Anda di halaman 1dari 21

HAKUBER HAK KEKAYAAN

CIPTA KEMENTRIAN INTELEKTUAL


KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DESAIN INDUSTRI

IDENTITAS BENTUK MOTIF KUNINGAN


PADA PENERAPAN INDUSTRI TEKSTIL BATIK

Pengusul

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS KUNINGAN

Kuningan
2018
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

FORMULIR ISIAN PENDAFTARAN HAK CIPTA BAGI KUKM


FASILITASI KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2018

A. PROFIL ( IDENTITAS DIRI ) KUKM

1. Nama : Fakultas Ilmu Komputer


2. No. KTP pemilik :
3. No. NPWP :
4. Alamat :
5. Kode Pos :
6. Tlp / HP :
7. Email :

B. PROFIL CIPTA

1. Jenis Ciptaan adalah Desain Industri (Bentuk Motif Batik Sebagai Identitas
Masyarakat Kuningan)
Judulnya adalah IDENTITAS MOTIF KUNINGAN PADA PENERAPAN
INDUSTRI TEKSTIL BATIK
2. Tanggal & Tempat diumumkan Ciptaan untuk pertama kali di wilayah
Indonesia / di luar wilayah Indonesia.
a. Temuan motif Kuningan Purba dan Klasik dari Buku Batik Kuningan karya
Fendi Adiatmono terbitan 2017 dengan ISBN 978-602-453-382-8 Penerbit
Deepublish Yogyakarta.
b. Penemuan arkeologi di Kuningan yang dituangkan dalam buku Kuninganologi
karangan Fendi Adiatmono dengan ISBN 978-602-453-382-3 diterbitkan oleh
Deepublish Yogyakarta pada 1 Oktober tahun 2017
c. Didasarkan pada manuskrip tulisan Fendi Adiatmono yang dirilis pada
Conference of International Conference “Education and Cultural Heritage”
ICECH yang diselenggarakan oleh Belgia dan Italia tanggal 4 bulan November
2017 di Brussels Belgia, yang berisi hasil seni budaya orang Kuningan.
d. Tulisan Edi S. Ekadjati, dalam Sejarah Kuningan (2003), mengeksplanasi
bahwa orang Kuningan mempunyai adat istiadat pada saat berlangsungnya
bebereapa ritual budaya.
e. Bambang Purwanto dalam Gagalnya Historiografi Indonesiasentris Perspektif
Baru Penulisan Sejarah Indonesia (2008 : 3), memberikan metode yang pas dalam
penulisan sejarah melalui visual image, sehingga data foto bersifat real dan tidak
terdistorsi.
f. Riset Fendi Adiatmono yang dituangkan dalam buku Punahnya Tenun
Kuningan Dalam Kepungan Industri Fashion tahun 2018 dengan ISBN 978
Penerbit Deepublish Yogyakarta.
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

C. URAIAN CIPTAAN

1. JUDUL INVENSI
IDENTITAS MOTIF KUNINGAN PADA PENERAPAN INDUSTRI
TEKSTIL BATIK

2. BIDANG INVENSI
Bidang invensi yang diminta Hak Kekayaan Intelektual adalah Bentuk
Motif Batik Tradisional Kuningan. Didasarkan dan dikembangkan melalui bentuk
motif Masa Purba Kuningan hingga Masa Kolonial

