mitigating Environmental Impact of Petroleum
Lubricants. Switzeland (CH) : Springer International Publishing.
Perlindungan M. 2006. Teknik Audit Energi. Jakarta (ID): Depdiknas.
Mason CF. 1993. Biology of fresh air Pollution. Journal Atmospheric.. 1(4): 45-60.
Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally friendly foof processing. Journal
Environmental. 2 (3) : 240-245.
[MENLH] Menteri Lingkungan Hidup. 2012. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup. Jakarta (ID) : MENLH.
Mukhlis B. 2011. Evaluasi Penggunaan Listrik pada Bangunan Gedung di Lingkungan
Universitas Tadulako. Jurnal Foristek. 1(1) :33-42.
Prescott SG, Dunn CG. 1959. Industrial Microbiology. New York (US) : McGraw-
Hill BookCompany.
PT PLN Persero. 2015. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun
2015-2024. Jakarta (ID) : PLN.
Purba YE, Elida NA. 2009. Hidrolisis Pati Ubi Kayu (Manihot esculenta) dan Pati Ubi
Jalar (Impomonea batatas) menjadi Glukosa secara Cold Process dengan Acid
Fungal Amilase dan Glukoamilase. Jurnal Bioproses. 1(2) : 223-250.
Putranto I, Purwono TE, Trisunaryanti HD. 2008. Catalytic Hydrocracking of Waste
Lubricant Oil into Liquid Fuel Fraction Using ZNO, NB2O5, Activated Natural
Zeolit, and Their Modification. Journal Chemistry Indonesia. 8(3) : 22-17.
Putt DPS, Bhatia P. 2002. Working 9 to 5 on Climate Change : An Office Guide.
Washington DC (US): World Resourse Institute.
Rebeitzer G, Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guine’e J, Heijungs R, Hellweg
S, Koehler A, Permington D, Suh S. 2009. Recent developments in life cycle
assessment: Review. J Env Manag. 91: 1-21.
Renouf MA, Wegener MK, Nielsen LK. 2008. An environmental life cycle assessment
comparing Australian sugarcane with US corn and UK sugar beet as producers
of sugars for fermentation. Journal Biomass and Bioenergy. 32(12): 1144-1155.
Rosmeika, Sutiarso L, Suratmo B. 2010. Pengembangan perangkat lunak life cycle
assessment (LCA) untuk ampas tebu (Studi kasus di Pabrik Gula Madukismo,
Yogyakarta). Journal Agritech. 30 (3): 168-177.
Rukaesih A. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta ID) : Penerbit Andi.
Setyawan IPGW, Hartati RS, Kumara INS. 2012. Manajemen Energi di Rumah Sakit
Surya Husadha Denpasar. Jurnal Teknologi Elektro. 11(2) : 17-24.
Soerawidjaja K. 2007. Mengantisipasi Pemanfaatan Bahan Lignoselulosa Untuk
Pembuatan Bioetanol : Peluang dan Tantangan. Seminar Nasional Diversifikasi
34

Sumber Energi Untuk Mendukung Kemajuan Industri Dan Sistem Kelistrikan


Nasional. Surakarta (ID) : UNS.
Thiemsen, Goswani DY, Fan. 2011. Alternative Energy in Agriculture. Journal
Energy. 1(2): 223.
Weiland P.2010. “Biogas production: current state and perspectives”. Journal
Microbiology Biotechnology 8(1) : 849–860.
Wei V, Yerushalmi L, Haghighat F. 2008. Estimation of greenhouse gas emissions by
he wastewater treatment plant of locomotive repair factory in China. Waste
Environment Research. Agr J. 80: 2253-2261.
Winjaya NP, Rita WS,Ciawi Y. 2011. Pengaruh Konsentrasi Ammonium Sulfat
((NH4)2SO4) sebagai Sumber Nitrogen terhadap Produksi Bioetanol Berbahan
Baku Glacilaria sp. Jurnal Kimia. 7 (1) : 1-10.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan ton CO2 (eq), SO2 (eq), dan PO43-(eq) dari listrik

