Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL SKRIPSI

RITUAL JAMASAN PUSAKA KANJENG KYAI UPAS

KABUPATEN TULUNGAGUNG: KAJIAN SEMIOTIKA

Oleh

NOVIAR MAHARANI

NIM 121911133001

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2022
DAFTAR ISI
SAMPUL.................................................................................................................0
DAFTAR ISI............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................................7
1.4.2 Manfaat Praktis..................................................................................8
1.5 Batasan Masalah........................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
2.1 Landasan Teori..........................................................................................9
2.1.1 Teori Kebudayaan..............................................................................9
2.1.2 Semeotika...........................................................................................9
2.2 Kajian Pustaka.........................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................12
3.1 Sumber Data............................................................................................12
3.2 Pengumpulan Data..................................................................................12
3.2.1 Data Penelitian.................................................................................12
3.2.2 Penentuan Informan.........................................................................12
3.2.3 Teknik Pengambilan........................................................................13
3.2.4 Penyusunan Data..............................................................................13
3.2.5 Analisis Data....................................................................................13
3.3 Sistematika Penulisan..............................................................................13
3.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Ritual Jamasan
Pusaka Kanjeng Kyai Upas Kabupaten Tulungagung: Kajian Semiotika”
yang disusun sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan pengerjaan skripsi.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis menyadari apabila masih terdapat
kesalahan dan kekurangan, namun penulis berharap penelitian ini dapat menjadi
sumber informasi dan pengetahuan baru bagi pembaca untuk meneliti dan
memperbaiki kekurangan di waktu yang akan datang. Selama penelitian ini
nantinya tidak lepas dari bantuan beberapa pihak yang telah berjasa bagi penulis.

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari kebudayaan,


karena manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri.
Bahwasanya cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu (Malinovski, 1961:2) Kebudayaan berasal dari kata dasar
budaya yang yang berasal dari bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”.
Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa
cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan sendiri merupakan hasil dari
cipta, karya dan karsa, (Koentjaraningrat, 2000: 216) Kebudayaan
merupakan hasil karya cipta manusia yang diwariskan secara turun
temurun, kebudayaan yang harus dipelihara dan dilestarikan. Kebudayaan
yang dimiliki manusia beragam dan memiliki keunikan tersendiri.
Kebudayaan tersebut menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Salah satu
kebudayaan yang masih berkembang di masyarakat Indonesia adalah
folklor.
Folklor (folklore, Inggris; dieja folk-lore) menurut etimologinya,
berasal dari kata folk dan lore (Hutomo, 1991: 4). (Danandjaja, 1984:2)
menyatakan bahwa definisi folklor adalah sebagai kebudayaan kolektif,
yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa
saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan
maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device). Seorang ahli folklor dari Amerika
Serikat, Brunvard (Danandjaja, 2002: 21) menggolongkan folklor dalam
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yakni folklor lisan (verbal
folklore), 2 folklor sebagian lisan ( partly verbal folklore), serta
folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor sebagian lisan

3
diantaranya berupa kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat, atau sering
kali disebut takhayul, dan juga sering menyebutnya sebagai kepercayaan
rakyat (folk
belief) atau keyakinan masyarakat. Dikarenakan takhayul memiliki arti
hanya khayalan belaka (sesuatu yang dianggap angan-angan belaka) yang
sebenarnya tidak ada (W.J.S., 1976: 996)
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang memiliki bentuk
gabungan unsur lisan dan unsur bukan lisan. Beberapa contohnya adalah
kepercayaan rakyat dan permainan rakyat. Permainan rakyat adalah
kegiatan yang juga termasuk folklor karena diperolehnya melalui warisan
lisan. Dua hal tersebut merupakan contoh dari folklor sebagian lisan yang
ada di Indonesia. Kepercayaan Rakyat sering kali disebut “takhayul” hal
ini tentu bukan hal yang sederhana, dan tidak berdasarkan logika, sehingga
sebutan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Meskipun
sudah banyak dihindari penggunaan istilah “takhayul”, dan digantikan
dengan kata kepercayaan namun hal tersebut sebagian masyarakat awam.
Mengapa penggunaan sebutan “takhayul” di masyarakat harus digantikan
karena pertama “takhayul” mencangkup kepercayaan (belief), kelakuan
(behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), serta ada kalanya
mencangkup alat dan biasanya mencangkup ungkapan beserta sajak
(Brunvand, 1968:178). Serta yang kedua dalam keadaan yang ada
masyarakat modern manapun dapat bebas dari “takhayul”, baik dalam hal
kepercayaannya maupun dalam hal kelakuannya (Brunvand, 1968: 178).
Begitulah saat ini masyarakat sering kali menyebutnya sebagai
kepercayaan rakyat.
Kepercayaan rakyat berhubungan dengan sebab akibat menurut hubungan
asosiasi (Koentjaraningrat., 1967:265). Hal tersebut sama halnya dengan
ritual jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas yang berada di kabupaten
Tulungagung, ritual ini menyangkut kepercayaan adat dikarenakan pusaka
Kanjeng Kyai Upas dianggap memiliki kekuatan tersendiri bagi
masyarakat kabupaten Tulungagung. Ritual jamasan pusaka Kanjeng Kyai

