Anda di halaman 1dari 29

i

DIVISI BUDAYA

PROSESI BAMBU GILA DI KOTA TIDORE KEPULAUAN

Oleh :
dr. Endah Warroza Putri
NIM : 1514058203

Pembimbing :
Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K).MARS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


DEPARTEMEN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA/
PSIKIATRIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2018
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

rahmat-Nya referat ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk

memenuhi salah satu tugas selama stase Divisi Budaya oleh residen

pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kedokteran

Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai

suatu upaya untuk terus mencari dan menambah ilmu pengetahuan yang

kiranya dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri maupun para

pembaca lainnya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada:

1. dr. Luh Nyoman Alit Aryani, SpKJ(K) selaku Ketua Program

StudiIlmu Kedokteran Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.

2. Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K) dan Prof. Dr.dr. Luh

Ketut Suryani, SpKJ(K) sebagai pembimbing atas tersusunya tinjauan

pustaka ini.

3. dr. Ni Ketut Putri Ariani, SpKJ selaku Kepala Departemen/KSMIlmu

Kedokteran Jiwa/Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah.

4. Seluruh staf dosen pada Departemen/KSMIlmu Kedokteran Jiwa/

Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang juga sudah


2

memberikan dukungan baik berupa ide, bahan referensi dan dorongan

moril dalam penulisan referat ini.

5. Rekan-rekan residen yang selalu memberikan dukungan.

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih sangat

jauh dari sempurna dan masih perlu pembelajaran yang lebih mendalam.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan banyak bimbingan, kritik dan

saran dari para senior maupun teman-teman residen lainnya. Akhir kata

penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna sehingga

memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior maupun

teman-teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan

banyak terima kasih.

Penulis

dr. Endah Warroza Putri


3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prosesi Bambu Gila………………………………………11


4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... 1

Daftar Gambar .................................................................................................... 3

Daftar Isi ............................................................................................................ 4

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 5

1.1 Latar Belakang............................................................................ 5

1.2 Batasan Pembahasan................................................................... 7

1.3 Tujuan ........................................................................................ 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

2.1 Sejarah Bambu Gila ................................................................... 8

2.2 Dissociative Trance Disorder .................................................... 10

2.3 Kerugian danManfaat Melaksanakan Prosesi Bambu Gila. ....... 24

BAB III. RINGKASAN ................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27


5

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan peradaban di Indonesia saat ini, fenomena

psikologis semakin berkembang. Sebut saja fenomena kesurupan. Saat

ini kesurupan merupakan hal yang biasa di kalangan masyarakat

Indonesia. Fenomena kesurupan tampak sebagai sifat kebudayaan

manusia yang universal dan ditemukan di setiap benua dan setiap waktu

(Wulan, 2017).

Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya,

hampir tiap daerah memiliki masing-masing budayanya. Tiap-tiap

budaya tersebut memilki makna-makna yang biasanya berhubungan

dengan cirri khas bangsa seperti gotong royong dan lain sebagainya.

Namun dengan adanya berbagai macam kebudayaan tersebut dapat

dijadikan sebagai sumber kekayaan bangsa yang dapat memperat

persatuan dan kesatuan bangsa (Aina, 2016).

Oleh sebab itu makna budaya itu: (1) memiliki keterikatan erat

dengan masyarakat; (2) dapat dikuasai dan dipelajari oleh individu; (3)

merupakan suatu kebinekaan dan suatu ke-ekaan secara bersama-sama

(unity and diversity); (4) memiliki simbol-simbol tertentu yang

5
6

dikomunikasikan melalui berbagai jenis transmisi simbolik dan (5)

mengarah kepada suatu pembinaan integratif (Kymardyah, 2013).

Maluku seringkali identik dengan suara indah dan nyanyian serta

tarian. Banyak penyanyi, pemusik dan penari yang berasal dari Maluku.

Maluku memang erat sekali dengan tradisi bermain musik serta tari-

menari. Jika ingin mengenal Maluku maka perlu juga mengenal tarian

tradisionalnya yang beraneka ragam dan begitu dinamis. Salah satu

tarian tradisional yang dapat kita kenal adalah sebuah tarian yang

bernama tari Bulu Gila atau Bambu Gila, suatu tarian yang berasal dari

permainan rakyat Maluku Tengah. Tarian ini adalah permainan

tradisional yang biasanya dipertunjukkan para pemuda desa pada acara-

acara tertentu (Afif, 2012).

