Anda di halaman 1dari 6

TOPENG TETEK MOLEK DIPERCAYA SEBAGAI PENANGKAL PAGEBLUG

MASYARAKAT BOYOLANGU KABUPATEN TULUNGAGUNG

Oleh

Nadiya Ulfa Amalia Fahmi (121911133141)


Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Cerita yang berkembang di kalangan masyarakat suatu daerah disebut sebagai folklor.
Folklor merupakan bagian kebudayaan yang tersebar dan diadatkan secara turun temurun dengan
cara lisan atau dalam bentuk perbuatan. Folklor merupakan suatu kebudayaan kolektif yang
tersebar dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Beberapa ciri folklor salah
satunya ialah bersifat lokal dan tradisional. Khazanah folklor mencerminkan bagaimana sebuah
masyarakat tersebut, juga termasuk karakter masyarakat dalam suatu daerah. Terdapat tiga macam
folklor, yaitu 1) folklor lisan, 2) folklor setengah lisan, dan 3) folklor bukan lisan. Dalam
melakukan penelitian pada suatu folklor yang terkadang memiliki berbagai situasi, sudah
semestinya peneliti menjadi orang biasa. Tidak boleh pro maupun kontra dalam kondisi apapun.
Folklor merupakan bagian dari tradisi lisan yang erat kaitannya dengan struktur cerita. Salah satu
penggagas teori dalam penelitian folklor ialah Vladimir Propp, ia lebih mengedepankan pada
struktur cerita khususnya pada struktur naratif. Menurut Vladimir Propp struktur naratif lebih
berhubungan terhadap fungsi-fungsi yang ada pada cerita rakyat.
Dalam penelitian folklor kali ini peneliti akan melakukan penelitian terhadap tradisi
kebudayaan topeng tetek molek yang ada di daerah tempat tinggal saya, lebih tepatnya di Desa
Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Folklor ini termasuk folklor
setengah lisan, karena di dalam penyebarannya tidak hanya dalam bentuk lisan melainkan juga ada
bentuk fisik atau barang yang dipercaya masyarakat memiliki kekuatan. Dalam kesempatan kali
ini saya mewawancarai Bapak Mujianto selaku narasumber. Beliau adalah seorang bayan dan juga
penggiat budaya di daerahnya. Dalam wawancara tersebut beliau menyampaikan bagaimana asal
usul tradisi topeng tetek molek tersebut, juga apa-apa saja yang harus dipersiapkan dalam
pelaksanaan tradisi topeng tetek molek sebagai penangkal pageblug (wabah/musibah). “iki gur
pasinaon laku sakdurunge, disik wektu enek pageblug dadi disik corone wong jowo niteni laku
(kebiasaan)” kata Bapak Mujianto. Dalam pembuatan topeng tetek molek pada jaman dahulu,

1
topeng diambil dari pangkal daun kelapa yang telah jatuh ke tanah karena alam atau karena sudah
tua. Dalam mencari pangkal daun kelapa ini juga tidak sembarang, harus disesuaikan dengan hari
lahir dari si pemasang, “pomone aku kelairan senin kliwon, dadi aku golek sing nyebloke yo senin
kliwon sing dek e aku pribadi. Trus akhire tak ngge tolak ngge ngarep omahku” kata Pak Mujianto.
Intinya pemasangan topeng tetek molek ini ialah sebagai tolak balak, untuk menghilangkan roh-
roh jahat. Namun hal ini harus memiliki dasar keyakinan, tidak ada pelajaran atau tradisi yang
berlebihan. Saat ini pembuatan topeng tetek molek sudah tidak seperti dulu lagi, pemilihan pangkal
daun kelapa sudah tidak didasarkan lagi pada jatuhnya daun kelapa menurut hari lahir si pemasang.
Namun, si pemasang sendiri yang mengambil atau ‘nyemplah’ daun kelapa tersebut dari pohonnya
dan memang disengaja. Dimana pada jaman dahulu hal ini tidak diperbolehkan.