3. LATAR BELAKANG INVENSI


Menelisik Kuningan melalui masa prasejarah Neoliticum dan batu yang
Megaliticum ada kira-kira 3.500 tahun sebelum Masehi. Wilayah Cipari tahun
1972 menjadi alat bukti adanya kehidupan masa itu. Perkakas yang ditemukan
adalah batu obsidian, pecahan tembikar, kuburan batu, pekakas dari batu dan
keramik. Masa itu orang Kuningan telah mempunyai etos budaya dalam
kehidupan sehari-hari.
Etos budaya dan sifat khusus merupakan ciri masyarakat tradisional.
Mereka hidup dipengaruhi oleh suasana kepercayaan leluhur. Sifat khusus itu
biasanya ditandai dengan pola yang berimbang, selaras dalam merespons
kehidupan antarmanusia, dan habitat sekitarnya. Hubungan manusia dengan
habitat sekitarnya didasarkan pada anggapan bahwa eksistensinya hidup di alam
yang dipandang sebagai suatu tatanan yang teratur dan tersusun secara hirarkis
dalam sebuah tatanan budaya yang senantiasa dijaga.
Dalam perkembangan selanjutnya, orang Kuningan mulai mengenal
mithos. Aura titik didihnya ada di Gunung Ceremai dan di Cigugur. Pada dua
tempat itu, ilustrasi surealisme kehidupan orang Kuningan mulai dikuak. Mitos
adalah ungkapan individu dan masyarakat tentang alam dan manusia dengan cara
gaib, ungkapan Salomé Sola Morales (2013 : 33-43) didukung oleh A.C. Kruyt
(1938 : 40) bahwa zat halus yang dikerjakan orang untuk membuat sesuatu yang
tidak dapat dikerjakan oleh manusia biasa merupakan tafsir mitos. Orang itu
berkuasa dan mampu memimpin orang lain. Keyakinan ini juga disebut dengan
animisme. Manusia kuno juga percaya kepada berbagai makhluk halus dan yang
merupakan penjelmaan manusia yang telah meninggal (Fendi Adiatmono,
Kuningannologi, 2016: 120).
Danau, menurut Koentjaraningrat (1958 : 156) adalah salah satu tempat
yang menyimpan suatu mitos, seperti Danau Curug Bangkong di Nusaherang.
Tempat itu bermakna sebagai salah satu sudut pandang masyarakat
pendukungnya. Bagi orang di Kuningan, tempat itu bermakna sejarah dan mitos
(Alim S. Niode, 2007 : 18). Mitos ini berkembang sebagai upaya menjawab
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

pertanyaan manusia dalam hubungannya dengan manusia, alam, dan pencipta.


Suku Minahasa mempunyai cerita tentang toar dan lumimuut yang digambarkan
sebagai nenek moyang mereka. (Fendi Adiatmono, Weeskamer, 2015 : 63).
Mereka percaya pada takhayul, bahwa melihat alam mempunyai kekuatan yang
menguasai pikiran manusia. Tak jauh berbeda dengan thesis dari Shiri Pasternak
(2013: 6), ketika ia menceritakan yang terjadi di Danau Barriere Queensland,
dimana tempat itu dipenuhi mithos tanduk jajaran rusa yang dikembangkan
melalui oral histories.

Gambar1. Situs purba megalith unsur pokok lingga Kuningan di Cigugur


(Fendi Adiatmono, 2017)

Lingga merupakan batu berbentuk tiang sebagai tugu peringatan, diartikan


pula tanda kelaki-lakian Dewa Siwa, melambangkan kesuburan. Dwi Suyamto
dalam Spirit Angguk (2016 : 4) mengurai lingga bahwa:
Nabi Adam dicipta dari seonggok tanah, Putri Hawa penjelmaan tulang rusuk
suaminya, kecenderungan membengkok dan bisa retak bila diluruskan. Mereka
diusir dari sorga akibat nafsu memiliki, dengan saling menyadari berlandaskan
kasih sayang mereka jalani dengan legawa akan kekhilafannya, bangkit berjuang
merajut kasih menggapai harapan. Wanita memberikan keteduhan sekaligus
menyuguhkan keberingasan. Prabu Baladewa kakak kandung Kresna, dengan
senjata Alugara membuat pongah ngobrak-abrik setiap lawan bahkan kawan yang
menyinggung harkat martabat kejantanannya.
Lalu ia melanjutkan mengenai yoni, yakni:
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lesung alugara sepasang benda pejal yang seia sekata melantunkan nada
mengiringi nyanyian dewi padi dengan peluh bercucuran menghujamkan
kepasrahan total, membentuk struktur cipta boga. Struktur psyche ini pada
dasarnya, dinamis. Segala sesuatu yang ada didalam psyche, bergerak terus
menerus karena adanya energy ‘libido’. Energi tersebut bertindak aktif kepada
nafsu, harapan dan pernyataan. Hukum yang berlaku disini hukum yang saling
berhadap-hadapan, pikiran dengan perasaan, penginderaan dengan intuisi,
ekstraversi dengan intraversi, dan kesadaran dengan ketidaksadaran.