Bambu gila adalah salah satu aset wisata budaya Maluku Utara

yang kini mulai hampir tidak terlihat di acara-acara yang bersifat

kedaerahan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan sistem

kebudayaan dari tradisional ke modern. Permainan tradisional ini

biasanya dipertunjukkan para pemuda desa pada acara-acara tertentu.

Untuk melakukannya, perlu tujuh pemain lelaki yang harus berbadan

sehat serta kuat dan seorang pawang (Helmina, 2014).


7

1.2 Batasan Pembahasan

Makalah ini membahas tentang prosesi bambu gila di Kota

Tidore Kepulauan.

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui prosesi bambu gila di Kota Tidore Kepulauan


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Bambu Gila

Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya, tiap

daerah memiliki masing-masing budayanya. Tiap-tiap budaya tersebut

memiliki makna-makna yang biasanya berhubungan dengan cirri khas

bangsa seperti gotong royong dan lain sebagainya. Namun dengan

adanya berbagai macam kebudayaan tersebut dapat dijadikan sebagai

sumber kekayaan bangsa yang dapat memperat persatuan dan kesatuan

bangsa. Bambu gila merupakan tarian tradisional masyarakat Maluku

yang mengandung unsur mistik. Tarian ini mengambaran identitas

masyarakat Maluku yang menjunjung tinggi semangat gotong royong

dalam kehidupan sosial (Afif, 2012).

Dahulu para penari akan bergerak dengan lincah mengikuti gerakan

bambu gila yang telah dimanterai oleh pawang. Mereka akan membuat

gerakan rangkaian dan saling mengaitkan tangan, dengan kelincahan

gerakan kaki yang meliputi berjalan, melompat maupun berlari

mengikuti suara musik yang dinamis. Dengan gerakan yang begitu

dinamis maka para penari dituntut memiliki fisik yang cukup kuat

(Huger, 2011).

8
9

Bambu gila adalah salah satu aset wisata budaya Maluku Utara yang

kini mulai hampir tidak terlihat di acara-acara yang bersifat kedaerahan,

hal ini disebabkan karena adanya perubahan sistem kebudayaan dari

tradisional ke modern. Awal sejarahnya berasal dari hutan bambu

terletak di kaki Gunung Berapi Gamalama, Ternate, Maluku Utara.

Sejumlah pemuda semula mencari bambu di kawasan ini untuk

mengadakan permainan bambu gila. Sengatan matahari dan tajamnya

sisi batu yang menghitam, bukan penghalang langkah mereka. Tetap

bersemangat mencari sebatang bambu, yang bisa memberi hiburan bagi

rakyat sekampung. Sesampai di rumpun bambu, mereka tak lupa

meminta izin dari sang pemilik, agar merelakan sebatang bambunya.

Setelah dipilih, bambu pun ditebas. Dibersihkan dan diperiksa

kelayakannya untuk menjadi bahan pertunjukan bambu gila.

Penghitungan ruas harus dilakukan dengan cermat (Afif, 2012).

Menurut para ahli ini tidak bisa diajarkan kepada orang yang tidak

sedarah. Dulunya kepiawaian seorang pawang dalam pertunjukan Bara

Masuwen, digunakan untuk menghadapi musuh dalam peperangan. Para

penguasa Kesultanan Ternate sebelumnya juga sering memanfaatkan

pawang Bara Masuwen untuk membawa perahu yang sudah dibuat di

gunung, ke pinggir pantai. Zaman sekarang, selain untuk pertunjukan,

ilmu Bara Masuwen ini sering digunakan untuk membantu

memindahkan kapal yang kandas.


10

Sebelum memulai pertunjukan, pawang melakukan ritual dengan

membakar kemenyan yang ada di dalam tempurung kelapa dan

membaca mantera-mantera. Mantera yang diucapkan menggunakan

‘bahasa tanah’, yaitu bahasa leluhur Maluku. Saat pawang melakukan

ritual, jangan heran jika banyak asap-asap dan nuansa mistis yang Anda

rasakan di sekitar tempat pertunjukan. Ritual tersebut dipercaya dapat

memanggil roh para leluhur untuk ‘mengisi’ bambu yang akan

digunakan.