Gambar 1: Peta Kecamatan Boyolangu


Penggambaran bentuk wajah pada topeng tetek molek yang seram juga memiliki makna.
Seperti yang disampaikan bapak Mujianto, “wujude intine ngene, dadi pomo penak e kala teko.
Wos e coro jowone sing nglungguhne yo kui. Dadi lek elek muarane kabeh yo podo elek e”.
Maksudnya apapun yang jelek kumpulnya pasti kembali dengan yang jelek pula. Begitu sebaliknya
yang baik nantinya juga berkumpul dengan yang baik pula. Pada topeng tersebut dibuat memiliki
wajah yang seram diharapkan segala sesuatu yang bersifat jelek atau jahat yang ada di sekitar
pemasang dapat diserap atau menyatu pada topeng tetek molek tersebut. Semua tergantung
bagaimana pandangan orang, ada yang dianggap baik namun nyatanya jahat adapula yang
dianggap jahat namun aslinya baik. Hidup ini adalah cerminan.

2
Namun semua hal tersebut kembalinya hanya kepada Tuhan. Apa yang dilakukan sesuai
dengan hati nurani manusia itu sendiri. Seperti yang disampaikan Bapak Mujianto “dadi tombo
loro kui ora ko mae sopo-sopo, kabeh kui tekan Tuhan Gusti kang maha kuoso”. Jadi penyembuh
suatu penyakit itu datangnya bukan dari siapa-siapa, penyembuh itu datangnya hanya dari Tuhan
manusia hanya bisa berusaha.
Dalam pembuatan topeng tetek molek sendiri menurut Bapak Mujianto tidak ada tradisi
khususnya. Beliau membuat topeng tetek molek karena keinginannya sendiri, beliau tidak
mengetahui dulu itu seperti apa. Beliau tidak meniru siapapun. Yang terpenting adalah niat pribadi
orang tersebut, dan menurut keyakinan masing-masing. Beliau melakukan tradisi ini bukan cerita
dari siapapun, tapi karena beliau mendengar tradisi lisan ini dari orang-orang jaman dahulu. Tradisi
ini tidak ada legalitas yang resmi, karena sesuai ciri folklor yang tidak diketahui siapa penciptanya.
Selanjutnya pemberian warna pada topeng tersebu juga memiliki makna. Warna dasar atau
ciri khas dari topeng tetek molek tersebut ialah warna hitam dan putih. Hitam melambangkan
sesuatu yang tidak baik, sedangkan putih melambangkan sesuatu yang baik. Pada jaman dahulu
karna tidak ada kapur, orang-orang menggunakan gamping sebagai warna putihnya dan arang
sebagai warna hitamnya. Namun, pada jaman sekarang penggunaan warnanya sudah
menyesuaikan perkembangan zaman. Selain warna hitam dan putih juga ada beberapa warna yang
digunakan yaitu merah (yang melambangkan angkara murka) dan kuning.
Berikut merupakan foto-foto yang saya ambil dari beberapa rumah warga yang ada disana.

3
Gambar 2&3: topeng tetek molek di depan rumah warga

Gambar 4&5: topeng tetek molek di depan rumah warga


Daftar Pustaka:
Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa.

4
Gambar 6: foto peneliti dengan narasumber Bapak Mujianto
Identitas Peneliti
Alamat lengkap peneliti ada di Desa Pinggirsari Rt.03 Rw.04 Kecamatan Ngantru
Kabupaten Tulungagung. Namun dalam penelitiannya, peneliti mengambil tradisi lisan yang
berada di daerah Desa Boyolangu Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung, daerah ini
berjarak 13 km dari daerah tempat tinggal peneliti. Mengapa mengambil folklor ini, dikarenakan
peneliti tertarik terhadap tradisi topeng tetek molek sebagai penangkal pageblug. Sesuai juga
dengan kondisi dunia saat ini yang sedang terserang wabah corona, peneliti merasa hal ini sangat
sesuai dengan adanya tradisi topeng tetek molek ini.

5
Nama : Nadiya Ulfa Amalia Fahmi
NIM : 121911133141

Anda mungkin juga menyukai