4
Upas ini dilaksanakan setiap tahun pada hari Jumat di atas tanggal 10
Suro. Ritual dengan tujuan menyucikan tombak yang dilaksanakan setiap
tahunya oleh masyarakat kabupaten Tulungagung, menjadi salah satu
kegiatan wajib. Konon tombak Kanjeng Kyai Upas memiliki nilai magis
yang kuat saat penjajahan Belanda. Pusaka ini mampu menolak musuh
sehingga gagal masuk ke Tulungagung.
Kanjeng Kyai Upas merupakan nama pusaka yang berbentuk tombak yang
panjang bilahnya 35 cm, dan panjang landheyan atau tangkainya 5 meter.
Pada pangkal bilahnya memiliki tulisan berwarna emas dan bahan emas
dengan huruf Arab yang berbunyi “Allah”. Kanjeng Kyai Upas diberikan
penutup keranda (lurup) atau di tutup kain penutup yang berlapis lapis
dengan kain cindhe, kain tersebut merupakan sebutan lain dari kain Patola
di daerah Jawa. Menurut legenda dan kepercayaan masyarakat
pendukungnya, dinyatakan bahwa bilah Kanjeng Kyai Upas berasal dari
lidah seekor ular naga dan landheyannya berasal dari badan seekor ular
naga yang bernama Baru Klinthing. Pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas
ini berasal dari Mataram yang dibawa Oleh Raden Mas Tumenggung
Pringgodiningrat, putra dari Pangeran Noyokusumo di Pekalongan yang
menjadi menantu Sultan Hamengku Buwono II, ketika beliau menjadi
Bupati Ngrowo yang sekarang dikenal dengan Tulungagung.
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016)
Pusaka Kanjeng Kyai Upas dipelihara dengan baik oleh Bupati Ngrowo
atau Tulungagung Raden Mas Pringgo Kusumo secara adat dan turun-
temurun. Pusaka ini ditempatkan di Gedhong Pusaka di Dalem Kanjengan
Kepatihan Kecamatan Kota Tulungagung, Kabupaten Tulungagung. Setiap
hari Kamis oleh Kyai Emban diberi sesaji dan diberi lampu cuplak dengan
minyak jarak dan sambil membakar kemenyan. Pada saat ini yang
memelihara pusaka tersebut Bapak Raden Mas Indronoto, salah satu
keturunan keluarga Raden Mas Pringgo Kusumo. Keistimewaan pusaka ini
adalah pada proses perawatanya dan upacaranya adat jamasannya,
dikarenakan di laukan terun temurun serta yang merawat langsung dari

5
salah satu keturunan keluarga Raden Mas Pringgo Kusumo. Selain dirawat
dan diberikan sesajen pada tiap hari kamis upacara adat satu tahun sekali
tak luput dilakukan.
Upacara adat jamasan pusaka tombak Kanjeng Kyai Upas bertujuan untuk
pemeliharaan secara tradisional, sehingga diharapkan dengan
pemeliharaan ini pusaka tombak Kyai Upas akan tetap ampuh, tidak rusak
dapat melindungi masyarakat pendukungnya akan adanya gangguan atau
bencana yang akan menimpa masyarakat Kabupaten Tuluangung. Dengan
tujuan yang lain bahwa dengan jamasan itu pusaka akan terpelihara tidak
berkarat, tidak rusak. Pusaka tersebut akan dibersihkan dan diolesi dengan
warangan yang merupakan racun yang dapat mematikan bakteri perusak.
Upacara adat jamasan Pusaka Kanjeng Kyai Upas di Tulungangung
dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan pada hari Jumat antara
tanggal 11 sampai 20 bulan di Suro. Puncak upacara dilaksanakan pada
hari Jumat dengan mengambil waktu pukul 09.00-11.00 atau sebelum
sholat Jumat. Tempat pelaksanaan jamasan Kanjeng Kyai Upas di Dalem
Kanjengan, Kepatihan, Kecamatan Kota Tulungagung
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016).
Prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai upas memiliki beberapa
perlengkapan dan beberapa kegiatan di dalamnya, di antaranya  1
panggang ayam tulak, ayam walik, ayam putih mulus, ayam hitam mulus,
ayam lurik sekul dan lain-lain sejumlah 7 macam, 2 bermacam-macam
polo kependem antara lain kacang brol, ubi-ubian, kentang hitam, kentang
putih, ketela rambat, ketela pohon, dan lain-lain, ke 3 jenang sengkolo,
bubur suran lengkap dengan lauk pauknya sebagaimana biasanya untuk
selamatan suran, ke 4 pisang raja ayu, Air dari tujuh sumber dan air laut
yang digunakan untuk siraman pertama, tebu, janur, macam-macam ikan
sungai, macam-macam jajanan pasar serta daging lembu 27 potong
(warisanbudaya.kemdikbud.go.id: 2016). Serta pada penghujung acara
tersebut di selenggarakan wayang kulit semalam suntuk. Dengan adanya
tingkah laku berupa kebudayaan tersebut akan lebih baik jika tulisan ini di

6
analisis dengan teori kebudayaan milik Koentjaraningrat. Dikarenakan
Prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyi Upas memiliki tiga bagian yaitu
hubungan tanda yang dilihat berdasarkan persamaan atau kesamaan antara
unsur-unsur yang diacu ‘ikon’, hubungan tanda yang dilihat dari adanya
sebab akibat antar unsur sebagai sumber acuan ‘indeks’, dan hubungan
tanda yang dilihat berdasarkan konvensi antara sumber atau kesepakatan
yang dijadikan sebagai bahan acuan ‘simbol’. Akan lebih baik lagi jika
tulisan ini dapat dianalisis dengan teori semiotika milik Charles Sander
Pierce.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang tertera dalam latar belakang
tersebut, maka dapat diperoleh rumusan masalah yakni:
1.2.1 Bagaimanakah pendokumentasian prosesi ritual jamasan pusaka
Kanjeng Kyai Upas di kabupaten Tulungagung?
1.2.2 Bagaimanakah tanda dan petanda pada serangkaian ritual jamasan
pusaka Kanjeng Kyai Upas yang ada di Kabupaten Tulungagung?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan laporan yang


sistematis dan bermanfaat secara umum. Penelitian ini juga diharapkan
dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang optimal. Manfaat
yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Dengan terdokumentasikannya tradisi ini, diharapkan masyarakat dapat
lebih melestrarikan prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas. Serta
mampu mengetahui proses penurunan tradisi ini dilakukan di masyarakat
Kabupaten Tulungagung.
2. Pembaca dapat mengetahui tanda dan petanda di dalam ritual jamasan
pusaka Kanjeng Kyai Upas

7
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan tentang prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas
memiliki dua manfaat yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoretis pada penelitian ini diharapkan dapat


memberikan sumbangan pemikiran terhadap bidang folklor,
khususnya terkait pendokumentasian kebudayaan dan semeotika
kebudayaan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk
penelitian selaras mengenai penggunaan semiotika untuk
memahami sebuah kebudayaan.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis pada penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya wawasan terkait tanda dan penanda sebuah kebudayaan
dalam folklor bagi mahasiswa minat ilmu filologi khususnya folklor.
Adapun bagi masyarakat dan instansi, penelitian ini dapat
memberikan informasi kepada masyarakat luas khususnya Jawa
terkait kebudayaan daerah terkait jamasan yang masih kental unsur
adatnya.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada suatu penelitian diperlukan demi menghindari


adanya perluasan permasalahan yang diteliti. Hal ini dilakukan guna
menghindari penyimpangan dari tujuan penelitian Tradisi setengah lisan
maupun folklor yang berkembang di masyarakat Jawa, khususnya dalam
bentuk upacara adat, cukup banyak ragamnya. Namun demikian, penelitian
ini hanya menitikberatkan pada kebudayaan dan tradisinya, terutama
prosesi jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas kabupaten Tulungagung Jawa
Timur. Meskipun dalam upacara adat tersebut memuat beberapa nilai yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam penelitian
ini dibatasi dengan hambatan ritual tersebut hanya dilakukan satu kali dalam
satu tahun dan kurangnya penelitian lain untuk tinjauan pustaka.

8
9
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Landasan teori yang digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang
berhubungan dengan judul “Mantra Prosesi Ritual Jamasan Pusaka
Kanjeng Kyai Upas Kabupaten Tulungagung” yaitu sebagai berikut:

2.1.1 Teori Kebudayaan

Kebudayaan dan manusia sangat begitu erat hubungannya.


Disebabkan oleh karena kebudayaan bukan hanya memperlihatkan tingkah
laku manusia tetapi juga pergaulan dalam kehidupannya di masyarakat,
dengan lingkungan dan alam sekitarnya. (Koentjaraningrat, 2009)
menjelaskan bahwa kebudayaan memiliki arti sebagai keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar. (Herusatoto, 2008:8-9)
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk budaya karena mengandung
pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah
laku manusia. Dalam kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan
manusia terhadap dunianya, lingkungan serta masyarakatnya dan seperangkat
nilai-nilai yang menjadi landasan pokok untuk menentukan sikap terhadap
dunia yang dihadapinya, bahkan untuk mendasari setiap tingkah laku yang
hendak dan harus dilakukannya sehubungan dengan pola hidup dan tata cara
kemasyarakatann

2.1.2 Semiotika
Semiotika merupakan disiplin ilmu sastra yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu semeion ‘tanda’. (Sobur, 2003:15) mendefinisikan semiotika
sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Teori
semiotika Charles Sander Pierce memfokuskan pada hubungan trikotomi
antara tanda-tanda dalam karya sastra. Hubungan trikotomi tersebut adalah
11

objek, representament, dan interpretant. Hubungan antara trikotomi terbagi


menjadi tiga bagian yaitu hubungan tanda yang dilihat berdasarkan
persamaan atau kesamaan antara unsur-unsur yang diacu ‘ikon’, hubungan
tanda yang dilihat dari adanya sebab akibat antar unsur sebagai sumber acuan
‘indeks’, dan hubungan tanda yang dilihat berdasarkan konvensi antara
sumber atau kesepakatan yang dijadikan sebagai bahan acuan ‘simbol’.
Ikon adalah benda fisik yang menyerupai apa yang
dipresentasikannya. Representasi tersebut ditandai dengan kemiripan (Sobur,
2003:158). Contohnya gambar, patung, dan lukisan. Ikon adalah tanda yang
hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk secara
alamiah. Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang
bersifat kemiripan seperti potret dan peta. Ikon didefinisikan sebagai tanda
yang mirip antara benda aslinya dengan apa yang direpresentasikannya.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab akibat, atau tanda
yang langsung mengacu pada kenyataan (Sobur, 2003:159). Misalnya asap
sebagai tanda adanya api.
Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara
penanda dan petandanya (Sobur, 2003:42). Hubungan keduanya bersifat
arbitrer atau suka-suka. Hubungannya berdasarkan konvensi atau kesepakatan
masyarakat. Misalnya rambu lalu lintas, simbol P dicoret menandakan
larangan parkir atau dilarang parkir di tempat tersebut. Simbol sebuah
universitas, misalnya simbol Universitas Airlangga.
Charles Sander Pierce membedakan adanya tiga kategori
eksistensial yang dibutuhkan untuk memahami semiotiknya, yaitu:
A. Firstness (kepertamaan) ditunjukkan sebagai sifat, perasaan, watak, atau
esensi. Firstness adalah keberadaan seperti apa adanya tanpa menunjuk ke
sesuatu yang lain, keberadaan dari kemungkinan, yang potensial.
B. Secondness (keduaan) ditunjukkan sebagai konfrontasi dengan kenyataan
yang keras, benturan pada dunia luar, apa yang terjadi. Secondness adalah
12

keberadaan seperti apa adanya dalam hubungannya dengan second yang lain
tetapi tanpa third (keberadaan dari apa yang ada).
C. Thirdness (ketigaan) ditunjukkan sebagai aturan, hukum, kebiasaan, unsur
umum dalam pengalaman. Thirdness adalah keberadaan yang terjadi jika
second berhubungan dengan third.

2.2 Kajian Pustaka


Kajian berupa tradisi jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas cukup banyak di
lakukan oleh peneliti, kajian tersebut antara lain:
1. (Musyafa, 2021) mengkaji tradisi jamasan tersebut dari sudut pandang
islam.
2. (Sari, 2020) dalam penelitiannya “Prosesi Ritual Jamasan Tombak Kyai
Upas Sebagai Identitas Masyarakat Tulungagung”, berfokus pada ritual
jamasan sebagi identitas masyarakat Tuluangaung.
3. (Ilafi, 2020) dalam penelitian “Tradisi Jamasan Pusaka dan Kereta
Kencana di Kabupaten Pemalang” menggunakan teori kebudayaan sebagai
metode pengajiannya.
4. (Putri, 2014) “Tradisi Jamasan Tombak Kyai Upas Pada masyarakat
Tulungagun” kajian dengan titik berat pada penelitian sosiologi
masyarakat Tuluangaung.
5. Malau dkk (2018) “Tradisi Ritual Bulan Suro pada Masyarakat Jawa di
Desa Sambirejo Timur Percut Sei Tuan” teori yang di gunakan oleh
peneliti judul tersebut menggunakan teori religi dan kebudayaan
Dari kelima kajian terdahulu terhadap ritual jamasan pusaka Kanjeng
Kyai Upas yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, dapat diketahui
bahwa belum ada yang memusatkan pada teori kebudayaan, semeotika dan
pendokumentasian tradisi khususnya ritual jamasan pusaka Kanjeng Kyai
Upas.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data


Sumber data penelitian ini adalah dokumentasi prosesi ritual
jamasan pusaka Kanjeng Kyai Upas berlangsung kira-kira jam 09.30
Jumat pagi, yang bertugas melaksanakan siraman tersebut adalah Kyai
Emban. Sebagai penutup rangkaian upacara, pada malam harinya digelar
pertunjukan wayang kulit semalam suntuk

3.2 Pengumpulan Data


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Peneliti menjabarkan secara alamiah dan utuh tentang prosesi ritual
jamasan tombak kyai upas. (Wiradmadja., 2006) menyatakan bahwa
karakteristik penelitian kualitatif antara lain, yaitu: (a) tidak selalu
hipotesis; (b) peneliti dalam penelitian kualitatif berperan sebagai
instrument utama dalam mengumpulkan data; (c) data yang dikumpulkan
bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata; (d) proses sama pentingnya
dengan produk atau hasil penelitian. Dalam penelitian ini data dianalisis
menggunakan metode pengumpulan data folklor bagi dokumentasi.
Penelitian ini secara keseluruhan mengacu kepada dasar penelitian folklore
sebagaimana dinyatakan oleh Suwardi Endraswara. Dengan menggunakan
metode penelitian folklor yang diungkapkan oleh Endraswara.

3.2.1 Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kampungdalem, Kabupaten


Tulungagung. Lokasi penelitian merupakan kota tempat tinggal dari
peneliti sendiri. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena
sudah paham dengan kondisi yang terjadi dilokasi penelitian.

3.2.2 Penentuan Informan

Dalam mendapatkan informasi peneliti berfokus kepada para


masyarakat yang masih melakukan tradisi tersebut dan apabila diperlukan

13
14

juga akan ke para tetua yang ada di wilayah tersebut, supaya mendapatkan
informasi yang lebih jelas serta akurat. Peneliti tidak hanya mencari satu
informan, tetapi peneliti mencari beberapa informan yang lebih dari satu.

3.2.3 Teknik Pengambilan

Data Teknik pengambilan data dilakukan secara bertahap dengan


mewawancarai beberapa informan, data yang peneliti kumpulkan
merupakan hasil dari wawancara dengan informan dilapangan.
Pengamatan, pencatatan, dan perekaman adalah hal penting dalam
pengambilan data dilapangan, peneliti merekam saat mewawancarai
dengan menggunakan alat rekam, peneliti juga merekam menggunakan
handphone, tujuan menggunakan alat perekam lebih dari satu adalah
supaya kalau kurang jelas kata-katanya di perekam satu, maka didengarkan
di alat perekam dua.
3.2.4 Penyusunan Data
Data-data yang telah diperoleh di lapangan di susun berdasarkan
klasifikasi-klasifikasinya. Untuk kemudian dilakukan analisis data.

3.2.5 Analisis Data


Data yang diperoleh di lapangan dan telah disusun. Selanjutnya
peneliti akan melakukan analisis terhadap data-data tersebut dan akan
diambil data yang paling sesuai sebagai hasil dari penelitian tersebut.

3.3 Sistematika Penulisan

Bab 1, mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan


penelitian yang meliputi tujuan khusus dan tujuan umum, manfaat
penelitian yang meliputi manfaat praktis dan manfaat teoritis, batasan
masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika
penulisan, jadwal pelaksanaan penelitian, dan daftar pustaka.
Bab 2, menyampaikan mengenai deskripsi objek, dokumentasi
ritual jamasan pusaka kyai upas berupa data lapangan, serta hasil
wawancara terhadap juru kunci serta tetua adat.
15

Bab 3, memaparkan ulasan terkait tanda dan penanda tradisi ritual


jamasan pusaka kyai upas yang ada di Kabupaten Tulungagung.
Bab 4, kesimpulan dan saran

3.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan januari 2022 hingga
Juli 2022 dengan rincian sebagai berikut.
1. Januari 2022 menyusun proposal
2. Februari- Maret 2022 menyiapkan alat dan bahan untuk kelapangan
3. Juni - Agustus2022 melakukan penelitian lapangan dan analisis data
4. Agustus 2022 menulis laporan hasil penelitian
16

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. R. 2006. Sekolah Lapangan sebagai Instrumen Penyuluhan Pertanian.


Dalam Prosiding Seminar Membalik Arus Menuai Revitalisasi Pertanian
dan Pedesaan. Jakarta: Yayasan Padi Indonesia.
Brunvand, J. H. 1968. The study of american folklore: an introduction. New
York : W.W. Norton & Co. Ltd.
Danandjaja. 2002. Folklor indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta:
PT Pustaka Utama Grafiti.
Danandjaja, J. 1984. Jakarta, Indonesia: PT Pustaka Utama.
Herusatoto, B. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Hutomo, S. S. 1991. Pengantar Studi Sastra . Jawa Timur : Himpunan Sarjana
Kesusastraan Indonesia.
Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
______________. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
______________. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Malinovski, B. 1961. Magic, Science, and Religion and Other Essays. . New
York: Doubleday.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Mallinowski, P. 2003. Semiotika
Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musyafa. 2021. Upacara Jamasan Pusaka Kanjeng Kyai Upas di Tuluangung
Dalam Perfektif Islam. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu
Sosial,, 721-725.
Putri, V. V. 2014. TRADISI JAMASAN TOMBAK KYAI UPAS PADA
MASYARAKAT TULUNGAGUNG. Malang: Universitas Negeri Malang
Fakultas Ilmu Sosial .
Sari, F. K. 2020. Prosesi Ritual Jamasan Tombak Kyai Upas Sebagai Identitas
Masyarakat Tulungagung. Surabaya: Pendidikan Seni Budaya
Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
(2016). Upacara Adat Jamasan Kyai Upas Tulungangung. Jawa Timur:
Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya.
W.J.S., P. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta: PN Balai Pustaka.
Wiradmadja. 2006. Karakteristik Penelitan Kualitatif . (online): Diakses 3 Maret
2022.
17

CATATAN DOSEN
1. Penambahan penjelasan pada latar belakang terkait penjelasan dari awal
sampai akhir serangkaian ritual jamasan.
2. Penambahan wayang sebagai objek penelitian
3. Perbaikan daftar isi
4. Perbaikan kata yang bertuliskan Bahasa Inggirs
5. Perbaikan tulisan pada point 2.1.2
6. Pada kajian Pustaka 2.2 dijadikan bernomor agar mudah dibaca
7. Perbaikan Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai