Anda di halaman 1dari 48

1

s e j a r a h

Fendi Adiatmono
Heri Budiman

editorial
Melvi Annisa

Riau, Sumatera, Indonesia


2019
3

diatmono, Fendi, Lahir 18 Juli 1972 di


kawasan terpencil, Perbukitan Menoreh sekitar 42 Km dari
Kota Yogyakarta. Suami dari Nanda dan Ayah Lintang
Tinelo To’U Botiya dan Nabilla Chandra Putri ini
menghabiskan masa kecil hingga dewasa melalui bimbingan
Sumiyati (Ibu tercintanya) dan Triatmono. Ayah
kandungnya adalah alm. Slamet. Di pelosok dusun
pegunungan itu, sambil mengenyam pendidikan S1-S2 di
Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Ia juga pernah
menimba keilmuan Kajian Seni S3 di Universitas Gadjah
Mada. Pada tahun 2008-2009 berkesempatan menimba
keilmuan di Leiden University bidang Anthropology of
Arts, dan pada level yang sama, PhD di Asia e University
Malaysia. Seorang PNS Dosen di Universitas Negeri
Gorontalo 2002-2017, juga pernah mengajar di Esa Unggul
University 2014-2015. Sebagai pengajar honor di
Universitas Kuningan Jawa Barat 2017 dan 2018 menjadi
dosen tetap di Universitas Muhammadiyah Bandung. Founder
Yayasan Pendidikan Tinggi Adi IAI dan Founder MIJIAI
International Journal. Aktif menulis buku dan pameran
kriya. Alamat Karang 43/22 Gerbosari Samigaluh Kulon
Progo, 55673 Yogyakarta, Indonesia. Telp +6285862220400.
E-mail fendiadiatmono@yahoo.com
4

BUKU TERBIT ISBN (International Standart Book Number)


http://isbn.perpusnas.go.id/Account
1. Ornamen Gorontalo (Gorontalo Ornaments). 2014. ISBN
978-602-280-326-3. Deepublish
2. Rumah Tradisional Gorontalo (Tradisional Houses of
Gorontalo). 2014. ISBN 978-602-280-329-4. Deepublish
3. Weeskamer (Weeskamer). 2014. ISBN 978-602-280-498-7.
Deepublish
4. Mahakarya Seni Leluhur (Ancestor of Masterpiece).
2015. ISBN 978 979 1850216. Jalasutra
5. Pengantar Ornamen (Introduction Ornaments: Textbook).
2016. ISBN 978-602-280-326-3 Deepublish
6. Rumah Tradisional (Traditional House: Textbook).
2016. ISBN 978-602-401-240-3. Deepublish
7. Kriya Logam (Craft Materials: Introduction,
Techniques and Methodological). 2016. ISBN 978-602-
401-239-7.Deepublish
8. Metode Penulisan Seni (Qualitative Research
Methodology of Fine Arts). 2016. ISBN 978-602-401-252-
6 Deepublish.
9.Gorontalonologi (Gorontalonology). 2016. ISBN 978-602-
401-252-9 Deepublish
10.Kuninganologi (Kuninganology). 2017. ISBN 978-602-
453-382-3. Deepublish
11.Monumen Alih Status. 2005. ISSN 9 772598 282007.
Teknika
12."Sawerigading", di Tanah Asing: La Galigo. 2017. Book
of Colophon. Issue 2.Vol. 2.Balai Bahasa Sumatera
Utara.
13.Keris (The Kris). 2108. Kemenperin RI
14.Pradakon. 2108. ISBN 978-602-453979-5. Deepublish
5
15.Bele (The Bele). 2018. Deepublish
16.Batik of Kuningan (Batik of Kuningan). 2017 ISBN 978-
602-453-382-8 Deepublish
17.Nirmana: Seni Hebel dan Bata. 2018. ISBN 978
Deepublish
18.Punahnya Tenun Kuningan Dalam Kepungan Industri
Fashion.2018. ISBN 978-602-475-688-8 Deepublish
19.Setra (The Setra). 2018. ISBN 978-602-453-382-9.
Deepublish
20.Konstruksi Rimbang Baling (The Construction of
Rimbang Baling Kampar Kiri Hulu Riau). 2018. ISBN 978-
602-475-516-4. Deepublish
20.Stasiun Kelok 10 Bio Kampar Kiri Hulu. 2018. ISBN
978-602-475-687-1 Deepublish Yogyakarta
21.The Ornament. 2014. ISBN 978-979-1850-22-1. Jalasutra
Yogyakarta
22.Kopi Rimbang Baling. 2019. ISBN Deepublish Yogyakarta
23. Pameran Seni Rupa Nirmana Fungsional 2019. ISBN 978-
623-209-362-1 Fendi Adiatmono, Arif Rivai Rumin, Sri
Yenti. Yogyakarta: Deepublish

PATEN
1. Bele: Traditional Houses of Gorontalo, 2016, Patent
Industrial Design, Ministry of Cooperatives Republic of
Indonesia
2. Ornaments of Gorontalo, 2016, Patent Industrial
Design, Ministry of Cooperatives Republic of Indonesia
3. Weeskamer, 2016, Patent, Ministry of Cooperatives
Republic of Indonesia
4. The Coloring of Metal Craft “Pepesan”, 2016,
Patent, Ministry of Cooperatives Republic of Indonesia
5. Hijab Batik on Wool, 2016, Patent, Ministry of
Cooperatives Republic of Indonesia.
6

RISET https://scholar.google.com/citations
1.2010,The Ornament of Gorontalo, Indonesian Directorate
of Higher Education
2.2011, Design of Kerawang feat Hasdiana, Indonesian
Directorate of Higher Education
3.1997, “Obsession Past on Metal Craft’ (Indonesian
Institute of the Arts)
4.2002, “Interpretation of Adi Soeharto’s Art and
Craft” (Gorontalo State University Research Center)
5.2003, “Semiotics Perspective Monument Status State
University of Gorontalo” (Gorontalo State University
Research Center),
6.2004, “Ornaments Gorontalo” (Gorontalo State
University Research Center
7.2005, “Art Craft of Polahi’s Tribe” (Gorontalo
State University Research Center)
8.2004, “The Colorings of Metallurgy” (Gorontalo State
University ResearchCenter)
9.2007, “Spirit of the Angguk Dance” (Indonesian
Institute of The Arts)
10.2007, “Digital Art Creation Creative Photography”,
(Gorontalo State University Research Center)
11.2007, “Art Creation Monument State University of
Gorontalo” (Gorontalo State University Research Center)
12.2010, “Potential of Gorontalo Cultural Art and Wood
Wastes as a Work of Art Craft To Support the Creative
Industries” feat I Wayan Sudana and Hasdiana
IndonesianDirectorate of Higher Education
13.2018, ‘Tenun’ feat Arif Rivai, Kuningan University
Research Center.
7