Gambar 2. Situs purba megalith unsur pokok yoni Kuningan di Cigugur


(Fendi Adiatmono, 2017)

Simbol lingga dan yoni adalah bermakna spiritualitas, dapat menjadi


sumber energi dalam menghadapi kesengsaraan, kesulitan, kesyahidan, dan
kegagalan yang dialami oleh seseorang (Fendi Adiatmono, Spirit Angguk, 2004 :
68). Maka, gagasan yang hendak diwujudkan, mengalami status keseimbangan
unsur. Unsur manusia sesungguhnya, ditakdirkan berjodoh dengan lawan
jenisnya, dan unsur imajinasi estetis dalam membaca alam dan pendekatan diri
terhadap yang menciptakan.
Manusia tergantung dengan simbol, karena semua kegiatan manusia
umumnya melibatkan simbol (Ernst Cassirer, 1990 : 40). Ia adalah animal
rational atau makhluk yang mengedepankan alam fikir logis yang ia miliki dan
animal simbolicum atau makhluk yang hidup dengan bantuan dari adanya
kebutuhan terhadap simbol. Ia lalu menggagas bentuk sebagai metafora untuk
mengirim pesan lalu berdialog pada masyarakatnya. Laksmi Kusuma Wardani
(2006 : 17) menjelaskan adanya penandaan penamaan yang dilakukan oleh
manusia terhadap yang nyata maupun abstrak dan mendapatkan masyarakat
pendukung yang konvensional. Gejala yang ditangkap dalam alam pikir melalui
penginderaan yang dimiliki dapat melahirkan simbol yang baru apabila tercipta
hal yang baru. Hal itu bergantung pada kesepakatan masyarakat pendukungnya
yang bersifat konvensional pula.

4. RINGKASAN INVENSI
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Evidensi baru mengenai artevaktual Kuningan adalah subjektivitas sejarah


itu tidak lepas dari pemahaman (verstehen) sebagai pendekatan ilmu kemanusiaan
dan fungsi praxis ilmu pengetahuan. Relasi itu tidak terpisah dari pemilik
pengetahuan itu sendiri yaitu manusia pada kehidupan mereka sehari-hari.
Pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang artevaktual,
mampu ditangkap oleh orang Kuningan karena pada hakikatnya hal itu merupakan
hasil refleksi (perenungan dan pemantulan kembali) manusia terhadap dunia
kehidupannya. Manusia melihat bahwa ada hal baik dan buruk dalam kehidupan,
maka keadaan itu mendorong orang untuk merumuskan hal yang dianggap baik
dan bagaimana cara untuk mewujudkannya. Implementasinya bersifat fleksibel
dan interaktif (bukan doktriner). Perkembangannya ditunjang oleh eksistensi
orang Kuningan dalam memelihara dan mengembangkan bentuknya. Maka sistem
nilai itu dianggap baik, adil, dan wujud kasih sayang, sehingga dapat mengatur
tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan.
Adanya bentuk motif naga pada batu di Kuningan, pada masakini
dikompilasi secara verbal dan visual. Kerangka dasar latar belakang budaya pada
motif ini dibentuk pada tempat legenda, dengan komparasi motif naga di budaya
lain. Dasar unsur budaya dari motif naga, secara khusus, mampu memberikan
informasi tentang animisme dan dinamisme orang Kuningan. Metode ini dapat
dilihat karena adanya perubahan motif naga dari masa lalu yang telah disejajarkan
dengan peradaban Kuningan. Motif naga berdasarkan goresan batu dari folk
literature Kuningan dikomparasikan dengan motif naga budaya dunia yang
berbeda. Motif naga berelasi pada kehidupan budaya dan ekonomi budaya. Naga
Kuningan adalah mewakili kekuatan selestial (kekuatan langit) dan terestrial
(kekuatan daratan). Artinya, naga itu tinggal dalam air dan di langit membawa
harapan rakyat, kemakmuran, dunia kognitif, menjadi agen individu, dan hidup
sebagai simbol dalam persepsi massa. Bentuk motif naga menyertai adanya
legenda dapat memberi petunjuk tentang kepercayaan kuno masyarakat dalam
membentuk kebudayaan. Adanya perakitan peradaban kebudayaan baru, itu
mengindikasikan terjadi perubahan yang signifikan pada masyarakat. Perubahan
peradaban rakyat pada motif yang terlihat, dapat membantu menunjukkan hal
yang melatarbelakangi. Adanya spektrum naga Kuningan mampu melewati
makna dan logika arti yang diaplikasikan pada beberapa benda. tidak adanya
organ atau organisme orang Kuningan yang di manageriali, namun mereka
menonjolkan sambungan persaudaraan, idiologi, dan ekonomi. Sambungan itu
menimbulkan keseimbangan seperti jala. Itu adalah humanism yang kokoh karena
merupakan bentuk adanya suatu kohesi. Lalu, mereka melahirkan bentuk yang
tidak terorganisir secara teks, namun keadaan mereka dipersatukan lebih kuat
pada tiap jaringan sambungan melalui sistem oral. Intinya organisasi itu tidak
praktis namun bersifat maqliyah yang menuju tadabur atau mencari manfaat dari
pergaulan, outputnya menghasilkan manusia yang baik. Orang Kuningan tidak
perlu makelaar, seperti beberapa etnik lain di Indonesia untuk mengembangkan
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