Emisi Emisi SO2 (eq) dari Emisi SO2 dari Total emisi Total emisi
Tahun KWh NOx NOx SO2 (eq) PO43-(eq)
ton CO2 (eq) gr SO2 gr NOx (gram) (ton) (ton) (ton)
2012 1 942 349 16529.3895 15733026.4 8099595.09 5669716.563 5.6697166 21.402743 1.05295
2013 1 681 020 14305.47384 13616255.9 7009850.283 4906895.198 4.9068952 18.5231511 0.91128
2014 2 173 416 18495.76725 17604666.8 9063143.292 6344200.304 6.3442003 23.9488671 1.17821
2015 2 154 012 18330.63999 17447495.2 8982228.998 6287560.298 6.2875603 23.7350555 1.16769
2016 1 689 386 14376.6755 13684027.2 7044739.933 4931317.953 4.931318 18.6153452 0.91582
2017 1 102 996 9386.499619 8934271.08 4599495.113 3219646.579 3.2196466 12.1539177 0.59793

Lampiran 2 Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar solar


Emisi Emisi CO2 (eq)
Konsumsi solar Energi Bahan bakar (kg) (kg) Total emisi Total emisi
Tahun
(liter) (TJ) / liter CO2 (eq) (kg) CO2 (eq) (ton)
CO2 CH4 N2O CH4 N2O
2012 4988.34 0.00004 14785.4 0.5986 0.11972 12.5706 37.1132 14835.1 14.8351
2013 4747.1 0.00004 14070.4 0.56965 0.11393 11.9627 35.3184 14117.7 14.1177
2014 6546.78 0.00004 19404.7 0.78561 0.15712 16.4979 48.708 19469.9 19.4699
2015 6449.1 0.00004 19115.1 0.77389 0.15478 16.2517 47.9813 19179.4 19.1794
2016 4364.52 0.00004 12936.4 0.52374 0.10475 10.9986 32.472 12979.9 12.9799
2017 2806.08 0.00004 8317.22 0.33673 0.06735 7.07132 20.8772 8345.17 8.34517

35
36
Lampiran 3 Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar solar

Tahun Solar (liter) Nilai kalor (TJ/liter) Emisi SO2 (kg) Emisi NOx (kg) Emisi SO2 (eq) dari NOx (kg) Total Emisi SO2( eq) (ton)

2012 4988.34 0.00004 0.19953 4.98834 5.18787 0.00519


2013 4747.1 0.00004 0.18988 4.7471 4.93698 0.00494
2014 6546.78 0.00004 0.26187 6.54678 6.80865 0.00681
2015 6449.1 0.00004 0.25796 6.4491 6.70706 0.00671
2016 4364.52 0.00004 0.17458 4.36452 4.5391 0.00454
2017 2806.08 0.00004 0.11224 2.80608 2.91832 0.00292

Lampiran 4 Perhitungan ton CO2 (eq) dari bahan bakar batubara

Emisi (kg) Emisi CO2 (eq) (kg) Total emisi


Emisi CO2 (eq)
Tahun Batubara (kg) Nilai kalor (TJ/kg) CO2 (eq)
CO2 CH4 N2O CH4 N2 O (kg)
(ton)
2012 5619650 0.000022 12054149.3 1236.32 185.448 25962.8 57489 12137601.05 12137.6
2013 4531960 0.000022 9721054.2 997.031 149.555 20937.7 46362 9788353.806 9788.35
2014 6290390 0.000022 13492886.6 1383.89 207.583 29061.6 64350.7 13586298.84 13586.3
2015 5505220 0.000022 11808696.9 1211.15 181.672 25434.1 56318.4 11890449.42 11890.4
2016 4233990 0.000022 9081908.55 931.478 139.722 19561 43313.7 9144783.302 9144.78
2017 3181400 0.000022 6824103 699.908 104.986 14698.1 32545.7 6871346.79 6871.35
Lampiran 5 Perhitungan ton SO2 (eq) dari bahan bakar batubara Lampiran 6 Perhitungan ton CO2 (eq) dari limbah cair
Total
Total Emisi Nilai
Batubara Emisi Emisi NOx Limbah Emisi CH4 Emisi CH4 emisi
Tahun SO2 (eq) Tahun COD
(ton) SO2 (ton) (ton) Cair (liter) (kg) (ton/tahun) CO2 (eq)
(ton) (mg/liter)
(ton)
2012 5619.65 0.071932 8.429475 8.50141
2012 87317000 53.6633 984.0014681 0.9840015 22.632
2013 4531.96 0.058009 6.79794 6.85595
2013 76074000 50.1267 800.8005684 0.8008006 18.4184
2014 6290.39 0.080517 9.435585 9.5161
2014 99309000 60.6733 1265.335693 1.2653357 29.1027
2015 5505.22 0.070467 8.25783 8.3283
2015 95936000 59.74 1203.555494 1.2035555 27.6818
2016 4233.99 0.054195 6.350985 6.40518
2016 76449000 46.7467 750.4845432 0.7504845 17.2611
2017 3181.4 0.040722 4.7721 4.81282
2017 24838000 34.3067 178.9428872 0.1789429 4.11569