PUBLIKASI JURNAL INTERNASIONAL


1 “Form, Motifs and Application Ornament of Traditional
Houses of Gorontalo”.Atrat ISBI Bandung, 1 & 16/2012
2 “Aesthetic Study of Traditional Houses of
Gorontalo”. Journal of Technique Gorontalo State
University .Vol.1 dan, 6/2013
3 “The Heirloom Weapons Kingdom of Gorontalo in
Multidisciplinary Studies”, The International Journal
Science PG (Scopus). Vol. 1/2/2017
4. “Form of Motives and Application of Traditional
Houses of Gorontalo Ornament in 1890–2001”, the
International Journal of IASET (Scopus), Vol. 50 /2014
5. “Construction of Handling of Cultural Heritage
Ethnics as A Counters Method The Existence of
Disintegration (Case Study Of South Sulawesi And
Gorontalo)”, Lambert Academic Publishing.
6. “The Trisula of Kuningan”. International Technology
and Science Publications (ITS),
www.itspoa.com/journal/ad Received: 2017-11-22;
Accepted: 2017-12-01; Published: 2018-01-02 Art and
Design, page 4-145
7. “The Keris (Form, Symbols, And History Java Keris
And Celebes Keris)”, Balong International Journal of
Design, Vol 1, 2018, Kuningan : BIJD
8.“Bele”, Balong International Journal of Design, Vol
1, 2018, Kuningan : BIJD
9. “Kuningan Weaving”feat Arif Rivai, Jurnal
Internasional Budapest (BIRCU), http://bircu.com
10.“The Pradakon” Jurnal Internasional MIJIAI,
http://ojsmijiai.com/index.php/home/index
11.“The Setra”Jurnal Internasional MIJIAI ,
http://ojsmijiai.com/index.php/home/index
8
12.“Batik of Kuningan”United Nations Educational
Scientific and Cultural Organization , ID ISSJ OA, Vol
133, Maret, 29, 2018. U.S.

WORK HISTORY:
1. Muhammadiyah University of Bandung, Sept 2018.
2. Kuningan University, December 2017, Lecturer/Faculty
of Computer
3. Gorontalo State University, December 2002-April 2017,
Lecturer/Faculty of Technique Gorontalo State University
4. Esa Unggul University, 2015-2016, Lecturer/Faculty of
Communication Esa Unggul University
5. Gorontalo Province, 2015-2016, Consultant/Gorontalo
6. YTY Sdn Bhd, Selangor Malaysia, 1998-2000,
Supervisor/Masjid, BT 9 Selangor DE KL Malaysia
7. PT Seni Kriya Kayu, 1991-1992, Designer/Pramuka
Street 28 Yogyakarta

EDITOR DAN REVIEWER INTERNATIONAL JOURNAL


1. REVIEWER Science Publishing
Groupwww.sciencepublishinggroup.com/journal
2. EDITOR International Academy of Science, Engineering and
Technology (IASET) www.iaset.us
3. EDITOR Balong International Journal of Design (ISSN
9772598282007)
4. REVIEWER Kementerian Perindustrian Republik Indonesia-
Jurnal DKB http://ejournal.kemenperin.go.id/dkb (ISSN
9772598282007)
5. Founder International Journal http://ojsmijiai.com
6. Founder Yayasan Pendidikan TK dan Perguruan Tinggi Adi
IAI https://adiatmonoiai.wordpress.com/
9

HERI BUDIMAN (1971), mulai motret sejak tahun 1989


di Yogyakarta. Pernah 2 tahun menjadi redakrur foto di
sebuah harian di Pekanbaru, Riau. Sejak Tahun 2007
hingga sekarang menjadi dosen di Fakultas Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Riau: Aktif ikut pameran foto
bersama di Yogyakarta dan di Riau. Pernah pameran
tunggal Fine Art dengan judul Biru di Mal Ciputra
Pekanbaru th 2005, Pameran Foto Tunggal "Ekpresi Seniman
Ria di Taman Bodaya Riau th 2006. Pameran Foto bersama
"Kesah Asap" 2014, Pameran Foto bersama "Asap Riau th
2015, Hampir setiap tahun sejak 2010 ikut pameran
senirupa yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan juga
oleh Dewan Kesenian Riau. Tahun 2010 mendirikan Rumah
Budaya Sikukelangg dan melakukan Eksepedisi Kebudayaan 4
Sungai di Riau, Sungai Rokan. Siak, Kampar dan
Kuantan/Indragiri) yang menghasilkan dokumentar dan 7
buah buku budaya. Tahun 2014 menginisiasi lahirnya
#melawanasap. Tahun 2010 melakukan gerakan
#saverimbangbaling dan Festival musik Rimbing Baling
yang pertama pada tahun 2017 dan yang kedua tahun 2018.
Mulai membangun laboratorium kopi di desa Koto Lamo
rimbang baling di tahun 2019. Membuat mini festival Bono
di teluk Meranti Pelalawan Riau tahun 2010. Membuat
program BPR (Bank Pohon Rakyat) di Rimbang Baling tahun
2019.
10

Rimbang Baling, merupakan spasial wilayah persinggungan


antarnegara, masyarakatnya mempunyai pengalaman estetik yang
dipengaruhi pola fikir dan perilaku. Kepekaan masyarakatnya
yang heterogen, menghasilkan perawatan atas alam dan
kebudayaan sebagai penyangganya.Sejarah dan filsafat
kebudayaan Riau menunjukkan keanekaragaman fakta dan
implikasi sosial yang mendalam. Skema dominan hutan menjadi
subjek yang begitu besar sebagai serangkaian akumulasi
pengetahuan dan wawasan dalam menghasilkan kisi-kisi
antropologi sosial, seperti budaya ngopi dan analisis
tentangnya.
Melalui sisi sejarah kopi dan antropologi, konstruksi
kebudayaan kopi Rimbang Baling dibangun dalam tatanan
masyarakatnya. Secara parsial, pada masakini, mengarah pada
tengara menolak kepunahan atas pengadaan tanam yang pernah
dihasilkan sebelumnya. Maka, pamor warisan itu diwarisi
dengan baik.
Disusun dalam 5 (lima) CHAPTER diharapkan memancarkan
kebutuhan referensi bagi kreatifitas masyarakat umumnya.
Frase yang dituliskan diharapkan mampu menginspirasi kepekaan
masyarakat Indonesia, untuk lebih mendinamisasi alam pada
masyarakatnya.