budayanya. Jikapun mereka memakai metode itu, orang Kuningan hanya


mempergunakan wacananya saja (mendengarkan). Maka mereka memahami jauh
lebih detail dan sudah diakselerasikan dengan alam dan Tuhannya. Mereka
mengembangkan pijakan hidup dengan aksen tertentu yang diyakini mampu
membuat hidup menjadi lebih baik.
Selanjutnya orang Kuningan mengenal tiga tingkatan dalam hidup dan
kehidupannya. Yang pertama adalah kesaktian, kemuktian (bertaqwa), dan
kemulyaan. Kesaktian dapat terbentuk karena kekuasaan, kemasyuran, atau
kekayaan. Itu seperti demokrasi, yang tidak dapat membedakan kerikil dengan
intan. Adanya tiga pola sudut pandang dan tiga tingkatan hidup, selanjutnya orang
Kuningan mengenal tingkatan tertinggi yakni kemulyaan hidup. Mereka tidak
ingin membuktikan dan menunjukkan kesaktian dan kehebatannya, namun dia
lebih mandiri dengan tak ditunjukkannya ikatan diri dengan alam dan Tuhannya.
Lalu meletakkannya pada wilayah tersembunyi, diujudkan dengan beberapa
artevaktual. Manfaat sosial adalah kemuktian dalam pengejawantahannya
(eksplanasi positif). Maka dia telah mendapatkan presisi sebagai seorang maqam
(tingkatan martabat). Tidak adanya rubrikasi yang spesifik, sistem hakekat hidup
akhirnya tumbuh subur melalui metode transmisi turun-temurun.
Informasi kependudukan Kolonial tentu tidak mutlak, informasi yang
dibangun adalah hanya berdasarkan sefihak sebagai musuh Nusantara, maka
diperlukan subjek lokal yang lebih nyata (genius dan local wisdom). Ada kode
yang tak dapat dibuka, karena hanya orang Kuningan sendiri yang tahu. Secara
komprehenship orang Kuningan mulai meragukan informasi sejarah dan budaya
yang datang dari luar bangsa. Pada spektrum transisi ini, mereka telah
menemukan bentuk penyatuan diri dengan alam dan Tuhannya. Melalui itu, orang
Kuningan mulai memfilter bentuk budaya yang datang. Kebudayaaan itu diolah
dengan tepat dengan kebudayaannya sendiri. Hasil itu didapat melalui suatu
kerjasama antarwarga dalam menghasilkan sesuatu melalui diskusi dan ritual.
Maka alam, manusia, dan Tuhan adalah urusan inhern dalam diri manusia itu
sendiri. Tidak adanya disharmoni di wilayah Kuningan, itu merupakan bukti
bahwa energi elektromagnetik warga Kuningan telah mampu menyeimbangkan
diri mereka dengan alam. Ketika mereka sudah tidak ada disparitas antarmanusia
sebagai kalifatulah bumi, maka output yang dihasilkan adalah adanya bentuk
kasih sayang. Disitu, dapat dikatakan bahwa orang Kuningan tidak meninggalkan
parameter tadabur hidup, syaratnya adalah output menjadi lebih baik. Maka,
tadabur hidup adalah moral, material dan dipayungi spiritual dengan siklus yang
efektif menjadi baik.