Lampiran 7 Perhitungan ton PO43-(eq) dari limbah cair Lampiran 8 Perhitungan ton CO2(eq) dari residu

Limbah Nilai Emisi Total emisi


Emisi PO43- Residu Emisi N2O Emisi N2O
Tahun Cair COD PO43- (eq) Tahun CO2 (eq)
(kg) (kg) (kg) (ton)
(liter) (mg/liter) (ton) (ton)
2012 87317000 53.66 103.0794648 0.1030795 2012 0.3495 0.00026213 2.62125E-07 7.68026E-05
2013 76074000 50.12 83.88223536 0.0838822 2013 0.3045 0.00022838 2.28375E-07 6.69139E-05
2014 99309000 60.67 132.5516947 0.1325517 2014 0.3975 0.00029813 2.98125E-07 8.73506E-05
2015 95936000 59.74 126.0867661 0.1260868 2015 0.384 0.000288 0.000000288 0.000084384
2016 76449000 46.75 78.6277965 0.0786278 2016 0.306 0.0002295 2.295E-07 6.72435E-05
2017 24838000 34.31 18.74821916 0.0187482 2017 0.1995 0.00014963 1.49625E-07 4.38401E-05

37
38
Lampiran 9 Perhitungan ton SO2(eq) dari residu Lampiran 10 Perhitungan ton CO2(eq) dari pupuk urea
Total emisi Konsumsi Emisi NH3-N Emisi CO2
Residu Emisi NOx Emisi NOx Emisi N2O
Tahun SO2 (eq) Tahun pupuk + NOx (eq)
(kg) (kg) (ton) (ton)
(ton) urea (kg) (kg) (ton)
2012 0.3495 0.00026213 2.62125E-07 1.83488E-07 2012 18523.5 1852.35 0.0185235 5.4273855
2013 0.3045 0.00022838 2.28375E-07 1.59863E-07 2013 16138.5 1613.85 0.0161385 4.7285805
2014 0.3975 0.00029813 2.98125E-07 2.08688E-07 2014 21067.5 2106.75 0.0210675 6.1727775
2015 0.384 0.000288 0.000000288 2.016E-07 2015 20352 2035.2 0.020352 5.963136
2016 0.306 0.0002295 2.295E-07 1.6065E-07 2016 16218 1621.8 0.016218 4.751874
2017 0.1995 0.00014963 1.49625E-07 1.04738E-07 2017 10573.5 1057.35 0.0105735 3.0980355

Lampiran 11 Perhitungan ton CO2(eq) dari pupuk NPK Lampiran 12 Perhitungan ton SO2(eq) dari pupuk urea

Emisi Emisi
Konsumsi pupuk Emisi NH3-N + Konsumsi pupuk
Tahun
NPK (kg) NOx (kg)
N2O CO2(eq) Emisi Emisi NOx Emisi SO2(eq)
(ton) (ton)
Tahun urea
NOx (kg) (ton) (ton)
(kg)
2012 24115.5 2411.55 0.024116 7.065842
2013 21010.5 2101.05 0.021011 6.156077 2012 18523.5 13.892625 0.01389263 0.00972484
2014 27427.5 2742.75 0.027428 8.036258 2013 16138.5 12.103875 0.01210388 0.00847271
2015 26496 2649.6 0.026496 7.763328 2014 21067.5 15.800625 0.01580063 0.01106044
2016 21114 2111.4 0.021114 6.186402 2015 20352 15.264 0.015264 0.0106848
2017 13765.5 1376.55 0.013766 4.033292 2016 16218 12.1635 0.0121635 0.00851445
2017 10573.5 7.930125 0.00793013 0.00555109
Lampiran 13 Perhitungan ton SO2(eq) dari pupuk NPK Lampiran 14 Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk urea

Konsumsi Pupuk urea Emisi PO43-(eq) Emisi PO43-(eq)


Emisi Emisi Emisi SO2(eq) Tahun
Tahun pupuk NPK (kg) (kg) (kg)
NOx (kg) NOx (ton) (ton)
(kg) 2012 18523.5 355.6512 0.3556512
2012 24115.5 18.0866 0.01809 0.01266 2013 16138.5 309.8592 0.3098592
2013 21010.5 15.7579 0.01576 0.01103 2014 21067.5 404.496 0.404496
2014 27427.5 20.5706 0.02057 0.0144 2015 20352 390.7584 0.3907584
2015 26496 19.872 0.01987 0.01391 2016 16218 311.3856 0.3113856
2016 21114 15.8355 0.01584 0.01108 2017 10573.5 203.0112 0.2030112
2017 13765.5 10.3241 0.01032 0.00723

Lampiran 15 Perhitungan ton PO43-(eq) dari pupuk NPK Lampiran 16 Perhitungan ton SO2 (eq) dan ton PO43-(eq) pupuk ure
Konsumsi Konsumsi Total
Emisi PO43-(eq) Emisi PO43-(eq) Total emisi
Tahun pupuk NPK pupuk Emisi Emisi NH3 emisi SO2
(kg) (ton) Tahun PO43-(eq)
(kg) urea NH3 (kg) (ton) (eq)
(ton)
2012 24115.5 463.018 0.46302 (kg) (ton)
2013 21010.5 403.402 0.4034 2012 18523.5 277.8525 0.2778525 0.5223627 0.097248375
2014 27427.5 526.608 0.52661 2013 16138.5 242.0775 0.2420775 0.4551057 0.084727125
2015 26496 508.723 0.50872 2014 21067.5 316.0125 0.3160125 0.5941035 0.110604375
2016 21114 405.389 0.40539 2015 20352 305.28 0.30528 0.5739264 0.106848
2017 13765.5 264.298 0.2643 2016 16218 243.27 0.24327 0.4573476 0.0851445
2017 10573.5 158.6025 0.1586025 0.2981727 0.055510875

39
40
Lampiran 17 Perhitungan penghematan pada Interpretation

No Interpretasi Penghematan / tahun


1 Peningkatan efisiensi boiler $38757
2 Substitusi bahan bakar batubara $1547263
3 Carbon Capture and Storage - $906879
4 Nutrisi yang optimum Rp165561500
5 Penghematan listrik Rp162247
6 Substitusi bahan bakar solar - Rp247664687

Contoh perhitungan penghematan dapat dilihat dibawah ini :


Penghematan listrik :
Konsumsi Listrik = Daya (kw) x waktu pemakaian (jam) x jumlah hari
Konsumsi listrik = 4.39 kw x 12 x 30 = 1580.4 kWh
IKE = Total konsumsi listrik / Luas ruangan
IKE = 1580.4 kWh / (20x15) m2 = 5.268 kWh/m2
Potensi Penghematan = (5.268-0.84) x 300 x Rp 1467.28 = Rp 1949134 / 12 = Rp 162427 / tahun
41

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 20 September


1996 dari Ayah Hartopo dan Ibu Tri Widiastuti. Penulis adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2014 penulis lulus dari
SMA N 1 Karanganom Klaten dan pada tahun yang sama penulis
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berorganisasi
di Sanggar Juara Foundation Divisi Kurikulum untuk periode 2014-2015. Penulis juga
aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fateta IPB Departemen Advokasi dan
Kesejahteraan Mahasiswa untuk periode 2015-2016. Periode berikutnya yaitu 2016-
2017, penulis masih aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Departemen
Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa. Bulan Juli-Agustus 2017, penulis melakukan
Praktik Lapang (PL) di PT Tirta Investama Danone Aqua Klaten dengan judul “Kajian
terhadap Produksi Bersih (Cleaner Production) di PT Tirta Investama Danone Aqua
Klaten.
Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2016-
2018. Penulis menjadi Delegasi dari Indonesia di Acara “Asia Pacific Future Leader
Conference Kuala Lumpur Malaysia” tahun 2017 dan mendapatkan penghargaan
sebagai Best Idea Innovation.

41

Anda mungkin juga menyukai