Kata Kunci: Sejarah Kopi Rimbang Baling-Kontinyuitas


11

Rimbang Baling, is a spatial intersection area between


countries, the community has aesthetic experience that is
influenced by thought patterns and behavior. The sensitivity
of heterogeneous societies, produces care for nature and
culture as its buffer. The history and philosophy of Riau's
culture shows a diversity of facts and deep social
implications. The dominant forest scheme is such a big
subject as a series of accumulated knowledge and insights in
producing a social anthropology grid, such as coffee culture
and analysis of it.
Through the history of coffee and anthropology, the
construction of Rimbang Baling coffee culture was built in
the fabric of its society. Partially, at present, it leads to
a landmark of rejecting the extinction of planting that has
been produced before. So, the prestige of the inheritance is
inherited well.
Compiled in 5 (five) CHAPTERs are expected to emit
reference needs for public creativity in general. The written
phrases are expected to be able to inspire the sensitivity of
the people of Indonesia, to further dynamize nature in their
communities.

Keywords: History of Rimbang Baling Coffee - Continuity


12

HALAMAN JUDUL
CV PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LATIN
TANDA EJAAN

CHAPTER I SEJARAH KOPI


CHAPTER II KOPI RIMBANG BALING DAN PAHLAWAN KOPINYA
CHAPTER III BUDAYA KOPI DALAM NTHROPOLOGI:
MENYANGGA KEMERDEKAAN DAN FILTER SEGREGASI
CHAPTER IV LABORATORIUM KOPI RIMBANG BALING
CHAPTER V ‘MEMBAYAR CINTA DAN NOSTALGIA’SEBUAH PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
13

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku Sejarah Kopi Rimbang Baling.
Sebelumnya, telah diciptakan Konstruksi Rimbang Baling
dan Stasiun Kelok 10 Bio Kampar Kiri Hulu, sebuah buku
mengenai sejarah dan penciptaan stasiun air pertama di
dunia. Maka, kini ditulis dalam waktu yang memanjang
Kopi Rimbang Baling, sesuai karakter masyarakat Riau,
Sumatera dan sekitarnya. Awal mulanya menelisik beberapa
temuan hal yang berelevansi dengan hubungan antara
masyarakat sekitar dengan kebudayaan kopi di Riau, dan
dirangkai menjadi dialektika antarperadaban yang
mendalam sesuai cara hidup dan pola pandang masyarakat
pada fokus pembudayaan kopi.
Tulisan ini bersifat informatif, dan mengolah
deskripsi kebudayaan kopi Rimbang Baling, yang
diprakarsai oleh Sikukeluang secara sejarah dan sosial
antrhropologi, dengan dosis kemungkinan persentase
membakukan rumusan keduanya. Pengawalan konsep ini lebih
memberi tekanan pada hubungan alam dan masyarakat
penghasil kebudayaan. Asumsinya, kekuasaan berpengaruh
terhadap karya masyarakatnya, evidensinya mempengaruhi
jalannya keberlangsungan sistem transmisi budaya ngopi.
Hasilnya adalah pendekatan multidisiplin cocok untuk
mereduksi kronik permasalahan.
Adanya kekurangan, membuka peluang untuk
diadakannya kritik dan saran yang konstruktif.
Penulis
14

Disampaikan terimakasih kepada seluruh pengelola


Rumah Budaya Sikukeluang. Kepada Heri Budiman dan Budy
Utami, kepada Adhari Donora, Rian (Acong),Tamara Nikita,
Said Zaqry, Elvis (Datuk Bandaro) diucapkan terimakasih.
Disampaikan kepada Ibunda Sumiyati, doktrin
keniscayaan menjadi kenyataan dan mustahil menjadi
perwujudan, penulis warisi dengan sungguh-sungguh.
Dan,kepada Bapak Triatmono, orang tua penulis yang telah
mengorbankan moral dan material untuk suksesnya
penulisan Kopi Rimbang Baling. Kepada Nandarina, istri
yang tidak pernah bosan mendampingi penulis, seorang
model dan menjadi apa saja telah ajur dan ajer dengan
penulis. Ia seorang yang baik, manajer yang baik, benar-
benar mengorbankan material dan moralnya untuk suksesnya
tiap grand design yang dibentuk. Semoga Allah merahmati
sifat baiknya. Untuk Nabilla Chandra Putri, sementara
tak ikut sebagai bagian integral, namun ia juga salah
satu kekuatan ibundanya. Ucapan terimakasih kepada putri
tercinta Lintang Tinelo To’U Botiya dan Nurleni Samosir
atas doa dan spiritnya. Kepada Penerbit Deepublish yang
telah merespon keinginan penulis, diucapkan terimakasih
yang besar. Kepada kakak tercinta Priyani Astuti dan
Santosa Wibowo B.A. Kepada kakak tercinta Dra. Wiwin
Widiastuti M.M. dan Suharto B.A., diucapkan terimakasih
atas bantuannya. Kepada kakak tercinta Dedi Widianto SH,
MH, M.Ec.Dev., telah banyak membantu dalam hal keuangan.
Kepada Tetua Sikukeluang, Heri Budiman, diucapkan
terimakasih. Dua kali residensi ini telah menghasilkan 3
buah buku dalam merawat alam dan memanage permasalahan
sejarah Riau.
Penulis
15

Gambar 1. Kopi Ethiopia


Gambar 2. Kafe kopi di Konstantinopel (Miriam Staples, 2011)
Gambar 3. Lukisan ngopi sebagai profesi di Turki (Mario
Baker)
Gambar 4. Kopi Turki
Gambar 5.Twee Europeanen op een koffie-en rubberplantage met
Robusta-koffie als tussenplanting bij Hevea
Brasiliensis op Java (Bakhuis-Haarlem, 1912-1913)
Gambar 6. Koffie- en rubberaanplant op een onderneming van
het Nederlandsch-Indisch Land Syndikaat in de
Oostkust van Sumatra (KITLV 107715)
Gambar 7. Europeaan op een koffie- en rubberplantage met
Liberia-koffie als tussenplanting bij Hevea
brasiliensis op Sumatra's Oostkust (KITLV 110829)
Gambar 8. Liberia-koffie met Albizzia moluccana als
schaduwboom op Java (Bakhuis-Haarlem, 1912-1913)
Gambar 9. Achank, Peracik Kopi Rimbang Baling (Fendi
Adiatmono, 2019)
Gambar 10. Kopi yang telah disimpan selama 2- 5 tahun
(Achank, 2019)
Gambar 11. Kopi yang telah disimpan selama 2 dan 5 tahun
(Achank, 2019)
Gambar 12. Kopi racikan Achank (Fendi Adiatmono, 2019)
Gambar 13. Raditya Muhammad, pedisain bangunan Lab Kopi
Rimbang Baling, dibantu Datuk Naro dan Datuk Marlan
beserta team Sikukeluang sedang membuat bangunan
Laboratorium Kopi Rimbang Baling.
Gambar 14. Desain Lab Kopi Rimbang Baling
Gambar 15. Peralatan ramuan kopi Rimbang Baling
(Fendi Adiatmono, 2019)
16
Gambar 16. Kopi Pontianak (Fendi Adiatmono, 2016)
Gambar 17. Peresmian dan Kopi sangan De MKS (Fendi Adiatmono,
2016)
Gambar 18. Café Excelso. Perintis perkopian di Jakarta (laman
Excelso, 2016)
Gambar 19. Iklan tempat ngopi di kafe Oh-La-La Kota Bekasi
(fb.ohla la.2018)
Gambar 20. ‘Ngopi sambil jemur burung’ Kopi Kicau Cirebon
yang terinspirasi dari kehidupan tradisional Suku
Jawa (kukila) dan digabungkan dengan gaya hidup
masakini.
Gambar 21. Coffe QQ Arif Rivai di Cirebon dengan konsep
kukila dan gaya hidup masakini
Gambar 22. Lab Kopi Rimbang Baling dan Heri Budiman, perintis
dan eksplorator Kopi Rimbang Baling yang telah lama
tertidur
Gambar 23. Rumah Budaya Sikukeluang, sebuah penggerak dan
sarana diskusi budaya dengan meminjam kopi sebagai
alat pemersatu
Gambar 24. Perjalanan ke Rimbang Baling (Fendi Adiatmono,
2019)
Gambar 25. Pintu masuk Laboratorium Kopi Rimbang Baling
(Fendi Adiatmono, 2019)
Gambar 26. Sumber air Laboratorium Kopi Rimbang Baling (Fendi
Adiatmono, 2019)
Gambar 27. Jenis Kopi Rimbang Baling (Fendi Adiatmono, 2019)
Gambar 28. Jenis Kopi Rimbang Baling (Fendi Adiatmono, 2019)
Gambar 29. Datuk Elvis (Naro), membuat sarana laboratorium
perkebunan kopi(Fendi Adiatmono, 2019)
Gambar 30. Berkesenian dengan balutan ngopi bareng
Gambar 31. T Shirt Khas Kopi Rimbang Baling
Gambar 32. Budaya Ngopi Rimbang Baling
Gambar 33. Kopi Bali dan budaya ngopi
17

Kopi Rimbang Baling mengacu secara umum sumber


bahan lama dan modern awal di berbagai media, cetak,
naskah, dan visual. Kutipan saya dari sumber ini
berusaha untuk menangkap karakter sumber asli tanpa
mengorbankan karakter data agar mudah dibaca. Untuk
chapter terakhir, singkatan telah diperluas, tanda baca
yang sering diubah, dan karakter seperti u, v, w, i, dan
j telah dimodernisasi kecuali dalam judul buku.
18

beri :Sambucus australis


teh matahari:Camellia sinensis
kapulaga :Amomum compactum
kayu manis :Cinnamomum verum
damar wangi :seminibus lentisci
cengkeh :Syzygium aromaticum
19

SEJARAH KOPI

Sejarah kopi dapat ditelusuri jejaknya dari


sekitar abad ke-9, di dataran tinggi Ethiopia. Dari sana
lalu menyebar ke Mesir dan Yaman, dan kemudian pada abad
limabelas menjangkau secara luas di Persia, Mesir, Turki
dan Afrika utara. Pada awalnya kopi di Indonesia berada
di bawah pemerintah Belanda. Kopi diperkenalkan di
Indonesia lewat Sri Lanka (Ceylon). Pemerintah Belanda
menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta),
Sukabumi dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi. Pada
permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia
terserang hama, dan hampir memusnahkan seluruh tanaman
kopi. Pada saat itu kopi juga ditanam di Timor dan
Flores. Kedua pulau ini pada saat itu berada di bawah
pemerintahan bangsa Portugis. Jenis kopi yang ditanam di
sana juga kopi Arabika. Kopi ini tidak terserang hama.
Pemerintah Belanda kemudian menanam kopi Liberika untuk
menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu
lama populer dan juga terserang hama. Kopi Liberika
masih dapat ditemui di pulau Jawa, walau jarang ditanam
sebagai bahan produksi komersial. Biji kopi Liberika
sedikit lebih besar dari biji kopi Arabika dan kopi
Robusta. Sebenarnya, perkebunan kopi ini tidak terserang
hama, namun ada revolusi perkebunan dimana buruh
20
perkebunan kopi menebang seluruh perkebunan kopi di Jawa
pada khususnya dan di seluruh Indonesia pada umumya.
Menurut Majka Burhardt (2013), penemu kopi ditulis
oleh beberapa periset Eropa, Arab, dan Afrika dalam
berbagai versi. Namun, kesemuanya mengarah kepada satu
Benua, yakni Ethiopia (Afrika) sebagai tempat di
temukan.
Seorang anak Ethiopia bernama Kaldi menemukan kopi
secara kebetulan. Dia memperhatikan bahwa kambingnya
menjadi hidup setelah makan beberapa buah merah dari
pohon. Dia telah mencoba buah sendiri dan merasakan hal
yang sama. Berries adalah buah dari pohon kopi. Seorang
pria dari Yaman disebut Gemaleddin berada di pelabuhan
Aden ketika beberapa kapal Cina tiba. Dia melihat minum
Cina teh dan mengamati dengan cermat karena mereka
membuatnya. Teh tidak tumbuh di Yaman sehingga ia
mencoba daun tanaman lainnya. tidak ada bekerja sehingga
ia pergi ke Ethiopia dan membawa kembali daun dan buah
dari pohon kopi. Daun tidak berhasil tapi Gemaleddin
melihat perubahan besar dalam biji kopi ketika mereka
panggang. Mereka mengubah warna dan mencium hebat. Dia
meletakkan kacang panggang di air dan kopi sebagai
minuman lahir.
21

Gambar 1 a. Kopi Ethiopia

Pada dasarnya, budaya kopi mengikuti persimpangan


warisan budaya Ethiopia dan dampak teknologi pada
remediasi suatu narasi sejarah. Menghubungkan kembali
populasi peminum kopi jenis Ethiopia, Regis Debray pada
mediologi sebagai kerangka metodologis hubungan
internasional dengan konsep manifestasi historis dari
transmisi budaya kopi. Itu untuk menegaskan kembali
bahwa upacara kopi Ethiopia memang telah menjadi dialog
kontemporer bagi saintis dunia.
22

Gambar 1 b. Alat Sangan Kopi Ethiopia Metasebia E.


