Anda di halaman 1dari 8

Puspa Pesona Provinsi Jawa Tengah

1. Bunga Kantil (Michelia alba) sebagai Flora Khas Jawa Tengah dan Burung Kepodang
(Oriolus chinensis) sebagai Fauna Khas Jawa Tengah

Kantil (Cempaka Putih) merupakan tanaman yang mempunyai bunga berwarna putih dan
berbau harum dengan tinggi pohon mencapai 30 meter. Bunga kantil yang mempunyai
nama latin Michelia alba dan masih berkerabat dekat dengan bunga jeumpa (cempaka
kuning) ini merupakan tanaman khas (fauna identitas) provinsi Jawa Tengah. Mitos yang
berkembang di masyarakat, aroma bunga kantil yang khas sangat disukai oleh kuntilanak,
sejenis makhlus halus berjenis kelamin perempuan. Kuntilanak, menurut mitos ini, sering
menjadikan pohon kantil (cempaka putih) sebagai rumah tempat tinggalnya. Terlepas
dari mitos tersebut, kantil mempunyai nilai tradisi yang erat bagi masyarakat Jawa,
terutama Jawa Tengah baik dalam prosesi perkawinan maupun kematian. Tanaman kantil
mempunyai beberapa nama lokal di berbagai daerah di Indonesia. Nama-nama lokal
tersebut diantaranya adalah cempaka putih, kantil (Jawa), cempaka
bodas(Sunda), campaka (Madura), jeumpa gadeng (Aceh), campaka
putieh (Minangkabau), sampaka mopusi (Mongondow), bunga eja kebo (Makasar), bunga
eja mapute (Bugis),capaka bobudo (Ternate), capaka bobulo (Tidore). Dalam bahasa
Inggris, fauna identitas Jawa Tengah ini disebut White champaca. Di Filipina tanaman ini
dikenal sebagai Tsampakang puti. Dalam bahasa ilmiah (latin) bunga kantil disebut
sebagai Michelia alba yang bersinonim dengan Michelia longifolia(Blume).

Ciri-ciri.
Pohon kantil mempunyai tinggi yang mampu mencapai 30 meter dan mempunyai batang
yang berkayu. Pada ranting-ranting pohon cempaka putih biasanya ditumbuhi bulu-bulu
halus berwarna keabu-abuan. Daun kantil (cempaka putih) tunggal berbentuk bulat telur
dan berwarna hijau. Tangkai daun lumayan panjang, mencapai hampir separo panjang
daunnya. Kantil (Michelia alba) mempunyai bunga berwarna putih yang mempunyai bau
harum yang khas. Tanaman yang dimitoskan sebagai rumah kuntilanak ini jarang
ditemukan mempunyai buah karena itu perbanyakan dilakukan secara vegetatif.

Habitat dan Persebaran.


Pohon kantil (cempaka putih) tersebar mulai daratan Asia beriklim tropis hingga
beberapa pulau di kawasan Pasifik. Di Indonesia, tanaman ini yang menjadi flora identitas
provinsi Jawa Tengah ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Habitat tumbuhan
kantil meliputi daerah beriklim tropis pada dataran rendah hingga ketinggian mencapai
1.600 meter dpl.

Manfaat dan Kegunaan.