Saat pertunjukan dimulai, tujuh orang tersebut akan bergerak tidak

beraturan seperti terguncang-guncang, berlarian, hingga loncat-loncatan.

Pawang tidak tinggal diam, dia terus mengucapkan mantera selama

pertunjukan berlangsung. Suasana tambah mistis dengan irama-irama

musik yang cepat dengan gendang. Seolah bambu tersebut menari-nari

di dalam rangkulan tujuh orang tersebut.

Sebelum permainan dimulai, doa pun dipanjatkan, memohon izin

dari Sang Pencipta. Aroma kemenyan atau pun dupa dibawa asap pada

ujung suluh, mulai membuat bambu bergoncang. Tak pelak lagi, para

pemegang bambu gila ini, mulai mengerahkan tenaganya

mempertahankan posisi, agar tak mudah dikalahkan tujuh ruas bambu.


11

Bara Masuwen adalah bagian pertunjukan hiburan ala kampung

yang masih mendapat perhatian di Ternate. Sebuah keahlian dari dunia

ghaib, yang dijadikan hiburan bagi masyarakat negeri pulau ini.

Kekuatan tarian bambu gila ini bukan main. Kalau tidak dijaga oleh

beberapa pembantu pawang para pembawa bambu gila ini bisa dibuat

puyeng. Selama hampir tiga puluh menit, enam pembawa bambu gila ini

diajak mengitari lapangan seluas 50 meter persegi. Ayunan yang

mengikuti irama gamelan, awalnya pelan. Tetapi kemudian menjadi kian

keras sehingga membuat mereka yang memegangnya kewalahan

mempertahankan posisi pegangannya.

Gambar 2.1
12

Di akhir pertunjukan bambu yang tadinya dibawa seorang saja kuat,

ketika dilepaskan bagai besi berton-ton beratnya, sehingga sang pawang

tak kuasa membawanya, sehingga terlihat sempoyongan untuk menahan

bambu yang telah diletakkan di tanah. Dan uniknya meski sudah selesai

daya ghaib dari bambu itu tidak mau lepas kalau tidak diberi makan api.

Oleh karena itu dibuatlah api dari kertas yang dibakar. Dan sang pawang

pun melahap api dengan telapak tangannya tanpa dilambari pengaman.

Dan sirnalah isi bambu itu dan kemudian sang pawang lemas kelelahan.

Fungsi mantra dalam tarian bambu gila yaitu untuk memohon

pertolongan para leluhur, berkah dan mengakui kekuasaan tertinggi dari

Tuhan. Mantra juga berfungsi membuat roh leluhur dan jin yang

dipanggil menguasai bambu dan para pemain. Kesadaran pawang untuk

lebih terbuka dalam pewarisan mantra dan ritual kepada orang lain di

sekitarnya adalah kunci pemertahanan tarian bambu gila.

2.2 Dissociative Trance Disorder

Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis.

Faktor predisposisinya menurut The American Psychiatric Publishing

Textbook of Psychiatry, 5th Edition antara lain:

a. Memiliki karakter cemas dan takut, karakter histerik

b. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang

menyakitkan secara emosional


13

c. Konflik antar pribadi, kondisi subyektif yang berarti,

penyakit, dan kematian individu atau bermimpi dari individu

almarhum

d. Depresi

e. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial,

perkawinan, pekerjaan, peperangan dan agama.

Beberapa referensi mengatakan bahwa kesurupan berbeda dengan

trance. Kosakata bahasa Inggris kesurupan lebih dekat dengan kata

possession. Dalam fenomena kesurupan, seseorang mengalami keadaan

trance akan tetapi tidak setiap keadaan trance adalah kesurupan. Trance

dapat terjadi saat seseorang fokus, relaks, menikmati, larut dan berminat

atas sesuatu (APA, 2013).

Fenomena trance mudah dilihat pada saat orang Aceh sedang

menarikan Saman atau mendendangkan kisah perang sabil, saat orang

Batak sedang bagondang, saat penari piring dari ranah minang asyik

menari hingga nyaman berdiri dan menggerakkan kaki di atas tumpukan

beling, saat para Jawara memainkan debus di Banten, saat Aki-aki dari

Garsela (Garut Selatan) ngengklak surak ibra, saat penari jaran kepang

tegang dan mengunyah beling, saat penari Reog Ponorogo tubuhnya

kuat membawa topeng macan dengan bulu merak sambil memanggul

warok, saat penari barong di Bali mencabut keris, memejamkan mata

dan menusukkan keris ke dadanya, saat penari bugis membakar


14

tubuhnya dengan api, saat penari maluku memainkan bambu gila, dan

saat tarian perang dilakukan para pemuda dari papua (Helmina, 2014).

Walaupun perbedaan tranliterasi antara kesurupan dengan trance

atau possession, kali ini kita akan menyamakan persepsi antara

kesurupan dengan trance atau possession. Budaya sebagai salah satu

faktor etiologik gangguan jiwa berdasar penemuanadanya perbedaan

distribusi dan prevalensi gangguan jiwa pada masyarakatdengan budaya

yang berbeda.

Kelompok diagnostik gangguan jiwa yang berasal dari tekanan-

tekanan budaya disebut dengan culture bound syndrome. Penyakit

kejiwaan ini sangat beragam jenisnya dan mempunyai nama yang sangat

variatif berdasarkan atas tempat terjadinya. Di Indonesia kesurupan

merupakan salah satu contoh dari culture bound syndrome, contoh

lainnya ialah gemblak, ludruk, amok,dll (Helmina, 2014).

Kesurupan masal yang sering terjadi pada awalnya sebenarnya

merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal

dikarenakan orang lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi

tersugesti. Kesurupan individual yang terjadi muncul sebagai reaksi atas

apa yang sedang dirasakan oleh individu sebelum proses kesurupan itu

terjadi (Zulkodri, 2013).

Orang yang mengalami hal tersebut malah diobati secara tradisional

seperti memanggil paranormal atau orang yang dianggap mampu


15

mengobati orang-orang yang sedang kesurupan. Padahal belakangan ini

di dunia kedokteran khususnya bidang psikiatri, telah mengetahui bahwa

orang-orang dengan gejala kesurupan merupakan salah satu bentuk dari

gangguan kejiwaan, khususnya kehilangan identitas diri.

Kesurupan dalam istilah medis disebut dengan Dissociative Trance

Disorder (DTD. Penyebabnya lebih banyak karena masalah psikologis,

misalnya tekanan hidup. Menurut pendapat para ahli di bidang

psikologi dan psikiatri kesurupan disebabkan oleh reaksi kejiwaan yang

dinamakan reaksi disosiasi. Reaksi yang mengakibatkan hilangnya

kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya itu, yang

disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental ( Kaplan HI, Sadock

BJ, 2010).

Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam

keadaan trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan

pada kesadaran. Dalam level ketidaksadaran, seseorang secara spontan

merespon segala sesuatu stimulus yang muncul di sekitarnya. Sehingga

mengakibatkan mengeluarkan simptom-simptom yang diluar akal sehat.

Hal ini yang menjelaskan bahwa pada saat seseorang mengalami

kesurupan, memungkinkan menggumam hal-hal yang aneh. Perilaku

aneh yang muncul merupakan manifes dari trauma yang ditekan oleh

ego dalam bawah sadar seseorang (Helmina, 2014).


16

2.2.1 Trance pada Prosesi Bambu Gila

Dalam tarian bambu gila di Tidore, Maluku Utara, pawang biasanya

mengawali dengan pembakaran kemenyaan di dalam wadah yang

berupa tempurung kelapa kemudian pawang mengunyah jahe sambil

mengucapkan mantramantra dan mendekatkan asap bakaran kemenyan

di setiap pembatas atau ruas bambu diikuti dengan penyumburan jahe

oleh pawang. Posisi trance terjadi ketika pawang selesai melakukan

ritual tersebut dan berteriak berteriak “gila! gila! gila!” atraksi bambu

gilapun dimulai. Biasanya pemain akan bergerak takaruan mengikuti

arah bambu yang didekap erat dengan menggunakan kedua tangan.

Kondisi ini terjadi setelah dimantrai oleh pawang, perlahan tetapi pasti

bambu akan bergerak secara tidak beraturan dan pemain akan merasakan

bahwa bambu semakin berat. Tidak membutuhkan waktu lama,

bambupun akan semakin menggila, sesuai namanya “bambu gila”.