Yoseph, B.A. (2013)

Metasebia E. Yoseph, B.A. (2013) mengurai bahwa


perdagangan kopi dimulai, kopi segera menjadi minuman
yang diterima di dunia Arab. Untuk waktu yang lama, itu
diperdagangkan secara lokal. Pada tahun 1555, baru
diperkenalkan ke kota Konstantinopel (sekarang
Instanbul, Turki). Ini adalah sukses besar. Dalam waktu
sepuluh tahun, kota ini memiliki lebih dari 600 rumah
kopi. Budaya tentang kafe dimulai, pada awal abad
ketujuh belas, pedagang Italia telah memperkenalkan kopi
ke Barat. Negara lain segera menyusul.
23

Gambar 2. Kafe kopi di Konstantinopel


(Miriam Staples, 2011)

Dalam laporan History & Culture Of Turkey: From


Anatolian Civilization To Modern Republic A Guide
Chatham (2010-2011) mencatat bahwa kopi merupakan kultur
yang erat dengan sejarah Kerajaan Ottoman Turki. Hal itu
diperkuat juga oleh riset Marita Ervin (2014) dalam
Coffee and the Ottoman Social Sphere yang menyebutkan
bahwa sejumlah besar penelitian sejarah telah
dikhususkan untuk kedai kopi Eropa yang diadopsi dari
Ottoman. Dalam penelitian ini kedai kopi Ottoman dan
pengembangan ruang sosial yang aman. Pertukaran budaya
yang kompleks antara Ottoman dan Eropa dipersulit oleh
ketidaktahuan Eropa yang berakar pada akuisisi Ottoman
atas Konstantinopel. Pada tahun 1453, suku Turki di
bawah pemerintahan Mehmet II menggulingkan
24
Konstantinopel, kursi Kekaisaran Bizantium, dan kemudian
menduduki kota. Turki mengganti nama kota pelabuhan
Istanbul dan menetapkannya sebagai ibukota baru
Kekaisaran Ottoman.
Dalam Sejarah Turki (Chatham, 2010-2011),
dituliskan bahwa negara Eropa memandang Ottoman dengan
kecurigaan. Ottoman adalah budaya yang hampir tidak
dikenal, dan yang telah menggulingkan Bizantium sebagai
negara yang dihormati, padahal satu peninggalan
Kekaisaran Romawi yang masih hidup. Bizantium mewakili
suar peradaban Barat di Timur. Ia juga berfungsi sebagai
penyangga antara penggulingan Konstantinopel dan
penggantian nama kota tidak menunjuk awal Kekaisaran
Ottoman, melainkan Kekaisaran didirikan pada tahun 1299
suku Timur dan negara beradab Barat.
25
HALAMAN DIPOTONG
26

KOPI RIMBANG BALING


DAN PAHLAWAN KOPINYA

Suasana Rimbang Baling, seperti simulasi kehidupan


yang sejati. Itu adalah salah satu kriteria yang saya
yakini mengenai ‘Manusia hanyalah secangkir kopi di
tangan manusia’. Secangkir kopi dipaksa untuk menjadi
secangkir kopi, tanpa bisa menawar untuk dijadikan
secangkir teh. Bahkan ia hanyalah airnya, gelasnya,
butir kopinya, atau tanaman kopinya. Air dipaksa menjadi
air, gelas dipaksa menjadi gelas, kopi dipaksa menjadi
kopi. Manusia dipaksa dijadikan manusia, kepalanya
dipaksa menjadi kepalanya, tangan kakinya dipaksa
menjadi tangan kakinya, serta seribu anasir lainnya
dipaksa untuk menjadi masing-masing anasirnya. Manusia
hanya makhluk. Ia tiada. Bahkan tak pantas disebut
tiada, sebab pada hakikatnya ia tidak punya modal apapun
untuk berdialektika di antara ada atau tiada.
Kopdar atau kopi darat adalah nukilan atau sepatah
kata yang terdengar menggelitik. Mendengarnya seperti
mengajak kita untuk membuka kotak harta karun Bajak Laut
ternama si Black Beard di Pirates and Caribean-nya
Johnny Depp.
Bila kita mempelajari genealogi kata, akan
ditemukan kata dasar kopi, dan darat. Dari kosa kata
Indonesia yang harafiahnya bermakna jenis bijih yang
dapat diminum, dan tempat terbuka, tergelar. Maka, jika
27
keduanya digabung akan mengubah kata sifat menjadi kata
kerja, menjadi ngopidarat atau proses menelanjangi diri,
membuka tabir diri.

Gambar 9. Achank, Peracik Kopi Rimbang Baling (Fendi


Adiatmono, 2019)

Achank memulai pengembaraan kopi, diawali dengan


eksplorasi kopi Rimbang Baling. Kemudian, ia mulai
pengembaraan tentang kopi yang ada di Riau dan pulau
Sumatera pada umumnya, seperti kopi yang dibudidayakan
di Indragiri Hilir, Bengkalis, Teluk Meranti, Kopi
Solok, Arabika Kerinci, kopi yang dibudidayakan di
Sumatera Barat, Selatan, Utara dan Aceh.
Di Rimbang Baling, kopi ini didiamkan selama 2-5
tahun. Kopi Kotolamo ini karena tak ada harga jual. hal
ini setara dengan starbuck. Semakin lama disimpan maka
zat kafein akan menipis, sehingga dimungkinkan dapat
berfungsi sebagai obat. Kopi Arabika juga disuguhkan.
Kopi ini hidup pada ketinggian 1300 dpl, jadi tidak
28
dihasilkan di Rimbang Baling. Koopi Rimbang Baling
sendiri, merupakan jenis Robusta, menyesuaikan
ketinggian jajaran tanah di Bukit Barisan Sumatera.

A B
Gambar 10. Kopi yang telah disimpan selama 2- 5 tahun
(Achank, 2019)

Achank menjelaskan secara runtut, yakni pada


gambar A adalah kopi yang tidak melalui proses
penyimpanan dan pada gambar B kopi Rimbang Baling yang
telah disimpan selama 5 tahun dari proses panen.
Keresahan Achank dalam menemukan rasa kopi, diwujudkan
dalam beberapa tulisan, salah satunya adalah puisi
berikut ini.

Kuseduh kopi ku
Ditanah tempatnya tumbuhnya.
Ditemani nyayian lama
Yang begitu alami
Tercipta keindahan dari hijaunya dedaunan kopi
Irama dari gesekan ranting dan daun
Menambah kedamaian
29
Aroma kopi menjadi lirik nyayian alam mu Rimbang
Baling
Kopiku tumbuh
Di alam yang damain dan indah.
Kopi ku berasal dari rimba.
Kopi pait yang selalu mengajarkan kejujuran akan
sebuah rasa.
Kopiku harum seharum taman bunga
Yang selalu memberikan semangat.
Untuk selalu menjaga semangat
Dan rasa perdamaian dan melestarikan alam.

