Oleh
NOVIAR MAHARANI
NIM 121911133001
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
DAFTAR ISI
SAMPUL.................................................................................................................0
DAFTAR ISI............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................................7
1.4.2 Manfaat Praktis..................................................................................8
1.5 Batasan Masalah........................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
2.1 Landasan Teori..........................................................................................9
2.1.1 Teori Kebudayaan..............................................................................9
2.1.2 Semeotika...........................................................................................9
2.2 Kajian Pustaka.........................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................12
3.1 Sumber Data............................................................................................12
3.2 Pengumpulan Data..................................................................................12
3.2.1 Data Penelitian.................................................................................12
3.2.2 Penentuan Informan.........................................................................12
3.2.3 Teknik Pengambilan........................................................................13
3.2.4 Penyusunan Data..............................................................................13
3.2.5 Analisis Data....................................................................................13
3.3 Sistematika Penulisan..............................................................................13
3.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
1
KATA PENGANTAR
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
diantaranya berupa kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat, atau sering
kali disebut takhayul, dan juga sering menyebutnya sebagai kepercayaan
rakyat (folk
belief) atau keyakinan masyarakat. Dikarenakan takhayul memiliki arti
hanya khayalan belaka (sesuatu yang dianggap angan-angan belaka) yang
sebenarnya tidak ada (W.J.S., 1976: 996)
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang memiliki bentuk
gabungan unsur lisan dan unsur bukan lisan. Beberapa contohnya adalah
kepercayaan rakyat dan permainan rakyat. Permainan rakyat adalah
kegiatan yang juga termasuk folklor karena diperolehnya melalui warisan
lisan. Dua hal tersebut merupakan contoh dari folklor sebagian lisan yang
ada di Indonesia. Kepercayaan Rakyat sering kali disebut “takhayul” hal
ini tentu bukan hal yang sederhana, dan tidak berdasarkan logika, sehingga
sebutan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Meskipun
sudah banyak dihindari penggunaan istilah “takhayul”, dan digantikan
dengan kata kepercayaan namun hal tersebut sebagian masyarakat awam.
Mengapa penggunaan sebutan “takhayul” di masyarakat harus digantikan
karena pertama “takhayul” mencangkup kepercayaan (belief), kelakuan
(behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), serta ada kalanya
mencangkup alat dan biasanya mencangkup ungkapan beserta sajak
(Brunvand, 1968:178). Serta yang kedua dalam keadaan yang ada
masyarakat modern manapun dapat bebas dari “takhayul”, baik dalam hal
kepercayaannya maupun dalam hal kelakuannya (Brunvand, 1968: 178).
Begitulah saat ini masyarakat sering kali menyebutnya sebagai
kepercayaan rakyat.
Kepercayaan rakyat berhubungan dengan sebab akibat menurut hubungan
asosiasi (Koentjaraningrat., 1967:265). Hal tersebut sama halnya dengan
ritual jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas yang berada di kabupaten
Tulungagung, ritual ini menyangkut kepercayaan adat dikarenakan pusaka
Kanjeng Kyai Upas dianggap memiliki kekuatan tersendiri bagi
masyarakat kabupaten Tulungagung. Ritual jamasan pusaka Kanjeng Kyai
4
Upas ini dilaksanakan setiap tahun pada hari Jumat di atas tanggal 10
Suro. Ritual dengan tujuan menyucikan tombak yang dilaksanakan setiap
tahunya oleh masyarakat kabupaten Tulungagung, menjadi salah satu
kegiatan wajib. Konon tombak Kanjeng Kyai Upas memiliki nilai magis
yang kuat saat penjajahan Belanda. Pusaka ini mampu menolak musuh
sehingga gagal masuk ke Tulungagung.
Kanjeng Kyai Upas merupakan nama pusaka yang berbentuk tombak yang
panjang bilahnya 35 cm, dan panjang landheyan atau tangkainya 5 meter.
Pada pangkal bilahnya memiliki tulisan berwarna emas dan bahan emas
dengan huruf Arab yang berbunyi “Allah”. Kanjeng Kyai Upas diberikan
penutup keranda (lurup) atau di tutup kain penutup yang berlapis lapis
dengan kain cindhe, kain tersebut merupakan sebutan lain dari kain Patola
di daerah Jawa. Menurut legenda dan kepercayaan masyarakat
pendukungnya, dinyatakan bahwa bilah Kanjeng Kyai Upas berasal dari
lidah seekor ular naga dan landheyannya berasal dari badan seekor ular
naga yang bernama Baru Klinthing. Pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas
ini berasal dari Mataram yang dibawa Oleh Raden Mas Tumenggung
Pringgodiningrat, putra dari Pangeran Noyokusumo di Pekalongan yang
menjadi menantu Sultan Hamengku Buwono II, ketika beliau menjadi
Bupati Ngrowo yang sekarang dikenal dengan Tulungagung.