Bunga Kantil mempunyai nilai tradisi yang erat bagi masyarakat Jawa, terutama di Jawa
Tengah. Bunga Kantil banyak di gunakan pada upacara perkawinan terutama sebagai
hiasan sanggul dan keris. Selain itu bunga kantil juga digunakan pada upacara kematian
dan tabur bunga (nyekar). Dalam bahasa Jawa, kantil berarti menggantung seperti halnya
bunga ini. Bunga Kantil mempunyai makna ritual ‘kemantilkantil’ yang berarti selalu ingat
dimanapun berada dan selalu mempunyai hubungan yang erat sekalipun sudah berbeda
alam. Secara medis, bunga, batang, daun kantil (Michelia alba) mengandung alkaloid
mikelarbina dan liriodenina yang mempunyai khasiat sebagai ekspektoran dan diuretik.
Karena kandungan yang dipunyainya, kantil dipercaya dapat menjadi obat alternatif bagi
berbagai penyakit seperti bronkhitis, batuk, demam, keputihan, radang, prostata, infeksi
saluran kemih, dan sulit kencing. Sayangnya khasiat yang dipunyai oleh bunga cempaka
putih ini belum tereksplorasi secara maksimal. Sehingga meski saat ini mulai ada yang
berusaha membudidayakan tanaman ini tetapi pemanfaatannya lebih banyak untuk
acara-acara spiritual dan tradisi. Menyimak mitos dan kandungan medis yang menyertai
fauna identitas provinsi Jawa Tengah ini, kini tergantung kepada masing-masing kita.
Apakah lebih mempercayai tanaman ini sebagai rumah kuntilanak atau justru menyadari
khasiat medis sebagai obat alternatif yang amat bermanfaat.

Klasifikasi Ilmiah. Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo:


Magnoliales; Famili: Magnoliaceae; Genus: Michelia; Spesies: Michelia alba. Nama
latin: Michelia alba. Sinonim: Michelia longifolia (Blume). Nama Indonesia:Kantil,
Cempaka Putih.
Melati Gambir (Jasminum pubescens)

Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Subkelas: Asteridae
Ordo: Scrophulariales
Famili: Oleaceae
Genus: Jasminum
Spesies: Jasminum pubescens (Retz.) Willd.
Sinonim: Jasminum multiflorum (Burrn. f.) Andr
Nama Umum: melati gambir, poncosudo; Inggris: star jasmine
Pekalongan Jenis melati ini sangat banyak ditanam dan memiliki penggemar tersendiri.
Wajar saja, sebab melati berjenis satu ini selain ukurannya yang mungil juga memiliki bau
yang harum. Oleh karena itu tidak heran jika bunganya juga dipakai sebagai campuran
teh.
Bunga melati putih memiliki pohon yang tumbuh rendah dan cenderung menjalar.
Sehingga dalam membiakkannya cukup dengan metode tanam merunduk. Melati putih
biasanya mekar bersamaan saat musim hujan.
Fauna Pesona Provinsi Jawa Tengah

1. Burung Kepodang Fauna Khas Provinsi Jawa Tengah

Burung Kepodang (Oriolus chinensis) merupakan burung berkicau yang mempunyai bulu
yang indah. Burung Kepodang cukup dikenal dalam budaya Jawa, khususnya Jawa
Tengah, selain hanya karena Burung Kepodang merupakan fauna identitas provinsi Jawa
Tengah, Burung Kepodang juga sering dipergunakan dalam tradisi ‘mitoni’ (tradisi tujuh
bulan kehamilan). Konon, ibu hamil yang memakan daging burung Kepodang akan
mendapatkan anak yang ganteng atau cantik jelita. Burung Kepodang yang merupakan
fauna identitas provinsi Jawa Tengah ini dikenal juga dengan sebutan manuk pitu
wolu karena bunyinya yang nyaring mirip dengan ucapan pitu-wolu (tujuh delapan).
Selain itu, burung ini juga terkenal sebagai burung pesolek yang selalu tampil cantik, rapi,
dan bersih termasuk dalam membuat sarang. Masyarakat Sunda biasa menyebut burung
Kepodang ini dengan sebutan Bincarung. Sedangkan beberapa daerah di Sumatera
menyebutnya sebagai Gantialuh dan masyarakat di Sulawesi menyebutnya Gulalahe.
Burung Kepodang ini dalam bahasa Inggris sering disebut dengan Black Naped Oriole. Di
Malaysia disebut burung Kunyit Besar. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin), Burung
Kepodang disebut Oriolus chinensis.

Ciri-ciri dan Kebiasaan.


Burung Kepodang (Oriolus chinensis) berukuran relatif sedang, panjang mulai ujung ekor
hingga paruh berkisar 25 cm. Bulunya indah berwarna kuning keemasan sedang bagian
kepala,sayap dan ekor ada sebagian bulu yang berwarna hitam. Ciri khas burung
Kepodang adalah terdapatnya garis hitam melewati mata dan tengkuk. Iris mata burung
Kepodang berwarna merah sedangkan paruhnya berwarna merah jambu dan kedua
kakinya berwarna hitam. Burung Kepodang yang ditetapkan sebagai maskot (fauna
identitas) provinsi Jawa Tengah ini mempunyai siulan seperti bunyi alunan seruling
dengan bunyi “liiuw, klii-lii-tii-liiuw” atau “u-dli-u”. Selain mempunyai ocehan yang sangat
keras dan nyaring, Kepodang juga pandai menirukan suara burung Ciblek, Prenjak,
Penthet bahkan suara burung Raja Udang. Makanan utama Kepodang adalah buah-
buahan seperti pisang dan papaya, serangga kecil dan biji-bijian dan sesekali memakan
ulat bumbung dan ulat pisang. Burung Kepodang biasa hidup berpasangan. Burung betina
biasanya membuat sarang dengan teliti pada ranting pohon. Ketelitian burung Kepodang
dalam membuat sarang yang indah dan tampilan burung yang selalu terlihat bersih dan
rapi dengan bulu yang indah menawan membuat burung ini sering mendapat predikat
sebagai burung pesolek.

Habitat, Persebaran, dan Konservasi.


Habitat asli Burung Kepodang (Oriolus chinensis) adalah di daerah dataran tinggi. Namun
burung ini dapat juga ditemui di hutan terbuka, hutan mangrove dan hutan pantai hingga
ketinggian 1.600 m dpl. Kepodang tersebar luas di mulai dari India, Bangladesh, Rusia,
China, Korea, Taiwan, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, Malaysia, hingga
Indonesia. Di Indonesia, burung berbulu indah ini dapat dijumpai di pulau Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Burung Kepodang (Oriolus
chinensis), meskipun di beberapa tempat di Indonesia julai jarang ditemukan tetapi
secara umum masih dikategorikan sebagai ‘Least Concern’ atau ‘Beresiko Rendah’ oleh
IUCN Redlist. Artinya burung pesolek maskot provinsi Jawa Tengah ini masih dianggap
belum terancam kepunahan.

Subspesies Burung Kepodang.


Burung Kepodang sebenarnya mempunyai beberapa subspesies (anak jenis). Beberapa
anak jenis burung Kepodang diantaranya adalah:
Oriolus chinensis andamanensis
Oriolus chinensis celebensis
Oriolus chinensis chinensis (Black Naped Oriole)
Oriolus chinensis diffusus
Oriolus chinensis frontalis
Oriolus chinensis lamprochryseus
Oriolus chinensis macrourus
Oriolus chinensis maculatus
Oriolus chinensis melanisticus
Oriolus chinensis mundus
Oriolus chinensis richmondi
Oriolus chinensis sangirensis
Oriolus chinensis sipora
Oriolus chinensis stresemanni
Oriolus chinensis suluensis
Oriolus chinensis tenuirostris
Oriolus chinensis yamamurae

Mitos dan Filosofi Jawa.


Dalam masyarakat Jawa, burung Kepodang sangat dikenal oleh masyarakat dan dianggap
mempunyai makna filosofi yang tinggi. Bagi masyarakat Jawa burung Kepodang
melambangkan kekompakan, keselarasan dan keindahan budi pekerti sekaligus juga
melambangkan anak atau generasi muda. Burung Kepodang juga menjadi salah satu
burung klangenan bagi masyakat Jawa di samping burung Perkutut. Mungkin lantaran
nilai-nilai filosofi yang selaras dengan budaya Jawa maka tidak mengherankan jika
kemudian burung Kepodang ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Jawa Tengah.
Satu yang lekat di budaya Jawa adalah sebuah mitos tentang burung Kepodang ini.
Mungkin lantaran keindahan bulunya, tampilannya yang selalu ‘jaim’ dan terlihat bersih,
rapi dan indah serta ketelitian dalam membuat sarang yang indah kemudian
memunculkan mitos bahwa ibu hamil yang memakan daging burung Kepodang akan
mendapatkan anak yang ganteng ataupun cantik. Karena itu, masih sering terdapat
tradisi menyembelih burung Kepodang saat ritual ‘mitoni’ (tradisi selamatan tujuh bulan
masa kehamilan). Saya sendiri belum sempat bertanya kepada ibu saya apakah ketika
‘mitoni’ saya, beliau juga disembelihkan burung Kepodang si Pesolek cantik ini?.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes;
Famili: Oriolidae; Genus: Oriolus; Spesies: Oriolus chinensis

Jalak Suren Burung Penjaga Rumah


Posted on 24 Oktober 2010 by alamendah
Burung Jalak suren diyakini mampu menjadi penjaga rumah yang handal. Burung jalak
suren peka terhadap situasi sekelilingnya kemudian memberikan efek suaranya yang
keras dan bervariasi sehingga jika dipelihara di rumah layaknya mempunyai anjing
penjaga.
Jalak suren dalam bahasa ilmiah (latin) disebut sebagai Sturnus contra dan dalam bahasa
Inggris disebut Asian Pied Starling atau Pied Myna.
Burung Jalak suren (Sturnus contra)
Burung dari famili Sturnidae ini dapat ditemukan hampir di seluruh Indonesia terutama di
Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Selain itu burung Jalak suren tersebar juga di berbagai
negara seperti Bangladesh, Bhutan, Kamboja, China, India,Laos, Myanmar, Nepal,
Pakistan, dan Thailand.
Burung Jalak suren (Sturnus contra) berukuran sedang sekitar 24 cm. Bulunya berwarna
hitam dan putih. Bagian yang berwarna putih seperti dahi, pipi, garis sayap, tunggir dan
perut. Sedangkan bulu di dada, tenggorokan, dan tubuh bagian atas berwarna hitam
(coklat pada remaja).
Iris mata burung jalak suren berwarna abu-abu. Kulit tanpa bulu disekitar mata berwarna
jingga. Paruhnya berwarna merah dengan ujung putih. Sedangkan kaki berwarna kuning.
Suaranya seperti teriakan yang ribut, sumbang dan riang.
Biasanya burung yang hidup dalam kelompok kecil ini menghuni daerah terbuka dekat
pemukiman di dataran rendah. Kebanyakan mencari makan di atas tanah, yaitu cacing
dan satwa kecil lainnya. Bergabung dalam kelompok ketika beristirahat pada malam hari.
Khususnya di Indonesia, burung jalak suren (Sturnus contra) mulai sulit ditemukan di
habitat aslinya. Burung ini malah lebih banyak ditemukan di pasar-pasar burung dan
sebagai hewan peliharaan. Tidak heran lantaran burung yang satu ini termasuk burung
favorit kicaumania (sebutan untuk para ‘pecinta’ burung).
Lantaran ketenarannya tidak heran burung jalak suren ditetapkan menjadi fauna
identitas beberapa kabupaten di Indonesia seperti kabupaten Purbalingga dan kabupaten
Tegal di Jawa Tengah.
Populasinya di alam liar tidak diketahui dengan pasti tetapi yang pasti burung ini oleh
IUCN Redlist dikategorikan dalam status konservasi “Least Concern” atau “Beresiko
Rendah”.
Bagi yang berminat menjadikan burung ini sebagai ‘anjing penjaga’ rumah ada baiknya
memastikan jalak suren yang dibelinya merupakan hasil budidaya atau penangkaran.
Toh, saat ini sudah banyak yang berhasil membudidayakan burung jenis ini. Ini tentunya
demi terjaganya populasi jalak suren dan keseimbangan alam.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes;
Genus: Sturnidae; Spesies: Sturnus contra (Linnaeus, 1758).

Anda mungkin juga menyukai