Membaca puisi di atas, Achank sebagai generasi


baru, dari sejarah lama yang telah dibentuk, dan
dikembangkan pada masa kini. Dimensi kesungguhan,
berpuncak menjadi dimensi trans, dan energi positif
menanam dan menciptakan rasa kopi sesuai titik tertinggi
lidah pencerap.
30

Gambar 18. Café Excelso. Perintis perkopian di Jakarta


(laman Excelso, 2016)

Di Jakarta budaya ngopi sudah mulai terlihat di


awal tahun 1990-an ketika mall mulai menjamur. Pemerhati
masalah bisnis, Kafi Kurnia, dalam tulisannya di laman
situs Intisari mencatat 2 kafe pelopor yang muncul di
Plaza Indonesia, yaitu Café Excelso dan Oh-La-La.
31

Gambar 19. Iklan tempat ngopi di kafe Oh-La-La Kota


Bekasi (fb.ohla la.2018)

Di kafe itu, diiklankan aste double espresso.


Telah ditemukan bahwa anti-oxidants dalam kopi membantu
kamu untuk meningkatkan sistem kekebalan dan juga telah
dibuktikan bahwa anti-oxidants dapat membantu untuk
mengurangi kemungkinan seseorang berkembang penyakit
jantung. Kandungan kafein dalam kopi membantu sperma
mampu berenang lebih cepat selain membantu memperbaiki
sample sperma dalam proses IVF (in-vitro fertilisation),
metode pembuahan di luar rahim. Hasil penelitian
tersebut diterbitkan dalam Jurnal hasil konferensi
American Society for Reproductive Medicine, di San
Antonio.
32

Gambar 20. ‘Ngopi sambil jemur burung’ Kopi Kicau


Cirebon yang terinspirasi dari kehidupan tradisional
Suku Jawa (kukila) dan digabungkan dengan gaya hidup
masakini.
33
PAHLAWAN KOPI
Pemimpin terbaik tidak mengaju-ngajukan diri. Tapi
dipilih manakala kualitas ummat sudah mumpuni untuk
menelaah kualitas kepemimpinan yang dibutuhkan. Mandiri
melahirkan imam dari kalangan sendiri. Mandiri memetakan
dan menentukan mekanisme penentuan imamnya sendiri.
Kalau dalam Gym fitness, itu seperti beda antara tipe
latihan beban: light weight dengan heavy weight. Light
weight (beban ringan) biasanya dipadankan dengan jumlah
set dan repetisi yang banyak. Sedang heavy weight (beban
berat) biasanya jumlah set dan repetisinya rendah atau
medium (5-6rep) . Bagus mana? Ya bagus semua dan cocok-
cocokan. Tiap tubuh ada tipe sendiri. Kadang mood juga
berpengaruh. Tiap aliran ada trainer yang sudah makrifat
kekar. Jadi sungguh semua sudah terbukti. Tinggal kita
yang harus mandiri di hadapan semua itu. Karena kita
punya pemahaman dan pengalaman kita sendiri. Selainnya,
bolehlah jadikan referensi latihan. Jangan keburu anti
sama satu cara, tarekat, madzhab atau firqoh dan
pemikiran fitness apapun. Nanti malah membatasi diri
kita sendiri dari penyerapan data. Kalau kurang data,
mau eksperimen juga jadi kurang liar.
34

Gambar 22 a. Lab Kopi Sikukeluang Rimbang Baling

Gambar 22 b. Lab Kopi Sikukeluang Rimbang Baling


35

Gambar 22 c. Lab Kopi Sikukeluang Rimbang Baling


36

Gambar 22 d. Heri Budiman, perintis dan eksplorator Kopi


Rimbang Baling yang telah lama tertidur
37
Banyak centang-prenang kerumitan zaman yang
semakin hari makin absurd perwujudan tingkah-polahnya.
Jangan-jangan kita sendiri yang membikinnya rumit dan
absurd. Atau, malahan kita yang sedang terperdaya oleh
pusparagam make-up terkini dan aneka riasan ber-
merk mutakhir yang semakin canggih memoles dan mematut-
matut penampilan? mayoritas orang pada titik koordinat
situasi tertentu, pasti akan pernah memetik kesadaran
bahwa segala aspek di dunia ini tengah dicengkeram oleh
‘ideologi peternakan’ dan dramatika
‘industrialisasi’.

HALAMAN DIPOTONG
38

‘MEMBAYAR CINTA DAN NOSTALGIA’


SEBUAH PENUTUP

Membangun kehidupan berbangsa yang baik, dalam


konteks Kopi Rimbang Baling adalah bagaimana sikap kita
kepada beragamnya etnik yang ada. Secara global, salah
satu contoh esktrem dari benturan konsep negara yang
ditimpakan tanpa melihat kenyataan sejarah etnik atau
suku bangsa dapat dilihat pada nasib suku Kurdi yang
terbelah ke dalam empat negara di Timur Tengah itu.
Syukur Alhamdulillah, dalam konteks Indonesia, suku,
pulau, ragam budaya terbingkai oleh kesadaran nasional
keindonesiaan. Tetapi bagaimana merawat hubungan antar
semua kekuatan itu di masa kini? Hal itu sedikit banyak,
dapat dilihat di Rimbang Baling. Melalui budaya ngopi
bareng, sebagai inisiatif grass root, warga, atau
rakyat, bukan negara. Jika memakai bahasa Hubungan
Internasional, mungkin hubungan itu bisa disebut sebagai
hubungan bilateral kultural, praktik softpower
diplomacy, atau P to P diplomacy. Anda ikan hal yang
sama juga bisa diperbanyak dilakukan oleh elemen antar
etnik yang saling menciptakan persaudaraan,
persahabatan, dan keeratan, alangkah indahnya.
Kenyataannya negara telah berjalan dengan
rasionalitasnya sendiri, tetapi etnik sebagai kekuatan
budaya dan antroplogis di dalam kawasan luas sebuah
39
bangsa seperti Indonesia ini sebenarnya juga punya
rasionalitasnya sendiri yaitu dorongannya untuk saling
berinteraksi di antara etnik yang ada itu. Melalui
pengalaman interaksi yang indah, masyarakat Rimbang
Baling telah memberi example bagaimana secara kultural
informal interaksi dan keeratan itu diciptakan, dan itu
sudah dimulainya sejak hampir empat puluh tahun silam.
Keamanan itu bukan saja masalah fisik, ada pula
keamanan berpikir. Metode akademik menggunakan
perumpamaan yang menggambarkan kenyataan. Sedangkan
ngopi Rimbang Baling menggunakan ilmu kenyataan,
langsung mengenal alam, tanpa banyak teori, dan
selanjutnya menemukan jalannya sendiri. Itulah yang
dalam falsafah Jawa dikatakan ngelmu iku kalakone kanthi
laku.”Saat menyusuri Rimbang Baling, seperti mengangkat
tema yang berbeda, yang merupakan respons atas persoalan
yang muncul di masyarakat, dengan diskusi yang
menjunjung tinggi kejujuran, terciptalah keadilan dan
kesatuan.
Bagi anda yang doyan ngopi, ceritanya pun serupa.
Tak perlu lagi anda repot-repot menyangrai biji kopi,
menumbuknya menjadi bubuk kopi, menyeduhnya dengan
takaran sesuai selera, baru menikmatinya. Sungguh itu
memerlukan waktu yang lama. Telah tersedia bagi kita
kopi instan yang di dalamnya sudah terkandung gula,
beserta aneka perasa. Tinggal sobek bungkusnya, masak
air, seduh, lalu sruput di manapun dan kapanpun yang
Sampeyan suka. Daftar makanan dan minuman jenis instan
ini akan bisa sangat panjang deretannya, jika Sampeyan
berkenan untuk meneruskannya.
Tak dapat dipungkiri, hasil olah akal sepanjang
perjalanan kebudayaan manusia, telah melahirkan beragam
40
kemudahan bagi manusia untuk memenuhi
kebutuhan/keinginannya. Arus besar industrialisasi
berjalin kelindan dengan penemuan-penemuan teknologi,
kian membawa manusia pada capaian hebat: menaklukkan
waktu. Dua idiom menjadi penandanya,
yakni efektif dan efisien. Sebuah proses produksi
dinilai lebih baik, ketika secara durasi waktu ia
berlangsung lebih cepat. Efisiensi waktu menjadi satu
determinan yang signifikansinya tak mudah ditawar.
Atmosfer efisiensi bersanding dengan hawa kompetisi,
kemudian menyeruak menelusup ke sudut kehidupan.
Norma “lebih cepat lebih baik”, secara massif hinggap
di benak manusia, dan lalu mengendap menjadi nilai yang
menyelimuti kesadaran. Tiap tindak-tanduk kemudian
ditakar dengan ukuran seberapa cepat ia tercapai
dibandingkan yang lain.
Jika dulu kita mulai belajar membaca-menulis-
berhitung di sekolah dasar, maka kini jamak dijumpai
orang tua yang menggegas anaknya untuk menguasai
calistung sedini mungkin. Rasa minder dan rendah diri
bakal menghampiri, ketika anak kalah lancar dalam
membaca, kalah cermat dalam berhitung, dibandingkan
teman sebayanya. Maka perlu ditempuh upaya yang (lagi-
lagi) efektif dan efisien untuk mengejar ketertinggalan.
Nilai buruk saat ujian sungguh menjadi momok yang
menakutkan. Maka, segala cara harus dilakukan demi
menyelamatkan muka. Pilihan untuk mengambil jalan
pintas, cara cepat, meski harus curang, pun tersedia.
Demikianlah, sadar atau tidak, tuntutan efektif dan
efisien mengepung kehidupan kita dari segala penjuru.
Dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita dituntut
beraktifitas secara efektif dan efisien. Tak heran jika
kedua prinsip tersebut terpantul jelas dalam perilaku
41
kita. Cara kita melihat, berbicara, mendengar, berpikir,
bergerak, termasuk cara kita berbudaya, sedikit demi
sedikit menjauh dari yang namanya “menikmati proses”
dan “mengutamakan proses daripada hasil“.
Disimpulkan, melalui analisis di Kopi Rimbang
Baling, bahwa:
Pertama, ada sesuatu yang disepakati sebagai
indikator muka, badan, dan kaki Rimbang Baling. Bila
sudah terjadi kesepakatan umum bahwa yang dimaksud muka
rumah adalah yang ada pintu utamanya, baru bisa
diketahui arah hadapnya. Kopi Rimbang Baling, dapat
berfungsi sebagai badan.
Kedua, adalah indikator fungsi. Sesuatu bisa
disebut dengan nama tertentu ditilik dari fungsinya.
Sudah terjadi kesepakatan umum bahwa Kopi Rimbang Baling
dijadikan simbol bareng dengan semangat keakraban.Maka
indikator form follow culture melekat pada Kopi Rimbang
Baling sebagai pensuport kebudayaan terdekatnya.
Ketiga adalah pendekatan pedagogik, guna
mengetahui arah hadap sebuah lokomotif Rimbang Baling
dapat meminjam kopi sebagai ‘institusi’ yang merakyat
dan edukatif dengan jaminan konsistensi ‘rasa dan
mutu’ kopi.
Keempat adalah indikator simbol. Simbol merupakan
sesuatu yang disematkan oleh manusia kepada sesuatu
hal/benda sebagai penanda atau bagian dari identitas
hal/benda itu. Maka orang bisa mengenal atau mengetahui
posisi hal/benda itu melalui simbolnya.
Kelima, dan merupakan pendekatan paling ampuh
adalah tabula rasa, atau dalam falsafah Jawa, rasa
(baca: roso). Rasa itu sifatnya intuitif spiritualistik.
Perlu ada ketahanan kelokalan untuk pertahanan
negara, salah satunya adalah budaya yang sifatnya
42
rileks, sesuai karakter kebangsaan, dan mudah dilakukan.
Negara lain akan masuk jika ada chaos seperti Suriah,
Libya alasannya penegakan demokrasi dan HAM, untuk itu
mereka akan bikin soft chaos dulu dengan mengadu domba
antarwarga seperti Venezuela. Isue kemiskinan, banyak
hutang, HAM, ketidakadilan, agama, dan korupsi akan
diteriakkan agen mereka di negara yang ditargetkan untuk
di take down.

HALAMAN DIPOTONG
43
DAFTAR PUSTAKA

Adiatmono, Fendi and Arif Rivai. 2018. Pradakon,


Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi and Nandarina. 2018. Setra. Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi dan Agus Bachtiar K. 2019. Ornamen
Bangka. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 17 September 2016. “Sawerigading: La
Galigo di Tanah Asing”. Kompas. Jakarta:
Gramedia Utama.
Adiatmono, Fendi. 2004. “Spirit Angguk”. In Journal oF
School Graduate ISI Yogyakarta. Yogyakarta: ISI
Publisher.
Adiatmono, Fendi. 2006. “Spirit Angguk”. Thesis.
Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Adiatmono, Fendi. 2014. Ornamen. Yogyakarta: Djalasutra,
Adiatmono, Fendi. 2014. Rumah Tradisional Gorontalo.
Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2014. Weeskamer. Yogyakarta:
Deepublish,
Adiatmono, Fendi. 2015. Mahakarya Seni Leluhur.
Yogyakarta: Djalasutra.
Adiatmono, Fendi. 2016. Gontontalonologi. Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2016. Kriya Logam. Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2016. Metode Penulisan Kualitatif Seni
Rupa. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2017. "Sawerigading". Book of
Colophon, Issue 2. Vol. 2. Balai Bahasa Sumatera
Utara.
44
Adiatmono, Fendi. 2017. “The Trisula of Kuningan”.
International Technology and Science
Publications (ITS). London: ITS Publication.
Adiatmono, Fendi. 2017. Batik Kuningan, Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2017. Kuninganologi, Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2018. Indonesia: Negara Terjajah
Ilustrasi, Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2018. Konstruksi Rimbang Baling.
Yogyakarta: Deepublish
Adiatmono, Fendi. 2018. Punahnya Tenun Kuningan dalam
Kepungan Industri Fashion, Yogyakarta:
Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 2018. Stasiun Kelok 10 Bio Kampar Kiri
Hulu. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. 4 November 2017. "The Weapons Kingdom
of Kuningan". in International Conference
"Education and Cultural Heritage" ICECH.
Brussels: Belgium.
Bakhuis Onderschrift: Robusta-Koffie (Als
tusschenplanting bij Hevea Brasiliensis).
Schetsmatige beschrijving der hedendaagsche
Nederlandsche koloniën : handleiding ten
gebruike bij de platen van Nederlandsch Oost- en
West-Indië / door J.F. Niermeyer, A.W.
Nieuwenhuis, J. Dekker, L.A. Bakhuis. - Haarlem
: Kleynenberg, Boissevain & Co., 1912-1913. - 4
dl. in 3 bd.Platen van Nederlandsch Oost- en
West-Indië : Serie I. Plaat 46. Oude albumnrs
3/32 en J 48.Former shelfmark:
622/10000/3.32.46.
45
Brian Cowan. 1969. The Social Life of Coffee. The
Heemergence of The British Coffew House. Yale
University.
Chatham. (2010-2011). History & Culture Of Turkey: From
Anatolian Civilization To Modern Republic A
Guide. Turky: Global Focus.
H. Misson. 1719. ‘Memoirs and observations in his
travels over England: With some account of
Scotland and Ireland’.
http://www.ico.org
http://www.studium.agrobiznesu.up.lublin.pl
J. W. Ijzerman. 1895. Dwars door Sumatra. Batavia G
Kolff & Co.
Kopi Indonesia, edisi 132/Th XIII/Mei-Juni-Juli 2006.
M. Ellis. 2008. 'An Introduction to the coffee-house:
A discursive model', Language & Communication
Journal.
Majka Burhardt. 2013. ‘Roots & Ritual Coffee and
culture in Ethiopia’. Journal Selamta, Vol 30
No 6.
Majka Burhardt. 2013. ‘Roots & Ritual Coffee and
culture in Ethiopia.’ Jurnal Selamta Vol 30 No
6
Marita Ervin. 2014. Coffee and the Ottoman Social
Sphere. Turky: University of Puget Sound.
Merriam Webster. 2012. Retrieved
Metasebia E. Yoseph, B.A. (2013). ‘A Culture Of
Coffee: Transmediating The Ethiopian Coffee
Ceremony’. A Thesis. Faculty of the Graduate
School of Arts and Sciences. Culture and
Technology. Washington, DC: Georgetown
University.
46
P. A. Van Der Lith. 1 8 9 3. Nederlands Oosch Indie
Beschreven En Afgebeeld Voor Het Nederlandsche
Volk Hoogleeraar Te Leiden Tweede Geheel
Omgewerkte Druk Met 32 Platen. Waarvan 24 In
Lichtdruk En 8 In Kleurendruk, Eerste
Deel.Leiden: E. J. Brill.
Rhendy Kencana Putra, 2015. Outlook Kopi.Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal
- Kementerian Pertanian.
Rubin, Joan Shelley; Boyer, Paul S.; Casper, Professor
Scott E. 2013. "Bob Dylan". The Oxford
Encyclopedia of American Cultural and
Intellectual History. USA: Oxford University
Press.
William Marsden. 1811. The History Of Sumatra,
Containing An Account Of The Government, Laws,
Customs, And Manners of The Native Inhabitants.
With A Description Of The Natural Productions,
And A Relation Of The Ancient Political State Of
That Island. F.R.S. Third Edition, With
Corrections, Additions, And Plates. London: By
J. M 'CREERY, Black-Horse-Court, And Sold By
Longman, Hurst, Rees, Orme, And Brown,
Paternoster-Row.

GLOSARI
47

nukilan : sepatah kata


Bivak : (Bahasa Prancis: Bivouac) adalah tempat
berlindung sementara (darurat)
kopdar : kopi darat
akad : perjanjian
santri : siswa, biasanya mendalami ilmu pengetahuan
agama sebagai unsur pokok
segregasi : adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
memisahkan suatu kelompok, suku bangsa, ras
atau satu etnik secara paksa hingga
menggunakan segala cara bahkan menggunakan
kekerasan. Segregasi merupakan bentuk dari
diskriminasi di lingkungan sosial.
façade : : Fasad (bahasa Perancis:, dibaca [fəˈsɑːd])
adalah suatu sisi luar (eksterior)
sebuah bangunan, umumnya terutama yang
dimaksud adalah bagian depan, tetapi kadang-
kadang juga bagian samping dan belakang
bangunan. Kata ini berasal dari bahasa
Perancis, yang secara harfiah berarti
"depan" atau "muka" suatu sisi luar
(eksterior) sebuah bangunan
relik : makhluk, populasi, atau masyarakat yang
merupakan peninggalan zaman purba
desublimasi atau deposisi : proses pengkristalan
pretensi : keinginan yang kurang berdasar; perbuatan
berpura-pura; alasan yg dibuat-buat;
inferior : bermutu lebih rendah; (merasa) rendah diri
Imputasi : Hubungan antar kondisi dan konsekuensi
yang didalamnya memuat pertanggungjawaban
merupakan suatu alternatif yang umum dan
fleksibel.
48
Imputasi : Hubungan antar kondisi dan konsekuensi
yang didalamnya memuat pertanggungjawaban
merupakan suatu alternatif yang umum dan
fleksibel.
kukila : burung
menyangrai : dipanaskan dalam wajan atau di sangan
Komodifikasi: transformasi barang, jasa, gagasan, dan
orang menjadi komoditas atau objek dagang.
Menurut Arjun Appadurai, komoditas pada
dasarnya adalah "apapun yang dimaksudkan
untuk ditukar," atau objek apapun yang
memiliki nilai ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai