Oleh
ANAK AGUNG PURNAMA
F34101036
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANAK AGUNG PURNAMA
F34101036
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
13
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANAK AGUNG PURNAMA
F34101036
Disetujui,
Bogor, 13 Januari 2006
Pembimbing Akademik II
Pembimbing Akademik I
14
RINGKASAN
Gula yang dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officianarum L.) merupakan
salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) bagi masyarakat Indonesia. Data
Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kebutuhan ataupun konsumsi gula
masyarakat Indonesia mencapai 3,6 juta ton per tahun untuk sensus penduduk tahun
2000 yang berjumlah 206,3 juta jiwa (BPS, 2001). Namun, tingkat produksi yang
hanya mencapai 1,7 juta ton per tahun mengakibatkan kekurangan pasokan gula yang
ditutupi oleh impor gula sebesar 1,9-2,0 juta ton per tahun.
Di sisi lain, menurut penilaian KLH (2004), hampir seluruh pabrik gula di
Indonesia tergolong pada kategori merah (pelaksanaan atau upaya pengendalian
pencemaran lingkungan hidup belum mencapai persyaratan minimum sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku) atau kategori hitam (tidak atau belum
melaksanakan upaya pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
yang berarti). Rendahnya kinerja lingkungan pabrik gula tersebut antara lain karena
belum adanya pendekatan pengelolaan lingkungan yang efektif, efisien dengan biaya
yang terjangkau.
Alternatif pendekatan pengelolaan lingkungan yang dapat memberikan manfaat
lingkungan sekaligus manfaat ekonomi adalah pendekatan produksi bersih, yaitu
suatu pendekatan pengelolaan lingkungan yang memprioritaskan reduksi limbah di
sumbernya, pemanfaatan limbah/hasil samping di lokasi pabrik (on-site),
pemanfaatan di luar pabrik (off-site), penanganan atau pengolahan secara efisien dan
pembuangan limbah secara benar.
Penelitian ini bertujuan sebagai salah satu pertimbangan dalam meningkatkan
kinerja produksi perusahaan melalui penggunaan teknik-teknik good house keeping,
reuse, recycling, reduction serta perbaikan ataupun peningkatan sistem operasi dan
prosedur kerja tanpa mencemari lingkungan.
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode Quick
Scan yang merupakan metode untuk menganalisis peluang penerapan konsep
produksi bersih dalam rangka mengefisienkan proses produksi.
Hasil identifikasi terhadap aliran proses, neraca bahan dan neraca energi
menunjukkan peluang penerapan konsep produksi bersih pada beberapa tahapan
proses pengolahan gula. Penghematan konsumsi air imbibisi sebesar 5 persen pada
proses penggilingan, diduga dapat meningkatkan konsentrasi nira mentah yang
dihasilkan dan mengurangi kadar air ampas dari 51 persen menjadi 50 persen.
Penurunan kadar air dalam ampas ini , menghemat penggunaan IDO (minyak solar)
sebesar 1.061.007,74 kg ( 1,1 juta liter) per tahun atau senilai Rp. 2,3 milyar per
tahun.
Penerapan konsep in-house keeping pada instalasi ketel uap berupa perbaikan
kebocoran pipa aliran uap, diduga mampu mereduksi kehilangan uap baru sebesar
11,7 persen atau sekitar 110,45 kg per ton tebu giling. Manajemen penggunaan air
pada beberapa tahapan proses juga memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp.
7.840.000,- per tahun dengan biaya penerapan program produksi bersih sebesar Rp.
4.750.000,- berupa pemasangan level controller, sprayer dan instalasi pipa baru.
15
SUMMARY
Sugar yielded from sugar cane crop ( Saccharum officinarum L.) is
representing one of the nine staple foods ( sembako) for Indonesian citizen. The
great amount of Indonesians sugar consumption was in contrast with the low
level of sugar production. In the year 2000, the amount had reached 3,6 million
ton per year while the level of production was only 1,7 million ton per year (BPS,
2001). Due to the insufficiency of sugar supply, sugar import which amounted to
1,9 2,0 million ton per year was undeniably occurred.
According to KLH assessment ( 2004), almost all sugar mills in Indonesia
pertained "red category" (execution or control for environmental pollution yet to
reach minimum conditions as arranged in regulation) or " black category" (do not
or yet to do meaningful effort in controlling environmental pollution or damage).
Cleaner production as an effective, efficient, and affordable approach is potential
to be implemented to deal with the low performance of sugar mills environmental
control. This approach is prioritizing on waste reduction in its source, waste usage
on-site and off-site, efficient waste treatment and proper waste disposal.
Research was designed to be as one consideration in improving production
performance in sugar mills through the use of good house keeping techniques,
reuse, recycling, and reduction and also the repair and or improvement of
operating system and work procedure without polluting the environment. Quick
Scan method was carried out to analyze the opportunity of implementing the
concept of cleaner production to obtain efficiency in production process.
Process flow, material and energy balance had shown that imbibitions water
thrift to 5 percent in the milling station is predicted to be able to improve the
concentration of raw juice from 7,54 percent to 9,67 percent polarization, and
lessen bagasse moisture from 51 percent to 50 percent, so that the use of IDO
(diesel oil) can be economized to 1.061.007,74 kg ( 1,1 million liter) per year or
for the price of Rp.2,3 billion per year. Based on this result, the concept of cleaner
production is potential to be applied at some sugar processing stages.
The repair of steam flow pipe leakage at boiler installation, as a part of inhouse keeping, was anticipated to be able to reduce steam loss equal to 11,7
percent or about 110,45 kg per ton of sugar cane. Water utilization management at
some process steps can also give economic benefit equal to Rp. 7.840.000,- per
year with implementation cost equal to Rp. 4.750.000,- for the installation of level
controller, sprayer and installation of new pipe. The research conducted has come
into a conclusion that cleaner production approach is possible to give
environmental benefit along with economic benefit for sugar mills.
16
SURAT PERNYATAAN
17
BIODATA PENULIS
pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Menggambar Teknik dan
sejak Tahun 2004 bergabung dengan Divisi Pengembangan Produk PT. San
Miguel Pure Foods Indonesia. Penulis melakukan Praktek Lapang di PTP
Nusantara VIII Kebun Gunung Mas dengan judul Teknologi Proses dan
Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Teh Hitam CTC. Penulis
mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul
Kajian Peningkatan Kinerja Industri Gula Tebu Melalui Introduksi
Pendekatan Produksi Bersih, studi kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG.
Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat.
18
KATA PENGANTAR
Penulis
19
Penulis
20
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
I.
II.
III.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ..................................................................
B. TUJUAN .......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEBU..............................................................................................
B. PRODUKSI BERSIH.....................................................................
IV.
21
22
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan nira tebu ........................................................................
23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema umum proses pembuatan gula tebu ..................................
24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur organisasi PT. PG Rajawali II Unit PG. Jatitujuh ....... 69
Lampiran 2. Evaluasi giling PG. Jatitujuh Tahun 2002-2004........................ 70
Lampiran 3. Diagram proses pengolahan gula di PG. Jatitujuh ..................... 71
Lampiran 4. Analisis neraca massa, pol dan brix di stasiun gilingan ............ 72
Lampiran 5. Data pengawasan pabrik ............................................................ 80
Lampiran 6. Perhitungan konsumsi uap di pabrik ......................................... 81
Lampiran 7. Perhitungan penghematan penggunaan IDO melalui penurunan
kadar air dalam ampas ............................................................... 85
Lampiran 8. Perhitungan penghematan energi penguapan ............................ 88
Lampiran 9. Perhitungan penghematan penggunaan air ................................ 89
Lampiran 10. Peluang efisiensi proses melalui penerapan produksi bersih
di PG. Jatitujuh .......................................................................... 90
Lampiran 11. Mesin dan alat produksi pengolahan gula di PG. Jatitujuh ....... 92
Lampiran 12. Penentuan polarisasi dan brix .................................................... 98
Lampiran 13 Dokumentasi penelitian ............................................................. 100
25
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu negara agraris, perekonomian Indonesia banyak
dipengaruhi oleh perdagangan produk hasil-hasil pertanian, baik itu sebagai
bahan baku ataupun produk jadi. Salah satu dari hasil-hasil pertanian itu
adalah gula.
Gula yang dihasilkan dari tanaman tebu (Saccharum officianarum L.)
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) bagi
masyarakat Indonesia. Untuk itu, ketersediaan gula dalam jumlah yang
mencukupi di seluruh pelosok tanah air dengan harga yang terjangkau oleh
daya beli masyarakat menjadi impian bagi setiap masyarakat Indonesia.
Dari data yang diperoleh, kebutuhan gula Indonesia terus meningkat
seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Data Biro Pusat Statistik
(BPS) untuk sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan angka 206,3 juta
jiwa (BPS, 2001), sedangkan angka kebutuhan ataupun konsumsi gula
masyarakat Indonesia mencapai 3,6 juta ton per tahun.
Namun, hal ini tidak diimbangi dengan tingkat produksi gula nasional
per tahun. Perkembangan tingkat produksi gula malah semakin menurun
dari tahun ke tahun. Tingkat produksi yang hanya mencapai 1,7 juta ton per
tahun mengakibatkan kekurangan pasokan gula yang ditutupi oleh impor
gula dari negara lain sebesar 1,9-2,0 juta ton per tahun
Penurunan produksi ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah
penurunan luas areal perkebunan tebu dan biaya produksi yang masih tinggi.
Biaya produksi gula sebagian besar pabrik gula di Jawa terlalu tinggi. Ratarata biaya produksinya adalah sebesar Rp. 1.100/Kg, sementara di luar Jawa
dengan sistem Hak Guna Usaha (HGU) memiliki biaya produksi sebesar
Rp. 500-Rp.600/Kg dan sebagai pembanding, Thailand juga memiliki biaya
produksi sekitar Rp.600/kg (Prabowo, 1996 di dalam anonim Bulog, 1997).
Selain itu, kondisi pabrik gula di Jawa yang sudah tua mengakibatkan
tingkat rendemen gula tebu rendah dengan biaya pengolahan yang tinggi,
ditambah lagi tingginya biaya eksploitasi serta kesulitan manajemen
26
pengaturan waktu tebang, angkut dan giling akibat lokasi kebun yang
terpencar-pencar sekarang ini.
Di sisi lain, menurut penilaian KLH (2004), hampir seluruh pabrik gula
di Indonesia tergolong pada kategori merah (pelaksanaan atau upaya
pengendalian pencemaran lingkungan hidup belum mencapai persyaratan
minimum sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku) atau kategori
hitam (tidak atau belum melaksanakan upaya pengendalian pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang berarti). Rendahnya kinerja
lingkungan pabrik gula tersebut antara lain karena belum adanya pendekatan
pengelolaan lingkungan yang efektif, efisien dengan biaya yang terjangkau.
Alternatif pendekatan pengelolaan lingkungan yang dapat memberikan
manfaat lingkungan sekaligus manfaat ekonomi adalah pendekatan produksi
bersih,
yaitu
suatu
pendekatan
pengelolaan
lingkungan
yang
B. TUJUAN
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
mengkaji
peluang
untuk
meningkatkan kinerja produksi perusahaan melalui penggunaan teknikteknik good house keeping, reuse, recycling, reduction serta perbaikan
ataupun peningkatan sistem operasi dan prosedur kerja.
27
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Famili
: Poeceae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum oficinarum
Tebu dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang tidak
lebih dari 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman tebu membutuhkan
curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif. Curah hujan yang
tinggi setelah fase vegetatif akan menurunkan rendemen gula. Batang tebu
mengandung serat dan kulit batang (12,5 %), dan nira yang terdiri dari air,
gula, mineral dan bahan-bahan non gula lainnya (87,5 %) (Anonim, 1992).
Purwono (2003) menjelaskan bahwa tujuan utama penanaman tebu adalah
untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang
dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi di dalam
proses metabolisme tanaman dan proses ini terjadi di lapangan (on farm).
Pabrik gula berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari
batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal.
Hablur yang dihasilkan mencerminkan rendemen tebu. Dalam prosesnya,
ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan
tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen
28
yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat.
Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak
baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada
di batang (Purwono, 2003).
TEBU
PENGGILINGAN
AMPAS
(BAGASSE)
NIRA MENTAH
PEMURNIAN
BLOTONG
(FILTER CAKE)
NIRA JERNIH
KEHILANGAN
GULA
PEMASAKAN
NIRA KENTAL
KRISTALISASI
TETES
(MOLASSES)
GULA PASIR
(0.2 0.6%), dan (v) zat organik (0.50 1%). Berdasarkan sifat
29
kimia dan fisikanya, komponen nira tebu dapat digolongkan seperti terlihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nira Tebu
Jenis Bahan
Bahan kasar yang terdispersi : tanah,
ampas tebu (serat)
Bahan koloid : butir tanah, tannin, dan zat
warna
(klorophil,
anthocyanin,
Ukuran (mm)
Jumlah (%)
0.0001
0.00010.000001
0.05-0.30
0.000001
8-21
<<<< 0.000001
77-88
Kandungan utama dari nira tebu adalah sukrosa, terdapat dalam nira tebu
sebanyak 8 21 % dari jumlah nira tebu. Sukrosa atau gula merupakan
disakarida dengan rumus kimia C12H22O11. Sukrosa ditemukan dalam bentuk
bebas (tidak berikatan dengan senyawa lain) di dalam tanaman, umumnya
tanaman tebu (Saccharum officinarum) dan bit (Beta vulgaris) (Paryanto,
1999).
Gula tebu (cane sugar) merupakan nama lain non teknik untuk sukrosa.
Sukrosa dapat dihidrolisis oleh asam encer menjadi glukosa (dextrose) dan
fruktosa (Lvulose). Campuran keduanya disebut gula invert (Lyle, 1957).
Sukrosa dapat mengalami degradasi dengan asam sulfat pekat yang
menghasilkan gula batubara (sugar charcoal). Sukrosa termasuk gula non
reduksi, sehingga tidak mereduksi larutan Fehling menjadi Cu(I)O atau larutan
perak nitrat menjadi perak. Sukrosa tersusun dari dua molekul monosakarida,
yaitu glukosa dan fruktosa (Gambar 2).
30
Komponen
1.
Air
77-80
2.
Sukrosa
11-15
3.
Gula Reduksi
0.3-3.0
4.
Garam-garam anorganik
0.3-0.6
5.
6.
0.070
0.020
Asam-asam amino
0.015
0.155
0.170
0.170
0.170
0.025
Pektin
0.015
Lain-lain
1.100
31
2.
3.
Komponen
Karbohidrat (selain gula) :
-Hemiselulosa
8.5
-Pektin
1.5
7.0
2.0
9.5
15.5
4.
13.0
Zat warna :
Klorofil, antosianin, sakaretin, tannin
17.0
5.
7.0
Garam anorganik :
7.
7.0
Silika
2.0
2. Kerusakan Nira
Nira merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak akibat
kontaminasi mikroba. Kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal
produksi. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi akibat kontak antara batang
32
tebu dengan pisau atau tanah (Mochtar dan Ananta, 1988). Mikroba yang
terbanyak menyerang tebu potongan adalah Leuconostoc mesenteroides yang
berasal dari tanah.
Kerusakan nira ditandai dengan rasa yang asam, berbuih putih dan
berlendir. Kerusakan ini terjadi karena aktivitas mikroorganisme terhadap
kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984), sedangkan menurut Mochtar (1994),
kerusakan nira (sukrosa), baik sebelum dan sesudah diolah sangat tergantung
pada pH nira dan suhu pemurnian nira. Pada pH yang rendah sukrosa akan
rusak, yaitu akan terinversi menjadi gula invert.
Inversi adalah pemecahan sukrosa menjadi gula invert yang terdiri dari
glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang sama.
C12H22O11 + H2O
C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa
glukosa
fruktosa.
2C2H5OH + CO2
etanol
CH3COOH + H2O
Etanol
asam asetat
Hal ini akan menyebabkan kadar gula menurun dan kadar asam
meningkat sehingga pH cenderung menurun (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Selain komponen gula dan asam organik, terdapat komponen lain dalam nira
yang mempengaruhi proses pembuatan gula. Dalam proses pemurnian nira,
komponen tersebut perlu dihilangkan, karena komponen-komponen tersebut
dapat mempengaruhi proses pengkristalan serta produk yang dihasilkan,
misalnya warna gula yang merah.
Ramjeawon
(2000),
menjelaskan
bahwa
industri
gula
memiliki
33
terkait dengan limbah cair, limbah padat dan emisi gas. Hampir seluruh bagian
dari proses produksi gula berkontribusi terhadap produksi limbah. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah atau hasil samping dari pabrik
gula berpotensi untuk direduksi, termasuk reduksi konsumsi air dan energi,
pemakaian bahan tambahan, produksi limbah dan penurunan biaya pengolahan
limbah.
B. PRODUKSI BERSIH
Produksi bersih merupakan upaya pelaksanaan strategi pengelolaan
lingkungan yang terpadu dan berkesinambungan terhadap proses dan produk
untuk mengurangi resiko pada manusia dan lingkungan. Pada proses produksi,
produksi bersih berhubungan dengan konservasi bahan mentah dan energi,
pengurangan bahan berbahaya dan reduksi jumlah dan toksisitas dari semua
emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Pada produk, strategi produksi
bersih difokuskan pada reduksi dampak sepanjang siklus hidup produk, dari
ekstraksi bahan mentah sampai ke pembuangan akhir dari produk (Hammer,
1996).
Produksi bersih menggambarkan pendekatan baru terhadap permasalahan
produksi yang meliputi proses produksi, daur produksi dan pola konsumsi,
yang memungkinkan kebutuhan dasar manusia terpenuhi tanpa mengganggu
atau merusak lingkungan (Boyle, 1999).
Tujuan dari produksi bersih adalah untuk mengurangi tingkat emisi yang
mencemari dan mengurangi produksi limbah pada sumbernya sekaligus
meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, energi dan utilitas (USAID,
1997). Pauli (1997) menyatakan, produksi bersih sering dikaitkan dengan
berbagai inovasi teknologi, termasuk upaya pencegahan terpadu, pengendalian
pencemaran dan bahkan remediasi serta clean up. Namun, akan lebih tepat
jika produksi bersih diartikan sebagai pendekatan operasional ke arah
pengembangan sistem produksi dan konsumsi yang dilandasi suatu
pendekatan pencegahan untuk perlindungan lingkungan. Tujuan akhir dari
produksi bersih adalah nir limbah (zero waste). Pendekatan ini akan
34
35
36
III.
METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Biaya produksi, biaya penanganan dan biaya lainnya yang terkait
dengan biaya produksi yang tinggi, merupakan masalah yang sering
dihadapi oleh suatu industri. Dengan meminimalkan biaya-biaya tersebut,
melalui pendekatan penerapan konsep produksi bersih, diharapkan akan
menghasilkan penghematan biaya yang cukup besar pada masa yang akan
datang.
Selain itu, dari segi efisiensi proses, penerapan konsep produksi bersih
diharapkan mampu meningkatkan efisiensi produksi melalui konsep reuse
dan recycling serta menambah nilai kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan. Dengan kata lain, penerapan konsep produksi bersih ini, akan
memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan.
37
B. TATA LAKSANA
1. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui tahapan sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data
sekunder yang berkaitan dengan kegiatan produksi di industri
gula seperti kapasitas dan proses produksi, jumlah mesin,
layout pabrik serta telaah pustaka yang relevan.
b. Tahap Pengumpulan Data Lapangan
Data ini diperoleh dengan melakukan pengamatan secara
langsung kegiatan proses produksi serta aspek-aspek yang
menunjang. Selain itu, dilakukan wawancara dengan pihakpihak yang berkaitan dengan topik penelitian guna menunjang
data yang didapatkan.
data
yang
telah
didapat,
dilakukan
analisis
penerapan
konsep
produksi
bersih
dalam
rangka
38
produksi bersih melalui analisis neraca massa dan neraca energi. Dari
analisis ini, diharapkan dapat diidentifikasi input dan output dari setiap
tahapan proses serta seberapa besar kehilangan (losses) yang timbul
akibat tahapan proses produksi yang kurang efektif dan efisien.
Metode ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap
analisis melalui neraca bahan dan tahap sintesis atau implementasi.
Secara umum metode ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Langkah-langkah
pendekatan
yang
dapat
dilakukan
untuk
39
3) Karakterisasi limbah
Komponen
produksi bersih
adalah
dengan
cara
dilakukan
dengan
menggunakan
bermacam-macam
40
41
Gambar 4. Diagram alir penerapan produksi bersih dengan metode Quick Scan
(USAID, 1997).
42
Pustaka yang
relevan
Mulai
Persiapan
Data/informasi :
Quick scan
Analisa finansial
Tidak
Layak ?
Ya
Rekomendasi
Selesai
43
No.
654/KPT/ORG/10/1977.
Pada tanggal 5 September 1980, Presiden Soeharto meresmikan PG.
Jatitujuh dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1981 PNP
XIV berubah statusnya menjadi PT. Perkebunan XIV (persero). Peraturan
44
untuk menuju
3. Keadaan Geografis
PG. Jatitujuh dibangun di atas areal hutan. Keadaan vegetasi awal
terdiri dari jenis kayu johar, kayu jati dan kayu sonokeling. Areal ini juga
ditumbuhi semak belukar dan padang ilalang. Pada musim penghujan ada
45
beberapa bagian dari hutan tersebut yang digunakan untuk menanam padi
dan palawija.
PG. Jatitujuh terletak pada garis bujur timur : 1080 6 33- 1080 6 24,
garis lintang 60 31 2- 60 36 40 dengan curah hujan yang cukup tinggi
per tahunnya, sehingga keadaan ini cocok untuk tanaman tebu yang
memerlukan tanah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Hanya
dengan mengandalkan air hujan sehingga tidak mengganggu pengairan
untuk tanaman padi.
Berdasarkan data curah hujan dari mulai tahun 1989-1998 diketahui
bahwa jumlah curah hujan tahunan berkisar antara 730mm/tahun-2613
mm/tahun. Bulan basah tahunan selama sepuluh tahun itu adalah 4-8 bulan
sedangkan bulan keringnya 4-6 bulan. Suhu udara menunjukkan suhu
maksimum berkisar antara 29,7 oC 35 oC sedangkan suhu minimumnya
adalah antara 21,6 oC 24,6 oC. Kelembaban udara tahunannya berkisar
antara 71,1-85,3 persen.
Jenis tanah yang dimiliki areal perkebunan PG. Jatitujuh adalah tanah
liat, sehingga menghambat proses penyerapan air oleh tanaman tebu. Oleh
karena itu, dibuat drainase pada setiap petak kebun. Topografi tanahnya
landai dan bergelombang dengan ketinggian tanah 30-50 meter di atas
permukaan air laut. Kandungan unsur-unsur kimia seperti nitrogen,
phospat dan lainnya pada tanah tersebut rendah.
4. Struktur Organisasi
Unit PG. Jatitujuh dipimpin oleh seorang administratur dan dibantu
oleh empat kepala bagian, yaitu kepala bagian tanaman, instalasi, pabrikasi
dan TUK (Tata Usaha Kantor). Sejak Tanggal 2 Januari 1998 ditambah
oleh kepala bagian pakan ternak. Sesuai edaran dari RNI Holding istilah
dalam struktur organisasi mengalami perubahan menjadi general manager,
plantation manager, engineering manager, processing manager dan
financial and administration manager. Struktur organisasi dilampirkan
pada Lampiran 1.
46
B.
b. Flokulan
Bahan ini digunakan untuk membantu proses pemurnian pada proses
produksi dan digunakan juga pada stasiun penjernihan air. Dengan
adanya flokulan, kotoran-kotoran yang berupa partikel-partikel kecil
yang melayang di dalam nira dapat menggumpal dan lebih cepat
mengendap. Flokulan yang digunakan adalah superfloc. Penambahan
flokulan untuk proses pemurnian dilakukan pada saat nira berada dalam
prefloc tower.
c. Belerang
Pabrik gula Jatitujuh merupakan pabrik yang menerapkan proses
sulfitasi ganda dengan menggunakan belerang dalam bentuk gas SO2.
Gas ini diperoleh dengan membakar belerang pada tobong belerang. Gas
tersebut berfungsi untuk membersihkan kotoran dan memucatkan warna
nira kental.
47
2. Sarana Penunjang
a. Stasiun Penyediaan Air
Pada unit penyediaan air ini, air diolah untuk berbagai keperluan,
diantaranya untuk keperluan proses produksi dan perumahan, pompa
hampa (air injeksi) dan air untuk bahan baku boiler.
Adapun proses pengolahan air tersebut adalah sebagai berikut :
1)
2)
tawas
(Alumunium
Sulfat)
dan tawas.
diharapkan
dapat
4)
48
sedangkan
untuk
selanjutnya
digunakan
air
b. Stasiun Boiler
Pabrik gula Jatitujuh memiliki tiga buah boiler penghasil uap dengan
tipe pipa air. Dua buah boiler dengan sistem economizer dan sisanya
memiliki sistem air heater. Sistem economizer memanaskan terlebih
dahulu air kondensat yang akan dimasukkan ke dalam boiler dari suhu
90 oC menjadi 135 oC dengan menggunakan gas buangan dari boiler,
sedangkan sistem air heater menarik udara dari luar kemudian
memasukkannya ke dalam air heater untuk dipanaskan sampai mencapai
suhu kurang lebih 200 oC, kemudian hasilnya yang berupa udara panas
dimasukkan ke dapur pembakaran untuk mempercepat pembakaran
ampas (bahan bakar).
Kapasitas masing-masing boiler adalah 55 ton uap/jam. Uap yang
dihasilkan memiliki tekanan sebesar 26 bar. Bahan bakar yang
digunakan adalah ampas tebu dan IDO (International Diesel Oil).
Penggunaan IDO biasanya dilakukan pada saat pertama kali giling.
Setelah produksi berjalan dan menghasilkan ampas, barulah digunakan
49
ampas sebagai bahan bakar. Bila menggunakan total IDO sebagai bahan
bakar, maka dibutuhkan 4.100 liter/jam untuk satu boiler, sedangkan jika
menggunakan ampas tebu diperlukan sebanyak 24.100 kg/jam untuk satu
boiler.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan pada saat pengisian air
boiler ini adalah :
1)
2)
3)
c. Stasiun Besali
Stasiun ini merupakan bengkel alat-alat pabrik. Fungsi stasiun ini
adalah memperbaiki alat-alat atau mesin yang rusak yang ada di pabrik.
Bahkan seringkali stasiun ini membuat alat-alat yang dibutuhkan seperti
tangki clarifier, tangki sulfitasi, bejana kondensor dan lain-lain.
d. Stasiun Listrik
Listrik di PG. Jatitujuh diperoleh dari dua macam pembangkit tenaga
listrik, yaitu pembangkit listrik tenaga uap dan pembangkit listrik tenaga
diesel. Pembangkit listrik tenaga uap dipenuhi oleh dua buah turbin
alternator dengan kapasitas masing-masing 3500 Kilo Watt dan tegangan
6000 Volt, sedangkan pembangkit listrik tenaga diesel dipenuhi oleh dua
buah mesin diesel berkapasitas masing-masing 250 KW dengan
tegangan 380 Volt dan 1000 KVA. Pada saat masa giling, listrik yang
digunakan berasal dari alternator pembangkit listrik tenaga uap, namun
jika tidak sedang giling maka yang digunakan adalah listrik dari diesel.
Listrik yang dihasilkan digunakan untuk :
1) Keperluan penerangan, yaitu :
Penerangan pabrik
Perkantoran
50
C. PROSES PRODUKSI
Dalam pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat
dan ikatan bukan gula dalam serangkaian tahapan unit operasi dan unit
proses yang diikhtisarkan dalam Lampiran 2. Berikut ini tahapan proses
pembuatan gula tebu di PG. Jatitujuh.
1. Stasiun Pendahuluan
a. Penerimaan Tebu
Pembongkaran dan penampungan tebu sementara sebelum tebu
digiling dilakukan pada sebuah lapangan luas yang disebut cane yard.
Di cane yard, kontinyuitas umpan tebu yang masuk ke main carrier
dapat diatur. Berikut ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada stasiun
pendahuluan.
Tebu yang sudah ditebang, diangkut oleh truk atau trailer. Truk
yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu :
1) Truk yang dilengkapi dengan rantai pada bak pengangkutnya.
Dengan adanya rantai ini, tebu dapat di angkut ke cane carrier
dengan menggunakan alat graber atau loading crane.
2) Truk yang dilengkapi sling pada bak pengangkutnya. Dengan sling
ini, tebu dapat diangkut ke cane yard dengan menggunakan hilo.
Dari cane yard kemudian tebu dibawa ke meja tebu dengan
menggunakan cane stacker.
Tebu yang diangkut oleh trailler dibongkar dengan menggunakan
mobil crane (tadano). Pembongkaran ini dilakukan di cane yard. Jika
kondisi meja tebu penuh maka tebu disimpan di cane yard. Semua tebu
yang disimpan di cane yard, akan diangkut ke meja tebu dengan
51
20
jam
karena
akan
mengurangi
kadar
sukrosa
yang
dikandungnya.
Sebelum truk atau trailler yang mengangkut tebu masuk ke cane
yard, keduanya harus melewati tim MSB (Manis, Segar dan Bersih)
terlebih dahulu. Setelah melewati tim MSB, kendaraan pengangkut
tebu dari kebun tersebut harus melewati jembatan timbangan bruto.
Penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui berat dari tebu dan alat
pengangkutnya.
Setelah penimbangan, kendaraan tersebut menuju cane yard untuk
menurunkan tebunya, lalu tebu tersebut dibawa ke meja tebu. Pada
meja tebu, terdapat perata (leveller) yang berfungsi untuk menyamakan
tinggi dari tumpukan tebu yang akan masuk ke cane carrier. Selain
leveller, terdapat juga rantai gigi pada permukaan mejanya. Fungsi dari
rantai gigi ini adalah membawa agar bisa naik dan masuk ke cane
carrier. Selanjutnya tebu dibawa oleh cane carrier menuju stasiun
gilingan.
Kendaraan yang telah menurunkan tebu kemudian ditimbang lagi
di jembatan tarra. Fungsi penimbangan ini adalah untuk mengetahui
berat dari kendaraan pengangkut. Dengan demikian, dapat diketahui
jumlah tebu yang masuk ke cane yard, yaitu dengan mengurangi berat
tebu dan kendaraan pengangkutnya dengan kendaraan pengangkutnya.
52
pisau dengan jarak ujung piasu ke dasar main carrier adalah 880 mm.
Hasil dari cane cutter I kemudian diratakan oleh perata tebu (cane
leveler) sebelum dibawa menuju cane cuttar II. Cane cutter II ini terdiri
82 buah pisau dengan jarak ujung ke dasa main carrier 50 mm. Di
cane cutter II, tebu kembali dipecah menjadi potongan yang lebih
kecil.
Hasil dari cane cutter II kemudian dihancurkan dengan peremuk
tebu (shreader hammer). Alat ini terdiri dari 96 buah hammer yang
bekerja secara bergantian untuk meremukkan tebu. Shreader hammer
ini membuka sel-sel yang batang tebu sehingga mempermudah kerja
gilingan. Serpihan tebu ini kemudian dibawa ke stasiun gilingan
melalui shreader elevator.
2. Stasiun Gilingan
Kegiatan di milling station ini bertujuan untuk mengekstraksi pol
(kadar sukrosa) dari tebu sebanyak-banyaknya dengan cara pemerahan dan
pembilasan serta menghasilkan bahan bakar yang murah untuk keperluan
energi di stasiun gilingan, proses dan listrik perusahaan.
Pada stasiun in terdapat empat unit gilingan. Setiap unit gilingan terdiri
dari tiga roll yaitu roll depan, roll atas dan roll belakang. Di antara roll
depan, atas dan belakang terdapat ampas plate. Fungsi dari ampas plate ini
adalah untuk menampung ampas tebu agar tidak jatuh ke bak penampung
bersama nira.
Sebelum masuk ke gilingan I, tebu tercacah harus melalui cerobong
terlebih dahulu. Cerobong ini digunakan agar tebu yang dijatuhkan ke
gilingan tidak berceceran. Dijatuhkannya cacahan tebu tersebut, dilakukan
agar kondisi tebu tercacah menjadi padat sehingga memudahkan
pemerasan.
Nira hasil perasan mengalir melalui alur-alur bagian depan roll muka
dan alur-alur bagian depan roll belakang kemudian jatuh di atas ampas
plate ke penampung yang ada di bagian bawah gilingan. Ampasnya
ditampung oleh ampas plate. Ampas terperas dari gilingan I dibawa oleh
53
3. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun ini, nira mentah yang dihasilkan dari hasil penggilingan I
dan II dimurnikan terlebih dahulu sebelum melalui proses selanjutnya..
Proses
pemurnian
ini
diawali
dengan
menimbang
nira
mentah
54
bahan koloid (tanah, lilin, lemak, protein, gum, pektin, tanin, pigmen) dan
molekul serta ion yang terdispersi dalam nira (gula dan unsur yang terdapat
dalam abu). Tujuan dari penjernihan (pemurnian) adalah untuk
memisahkan komponen bukan gula dari mixed juice semaksimal mungkin.
Nira mentah dari stasiun gilingan masuk ke bak penampung. Pada saat
ini, klep pneumatik atas terbuka sehingga nira mentah masuk dan mengisi
bak timbangan lalu klep akan menutup kembali secara otomatis ketika
timbangan sudah terisi 90 persen dari kapasitasnya, dan klep pneumatik
bawah secara hampir bersamaan terbuka, sehingga nira dalam bak
timbangan terkuras habis masuk ke tangki nira tertimbang. Saat terjadi
pengosongan bak timbangan, nira dari stasiun gilingan terus mengalir dan
mengisi bak penampung atas. Begitu nira dalam bak timbangan habis,
maka klep pneumatik atas terbuka secara otomatis sebagai akibat kerja
distribution valve yang terdapat pada mesin pencatat.
55
H2O
Ca(OH)2 + Kalor
56
CaCO3 + C + O2
CaO + 2 CO2
Kapur
yang
tidak
langsung
digunakan
akan
2+
57
f.
58
59
terlempar akan membawa uap nira, oleh karena itu pada cerobong gas
dipasang suatu penangkap nira. Penambahan flokulan yang berlebihan
akan menyebabkan kesulitan pada penapisan di vacuum filter dan
centrifugal.
Selain penambahan flokulan, pengendapan di clarifier juga
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
1) Kecepatan alir dari juice
Kecepatan aliran ini diusahakan dengan kecepatan yang bersifat
laminar. Kecepatan alir yang memberikan sifat terbaik untuk
pengendapan adalah 6 12 meter/jam.
2) Suhu juice yang masuk ke dalam clarifier
Suhu juice yang masuk diusahakan anatara 99 100 oC. Pada
suhu dibawah 99 oC, pengendapan tidak akan sempurna dan
pembentukan gumpalan dari gum dan albumin menjadi tidak
efisien, sedangkan suhu diatas 100 oC akan menyebabkan gula
menjadi rusak, terjadi pembentukan warna dan nilai BHR
(Boiling House Recovery) menurun.
3)
60
i.
Pemisahan Mud
Mud sebelum masuk ke dalam rotary vacuum filter terlebih dahulu
dicampur dengan bagacillo dari bagcyclone, di dalam mud mixer.
Setelah campuran homogen, kemudian campuran tersebut dialirkan ke
RVF.
Rotary vacuum filter berfungsi untuk memisahkan antara cairan
yang disebut filtrate dan padatan yang disebut filter cake(blotong).
Filtrate yang dihasilkan kemudian daialirkan kembali ke peti nira
tertimbang untuk diproses ulang, sedangkan filter cake yang dihasilkan
dibuang dan sebarkan ke kebun-kebun.
Parameter keberhasilan kerja RVF dilihat dari nilai pol filter cake
yang rendah. Nilai pol ini dipengaruhi oleh sistem pengoperasian
vacuum filter yang antara lain meliputi tekanan, air cucian, ketebalan
filter cake di drum dan jumlah bagacillo yang dicampurkan. Kecepatan
putar vacumm filter yang ideal adalah 6 10 rpm.
j.
61
62
luar ditutup rapat, kemudian pompa vacuum dijalankan dengan pompa air
injeksi sehingga sedikit demi sedikit tekanan dalam evaporator menurun.
Valve pipa amoniak dibuka mulai dari evaporator IV sampai dengan
evaporator I. Besarnya bukaan valve disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing evaporator. Setelah itu, valve steam pemanas evaporator I dibuka dan
valve pada pipa kondensat pun dibuka.
Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan pemasukan nira ke evaporator
I, II, III dan IV secara berurutan. Setelah nira pada evaporator IV mencapai
sepertiga pipa nira dengan kepekatan 64 % brix, nira tersebut dialirkan ke
tangki sulfitasi untuk disulfitasi.
Kerja evaporator ini dibantu oleh alat kondensor barometrik. Alat ini
berbentuk sebuah bejana silinder tegak dengan diameter 2,7 meter, tinggi 800
centimeter dan volume 45 m3. Alat ini berfungsi untuk mengembunkan uap
nira yang keluar dari evaporator terakhir sampai berubah menjadi air. Cara
kerjanya dimulai dengan pembukaan pompa hampa udara sampai keadaan
kondensor hampa, kemudian karena adanya perbedaan tekanan antara
kondensor dan evaporator IV, maka uap nira akan mengalir ke kondensor.
Kondensor lalu dialiri air pendingin dengan suhu kurang lebih 35 oC
melalui pipa injeksi ke bagian atas kondensor, sehingga terjadi pertemuan
antara uap nira dengan air injeksi yang menyebabkan perubahan dari uap air
menjadi air embun yang jatuh pada suhu sekitar 45 oC dan terbentuk pula
keadaan vacuum akibat terjadinya perbedaan suhu. Air embun atau air
jatuhan adalah debit air injeksi yang tinggi, sedangkan gas-gas yang tidak
terembunkan dalam kondensor dihisap oleh pompa vacuum melalui separator
air dengan udara. Air akan jatuh ke bawah sebagai air jatuhan sedangkan
udara keluar melalui pompa vacuum.
Penguapan di evaporator ini dilakukan dengan waktu tinggal minimal
dan suhu serendah mungkin serta pH yang netral. Nilai pH yang kurang dari
6,50 dan pemanasan di atas suhu 115 oC selama lebih dari 2 menit
menyebabkan terjadinya inversi gula semakin besar. Nilai pH yang lebih dari
7,50 dan pemanasan di atas 115 oC selama lebih dari 2 menit menyebabkan
kerusakan gula reduksi.
63
dan
penurunan
pH.
Penurunan
viskositas
bersifat
64
65
66
Kristalisasi (Crystallization)
Massecuite dari stasiun masakan dimasukkan ke crystallizer (palung
pendingin) sebelum dimasukkan ke stasiun curing. Crystallizer ini berfungsi
untuk melanjutkan penempelan sisa molekul yang ada dalam massecuite ke
kristal yang telah ada dengan cara menurunkan titik jenuh dari larutan gula
melalui pendinginan massecuite. Pendinginan ini dilakukan dengan
menggunakan udara dingin biasa. Crystallizer dilengkapi juga dengan
agitator yang berfungsi untuk mempertahankan kehomogenan massecuite
serta menjaga agar tidak terjadi pengasaman pada massecuite.
Pendinginan untuk A massecuite dilakukan dalam waktu yang singkat
dalam horizontal crystallizer. Pendinginan yang lama akan menyebabkan
pemadatan A massecuite karena kemurniannya yang tinggi. Hal ini
menyebabkan A massecuite akan sulit mengalir.
Pendinginan B massecuite dilakukan hingga suhu sekitar 50oC pada
horizontal crystallizer. Suhu di bawah 50oC menyebabkan B massecuite akan
memadat karena kemurniannya yang cukup tinggi sehingga akan sulit
mengalir. Pendinginan B massecuite tidak dilakukan terlalu cepat karena
akan menaikkan titik lewat jenuhnya dengan cepat pula sehingga viscositas
akan meningkat secara drastis. Hal itu menyebabkan proses pemisahan antara
gula dan molasses menjadi sulit.
Pendinginan C massecuite dilakukan dengan penurunan suhu dari 65oC
menjadi 45oC. Penurunan suhu tersebut memerlukan waktu sekitar
36-48
67
68
PEMBAHASAN
69
Pabrik Gula Jatitujuh dalam hal ini, secara tidak langsung telah mengenal
konsep produksi bersih. Hal ini dapat dilihat pada beberapa hal, diantaranya
penggunaan produk samping seperti ampas tebu (bagasse) untuk bahan bakar
ketel uap, pemanfaatan blotong (filter cake) untuk soil conditioner serta
pemanfaatan tetes tebu (molasses) untuk kebutuhan industri lainnya. Bila
dilihat dari segi ekonomi dan lingkungan, kegiatan ini jelas memberikan
keuntungan yang sangat besar. Namun, pada kenyataannya kegiatan ini
belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan masih terdapat peluang
untuk lebih mengoptimalkan aplikasi produksi bersih pada setiap tahapan
proses.
70
Konsumsi IDO
tinggi
Opsi
produksi bersih
Penghematan
konsumsi air
imbibisi
Menurunkan
kadar air
dalam ampas
Meningkatkan
kandungan sukrosa
dalam nira mentah
Mengurangi
kehilangan gula
dalam ampas
Mengurangi
beban kerja
evaporator
Efisiensi proses
aplikasi
produksi
bersih
lainnya
adalah
meningkatkan
71
K o n s u m s i a ir
p e n c u c i b e lu m te r k o n tr o l
O psi
p r o d u k s i b e r s ih
R e d u k s i w a k tu
p e n c u c ia n
P em asangan
s p ra y e r
P em asangan
l e v e l c o n t r o ll e r
H em at konsum si
a ir s o f t e n e r
H e m a t b ia y a
b a h a n k i m ia
K onsum si
a ir t e r k o n t r o l
E fis ie n s i p r o s e s
a. Stasiun Boiler
Uap yang dihasilkan stasiun ketel uap atau boiler digunakan untuk
menggerakan turbin sebagai sumber tenaga dan untuk keperluan proses
pengolahan gula di PG. Jatitujuh. Namun, sering timbul masalah yang
menyebabkan kinerja ketel uap kurang optimal. Diantaranya adalah
72
seringnya operasi ketel uap terhenti akibat ampas kurang terbakar atau
dengan kata lain energi yang dihasilkan dalam pembakaran ampas kurang
memenuhi sehingga diperlukan suplesi energi dari IDO sebagai tambahan.
Hal ini juga menyebabkan tenaga mesin sering turun akibat pasokan uap
yang dihasilkan ketel uap juga berkurang.
Tenaga mesin yang turun, berakibat pada terhentinya proses produksi.
Terhentinya proses produksi ini akan mengakibatkan nira yang sedang
diproses akan mengalami kerusakan dan berakibat pada penurunan
rendemen, mengingat sifat nira yang mudah rusak pada kondisi pH rendah.
Selain itu, penggunaan IDO dalam jumlah yang besar merupakan suatu
biaya yang berpengaruh terhadap biaya produksi. Oleh karena itu, melalui
pilihan alternatif produksi bersih maka diperlukan peningkatan efisiensi
dan kinerja ketel uap.
Peningkatan efisiensi dan kinerja ketel uap ini diantaranya adalah
optimalisasi penggunaan amps tebu sebagai bahan bakar, peningkatan
kontrol terhadap operasi ketel uap serta perbaikan kebocoran-kebocoran
pada pipa-pipa saluran uap.
1) Optimalisasi Penggunaan Ampas
Ampas tebu merupakan produk samping yang dihasilkan stasiun
gilingan yang terdiri dari air, serat (sabut) dan sejumlah padatan
terlarut.
Komposisinya
sangat
ditentukan
oleh
varietas
tebu,
73
74
Ampas
Stasiun Gilingan
Arang
IDO (minyak diesel)
Boiler
uap
yang
diperlukan
untuk
keperluan
proses.
75
76
Efisiensi Uap
Perbaikan
kebocoran pipa
Hemat IDO
Peningkatan kontrol
terhadap boiler
Hemat make-up
water boiler
pengisi air ketel uap, sedangkan uap bekas yang dikonsumsi untuk
stasiun pemurnian, penguapan , masakan dan putaran adalah sebesar
269,44 kg uap/ton tebu giling. Distribusi penggunaan uap di setiap
stasiun dapat dilihat pada Gambar 10.
Pemanfaatan uap bekas telah menghemat masukan energi sebesar
269,44 kg uap/ton tebu giling namun efisiensi penggunaan uap hanya
mencapai 88, 30 persen. Hasil ini didapat dengan melihat selisih uap
rata-rata yang dihasilkan dan uap yang dikonsumsi, kemudian
dibandingkan dengan uap rata-rata yang dihasilkan dan dari
perhitungan didapat bahwa terjadi kehilangan uap baru sebesar 11,7
persen. Kehilangan uap ini disebabkan oleh kebocoran-kebocoran yang
terjadi pada pipa-pipa saluran uap. Semakin banyak kebocoran pada
77
pipa, maka semakin besar pula uap yang hilang, sehingga efisiensi
penggunaan uap akan semakin kecil.
Kehilangan uap juga terjadi karena tidak terjaganya kontinyuitas
proses produksi. Ketidakkontinyuan ini misalnya terjadi saat ada
kerusakan pada roller gilingan, maka stasiun gilingan akan terhenti,
padahal ketel uap terus menerus bekerja menghasilkan uap untuk
kebutuhan stasiun gilingan tersebut. Hal ini mengakibatkan uap yang
telah dihasilkan harus dibuang (blow down) untuk menghindari
kelebihan tekanan pada pipa-pipa saluran uap.
Manfaat atau keuntungan yang bisa diperoleh dari konservasi uap
ini diantaranya penggunaan steam menjadi lebih optimal. Perbaikan
kebocoran pada pipa-pipa saluran uap akan mengurangi uap yang
hilang. Hal ini berarti juga, menghemat air yang diumpankan ke ketel
uap (make-up water) sehingga biaya yang dibutuhkan untuk mengolah
air sungai menjadi water softener juga dapat berkurang. Selain itu,
terhentinya proses produksi akibat tenaga mesin yang turun (drop)
dapat dikurangi sehingga kegiatan produksi dapat berlangsung lebih
efisien.
78
b. tasiun Gilingan
Stasiun gilingan sebagai stasiun yang menghasilkan ampas dan nira
mentah menjadi perhatian selanjutnya dalam mengidentifikasi peluang
penerapan produksi bersih di stasiun ketel uap. Dari stasiun inilah kondisi
ampas dihasilkan yang selanjutnya diumpankan menuju ketel uap melalui
feed conveyor.
Kegiatan di stasiun gilingan ini bertujuan untuk mengekstraksi pol
(kadar sukrosa) dari tebu sebanyak-banyaknya dengan cara pemerahan dan
pembilasan serta menghasilkan bahan bakar yang murah untuk keperluan
energi di stasiun gilingan, proses dan listrik perusahaan.
Pada stasiun ini, tebu yang telah tercacah di stasiun pendahuluan akan
dibawa menuju stasiun gilingan untuk diperah nira yang terkandung di
dalamnya. Input-input yang masuk pada stasiun ini adalah tebu dan air
imbibisi. Air imbibisi merupakan air pembilas yang digunakan untuk lebih
memaksimalkan pengeluaran nira dari tebu. Air yang memiliki suhu
sekitar 30-35
79
80
81
pemberian
air
imbibisi
yang
berlebihan
yang
dapat
82
kurang lebih 25 persen dari tebu yang masuk, sedangkan tebu yang masuk
adalah sebanyak 171.038 kg/jam dengan %brix dan % pol adalah 13,89
dan 9,21 persen serta kadar sabut 17,26 persen. Kondisi input tebu yang
berbeda pada analisis neraca massa ini, dikarenakan data yang digunakan
merupakan kondisi riil yang ada pada selang waktu produksi tahun 2002
sampai dengan 2004, dimana jumlah tebu yang digiling berbeda-beda
tergantung banyaknya tebu yang ditebang.
Berdasarkan analisis neraca massa, dapat diketahui bahwa dengan
kondisi kedua, maka nira mentah yang dihasilkan adalah 148.551 kg/jam.
Persen brix dan pol yang dihasilkan pada nira mentah pun cenderung
meningkat jika dibandingkan dengan kondisi pertama. Persen brix dan pol
pada nira mentah di kondisi kedua meningkat menjadi 14,22 dan 9,67
persen dari 13,89 dan 9,21 untuk brix % tebu dan pol % tebu. Pada kondisi
pertama, brix % tebu dan pol % tebu cenderung turun dari11,67 dan 7,89
persen menjadi 11,02 dan 7,54 persen pada brix % nira mentah dan pol %
nira mentah.
Dari sisi jumlah, nira mentah yang dihasilkan berkurang sejalan
dengan adanya penurunan konsumsi air imbibisi dari 30 persen menjadi 25
persen. Penurunan nira mentah yang dihasilkan adalah kurang lebih 6
persen. Hasil ini dihitung dari selisih antara nira mentah pada kondisi
pertama dan kedua. Pada kondisi pertama, nira mentah yang dihasilkan
153.128 kg/jam atau kurang lebih 93 persen dari tebu yang masuk ke
gilingan, sedangkan untuk kondisi kedua, nira mentah yang dihasilkan
adalah 148.551 kg/jam atau sekitar 87 persen dari tebu yang masuk ke
gilingan.
Akan tetapi, dari sisi hasil gula atau dalam hal ini ditunjukkan oleh %
brix dan % pol, kondisi kedua yang menggunakan air imbibisi 25 persen
dari tebu yang masuk ke gilingan cenderung meningkat. Hal ini berarti,
konsentrasi padatan terlarut atau gula ikut meningkat pula. Peningkatan ini,
memberikan dua manfaat sekaligus. Diataranya adalah konsentrasi gula
yang meningkat, akan meningkatkan pula rendemen dari kristal gula yang
dihasilkan. Selain itu, jumlah air dalam nira mentah yang berkurang, akan
83
(a)
(b)
Gambar 12. Konstruksi pipa air imbibisi di gilingan 3 (a) dan gilingan 4 (b)
84
85
d. In-house keeping
Produksi bersih sebagai upaya pencegahan pencemaran (preventif)
yang bersifat proaktif dilakukan untuk menurunkan sekecil mungkin
dampak lingkungan pada sumbernya, sekaligus meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan dan energi. Dalam rangka lebih mengefisienkan proses
produksi dari hal-hal yang sering dianggap kurang penting, maka in-house
keeping menjadi pilihan dalam mengatasi masalah tersebut. Hal-hal
tersebut diantaranya penanganan terhadap kebocoran, tumpahan bahan dan
perawatan berkala terhadap mesin dan peralatan produksi. Berdasarkan
pengamatan, masih banyak kebocoran, tumpahan bahan yang terjadi pada
kegiatan produksi pengolahan gula. Diantaranya adalah kebocoran pada
pipa-pipa saluran air, uap,oli, gas SO2 yang mengakibatkan proses
produksi kurang efisien, ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja, selain itu proses giling sering terhenti yang menyebabkan jam
berhenti giling cukup tinggi. Berikut ini skema peluang penerapan good
house keeping.
86
In-house keeping
Peningkatan
efisiensi & K3
Penutupan kran
/katup lebih teliti
Perawatan mesin
secara teratur
87
B. SARAN
1. Perlunya dokumentasi data yang lengkap untuk menunjang penyusunan
neraca massa dan energi di setiap tahapan proses.
2. Kajian lebih lanjut mengenai penggunaan air imbibisi yang bertekanan
diperlukan untuk lebih mengoptimalkan penggunaan air imbibisi dan
kadar air ampas yang dihasilkan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, S. 2003. Dinamika Industri Gula Domestik. Jurnal Pangan. Edisi No.
41/XII/Juli/2003. hlm : 18-34.
Ananta, T. Martoyo, dan E. Santoso. Pengaruh Ekstraksi Padat Cair Terhadap
Kualitas Gula yang Dihasilkan dari Proses Sulfitasi. Penelitian Gula
Indonesia. 1990. ISSN 0541:7406. hlm: 2-5.
Andriyani, A. 2003. Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan
Mutu Gula Kristal di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh
Majalengka-Jawa Barat. Laporan Praktek Lapang. Fateta-IPB, Bogor.
Anonim, 2004. Bila Gula Terasa Pahit. Di dalam http://www.warta
ekonomi.com, 2005.
______, 1992. Gula Tebu. Di dalam. http://warintek.progressio.or.id, 2005.
______, 1997. Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), masalah, kendala dan saran
penyempurnaannya. Bulog, Jakarta.
Boyle, C. 1999. Cleaner Production in New Zealand. Journal of Cleaner
Production. Vol 7(1). ISSN 0959-6526. Elsevier Science Ltd. The
Boulevard, Langford Lane, Kidlington, Oxford, UK. p.59-67.
Dachlan, M.A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Di dalam Laporan Up
Grading Tenaga Pembina Gula Merah. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Bogor.
Erningpraja, L. 2001. Rancang Bangun Model Produksi Bersih Kebun Kelapa
Sawit. Studi Kasus di Kebun Kelapa Sawit Kertajaya, Banten dan
Kebun Kelapa Sawit Bah Jambi, Sumatera Utara. Disertasi. Program
Pasca Sarjana-IPB, Bogor.
Gehlawat, J. K. 1996. Membrane Technology for Sugar Industry. Proceeding
Academic.
Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi
Hasil Pertanian IPB, Bogor
Hammer, B. 1996. What Is The Relationship between Cleaner Production,
Pollution Prevention, Waste Minimization and ISO 14000 ? Paper for
Presentation at The 1st Asian Conference on Cleaner Production in The
Chemical Industry, December 9-10,1996, Taipei. Di dalam
http://www.cleanerproduction.com. 2002
89
Hugot, E. 1986. Hand Book of Cane Sugar Engineering. 3rd Edition. McGrawHill Book Company.
Indeswari, N.S. 1986. Penentuan Dosis Kapur dan Belerang Pada Proses
Pemurnian Nira Tebu di Pabrik Gula Mini Lawang. Laporan Penelitian.
Fakultas Pertanian. Universitas Andalas, Padang.
Indrayana, 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT.
PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor.
Jenkins,G.H. 1966. Introduction to Cane Sugar Technology. Elsevier Scientific
Publ. Co. Amsterdam, The Netherlands.
Larsito, S., dan Hartono S. 2002. Industri Gula Indonesia dan Peluang Lampung
Mendukung Swasembada. Media Perkebunan. No. 40. Mei-Juni 2002
hlm. 21-23.
Lyle, O. 1957. Technology For Sugar Refinery Workers. Chapman and Hall
LTD. London.
Mathur, R.M.L. 1978. Handbook of Cane Sugar Technology. Oxford & IBH
Publ. Co. New Delhi.
Mochtar, M. dan T. Ananta. 1998. Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam
Pasca Panen Tebu sebagai Bahan Baku Pabrik Gula. Penelitian Gula
Indonesia. ISSN 0541:7406. hlm: 7-8.
Mochtar, M. 1994. Beberapa Persoalan dan Hasil Pemurnian Nira Tebu.
Penelitian Gula Indonesia. ISSN 0541:7406. hlm: 5-8.
Moerdokusumo. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di
Indonesia. ITB. Bandung.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Nasution, E.P. 2001. Studi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Tahu.
Skripsi. FATETA-IPB, Bogor.
Paryanto, I., A. Fachruddin dan W. Sumaryono. 1999. Diversifikasi Sukrosa
Menjadi Produk Lain. P3GI. Serpong.
Paturau, J.M. 1982. By-product of The Cane Sugar Industry. 2nd Edition.
Elsevier Scientific Publ. Co. Amsterdam, The Netherlands.
90
91
LAMPIRAN
92
GENERAL MANAGER
Ke
Kabag TU & K
Staf TUK
Kabag Instalasi
Staf Instalasi
Kabag Pabrikasi
Staf Pabrikasi
Kepala Tanaman II
Kepala Tanaman II
HTO/SKK
HTO/SKK
Staf Tanaman
Staf Tanaman
93
Uraian
2
Awal Giling
Akhir Giling
Hari Giling
Luas digiling
Tebu digiling
Tebu / Ha
Rendemen
Hablur / Ha
Total Hablur
Prod. SHS Tebu
Prod. SHS RS
Gula PG
Prod. Tetes Tebu
Prod. Tetes RS
Jam Berhenti Giling
Luar Pabrik
Dalam Pabrik
Kap. Giling Inclu.
Kap. Giling Exclu.
Residu (IDO)
IDO / tebu
Luas tebu terbakar
Tebu terbakar
SHS % tebu
Tetes % tebu
Trash % tebu
HK Tetes
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sat.
3
Ha
Ton
Ton
%
Ton
Ton
Ton
Ton
Ton
%
%
Ton
Ton
Lt
Ton
Ha
Ton
%
%
%
%
Th. 2002
4
1 Mei
5 Agusutus
97
8.058,47
283.817,8
35,2
6,5
2,3
18.306,9
18.325,2
18.325,2
11.973,8
22,4
10,5
11,9
2.966,1
3.629,8
517.4
1,82
59,45
13.614
6,46
4,22
6,10
34,80
Realisasi
Th. 2003
5
2 Juni
25 September
115
6.871,27
429.507,0
62,5
7,38
4,61
31.708,7
31.667,9
2.741,8
31.667,9
20.181,7
160,9
5,73
5,08
0,65
3.714,1
3.955,6
735.500,0
1,71
1.512,74
100.943,50
7,37
4,69
4,68
33,70
Th. 2004
6
22 Mei
10 Oktober
142
7.274,54
519.648,6
71,4
7,60
5,43
39.468,6
39.213,6
2.329,0
39.213,6
23.068,5
116,7
11,08
0,38
10,70
3.755,4
4.171,7
1.652.400
3,18
915,20
79.803,4
7,50
4,44
3,94
33,40
94
95
1. Tebu
2. Sabut
3. Nira mentah
Jam giling
: 22 jam
Pol (pT)
: 9,21 %
Brix (bT)
: 13,89 %
sabut (f)
: 17,26 %
Total sabut
: 29 521 kg/jam
Bruto (FNM)
: 9,67 %
Brix (bNM)
: 14,42 %
: 42 455 kg/jam
: 30 %
ampas 4
: 70%
: 1,51574 kg/dm3
1
17,85
12,38
2
10,27
6,58
FNT
FT
FNT
FNT
141.517 kg/jam
3
7,04
4,35
4
3,69
2,19
FS
GILINGAN 1
bNT
(%bNT x FNT)
= (%bN1 x FN1)
+ bNA1
0,1679 x 141517
= 0,1785 x 81331
+ bNA1
23761
= 14.518
+ bNA1
bN1
+ bNA1
96
bNA1
= 23.761 - 14.518
bNA1
= 9243
pN1
+ pNA1
0,1113 x 141517
= 0,1238 x 81331
+ pNA1
15751
= 10069
+ pNA1
pNA1
= 5682
%pNA1
GILINGAN 2
bNA1
bN3
bNA2 + bN2
bNA2
= 12564 - 6904
bNA2
= 5660
pN3
pNA2 + pN2
pNA2
= 7732 - 4423
pNA2
= 3309
97
bNA2
+ bi
bN4
bNA3
bN3
= bNA3 + 3319
= bNA3 + 3319
bNA3
= 6988 - 3319
bNA3
= 3669
+ pi
pN4
pNA3
pN3
= pNA3 + 2050
= pNA3 + 2050
3309 + 788
pNA3
= 4097 - 2050
pNA3
= 2047
GILINGAN 4
bNA3
+ bi
3669 + 0 +
bNA4
bN4
= bNA4 + 1328
bNA4
= 3669 - 1328
bNA4
= 2341
+ pi
2047
+0
= pNA4 + 788
bNA4
pNA4
pN4
= 2047 - 788
98
bNA4
= 1259
OVER ALL
bNT
+ bi
bAMPAS
23761 + 0
bNA4
+ 0,1442 x 148551
23761
bNA4
+ 21421
bNA4
= 23761 - 21421
bNA4
= 2340
bNM
pNT
+ pi
pAMPAS
15751 + 0
pNA4
+ 0,1442 x 148551
15751
pNA4
+ 14365
pNA4
= 15751 - 14365
pNA4
= 1386
pNM
99
2. Sabut
: 165.553 kg/jam
Jam giling
: 22 jam
Pol (pT)
: 7,89 %
Brix (bT)
: 11,67 %
sabut (f)
: 17,05 %
Total sabut
: 28 227 kg/jam
3. Nira mentah
Bruto (FNM)
: 153.128 kg/jam
: 11,02 %
Brix (bNM)
: 7,54 %
: 50.263 kg/jam
: 30 %
ampas 4
: 70%
1
14,55
10,26
2
7,51
4,92
FNT
FT
FNT
FNT
137.326 kg/jam
3
5,65
3,61
4
3,62
2,24
FS
GILINGAN 1
bNT
(%bNT x FNT)
= (%bN1 x FN1)
+ bNA1
0,1407 x 137.326
= 0,1455 x 76346
+ bNA1
19322
= 11108
+ bNA1
bN1
+ bNA1
100
bNA1
= 19322- 11108
bNA1
= 8214
pN1
+ pNA1
0,0951 x 137326
= 0,1026 x 76346
+ pNA1
13060
= 7833
+ pNA1
pNA1
= 5227
%pNA1
GILINGAN 2
bNA1
bN3
bNA2 + bN2
bNA2
= 11508 - 5746
bNA2
= 5762 kg/jam
pN3
pNA2 + pN2
pNA2
= 7332 - 3764
pNA2
= 3568 kg/jam
101
GILINGAN 3
bNA2
5761 + 0 +
+ bi
bN4
bNA3
0,0362 x 33500
= bNA3 + 3295
5761 + 2304
= bNA3 + 3295
bNA3
= 8065 - 3295
bNA3
= 4770 kg/jam
bN3
+ pi
pN4
pNA3
pN3
= pNA3 + 2105
= pNA3 + 2105
pNA3
= 5012 - 2105
pNA3
= 2889
GILINGAN 4
bNA3
+ bi
4770 + 0 +
bNA4
bN4
= bNA4 + 2304
bNA4
= 4770 - 2304
bNA4
= 2466
+ pi
2889
+0
= pNA4 + 1426
pNA4
pN4
102
bNA4
= 2889 - 1426
bNA4
= 1463
OVER ALL
bNT
+ bi
19322 + 0
19322
bAMPAS
bNA4
+ 0,1102 x 153128
bNA4
bNA4
= 19322 - 16874
bNA4
= 2448
bNM
+ 16874
+ pi
pAMPAS
13060 + 0
pNA4
+ 0,0754 x 153128
13060
pNA4
+ 11546
pNA4
= 13060 - 11546
pNA4
= 1514
pNM
103
Konsumsi
Uap
21.19
13.5
21.19
21.19
21.19
21.19
21.19
21.19
21.19
Satuan
kg/kWh
kg/hpH
kg/kWh
kg/kWh
kg/kWh
kg/kWh
kg/kWh
kg/kWh
kg/kWh
Waktu
Pemakaian (jam)
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
2240,75
104
55.000
(734,93 90)
24100
P = 1471,83 kkal/kg
Jadi jumlah panas yang diterima dalam uap adalah
1.726 258,9 = 1.467,1 kkal/kg
Turbin Generator
PG. Jatitujuh memiliki dua buah turbin generator tipe MSBHD 630 dengan daya
terpasang masing-masing 4375 KVA/6000 V. Dari hasil pengamatan, diperoleh
rata-rata tenaga listrik yang dihasilkan setiap jam adalah 3364,17 KWH.
Jam kerja turbin = 2240,75 jam/tahun
Efisiensi turbin = 80 %
Konsumsi uap = 21,19 kg/KWH
Kerugian mekanis = 15 %
Kebutuhan uap untuk turbin selama satu tahun (musim giling) adalah :
3364,17 x 2240,75 x 21,19 x 1,15 = 183.696.184,5 kg uap/tahun.
Jika dalam satu musim giling rata-rata tebu yang digiling yaitu 484.993,5 ton
tebu, maka kebutuhan uap rata-rata uap untuk turbin per tahun adalah 378,76 kg
uap/ton tebu.
105
Turbin Unigrator
Daya = 700 KW
Konsumsi uap = 21,19 kg/KWH
Maka kebutuhan uap dalam satu musim giling
= (700 x 21,19 x 2240,75 x 1,15 x 4) / 484.993,5 = 315,24 kg uap/ton tebu
Pompa injeksi I
Konsumsi uap =
=
Konsumsi uap =
106
269.230.300kg
484.993,5
10,54
x 1
64,30
3 _ x _ 136 _ kg / jam
143 _ ton _ tebu / jam
107
Maka konsumsi uap pada evaporator adalah = 66,49 + 48,06 + 21,15 + 11,70
= 146,99 kg uap/ton tebu
Pan Masakan
Berat sirup =
= 555,12 464,13
= 90,99 kg/ton tebu
brix _ syrup
Konsumsi uap = berat _ sirup _ x 1
x1,5
brix _ mas sec uites
64,13
= 90,99 x 1
x1,5
92,70
= 42,06 kg uap/ton tebu
Turbin gilingan
Stasiun pemurnian
Stasiun penguapan
Stasiun masakan
Stasiun putaran
Total
108
Kondisi I
w = kadar air pada ampas
= 51 %
s = pol % ampas
= 4,24 %
, Hugot (1986)
240 30
Qc = 1,04
%
15
= 14,56 % 15 %
Qc = 15% x 1726
= 258,9 kkal/kg
Turbin bekerja pada tekanan 25 bar, 330 oC
didapatkan entalpi (h2) = 734,93 kkal/kg
Suhu air umpan = 90 oC diperoleh entalpi (h1) = 90 kkal/kg
(h2 h1) = 644,93 kkal/kg
Panas berguna (P)
P=
55.000
(734,93 90)
24100
P = 1471,83 kkal/kg
Jadi jumlah panas yang diterima dalam uap adalah
1.726 258,9 = 1.467,1 kkal/kg
Maka, 1 kg ampas akan menghasilkan
1.467,1
= 2,27 kg uap
644,93
109
1 kg uap =
1467,1
= 646,34 kkal
2,27
1 _ kg _ ampas
1467,1 _ kkal
= 180.328.539,3 kg ampas/tahun
Kondisi II (rekomendasi produksi bersih)
w = 50 %
s = 3,55 %
NCV ampas
, Hugot (1986)
110
1782,4
= 2,36 kg uap
644,93
1kg _ IDO
9500 _ kkal
= 562.105,26 kg IDO/tahun
= Rp. 2175/kg
1.061.007,74 kg Rp.2175
x
kg
tahun
= Rp. 2.307.844.085/tahun
111
kg _ uap
ton _ tebu
kkal
kg _ uap
x 464.13
kg _ uap
ton _ tebu
= 299 985.78
kkal
ton _ tebu
x 519 648.6
ton _ tebu
tahun
= 1.5589 x1011
kkal
tahun
Energi uap
= 5 % x 1.5589 x1011
= 0.0079 x1011
= 7.79 x109
kkal
tahun
kkal
tahun
1 _ kg _ uap
kkal
x
tahun 646.34 _ kkal
= 12 052 480.12
Energi IDO
Biaya
= 7.79 x109
kkal
tahun
kg _ uap
tahun
kkal 1 _ kg _ IDO
x
tahun 9500 _ kkal
= 820 000
kg _ IDO
tahun
= 820 000
kg _ IDO Rp _ 2175
tahun
kg _ IDO
112
Asumsi-asumsi :
Biaya pengolahan air :
Pengambilan air sungai = Rp.150,-/m3 (dari pajak)
Pengolahan air = Rp.200,-/m3 (bahan kimia)
Jumlah penghematan air :
= 140 m3/hari x Rp.350,-/m3
= Rp. 49.000,-/hari
113
OPSI PRODUKSI
BERSIH
Penghematan konsumsi
air imbibisi
RENCANA PERBAIKAN
1.
Penggilingan
2.
Evaporator
Penghematan konsumsi
air pada saat pencucian.
3.
Manajemen
penggunaan air
4.
Boiler house
Peningkatan efisiensi
dan kinerja boiler
5.
Pompa oli
6.
In house-keeping
Peningkatan K3
114
Lampiran 11. Mesin dan alat produksi pengolahan gula di PG. Jatitujuh
No
1
Nama Alat /
Mesin
Meja Tebu
Tempat
Fungsi
Pemakaian
Stasiun
Menerima tebu hasil
Pendahuluan tebang
angkut
dan
membawa tebu yang
digiling ke dalam cane
carrier secara konstan
agar pembebanan pada
alat-alat
di
stasiun
gilingan juga konstan
Cane Carrier
Stasiun
Mengangkut tebu dari
Pendahuluan meja tebu ke pisau tebu
dan unigrator untuk
dicacah
Pisau Tebu
Stasiun
Memotong/memperkecil
Pendahuluan tebu menjadi bagianbagian
yang
lebih
pendek
agar
memudahkan
proses
selanjutnya di unigrator
Unigrator
Stasiun
Menghancurkan
Pendahuluan potongan-potongan
batang tebu menjadi
bentuk serabut sehingga
memperbesar
luas
permukaan
agar
Keterangan
Jumlah 2 buah
(memenuhi
sistem FIFO),
kemiringan
20o. Panjang
12 m, lebar 8
m. Dilengkapi
leveler/perata.
Kecepatan
gerak 160 m/s
Panjang 41 m,
tinggi 2,134 m,
kecepatan
gerak 0-0,3 m/s
(dapat diatur),
memiliki 300
lembar
lempeng
pembawa tebu
Jumlah
36
mata pisau dala
1
silinder.
Ukuran
tiap
mata pisau 56
x 17,8 x 1,6 cm
(panjang, lebar,
tebal). Merek
FCB France.
Terdiri dari 72
buah palu dari
bahan
block
casting dengan
kecepatan
putar
tinggi
115
Leveler (Perata
Tebu Halus)
Belt Conveyor
diperoleh
pemerahan
nira
sebanyakbanyaknya
Stasiun
Meratakan tebu agar
Pendahuluan tidak melebihi batas
yang diizinkan sehingga
pemasukan tebu ke
gilingan menjadi teratur
Stasiun
Mengangkut/membawa
Pendahuluan hasil pencacahan ke
stasiun gilingan dari
unugrator
Stasiun
Gilingan
(600 rpm)
Memiliki
30
tangan perata,
bekerja
berlawanan
arah aliran tebu
Memiliki
kemiringan
10o, gaya gesek
yang besar dan
anti
korosi,
terbuat
dari
bahan karet
Memerah nira dalam Jumlah alat 4
tebu
(sabut
tebu) buah
terdiri
sebanyak-banyaknya
dari
3
melalui
proses baterai/unit.
penekanan
Tiap
unit
gilingan terdiri
dari 3 roll,
yaitu roll atas
(d=980
mm,
p=2140 mm)
yang berputar
berlawanan
arah
dengan
roll
depan
(d=980
mm,
p=2134 mm)
dan
roll
belakang
(d=1033 mm,
p=2134 mm).
Terdapat pula
roll
pengisi
untuk
membantu
proses.
Pada
tiap gilingan
terdapat alur V
untuk
mempertinggi
efek
pemerahan
serta
tempat
mengalirnya
116
Menggerakkan gilingan
Hydraulic
Gilingan
Stasiun
Gilingan
10
Elektromotor
gilingan
Stasiun
Gilingan
Menggerakkan gilingan
11
Intermediate
Belt Conveyor
Stasiun
Gilingan
12
Cush-Cush
Elevator
Stasiun
Gilingan
13
Timbangan
Nira Mentah
Stasiun
Pemurnian
nira
hasil
perahan.
Jumlah 1 unit
per
unit
gilingan,
memakai
tenaga
uap
dengan suhu
340o C
Mengakibatkan
roll
gilingan
bergerak naik
turun
berdasarkan
dari ketebalan
sabut
yang
masuk
ke
gilingan
Jumlah 2 unit
pada gilingan I
dan
IV,
menggunakan
tenaga listrik,
menggerakkan
roll belakang.
Memiliki
ukuran panjang
4 m dan lebar
2,2 m dengan
kemiringan 15o
Panjang bagian
datar 12 m dan
panjang bagian
miring 7 m
dengan sudut
kemiringan 45o
Ukuran 170 x
160 x 210 cm
(p x l x t).
Kapasitas
timbang
5000kg/siklus.
Merek Avery
Weiller
tipe
Servo Duplex
117
14
Pemanas Nira
Stasiun
Pemurnian
Mempercepat
reaksireaksi pada larutan nira
(pada
pemanas
I),
mematikan jasad renik
danmenyempurnakan
reaksi
pengendapan
(pada pemanas II),dan
menyiapkan suhu yang
tepat sebelum masuk ke
evaporator
(pada
pemanas III)
15
Defekator
Stasiun
Pemurnian
16
Bejana Sulfitasi
Stasiun
Pemurnian
17
Profloc Tower
Stasiun
Pemurnian
Memiliki 3 tipe
pemanas, yaitu
pemanas nira I
(suhu
pemanasan 70C),
75o
pemanas nira II
(suhu
pemanasan
100-105o C),
pemanas nira
III
(suhu
pemanasan
110-115o C)
Jumlah 2 buah
dengan waktu
proses 5 menit
pada defekator
I dan kurang
dari 1 menit
pada defekator
II
Terdiri dari 2
jenis
alat
dengan
2
sistem
yang
berbeda, yaitu
system blower
dan
system
verntury.
Diameter alat =
2,5 m
Dilengkapi
ruangan ampas
halus. Tinggi
alat 6 meter,
dengan
kapasitas 6,5
m3. pada alat
ini
ditambahkan
flokulan untuk
membantu
proses
118
18
Clarifier/Bejana Stasiun
Pengendap
Pemurnian
Memisahkan endapan
dan
jernihan
(nira
jernih)
berdasarkan
perbedaan
densitas
antara endapan dan
jernihan
19
Rotary Vacuum
Filter (RVF) /
Penapis Nira
Kotor
Stasiun
Pemurnian
Memisahkan/menapis
kotoran
dari
nira
menghasilkan
nira
jernih
dan
blotong
secara kontinu dengan
memakai
prinsip
penyaringan
20
21
Juice
Syrup Stasiun
Pemurnian
Purification
(JSP)
pengendapan
Jumlah 2 buah
dengan
kapasitas
masing-masing
250 m3 dengan
sistem kontinu.
Merupakan alat
pemisah sistem
padatan
cairan dengan
prinsip
pengendapan
Bagian utama
dari alat ini
terdiri
dari
suatu silinder
yang berputar
(tromol) dan
dilapisi dengan
saringan halus
yang
terbuat
dari stainless
dengan
steel
jumlah lubang
625 per m2
dengan
diameter
0,5
mm. Silinder
dari
RVF
terbagi menjadi
24
segmen
yang
dihubungkan
dengan
instalasi vakum
tinggi (40-45
CmHg)
dan
vakum rendah
(10-15 CmHg).
-
Memiliki
perlengkapan
tambahan
berupa aerator,
119
yang
keluar
dari
evaporator
sebelum
dilakukan
proses
kristalisasi
22
Evaporator /
badan penguap
Stasiun
penguapan
Menguapkan air
dikandung oleh
jernih sehingga
berubah menjadi
kental
yang
nira
nira
nira
pemanas nira
(Juice Heater),
reaktor
pemroses, dan
tanki
bahan
penunjang.
Metode
pemisahan
kotoran yang
dilakukan
adalah metode
floating
(pengapungan).
JSP dapat pula
memproduksi
nira yang dapat
menghasilkan
gula
rafinasi
(gula industri)
dengan
menambahkan
flokulan kation
Total
evaporator
yang dimiliki
PG
Jatitujuh
sejumlah
6
buah,
1
diantaranya
telah
rusak
sehingga hanya
5
yang
beroperasi.
Dari
5
evaporator
yang
dapat
beroperasi,
setiap harinya
digunakan
4
evaporator
(quadruple
effect),
sedangkan
1
buah sisanya
dibersihkan
secara
bergantian.
Luas pemanas
120
23
Kondensor
Stasiun
penguapan
24
Penangkap nira
Stasiun
penguapan
dan
pemasakan
25
Pan masakan
Stasiun
pemasakan
26
Palung
pendingin
Stasiun
pemasakan
Mengembunkan
uap
menjadi air kembali
dengan
cara
menurunkan titik didih
nira sehingga kecepatan
penguapan tinggi
Memisahkan sebagian
kecil nira yang ikut
teruapkan bersama air
agar tidak merusak
peralatan
dan
menurunkan produksi
nira
Mengkristalkan zat gula
yang terkandung dalam
nira kental dengan cara
menaikkan konsentrasi
nira kental sehingga
sebagian besar sukrosa
dipisahkan
menjadi
kristal gula dan cairan
adalah 1600 m2
(pada
evaporator 2,
3, dan 4) dan
1000 m2 (pada
evaporator 5
dan 6)
Tinggi
alat
4050
mm
dengan
diameter
sebesar 6000
mm
-
Terdapat
6
buah
pan
masakan
dengan
luas
pemanas
sebesar 330 m2
per
pan.
Volume
per
pan masakan
adalah 55 m3
dengan
panjang pipa
pemanas 460
mm berjumlah
1300
batang
pipa.Dari 6 pan
pemasakan
yang
ada,
terdiri
dari
buah
pan
pemasak A, 1
pan pemasak
C,
1
pan
pemasak
D,
dan 1 pan
pemasak C/D
Menampung
dan Kecepatan
mendinginkan masakan putaran
121
27
Low Grade
Centrifugal
Stasiun
putaran
28
High Grade
Centrifugal
Stasiun
putaran
29
Talang goyang
Stasiun
Menampung
dan
penyelesaian menghantar gula SHS
basah
Memisahkan masakan A
menjadi gula A dan
stroop A (putaran 1)
atau klare A (putaran 2)
serta
memisahkan
masakan C menjadi gula
C dan stroop C
pengaduk
sebesar 5 rpm
Berjumlah
7
unit (5 unit
untuk masakan
(putaran
D1
pertama) dan 2
unit
untuk
masakan
D2
(putaran
kedua)).
Kecepatan
putaran adalah
1900
rpm
dengan sudut
basket
300.
kapasitas 4-8
ton/jam
Alat ini bekerja
secara
diskontinue /
batch
yang
membutuhkan
waktu
untuk
pengisian gula
dan
penyekrapan.
Alat
yang
digunakan
untuk putaran
jenis
ini
sebanyak
7
unit (2 unit
untuk masakan
C, 3 unit untuk
masakan
A,
dan 2 unit
untuk
SHS).
Kapasitas alat
adalah sebesar
22 ton/jam
-
122
Stasiun
Mengangkut gula SHS
penyelesaian yang masih basah dari
talang
goyang
ke
pengering gula
Stasiun
Meneringkan
dan
penyelesaian mendinginkan gula SHS
Ukuran 98 x
0,4 m (p x l).
Bahan karet
30
Sugar Elevator
Conveyor
31
Terdiri dari 6
silinder
pengering dan
6
silinder
pendingin
Stasiun
Menghembuskan udara Blower
penyelesaian panas agar gula cepat
kering
Stasiun
Menangkap debu gula Berbentuk
Cyclone
penyelesaian kering lalu dengan huruf
U
Separator
penyemprotan air di (silinder
dalam, debu jatuh ke vertikal)
tangki leburan
Stasiun
Tempat krikilan dan Sugar Malter
penyelesaian gula halus disatukan
untuk dilebur kembali
ke masakan D2
Ayakan getar
Stasiun
Menyaring gula SHS Terdiri dari 3
(Vibrating
penyelesaian sehingga diperoleh gula tingkat ayakan
produk
/
standar, dengan 2 jenis
Screen)
sedangkan
sisanya saringan
berupa gula halus / debu
dan gula krikil
Membawa gula produk Bahan karet
Belt Conveyor 1 Stasiun
penyelesaian dari hasil ayakan getar
ke bucket elevator
Silinde magnet Stasiun
Memisahkan
dan Prinsip
(Magnetic
penyelesaian menangkap logam pemisahan
logam
kecil
yang kotoran dengan
Drum)
terbawa
oleh
gula magnet
produk
Stasiun
Memindahkan
gula Pemindah
Dry Sugar
Bucket Elevator penyelesaian yang dibawa oleh belt berbentuk
conveyor
1
ke mangkuk
penampung
gula
/ mangkuk
hopper secara vertikal
Membagi gula kering Bahan karet
Sugar Conveyor Stasiun
to Hopper
penyelesaian yang
dibawa
oleh
bucket
elevator
ke
hopper kiri, tengah dan
kanan
Stasiun
Menampung
gula Kapasitas 180
Sugar Hopper
penyelesaian sebelum ditimbang dan ton,
terbagi
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Rotary Dryer
and Cooler
123
dikemas
dalam 3 bagian
badan
Terdiri
dari
timbangan dan
mesin
jahit
karung, masing
masing
berjumlah
3
buah
-
41
Weighting and
Bagging
Machine
Stasiun
Menimbang gula yang
penyelesaian dimasukkan ke karung
(per 50 kg) dan menjahit
karung gula yang telah
dimasukkan gula produk
SHS.
42
Carrier Gula
43
Belt Conveyor
II
Stasiun
Membawa gula produk
penyelesaian dalam karung ke mesin
jahit sampai ke belt
conveyor II
Stasiun
Membawa karung gula
penyelesaian produk yang telah
124
100 ml nira dipipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml,
dan ditambahkan kedalamnya 5 ml Pb asetat dan 5 ml aquades.
NilaiPol ( P 20) =
( Pt Po)Q 20
x{1 + c(t 20) + 0,000144(t 20)}
(Qt Po)
125
126
127
128
129