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016)
Pusaka Kanjeng Kyai Upas dipelihara dengan baik oleh Bupati Ngrowo
atau Tulungagung Raden Mas Pringgo Kusumo secara adat dan turun-
temurun. Pusaka ini ditempatkan di Gedhong Pusaka di Dalem Kanjengan
Kepatihan Kecamatan Kota Tulungagung, Kabupaten Tulungagung. Setiap
hari Kamis oleh Kyai Emban diberi sesaji dan diberi lampu cuplak dengan
minyak jarak dan sambil membakar kemenyan. Pada saat ini yang
memelihara pusaka tersebut Bapak Raden Mas Indronoto, salah satu
keturunan keluarga Raden Mas Pringgo Kusumo. Keistimewaan pusaka ini
adalah pada proses perawatanya dan upacaranya adat jamasannya,
dikarenakan di laukan terun temurun serta yang merawat langsung dari
5
salah satu keturunan keluarga Raden Mas Pringgo Kusumo. Selain dirawat
dan diberikan sesajen pada tiap hari kamis upacara adat satu tahun sekali
tak luput dilakukan.
Upacara adat jamasan pusaka tombak Kanjeng Kyai Upas bertujuan untuk
pemeliharaan secara tradisional, sehingga diharapkan dengan
pemeliharaan ini pusaka tombak Kyai Upas akan tetap ampuh, tidak rusak
dapat melindungi masyarakat pendukungnya akan adanya gangguan atau
bencana yang akan menimpa masyarakat Kabupaten Tuluangung. Dengan
tujuan yang lain bahwa dengan jamasan itu pusaka akan terpelihara tidak
berkarat, tidak rusak. Pusaka tersebut akan dibersihkan dan diolesi dengan
warangan yang merupakan racun yang dapat mematikan bakteri perusak.
Upacara adat jamasan Pusaka Kanjeng Kyai Upas di Tulungangung
dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan pada hari Jumat antara
tanggal 11 sampai 20 bulan di Suro. Puncak upacara dilaksanakan pada
hari Jumat dengan mengambil waktu pukul 09.00-11.00 atau sebelum
sholat Jumat. Tempat pelaksanaan jamasan Kanjeng Kyai Upas di Dalem
Kanjengan, Kepatihan, Kecamatan Kota Tulungagung
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016).
Prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai upas memiliki beberapa
perlengkapan dan beberapa kegiatan di dalamnya, di antaranya 1
panggang ayam tulak, ayam walik, ayam putih mulus, ayam hitam mulus,
ayam lurik sekul dan lain-lain sejumlah 7 macam, 2 bermacam-macam
polo kependem antara lain kacang brol, ubi-ubian, kentang hitam, kentang
putih, ketela rambat, ketela pohon, dan lain-lain, ke 3 jenang sengkolo,
bubur suran lengkap dengan lauk pauknya sebagaimana biasanya untuk
selamatan suran, ke 4 pisang raja ayu, Air dari tujuh sumber dan air laut
yang digunakan untuk siraman pertama, tebu, janur, macam-macam ikan
sungai, macam-macam jajanan pasar serta daging lembu 27 potong
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016). Serta pada penghujung acara
tersebut di selenggarakan wayang kulit semalam suntuk. Dengan adanya
tingkah laku berupa kebudayaan tersebut akan lebih baik jika tulisan ini di
6
analisis dengan teori kebudayaan milik Koentjaraningrat. Dikarenakan
Prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyi Upas memiliki tiga bagian yaitu
hubungan tanda yang dilihat berdasarkan persamaan atau kesamaan antara
unsur-unsur yang diacu ‘ikon’, hubungan tanda yang dilihat dari adanya
sebab akibat antar unsur sebagai sumber acuan ‘indeks’, dan hubungan
tanda yang dilihat berdasarkan konvensi antara sumber atau kesepakatan
yang dijadikan sebagai bahan acuan ‘simbol’. Akan lebih baik lagi jika
tulisan ini dapat dianalisis dengan teori semiotika milik Charles Sander
Pierce.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan tentang prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas
memiliki dua manfaat yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis.
8
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Semiotika
Semiotika merupakan disiplin ilmu sastra yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu semeion ‘tanda’. (Sobur, 2003:15) mendefinisikan semiotika
sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Teori
semiotika Charles Sander Pierce memfokuskan pada hubungan trikotomi
antara tanda-tanda dalam karya sastra. Hubungan trikotomi tersebut adalah
11
keberadaan seperti apa adanya dalam hubungannya dengan second yang lain
tetapi tanpa third (keberadaan dari apa yang ada).
C. Thirdness (ketigaan) ditunjukkan sebagai aturan, hukum, kebiasaan, unsur
umum dalam pengalaman. Thirdness adalah keberadaan yang terjadi jika
second berhubungan dengan third.
13
14
juga akan ke para tetua yang ada di wilayah tersebut, supaya mendapatkan
informasi yang lebih jelas serta akurat. Peneliti tidak hanya mencari satu
informan, tetapi peneliti mencari beberapa informan yang lebih dari satu.
DAFTAR PUSTAKA
CATATAN DOSEN
1. Penambahan penjelasan pada latar belakang terkait penjelasan dari awal
sampai akhir serangkaian ritual jamasan.
2. Penambahan wayang sebagai objek penelitian
3. Perbaikan daftar isi
4. Perbaikan kata yang bertuliskan Bahasa Inggirs
5. Perbaikan tulisan pada point 2.1.2
6. Pada kajian Pustaka 2.2 dijadikan bernomor agar mudah dibaca
7. Perbaikan Daftar Pustaka