5. URAIAN SINGKAT GAMBAR DIAGRAM ALIR


HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Skema 1. Invensi Bentuk Motif Kuningan

Masa Purba
Masa
yang diwakili
Artevaktual Identitas
Artevak
Zaman Batu Sejarah Kuningan
di Kuningan Kuningan

(Desain: Fendi Adiatmono, 2017)

6. URAIAN LENGKAP INVENSI


Pisau analisis yang diterapakan dalam penulisan ini dari hasil kebudayaan
yang ditinggalkan dan corak kehidupannya. Berdasarkan analisis hasil
kebudayaan yang ditinggalkan, kehidupan zaman prasejarah dibedakan menjadi
dua, yaitu zaman batu dan logam. Pembagian zaman tersebut tidak menggunakan
batas waktu yang jelas untuk tiap zamannya.
Masa manusia sudah mengenal tulisan atau zaman ketika sudah ditemukan
bukti tertulis yang sezaman. Perkembangan sejarah masyarakat Indonesia
dipengaruhi oleh kebudayaan dari India yang berawal dari pelayaran dan
perdagangan lalu penyebaran agama.

Invensi I. Jenis Motif


Jenis motif yang ada di Kuningan deiterangkan sebagai berikut, a) Flora:
merupakan motif yang mempergunakan bentuk tumbuhan sebagai motif utama;
(b) Fauna: merupakan motif yang mempergunakan bentuk binatang; c)
Geometris: yaitu motif yang mempergunakan bentuk ilmu ukur seperti garis lurus,
garis lengkung, lingkaran, segi tiga, dan segi empat; dan d) Kosmos atau alam:
yaitu motif yang mempergunakan bentuk alam seperti awan, cadas, air, batu, dan
gunung.

Invensi II. Bentuk Motif Purba


HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Nama Motif
Desain Motif
dan Asal Bentuk Motif Motif Mirip Desain Jadi
Pengembangan
Keterangan
1. Motif
Dakon
Segiempat

Batu dakon Cipari Motif China


(Fendi Adiatmono,
(Fendi Adiatmono, 2017)
2017)
2. Lingga tidak
Kuningan ditemukan

Motif
Bentuk Purba artevak Yoni Cipari Kuningan
Lingga Cipari Kuningan (Fendi Adiatmono, 2017)
(Fendi Adiatmono,
2017)

3. Motif Daun
Petai Cina
(Leucaena
leucocephala)

Batik met pelikaan- Motif Tutung


motief Koeningan 1900 Pekalongan
(KITLV Leiden)
(Fendi Adiatmono, 2017)

Invensi III. Bentuk Motif Masa Sejarah


HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Nama Motif
Asal Bentuk Desain Motif
dan Motif Mirip Desain Jadi
Keterangan Motif Pengembangan
1. Motif tidak
Bokor ditemukan
Kuningan

Beelden te (Fendi Adiatmono, 2017)


Kartawangoengan
bij Koeningan
(KITLV Leiden,
1900)
3. Motif
Naga
Kuningan
(Draco)

Situs Batu Naga


Jabranti Kuningan
(Fendi Adiatmono,
2017)
Motif Naga
Cirebon
Relief purba naga(Draco)
(Fendi Adiatmono, 2017)
4. Motif
Segitiga

Batik West
Java
Koeningan
(KITLV
Situs Batu Naga
Leiden,1900)
Jabranti Kuningan
(Arkeolog UI, 2013)
Relief purba segitiga
(Fendi Adiatmono, 2017)
5. Motif tidak
Murai Batu ditemukan
(Copsychus
malabaricus)

Relief purba sepasang murai


batu (Copsychus malabaricus)
Situs Batu Naga (Fendi Adiatmono, 2017)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Jabranti Kuningan
(Arkeolog UI, 2013)
6. Motif tidak
Pohon ditemukan
Kelapa
(Cocos
nucifera) Batik West Java
Koeningan (KITLV
Leiden,1900)
(Fendi Adiatmono, 2017)

Invensi XI. Aspek Kebaruan


Bentuk motif Kuningan ini, adalah sarana konektivitas masa Purba hingga
abad ke-19 dengan generasi masakini (abad ke-21) yang mempunyai nilai
kebaruan berupa simbol intelektual yang tercermin dalam karyanya. Hal itu
menjadi pembuktian bahwa titik balik masyarakat Kuningan adalah
memasakinikan masalalu. Dari permasalahan yang ditimbulkan, bentuk motif itu
sebagai karya masyarakat Kuningan belum mendapatkan perlindungan yang baik.
Bentuk motif yang diterapkan pada tekstil terutama motif batik ini, dapat
diperhitungkan mutu, segi estetik, dan gayanya. Unsur gaya yang ditampakkan
mampu bertahan selama tiga abad, meski adanya perluasan kolonial abad ke-19.
Wacana dan perlindungan bentuk motif Kuningan dalam perkembangannya
mengalami proses kemandegan pada tataran eksplorasi, maka langkah preventif
perlu diadakan dan merupakan sesuatu yang urgent. Hal itu terbukti telah di
lakukan di Jepang, Cina, dan Korea. Bentuk motif batik khas kuningan masa kini
merupakan wujud memasakinikan masalalu dan bahan yang penting untuk
penyelidikan.

Invensi XII. Langkah Inventif


Karakter kebangsaan dibentuk melalui warisan budaya maka perlu adanya
pembelajaran terhadap muatan lokal Kuningan melalui pembinaan dan
penyebarluasan artevaknya. Adanya tindakan tanggap terhadap potensi
artevaktual dan pengembangannya sebagai suatu bentuk yang berkarakter dan
berwawasan Nusantara. Outputnya adalah menempatkan seni budaya lokal yang
lebih bernilai secara objektif dengan menata seni budaya lokal secara maksimal.
Hasil rekomendasi, ditindaklanjuti dengan kegiatan yang sifatnya
memulihkan. Tahap pertama adalah konsolidasi pengembalian aset artevak yang
dimungkinkan hilang atau berpeluang musnah. Tahap perwujudan adalah
kerjasama dengan berbagai fihak, hingga tercapainya konstruksi yang telah
dibangun.
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Invensi XIII. Penerapan Pada Industri


Aplikasi bentuk motif identitas Kuningan ini dapat digunakan sebagai
berikut.
a. Pengembangan bentuk motif tekstil terutama batik sesuai identitas kebudayaan
Kuningan
b. Kebijakan pembangunan arsitektur perumahan dengan gaya ornamen sesuai
identitas masyarakat Kuningan.
c. Adanya pemanfaatan dari pengembangan bentuk motif identitas Kuningan
secara lebih luas maksimal.
d. Penggalangan industri kerajinan yang diinspirasi bentuk motif identitas
Kuningan
c. Mendongkrak industri pariwisata
Spesifikasi bentuk motif batik yang sudah dipatenkan invensinya memungkinkan
seseorang dengan keahlian biasa di bidangnya (skilled in the art) dapat memahami
dan melaksanakan/mempraktekkan invensi.

Invensi XIV. Aspek Komersial


Penggalangan industri kerajinan yang diinspirasi bentuk motif identitas
Kuningan mampu membuka lapangan kerja baru sehingga meningkatkan taraf
perekonomian masyarakatnya. Maka, bentuk motif warisan leluhur masyarakat
Kuningan dapat diaplikasi menjadi sebuah elaborasi karya yang mempunyai dasar
karakter kebangsaan.
Cakupan pasar aplikasi tekstil ini, didapat melalui pangsa pasar dunia
yakni bidang pariwisata. Bagi dalam negeri, maka batik Kuningan dapat
diwujudkan menjadi karya seni tradisional yang berkualitas.
Inspirasi bentuk motif dapat diterapkan pada karya dua dan tiga dimensi
pada kriya Kuningan.
Pemasaran batik khas Kuningan yang ditujukan untuk negara luar
berpeluang membuat kesejahteraan masyarakat Kuningan. Maka, hal itu sebagai
cara untuk menunjukkan jadi diri Kuningan sekaligus dapat menambah perkapita
masyarakatnya.

7. KLAIM
Invensi 1.
Bentuk motif yang berkembang masa purba di Kuningan, yakni motif
Dakon Segiempat, motif Lingga Kuningan, dan motif Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala) adalah identitas masyarakat Kuningan. Hal itu diperkuat dengan
data artevaktual yang telah dihasilkan di Cipari, Gunung Ceremai, dan Balong.
Invensi II.
Motif Bokor Kuningan, motif Segitiga, motif Murai Batu (Copsychus
malabaricus), motif Pohon Kelapa (Cocos nucifera), dan motif Naga Kuningan
(Draco) adalah identitas masyarakat Kuningan. Hal itu diperkuat dengan data
artevaktual yang telah dihasilkan di Cipari, Gunung Ceremai, dan Balong.
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

7. ABSTRAK
Sebagai esensi warisan zaman batu, pegunungan, dan sungai, telah
menempati sebuah peran penting dalam budaya Kuningan. Sejauh ini, dapat
mencerminkan banyak kepercayaan dan nilai masyarakatnya. Studi sejarah,
estetik, anthropologi, dan simbol yang dilakukan pada penemuan arkeologi di
wilayah itu, telah mampu mengungkapkan budaya prasejarah. Fokusnya
bagaimana budaya dikembangkan, simbol dibangun dan apresiasi transmisi
pewarisannya. Hal itu ada keterkaitan dengan filsafat dan pemerintahan kerajaan
yang dibentuk telah mampu menyeimbangkan pengemban amanah perdikan
Kuningan.
Pada bidang sejarah, estetika, anthropologi, dan simbol, disajikan teori tiga
dimensi kehidupan sebagai pola pandang orang Kuningan. Disitu didapat bahwa
entitas kecil, besar, dan perwakilan merupakan pola pandang masyarakat
Kuningan, telah diaplikasi secara dinamis pada kehidupan sehari-hari. Melalui
pendekatan sejarah masyarakat dan artevaktual secara menyeluruh, lepas dari
sejarah konstitusionalnya, lebih menekankan analisis formasi sosial dengan
melihat proses yang terjadi di dalam masyarakat dengan komparasi displin ilmu
secara lebih luas. Masyarakat Kuningan telah memiliki sistem kecerdasan
anthropologis yang baik.
Diharapkan memancarkan kebutuhan referensi bagi kreatifitas masyarakat
umumnya. Frase yang dituliskan diharapkan mampu menginspirasi kepekaan
masyarakat Kuningan khususnya, untuk lebih mendinamisasi metode tradisi pada
pembangunan dan budaya masyarakatnya.
Kata Kunci: Artevaktual- Sistem Nilai-Kontinyuitas-Kuningan

FORMULIR DESAIN INDUSTRI KUKM

Nama Pemohon : Fendi Adiatmono


Alamat : Karang 43/22 Gerbosari Samigaluh Kulon Progo, 55673
Yogyakarta Indonesia
Judul Desain : IDENTITAS MOTIF KUNINGAN PADA PENERAPAN
INDUSTRI TEKSTIL BATIK
Kegunaan Desain : Menumbuhkan kepekaan dalam pengkaryaan menuju
industri lokal Kuningan
Gambar Foto Desain Industri
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Nama Motif
dan TAMPAK DEPAN (2 DIMENSI)
Keterangan
1. Motif
Dakon
Segiempat
2. Lingga
Kuningan
3. Motif Daun
Petai Cina
(Leucaena
leucocephala)

Gambar 3. Desain bentuk motif batik khas Kuningan (Fendi Adiatmono, 2017)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Nama Motif
dan TAMPAK DEPAN (2 DIMENSI)
Keterangan
1. Motif
Bokor
Kuningan
3. Motif
Naga
Kuningan
(Draco)
4. Motif
Segitiga
5. Motif
Murai Batu
(Copsychus
malabaricus)
6. Motif
Pohon
Kelapa(Coco
s nucifera)

Gambar 4. Desain bentuk motif batik khas Kuningan (Fendi Adiatmono, 2017)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Desain Jilbab
(Fendi Adiatmono, 2018)

Jilbab Kuningan
(Fendi Adiatmono, 2018)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Desain Pokok Baju


(Fendi Adiatmono, 2018)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Desain Baju Laki laki


(Fendi Adiatmono, 2018)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Desain Baju Perempuan


(Fendi Adiatmono, 2018)
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

DAFTAR PUSTAKA

Adiatmono, Fendi. dan Arif Rivai (2018). Punahnya Tenun Kuningan dalam Kepungan
Industri Fashion, Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi dan Arif Rivai. (2017). Pradakon. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi dan Nandarina. (2017). Setra. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. (2014). Weeskamer. Yogyakarta: Deepublish,
Adiatmono, Fendi. (2016). Gorontalonologi. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. (2016). Metode Penulisan Kualitatif Seni. Yogyakarta: Deepublish,
Adiatmono, Fendi. (2016). Ornamen. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. (2017). Batik Kuningan. Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. (2017). Kuninganologi, Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. (2018). Konstruksi Rimbang Baling, Yogyakarta: Deepublish.
Adiatmono, Fendi. “The Weapons Kingdom of Kuningan”. in International Conference
“Education and Cultural Heritage” ICECH. 4 November 2017. Brussels Belgia.
Adiatmono, Fendi. 2017. “Sawerigading”, Buku Kolofon, Edisi 2. Vol. 2.Balai Bahasa
Sumatera Utara.
Altman, Irwin dan Chemers. 1984. Culture and Environtment. Monterey: Brooks/Cole
Pub. Co.
Beer, Robert. 2003. The Eight Auspicious Symbols. Chicago Illinois: Serindia
Publication.
Clark, Zoila. 2008. “The Bird That Came Out fo The Cake: Foucoultdian Feminism
Approach to Kate Chopin’s The Awakening”, Journal for Culture Research Vol.
12, No 4. United States: Florida International University.
Dunn, Emili. 2008. East Asian History. Australia: Institute of Advanced Studies The
Australian National University.
Evseeva, Natalia. 2005. “Application of The Ancient Nordic s in The Bělětation of The
Historical Museum and their Stylization According to Art Nouveau Principles”.
Thesis. Oslo: Faculty of Humanities, University of Oslo.
Harimu, Debbie A.J. 2000. dalam IJAS, Vol. 1, No 2. Pakistan: IJENS Publisher.
Kadir, Ishak. 2008. “The Symbols Of The Meaning In Butonese Traditional House”,
Buletin Penelitian UNHAS. Makassar: UNHAS.
Koentjaraningrat. 1958. Metode-metode Anthropologi dalam Penjelidikan
Masjarakat dan Kebudajaan di Indonesia. Jakarta: Penerbitan Universitas
Djakarta.
Little, A. John & Hamzah Machmoed, 1975. A Kuningan (North Sulawesi) Poet
Chronicler: The work Of Temeyi Sahala (Manuli), Confrence On Modern
Indonesian History. Madison: Center for Southeast Asian Studies,
University of Wisconsin.
Livanos, Christopher. 2011. “A Case Study in Byzantine Dragon-Slaying:
Digenes and the Serpent”, dalam Oral Tradition Journal 125-144. Taiwan:
Shih Hsin University.
Loubere, Nicholas. 2010. “Is China Conforming to a Westernized Global
Culture? An Assimilation Theory Analysis of Chinese Western Cultural
Relations”, Graduate Journal of Asia Pacific Studies 7:1. China: Xiamen
University.
HAK CIPTA KEMENTRIAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH

Nickel, Helmut. 1991. “The Dragon and The Pearl”, dalam The Metropolitan
Museum of Art Journal. Chicago: Metropolitan Museum Journal.
Roojen, Pepin van. 2001. Batik Design. Netherlands: Pepin Press.
Soedarso Sp. 2006. Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni.
Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Su, Gih Djin. 1964. Chinese Architecture Post and Contemporary. Semarang:
Boekhandel Ho Kim Yoe.
Tatt, Ong Hean. 1993. Chinese Animal Symbolisms. Selangor Darul Ehsan:
Pelanduk.
Teparić, Meliha. 2013. “Representation in the Arabic Calligraphy”, Epiphany:
Journal of Transdiciplinary Studies Vol. 6, No. 2. University of Sarajevo:
Faculty of Arts and Social Sciences.
Thomas Wilson, 1896. The Swastika. Washington: Government Printing Office.
Usman S. 2006. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Van Huyen, Nguyen. 1983. Habitation Sur Pilotis dans l’Asie du Sud-Est.
Singapura: Librarie Orientaliste Paul Geuthner.
Yoswara, Harry Pujianto, Imam Santosa, Naomi Haswanto. 2011. “Simbol dan
Makna Bentuk Naga”. Jurnal Desain. Bandung: FSRD Institut Teknologi
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai