Anda di halaman 1dari 120

PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL

BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG

SKRIPSI

INDAH NURLITA
F34061632

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL
BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
INDAH NURLITA
F34061632

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku
Limbah Tanaman Jagung
Nama : Indah Nurlita
NRP : F34061632

Menyetujui,

Pembimbing

(Ir. Andes Ismayana, MT.)


NIP. 19701219 199802 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus : 22 Desember 2010


INDAH NURLITA. F34061632. Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol
Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung. Di bawah bimbingan Andes Ismayana. 2010.

RINGKASAN

Penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment, LCA) adalah analisis sistem yang digunakan
dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari siklus hidup suatu produk secara keseluruhan. LCA
menitik beratkan pada faktor mengumpulkan informasi dan menganalisis dampak lingkungan yang
disebabkan oleh suatu produk. Pendekatan ini bertujuan menghindari kesalahan dari isu lingkungan
yang beredar (UNEP, 1996; ISO, 1997). Etanol atau etil alkohol (lebih dikenal sebagai “alkohol”,
lambang kimia C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah terbakar,
larut dalam air, dapat didaur ulang dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan
yang signifikan. Bioetanol adalah etanol yang dapat dibuat dengan menggunakan hasil-hasil pertanian
(biomassa atau limbah biomassa) yang mengandung gula, pati, dan selulosa (Demirbas, 2005).
Tujuan penelitian adalah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari siklus hidup bioetanol
berbahan baku limbah tanaman jagung dengan tahapan delignifikasi biologis dan kimiawi serta
kombinasi starter Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis dan Saccharomyces cerevisiae dengan
Pichia stipitis pada tahapan fermentasi dan menentukan tahapan proses terbaik berdasarkan
penggunaan energi, bahan baku, dan pencemaran yang ditimbulkan. Ruang lingkup dalam penelitian
ini mencakup pengangkutan bahan baku; penggunaan boiler; penggunaan listrik; persiapan bahan
meliputi pembiakan jamur, starter, dan penghancuran bahan; perlakuan awal bahan meliputi
penghilangan lignin (delignifikasi), hidrotermal I dan II; Sakarifikasi dan fermentasi secara bersamaan
(Simultaneous Saccharification and Co-Fermentation, SSF) meliputi pre-hidrolisis dan fermentasi;
pemurnian; dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Penggunaan metode LCA dilakukan terhadap delapan rancangan yang ditentukan berdasarkan
tahapan penghilangan lignin serta kombinasi starter saat fermentasi. Penghilangan lignin pada R1 dan
R2 menggunakan Ca(OH)2, R3 dan R4 menggunakan Jamur pelapuk putih Pleurotus ostreatus, R5
dan R6 menggunakan Phanerochaete chrysosporium, sedangkan R7 dan R8 menggunakan Tratemetes
vercolor. Fermentasi pada R1, R3, R5, dan R7 menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis,
sedangkan R2, R4, R6, R8 menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Metode LCA
yang dilakukan terdiri dari analisis inventori dan analisis dampak. Analisis inventori dilakukan
dengan mengumpulkan data terkait dengan proses yang dilakukan di laboraturium serta pengumpulan
literatur terkait dengan kebutuhan energi dan emisi yang ditimbulkan. Analisis dampak dilakukan
dengan membuat matriks dampak dan bagan alir dampak penting, dimana penilaian dilakukan
berdasarkan analisis inventori yang telah dilakukan. Tahapan selanjutnya dilakukan pemilihan
rancangan terbaik dengan menggunakan metode bayes.
Kebutuhan bahan baku untuk kedelapan rancangan dalam menghasilkan 500 liter bioetanol
95% adalah 2,904.68 kg sampai dengan 5,150.62 kg, kebutuhan energi 61,255.16 MJ sampai
84,958.29 MJ, mengeluarkan emisi 4,591.14 kg sampai 6,390.25 kg, limbah padat 24,492.51 kg
sampai 45,141.25 kg, dan limbah cair 135,535.80 sampai 287,247.05 kg. Rancangan terbaik
berdasarkan perhitungan menggunakan metode bayes adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi
biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Hal tersebut dipengaruhi kemampuan menghasilkan bioetanol
oleh masing-masing rancangan.
Indah Nurlita. F34061632. Life Cycle Assessment (LCA) Bioethanol from Corn Stover. Under
Supervised by Andes Ismayana. 2010.

SUMMARY

Life Cycle Assessment (LCA) is the analysis system used in evaluating the environmental
impacts of a product life cycle as a whole. LCA focuses on the factor to collect information and
analyze the environmental impact caused by a product. This approach aims to avoid the mistakes of
the outstanding environmental issues (UNEP, 1996; ISO, 1997. Ethanol or ethyl alcohol (familiar as
“alcohol”, C2H5OH) is liquid has no colour with characteristic flamable, water soluble,
biodegradable, and doesn’t give environmental impact if there’s contamination. Bioethanol is ethanol
(alcohol), fermented from sugar, starches, and selullosic bimass (Demirbas, 2005).
The purpose of this study were to identify the impact from life cycle of bioethanol made from
corn stover with biological and chemical delignification stage and combination starter Zymomonas
mobilis with Pichia stipitis and Saccharomyces cerevisiae with Pichia stipitis on stage fermentation
and then determine the best process steps based on use of energy, raw materials, and pollution
caused. The scope of this study include the transportation of raw materials; the use of boilers;
electricity use; preparation of materials include mushroom breeding, starter, and demolition
materials; preparation materials include delignification, hydrothermal I and II; Simultaneous
Saccharification and Co-Fermentation (SSF) include pre-hydrolysis and fermentation; purification;
and Waste Water Treatment Plant (WWTP).
The use of LCA method conducted on eight specified design based delignification stage and the
combination of starter during fermentation. Delignification of the R1 and R2 using Ca (OH) 2, R3
and R4 using white rot fungus Pleurotus ostreatus, R5 and R6 using Phanerochaete chrysosporium,
whereas R7 and R8 use Tratemetes vercolor. Fermentation at R1, R3, R5, and R7 using Zymomonas
mobilis and Pichia stipitis, while R2, R4, R6, R8 using Saccharomyces cerevisiae and Pichia stipitis.
LCA method were performed, consist of inventory analysis and impact analysis. Inventory analysis,
conducted by collected data related to the processes in the laboratory and the collection of literature
related to energy demand and emissions generated. Impact analysis, done by created a matrix and
flow chart the impact of significant impacts, where the assessment is based on inventory analysis has
been done. The next stage is the selection of the best designs using Bayes method.
Supplies of raw materials for the eighth design in produce 500 litre bioethanol 95% is 2,904.68
to 5,150.62 kg, energy demand 61,255.16 to 84,958.29 MJ, produce as much emissions 4,591.14 to
6,390.25 kg, solid waste 24,492.51 to 45,141.25 kg, and liquid waste 135,535.80 to 287,247.05 kg.
Best design based on calculations used Bayes method is R7, the design with biological delignification
used Trametes vercolor and fermentation used a combination starter Zymomonas mobilis dan Pichia
stipitis. It is influenced by the ability to produce bioethanol by each design.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1988 dengan nama lengkap
Indah Nurlita. Penulis adalah putri dari pasangan Supriatno dan Ika Setiyawati.
Penulis merupakan seorang kakak dari adik bernama Mega Pratiwi. Penulis
mengawali jenjang pendidikannya di TK Al-Kautsar Bekasi pada tahun 1993-
1994, dilanjutkan di SDN Pengasinan Bekasi pada tahun 1994-1999 dan SDN 08
Pagi Jakarta Timur pada tahun 1999-2000, dilanjutkan ke jenjang sekolah
lanjutan di SLTPN 199 Jakarta Timur pada tahun 2000-2003 serta SMUN 12
Jakarta Timur pada tahun 2003-2006. Penulis lulus seleksi masuk IPB pada
tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan
terdaftar di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian-Institut Pertanian
Bogor (Fateta-IPB), dengan nomor induk mahasiswa F34061632. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan akademik seperti menjadi asisten praktikum mata kuliah
Peralatan Industri dan non akademik seperti menjadi panitia pada berbagai acara yang
diselenggarakan oleh IPB seperti kepanitiaan Gebyar Nusantara (GENUS) dan Masa Perkenalan
Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB). Penulis juga aktif sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Paduan Suara Agriaswara IPB sebagai Koordinator Kesekretariatan periode 2008-2009 dan
pernah menjadi beberapa panitia dalam kegiatan yang diselenggarakan. Penulis juga pernah terlibat
sebagai salah satu anggota dalam panitia sensus penduduk 2010. Penulis melakukan Praktek Lapang
dengan judul “Pengelolaan Lingkungan Industri Kelapa Sawit pada PTPN VIII Kebun Kertajaya,
Banten” pada tahun 2009. Dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Teknologi Pertanian,
penulis menyusun skripsi dengan judul “Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol
Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung” di bawah bimbingan Ir. Andes Ismayana, MT.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Penilaian Daur
Hidup (Life Cycle Assessment) Bioetanol Berbahan Baku Limbah Tanaman Jagung” adalah hasil
karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan apapun dalam
bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010


Yang membuat pernyataan,

INDAH NURLITA
F34061632
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur penulis hantarkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan pertolongan serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) BIOETANOL BERBAHAN
BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,
motivasi, dan kerjasama dari banyak pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ir. Andes Ismayana, MT. sebagai dosen pembimbing atas segala bantuan dalam memberi arahan
dan motivasi serta kesabaran dalam membimbing penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc dan Drs. Purwoko, M.Si yang telah bersedia menguji serta
telah memberi masukan kepada penulis.
3. Wagiman, STP. M.Si. Yang telah memberikan masukan kepada penulis.
4. Papa, Mama, dan Mega tersayang, atas segala kasih kasih sayang, semangat, doa serta dukungan
kepada penulis.
5. Bhaskoro “dun” atas semangat, doa, serta bantuan yang senantiasa diberikan kepada penulis
selama tahapan penelitian hingga penyusunan skripsi.
6. Seluruh teman-teman TIN, terutama Siska, Gaby, Ratih, Raisa, Laura, Mumun, Rizka, Sandra,
Kirana, Aria, dan ka afwan atas dukungan serta bantuan kerjasama yang telah banyak diberikan
kepada penulis.
7. Windry, Wiwid, dan Yayoy yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan.
8. Agriaswara, yang telah mempertemukan penulis dengan orang-orang yang sangat berpengaruh
dalam hidup penulis serta kenangan dan pengalaman berharga.
9. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi IPB terutama Departemen Teknologi Industri
Pertanian yang banyak membantu penulis selama menempuh studi di IPB.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang industri pertanian.

Bogor, Desember 2010

Indah Nurlita
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ........................................................................... 3

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN .......................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4

A. BAHAN BAKU ........................................................................................ 4

1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ) ........................................................... 4

2. Jamur .................................................................................................... 6

a. Pleurotus ostreatus .......................................................................... 6

b. Phanerochaete chrysosporium ........................................................ 7

c. Trametes vercolor ............................................................................ 7

3. Mikroorganisme ................................................................................... 7

a. Saccharomyces cerevisiae ............................................................... 7

iv
b. Zymomonas mobilis ......................................................................... 7

c. Pichia stipitis ................................................................................... 8

B. PEMBUATAN BIOETANOL (C2H5OH) ................................................ 8

1. Proses Produksi .................................................................................... 9

2. Persiapan Inokulum Jamur dan Starter ............................................... 11

C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) ...... 12

1. Energi Manusia ................................................................................... 14

2. Emisi................................................................................................... 17

3. Limbah Bioetanol ............................................................................... 17

III. METODE PENELITIAN............................................................................. 19

A. JENIS DAN SUMBER DATA ............................................................... 19

B. METODE PENGUMPULAN DATA ..................................................... 19

1. Studi Pustaka ...................................................................................... 19

2. Observasi Lapangan ........................................................................... 20

3. Kuesioner ............................................................................................ 20

4. Wawancara ......................................................................................... 20

C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA) ...... 20

1. Penggunaan Bahan ............................................................................. 21

2. Penggunaan Energi ............................................................................. 21

3. Dampak Lingkungan .......................................................................... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 26

v
A. ANALISIS INVENTORI ........................................................................ 26

1. Pengangkutan Bahan Baku ................................................................. 27

2. Penggunaan Boiler .............................................................................. 29

3. Penggunaan Listrik ............................................................................. 30

4. Persiapan Bahan ................................................................................. 32

5. Perlakuan Awal Bahan ....................................................................... 34

6. Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF) ...................................... 38

7. Pemurnian ........................................................................................... 40

8. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) .......................................... 42

B. ANALISIS DAMPAK ............................................................................ 45

C. PENENTUAN RANCANGAN TERBAIK ............................................ 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 49

A. KESIMPULAN ....................................................................................... 49

B. SARAN ................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50

LAMPIRAN ........................................................................................................ 55

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung........................................................... 4

Tabel 2. Sifat thermal, kimia, dan fisika dari bioethanol dan premium .............. 9

Tabel 3. Nilai BMR untuk laki-laki berusia18 – 30 Tahun............................... 14

Tabel 4. Nilai BMR untuk laki-laki berusia 30 – 60 Tahun.............................. 14

Tabel 5. Nilai BMR untuk perempuan berusia18 – 30 Tahun .......................... 15

Tabel 6. Nilai BMR untuk perempuan berusia 30 – 60 Tahun ......................... 15

Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia ..................................................... 15

Tabel 8. Faktor emisi gas buang pada beberapa sumber energi ........................ 17

Tabel 9. Rancangan percobaan ......................................................................... 22

Tabel 10. Kebutuhan bahan baku ........................................................................ 26

Tabel 11. Potensi limbah tanaman jagung per tahun di wilayah Jawa Barat ...... 27

Tabel 12. Energi pada tahap pengangkutan ........................................................ 28

Tabel 13. Emisi pada tahap pengangkutan .......................................................... 28

Tabel 14. Penggunaan energi pada tahap penggunaan boiler ............................. 29

Tabel 15. Emisi penggunaan boiler ..................................................................... 30

Tabel 16. Energi penggunaan listrik ................................................................... 31

Tabel 17. Emisi penggunaan listrik ..................................................................... 31

Tabel 18. Energi pada tahap persiapan bahan ..................................................... 33

Tabel 19. Emisi pada tahap persiapan bahan ...................................................... 34

Tabel 20. Energi pada tahap delignifikasi ........................................................... 35

Tabel 21. Limbah pada tahap delignifikasi ......................................................... 36

vii
Tabel 22. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah delignifikasi ................ 36

Tabel 23. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II .............. 37

Tabel 24. Limbah pada tahap hidrotermal .......................................................... 37

Tabel 25. Energi pada tahap hidrotermal ............................................................ 38

Tabel 26. Faktor konversi etanol pada cairan SSF .............................................. 39

Tabel 27. Energi pada tahap SSF ........................................................................ 39

Tabel 28. Limbah pada tahap SSF ...................................................................... 40

Tabel 29. Kebutuhan uap panas, energi, dan limbah yang dikeluarkan saat

pemurnian ........................................................................................... 41

Tabel 30. Faktor konversi etanol berdasakan penggunaan bahan baku .............. 42

Tabel 31. Faktor konversi etanol hasil penelitian terdahulu ............................... 42

Tabel 32. Energi pengolahan limbah cair ........................................................... 43

Tabel 33. Energi output biotenol dari LTJ .......................................................... 43

Tabel 34. Selisih energi input output .................................................................. 44

Tabel 35. Perbandingan emisi keseluruhan ......................................................... 45

Tabel 36. Perbandingan limbah keseluruhan ...................................................... 45

Tabel 37. Matriks dampak................................................................................... 46

Tabel 38. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes ........................... 48

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur molekul selulosa .................................................................... 5

Gambar 2. Struktur molekul hemiselulosa ............................................................ 5

Gambar 3. Struktur molekul lignin ....................................................................... 6

Gambar 4. Persiapan inokulum jamur dan starter .............................................. 11

Gambar 5. Tahapan LCA .................................................................................... 12

Gambar 6. Contoh diagram alir penggunaan life cycle assessment .................... 18

Gambar 7. Diagram alir metode penelitian penilaian daur hidup (Life Cycle

Assessment) bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung ....... 19

Gambar 8. Diagram alir penggunaan LCA ......................................................... 21

Gambar 9. Rancangan aliran bahan R1 dan R2 .................................................. 24

Gambar 10. Rancangan aliran bahan R3 sampai R8 ........................................... 25

Gambar 11. Bagan alir evaluasi dampak penting................................................ 47

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner penelitian ..................................................................... 56

Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-alat yang digunakan ....... 57

Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku ........... 63

Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler ..................................................... 66

Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Energi Listrik ....................................... 69

Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan ................................ 70

Lampiran 7. Energi mesin pada tahap persiapan bahan .................................... 76

Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan ....................... 77

Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi ...................................... 79

Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi ............................ 81

Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II........................... 84

Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal .............................. 86

Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF ...................... 88

Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF ............. 90

Lampiran 15. Energi manusia pada tahap pemurnian ......................................... 92

Lampiran 16. Kebutuhan uap panas pada tahap pemurnian ............................... 94

Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL ................................................. 95

Lampiran 18. Neraca massa R1 .......................................................................... 97

Lampiran 19. Neraca massa R2 .......................................................................... 98

Lampiran 20. Neraca massa R3 .......................................................................... 99

Lampiran 21. Neraca massa R4 ........................................................................ 100

x
Lampiran 22. Neraca massa R5 ........................................................................ 101

Lampiran 23. Neraca massa R6 ........................................................................ 102

Lampiran 24. Neraca massa R7 ........................................................................ 103

Lampiran 25. Neraca massa R8 ........................................................................ 104

xi
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Etanol atau etil alkohol (lebih dikenal sebagai “alkohol”, lambang kimia C2H5OH) adalah
cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah terbakar, larut dalam air, dapat
didaur ulang dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan
(Demirbas, 2005). Bioetanol adalah etanol yang dapat diproduksi dari bahan baku berupa
biomassa dan juga limbah biomassa. Bioetanol diproduksi dengan teknologi biokimia, melalui
proses fermentasi bahan baku, kemudian etanol dipisahkan dari air dengan proses distilasi dan
dehidrasi. Penggunaan bioetanol sebagai campuran biogasolin memiliki keunggulan yaitu
meningkatkan bilangan oktan menurut Wahid (2005) yaitu dari 82 bar menjadi 94 bar
(menggantikan TEL sebagai aditif, sehingga mengurangi emisi logam berat timbal). Keunggulan
lainnya adalah dapat menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna (mengurangi emisi karbon
monoksida, menurut Atmanto (2003) yaitu dari 4.26% volume menjadi 3.45%), dan mengurangi
emisi gas buang karbon dioksida (penelitian menunjukkan pengurangan hingga 40-80% dari nilai
awal 2.39 kg/l CO2) dan senyawa sulfur dari 0.006 gram/liter menjadi 0.001 gram/liter
(mengurangi hujan asam) (Anonim, 2009).
Menurut Indartono (2005), etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya,
oksigen yang inheren didalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara dan bahan bakar dalam silinder. Semakin sempurna pembakaran maka
emisi UHC nya akan semakin rendah. hal tersebut juga dipengaruhi oleh rentang keterbakaran
(flammability) yang lebar yakni 4.3-19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang
keterbakaran 1.4 – 7.6 vol, sehingga pembakaran campuran udara dengan etanol menjadi lebih
baik. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan
pembakaran udara dengan gasolin.
Limbah biomassa yang digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku dalam
pembuatan bioetanol bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan. Potensi
limbah biomassa terbesar di Indonesia adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh
limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Potensi energi limbah biomassa
Indonesia diperkirakan sebesar 49,807.43 MW, dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang hanya
sekitar 178 MW atau 0.36 % dari potensi yang ada (Widodo et al., 2003; Agustina, 2004).
Limbah lignosellulosa atau limbah biomassa, tersusun atas hemiselulosa, selulosa, dan
lignin. Penghalang dalam mengolah limbah lignoselulosa menjadi produk bernilai tambah
adalah struktur dari lignoselulosa yang berupa ikatan antara polisakarida (hemiselulosa dan
selulosa) dan lignin. Pelepasan ikatan tersebut dapat dilakukan dengan perlakuan awal bahan.
(Yan dan Shuya, 2006; Xiao et al., 2007)
Hal tersebut menyebabkan banyaknya perlakuan awal bahan yang dikembangkan untuk
mengefisienkan, meningkatkan kemampuan enzim penghidrolisis, dan menghasilkan yield yang
tinggi baik secara mekanis, biologis, maupun kimiawi (Mosier et al., 2005; Hendriks dan
Zeeman, 2009). Rancangan yang dibuat pada penelitian ini berdasarkan perbedaan perlakuan
awal bahan yaitu penghilangan lignin (delignifikasi) dengan cara biologis menggunakan jamur
pelapuk putih dan kimiawi menggunakan Ca(OH)2. Perbedaan tersebut untuk melihat cara mana
yang lebih ramah lingkungan serta efisien baik dalam penggunaan energi maupun penggunaan
bahan baku.
Menurut Samsuri et al. (2007), proses hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif
dan efisien jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama,
proses ini dikenal sebagai proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF). Sakarifikasi dan
fermentasi simultan adalah kombinasi antara hidrolisis dengan enzim dan fermentasi yang
dilakukan dalam suatu reaktor. Proses ini memiliki keuntungan yaitu polisakarida yang
terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi polisakarida karena monosakarida
langsung difermentasi menjadi etanol.
Mikroorganisme yang umum digunakan dalam pembuatan bioetanol diantaranya adalah
Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae, namun kedua jenis mikroorganisme tersebut
tidak dapat merombak gula C5 (Agbogbo dan Kelly, 2008). Sedangkan menurut Whistler dan
Massak (1955) pada hemiselulosa, gula (monomer) yang paling banyak ditemukan dari seluruh
gula adalah xilosa (C5H10O5). Sehingga dalam rancangan penelitian yang dibuat, dilakukan
perbedaan kombinasi starter yang digunakan saat fermentasi, untuk menyempurnakan
perombakan bahan menjadi bioetanol. Kombinasi yang terpilih yaitu Zymomonas mobilis dan
Pichia stipitis serta Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Pichia stipitis merupakan
mikroorganisme yang mampu merombak gula C5 secara alami yang tidak mampu dilakukan
oleh Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae (Agbogbo dan Kelly, 2008).
Hal penting yang harus dipahami dari teknologi konversi lignoselulosa menjadi bioetanol
adalah kelayakan biaya dan lingkungan, serta penggunaan energi. Pemilihan teknologi terbaik
didasari oleh sedikit penggunaan biaya, energi, serta pencemaran yang ditimbulkan (Chandel et
al., 2007). Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap
penelitian-penelitian energi terbarukan dalam hal pengelolaan konservasi energi dan penggunaan
secara efisien serta dampaknya terhadap lingkungan dengan menggunakan metode Life Cycle
Assessment (LCA).
Pada tahun 1993, ISO membentuk Technical Committee (TC) 207 yang khusus bertugas
mengembangkan baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri 14000. Standar
yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu Environmental Management System
(EMS), Environmental Auditing (EA), Environmental Labelling (EL), Environmental
Performance Evaluation (EPE), Life Cycle Analysis (LCA), dan Term and Definitions (TD)
(Soemarno, 2007). EA mengkajian pelaksanaan program lingkungan dan sistem pengelolaan
lingkungan. EPE mengevaluasi kinerja lingkungan yang dicapai organisasi. EL mememberi
label lingkungan terhadap produk. LCA mengkaji tentang daur hidup produk dari bahan mentah,
proses (limbah) hingga pada produk yang tak dapat dimanfaatkan kembali (sampah) (Soemarno,
2007).
Menurut Mattson dan Sonesson (2003), Life Cycle Assessment (LCA) adalah metode
untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan produk selama siklus hidupnya dan
aliran bahan yang terjadi. Data yang dibutuhkan terdiri dari dampak lingkungan, hasil samping,
konsumsi energi, dan bahan yang digunakan. Menurut Schempf (1999) dan Curran (1996), LCA
dapat menyediakan kerangka kerja untuk menganalisa dampak lingkungan, memetakan dampak
selama siklus hidup suatu produk, pembanding dari dampak lingkungan produk yang sudah ada,
acuan dalam mengembangkan target lingkungan untuk pengembangan produk selanjutnya,
menyediakan pengukuran kinerja yang berlangsung untuk mengkaji konsep desain serta
dampaknya terhadap lingkungan, membantu tim pengembangan produk dalam menentukan

2
material dan komponen yang akan dipakai, dan mengidentifikasi dampak yang sebelumnya tidak
diketahui.
Metode LCA membantu dalam mengetahui potensi limbah yang akan muncul serta
penggunaan energi dan bahan baku yang diperlukan selama proses produksi produk tersebut.
Informasi yang didapatkan dalam tahapan penggunaan LCA dapat menjadi pertimbangan dalam
pendirian industri bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung serta dapat digunakan
sebagai pembanding terhadap industri bioetanol dengan bahan baku berbeda yang telah
beroperasi.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Mengidentifikasi dampak siklus hidup bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung
dengan tahapan delignifikasi biologis dan kimiawi serta kombinasi starter Zymomonas
mobilis dengan Pichia stipitis dan Saccharomyces cerevisiae dengan Pichia stipitis pada
tahapan fermentasi terhadap lingkungan.
2. Menentukan tahapan proses terbaik berdasarkan penggunaan energi, bahan baku, dan
pencemaran yang ditimbulkan.

C. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup meliputi analisis terhadap kebutuhan bahan baku, energi, dan potensi
limbah pada setiap tahap siklus hidup mulai dari distribusi bahan, proses produksi sesuai dengan
penelitian di laboratorium, dan pengolahan limbah.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAHAN BAKU

1. Limbah Tanaman Jagung (LTJ)

Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang tidak dipakai atau
diambil sebagai makanan pokok, seperti batang, daun, kelobot, dan tongkol (Anggraeny et
al., 2006). Total berangkasan dari satu tanaman jagung bernilai 90% dari berat keseluruhan
satu tanaman jagung, tabel proporsi LTJ disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Proporsi limbah tanaman jagung


Limbah Jagung Proporsi Limbah (%BK)
Batang 50
Daun 20
Tongkol 20
Kulit (klobot) 10
Sumber: Mc Cutcheon dan Samples (2002)

Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik (Dellweg, 1983).


Lignoselulosa terdiri dari tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Selain itu, terdapat pula beberapa komponen minor yang dapat ditemukan pada lignoselulosa,
seperti abu, protein, dan pektin. Kadar ketiga komponen minor pada lignoselulosa tersebut
berbeda-beda sesuai dengan sumber lignoselulosanya (Dashtban et al., 2009).
Berdasarkan Prasetyo et al. (2002), limbah batang dan daun jagung kering memiliki
potensi energi sebesar 66.35 GJ dengan konversi nilai kalori 4,370 kkal/kg. Energi tongkol
jagung dapat dihitung dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR) tongkol
jagung yaitu 0.27 (pada kadar air 7.53%) dan nilai kalori 4,451 kkal/kg, sehingga potensi
energi tongkol jagung adalah 55.75 GJ (Widodo, 2003 (dasar acuan Koopmans dan Kopejan,
1997); Sudradjat, 2004). Menurut Sun dan Cheng (2002) diketahui bahwa limbah tanaman
jagung mengandung 15% lignin, 45% selulosa, dan 35% hemiselulosa, serta dapat
menghasilkan 0.24 liter bioetanol tiap kg biomassa jagung.
Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai
lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai
panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals
(Perez et al. 2002). Gambar dari struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur molekul selulosa (Klemm et al., 1998)

Hemiselulosa merupakan komponen kedua pada bahan berlignoselulosa, berupa


polimer yang heterogen dari pentose (termasuk xilosa dan arabinosa), hexosa (terutama
manosa, sebagian kecil glukosa, dan galaktosa) dan sugar acids. Komposisi hemiselulosa di
alam sangat beragam dan bergantung pada sumber tanaman (Dashtban et al., 2009). Gambar
dari struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Struktur molekul hemiselulosa (Kirk dan Cullen, 1998)


A. Struktur O-asetil-4-O-metilglukoronoksilan (hemiselulosa utama di
kayu daun lebar)
B. Struktur O-aselilgalaktoglukomanan (hemiselulosa utama pada kayu
daun jarum)

Lignin adalah suatu kompleks polimer tiga dimensi yang diproduksi secara in vivo
oleh enzim pemula polimerisasi dehidrogenatif dari tiga monomer fenilpropana, yaitu p-
hidroksilamin alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Polimer lignin terbentuk
melalui ikatan eter yang terdiri atas satuan fenilpropana yang saling bergabung. Biosintesis
lignin dari unit fenilpropana dinyatakan secara umum sebagai polimerisasi dehidrogenatif.
Kompleks polimer lignin berperan sebagai pemberi kekuatan fisik, pertahanan terhadap
serangan mikrobial, dan pertahanan terhadap permeabilitas air ke matrik polisakarida dinding
sel tumbuhan (Whetten et al., 1998). Gambar struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 3.

5
Gambar 3. Struktur molekul lignin (Lankinen, 2004)

2. Jamur

Lignin adalah sasaran utama yang diserang oleh jamur pelapuk putih (Zabel dan
Morell, 1992). Enzim penghancur lignin adalah lignase yang mengubah lignin dan
menghasilkan karbohidrat untuk dijadikan substrat. Jamur pelapuk putih memiliki enzim
lakase yang menyebabkan oksidasi Cα, penghancur gugus fenil dan penghancur Cα-Cβ dalam
struktur siringil. Lakase berfungsi mencegah mekanisme repolimerisasi dari fenoksiradikal
kembali menjadi lignin dan menghilangkan quinon yang beracun (Rayner dan Boddy, 1988).
Menurut Eaton dan Hale (1993) berbagai enzim yang berperan dalam proses degradasi
lignin yang disekresikan oleh kapang pelapuk putih adalah lignin peroksidase (LiP), mangan
peroksidase (MnP), lakase, demetoksilase, H2O2-generating enzyme dan enzim pendegradasi
monomer seperti selobiosa dehidrogenase, asam vanilat hidrolase dan trihidroksi benzen
dioksigenase. Namun enzim lignolitik yang utama adalah lignin peroksidase (LiP), mangan
peroksidase (MnP) dan lakase.

a. Pleurotus ostreatus

Pleurotus ostreatus adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan


termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih
hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan
bagian tengah agak cekung (Parlindungan, 2000). Pleurotus ostreatus mampu
mendegradasi bahan-bahan berlignoselulosa secara efisien dan selektif menguraikan
lignin tanpa perlakuan pendahuluan secara kimiawi atau biologis (Hadar et al., 1993).
Kemampuan Pleurotus ostreatus dalam mendegradasi lignin menjadikan fungi ini
memiliki potensi untuk digunakan pada proses penghilangan lignin secara biologis.

6
b. Phanerochaete chrysosporium

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fadilah et al. (2008) diketahi bahwa jamur
Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada batang jagung. Lignin
yang terdegradasi selama 30 hari inkubasi adalah 81,4%. Degradsi lignin diikuti dengan
degradasi selulosa walaupun jumlahnya relatif lebih sedikit yaitu 22,3% pada 30 hari
inkubasi.

c. Trametes vercolor

Jamur Trametes vercolor termasuk ke dalam golongan jamur pelapuk putih (white
root fungus). Family Polyporaceae dan kelas Basidiomycetes, yang biasa dikenal dengan
Polyporus, coriolus dan Polysticus. Penyebarannya di negara-negara beriklim sedang dan
sering menyerang kayu daun lebar, namun kadang-kadang menyerang kayu daun jarum
(Eaton dan Hale, 1993). Kapang ini menyerang hemiseluosa sebelum atau berbarengan
dengan lignin. Menurut Akhtar et al. (1997) urutan pendegradasian kayu oleh kapang
putih ini adalah hemiselulosa, lignin, dan kemudian selulosa.

3. Mikroorganisme

a. Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cereviciae merupakan salah satu spesies khamir yang memiliki


daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroorganisme ini biasanya dikenal
dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Saccharomyces
cerevisiae dapat mengubah glukosa, manosa, dan galaktosa menjadi etanol. Khamir ini
dapat tumbuh dalam media dengan a w terendah 0.88-0.94 dan pada kisaran suhu 25-300C
atau 35-470C serta pH 4-4.5 (Fardiaz, 1989).
Saccharomyces cerevisiae sering digunakan untuk memproduksi etanol secara
fermentasi karena dapat menghasilkan etanol dalam jumlah besar dan mempunyai nilai
toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Khamir ini memiliki daya, tingkat dan rendemen
etanol yang tinggi tetapi tidak mampu memfermentasi xilosa yang merupakan jenis gula
terbesar kedua di alam (Rouhoullah et al., 2006; Kotter dan Ciriacy, 1993).

b. Zymomonas mobilis

Zymomonas mobilis merupakan bakteri gram negatif yang dapat ditemukan pada
tumbuh-tumbuhan yang kaya gula. Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob
fakultatif. Pemakaian bakteri Zymomonas mobilis untuk industri pembuatan etanol
mempunyai beberapa keuntungan antara lain, yaitu kemampuan untuk tumbuh secara
anaerob, hasil produksi lebih tinggi dan kemampuan fermentasi lebih spesifik
dibandingkan dengan yeast (Ismail et al., 2009).

7
Hemiselulosa yang telah terhidrolisis menjadi xilosa dapat difermentasikan
menjadi etanol. Namun, mikroorganisme Zymomonas mobilis tidak dapat memfermentasi
xilosa atau xilitol. Mikroba ini dapat memfermentasi xylulose tetapi tidak memiliki enzim
yang diperlukan untuk mengkonversi xylose menjadi xylulose. Zymomonas mobilis
memfermentasikan glukosa melalui jalur Entner Doudoroff. Mikroba ini menghasilkan
enzim piruvat dekarboksilase yang merubah piruvat menjadi acetaldehyde. Kemudian
acetaldehyde diubah menjadi etanol oleh enzim alcohol dehydrogenase (Ismail et al.,
2009).

c. Pichia stipitis

Pichia stipitis merupakan mikroorganisme yang memfermentasi gula dalam


bentuk C5 secara alami. Mikroorganisme ini mampu menghasilkan etanol dari xilosa dan
dapat merombak gula C5 yang tidak dapat dilakukan oleh Sacharomyces cereviseae
maupun Zymomonas mobilis (Agbogbo dan Kelly, 2008).
Pichia stipitis merupakan salah satu kapang yang memiliki kemampuan untuk
mengkonversi selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula (Jeffries et al., 2007).
Pichia stipitis dapat memfermentasi glukosa, xilosa, manosa, galaktosa, dan selobiosa
menjadi etanol dalam kondisi anaerobik dengan xilitol sebagai produk samping. Pichia
stipitis dapat bekerja pada afinitas rendah dan afinitas tinggi pada sistem transport proton.
Sistem transport dengan afinitas rendah terjadi ketika konsentrasi gula tinggi, sedangkan
afinitas tinggi terjadi ketika konsentrasi gula rendah (Killian dan Uden, 1988). Pichia
stipitis lebih menyukai glukosa untuk produksi etanol sehingga jumlah pemanfaatan
glukosa lebih besar dibandingkan dengan xilosa pada media yang mengandung glukosa
dan xilosa. Suhu optimal yang dibutuhkan oleh Pichia stipitis pada saat fermentasi
adalah antara 25-33 oC (Agbogbo dan Kelly, 2008).

B. PEMBUATAN BIOETANOL (C2H5OH)

Bioetanol merupakan etanol atau kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau sering juga
disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan mempunyai bau khas
(Arnata, 2009). Menurut Demirbas (2005), etanol dapat diproduksi menggunakan berbagai
macam jenis bahan baku hasil pertanian yang diklasifikasikan menjadi tiga yaitu gula sederhana,
pati, dan selulosa.
Etanol dapat diperoleh dari hasil proses fermentasi gula dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme. Dalam industri, etanol digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran bahan bakar untuk
kendaraan. Etanol terbagi dalam tiga grade berdasarkan kadar alkohol, yaitu grade industri (90-
94%), grade netral untuk minuman keras atau bahan baku farmasi (96-99.5%) dan grade bahan
bakar (diatas 99.5%) (Hambali et al. 2007).
Menurut Wahid (2005), keunggulan bioetanol dibanding bensin dapat dilihat dari
perbandingan sifat yang dimiliki keduanya, sesuai dengan yang ditampilkan pada Tabel 2.

8
Tabel 2. Sifat thermal, kimia, dan fisika dari bioethanol dan premium
No Keterangan Unit Bioetanol Bensin
1 Sifat Thermal
a. Nilai kalor kkal/liter 5,023.3 8,308.0
0
b. Panas penguapan pada 20 C kkal/liter 6.4 1.8
0
c. Tekanan uap pada 38 C 0.2 0.8
d. Angka oktan motor Bar 94.0 82.0
e. Angka oktan riset MON 111.0 91.0
f. Index cetan RON 3.0 10.0
0
g. Suhu pembakaran sendiri C 363.0 221.0 – 260.0
0
h. Perbandingan nilai bakar terhadap premium C 0.6 1.0
2 Sifat Kimia
a. Analisis berat
C 52.1 87.0
H 13.1 13.0
O 34.7 0
C/H 4.0 6.7
b. Keperluan udara (kg udara/kg bahan bakar) 9.0 14.8
3 Sifat Fisika
1. Berat Jenis g/cm 0.8 0.7
0
2. Titik Didih C 78.0 32.0 – 185.0
3. Kelarutan dalam air Ya Tidak
Sumber: Wahid (2005)

Menurut Hambali et al. (2007), bioetanol memiliki beberapa keunggulan dibandingkan


dengan bensin, diantaranya adalah:
1. Menekan terjadinya pencemaran udara karena bilangan oktan tinggi, serta membentuk
oxygenated atau ikatan karbon-hidrogen-oksigen yang mengurangi pencemaran udara
terutama emisi karbon monoksida.
2. Peningkatan bilangan oktan membuat bahan bakar semakin stabil pada proses pembakaran
untuk memperoleh daya yang lebih stabil.
3. Meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca karena
mengandung 35% oksigen.
4. Mudah terurai dan aman terhadap lingkungan.
5. Nilai oktan tinggi, sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti Metil Tertiary
Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin.

1. Proses Produksi

Terdapat tiga prinsip metode pembuatan alkohol sederhana, yaitu hidrasi alkana yang
diperoleh dari proses cracking pada pembuatan minyak tanah, hidrolisis bahan ligoselulosa,

9
dan fermentasi karbohidrat (Morrison dan Boyd, 2003). Menurut Hamelinck et al. (2005)
tahapan utama dalam mengkonversi biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol adalah
perlakuan awal bahan bahan, hidrolisis, fermentasi, dan purifikasi.
Tujuan dari perlakuan awal bahan adalah membuka struktur lignoselulosa agar
selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida
menjadi monomer gula. Perlakuan awal bahan dapat meningkatkan hasil gula yang
diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa perlakuan awal bahan kurang dari 20%, sedangkan
dengan perlakuan awal bahan dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis. Aplikasi
hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan menganti tahap hidrolisis
asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain tidak terjadi degradasi gula hasil
hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu rendah, pH netral), berpotensi memberikan
hasil yang tinggi, dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan
yang korosif Hamelinck (2005).
Pada metode terdahulu proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah atau
separated hydrolysis and fermentation (SHF) dan yang terbaru adalah proses simultaneous
saccharification and co-fermentation atau sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF). Proses
hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan secara
berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama karena polisakarida yang terkonversi
menjadi monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol (tidak kembali menjadi
polisakarida) (Samsuri et al., 2007).
Beberapa spesies mikroorganisme dari kelompok yeast (khamir), bakteri dan fungi
dapat memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Produk
hasil fermentasi dikenal dengan istilah „bir‟ (beer) yang merupakan campuran antara etanol,
biomassa sel, dan air. Di dalam tahapan ini, konsentrasi etanol dari biomassa lignoselulosa
lebih rendah (≤ 5%) daripada etanol yang berasal dari jagung. Konsentrasi etanol yang dapat
ditolerir oleh mikroba adalah kurang lebih 10% pada suhu 30 0C, tetapi akan menurun dengan
naiknya temperatur (Hamelinck et al., 2005). Menurut Demirbas (2005) secara teoritis
bioetanol yang diproduksi dari 100 gram glukosa adalah 51,4 gram dan CO 2 yang dihasilkan
sebanyak 48,8 gram. Hasil secara nyata akan kurang dari 100% karena glukosa yang
difermentasi oleh mikroorganisme juga digunakan untuk bertahan hidup.
Pemurnian bioetanol dapat dilakukan melalui tahapan distilasi yang dapat
meningkatakan kadar etanol menjadi 95% (Suhendri, 2008). Proses distilasi dilakukan
dengan menggunakan evaporator dan distilator. Tahapan dalam penggunaan evaporator dan
distilator adalah sebagai berikut :
1. Larutan dimasukkan ke dalam evaporator, kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu
900C lalu uap etanol dialirkan ke distilator kemudian didingingkan. Perbedaan
temperatur penguapan air (1000C) dan etanol (780C) menyebabkan pemisahan antara air
dan bioetanol.
2. Temperatur distilator dijaga pada suhu 790C.
3. Jika kadar etanol kurang dari 95%, maka perlu dilakukan reflux, yaitu dengan
memasukkan kembali etanol < 95% ke dalam tabung distilator.

10
2. Persiapan Inokulum Jamur dan Starter

Biakan
Pichia stipitis

Inokulasi Media Agar YMA (3 g/l yeast


Biakan ekstrak, 10 g/l malt ektrak, 3 g/l
Saccharomyces cerevisiae glukosa, dan 20 g/l agar) pada suhu 30
o
C selama 24 jam

Inokulasi Media Agar YGA (10 g/l yeast


ekstrak, 20 g/l glukosa, dan 15 g/l agar) Inokulasikan ke media cair (glukosa 20
g/l, 1 g/l yeast ekstrak , MgSO4.7H20 1 g/l,
(NH4)2SO4 1 g/l, dan KH2PO4 1 g/l
Inokulasi Media Cair PDB

Inkubasi Inkubasi
(T = 300C, t = 20 jam, 100 rpm) (T = 300C, t = 27 jam, 100 rpm)

Kultur Saccharomyces cerevisiae


Kultur Picchia sipitis

(a) (a)

Biakan Jamur

Inokulasi media cair


(PDA, inkubasi 7 hari, 300C)

Biakan
Inokulasi media cair Zymomonas mobilis
(PDB, sheeker selama7 hari, 300C)

Penyaringan
Inokulasi Media Agar (5 g/l yeast ekstrak,
20 g/l glukosa, dan 10 g/l agar)
pada suhu 300C selam 48 jam
Inokulum PDB

Penambahan Nutrisi Inokulasikan ke media cair


(glukosa 20 g/l, MgSO4.7H20 1 g/l, (NH4)2SO4
1 g/l, dan KH2PO4 1 g/l
Homogenisasi pada suhu 30 oC selama 24 jam
(Waring blender, 5000 rpm, 2 menit)

Kultur Zymomonas mobilis


Inokulum stok
(b) (c)

Gambar 4. Persiapan inokulum jamur dan starter


(a) Okur dan Saracoglu (2006)
(b) Fadilah et al. (2008)
(c) Panesar et al. (2007)

11
C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA)

LCA adalah analisis sistem yang digunakan dalam mengevaluasi dampak lingkungan dari
siklus hidup suatu produk secara keseluruhan, proses atau kegiatan mulai dari penyediaan bahan
baku hingga pengelolaan hasil samping. LCA menitik beratkan pada faktor mengumpulkan
informasi dan menganalisis dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk. Pendekatan
ini bertujuan menghindari kesalahan dari isu lingkungan yang beredar (UNEP, 1996; ISO 14040,
1997). Berdasarkan ISO 14040, LCA terdiri dari empat tahap, yaitu penentuan tujuan dan ruang
lingkup, analisis persediaan, analisis dampak, dan interpretasi hasil. Tahapan dalam LCA dapat
digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Tujuan dan Ruang Lingkup

Interpretasi Hasil
Analisis Inventori

Analisis Dampak

Gambar 5. Tahapan LCA (ISO 14040, 1997)

Penjelasan tahapan LCA yang harus dilakukan menurut Jensen et al., 1997 adalah sebagai
berikut :
1. Menentukan tujuan dan ruang lingkup
Tahap pertama adalah menentukan parameter-parameter yang berhubungan dengan
analisis yang akan dilakukan, terdiri dari :
a. Target, menentukan tujuan yang akan dicapai.
b. Batasan, mempertimbangkan alternatif dari komponen dan proses yang akan digunakan.
c. Unit fungsi.
d. Kualitas standar dari data yang akan digunakan untuk analisis.
2. Analisis inventori
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk analisis, meliputi
bahan baku, energi, hasil samping, dan pencemaran. Menurut Clift et al. (2000) analisis
inventori meliputi pengumpulan dan penghitungan data masukan dan keluaran bahan dan
energi dalam batasan sistem yang ditentukan. Aliran masukan dan emisi disebut dengan
beban atau intervensi lingkungan.
3. Analisis dampak
Analisis dampak bertujuan mengetahui dampak yang mungkin terjadi selama siklus
hidup suatu produk. Perkiraan dampak dimaksudkan sebagai penilaian secara cermat dan
mendalam terhadap kualitas lingkungan, yang ditunjukkan dengan besarnya dampak dan
tingkat kepentingannya.
Pada analisis dampak, besar dampak merupakan selisih antara kualitas lingkungan
tanpa adanya proyek dengan kondisi kualitas lingkungan akibat adanya proyek. Metode
untuk memperkirakan besar dampak adalah metode formal dan non-formal. Metode analisis
dampak yang biasa digunakan, yaitu:

12
a. Model matematik, metode formal untuk memprakirakan besarnya dampak terhadap
komponen lingkungan akibat kegiatan proyek, menggunakan rumus matematik, sehingga
besarnya dampak dapat ditentukan secara kuantitatif dan perilaku dampak dapat
ditelusuri. Pendekatan ini digunakan dalam rangka prakiraan dampak terhadap parameter
kualitas udara, air, debu, dan kebisingan.
b. Baku mutu lingkungan, metode non-formal untuk memprakirakan dampak penting yang
ditempuh, melalui perbandingan antara hasil pengukuran atau pengamatan di lapangan
dengan baku mutu lingkungan yang berlaku. Pendekatan ini untuk memprakiraan
dampak terhadap parameter kualitas udara, air, debu, dan kebisingan.
c. Analogi, metode non-formal berdasarkan analogi atau membandingkan kondisi
lingkungan yang timbul dan permasalahannya sebagai akibat dari kegiatan sejenis
ditempat berbeda. Pendekatan ini digunakan dalam memprakirakan dampak untuk
parameter biota air.
d. Penilaian para ahli, metode non-formal yang dapat digunakan apabila terjadi kesulitan
dalam mengumpulkan data di lapangan. Prakiraan dampak yang dihasilkan dari metode
ini sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalaman penilainya.
Tahapan dalam melakukan analisis dampak yaitu, metode matriks, metode bagan alir
dampak penting, dan evaluasi dampak penting. Metode matriks untuk mengetahui tahapan
kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan. Metode bagan
alir dampak penting untuk mengetahui dampak yang terjadi. Evaluasi dampak penting untuk
menentukan dampak penting yang muncul dan penyebabnya, serta untuk mengetahui
pertimbangan dampak positif dan dampak negatif. Interpretasi hasil, mengembangkan suatu
analisis agar lebih akurat untuk menilai kelayakan lingkungan dari kegiatan proyek.
Menurut Baumann dan Tillman (2002), dalam menganalisis suatu dampak ada tiga
elemen yaitu klasifikasi dan karakterisasi, normalisasi dan evaluasi atau pembobotan.
Klasifikasi, dikelompokan berdasarkan dampak lingkungan yang dapat terjadi. Karakterisasi,
mendata dampak yang dapat terjadi secara keseluruhan. Normalisasi, penghitungan terhadap
dampak yang terjadi, sehingga dapat diketahui apakah nilai dampak tersebut masih dapat
diterima oleh lingkungan atau tidak.
Salah satu hal penting dalam Life Cycle Assessment (LCA) adalah penggunaan energi.
Penggunaan energi digambarkan dalam Net Energy Ratio (NER) dan Net Energy Gain (NEG)
(Papong et al., 2008).

(1)
(2)

Eout adalah energi dari produk bioetanol yang dihasilkan, sedangkan Ein adalah total energi
utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter etanol. NEG merupakan indikator untuk
mengidentifikasi apakah produk bioetanol yang dihasilkan menambah atau mengurangi
ketersediaan energi.

13
1. Energi Manusia

Nilai Total Energy Expenditure (TEE) atau total energi yang dihasilkan oleh manusia
dirumuskan sebagai hasil perkalian antara nilai Physical Activity Level (PAL) dengan Basal
Metabolic Rate (BMR). Nilai BMR pada manusia dapat dibedakan berdasarkan jenis
kelamin, usia, serta berat badan. Nilai-nilai BMR dan PAL dapat dilihat pada Tabel 3 sampai
7 (FAO, 2001).

Tabel 3. Nilai BMR untuk laki-laki berusia18 – 30 Tahun


BMR/Kg
Berat Rata-rata (kg)
KiloJoule (kJ) Kilokalori (kkal)
50 121 29
55 116 28
60 111 27
65 108 26
70 104 25
75 102 24
80 99 24
85 97 23
90 95 23
Sumber: FAO (2001)

Tabel 4. Nilai BMR untuk laki-laki berusia 30 – 60 Tahun


BMR/Kg
Berat Rata-rata (kg)
KJ Kkal
50 121 29
55 114 27
60 109 26
65 104 25
70 100 24
75 97 23
80 94 22
85 91 22
90 89 21
Sumber: FAO (2001)

14
Tabel 5. Nilai BMR untuk perempuan berusia18 – 30 Tahun
BMR/Kg
Berat Rata-rata (kg)
KJ Kkal
45 107 26
50 103 25
55 99 24
60 96 23
65 93 22
70 91 22
75 89 21
80 87 21
85 86 21
Sumber: FAO (2001)

Tabel 6. Nilai BMR untuk perempuan berusia 30 – 60 Tahun


BMR/Kg
Berat Rata-rata (kg)
KJ Kkal
45 113 27
50 105 25
55 98 24
65 88 21
70 85 20
75 81 19
80 78 19
85 76 18
Sumber: FAO (2001)

Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia


Alokasi Energi yang Mean PAL
Kegiatan Utama yang Waktu x Energi
Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24
Dilakukan yang Dikeluarkan
(Jam) (PAR) jam BMR
Kegiatan tidak terlalu
banyak bergerak
Tidur 8 1 8,0
Masak 1 2,1 2,1
Duduk (bekerja di
kantor, berjualan, 8 1,5 12,0
menjaga toko)
Sumber: FAO (2001)

15
Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia (Lanjutan)
Alokasi Energi yang Mean PAL
Kegiatan Utama yang Waktu x Energi
Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24
Dilakukan yang Dikeluarkan
(Jam) (PAR) jam BMR
Kegiatan tidak terlalu
banyak bergerak
Pekerjaan rumah
1 2,8 2,8
tangga
Menyetir kendaraan
1 2,0 2,0
ke/dari kantor
Berjalan 1 3,2 3,2
Kegiatan ringan 2 1,4 2,8
Total 24 36,7 36,7/24 = 1,53
Kegiatan cukup aktif
Tidur 8 1 8,0
Makan 1 1,5 1,5
Perawatan diri
1 2,3 2,3
(mandi)
Pindah bus dari/ke
1 1,2 1,2
kantor
Berdiri, membawa
8 2,2 17,6
barang
Berjalan 1 3,2 3,2
Olah raga ringan 1 4,2 4,2
Kegiatan ringan 3 1,4 4,2
Total 24 53,9 53,9/24 = 2,25
Kegiatan aktif
Tidur 8 1 8,0
Perawatan diri
1 2,3 2,3
(mandi)
Makan 1 1,4 1,4
Masak 1 2,1 2,1
Kegiatan pertanian
tanpa mesin 6 4,1 24,6
(menyiangi, panen)
Mengumpulkan
1 4,4 4,4
air/kayu
Sumber: FAO (2001)

16
Tabel 7. Faktor perhitungan energi manusia (Lanjutan)
Alokasi Energi yang Mean PAL
Kegiatan Utama yang Waktu x Energi
Waktu Dikeluarkan perkalian dari 24
Dilakukan yang Dikeluarkan
(Jam) (PAR) jam BMR
Kegiatan aktif
Pekerjaan rumah
tanpa mesin 1 2,3 2,3
(menyapu, mencuci)
Berjalan 1 3,2 3,2
Kegiatan ringan 4 1,4 5,6
Total 24 53,9 53,9/24 = 2,25
Sumber: FAO (2001)

2. Emisi

Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar yang dikeluarkan melalui
sistem pembuangan mesin. Komposisi dari gas buang adalah sisa hasil pembakaran berupa
air (H2O), gas CO atau karbon monoksida beracun, CO2 atau karbon dioksida yang
merupakan gas rumah kaca, NOx senyawa nitrogen oksida, HC berupa senyawa Hidrat arang
sebagai akibat ketidak sempurnaan proses pembakaran serta partikel lepas (Myhre, 2009).
Nilai faktor konversi untuk beberapa bahan bakar diberikan pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Faktor emisi gas buang pada beberapa sumber energi


Jenis Bahan Bakar
Jenis Gas Buang
Solar (kg/l)a Premium (kg/l)a Listrik (kg/kWh)b Kayu (kg/kg)b
HC 0,0226 0,0110 0,0046 0,0209
NOx 0,0096 0,0078 0,0024 0,0025
CO 0,0378 0,2865 0,0099 0,0350
CO2 2,7405 2,3940 0,7190 2,5375
Sumber: a. Tarigan (2009)
b. ULET (2010)

3. Limbah Bioetanol

Pabrik bioetanol menghasilkan limbah berupa padat, cair, dan gas. Limbah cair
industri bioetanol disebut vinasse atau stilage. Dampak negatif yang ditimbulkan terhadap
lingkungan apabila dilakukan pembuangan vinasse langsung ke sungai diantaranya adalah
terjadi perubahan warna dan bau pada perairan umum, tingkat keasaman air akan menurun
yang mengakibatkan biota perairan mati, dan kandungan oksigen dalam air menurun,
sehingga menyebabkan biota perairan mati. Sebenarnya limbah cair pada pabrik etanol tidak

17
mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), namun permasalahan utama terletak pada
kandungan BOD dan COD yang tinggi (Prihandana et al., 2007).
Menurut Prihandana et al. (2007), saat ini rekomendasi yang dapat dilakukan dalam
menangani limbah padat yang dihasilkan adalah dengan memanfaatkan limbah sebagai
penimbun atau pengisi tanah dan dibakar secara terkendali atau diolah sebagai pakan ternak,
kompos, maupun biogas. Sedangkan untuk limbah cair dapat digunakan sebagai minuman
pakan ternak maupun bahan pencampur dalam pakan ternak.
Di bawah ini diberikan salah satu contoh digram alir dalam penggunaan LCA.

Inputs Outputs
Bahan baku
Energi Air buangan
Manfaktur, proses, dan
formulasi Emisi udara

Bahan baku Limbah padat


Distribusi dan transportasi
Limbah buangan
lainnya
Penggunaan/penggunaan
kembali/pemeliharaan

Manajemen limbah
Penggunaan
produk
Gambar 6. Contoh diagram alir penggunaan life cycle assessment (SETAC, 1993)

18
III. METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari, studi pustaka, observasi lapangan, penyebaran
kuesioner, wawancara, serta pengolahan data. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Diagram alir pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 7.

OBSERVASI STUDI PUSTAKA WAWANCARA


LAPANGAN
Ladang Jagung Limbah Tanaman Jagung, Peneliti bioetanol
Bioetanol, Energi, dan Limbah limbah tanaman jagung

KAJIAN

Penggunaan Bahan Baku, Energi, dan Analisis Dampak


Lingkungan

PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT)

Gambar 7. Diagram alir metode penelitian penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment
bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung

A. JENIS DAN SUMBER DATA

Data primer merupakan data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi lapangan
ke beberapa ladang jagung di beberapa wilayah Jawa Barat dengan menyebarkan kuesioner.
Sedangkan data sekunder berupa cara perhitungan energi manusia dan peralatan yang digunakan
selama tahapan proses produksi, faktor emisi pada beberapa bahan bakar, serta deskripsi
mengenai proses pembuatan bioetanol dan dampak lingkungan yang ditimbulkan didapatkan dari
studi pustaka.

B. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder yang
telah didapatkan dari pihak-pihak terkait, buku-buku acuan, jurnal dan literatur lainnya.
Selain itu, studi pustaka juga dilakukan untuk menunjang atau memenuhi data yang kurang
dari observasi lapangan. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
permodelan LCA yang biasa dilakukan serta mengetahui dampak lingkungan yang dapat
diakibatkan dengan adanya produk bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung.

2. Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi serta mempelajari ketersediaan


bahan baku. Observasi lapangan disertai penyebaran kuesioner dengan responden petani
jagung. Observasi lapangan dilakukan pada bulan April tahun 2010 dengan wilayah cakupan
propinsi Jawa Barat. Ukuran sampel adalah 10%, dengan mengasumsikan cakupan wilayah
propinsi Jawa Barat besar. Jumlah sampel wilayah yang harus dianalisis totalnya 14 wilayah
sampel (desa) pada sampel (kabupaten) terpilih yaitu Garut, Subang, dan Cimahi, dengan
masing-masing wilayah sampel satu kuesioner.

3. Kuesioner

Tujuan menyebar kuesioner adalah mendapatkan data atau informasi berupa data
sekunder yang dibutuhkan dalam menganalisis kebutuhan bahan baku. Kuesioner yang
dibuat pada penelitian ini berisi tentang informasi mengenai luas wilayah untuk masing-
masing sampel serta kemampuan produktivitas dari masing-masing sampel. Kuesioner juga
dapat memberikan informasi mengenai penanganan terhadap limbah tanaman jagung setelah
pemanenan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada para tim peneliti yang melakukan tahapan proses dalam
menghasilkan bioetanol skala laboratorium. Wawancara dilakukan dengan tujuan
mendapatkan informasi terkait proses produksi bioetanol berbahan baku limbah tanaman
jagung yang dilakukan.

C. PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT, LCA)

Metode LCA yang digunakan mengikuti prosedur LCA yang terdiri dari empat fase (ISO
14040, 1997) yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis persediaan, analisis dampak,
dan interpretasi. Tujuan serta ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam penelitian ini menjadi
dasar dalam penggunaan LCA. Bagian-bagian yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya
adalah penggunaan bahan dan energi selama tahapan berlangsung, serta dampak lingkungan
yang terjadi akibat proses produksi bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung.

20
1. Penggunaan Bahan

Penggunaan bahan-bahan selama proses produksi akan dikaji menggunakan analisis


inventori sesuai dengan metode LCA. Dampak yang ditimbulkan selama kegiatan
berlangsung, baik dari segi kehidupan masyarakat maupun lingkungan, dianalisis
menggunakan analisis dampak.

2. Penggunaan Energi

Energi yang digunakan selama proses produksi berlangsung dibedakan ke dalam dua
jenis energi, yaitu energi yang berasal dari tenaga mesin dan energi yang berasal dari tenaga
manusia. Metode LCA yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar energi yang
dibutuhkan selama proses produksi adalah dengan menggunakan analisis inventori. Dampak
yang ditimbulkan dari penggunaan energi selama berlangsungnya proses produksi kemudian
dianalisis menggunakan analisis dampak.

3. Dampak Lingkungan

Dampak yang dianalisis adalah dampak berupa limbah cair, limbah padat serta emisi
yang dilepaskan selama proses produksi berlangsung. Dampak lingkungan yang ditimbulkan
selama proses produksi secara kuantitas dianalisis menggunakan analisis inventori,
sedangkan secara kualitas dianalisis menggunakan analisis dampak pada metode LCA.
Diagram alir penggunaan LCA dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Ladang Jagung LTJ Transportasi

Energi Pabrik Bioetanol

Bioetanol

Limbah Cair

Limbah Padat

Limbah Gas, Kebisingan, dan


Debu

Gambar 8. Diagram alir penggunaan LCA

Analisis LCA dilakukan terhadap rancangan yang dibuat sesuai tahapan di laboratorium.
Rancangan dibedakan menjadi delapan rancangan, didasari pada perbedaan dalam tahapan

21
penghilangan lignin (delignifikasi) dan fermentasi (sakarifikasi dan fermenntasi simultan, SSF).
Delignifikasi dilakukan dengan dua cara berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan Ca(OH)2
dan biologis menggunakan jamur pelapuk putih. SSF dibedakan berdasarkan kombinasi starter
yang digunakan, yaitu Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis serta Saccharomyces cerevisiae
dan Pichia stipitis. Keterangan rancangan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rancangan percobaan


Jenis Penggunaan Bahan Saat Tahapan
Rancangan delignifikasi SSF
R1 Ca(OH)2 Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R2 Ca(OH)2 Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R3 Jamur Pleurotus ostreatus Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R4 Jamur Pleurotus ostreatus Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R5 Jamur Phanerochaete chrysosporium Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R6 Jamur Phanerochaete chrysosporium Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
R7 Jamur Tratemetes vercolor Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis
R8 Jamur Tratemetes vercolor Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis

Rancangan yang telah ditentukan kemudian diurutkan rankingnya berdasarkan


penggunaan energi, bahan baku, emisi dan limbah yang dihasilkan menggunakan metode Bayes.
Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis
dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan
perolehan yang optimal (Marimin, 2004). Ranking yang didapatkan tersebut untuk menentukan
rancangan mana yang paling baik berdasarkan parameter-parameter penilaian yang dipilih yaitu
jumlah penggunaan bahan baku dan energi, serta pembuangan emisi, limbah padat, dan limbah
cair.
Rancangan yang telah ditentukan kemudian dibuat kedalam rancangan aliran bahan untuk
menjelaskan tahapan proses yang berlangsung serta aliran bahan yang terjadi dan alat yang
digunakan dalam tahapan tersebut. Alat yang digunakan dalam mengalirkan bahan terdapat
perbedaan, yaitu penggunaan pipa dan pompa pada beberapa tahapan.
Aliran bahan pada rancangan R1 dan R2 dimulai dari tahap penerimaan bahan baku,
kemudian dilanjutkan dengan tahapan penghancuran bahan. Bahan yang telah dihancurkan
kemudian akan dibawa ke tangki delignifikasi (pemasakan), dari tangki delignifikasi bahan akan
dialirkan ke tangki Hidrotermal menggunakan pipa dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Hasil
hidrotermal II kemudian dialirkan ke tangki pre-hidrolisis dan SSF menggunakan pipa dengan
bantuan pompa. Tahapan terakhir adalah mengalirkan cairan hasil fermentasi ke tangki
pemurnian menggunakan pompa.
Aliran bahan pada rancangan R3 sampai R8 dimulai dari tahap penerimaan bahan baku,
kemudian dilanjutkan dengan tahapan penghancuran bahan. Bahan yang telah dihancurkan
kemudian akan dibawa ke tangki delignifikasi (pemasakan), dari tangki pemasakan bahan akan
dialirkan ke tangki sterilisasi dan inkubasi menggunakan pipa dengan bantuan gaya gravitasi.
Bahan hasil inkubasi akan dialirkan ke tangki Hidrotermal menggunakan pipa dengan bantuan
pompa. Hasil hidrotermal II kemudian dialirkan ke tangki pre-hidrolisis dan SSF menggunakan

22
pipa dengan bantuan pompa. Tahapan terakhir adalah mengalirkan cairan hasil fermentasi ke
tangki pemurnian menggunakan pompa.
Pengaliran bahan pada pembiakan jamur dilakukan menggunakan pipa dengan
memanfaatkan gaya gravitasi. Pipa digunakan untuk mengalirkan bahan dari pembiakan 1 liter
ke 5 liter kemudian ke 20 liter, 200 liter, sedangkan dari pembiakan 200 liter ke kebutuhan jamur
dialirkan menggunakan bantuan pompa. Tahapan selanjutnya biakan jamur yang telah siap
dialirkan menuju tangki inkubator dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Persiapan starter dari 1
liter kemudian 5 liter, 20 liter, dan 200 liter dialirkan menggunakan pompa untuk seluruh
rancangan, sedangkan dari tangki 200 liter ke tangki kebutuhan starter akan dialirkan
menggunakan pompa untuk seluruh rancangan.
Gambar aliran bahan dibedakan menjadi R1 dan R2 serta R3 sampai R8, yang dapat
dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

23
Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap


Boiler

Pipa pengalir uap


Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap


Pipa pengalir uap
Penghancuran bahan

Pipa bioetanol hasil evaporasi

Pipa hasil kebutuhan starter


Termometer
Pipa hasil starter 1 liter
T

Tangki biakan starter 1 liter

T
T

Termometer
Termometer Termometer

Pipa pengalir buffer

Pipa refluks
Pipa pengalir uap
T

Pipa hasil starter 5 liter


Termometer Termometer
T

Tangki biakan starter 5 liter Pipa bioetanol hasil distilasi


Tangki evaporasi
Tangki delignifikasi
Pompa
Termometer Tangki biakan kebutuhan starter
Pipa hasil starter 20 liter Pompa
Tangki destilasi
T

Pipa hasil delignifikasi

T
Termometer
Pipa pengalir uap

Tangki biakan starter 20 liter


Pipa hasil starter 200 liter

Pipa cairan fermentasi


Tangki penampung hasil
Termometer
T

Tangki pre-hidrolisis dan SSCF


Tangki biakan starter 200 liter
T

Termometer

Pompa
Tangki hidrotermal I dan II
Pompa
Tangki buffer

Bak penampung air pendingin

Pompa Pipa hasil hidrotermal II

Gambar 9. Rancangan aliran bahan R1 dan R2


24
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap


Penghancuran bahan
E-31

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap


Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap
Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap


Pipa hasil starter 200 liter

Pipa pengalir uap

Pipa pengalir uap

Pipa buffer
Pipa hasil kebutuhan starter
T

Termometer termometer
Pipa hasil jamur 1 liter Termometer
T

Termometer

T
Tangki jamur 1 liter
T

Pipa bioetanol hasil evaporasi

Pipa cairan fermentasi


Tangki delignifikasi (pemasakkan) Tangki starter 1 liter

Termometer Termometer
T

Refluks
Tangki kebutuhan jamur I-2

Pipa cairan fermentasi


Tangki jamur 5 liter
T

Tangki destilasi
Pipa hasil jamur 5 liter Pipa kebutuhan jamur Pipa hasil pemasakkan
Tangki Buffer
E-2

T
I-1

T
Tangki kebutuhan starter
T
Pipa hasil starter 20 liter
Termometer

T
Termometer
E-1 Termometer Tangki evaporasi
Pipa hasil jamur 20 liter
T

Termometer
Termometer
Tangki jamur 20 liter Pipa bioetanol hasil distilasi
T

Tangki starter 20 liter


Tangki pre-hidrolisis dan SSCF
T

Termometer

T
Termometer
Termometer
Termometer
T

Pipa hasil sterilisasi Pompa


Tangki sterilisasi dan inkubasi
T

Bak penampung air pendingin Tangki penampung hasil


Pipa hasil jamur 200 liter
Pipa hasil Hidrotermal II
Tangki jamur 200 liter Pompa Tangki hidrotermal I dan II
Tangki starter 200 liter

Gambar 10. Rancangan aliran bahan R3 sampai R8


25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS INVENTORI

Analisis inventori yang dilakukan meliputi input kebutuhan bahan baku, penggunaan alat
dan energi yang dibutuhkan serta output yaitu produk dan pencemaran lingkungan berupa limbah
padat, cair, dan emisi yang ditimbulkan.
Bahan baku utama yang digunakan adalah Limbah Tanaman Jagung (LTJ) meliputi
tongkol, kelobot, batang, dan daun. Karakteristik LTJ yang digunakan sebagai bahan baku
industri adalah LTJ dengan kadar awal selulosa 39.96%, hemiselulosa 22.45%, dan lignin
19.05% berat kering bahan awal dengan kadar air 10%. Kapasitas industri yang ditetapkan pada
penelitian ini adalah produksi etanol sebanyak 500 liter dengan kadar 95% dalam satu hari.
Kebutuhan bahan baku masing-masing rancangan untuk menghasilkan 500 liter bioetanol 95%
dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Kebutuhan bahan baku


Jumlah LTJ (KA: 25%)a)
Rancangan
Kg/Hari Kg/Tahunb)
R1 3,904.68 937,124.18
R2 5,150.62 1,236,148.61
R3 3,882.59 931,821.92
R4 5,119.90 1,228,775.86
R5 3,540.04 849,610.64
R6 4,664.77 1,119,544.22
R7 2,392.80 574,272.05
R8 3,156.25 757,500.20
a) KA 25% merupakan kadar air awal LTJ saat baru dipanen (Firmansyah et al, 2007)
b) Jumlah hari kerja dalam 1 tahun adalah 240 hari (5 hari kerja dalam satu minggu)

Industri ditetapkan berlokasi di Jawa Barat dengan skala produksi yaitu satu kabupaten.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan diketahui bahawa produktivitas dari beberapa
wilayah sampel di Jawa Barat adalah 1,033.59 sampai 27,777.78 kg/ha/tahun dengan rata-rata
produktivitas 9,772.43 kg/ha/tahun. Produktivitas limbah tanaman jagung, sesuai proporsinya
menurut Anggraeny et al. (2006) sebesar 90% dari berat keseluruhan satu tanaman jagung, yaitu
930.23 sampai 25,000.00 kg/ha/tahun dengan rata-rata produktivitas 8.795,19 kg/ha/tahun.
Data penunjang lain yang digunakan yaitu luas wilayah tanam jagung di Jawa Barat
menurut BPS (2009) adalah 123,785 ha, sehingga dapat diketahui bahwa Jawa Barat mampu
menghasilkan limbah tanaman jagung sebanyak 115,148,644.34 sampai 3,094,625,247.57
kg/ha/tahun dengan rata-rata produksi adalah1,088,712,222.80 kg/ha/tahun. Produktivitas
tersebut berdasarkan kebutuhan bahan baku untuk masing-masing rancangan jumlahnya
mencukupi. Nilai produktivitas limbah tanaman jagung untuk masing-masing wilayah sampel
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Potensi limbah tanaman jagung per tahun di wilayah Jawa Barat
Desa Produktivitas (Kg/Ha/Tahun) Potensi Limbah

Karanganyar 2,380.95 2,142.86


Sagara 7,936.51 7,142.86
Cinangsih 3,055.56 2,750.00
Cibogo 1,033.59 930.23
Tambakbaya 1,111.11 1,000.00
Banyuresmi 23,809.52 21,428.57
Sukakarya 1,666.67 1,500.00
Sukaraja 15,873.02 14,285.72
Leles 15,873.02 14,285.72
Tambakbaya 22,222.22 20,000.00
Karajan 1,058.20 952.38
Sukaraja 1,111.11 1,000.00
Sinagalih 11,904.76 10,714.28
Cimahi tengah 27,777.78 25,000.00
Rata-rata 9,772.43 8,795.19

1. Pengangkutan Bahan Baku

LTJ yang telah terkumpul diangkut menggunakan truk terbuka. Jarak tempuh dari
industri sampai ke tempat bahan baku diasumsikan 30 km, berdasarkan luas cakupan wilayah
industri yaitu satu kabupaten. Penetapan tersebut berdasarkan informasi bahwa jarak antar
kecamatan dalam satu kabupaten untuk wilayah Jawa Barat rata-rata adalah 30 km (Jawa
Barat, 2010). Berdasarkan asumsi tersebut, maka jarak dari industri hingga kembali ke
industri adalah 60 km.
Pengangkutan dilakukan sebanyak dua kali dengan jumlah truk untuk masing-masing
rancangan yaitu sebanyak tiga unit. Spesifikasi truk yang digunakan didasarkan pada hasil
wawancara secara langsung kepada pengguna truk, spesifikasi truk yang digunakan dapat
dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan lengkap mengenai kebutuhan energi manusia dan truk
saat pengangkutan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa rancangan dengan delignifikasi biologis
menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan
Pichia stipitis (R7) membutuhkan energi truk dan manusia paling sedikit. Jumlah energi
yang diperlukan oleh truk dipengaruhi oleh spesifikasi truk yang digunakan. Truk yang
semakin hemat dalam penggunaan bahan bakar, maka energi yang dikeluarkan juga semakin
kecil. Energi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja manusia dihitung berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menurut laporan FAO (2001). Nilai energi manusia dipengaruhi oleh jumlah
LTJ yang harus diangkut kedalam truk. Semakin besar beban pengangkutan, maka semakin
besar energi manusia yang harus dikeluarkan.

27
Energi yang dikeluarkan truk berdasarkan jumlah penggunaan bahan bakar serta
jumlah energi tenaga kerja selama pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Energi pada tahap pengangkutan


Kebutuhan Energi Truk Jumlah Tenaga Energi Tenaga
Rancangan
Solar (Liter) (MJ) Kerja (Orang) Kerja (MJ)
R1 22.50 868.50 1 10.29
R2 25.71 992.57 1 10.28
R3 22.50 868.50 1 10.05
R4 25.71 992.57 1 10.28
R5 22.50 868.50 1 9.99
R6 25.71 992.57 1 10.19
R7 20.00 772.00 1 9.79
R8 21.18 817.41 1 9.92

Penggunaan truk pengangkutan berbahan bakar solar akan berdampak pada pelepasan
emisi ke udara. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009) untuk CO 2 adalah 2.74 kg/l, CO
0.04 kg/l, NOx 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka
jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Emisi pada tahap pengangkutan


Kandungan Emisi (Kg)
Rancangan
CO2 CO NOx HC Total
R1 61.66 0.85 0.22 0.51 63.24
R2 70.47 0.97 0.25 0.58 72.27
R3 61.66 0.85 0.22 0.51 63.24
R4 70.47 0.97 0.25 0.58 72.27
R5 61.66 0.85 0.22 0.51 63.24
R6 70.47 0.97 0.25 0.58 72.27
R7 54.81 0.76 0.19 0.45 56.21
R8 58.03 0.80 0.20 0.48 59.52

Rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil berdasarkan tabel di atas adalah
R7 (delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta
fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis). Peningkatan
kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh jenis truk yang digunakan, semakin banyak
bahan bakar yang dibutuhkan, kandungan emisi yang dilepaskan pun akan semakin tinggi.

28
2. Penggunaan Boiler

Seluruh kegiatan pada tahapan proses produksi membutuhkan suhu tertentu, suhu
tersebut dicapai dengan memanfaatkan penggunaan steam yang dihasilkan oleh boiler.
Boiler yang digunakan adalah boiler pipa api dan air dengan bahan bakar yaitu kayu serta
limbah padat yang dihasilkan pada tahapan proses produksi. Perbandingan penggunaan
limbah padat dengan kayu adalah 9:1, penggunaan kayu lebih sedikit dikarenakan hanya
digunakan sebagai pembakaran awal. Penggunaan limbah padat lebih banyak, dimaksudkan
untuk memanfaatkan hampir seluruh limbah yang dihasilkan, sehingga jumlahnya yang
dibuang ke lingkungan menjadi berkurang. Spesifikasi boiler yang digunakan dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Kebutuhan uap untuk masing-masing rancangan diperoleh berdasarkan penjumlahan
kebutuhan uap seluruh tahapan dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Penggunaan energi pada tahap penggunaan boiler


Kebutuahan Bahan Bakar Energi
Kebutuhan Uap Energi Boiler
Rancangan (Kg) Manusia
Panas (Kg) (MJ)
Kayu Limbah Padat (MJ)
R1 24,194.52 58,999.93 165.27 1,439.02 0.53
R2 33,462.53 81,600.57 228.57 1,990.26 0.73
R3 24,061.52 58,675.61 164.36 1,431.11 0.52
R4 33,281.59 81,159.35 227.34 1,979.50 0.72
R5 24,032.80 58,605.57 164.16 1,429.40 0.51
R6 33,245.01 81,070.15 227.09 1,977.32 0.72
R7 23,859.41 58,182.73 162.98 1,419.09 0.52
R8 33,019.85 80,521.06 225.55 1,963.93 0.72

Jumlah uap panas dan energi manusia paling sedikit dibutuhkan oleh R7, yaitu
rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi
menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah uap panas yang
dibutuhkan dipengaruhi oleh lama waktu proses produksi dan kadar etanol yang dihasilkan.
Waktu yang singkat dan semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, akan berdampak pada
pengurangan kebutuhan uap panas dan bahan bakar. Rancangan dengan delignifikasi
biologis membutuhkan waktu lebih lama dalam menghilangkan lignin dibandingkan dengan
rancangan delignifikasi kimiawi, namun rata-rata memiliki kadar etanol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rancangan delignifikasi kimiawi. R7 membutuhkan waktu yang lama
untuk menghasilkan etanol, namun kadar etanol pada cairan SSF nya paling tinggi yaitu
11.85 gram/liter, sehingga uap yang dibutuhkan juga menjadi semakin sedikit dibandingkan
dengan rancangan yang lain.
Nilai energi manusia dipengaruhi oleh banyaknya bahan bakar boiler yang harus
diangkat. Semakin banyak kebutuhan uap akan semakin banyak bahan bakar yang
dibutuhkan dan semakin besar energi manusia yang harus dikeluarkan. Perhitungan lengkap

29
mengenai kebutuhan uap boiler, energi manusia, dan energi mesin boiler dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Penggunaan limbah padat serta kayu sebagai bahan bakar dalam menghasilkan uap
akan memberikan dampak berupa pelepasan emisi hasil pembakaran. Emisi yang dilepaskan
oleh kayu dan limbah padat diasumsikan sama, menurut ULET (2010) faktor emisi CO 2
adalah 2.54 kg/kg, CO 0.03 kg/kg, NOx 2.50E-3 kg/kg, dan HC 0.02 kg/kg. Berdasarkan
nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan
boiler dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Emisi penggunaan boiler


Kandungan Emisi (Kg)
Rancangan
CO2 CO Nox HC Total
R1 4,070.88 56.15 4.01 33.53 4,164.57
R2 5,630.28 77.66 5.55 46.37 5,759.86
R3 4,048.50 55.84 3.99 33.35 4,141.68
R4 5,599.84 77.24 5.52 46.12 5,728.72
R5 4,043.67 55.77 3.98 33.31 4,136.74
R6 5,593.69 77.15 5.51 46.07 5,722.42
R7 4,014.50 55.37 3.96 33.07 4,106.89
R8 5,555.80 76.63 5.47 45.76 5,683.66

Rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil adalah R7. Peningkatan


kandungan emisi yang dibuang dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar, semakin banyak
bahan bakar yang digunakan akan semakin besar emisi yang dilepaskan ke udara bebas.
Boiler membutuhkan air yang telah mengalami perlakuan terlebih dahulu untuk
memperpanjang umur pemakaian dari boiler. Tahap awal yang dilakukan dalam
pengkondisian air umpan boiler adalah penyaringan menggunakan pasir kuarsa kemudian
penyaringan menggunakan resin untuk menghilangkan kesadahan dan terakhir penghilangan
gas-gas berbahaya yang terkandung dalam air dengan memanaskan air pada suhu 90 0C, suhu
tersebut dicapai dengan memanfaatkan cairan hasil hidrotermal I.

3. Penggunaan Listrik

Listrik yang digunakan ditetapkan berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN)
dengan pembangkitnya batu bara. Listrik digunakan oleh beberapa alat, seperti pompa air,
pompa pengalir bahan, serta pengaduk yang digunakan oleh beberapa tangki. Jumlah
keseluruhan pompa untuk rancangan dengan delignifikasi biologis adalah sebanyak 10 unit
dan pengaduk sebanyak 28 unit, sedangkan delignifikasi kimiawi membutuhkan pompa
sebanyak 7 unit dan pengaduk 24 unit. Selain jumlah alat yang digunakan, energi yang
dikeluarkan juga dipengaruhi oleh lama alat tersebut digunakan.

30
Penggunaan listrik terkecil berdasarkan perhitungan adalah R1, yaitu rancangan yang
dalam tahapan delignifikasinya menggunakan Ca(OH)2 dan fermentasi menggunakan
Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis. Peralatan listrik yang digunakan untuk seluruh
tahapan dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan total energi yang
digunakan dari pemakaian listrik dapat dilihat pda Lampiran 5. Kebutuhan listrik hasil
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Energi penggunaan listrik


Rancangan Kebutuhan Listrik (KWh) Kebutuhan Energi (MJ)
R1 495.11 1,782.41
R2 545.53 1,963.91
R3 706.99 2,545.16
R4 791.03 2,847.70
R5 687.32 2,474.36
R6 815.21 2,934.76
R7 642.16 2,311.77
R8 684.27 2,463.39

Penggunaan energi listrik menimbulkan dampak berupa emisi, faktor emisi listrk
menurut ULET (2010) untuk CO2 adalah 0.72 kg/kWh, CO 0.01 kg/kWh, NOx 2.40E-3
kg/kWh, dan HC 4.60E-3 kg/kWh. Berdasarkan nilai faktor emisi tersebut, maka jumlah
emisi yang dilepaskan pada saat tahapan penggunaan listrik dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Emisi penggunaan listrik


Kandungan Emisi (Kg)
Rancangan
CO2 CO NOx HC Total
R1 355.99 4.90 1.19 2.28 364.35
R2 392.24 5.40 1.31 2.51 401.46
R3 508.32 7.00 1.70 3.25 520.27
R4 568.75 7.83 1.90 3.64 582.12
R5 494.18 6.80 1.65 3.16 505.80
R6 586.14 8.07 1.96 3.75 599.91
R7 461.71 6.36 1.54 2.95 472.56
R8 491.99 6.77 1.64 3.15 503.56

Emisi yang dihasilkan dipengaruhi oleh seberapa besar penggunaan energi, sehingga
emisi paling kecil ditimbulkan oleh rancangan yang juga menggunakan energi paling kecil
yaitu R1.

31
4. Persiapan Bahan

Persiapan bahan meliputi pembiakan jamur yang akan digunakan pada tahap
delignifikasi, pembiakan starter untuk digunakan saat fermentasi, dan penghancuran bahan
yang akan digunakan untuk pembuatan bioetanol. Jamur dan starter yang akan digunakan
dibiakkan secara bertahap dengan tahapan pembiakan 1 liter inokulum kemudian 5 liter, 20
liter, 200 liter, lalu pembiakan kebutuhan untuk jamur dan starter.
Pembiakan jamur dan starter dilakukan dengan menggunakan tangki-tangki yang telah
diberi pengatur suhu sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan, sedangkan tahapan
penghancuran bahan menggunakan hammer mill dengan kapasitas penghancuran 2000
kg/jam berbahan bakar solar.. Kondisi untuk jamur yaitu 300C selama 7 hari dan untuk
starter 300C selama 1 hari. Tangki pada saat pembiakan untuk jamur dan starter dilengkapi
dengan pengaduk yang memiliki kecepatan 100 rpm. Kecepatan tersebut digunakan
berdasarkan hasil penelitian Arnata (2009) yang melakukan pembiakan Saccharomyces
cerevisiae dan juga hasil penelitian di laboratorium dengan menggunakan shaker, dimana
kecepatan shaker yang digunakan diindustri adalah antara 100-150 rpm. Spesifikasi alat dan
tangki yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Uap panas yang digunakan, dipengaruhi oleh kebutuhan jamur ataupun starter yang
harus dibiakkan. Kebutuhan jamur dipengaruhi oleh kemampuan jamur pelapuk putih dalam
mendelignifikasi LTJ, sedangkan kebutuhan starter dipengaruhi oleh kemampuan kombinasi
starter yang digunakan dalam mengkonversi bahan menjadi bioetanol. Pada tahap persiapan
bahan menggunakan energi manusia dalam mengolah bahan, nilai energi manusia dihitung
berdasarkan perhitungan FAO (2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah energi yang
dikeluarkan adalah jumlah bahan yang diolah serta tahapan yang harus dilalui oleh
rancangan.
Perhitungan lengkap energi manusia, hammer mill dan kebutuhan uap panas pada saat
tahapan persiapan bahan dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Berdasarkan perhitungan
diketahui bahwa rancangan yang paling sedikit membutuhkan uap panas adalah R1
(delignifikasinya menggunakan Ca(OH)2 dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis
dan Pichia stipitis). Pada saat kegiatan pembiakan inokulum jamur nilai kebutuhan uap dan
energi untuk R1 dan R2 adalah 0 karena pada rancangan tersebut tidak membutuhkan jamur.
Kebutuhan energi manusia dan energi mesin terkecil terdapat pada R7, yaitu rancangan
dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan
Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan uap dan energi hammer mill
dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang harus disiapkan, sedangkan energi manusia yang
paling berpengaruh adalah pada tahap penghancuran bahan.
Kebutuhan energi serta uap untuk masing-masing rancangan pada tahap persiapan
bahan dapat dilihat pada Tabel 18.

32
Tabel 18. Energi pada tahap persiapan bahan
Kebutuhan Uap (Kg) Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Energi Tenaga Kerja (MJ)
Energi Hammer
Rancangan
Pembiakan Pembiakan Mill (MJ) Pembiakan Jamur Penghancuran Pembiakan Pembiakan Penghancuran
Total Total
Jamur Starter dan Starter Bahan Jamur Starter Bahan
R1 0.00 3.14 3.14 15.26 1 1 0.00 1.87 3.58 5.45
R2 0.00 3.90 3.90 20.13 1 1 0.00 1.87 6.23 8.10
R3 6.55 2.45 9.00 15.17 1 1 1.40 1.87 3.54 6.81
R4 7.85 2.90 10.74 20.01 1 1 1.40 1.87 6.15 9.43
R5 7.85 2.67 10.51 13.84 1 1 1.40 1.87 2.94 6.22
R6 9.25 3.18 12.44 18.23 1 1 1.40 1.87 5.11 8.38
R7 9.25 2.23 11.49 9.35 1 1 1.40 1.87 1.34 4.62
R8 10.78 2.67 13.44 12.34 1 1 1.40 1.87 2.34 5.61
33
Penggunaan solar pada hammer mill akan menghsilkan emisi dalam jumlah tertentu
berdasarkan banyaknya penggunaan bahan bakar. Faktor emisi solar menurut Tarigan (2009)
untuk CO2 adalah 2.74 kg/l, CO 0.04 kg/l, NOx 0.01 kg/l, dan HC 0.02 kg/l. Jumlah emisi
yang dilepaskan masing-masing rancangan pada saat penghancuran bahan dapat dilihat pada
Tabel 19.

Tabel 19. Emisi pada tahap persiapan bahan


Kebutuhan solar Kandungan Emisi (Kg)
Rancangan
(Liter) CO2 CO NOx HC Total
R1 0.40 1.08 0.01 0.00 0.01 1.11
R2 0.52 1.43 0.02 0.01 0.01 1.47
R3 0.39 1.08 0.01 0.00 0.01 1.10
R4 0.52 1.42 0.02 0.00 0.01 1.46
R5 0.36 0.98 0.01 0.00 0.01 1.01
R6 0.47 1.29 0.02 0.00 0.01 1.33
R7 0.24 0.66 0.01 0.00 0.01 0.68
R8 0.32 0.88 0.01 0.00 0.01 0.90

Berdasarkan tabel di atas, rancangan yang membuang kandungan emisi terkecil adalah
R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan Trametes vercolor serta
fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis. Jumlah emisi
dipengaruhi oleh penggunaan mesin, semakin singkat bahan yang masuk akan semakin
sedikit waktu penggunaan sehingga semakin sedikit bahan bakar yang dibutuhkan dan emisi
yang dilepaskan akan semakin kecil.

5. Perlakuan Awal Bahan

Perlakuan awal bahan meliputi delignifikasi dan hidrotermal dua tahap. Tahapan
delignifikasi dibedakan menjadi delignifikasi biologis dan delignifikasi kimiawi.
Delignifikasi kimiawi dilakukan pada R1 dan R2, tahap awal dalam delignifikasi kimiawi
adalah pemasakan. Bahan-bahan yang digunakan adalah LTJ, air, dan Ca(OH) 2. Tahap
pemasakan pada R1 dan R2 menggunakan suhu 74.6 0C selama 2 jam, setelah tahap
pemasakan selesai lalu air hasil pemasakan dibuang dan kemudian LTJ dicuci meggunakan
air. Air yang digunakan untuk pemasakkan dan pencucian berasal dari sumur. Suhu untuk
tiap tangki dicapai dengan memanfaatkan steam dari boiler.
Delignifikasi biologis dilakukan pada R3 sampai R8, menggunakan jamur pelapuk
putih untuk menghilangkan kandungan lignin pada LTJ. Tahap awal yang dilakukan adalah
pemasakan LTJ pada suhu 100 0C selama 1 jam. Setelah dimasak kemudian LTJ disterilisasi
pada suhu 121 0C selama 1 jam, setelah disterilisasi bahan diinkubasi setelah sebelumnya
diinokulasikan jamur. Suhu inkubasi masing-masing rancangan berbeda, pada R3 sampai R6
adalah 168 jam pada suhu 30 0C, sedangkan R7 dan R8 adalah 168 jam pada suhu 43,9 0C.

34
LTJ hasil inkubasi kemudian dicuci sebelum diproses ke tahap berikutnya. Suhu dicapai
dengan memanfaatkan steam dari boiler. Aliran bahan seluruh rancangan pada tahapan
delignifikasi (pemasakan) adalah sinambung sebanyak dua kali pemasakan sedangkan untuk
inkubasi dan sterilisasi aliran bahan adalah curah.
Kebutuhan uap serta energi manusia yang dibutuhkan selama tahapan delignifikasi
dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Energi pada tahap delignifikasi


Jumlah
Kebutuhan Uap (Kg) Energi
Tenaga
Rancangan Tenaga
Sterilisasi dan Kerja
Pemasakkan Total Kerja (MJ)
Inkubasi (Orang)
R1 694.15 0.00 694.15 1.00 0.93
R2 915.52 0.00 915.52 1.00 1.09
R3 519.47 45.33 564.80 1.00 0.88
R4 685.73 55.25 740.98 1.00 1.02
R5 495.71 45.33 541.04 1.00 0.84
R6 653.86 55.25 709.12 1.00 0.97
R7 337.99 106.84 444.83 1.00 0.70
R8 446.12 132.43 578.56 1.00 0.79

Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap panas dan energi


manusia paling sedikit adalah R7, yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis
menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan
Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap delignifikasi, dipengaruhi oleh
jumlah bahan yang digunakan selama tahapan berlangsung. Jumlah tangki yang digunakan
beserta spesifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan untuk perhitungan energi
manusia dan kebutuhan steam pada tahap delignifikasi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10.
Pada tahap ini dihasilkan limbah cair dari pemasakkan dan pencucian. Limbah cair
yang dihasilkan pada seluruh rancangan akan ditampung sementara sebagai penukar panas.
Pada R1 dan R2 limbah cair dimanfaatkan untuk menurunkan suhu pada tangki hidrotermal
sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki pre-hidrolisis sebelum bahan
bahan memasuki tahap fermentasi. Pada R3 sampai R8 limbah cair dimanfaatkan untuk
menurunkan suhu pada tangki sterilisasi sebelum bahan memasuki tahap inkubasi, pada
tangki hidrotermal sebelum bahan memasuki tahap pre-hidrolisis dan pada tangki pre-
hidrolisis sebelum bahan memasuki tahap fermentasi. Jumlah limbah untuk tiap rancangan
dapat dilihat pada Tabel 21. Pada tabel tersebut diketahui bahwa rancangan yang
menghasilkan limbah cair paling banyak adalah R4, yaitu rancangan dengan delignifikasi
biologis menggunakan jamur Pleurotus ostreatus dan SSF menggunakan Saccharomyces
cerevisiae dan Pichia stipitis.

35
Tabel 21. Limbah pada tahap delignifikasi
Rancangan Limbah Cair (Kg)
R1 117,266.42
R2 154,667.54
R3 159,098.89
R4 209,800.68
R5 144,643.27
R6 190,598.52
R7 97,847.58
R8 129,066.99

Limbah tanaman jagung yang telah melalui tahapan delignifikasi akan mengalami
perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan. Kandungan
selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan setelah melalui tahapan delignifikasi dapat
dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.

Tabel 22. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah delignifikasi


% dari Berat Kering Bahan Awal
Rancangan
Hemiselulosa Selulosa Lignin
R1 15.30 19.02 9.22
R2 15.30 19.02 9.22
R3 18.32 21.49 14.80
R4 18.32 21.49 14.80
R5 12.40 24.63 13.75
R6 12.40 24.63 13.75
R7 14.31 31.68 14.99
R8 14.31 31.68 14.99

Delignifikasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan bahan ekstraktif yang tidak


digunakan selama proses fermentasi. Penghilangan lignin yang terjadi pada tahap
delignifikasi akan membantu struktur selulosa dan hemiselulosa lebih mudah ditembus pada
saat tahapan hidrolisis enzimatis serta sakarifikasi dan fermentasi simultan (Sierra, 2008).
Hidrotermal I dan hidrotermal II dilakukan menggunakan tangki yang sama. Bahan
yang dimasukkan saat tahap awal hidrotermal I adalah air dan LTJ terdelignifikasi yang
kemudian akan menghasilkan keluaran berupa cairan hasil hidrotermal I serta padatan I.
Hidrotermal I dilakukan selama 121 0C selama 1 jam. Bahan yang dimasukkan pada
hidrotermal II adalah padatan I dan air yang kemudian menghasilkan cairan hidrotermal II
dan padatan II. Hidrotermal II dilakukan selama 0,33 jam pada suhu 180 0C. Sistem aliran
bahan pada tahap hidrotermal untuk seluruh rancangan adalah sinambung dengan pemasukan
bahan sebanyak dua kali.

36
Proses hidrotermal berrtujuan menghilangkan komponen pada limbah tanaman jagung
yang dapat mengganggu proses sakarifikasi dan fermentasi simultan Munawar (2008).
Karakteristik limbah tanaman jagung setelah melalui tahap hidrotermal II akan kembali
mengalami perubahan komposisi selulosa, hemiselulosa, dan lignin di dalam bahan.
Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Karakteristik limbah tanaman jagung setelah hidrotermal II


% dari Berat Kering Bahan Awal
Rancangan
Hemiselulosa Selulosa Lignin
R1 9.83 19.02 5.70
R2 9.83 19.02 5.70
R3 11.77 21.49 9.14
R4 11.77 21.49 9.14
R5 7.96 24.63 8.49
R6 7.96 24.63 8.49
R7 9.19 31.68 9.26
R8 9.19 31.68 9.26

Pada tahap hidrotermal, selain dihasilkan padatan juga dihasilkan limbah cair.
Limbah cair yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan tabel tersebut, limbah
cair pada tahapan hidrotermal, paling banyak dihasilkan oleh rancangan dengan delignifikasi
menggunakan Ca(OH)2 dan SSF menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis
(R2).

Tabel 24. Limbah pada tahap hidrotermal


Rancangan Limbah Cair (Kg)
R1 26,235.32
R2 34,607.13
R3 30,039.53
R4 39,612.56
R5 24,439.21
R6 32,203.90
R7 13,195.71
R8 17,405.96

Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahapan hidrotermal dapat dilihat pada
Lampiran 2. Energi manusia yang dikeluarkan serta uap panas yang dibutuhkan selama
tahapan hidrotermal dapat dilihat pada Tabel 25 dan perhitungan lengkap nya dapat dilihat
pada Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan perhitungan, rancangan yang membutuhkan uap
panas dan energi manusia paling sedikit adalah R1, yaitu rancangan dengan delignifikasi

37
kimiawi menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dengan
Pichia stipitis. Kebutuhan uap dan energi manusia pada tahap hidrotermal, dipengaruhi oleh
jumlah bahan yang digunakan pada tahap hidrotermal I dan II.

Tabel 25. Energi pada tahap hidrotermal


Jumlah
Kebutuhan Uap (Kg) Energi
Tenaga
Rancangan Tenaga
Kerja
Hidrotermal I Hidrotermal II Total Kerja (MJ)
(Orang)
R1 18.28 3.17 21.45 1.00 0.14
R2 21.80 3.78 25.57 1.00 0.14
R3 28.50 4.64 33.15 1.00 0.27
R4 35.01 5.70 40.72 1.00 0.27
R5 28.50 4.64 33.15 1.00 0.27
R6 35.01 5.70 40.72 1.00 0.27
R7 22.55 3.68 26.23 1.00 0.27
R8 26.43 4.31 30.74 1.00 0.27

6. Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SSF)

Tahapan SSF didahului dengan tahapan pre-hidrolisis. Cairan hidrotermal II dan


padatan II yang dihasilkan dialirkan ke tangki pre-hidrolisis. Menurut Xu et al. (2009)
perbandingan jumlah cairan hidrotermal II dengan padatan yang digunakan adalah 6.67.
Tahapan pre-hidrolisis dilakukan pada suhu 50 0C selama 24 jam. Bahan yang dimasukkan
pada tahapan ini selain padatan II dan cairan hidrotermal II adalah sitrat fosfat (pH=5), enzim
xilanase, selulase, dan -glukosidase (penelitian di laboratorium TIN, 2010). Seluruh bahan
yang telah melalui tahap pre-hidrolisis kemudian dibiarkan didalam tangki untuk
difermentasi.
Menurut Runkel and Wiliter (1951), hemiselulosa terdegradasi pada suhu antara 130-
194 C. Sehingga pada saat hidrotermal II dengan penguapan suhu 180 oC terdapat sejumlah
o

hemiselulosa yang terlarut dalam cairan hasil hidrotermal II. Menurut Olofsson et al.
(2008), konsentrasi padatan yang tidak terlarut dalam air tidak boleh lebih dari 10% agar
diperoleh konsentrasi bioetanol yang tinggi. Cairan hasil hidrothermal II dapat dimanfaatkan
sebagai substrat sakarifikasi dan fermentasi simultan karena mengandung sejumlah
hemiselulosa dan juga dapat membuat kondisi enzim dapat bekerja lebih baik pada kondisi
lingkungan yang basah yang dikenal dengan istilah kondisi indorush.
Tangki yang digunakan untuk fermentasi menggunakan pengaduk dengan kecepatan
100 rpm dengan daya 100 W. Kondisi fermentasi untuk jenis kombinasi starter Zymomonas
mobilis dan Pichia stipitis yaitu pada suhu 38 0C selama 72 jam, sedangkan untuk kombinasi
starter Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis pada suhu 38 0C selama 48 jam. Bahan
tambahan yang dimasukkan pada saat tahap ini adalah urea dan starter (penelitian di

38
laboratorium TIN, 2010). Hasil yang diperoleh adalah cairan hasil fermentasi, padatan, serta
CO2. Aliran bahan pada tahapan pre-hidrolisis dan SSF adalah curah.
Cairan fermentasi yang dihasilkan pada tahap SSF untuk masing-masing rancangan
memiliki faktor konversi yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan
pada perlakuan awal bahan dan kombinasi starter. Faktor konversi etanol yang terdapat pada
cairan hasil fermentasi untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Faktor konversi etanol pada cairan SSF


Rancangan Faktor Konversi (g/l)
R1 8.36
R2 6.06
R3 9.64
R4 6.99
R5 9.44
R6 6.85
R7 11.85
R8 8.59

Nilai faktor konversi tersebut didapatkan dengan melakukan perbandingan


menggunakan data yang diperoleh pada penelitian di Laboratorium TIN (2010) dengan angka
teoritis berdasarkan persentase keberadaan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada bahan.
Nilai tersebut memberikan informasi jumlah etanol dalam satuan gram pada satu liter cairan
SSF yang dihasilkan, sebagai contoh apabila melakukan pembuatan etanol dengan cara R1
maka akan dihasilkan etanol sebanyak 8.36 gram dalam satu liter cairan hasil SSF.
Kebutuhan uap serta energi manusia pada tahap SSF dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Energi pada tahap SSF


Kebutuhan Uap Jumlah Tenaga Kerja Energi Tenaga Kerja
Rancangan
(Kg) (Orang) (MJ)
R1 17.05 1.00 2.35

R2 14.15 1.00 2.35

R3 15.40 1.00 2.35

R4 12.96 1.00 2.35

R5 15.40 1.00 2.35

R6 13.64 1.00 2.35

R7 13.67 1.00 2.35

R8 11.65 1.00 2.35

Rancangan yang membutuhkan uap panas paling sedikit berdasarkan perhitungan


adalah R8, yaitu rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta
fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis. Jumlah kebutuhan

39
uap dipengaruhi oleh hasil padatan saat delignifikasi, semakin sedikit padatan, uap panas
yang dibutuhkan semakin sedikit. Jumlah padatan dipengaruhi kemampuan penghilangan
lignin. Semakin sedikit padatan maka semakin sedikit padatan II dan cairan hasil hidrotermal
II yang kemudian berpengaruh pada jumlah pemakaian bahan saat tahapan pre-hidrolisis dan
fermentasi.
Selain jumlah bahan, kebutuhan uap juga dipengaruhi lamanya waktu fermentasi.
Kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis mebutuhkan waktu fermentasi 72
jam, Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis membutuhkan 48 jam. Sehingga
rancangan dengan kombinasi Saccharomyces cerevisiae dan Pichia stipitis akan
membutuhkan uap panas lebih sedikit. Kebutuhan energi tenaga kerja dipengaruhi oleh
jumlah bahan serta limbah padat saat tahapan fermentasi yang harus diangkut. Perhitungan
lengkap kebutuhan energi manusia dan uap dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14.
Spesifikasi tangki yang digunakan pada tahap SSF dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pada tahap SSF dihasilkan limbah padat yang jumlahnya dipengaruhi oleh
kemampuan starter dalam mengkonversi bahan-bahan yang dimasukkan. Jumlah limbah
untuk masing-masing rancangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Limbah pada tahap SSF


Rancangan Limbah Padat (Kg)
R1 31,975.00
R2 39,545.18
R3 27,681.84
R4 34,236.31
R5 28,275.99
R6 34,943.44
R7 22,452.10
R8 27,792.34

Limbah padat yang dihasilkan paling banyak berdasarkan tabel di atas yaitu pada
rancangan dengan delignifikasi kimiawi dan fermentasi menggunakan Saccharomyces
cerevisiae dan Pichia stipitis.

7. Pemurnian

Kadar bioetanol awal hasil fermentasi yang masih sangat kecil dinaikkan dengan
melakukan distilasi menggunakan evaporator dan distilator. Prinsip penggunaan evaporator
dan distilator yang digunakan didasari pada proses pemurnian bioetanol di PT.Panca Jaya
Raharja seperti yang diamati oleh Suhendri tahun 2008. Cairan hasil fermentasi akan
dimasukkan ke dalam evaporator kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 90 0C lalu uap
nya dialirkan ke distilator dan didinginkan. Perbedaan temperatur penguapan air (100 0C)

40
dan etanol (78 0C) menyebabkan pemisahan antara air dan bioetanol. Suhu pada destilator
harus terus dijaga pada suhu 79 0C untuk menghasilkan bioetanol dengan kadar 95%.
Tangki evaporator dan distilator yang digunakan diberi pengatur suhu sesuai dengan
kondisi yang dibutuhkan. Jumlah tangki yang digunakan beserta spesifikasinya dapat dilihat
pada Lampiran 2. Aliran bahan pada tahapan pemurnian adalah sinambung dengan
pemasukan cairan hasil SSF sebanyak empat kali untuk seluruh rancangan. Pada tahap ini
akan dihasilkan limbah cair yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk ke
tangki pemurnian. Kebutuhan uap, energi manusia, dan jumlah limbah cair untuk masing-
masing rancangan pada tahap pemurnian dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Kebutuhan uap panas, energi, dan limbah yang dikeluarkan saat pemurnian
Kebutuhan Jumlah Energi Tenaga Jumlah
Rancangan Uap Tenaga Kerja Kerja Limbah
(Kg) (Orang) (MJ) (Kg)
R1 23,450.16 1 0.94 31,975.00

R2 32,490.80 1 0.94 39,545.18

R3 23,450.16 1 0.94 27,681.84

R4 32,490.80 1 0.94 34,236.31

R5 23,450.16 1 0.94 28,275.99

R6 32,490.80 1 0.94 34,943.44

R7 23,450.16 1 0.94 22,452.10

R8 32,490.80 1 0.94 27,792.34

Tabel 29 menunjukan, rancangan yang membutuhkan uap panas paling sedikit adalah
seluruh rancangan dengan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis.
Kebutuhan uap panas dipengaruhi cairan hasil fermentasi dan kadar etanol yang dihasilkan.
Semakin sedikit cairan hasil fermentasi dan tinggi kadar etanol, semakin sedikit uap panas
yang dibutuhkan. Bahan pada tahap ini dialirkan ke tangki penampungan menggunakan pipa
dengan aliran gravitasi. Penggunaan energi manusia pada tahap ini tidak ada perbedaan,
karena kegiatan dilakukan dalam lama waktu yang sama dan tidak ada perlakuan kegiatan
yang berbeda. Perhitungan energi manusia dan kebutuhan uap panas saat pemurnian dapat
dilihat pada Lampiran 15 dan 16.
Berdasarkan hasil bioetanol yang dicapai maka dapat diketahui faktor konversi
bioetanol berdasarkan jumlah bahan baku yang digunakan. Berdasarkan perhitungan,
rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Trametes vercolor serta
fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis memiliki nilai faktor
konversi tertinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi bahan setelah dilakukan perlakuan
awal, bahan tersebut masih mengandung kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi.
Jumlah etanol tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam menkonversi bahan-
bahan tersebut menjadi etanol. Nilai faktor konversi tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.

41
Tabel 30. Faktor konversi etanol berdasakan penggunaan bahan baku
Rancangan Faktor Konversi (l/kg berat kering bahan)
R1 0.15
R2 0.12
R3 0.15
R4 0.12
R5 0.17
R6 0.13
R7 0.25
R8 0.19

Nilai faktor konversi yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Beberapa nilai faktor konversi bioetanol yang didapatkan dari
penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Faktor konversi etanol hasil penelitian terdahulu


Faktor Konversi
Bahan Baku Sumber
(l/kg berat kering bahan)
Tongkol jagung 0.36 Kuhad dan Singh, 1993
Batang jagung 0.22 Kuhad dan Singh, 1993
Limbah jagung 0.26 Wooley et al., 1999
Tongkol jagung 0.32 Aden et al., 2002
Batang jagung 0.23 Demirbas, 2005

8. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)

Limbah cair yang dihasilkan pada tahapan proses produksi diukur kadar COD nya dan
didapatkan bahwa kadar COD dari limbah cair yang dihasilkan adalah 918.71 mg/liter. Nilai
COD tersebut menunjukkan total organik terlarut dalam limbah cair. Nilai COD tersebut
menunjukkan bahwa limbah tersebut tidak boleh dilepas langsung ke badan air, karena
menurut kepmenlh no: KEP-02/MENKLH/I/1988, limbah cair yang diperkenankan batas
maksimumnya adalah 600 mg/liter. Berdasarkan hal tersebut maka limbah cair yang
dihasilkan akan diolah dahulu sebelum dibuang ke badan air.
Tahapan awal adalah limbah dari seluruh tahapan dialirkan ke kolam penampungan
untuk diturunkan suhunya, karena suhunya terlalu tinggi untuk diolah secara biologis.
Tahapan selanjutnya yaitu limbah cair akan dialirkan ke kolam anaerobik. Pada tahapan ini
90% bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah akan dikonversi menjadi metana,
karbon dioksida dan sulfat akan dikonversi menjadi hidrogen sulfida, dan sludge. Tahap
terakhir, limbah akan dialirkan ke kolam aerobik, pada tahap ini 90% cairan yang terolah
akan menghasilkan 30% sludge. Sludge yang dihasilkan harus dibersihkan dari kolam
aerobik untuk menjaga keefektivan kinerja kolam (Aden et al., 2002).
Energi yang dibutuhkan dalam mengelola 1 liter limbah/jam menurut Aden et al.
(2002) adalah 2x10-9 MJ/liter. Nilai tersebut kemudian diaplikasikan ke delapan rancangan,
selain itu pada tahap pengelolaan limbah cair juga diperhitungkan nilai energi manusia yang

42
dibutuhkan. Perhitungan lengkap nilai energi manusia dapat dilihat pada Lampiran 17. Nilai
energi pengolahan limbah cair untuk masing-masing rancangan dapat dilihat pada Tabel 32.
Limbah cair yang dihasilkan dan penggunaan energi paling sedikit berdasarkan
perhitungan adalah pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor
dan SSF menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7). Jumlah limbah cair
dipengaruhi oleh penggunaan air selama tahapan proses serta kemampuan starter dalam
mengkonversi bahan menjadi cairan dan menghasilkan padatan. Energi manusia dipengaruhi
oleh jumlah sludge yang dihasilkan dan jumlah sludge tersebut dipengaruhi oleh limbah cair
yang dihasilkan. Energi alat untuk pengelolaan limbah tersebut didasari pada perhitungan
yang telah dilakukan oleh Aden et al., 2002 dan juga dipengaruhi oleh jumlah limbah cair
yang dihasilkan.

Tabel 32. Energi pengolahan limbah cair


Jumlah Limbah Jumlah sludge Energi (MJ)
Rancangan
Cair (Kg) (Kg) Alat Manusia Total
R1 230,560.77 62,251.41 4.61.E-04 20.38 20.38
R2 280,973.30 75,862.79 5.62.E-04 24.84 24.84
R3 261,585.59 70,628.11 5.23.E-04 23.13 23.13
R4 347,517.06 93,829.61 6.95.E-04 30.72 30.72
R5 241,251.81 65,137.99 4.83.E-04 21.33 21.33
R6 320,513.56 86,538.66 6.41.E-04 28.34 28.34
R7 164,796.91 44,495.17 3.30.E-04 14.57 14.57
R8 219,467.59 59,256.25 4.39.E-04 19.40 19.40

Keseluruhan bahan yang digunakan selama proses produksi untuk masing-masing


rancangan ditampilkan dalam bentuk neraca massa yang dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai
dengan Lampiran 25.
Analisis inventori kemudian dijadikan dasar dalam mengetahui jumlah limbah dan emisi
secara keseluruhan untuk masing-masing rancangan serta melihat keseimbangan energi antara
energi yang dihasilkan bioetanol dengan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan bioetanol.
Nilai energi output serta selisih antara energi input dan output dapat dilihat pada Tabel 33 dan
34, sedangkan nilai total emisi dan limbah yang dihasilkan untuk seluruh rancangan, dapat
dilihat pada Tabel 35 dan 36.

Tabel 33. Energi output biotenol dari LTJ


Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
Energi yang dihasilkan 122.00 Mj/kg Hambali (2007)
Massa jenis 0.80 Kg/l Rinaldi (2003)
Konversi energi 97.60 MJ/l Energi dihasilkan x massa jenis
Bioetanol yang dihasilkan 500.00 l Penetapan
Nilai energi bioetanol 48,800.00 MJ Konversi x jumlah dihasilkan

43
Tabel 34. Selisih energi input output
Energi Input (MJ) Total Energi Selisih energi
Rancangan A B C D E F G H Total Output (MJ) (MJ)
R1 878.79 59,000.46 1,782.41 5.45 1.07 2.35 0.94 20.38 61,691.85 48,800.00 -12,891.85
R2 1,002.85 81,601.30 1,963.91 8.10 1.22 2.35 0.94 24.84 84,605.51 48,800.00 -35,805.51
R3 878.55 58,676.13 2,545.16 6.81 1.15 2.35 0.94 23.13 62,134.21 48,800.00 -13,334.21
R4 1,002.85 81,160.07 2,847.70 9.43 1.29 2.35 0.94 30.72 85,055.35 48,800.00 -36,255.35
R5 878.49 58,606.09 2,474.36 6.22 1.11 2.35 0.94 21.33 61,990.88 48,800.00 -13,190.88
R6 1,002.77 81,070.87 2,934.76 8.38 1.24 2.35 0.94 28.34 85,049.64 48,800.00 -36,249.64
R7 781.79 58,183.25 2,311.77 4.62 0.98 2.35 0.94 14.57 61,300.25 48,800.00 -12,500.25
R8 827.34 80,521.78 2,463.39 5.61 1.07 2.35 0.94 19.40 83,841.87 48,800.00 -35,041.87
A : Pengangkutan Bahan Baku
B : Penggunaan Boiler
C : Penggunaan Listrik
D : Persiapan Bahan
E : Perlakuan Awal Bahan
F : SSF
G : Pemurnian
H : IPAL
44
Tabel 34 menunjukkan secara keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan
bioetanol lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan bioetanol. Selisih energi terkecil
terdapat pada rancangan dengan delignifikasi menggunakan Trametes vercolor serta fermentasi
menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7), hal ini menunjukan bahwa R7 lebih
efisien energi dibandingkan dengan rancangan yang lain.

Tabel 35. Perbandingan emisi keseluruhan


Kandungan Emisi (Kg)
Rancangan Total
Pengangkutan Boiler Listrik Persiapan
R1 63.24 4,164.57 364.35 1.11 4,593.27
R2 72.27 5,759.86 401.46 1.47 6,235.05
R3 63.24 4,141.68 520.27 1.10 4,726.29
R4 72.27 5,728.72 582.12 1.46 6,384.56
R5 63.24 4,136.74 505.80 1.01 4,706.78
R6 72.27 5,722.42 599.91 1.33 6,395.93
R7 56.21 4,106.89 472.56 0.68 4,636.34
R8 59.52 5,683.66 503.56 0.90 6,247.64

Tabel 36. Perbandingan limbah keseluruhan


Limbah Padat
Limbah Cair (Kg)
Rancangan (Kg) Total
Pre-treatment Pemurnian Total SSF
R1 143,501.74 31,975.00 175,476.74 31,975.00 207,451.74
R2 189,274.67 39,545.18 228,819.85 39,545.18 268,365.03
R3 189,138.42 27,681.84 216,820.26 27,681.84 244,502.10
R4 249,413.24 34,236.31 283,649.55 34,236.31 317,885.86
R5 169,082.48 28,275.99 197,358.47 28,275.99 225,634.45
R6 222,802.43 34,943.44 257,745.87 34,943.44 292,689.31
R7 111,043.30 22,452.10 133,495.39 22,452.10 155,947.49
R8 146,472.95 27,792.34 174,265.29 27,792.34 202,057.63

Berdasarkan perhitungan, R7 (delignifikasi menggunakan jamur Trametes vercolor dan


fermentasi dengan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis) merupakan rancangan yang paling
sedikit melepaskan emisi dan limbah.

B. ANALISIS DAMPAK

Analisis dampak dilakukan pada seluruh tahapan. Tujuan dilakukan analisis dampak
lingkungan adalah untuk mengetahui kemungkinan dampak lingkungan yang dapat terjadi dari

45
pelaksanaan seluruh kegiatan. Langkah awal yang dilakukan dalam analisis dampak adalah
dengan membuat matriks dampak yang dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Matriks dampak


Parameter Terkena Dampak A B C D E F G H
Komponen Fisik Kimia
 Kualitas Tanah -
 Kualitas Air - - - +
 Kualitas Udara dan Debu - - - - - -
 Kebisingan - - -
Komponen Ekonomi + + + + + + + +
+ : Dampak Positif A : Pengangkutan E : Perlakuan awal bahan
- : Dampak Negatif B : Penggunaan boiler F : SSF
C : Penggunaan listrik G : Pemurnian
D : Persiapan bahan H : IPAL
Sumber: Jensen et al. (1997)

Dampak negatif terhadap kualitas tanah pada tahap penggunaan boiler adalah saat
persiapan air umpan. Air dengan kondisi yang tidak baik mengalami penyaringan hingga
kondisinya siap digunakan dan akan meninggalkan kotoran-kotoran tersaring yang kemudian
akan dibuang. Dampak negatif yang ditimbulkan pada tahapan IPAL adalah pelepasan gas,
menurut Doorn et al. (2006), limbah cair ketika ditangani secara anaerobik dapat menjadi
sumber emisi CH4 dan N2O.
Dampak negatif terhadap kualitas air ditimbulkan pada tahapan perlakuan awal bahan dan
pemurnian, sedangkan dampak positif ditimbulkan pada saat IPAL. Dampak negatif yang
ditimbulkan secara keseluruhan dikarenakan penggunaan air yang disertai bahan-bahan
penunjang dalam proses seperti penggunaan Ca(OH)2 ataupun jamur. Penggunaan bahan-bahan
tersebut menyebabkan perubahan pada air yang dapat memperburuk kualitas air, terutama
penggunaan bahan kimia (Ca(OH)2). Dampak positif ditimbulkan karena air limbah yang dalam
kondisi tidak baik akan dirubah pada saat tahapan IPAL, sehingga limbah cair yang dihasilkan
dapat dibuang ke badan air dalam kondisi aman.
Tahapan pengangkutan, penggunaan boiler, listrik, dan persiapan bahan akan
menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas udara melalui pembuangan emisi yang
dihasilkan oleh alat-alat yang digunakan. Alat-alat yang digunakan juga dapat menimbulkan
kebisingan. Dampak negatif pada udara juga ditimbulkan saat tahapan SSF, dampak tersebut
berupa pelepasan gas CO2 saat kegiatan berlangsung akibat adanya aktivitas dari
mikroorganisme. Komponen ekonomi pada semua tahapan akan menimbulkan dampak positif,
karena akan menimbulkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar.
Tahapan selanjutnya yang dilakukan pada analisis dampak adalah pembuatan bagan alir
dampak penting. Gambar bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

46
Nilai Positif Nilai Negatif
(+) (-)
Tahap Proses Produksi

Kesempatan Kerja dan


Debu Polusi Udara Kebisingan
Peluang Usaha

Kesehatan Masyarakat

Pendapat Masyarakat

Keresahan Masyarakat

Penilaian Masyarakat Terhadap Kegiatan Produksi


Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung
Keterterangan :
Dampak Primer
Dampak Turunan

Gambar 11. Bagan alir evaluasi dampak penting (Jensen et al., 1997)

C. PENENTUAN RANCANGAN TERBAIK

Penentuan rancangan terbaik dari delapan rancangan yang telah ditentukan sebelumnya,
dilakukan menggunakan metode bayes. Parameter yang dijadikan penilaian adalah penggunaan
bahan baku, energi, emisi, limbah padat, serta limbah cair yang dihasilkan. Bahan baku dan
energi dipilih karena, penggunaan nya untuk setiap rancangan dalam menghasilkan bioetanol
500 liter berbeda-beda. Jumlah yang berbeda tersebut, menunjukkan nilai efisien suatu
rancangan dalam mengkonversi bahan baku menjadi bioetanol. Limbah padat, cair, serta emisi
yang dihasilkan dipilih untuk mewakilkan dampak yang ditimbulkan oleh rancangan terhadap
lingkungan.
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 38, menggunakan metode Bayes, diketahui bahwa
rancangan terbaik dari seluruh rancangan yang telah dianalisis adalah R7, yaitu rancangan
dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes vercolor serta
fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis.

47
Tabel 38. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes
Rancangan
Nilai
Parameter Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8
Kepentingan
N B N B N B N B N B N B N B N B
Bahan Baku 3 0.18 5 0.88 8 1.41 4 0.71 7 1.24 3 0.53 6 1.06 1 0.18 2 0.35
Energi 5 0.29 2 0.59 6 1.76 4 1.18 7 2.06 3 0.88 8 2.35 1 0.29 5 1.47
Emisi 4 0.24 1 0.24 5 1.18 4 0.94 7 1.65 3 0.71 8 1.88 2 0.47 6 1.41
Limbah Padat 4 0.18 5 0.88 8 1.41 4 0.71 6 1.06 3 0.53 7 1.24 1 0.18 2 0.35
Limbah Cair 4 0.24 3 0.71 6 1.41 5 1.18 8 1.88 4 0.94 7 1.65 1 0.24 2 0.47
Jumlah 17 1 3.29 7.18 4.71 7.88 3.59 8.18 1.35 4.06
Keterangan :
N = Nilai Kepentingan (1 sampai 8)
dimana:
1 = sangat sangat baik 5 = cukup tidak baik
2 = sangat baik 6 = tidak baik
3 = baik 7 = sangat tidak baik
4 = cukup baik 8 = sangat sangat tidak baik
B = Bobot m
Total Nilaii = Σ Nilaiij (Kritj)
J=1
dimana:
Total Nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i
Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Krit j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i = 1,2,3,…n; n = jumlah alternatif
j = 1,2,3,…m; m = jumlah kriteria
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil analisis inventori menunjukkan input berupa kebutuhan bahan baku untuk
menghasilkan 500 liter bioetanol 95% adalah 1.994,00 sampai 4.292,18 kg dan energi sebesar
61.255,16 sampai 84.958,29 MJ. Rancangan yang paling sedikit membutuhkan bahan baku dan
energi adalah rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur Trametes vercolor
dan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia stipitis (R7) dengan jumlah
persentase selulosa dan hemiselulosa tertinggi yaitu 40,87%. Output berupa emisi yang dibuang
dari proses pembuatan 500 liter bioetanol 95% adalah sebanyak 4.591,14 kg sampai 6.390,25 kg,
limbah padat sebanyak 24.492,51 kg sampai 45.141,25 kg dan limbah cair sebanyak 135.535,80
sampai 287.247,05 kg. Emisi paling sedikit dikeluarkan oleh rancangan dengan delignifikasi
kimiawi menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis dan Pichia
stipitis (R1) sedangkan rancangan yang paling sedikit menghasilkan limbah cair dan limbah
padat adalah R7.
Analisis dampak yang telah dilakukan memberikan informasi bahwa seluruh kegiatan
selama tahapan pembuatan bioetanol akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Komponen
ekonomi untuk seluruh rancangan terkena dampak positif, karena kegiatan yang dilakukan akan
menciptakan lapangan pekerjaan. Dampak negatif lingkungan terhadap kualitas tanah, air,
udara, dan debu, serta kebisingan disebabkan oleh pemakaian mesin pada seluruh tahapan untuk
seluruh rancangan
Rancangan terbaik dipilih berdasarkan perhitungan menggunakan metode bayes dengan
parameter yaitu jumlah bahan baku dan energi yang digunakan, serta emisi, limbah cair, dan
limbah padat yang dihasilkan untuk masing-masing rancangan. Rancangan terpilih adalah R7,
yaitu rancangan dengan delignifikasi biologis menggunakan jamur pelapuk putih Trametes
vercolor serta fermentasi menggunakan kombinasi starter Zymomonas mobilis dan Pichia
stipitis.

B. SARAN

Saran yang dapat dilakukan setelah melakukan Life Cycle Assessment (LCA) delapan
rancangan dalam pembuatan produk bioetanol berbahan baku Limbah Tanaman Jagung (LTJ)
yaitu menerapkan metode LCA pada industri bioetanol untuk mengetahui kebutuhan energi serta
dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi bioetanol, sehingga dapat dilakukan efisiensi
energi dan lingkungan yang saat ini sedang menjadi isu utama dalam perindustrian.
DAFTAR PUSTAKA

Aden A, Ruth M, Ibsen K, Jechura J, Neeves K, Sheehan J, Wallace B. 2002. Lignocellulosic


biomass to ethanol process design and economics utilizing co-current dilute acid prehydrolysis
and enzymatic hydrolysis for corn stover. Technical Report NREL/TP-510-32438: 1-154.
Agbogbo FK, Kelly CG. 2008. Cellulosic Ethanol Production Using the Naturally Occurring Xylose-
Fermenting Yeast, Pichia stipitis. Biotechnol Lett 30:151-1524.
Agustina SE. 2004. Biomass potential as renewable energy resources in agriculture. Proceedings of
International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation, 25-26
August 2004, Bogor.
Akhtar M, Blanchette RA, Kirk TK. 1997. Fungal delignification and biomechanical pulping of
wood. Advances in Biochemical Engineering Biotechnology 57:159-195.
Anggraeny YN, Umiyasih U, dan Krishna NH. 2006. Potensi limbah jagung siap rilis sebagai
sumber hijauan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner, 9-10
Agustus 2006, Pontianak.
Arnata IW. 2009. Pengembangan alternatif teknologi bioproses pembuatan bioetanol dari ubi kayu
menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2009. Biogasoline, bensin ramah lingkungan.
http://biofuelindonesiablogspot.com/biogasoline-bensin-ramah-lingkungan.html. [16 Februari
2010].
Atmanto MD. 2003. Kajian pengurangan emisi gas buang kendaraan Bi-Fuel dengan pendekatan
System Dinamics [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Luas panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung Menurut
Provinsi 2009. http://www.bps.go.id. [16 Februari 2010].
Baumann H and Tillman AM. 2002. The Hitchhiker‟s Guide to LCA: an orientation in life cycle
assessment methodology and application. Studentlitteratur AB: 19-42.
Chandel AK, Chan ES, Rudravaram R, Narasu ML, Rao VL, Ravindra P. 2007. Economics and
environmental impacts of bioethanol production technologies: an appraisal. Biotechnology and
Molecular Biology Review 2(1): 14-32.
Clift R, Doig A, Finnveden G. 2000. The Application of life cycle assessment to integrated solid
waste management Part I: Methodology, Trans Institution. Chemical Engineer 78(Part B): 279-
287.
Curran MA. 1996. Environmental Life-Cycle Assessment. New York: McGraw-Hill.
CV Putra Manunggal Jaya. 2010. Aneka Pengaduk. http://surabayamesin.com. [1 Agustus 2010].
Dashtban M, Schraft H, Qin W. 2009. Fungal bioconversion of lignocellulosic residues;
opportunities and perspectives. Int J Biol Sci 5(6) : 578-595.
Dellweg H. 1983. Biomass, microorganism for special application microbial products I, energy from
renewable resources. Biotech 3: 14-32.
Demirbas A. 2005. Bioethanol from cellulosic materials: A renewable motor fuel from biomass.
Energy Sources 27: 327-337.
Doorn MRJ, Towprayoon S, Vieira SMM, Irving W, Palmer C, Pipatti R, Wang C. 2006.
Wastewater treatment and discharge. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories
6(5):6.1-6.28.
Eaton RA, Hale MDC. 1993. Wood decay, Pest and Protection. London: Chapman and Hale.
Effendi S, Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: CV Yasaguna.
Fadilah SD, Enny KA, Arif J. 2008. Biodelignifikasi Batang Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih
Phanerochaete chrysosporium [skripsi]. Surakarta: Program Sarjana, Universitas Negeri Sebelas
Maret.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti.
Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor, Institut Pertanian Bogor.
FAO. 2001. Human energy requirements. Report of a joint FAO/WHO/UNU expert consultation,
17-24 Oktober 2001, Rome. Food and Nutrition Technical Report 1: 1-103.
Firmansyah IU, Aqil M, Sinuseng Y. 2007. Penanganan pasca panen jagung. Laporan Hasil Penelitian
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros: 1-15.
Hadar Y, Kerem Z, Gorodecki B. 1993. Biodegradation of lignocellulosic agricultural wastes by
Pleurotus ostreatus. Journal of Biotechnolog 30(1993) 133-139.
Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Hamelinck CN, Hooijdonk GV, Faaij APC. 2005. Ethanol from lignocellulosic biomass: Techno-
Economic Performance in Short-Middle and Long-Term. Biomass and Bioenergy 28(2005): 384
– 410.
Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009. Pretreatments to enhance the digestibility of lignocelluloses
biomass. Bioresource Technology 100(1): 10-18.
Indartono Y. 2005. Bio-etanol alternatif energi terbarukan: Kajian prestasi mesin dan implementasi di
lapangan. http://www.energi.lipi.go.id. [15 Juli 2010].
Ismail T, Iksanti L, Jayanti ND. 2009. Etanol dari Molases menggunakan Zymomonas mobilis yang
diamobilisasi dengan Karaginan pada Reaktor Kontinyu. Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. 19-20 Oktober 2009, Bandung.
ISO 14040. 1997. Environmental management life cycle assessment-principles and framework EN
ISO 14040. The International Standards Association.
Jawa Barat. 2010. Selayang pandang Jawa Barat.
http://www.jabar.go.id/selayangpandang/2010/html. [17 Februari 2010].
Jeffries TW, Grigoriev IV, Grimwood J, Laplaza JM, Aerts A, Salamov A, Schmutz J, Lindquist E,
Dehal P, Shapiro H, Jin YS, Passoth V, Richardson PM. 2007. Genome sequence of the
lignocellulose-bioconverting and xylose-fermenting yeast Pichia stipitis. Nat Biotechnol 3:319-
326
Jensen A, Hoffman L, Moller BT, Schmidt A, Christiansen K, Elkington J. 1997. Life Cycle
Assessment, A Guide to Approaches, Experiences, and Information Sources. In: Environmental
Issues Series No. 6. Copenhagen: European Environment Agency.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Unsur-Unsur Pencemar Udara. http://www.kepmenlh.go.id.
[15 Juli 2010].
Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup No: KEP-02/MENKLH/I/1988.
TENTANG PEDOMAN PENETAPAN BAKU MUTU LINGKUNGAN.
http://www.kepmenlh.go.id. [15 Juli 2010].
Kilian SG, Uden N. 1988. Transport of xylose and glucose in the xylose fermenting yeast Pichia
stipitis. Appl Microb Biotechnol 27:545–548
Kirk TK, Cullen D. 1998. Environmentally friendly technologies for the pulp and paper industry. In:
Young, RA dan Akhtar, M. (ed). New York: Wiley & Sons, Inc.
Klemm D, Philipp B, Heinze T, Heinze U, Wagenknecht W. 1998. Comprehensive Cellulose
Chemistry. Vol. I: Fundamentals and Analytical Methods. Weinheim: Wiley-VCH.
Kotter P, Ciriacy M. 1993. Xylose fermentation by Saccharomyces cerevisiae. Appl Microbiol
Biotechnol 38: 776-783.

51
Kuhad RC, Singh A (1993). Lignocellulose biotechnology: current and future prospects. Crit Rev
Biotechnol 13: 15-172.
Lankinen P. 2004. Ligninolytic enzymes of the basidiomycetous fungi Agaricus bisporus and
Phlebia radiata on lignocellulose-containing media [dissertation]. Master Programme,
University of Helsinki.
Marimin, 2004, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, Jakarta: Grassindo.
Mattson B, Sonesson U. 2003. Environmentally-Friendly Food Processing. Woohead Publishing
Limited. Cambridge, England.
McCutcheon J, Samples D. 2002. Grazing Corn Residues. Extension Fact Sheet Ohio State
university Extension. US. ANR 10-02.
Morrison RT, Boyd RN. 1983. Organic Chemistry. 4thed. New York: Allyn and Bacon, Inc.
Mosier N, Wyman C, Dale B, Elander R, Lee YY, Holtzapple M, Ladisch M. 2005. Features of
promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresour Technol 96(6):
673-686.
Muhamad H. 2010. Potensi produksi listrik berbahan bakar biomassa di pabrik gula.
http://www.green.com. [3 Agustus 2010]
Munawar SS. 2008. Properties of non-wood plant fiber bundles and the development of their
composites [disertasi]. Kyoto: Magister Program, Kyoto University.
Myhre C. 2009. Air pollution prediction. http://www.sciencedaily.com/releases/htm. [27 Desember
2010]
Okur MT, Saracoglu NE. 2006. Ethanol production from sunflower seed hull hydrolysate by Pichia
stipitis under uncontrolled pH conditions in bioreactor. Turkish J Eng Env Sci 30 : 317-322.
Olofsson K, Bertilson M, Liden G. 2008. A short review on SSF an interesting process option for
ethanol production from lignocellulosic feedstocks. Biotechnol. 1(7): 1-14.
Pannesar PS, Marwaha SS, Kennedy JF. 2007. Comparison of ethanol and temperature tolerance of
Zymomonas Mobilis strain in glucose and mollases medium. J Biotechnol 6 : 74-77.
Papong S, Noksa-nga S, Chom-in T, Malakul P, 2008. Life cycle energy and environmental
evaluation of molasses-based ethanol production for commercial scales in Thailand. In:
Proceedings of the International Conference on Environmental Research and Technology,
Penung, Malaysia.
Parlindungan AK. 2003. Karakteristik pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor Caju) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur
Indonesia 5(2): 152-156.
Peavy HS, Donald RR, George T. 2002. Thermodynamics: an engineering approach. 4th ed. North
America: McGraw-Hill Publishing Company, Inc.
Perez J, Munoz DJ, Rubia T de la, Martinez J. 2002. Biodegradation and biological treatments of
cellulose, hemicellulose and lignin: an overview. Int.Microbiol. 5:53-63.
Prasetyo T, Handoyo J, Setiani C. 2002. Karakteristik Sistem Usahatani Jagung-Ternak di Lahan
Irigasi. In: Prosiding Seminar Nasional: Inovasi Teknologi Palawija: Buku 2: Hasil Penelitian
dan Pengkajian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang
Pertanian.
Prihandana R, Kartika N, Praptiningsih GA, Dwi S, Sigit S, Roy H. 2007. Bioetanol Ubi Kayu:
Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Rahayu SS. 2009. Prediksi pencemaran udara. http://www.chem-is-try.org. [1 Agustus 2010].
Rayner ADM, Boddy L. 1988. Fungal Decomposition of Wood: Its Biology and Ecology. New
York: John Wiley and Sons.
Rinaldi A. 2003. Bagaimana bahan bakar menghasilkan energi dan berapa besar energi yang
dihasilkan. http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bagaimana_bahan_bakar_menghasilkan_
energi_dan_berapa_besar_energi_yang_dihasilkan. [1 Agustus 2010].
52
Rouhoullah H, Nahvi I, Emtiazi G, Abedinifar S. 2007. Mixed Sugar Fermentation by Pichia stipitis,
Saccharomyces cerevisiae, and Isolated Xilose Fermenting Kluyveromyces marxianus And Their
Culture. African Journal of Biotechnology 6 (9) :1110-1114.
Runkel ROH, Wilke KD. 1951. Chemical composition and properties of wood heated at 140 °C to
200 °C in a closed system without free space. Holz Als Roh Und Werstoff 9 part II: 260- 270.
Samsuri M, Gozan M, Mardias R, Baiquni M, Hermansyah H, Wijanarko A, Prasetya B, Nasikin M.
2007. Pemanfaatan selulosa bagas untuk produksi ethanol melalui sakarifikasi dan ferementasi
serentak dengan enzim xilanase. Makara Teknologi 11: 17-24.
Schempf NC. 1999. Economic Input-Output Life-Cycle Assessment of Asphalt versus Steel
Reinforced Concrete for Pavement Construction. Pittsburgh: Posner Hall.
SETAC. 1993. Guideliness for Life Cycle Assessment. Belgium: Society of Environmental
Toxicology and Chemistry.
Sierra R, Smith A, Grdana C, Holtzapple MT. 2008. Producing fuels and chemicals from
lignocellulosic biomass. Sbe special edition: biofuels.
http://www.aiche.org/SBE/Publication/Articles.aspx. [17 Oktober 2010].
Soemarno. 2007. Baku mutu lingkungan dan standardisasi lingkungan.
http://www.soemarno.wordpress.com/. [1 Desember 2010]
Subekti H. 2006. Produksi etanol dari hidrolisat fraksi selulosa tongkol jagung oleh Saccharomyces
cerevisiae [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suhendri. 2008. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu
(Manihot esculenta, Crantz) pada PT Panca Jaya Raharja, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. IPB,
Bogor.
Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review.
Bioresour Technol 83 (1): 1-11.
Sudradjat R. 2004. The Potential of Biomass Energy Resources in Indonesia for the Possible
Development of Clean Technology Process (CTP). Proceedings (Complete Version)
International Workshop on Biomass & Clean Fossil Fuel Power Plant Technology: Sustainable
Energy Development & CDM, pp. 36-59.
Tarigan A. 2009. Estimasi emisi kendaraan bermotor di beberapa ruas jalan kota medan [tesis].
Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
UD Surya Teknik. 2010. Pompa air internasional. http://www.udsuryateknik.com/pompa-air-ins-
internasional.htm. [1 Agustus 2010]
ULET. 2010. Faktor Emisi. http://ultrawomen.wordpress.com/. [11 Juli 2010].
United Nations Environmental Programme. 1996. Life cycle assessment: what it is and how to do it.
http://UNEP.com/locate/biombioe. [11 Juli 2010].
Wahid MA. 2005. Pemanfaatan bio-ethanol sebagai bahan bakar kendaraan berbahan bakar
premium. http://www.oocities.com/ markal_bppt/publish/biofbbm/ biwahid.pdf. [11 Juli 2010].
Whetten RW, MacKay JJ, Sederoff RR. 1998. Recent advances in understanding lignin biosynthesis.
Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 49: 585-609.
Whistler RL, Massak E. 1955. Enzymic hydrolysis of xylan. J Am Chem Soc 77: 1241-1243.
Widodo TW, Asari A, Ana N dan Elita. 2003. Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan
Limbahnya, R. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong. Badan Litbang
Pertanian, Departemen Pertanian.
http://www.p3tek.com/content/publikasi/2003/publikasi03.htm. [17 Februari 2010].
Wooley R, Ruth M, Glasner D, Sheehan J. 1999. Process design and costing of bioethanol
technology: a tool for determining the status and direction of research and development.
Biotechnol Prog 15(5): 794-803.
Wyes Machinery Co., Ltd. 2010. Hammer mill quotation and milling system. http://www.wyes.cn.
[1 Agustus 2010]
53
Xiao C, Bolton R, Pan WL. 2007. Lignin from rice straw kraft pulping: Effects on soil aggregation
and chemical properties. Bioresour Tech 98(7): 1482-1488.
Xu J, Thomsen MH, Thomsen AB. 2009. Pretreatment on corn stove with low concentration of
formic acid. J Microbiol Biotechnol 10: 1-6.
Yan L, Shuya T. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: Current state and prospects.
Appl Microbiol Biotechnol 69(6): 627-642.
Zabel RA, Morell JJ. 1992. Wood Microbiology: Decay and Its Prevention. California, Academic
Press, Inc.

54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner penelitian

KUESIONER (LADANG JAGUNG)


A. Identitas Responden
1. Nama : ..................................................................................
2. Jenis Kelamin : L/P
3. Umur : .............Tahun
4. Alamat : ..................................................................................

B. Identitas Ladang
1. Lokasi : ..................................................................................
2. Luas : ........... Ha
3... Kepemilikan : ..................................................................................
4. Pengairan : ..................................................................................
5. Bahan bakar diesel (*) : ............ Liter
6. Peralatan yang digunakan : ..................................................................................
7. Kepemilikan alat : ..................................................................................
8. Bahan bakar alat (*) : ..................................................................................
9. Jumlah tenaga kerja : ............. Orang

C. Tanaman Jagung
1. Periode tanam per tahun : ............ Kali
2. Jenis/Varietas : ..................................................................................
3. Jenis pupuk (jumlah per :1. ..............................................................................
periode tanam) 2. ..............................................................................
3. ..............................................................................
4. ..............................................................................
5. ..............................................................................
6. ..............................................................................
7. ..............................................................................
8. ..............................................................................
4. Jenis dan jumlah pestisida : ..................................................................................

D. Pemanfaatan Hasil dan Limbah


1. Jumlah panen per tahun : .............. kali
2. Berat per bagian per panen : a. Biji ( ...........kuintal)
b. Tongkol ( ...........kuintal)
c. Kelobot ( ...........kuintal)
d. Daun ( ...........kuintal)
e. Batang ( ...........kuintal)
3. Cara pengangkutan hasil : ..................................................................................
4. Jarak ladang-tempat : .......... Km
penyimpanan
5. Penanganan pasca panen : a. Biji ( .................................................... )
b. Tongkol ( .................................................... )
c. Kelobot ( .................................................... )
d. Daun ( .................................................... )
e. Batang ( .................................................... )
6. Lama pelapukan (*) : a. Tongkol ( .................................................... )
b. Kelobot ( .................................................... )
c. Daun ( .................................................... )
d. Batang ( .................................................... )
7. Cara Pemipilan Jagung : a. Manual
b. Mesin
8. Energi Mesin Pemipil : ..................................................................................

Keterangan (*) = Optional

56
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-alat yang digunakan

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


1 Truk pengangkut Kapasitas 600 kg/angkut;
(Sumber spesifikasi: R1 kebutuhan bensin 1 3
hasil wawancara) liter/16 km

Kapasitas 800 kg/angkut;


R2 kebutuhan bensin 1 3
liter/14 km

Kapasitas 600 kg/angkut;


R3 kebutuhan bensin 1 3
liter/16 km

Kapasitas 800 kg/angkut;


R4 kebutuhan bensin 1 3
liter/14 km

Kapasitas 600 kg/angkut;


R5 kebutuhan bensin 1 3
liter/16 km

Kapasitas 800 kg/angkut;


R6 kebutuhan bensin 1 3
liter/14 km

Kapasitas 400 kg/angkut;


R7 kebutuhan bensin 1 3
liter/18 km

Kapasitas 500 kg/angkut;


R8 kebutuhan bensin 1 3
liter/17 km

2 Hammer mill
Kapasitas 2,000
(Sumber spesifikasi: R1 - R8 1
Wyes Machinery kg/jam, diesel 3.5 HP
Co., Ltd, 2010)

57
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan
(Lanjutan)

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


3 Pompa air
Kapasitas 200
(Sumber spesifikasi:
UD Surya Teknik, liter/menit (200 watt) 3
2010 unit, kapasitas 1,000
R1 liter/menit (1,000 watt) 7
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 3
unit, kapasitas 1,000
R2 liter/menit (1,000 watt) 7
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 6
unit, kapasitas 1,000
R3 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 6
unit, kapasitas 1,000
R4 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

58
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan
(Lanjutan)

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


3 Pompa air
Kapasitas 200
(Sumber spesifikasi:
UD Surya Teknik, liter/menit (200 watt) 6
2010 unit, kapasitas 1,000
R5 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 6
unit, kapasitas 1,000
R6 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 6
unit, kapasitas 1,000
R7 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

Kapasitas 200
liter/menit (200 watt) 6
unit, kapasitas 1,000
R8 liter/menit (1,000 watt) 10
1 unit dan kapasitas
2,000 liter/menit (2,000
watt) 3 unit

4 Pengaduk 1-5 liter


100 rpm, 30 Watt 2
(R1-R2)
Sumber spesifikasi:
(CV Putra Manunggal 1-5 liter
(R3-R8) 100 rpm, 30 Watt 4
Jaya, 2010)

59
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan
(Lanjutan)

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


4 Pengaduk 20 liter
100 rpm, 50 Watt 1
(R1-R2)
Sumber spesifikasi:
20 liter
(CV Putra Manunggal 100 rpm, 50 Watt 2
(R3-R8)
Jaya, 2010)
200 liter
100 rpm, 100 Watt 1
(R1-R2)
200 liter
100 rpm, 100 Watt 2
(R3-R8)
Kebutuhan
starter
(R1,R3,R5,
100 rpm, 400 Watt 4
R7,R8)
Kebutuhan
starter
100 rpm, 450 Watt 4
(R2,R4,R6)
Kebutuhan
Jamur
0 Watt 0
(R-R2)
Kebutuhan
Jamur
100 rpm, 150 Watt 2
(R3,R4,R5)
Kebutuhan
Jamur
100 rpm, 300 Watt 2
(R6,R7,R8)
Inkubasi
0 Watt 0
(R1-R2)
Inkubasi
150 Watt 4
(R3-R8)
Pre-hidrolisis
Dan SSF
100 Watt 16
(R1-R8)
5 Drum kultur R1 8
R2 8
Bahan stainless steel,
R3 14
dilengkapi termometer,
R4 14
pengaduk dan pipa
R5 14
pengalir uap panas,
R6 14
batch
R7 14
R8 14

60
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan
(Lanjutan)

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


6 Tangki pemasakan R1 4
R2 4
R3 Bahan stainless steel, 2
R4 dilengkapi termometer 2
R5 dan pipa pengalir uap 2
R6 panas, batch 2
R7 2
R8 2
7 Tangki sterilisasi R1 0
dan inkubasi R2 0
R3 Bahan stainless steel, 4
R4 dilengkapi termometer 4
R5 dan pipa pengalir uap 4
R6 panas, batch 4
R7 4
R8 4
8 Tangki R1 8
hidrotermolisis R2 8
Bahan stainless steel,
R3 8
dilengkapi termometer,
R4 8
mantel pemanas dan
R5 8
isolator panas asbes,
R6 8
batch
R7 8
R8 8
9 Tangki pre-hidrolisis R1 16
dan SSF R2 Bahan stainless steel, 16
R3 dilengkapi 16
R4 termometer,pengaduk, 16
R5 mantel pemanas dan 16
R6 isolator panas asbes, 16
R7 batch 16
R8 16

61
Lampiran 2. Keterangan jumlah dan spesifikasi alat-Alat yang digunakan
(Lanjutan)

No Nama Alat Rancangan Spesifikasi Jumlah


10 Tangki buffer R1 4
R2 4
R3 4
Bahan stainless steel,
R4 4
dilengkapi termometer,
R5 4
batch
R6 4
R7 4
R8 4
11 Tangki pemurnian R1 4
R2 4
R3 4
Bahan stainless steel,
R4 4
dilengkapi termometer,
R5 4
batch
R6 4
R7 4
R8 4
12 Boiler R1 1
Tipe pipa air dan api.
R2 1
Kapasitas produksi uap
R3 1
pemanas 6 kg/jam
R4 1
dengan kebutuhan air
R5 1
36 liter/detik. Bahan
R6 1
bakar limbah padat dan
R7 1
kayu
R8 1

62
Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku

Energi manusia
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Berjalan Berjalan Berjalan Mean
Rancangan Berdiri Berdiri Berdiri
Menyetir membawa total Menyetir membawa Menyetir membawa total PAL2
(Menunggu) (Menunggu) (Menunggu)
beban beban beban
R1 3.00 0.18 0.33 3.51 3.40 4.40 2.20 10.20 0.80 0.73 11.73 3.34
R2 3.00 0.24 0.33 3.57 3.40 4.40 1.40 10.20 1.05 0.47 11.72 3.28
R3 3.00 0.18 0.33 3.51 3.40 4.40 1.40 10.20 0.79 0.47 11.46 3.26
R4 3.00 0.24 0.33 3.57 3.40 4.40 1.40 10.20 1.04 0.47 11.71 3.28
R5 3.00 0.16 0.33 3.50 3.40 4.40 1.40 10.20 0.72 0.47 11.39 3.26
R6 3.00 0.22 0.33 3.55 3.40 4.40 1.40 10.20 0.95 0.47 11.62 3.27
R7 3.00 0.11 0.33 3.44 3.40 4.40 1.40 10.20 0.49 0.47 11.15 3.24
R8 3.00 0.15 0.33 3.48 3.40 4.40 1.40 10.20 0.64 0.47 11.31 3.25
63
Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku
(Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 3.51
R2 3.57
R3 3.51
R4 3.57
Alokasi Waktu Jam
R5 3.50
R6 3.55
R7 3.44
R8 3.48
R1 3.34
R2 3.28
R3 3.26
R4 3.28
PAL
R5 3.26
R6 3.27
R7 3.24
R8 3.25
Banyaknya pekerja 3 Orang
R1 10.29
R2 10.28
R3 10.05
R4 10.28
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 9.99
R6 10.19
R7 9.79
R8 9.92

64
Lampiran 3. Perhitungan energi pada tahap pengangkutan bahan baku
(Lanjutan)

Energi truk
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
Jarak tempuh 120.00 Kilometer
Kecepatan 40.00 Kilometer/jam
Jarak
Waktu tempuh 3.00 Jam
tempuh/kecepatan
R1 22.50 1 liter untuk 16 km
R2 25.71 1 liter untuk 14 km
R3 22.50 1 liter untuk 16 km
R4 25.71 1 liter untuk 14 km
Kebutuhan solar Liter
R5 22.50 1 liter untuk 16 km
R6 25.71 1 liter untuk 14 km
R7 20.00 1 liter untuk 18 km
R8 21.18 1 liter untuk 17 km
R1 868.50
R2 992.57
R3 868.50
R4 992.57
Energi truk MJ 1 liter = 38,6 MJ*
R5 868.50
R6 992.57
R7 772.00
R8 817.41
Keterangan:
Kebutuhan solar sesuai dengan spesifikasi truk
* Rahayu (2009)

65
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler

Kebutuhan uap

Persiapan bahan Perlakuan awal Pemurnian


Rancangan SSF (kg) Total (kg)
(kg) bahan (kg) (kg)

R1 3.14 724.18 17.05 23,450.16 24,194.52


R2 3.90 953.68 14.15 32,490.80 33,462.53
R3 9.00 632.29 15.40 23,450.16 24,061.52
R4 10.74 822.34 12.96 32,490.80 33,281.59
R5 10.51 602.06 15.40 23,450.16 24,032.80
R6 12.44 783.39 13.64 32,490.80 33,245.01
R7 11.49 490.92 13.67 23,450.16 23,859.41
R8 13.44 636.39 11.65 32,490.80 33,019.85

Energi mesin
Energi panas
Total kebutuhan Energi panas yang Penggunaan Penggunaan
yang
Rancangan uap pemanas m dibutuhkan kayu limbah padat
dibutuhkan
(kg) Q (kj)= (m x ) /  m(kg) m(kg)
Q (MJ)
R1 24,194.52 58,999,934.87 58,999.93 165.27 1,439.02
R2 33,462.53 81,600,572.47 81,600.57 228.57 1,990.26
R3 24,061.52 58,675,605.47 58,675.61 164.36 1,431.11
R4 33,281.59 81,159,350.73 81,159.35 227.34 1,979.50
R5 24,032.80 58,605,568.20 58,605.57 164.16 1,429.40
R6 33,245.01 81,070,148.88 81,070.15 227.09 1,977.32
R7 23,859.41 58,182,728.22 58,182.73 162.98 1,419.09
R8 33,019.85 80,521,064.23 80,521.06 225.55 1,963.93
Keterangan :
 (kalor bersih uap pemanas) = 2,414.18 Kj/kg
 (efisiensi alat) = 95%
Penggunaan kayu = 10% dari kebutuhan energi
Peggunaan limbah padat = 90% dari kebutuhan energi
Energi kayu bakar = 35.70 MJ/kg (Hasan, 2010)
Energi LTJ = 36.90 MJ/kg (Hasan, 2010)

66
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler (Lanjutan)

Energi manusia
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. Umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Mean
Berjalan, Berjalan, Berjalan,
Rancangan Pemindahan Pemindahan Pemindahan PAL2
mengangkut Total mengangkut mengangkut Total
limbah limbah limbah
limbah limbah limbah
R1 0.22 0.20 0.42 4.10 4.40 0.91 0.88 1.79 4.24
R2 0.31 0.28 0.59 4.10 4.40 1.26 1.22 2.48 4.24
R3 0.22 0.20 0.42 4.10 4.40 0.91 0.88 1.78 4.24
R4 0.31 0.28 0.58 4.10 4.40 1.26 1.21 2.47 4.24
R5 0.22 0.20 0.42 4.10 4.40 0.91 0.88 1.78 4.24
R6 0.31 0.28 0.58 4.10 4.40 1.25 1.21 2.47 4.24
R7 0.22 0.20 0.42 4.10 4.40 0.90 0.87 1.77 4.24
R8 0.30 0.27 0.58 4.10 4.40 1.25 1.20 2.45 4.24
67
Lampiran 4. Perhitungan energi pada boiler (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 0.42
R2 0.59
R3 0.42
R4 0.58
Alokasi Waktu Jam
R5 0.42
R6 0.58
R7 0.42
R8 0.58
R1 4.24
R2 4.24
R3 4.24
R4 4.24
PAL
R5 4.24
R6 4.24
R7 4.24
R8 4.24
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 0.53
R2 0.73
R3 0.52
R4 0.72
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 0.52
R6 0.72
R7 0.52
R8 0.72

68
Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Energi Listrik

Pompa (Watt) Pengaduk (Watt) Total Konsumsi Energi


Pembibitan Pembibitan
Rancangan 200 1,000 2,000 Pembibitan Pembibitan Pembibitan Pre-hidrolisis
kebutuhan kebutuhan Inkubasi Watt KWh MJ
liter/menit liter/menit liter/menit 1-5 liter 20 liter 200 liter dan SSF
jamur starter
R1 82,963.34 31,090.66 222,419.04 1,440.00 1,200.00 2,400.00 0.00 38,400.00 0.00 115,200.00 495,113.03 495.11 1,782.41
R2 112,119.83 41,011.30 267,358.25 1,440.00 1,200.00 2,400.00 0.00 43,200.00 0.00 76,800.00 545,529.37 545.53 1,963.91
R3 81,501.21 26,962.44 253,405.06 11,520.00 9,600.00 19,200.00 50,400.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00 706,988.71 706.99 2,545.16
R4 109,732.59 35,554.86 334,219.91 11,520.00 9,600.00 19,200.00 50,400.00 43,200.00 100,800.00 76,800.00 791,027.36 791.03 2,847.70
R5 81,783.38 27,533.68 232,884.30 11,520.00 9,600.00 19,200.00 50,400.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00 687,321.36 687.32 2,474.36
R6 110,078.74 36,281.53 306,929.63 11,520.00 9,600.00 19,200.00 100,800.00 43,200.00 100,800.00 76,800.00 815,209.89 815.21 2,934.76
R7 67,048.42 21,934.00 157,655.60 11,520.00 9,600.00 19,200.00 100,800.00 38,400.00 100,800.00 115,200.00 642,158.02 642.16 2,311.77
R8 90,240.70 28,932.30 207,981.68 11,520.00 9,600.00 19,200.00 100,800.00 38,400.00 100,800.00 76,800.00 684,274.68 684.27 2,463.39
Keterangan :
1 Watt = 0.001 KWh
1 Watt = 0.004 MJ
Kebutuhan watt sesuai dengan spesifikasi alat
69
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan

Pembiakan Jamur
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu Energi yang Dikeluarkan Waktu x Energi yang
1
(Jam) (PAR ) Dikeluarkan Mean
Rancangan
Berjalan, PAL2
Berjalan, mengontrol Berjalan
mengontrol
R1 0.00 0.00 0.00 0.00
R2 0.00 0.00 0.00 0.00
R3 1.50 3.20 4.80 3.20
R4 1.50 3.20 4.80 3.20
R5 1.50 3.20 4.80 3.20
R6 1.50 3.20 4.80 3.20
R7 1.50 3.20 4.80 3.20
R8 1.50 3.20 4.80 3.20

70
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Pembiakan Jamur
Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 0.00
R2 0.00
R3 1.50
Alokasi R4 1.50
Jam
Waktu R5 1.50
R6 1.50
R7 1.50
R8 1.50
R1 0.00
R2 0.00
R3 3.20
R4 3.20
PAL
R5 3.20
R6 3.20
R7 3.20
R8 3.20
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 0.00
R2 0.00
R3 1.40
BMR dalam 1 jam x
R4 1.40
TEE MJ waktu kerja x PAL x
R5 1.40
banyaknya pekerja
R6 1.40
R7 1.40
R8 1.40

71
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Pembiakan Starter
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu Energi yang Dikeluarkan Waktu x Energi yang
1
(Jam) (PAR ) Dikeluarkan
Rancangan Mean PAL2
Berjalan,
Berjalan, mengontrol Berjalan
mengontrol
R1 2.00 3.20 6.40 3.20
R2 2.00 3.20 6.40 3.20
R3 2.00 3.20 6.40 3.20
R4 2.00 3.20 6.40 3.20
R5 2.00 3.20 6.40 3.20
R6 2.00 3.20 6.40 3.20
R7 2.00 3.20 6.40 3.20
R8 2.00 3.20 6.40 3.20

72
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Pembiakan starter
Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 2.00
R2 2.00
R3 2.00
Alokasi R4 2.00
Jam
Waktu R5 2.00
R6 2.00
R7 2.00
R8 2.00
R1 3.20
R2 3.20
R3 3.20
R4 3.20
PAL
R5 3.20
R6 3.20
R7 3.20
R8 3.20
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 1.87
R2 1.87
R3 1.87
R4 1.87 BMR dalam 1 jam x waktu
TEE MegaJoule
R5 1.87 kerja x PAL
R6 1.87
R7 1.87
R8 1.87

73
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Penghancuran bahan
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL 1 0rang/2000 kg
Energi yang
Kegiatan Utama Alokasi Waktu Waktu x Energi
Dikeluarkan Mean PAL2
yang Dilakukan (Jam) yang Dikeluarkan
(PAR1)
Berdiri,
memasukkan 1.00 3.40 3.40
jagung
Mengangkut
jagung hasil 0.28 4.40 1.22
pipilan
Total 1.28 4.62 3.62

74
Lampiran 6. Energi manusia pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Penghancuran bahan
Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 2.08
R2 2.74
R3 2.07 (Berat yang harus
R4 2.73 dihancurkan x
Alokasi Waktu Jam
R5 1.88 waktu untuk 2000
R6 2.48 kg) / 2000 kg
R7 1.27
R8 1.68
R1 5.89
R2 7.76
(Waktu yang
R3 5.85
dibutuhkan x
R4 7.72
PAL PAL 1500 kg) /
R5 5.34
waktu untuk 1500
R6 7.03
kg
R7 3.61
R8 4.76
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 3.58
R2 6.23
BMR dalam 1
R3 3.54
jam x waktu kerja
R4 6.15
TEE MegaJoule x PAL x
R5 2.94
banyaknya
R6 5.11
pekerja
R7 1.34
R8 2.34

75
Lampiran 7. Energi mesin pada tahap persiapan bahan

Perhitungan Nilai Satuan Keterangan


Kebutuhan tenaga 3.50 HP
Konversi 9.38 MJ 1 HP = 2,68 MJ
Konversi 2.63 KWh 1 HP = 0,75 kWh
Dasar jumlah solar yang dibutuhkan mesin 0.24 Liter/jam
R1 1.63
R2 2.15
R3 1.62
R4 2.13
Alokasi Waktu Jam
R5 1.48
R6 1.94
R7 1.00
R8 1.32
R1 0.40
R2 0.52
R3 0.39
R4 0.52
Kebutuhan solar Liter
R5 0.36
R6 0.47
R7 0.24
R8 0.32
R1 15.26
R2 20.13
R3 15.17
R4 20.01
Energi mesin MegaJoule 1 liter = 38,6 MJ
R5 13.84
R6 18.23
R7 9.35
R8 12.34
* Rahayu (2009)

76
Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan

Pembiakan Jamur
Tahanan Kebutuhan
Luas Tahanan Tahanan Jumlah Kalor Jumlah uap
Konduksi Kebutuhan Kebutuhan Uap Pemanas Hari
Permukaan Konveksi Konduksi Asbes q (W)= Jumlah pemanas yang
Pembiakan Rancangan 2
Stainless Steel kalor per hari q energi panas Q per hari pemakaian
A (m )= R1 (°C/W)= R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+ alat (unit) dibutuhkan
R2 (°C/W)= (kj)= W x 3,6 (kj)= q/ m (kg/hari)= (hari)
2xxrx(r+t) 1/(xA) ∆x/(kxA) R3) alat m (kg)
∆x/(kxA) Q/
1 liter 0.03 9.91E-03 1.42E-02 1.42E+00 3.47 12.51 12.63 0.01 1 7 0.04
5 liter 0.11 2.91E-03 4.16E-03 4.16E-01 11.81 42.52 42.95 0.02 1 7 0.12
20 liter 0.32 1.06E-03 1.51E-03 1.51E-01 32.57 117.27 118.45 0.05 1 7 0.34
R1 1.48 2.26E-04 3.22E-04 3.22E-02 152.45 548.82 554.36 0.23 1 7 1.61
R2 0.00 0.00E+00 0.00E+00 0.00E+00 0.00 0.00 0.00 0.00 0 7 0.00
R3 0.00 0.00E+00 0.00E+00 0.00E+00 0.00 0.00 0.00 0.00 0 7 0.00
Kebutuhan R4 2.33 1.43E-04 2.04E-04 2.04E-02 240.50 865.80 874.54 0.36 2 7 5.07
jamur R5 2.95 1.13E-04 1.61E-04 1.61E-02 304.63 1,096.68 1,107.76 0.46 2 7 6.42
R6 2.95 1.13E-04 1.61E-04 1.61E-02 304.63 1,096.68 1,107.76 0.46 2 7 6.42
R7 3.62 9.20E-05 1.31E-04 1.31E-02 374.11 1,346.80 1,360.40 0.56 2 7 7.89
R8 3.98 8.38E-05 1.20E-04 1.20E-02 410.85 1,479.07 1,494.01 0.62 2 7 8.66
Keterangan :
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.180 Kj/kg Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.000 W/m2 °C Perbedaan suhu pada pembiakan jamur (∆T) = 8.00°C
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Konduktivitas panas asbes (k) = 0,21 W/m2 °C
Efisiensi alat () = 95%
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
77
Lampiran 8. Kebutuhan uap panas pada tahap persiapan bahan (Lanjutan)

Pembiakan Starter
Tahanan Tahanan
Luas Tahanan Jumlah Kalor Kebutuhan Jumlah uap
Konduksi Konduksi Kebutuhan Kebutuhan Hari
Permukaan Konveksi q (W)= Uap Pemanas Jumlah pemanas yang
Pembiakan Rancangan 2
Stainless Steel Asbes kalor per hari q energi panas Q pemakaian
A (m )= R1 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+ per hari m alat (unit) dibutuhkan
R2 (°C/W)= R3 (°C/W)= (kj)= W x 3,6 (kj)= q/ (hari)
2xxrx(r+t) 1/(xA) R3) (kg/hari)= Q/ alat m (kg)
∆x/(kxA) ∆x/(kxA)
1 liter 0.03 9.91E-03 1.42E-02 1.42E+00 3.47 12.51 12.63 0.01 1 1 0.01
5 liter 0.11 2.91E-03 4.16E-03 4.16E-01 11.81 42.52 42.95 0.02 1 1 0.02
20 liter 0.32 1.06E-03 1.51E-03 1.51E-01 32.57 117.27 118.45 0.05 1 1 0.05
200 liter 1.48 2.26E-04 3.22E-04 3.22E-02 152.45 548.82 554.36 0.23 1 1 0.23
R1 5.36 6.22E-05 8.89E-05 8.89E-03 553.15 1,991.34 2,011.45 0.83 4 1 3.33
R2 6.66 5.01E-05 7.15E-05 7.15E-03 687.43 2,474.74 2,499.74 1.04 4 1 4.14
R3 4.95 6.73E-05 9.62E-05 9.62E-03 511.06 1,839.82 1,858.41 0.77 4 1 3.08
Kebutuhan R4 5.78 5.77E-05 8.24E-05 8.24E-03 596.57 2,147.66 2,169.36 0.90 4 1 3.59
jamur R5 4.95 6.73E-05 9.62E-05 9.62E-03 511.06 1,839.82 1,858.41 0.77 4 1 3.08
R6 6.21 5.37E-05 7.67E-05 7.67E-03 641.33 2,308.80 2,332.12 0.97 4 1 3.86
R7 4.56 7.32E-05 1.05E-04 1.05E-02 470.31 1,693.12 1,710.22 0.71 4 1 2.83
R8 5.36 6.22E-05 8.89E-05 8.89E-03 553.15 1,991.34 2,011.45 0.83 4 1 3.33
Keterangan :
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.18 Kj/kg Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.000 W/m2 °C Perbedaan suhu pada pembiakan starter (∆T) = 8.0°C
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Efisiensi alat () = 95%
Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
78
Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi

Penghancuran bahan
Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan

Melakukan Melakukan Melakukan


Mean
Rancangan Berdiri, pekerjaan Berdiri, pekerjaan Berdiri, pekerjaan
Berjalan, Berjalan, Berjalan, PAL2
memasukkan ringan total memasukkan ringan memasukkan ringan total
Mengontrol Mengontrol Mengontrol
bahan (membuka bahan (membuka bahan (membuka
katup, dll) katup, dll) katup, dll)
R1 0.49 0.33 0.33 1.15 3.40 3.20 1.40 1.66 1.07 0.47 3.19 2.76
R2 0.64 0.33 0.33 1.31 3.40 3.20 1.40 2.18 1.07 0.47 3.72 2.84
R3 0.45 0.17 0.67 1.28 3.40 3.20 1.40 1.53 0.53 0.93 2.99 2.33
R4 0.59 0.17 0.67 1.43 3.40 3.20 1.40 2.01 0.53 0.93 3.48 2.44
R5 0.41 0.17 0.67 1.24 3.40 3.20 1.40 1.39 0.53 0.93 2.86 2.30
R6 0.54 0.17 0.67 1.37 3.40 3.20 1.40 1.84 0.53 0.93 3.30 2.40
R7 0.28 0.17 0.67 1.11 3.40 3.20 1.40 0.94 0.53 0.93 2.41 2.17
R8 0.37 0.17 0.67 1.20 3.40 3.20 1.40 1.24 0.53 0.93 2.71 2.26
79
Lampiran 9. Energi manusia pada tahap delignifikasi (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 1.15
R2 1.31
R3 1.28
R4 1.43
Alokasi Waktu Jam
R5 1.24
R6 1.37
R7 1.11
R8 1.20
R1 2.76
R2 2.84
R3 2.33
R4 2.44
PAL
R5 2.30
R6 2.40
R7 2.17
R8 2.26
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 0.93
R2 1.09
R3 0.88
R4 1.02
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 0.84
R6 0.97
R7 0.70
R8 0.79

80
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi

Tangki Pemasakkan
Energi panas yang Jumlah uap pemanas yang
Massa Bahan per Hari
Rancangan dibutuhkan dibutuhkan
m (kg)
Q (kj)= (m x Cp x ∆T)/ m (kg)= Q / 
R1 21,745.31 1,675,814.92 694.15
R2 28,679.97 2,210,237.97 915.52
R3 16,273.12 1,254,097.40 519.47
R4 21,481.45 1,655,480.21 685.73
R5 15,528.82 1,196,737.27 495.71
R6 20,483.11 1,578,542.83 653.86
R7 10,588.01 815,970.77 337.99
R8 13,975.36 1,077,018.91 446.12
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan (Cp) = 1.54 Kj/kg °C
Perbedaan suhu pada pemasakkan (jalur biologis) (∆T) = 49.60°C
Perbedaan suhu pada pemasakkan (jalur kimiawi) (∆T) = 75.00°C
Efisiensi alat ( 95%
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.18 Kj/kg
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)

81
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi (Lanjutan)

Tangki sterilisasi
Tahanan
Tahanan Kebutuhan Jumlah uap
Luas Tahanan Konduksi Kebutuhan
Konduksi Jumlah kalor Kebutuhan Uap Pemanas Jumlah Jumlah hari pemanas yang
permukaan konveksi Stainless kalor per hari
Rancangan Asbes q (W)= energi panas per hari alat pemakaian dibutuhkan
A (m2)= R1 (°C/W)= Steel q (kj)=
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) Q (kj)= q/ m (kg/hari)= (unit) (Hari) alat
2xxrx(r+t) 1/(hxA) R2 (°C/W)= Wx3,6
∆x/(kxA) Q/ m (kg)
∆x/(kxA)
R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R3 6.47 5.15E-05 7.36E-05 7.36E-03 2,939.44 10,581.99 10,688.88 4.43 4 0.01 0.25
R4 7.89 4.23E-05 6.04E-05 6.04E-03 3,583.18 12,899.44 13,029.74 5.40 4 0.01 0.30
R5 6.47 5.15E-05 7.36E-05 7.36E-03 2,939.44 10,581.99 10,688.88 4.43 4 0.01 0.25
R6 7.89 4.23E-05 6.04E-05 6.04E-03 3,583.18 12,899.44 13,029.74 5.40 4 0.01 0.30
R7 5.59 5.96E-05 8.52E-05 8.52E-03 2,539.68 9,142.84 9,235.19 3.83 4 0.01 0.21
R8 6.93 4.81E-05 6.87E-05 6.87E-03 3,148.14 11,333.31 11,447.79 4.74 4 0.01 0.26
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan (Cp) = 1.54 Kj/kg °C Efisiensi alat (   95%
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Perbedaan suhu pada sterilisasi (∆T) = 21.00°C
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.18 Kj/kg Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
82
Lampiran 10. Kebutuhan uap panas pada tahap delignifikasi (Lanjutan)

Tangki inkubasi
Tahanan Tahanan Kebutuhan Kebutuhan
Luas Tahanan Jumlah uap
Konduksi Konduksi Jumlah kalor kalor per Kebutuhan Uap Pemanas Jumlah Hari
permukaan konveksi pemanas yang
Rancangan 2
Stainless Steel Asbes q (W)= hari energi panas per hari m alat pemakaian
A (m )= R1 (°C/W)= dibutuhkan alat
R2 (°C/W)= R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Q (kj)= q/ (kg/hari)= (unit) (hari)
2xxrx(r+t) 1/(hxA) m (kg)
∆x/(kxA) ∆x/(kxA) Wx3,6 Q/
R1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
R3 6.47 5.15E-05 7.36E-05 7.36E-03 1,068.89 3,848.00 3,886.86 1.61 4 7 45.08
R4 7.89 4.23E-05 6.04E-05 6.04E-03 1,302.97 4,690.71 4,738.09 1.96 4 7 54.95
R5 6.47 5.15E-05 7.36E-05 7.36E-03 1,068.89 3,848.00 3,886.86 1.61 4 7 45.08
R6 7.89 4.23E-05 6.04E-05 6.04E-03 1,302.97 4,690.71 4,738.09 1.96 4 7 54.95
R7 5.59 5.96E-05 8.52E-05 8.52E-03 2,528.13 9,101.28 9,193.21 3.81 4 7 106.62
R8 6.93 4.81E-05 6.87E-05 6.87E-03 3,133.83 11,281.79 11,395.75 4.72 4 7 132.17
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan (Cp) = 1.54 Kj/kg °C Efisiensi alat (   95%
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Konduktivitas panas asbes (k) = 0.210 W/m2 °C
Perbedaan suhu pada inkubasi (∆T) R3 sampai R6 = 5.00°C Kalor bersih uap pemanas () = 2.414.18 Kj/kg
Perbedaan suhu pada inkubasi (∆T) R7 sampai R8 = 18.90°C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
83
Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II

Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan

Melakukan pekerjaan Melakukan pekerjaan Melakukan pekerjaan


Rancangan Berjalan, Berjalan, Berjalan, Mean PAL2
ringan (membuka total ringan (membuka ringan (membuka total
mengontrol mengontrol mengontrol
katup, dll) katup, dll) katup, dll)
R1 0.33 1.33 1.67 1.40 3.20 0.47 1.07 1.53 0.92
R2 0.33 1.33 1.67 1.40 3.20 0.47 1.07 1.53 0.92
R3 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
R4 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
R5 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
R6 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
R7 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
R8 0.67 1.33 2.00 1.40 3.20 0.93 2.13 3.07 1.53
84
Lampiran 11. Energi manusia pada tahap hidrotermal I dan II (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 0.33
R2 0.33
R3 0.67
R4 0.67
Alokasi Waktu Jam
R5 0.67
R6 0.67
R7 0.67
R8 0.67
R1 1.40
R2 1.40
R3 1.40
R4 1.40
PAL
R5 1.40
R6 1.40
R7 1.40
R8 1.40
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 0.14
R2 0.14
R3 0.27
R4 0.27
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 0.27
R6 0.27
R7 0.27
R8 0.27

85
Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal

Hidrotermal I
Tahanan
Tahanan Kebutuhan
Luas Tahanan Konduksi Jumlah uap
Konduksi Jumlah kalor Kebutuhan Kebutuhan Uap Pemanas Jumlah Hari
permukaan konveksi Stainless pemanas yang
Rancangan 2
Asbes q (W)= kalor per hari energi panas Q per hari alat Pemakaian
A (m )= R1 (°C/W)= Steel dibutuhkan alat
R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6 (kj) = q/ m (kg/hari)= (unit) (Hari)
2xxrx(r+t) 1/(hxA) R2 (°C/W)= m (kg)
∆x/(kxA) Q/
∆x/(kxA)
R1 10.87 3.07E-05 4.38E-05 4.38E-03 25,485.92 91,749.30 92,676.06 38.39 8 0.1 25.59
R2 13.81 2.41E-05 3.45E-05 3.45E-03 32,388.35 116,598.07 117,775.83 48.79 8 0.1 32.52
R3 11.60 2.87E-05 4.11E-05 4.11E-03 28,899.30 104,037.49 105,088.38 43.53 8 0.2 58.04
R4 13.98 2.38E-05 3.41E-05 3.41E-03 34,833.98 125,402.34 126,669.03 52.47 8 0.2 69.96
R5 10.48 3.18E-05 4.54E-05 4.54E-03 26,125.49 94,051.75 95,001.77 39.35 8 0.2 52.47
R6 12.76 2.61E-05 3.73E-05 3.73E-03 31,802.14 114,487.69 115,644.13 47.90 8 0.2 63.87
R7 7.93 4.21E-05 6.01E-05 6.01E-03 19,732.63 71,037.48 71,755.03 29.72 8 0.2 39.63
R8 9.95 3.35E-05 4.79E-05 4.79E-03 24,758.41 89,130.29 90,030.60 37.29 8 0.2 49.72
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C Efisiensi alat ( 95%
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R1 dan R2 (∆T) = 46.40°C Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C
Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R3 dan R6 (∆T) = 91.00°C Kalor bersih uap pemanas () = 2.414.18 Kj/kg
Perbedaan suhu pada Hidrotermal I R7 dan R8 (∆T) = 77.10°C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
86
Lampiran 12. Kebutuhan uap panas pada tahap hidrotermal (Lanjutan)

Hidrotermal II
Kebutuhan
Jumlah uap
Luas Tahanan Tahanan Tahanan Kebutuhan Uap
Jumlah kalor Kebutuhan Jumlah Hari pemanas yang
permukaan konveksi Konduksi Konduksi energi Pemanas per
Rancangan q (W)= kalor per hari alat Pemakaian dibutuhkan
A (m2)= R1 (°C/W)= R2 (°C/W)= R3 (°C/W)= panas hari
∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6 (unit) (Hari) alat
2xxrx(r+t) 1/(hxA) ∆x/(kxA) ∆x/(kxA) Q (kj)= q/ m (kg/hari)=
m (kg)
Q/
R1 10.87 3.07E-05 4.38E-05 4.38E-03 13,243.52 47,676.67 48,158.25 19.95 1 2.78.E-02 4.43
R2 13.81 2.41E-05 3.45E-05 3.45E-03 16,830.31 60,589.10 61,201.11 25.35 1 2.78.E-02 5.63
R3 11.60 2.87E-05 4.11E-05 4.11E-03 14,126.42 50,855.11 51,368.80 21.28 1 0.1 9.46
R4 13.98 2.38E-05 3.41E-05 3.41E-03 17,027.38 61,298.57 61,917.75 25.65 1 0.1 11.40
R5 10.48 3.18E-05 4.54E-05 4.54E-03 12,770.54 45,973.93 46,438.31 19.24 1 0.1 8.55
R6 12.76 2.61E-05 3.73E-05 3.73E-03 15,545.37 55,963.33 56,528.61 23.42 1 0.1 10.41
R7 7.93 4.21E-05 6.01E-05 6.01E-03 9,656.73 34,764.24 35,115.39 14.55 1 0.1 6.46
R8 9.95 3.35E-05 4.79E-05 4.79E-03 12,116.24 43,618.48 44,059.07 18.25 1 0.1 8.11
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C
Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C
Efisiensi alat ( 95%
Kalor bersih uap pemanas () = 2.414.18 Kj/kg
Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Perbedaan suhu pada Hidrotermal II (∆T) = 59.00°C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
87
Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF

Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Melakukan Melakukan Melakukan
Berdiri, pekerjaan Berdiri, pekerjaan Berdiri, pekerjaan
Rancangan Berjalan, Berjalan Berjalan Mean PAL2
memasukkan ringan total memasukkan ringan memasukkan ringan total
mengontrol mengontrol mengontrol
bahan (membuka bahan (membuka bahan (membuka
katup, dll) katup, dll) katup, dll)
R1 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.03 3.73 4.27 8.03 2.00
R2 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.04 3.73 4.27 8.04 2.00
R3 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.03 3.73 4.27 8.03 2.00
R4 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.03 3.73 4.27 8.03 2.00
R5 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.03 3.73 4.27 8.03 2.00
R6 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.04 3.73 4.27 8.04 2.00
R7 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.02 3.73 4.27 8.02 2.00
R8 0.01 2.67 1.33 4.01 3.40 1.40 3.20 0.03 3.73 4.27 8.03 2.00
88
Lampiran 13. Energi manusia pada tahap pre-hidrolisis dan SSF (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 4.01
R2 4.01
R3 4.01
Alokasi R4 4.01
Jam
Waktu R5 4.01
R6 4.01
R7 4.01
R8 4.01
R1 2.00
R2 2.00
R3 2.00
R4 2.00
PAL
R5 2.00
R6 2.00
R7 2.00
R8 2.00
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 2.35
R2 2.35
R3 2.35
R4 2.35
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 2.35
R6 2.35
R7 2.35
R8 2.35

89
Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF

Pre-Hidrolisis
Jumlah uap
Kebutuhan
Luas Tahanan Tahanan Tahanan pemanas
Jumlah kalor Kebutuhan Kebutuhan Uap Pemanas Jumlah Hari
permukaan konveksi Konduksi Konduksi yang
Rancangan 2
q (W)= kalor per hari energi panas per hari alat Pemakaian
A (m )= R1 (°C/W)= R2 (°C/W)= R3 (°C/W)= dibutuhkan
∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6 Q (kj)= q/ m (kg/hari)= (unit) (Hari)
2xxrx(r+t) 1/(hxA) ∆x/(kxA) ∆x/(kxA) alat
Q/
m (kg)
R1 12.13 1.65E-02 2.14E-01 5.95E-02 391.09 1,407.93 1,422.15 0.59 16 0.25 2.36
R2 14.13 1.42E-02 1.84E-01 5.11E-02 455.54 1,639.95 1,656.52 0.69 16 0.25 2.74
R3 10.86 1.84E-02 2.39E-01 6.65E-02 372.29 1,340.26 1,353.79 0.56 16 0.25 2.24
R4 12.79 1.56E-02 2.03E-01 5.65E-02 438.15 1,577.33 1,593.27 0.66 16 0.25 2.64
R5 10.86 1.84E-02 2.39E-01 6.65E-02 372.29 1,340.26 1,353.79 0.56 16 0.25 2.24
R6 13.45 1.49E-02 1.93E-01 5.37E-02 460.99 1,659.55 1,676.32 0.69 16 0.25 2.78
R7 9.65 2.07E-02 2.69E-01 7.49E-02 330.23 1,188.81 1,200.82 0.50 16 0.25 1.99
R8 11.49 1.74E-02 2.26E-01 6.28E-02 393.35 1,416.05 1,430.36 0.59 16 0.25 2.37
Keterangan:
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C Efisiensi alat (   95%
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C Perbedaan suhu pada Pre-Hidrolisis = 20.00°C
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.18 Kj/kg
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
90
Lampiran 14. Kebutuhan uap panas pada tahap pre-hidrolisis dan SSF (Lanjutan)

SSF
Tahanan Tahanan Kebutuhan Uap Jumlah uap
Luas Tahanan Kebutuhan
Konduksi Konduksi Jumlah kalor Kebutuhan Pemanas per Jumlah Hari pemanas yang
permukaan konveksi energi
Rancangan Stainless Steel Asbes q (W)= kalor per hari hari alat pemakaian dibutuhkan
A (m2)= R1 (°C/W)= panas Q
R2 (°C/W)= R3 (°C/W)= ∆T/(R1+R2+R3) q (kj)= Wx3,6 m (kg/hari)= (unit) (hari) alat
2xxrx(r+t) 1/(hxA) (kj)= q/
∆x/(kxA) ∆x/(kxA) Q/ m (kg)
R1 12.13 1.65E-02 2.14E-01 5.95E-02 203.23 731.62 739.01 0.31 16 3 14.69
R2 14.13 1.42E-02 1.84E-01 5.11E-02 236.72 852.19 860.79 0.36 16 2 11.41
R3 10.86 1.84E-02 2.39E-01 6.65E-02 181.98 655.14 661.75 0.27 16 3 13.16
R4 12.79 1.56E-02 2.03E-01 5.65E-02 214.17 771.03 778.81 0.32 16 2 10.32
R5 10.86 1.84E-02 2.39E-01 6.65E-02 181.98 655.14 661.75 0.27 16 3 13.16
R6 13.45 1.49E-02 1.93E-01 5.37E-02 225.34 811.22 819.41 0.34 16 2 10.86
R7 9.65 2.07E-02 2.69E-01 7.49E-02 161.61 581.78 587.66 0.24 16 3 11.68
R8 11.49 1.74E-02 2.26E-01 6.28E-02 192.50 692.99 699.99 0.29 16 2 9.28
Keterangan :
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.18 Kj/kg
Koefisien pindah panas bahan stainless steel (h) = 3,000.00 W/m2 °C
Konduktivitas panas stainless steel (k) = 21.00 W/m2 °C
Tabal tangki (∆x) = 0.01 Meter
Perbedaan suhu pada SSF (∆T) = 8.00°C
Konduktivitas panas asbes (k) = 0.21 W/m2 °C
Efisiensi alat () = 95%
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)
91
Lampiran 15. Energi manusia pada tahap pemurnian

Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Rancangan Mean PAL2
Berjalan, mengontrol Berjalan, mengontrol Berjalan, mengontrol

R1 1.00 3.20 3.20 3.20


R2 1.00 3.20 3.20 3.20
R3 1.00 3.20 3.20 3.20
R4 1.00 3.20 3.20 3.20
R5 1.00 3.20 3.20 3.20
R6 1.00 3.20 3.20 3.20
R7 1.00 3.20 3.20 3.20
R8 1.00 3.20 3.20 3.20
92
Lampiran 15. Energi Manusia Pada Tahap Pemurnian (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 1.00
R2 1.00
R3 1.00
R4 1.00
Alokasi Waktu Jam
R5 1.00
R6 1.00
R7 1.00
R8 1.00
R1 3.20
R2 3.20
R3 3.20
R4 3.20
PAL
R5 3.20
R6 3.20
R7 3.20
R8 3.20
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 0.94
R2 0.94
R3 0.94
R4 0.94 BMR dalam 1 jam x waktu kerja x
TEE MegaJoule
R5 0.94 PAL
R6 0.94
R7 0.94
R8 0.94

93
Lampiran 16. Kebutuhan uap panas pada tahap pemurnian

Evaporator
Air yang Kebutuhan Energi
Massa Umpan Kebutuhan Uap Panas (kg)=
Rancangan diuapkan Panas per hari
F (kg) [(Vxhv)-(Fxhf)]/
V (kg) Q (kj)= (mx)/
R1 28,169.01 27,746.79 23,437.46 57,153,793.65
R2 38,854.81 38,432.58 32,478.10 79,199,984.99
R3 28,169.01 27,746.79 23,437.46 57,153,793.65
R4 38,854.81 38,432.58 32,478.10 79,199,984.99
R5 28,169.01 27,746.79 23,437.46 57,153,793.65
R6 38,854.81 38,432.58 32,478.10 79,199,984.99
R7 28,169.01 27,746.79 23,437.46 57,153,793.65
R8 38,854.81 38,432.58 32,478.10 79,199,984.99

Distilator
Air yang Kebutuhan Energi
Massa Umpan Kebutuhan Uap Panas (kg)=
Rancangan diuapkan Panas per hari
F (kg) [(Vxhv)-(Fxhf)]/
V (kg) Q (kj)= (mx)/
R1 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R2 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R3 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R4 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R5 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R6 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R7 422.22 22.22 12.70 30,958.47
R8 422.22 22.22 12.70 30,958.47
Keterangan :
Panas laten penguapan air (hv) = 2.257.000 Kj/kg
Panas laten bahan pada tahap evaporasi (hf) = 214.500 Kj/kg
Panas laten bahan pada tahap distilasi (hf) = 62.700 Kj/kg
Suhu umpan pada evaporasi (T1) = 25.000 °C
Suhu umpan pada distilasi (T1) = 60.000 °C
Suhu ruang evaporator (Tf) = 90.000 °C
Suhu ruang distilator (Tf) = 79.000 °C
Efisiensi alat (    95%
Kalor bersih uap pemanas () = 2,414.180 Kj/kg
Tabal tangki (∆x) = 0.010 Meter
Perbedaan suhu pada Pre-Hidrolisis = 20.000°C
Literatur perhitungan: Peavy, et al. (2002)

94
Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL

Asumsi :
1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki
2. Berat pekerja sama yaitu 65 kg
3. umur pekerja berada diantara 18 - 30 tahun
Nilai PAL seluruh pekerja
Alokasi Waktu (Jam) Energi yang Dikeluarkan (PAR1) Waktu x Energi yang Dikeluarkan
Mean
Rancangan Pemindahan Berjalan, Pemindahan Berjalan, mengangkut Pemindahan Berjalan, PAL2
Total Total
limbah mengangkut limbah limbah limbah limbah mengangkut limbah

R1 8.65 7.78 16.43 4.10 4.40 35.45 34.24 69.69 4.24


R2 10.54 9.48 20.02 4.10 4.40 43.20 41.72 84.92 4.24
R3 9.81 8.83 18.64 4.10 4.40 40.22 38.85 79.06 4.24
R4 13.03 11.73 24.76 4.10 4.40 53.43 51.61 105.04 4.24
R5 9.05 8.14 17.19 4.10 4.40 37.09 35.83 72.92 4.24
R6 12.02 10.82 22.84 4.10 4.40 49.28 47.60 96.88 4.24
R7 6.18 5.56 11.74 4.10 4.40 25.34 24.47 49.81 4.24
R8 8.23 7.41 15.64 4.10 4.40 33.74 32.59 66.33 4.24
95
Lampiran 17. Energi manusia pada tahap IPAL (Lanjutan)

Nilai TEE
Perhitungan Nilai Satuan Keterangan
BMR dalam 1 hari 7.02 MJ/hari FAO, 2001
BMR dalam 1 jam 0.29 MJ/jam FAO, 2001
R1 16.43
R2 20.02
R3 18.64
R4 24.76
Alokasi Waktu Jam
R5 17.19
R6 22.84
R7 11.74
R8 15.64
R1 4.24
R2 4.24
R3 4.24
R4 4.24
PAL
R5 4.24
R6 4.24
R7 4.24
R8 4.24
Banyaknya pekerja 1 Orang
R1 20.38
R2 24.84
R3 23.13
R4 30.72
TEE MegaJoule BMR dalam 1 jam x waktu kerja x PAL
R5 21.33
R6 28.34
R7 14.57
R8 19.40

96
Lampiran 18. Neraca massa R1

LTJ Pengecilan
3,253.90 kg Ukuran

Cacahan LTJ
3,253.90 kg

Air
123,088.57 kg Air Buangan
Delignifikasi
Ca(OH)2 117,266.42 kg
251.15 kg

LTJ
Terdelignifikasi
9,327.20 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
51,850.14 kg
51,331.68 kg

Padatan I
9,845.65 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
47,480.333 kg
16.908,12 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
9,327.20 kg
31,090.66 kg

Enzim
xilanase
0.02 kg
Larutan Sitrat
fosfat (pH=5) Padatan
31,090.66 kg Enzim 31,975.00 kg
selulase
Enzim 1.44 kg Pre-Hidrolisis dan
b-glukosidase SSCF
0.02 kg
Starter CO2
6,218.13 kg 360.78 kg

Urea 24%
62.18 kg

Cairan hasil
fermentasi
45,454.55 kg

Air dan Loss


Pemurnian
45,054.55 kg

Alkohol 95%
400 kg

Keterangan :
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.015 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

97
Lampiran 19. Neraca massa R2

LTJ Pengecilan
4,292.18 kg Ukuran

Cacahan LTJ
4,292.18 kg

Air
162,347.46 kg Air Buangan
Delignifikasi
Ca(OH)2 115,667.54 kg
331.28 kg

LTJ
Terdelignifikasi
12,303.39 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
42,379.63 kg
41,695.75 kg

Padatan I
12,987.27 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
62,631.15 kg
22,303.74 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
12,303.39 kg
41,011.30 kg

Enzim
xilanase
0.03 kg
Larutan sitrat
fosfat (pH=5) Padatan
41,011.30 kg 39,545.18 kg
Enzim
selulase
Enzim 1.90 kg Pre-Hidrolisis dan
b-glukosidase SSCF
0.03 kg
Starter CO2
8,202.26 kg 360.78 kg

Urea 24%
82.02 kg

Cairan hasil
fermentasi
62,706.27 kg

Air dan Loss


Pemurnian
62,306.27 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.009 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

98
Lampiran 20. Neraca massa R3

LTJ Pengecilan
3,235.49 kg Ukuran

Cacahan LTJ
3.235,49 kg

Air
Air Buangan
162,975.01 kg Delignifikasi
159,098.89 kg
Jamur
977.12 kg

LTJ
Terdelignifikasi
8,088.73 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
43,218.02 kg
641,516.81 kg

Padatan I
9,789.94 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
47,212.03 kg
21,950.80 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
8,088.73 kg
26,962.44 kg

Enzim
xilanase
0.03 kg
Larutan sitrat
fosfat (pH=5) Padatan
26,962.44 kg 27,681.84 kg
Enzim
selulase
Enzim 1.62 kg Pre-Hidrolisis dan
b-glukosidase SSCF
0.03 kg
Starter CO2
5,392.49 kg 360.78 kg

Urea 24%
53.92 kg

Cairan hasil
fermentasi
39,419.09 kg

Air dan Loss


Pemurnian
39,019.09 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.015 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

99
Lampiran 21. Neraca massa R4

LTJ Pengecilan
4,266.58 kg Ukuran

Cacahan
LTJ
4,266.58 kg

Air
214,912.05 kg Air Buangan
Delignifikasi
209,800.68 kg
Jamur
1,288.51 kg

LTJ
Terdelignifikasi
10,666.46 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
57,050.26 kg
54,806.90 kg

Padatan I
12,909.81 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
62,257.60 kg
28,946.10 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
10,666.46 kg
32,555.86 kg

Enzim
xilanase
Sitrat fosfat 0.04 kg
(pH=5) Padatan
35,554.86 kg Enzim 34,236.31 kg
selulase
Enzim 2.14 kg Pre-Hidrolisis dan
b-glukosidase SSCF
0.04 kg
Starter CO2
7,110.97 kg 360.78 kg
Urea 24%
71.11 kg

Cairan hasil
fermentasi
54,363.38 kg

Air dan Loss


Pemurnian
53,963.38 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.009 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

100
Lampiran 22. Neraca massa R5

LTJ Pengecilan
2,950.04 kg Ukuran

Cacahan LTJ
2,950.04 kg

Air
148,596.31 kg Air Buangan
Delignifikasi
144,643.27 kg
Jamur
1,357.02 kg

LTJ
Terdelignifikasi
8,260.10 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
41,241.31 kg
40,575.20 kg

Padatan I
8,926.211 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
43,046.68 kg
16,179.11 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
8,260.10 kg
27,533.68 kg

Enzim
xilanase
0.02 kg
Larutan sitrat
fosfat (pH=5) Padatan
27,533.68 kg 28,275.99 kg
Enzim
selulase
1.70 kg Pre-Hidrolisis dan
Enzim
b-glukosidase SSCF
0.03 kg
Starter CO2
5,506.74 kg 360.78 kg

Urea 24%
55.07 kg

Cairan hasil
fermentasi
40,254.24 kg

Air dan Loss


Pemurnian
39,854.24 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.015 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

101
Lampiran 23. Neraca massa R6

LTJ Pengecila
3,887.31 kg n Ukuran

Cacahan LTJ
3,887.31 kg

Air
Air Buangan
195,807.51 Delignifika
190,598.52
kg si
Jamur kg
1,788.16 kg

LTJ
Terdelignifikasi
10,884.46 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
54,398.88 kg
53,521.14 kg

Padatan I
11,762.20 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
56,723.23 kg
21,319.45 kg

Padatan II Cairan
10,884.46 kg Hidrotermal II
36,281.53 kg

Enzim
xilanase
Larutan 0.02 kg
sitrat fosfat
(pH=5) Padatan
36,281.53 34,943.44 kg
kg Enzim
selulase
2.23 kg Pre-Hidrolisis dan
Enzim SSCF
b-glukosidase
0.04 kg
Starter CO2
7,256.31 kg 360.78 kg

Urea 24%
72.56 kg

Cairan hasil
fermentasi
55,474.45 kg

Air dan Loss


Pemurnian
55,074.45 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.009 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

102
Lampiran 24. Neraca massa R7

LTJ Pengecilan
1,994.00 kg Ukuran

Cacahan LTJ
1,994.00 kg

Air
100,439.79 kg Air Buangan
Delignifikasi
97,847.58 kg
Jamur
1,994.00 kg

LTJ
Terdelignifikasi
6,580.20 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
28,119.54 kg
28,666.30 kg

Padatan I
6,033.44 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
29,096.27 kg
6,615.51 kg

Padatan II Cairan
Hidrotermal II
6,580.20 kg
21,934.00 kg

Enzim
xilanase
Larutan sitrat 0.01 kg
fosfat (pH=5) Padatan
21,934.00 kg Enzim 22,452.10 kg
selulase
Enzim 1.47 kg
b-glukosidase Pre-Hidrolisis dan
0.02 kg SSCF
Starter
4,386.80 kg
CO2
360.78 kg

Urea 24%
43.87 kg

Cairan hasil
fermentasi
32,067.51 kg

Air dan Loss


Pemurnian
31,667.51 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.015 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

103
Lampiran 25. Neraca massa R8

LTJ Pengecilan
2,630.21 kg Ukuran

Cacahan LTJ
2,630.21 kg

Air
132,486.26 kg
Air Buangan
Delignifikasi
129,066.99 kg
Jamur
2,630.21 kg

LTJ
Terdelignifikasi
8,679.69 kg

Cairan
Air
Hidrotermal I Hidrotermal I
37,115.64 kg
37,836.85 kg

Padatan I
7,958.48 kg

Cairan
Air
Hidrotermal II Hidrotermal II
38,379.78 kg
8,726.27 kg

Cairan
Padatan II
Hidrotermal II
8,679.69 kg
28,932.30 kg

Enzim
xilanase
Larutan sitrat 0.02 kg
fosfat (pH=5) Padatan
28,932.30 kg Enzim 27,792.34 kg
selulase
1.94 kg
Enzim Pre-Hidrolisis dan
b-glukosidase SSCF
0.03 kg
Starter
CO2
5,786.46 kg
360.78 kg

Urea 24%
57.86 kg

Cairan hasil
fermentasi
44,237.49 kg

Air dan Loss


Pemurnian
43,837.49 kg

Alkohol
95%
400 kg

Keterangan :
- Jamur = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + inokulum
- Penggunaan enzim selulase = 14 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim xylanase = 6 unit/gr selulosa
- Penggunaan enzim -glukosidase = 1 unit/gr selulosa
- Aktivitas enzim selulase = 6 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim xylanase = 80 unit/mg enzim
- Aktivitas enzim -glukosidase = 25.7 unit/mg enzim
- Larutan sitrat fosfat = 50% cairan, 25.7% Na2HPO4(0.2M), 24.3% sitrat (0.1M)
- Starter = Media cair (komposisi sesuai metode pada tinjauan pustaka) + starter
(0.009 sel/kg)
- Urea 24% = 0.12 kg/120 kg H2+buffer

104

Anda mungkin juga menyukai