Dalam berbagai atraksi yang melibatkan hawa mistis, manusialah yang

dirasuki oleh roh mistis tetapi dalam tarian ini roh mistis yang dipanggil

dialihkan ke dalam bambu. Permainan bambu gila biasanya berlangsung

sekitar 30 menit. Permainan ini akan berakhir ketika pemain sudah tidak

mampu lagi menahan bambu yang terasa berat dan bergerak tak keruan.

Permainan ini akan berakhir tanpa pawang harus mengucapkan mantra

lagi, cukup dengan cara pawang menyentuh bambu dan bersama-sama

dengan pemain meletakan bambu tersebut di atas tanah. Setelah proses


17

ini para pemain akan langsung merasa lemas atau lelah namun tetap ada

dalam kondisi sadar. Sesuai gambaran di atas, semakin jelas bahwa

betapa pentingnya peran pawang dalam tarian bambu gila. Keberhasilan

pementasan tarian bambu gila bukan berada pada bambu dan pemain

tetapi kunci utamanya adalah peran pawang dan mantra. Oleh sebab itu,

untuk mempertahankan tarian bambu gila sebagai bagian dari

kebudayaan dan tradisi masyarakat tradisional Maluku, perlu adanya

pemahaman pawang untuk mengajari generasi muda yang ada agar

mampu menjadi pawang yang baik. Pawang yang tidak hanya

mengetahui mantra tetapi juga mampu melakukan ritual dengan penuh

keyakinan sehingga tarian bambu gila dapat berhasil dan tetap

dipertahankan dari ancaman kepunahan.

Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, maka bentuk, fungsi

dan makna mantra yang merupakan media trance dalam tarian bambu

gila. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan (pawing), makna

dari mantra dalam tarian bambu gila diuraikan berikut ini. Au Upu

Mateane, Au Wupu Tuhinane Arti dari kalimat tersebut yaitu “kalian

leluhur laki-laki dan perempuan”. Para leluhur laki-laki dan perempuan

dianggap sebagai roh yang mampu untuk menolong pawang dan dapat

menuruti permintaan pawang. Mereka dipercayai sebagi orang tua

(nenek moyang) dari pawang yang memiliki kasih saying kepada anak-

cucu sehingga dianggap pasti akan memenuhi permintaan yang


18

disampaikan kepada mereka. Imoi Lou Imoi Laha Arti kalimat tersebut,

yaitu “pergilah ke arah laut dan arah darat”. Kalimat ini merupakan

permintaan pawang kepada roh para leluhurnya. Masyarakat di Maluku

umumnya menyebutkan istilah “laut” untuk wilayah atau daerah yang

terletak di bagian bawah sedangkan istilah “darat” untuk wilayah atau

daerah yang terletak di bagian atas. Oleh karena itu permintaan pawang

untuk menyuruh para leluhur pergi ke laut dan ke darat dengan maksud

agar mereka dapat pergi dan menempati serta menguasai bagian bawah

maupun bagian atas wilayah atau daerah tempat permainan bambu gila

itu akan berlangsung. Para leluhur dimintai untuk pergi dan memanggil

para jin agar dapat datang membantu pawang. Imi Apa Jin-Jin 150

Malaikat Arti kalimat tersebut, yaitu “panggilah jin-jin 150 malaikat”.

Maksud dari kalimat ini adalah pawang meminta para leluhur untuk

memanggil jin-jin baik yang berada di wilayah bagian atas maupun jin

yang berada di wilayah bagian bawah agar dapat datang membantu

pawang. Jin-jin 150 malaikat dipercayai sebagai jin yang terdiri dari 150

malaikat yang dianggap mampu untuk membantu pawang membuat

bambu dan pemain menjadi gila atau terhipnotis dalam permainan.

Penyebutan angka 150 tidak diketahui secara pasti fi losofi snya. Ale

Imi Bantu You Arti kalimat tersebut yaitu “kalian mari membantu saya”.

Kalimat ini merupakan kalimat permohonan atau pernyataan pawang

kepada para leluhur untuk memintai jin-jin 150 malaikat datang


19

membantunya. Berkat La Ila Hailala Arti kalimat tersebut “Berkat

Allah”. Kalimat ini mengandung makna sebagai sebuah kepercayaan

dari pawang bahwa Tuhan sebagai penguasa bumi dan surga memiliki

kekuatan yang lebih dasyat dari para leluhur maupun jin yang

dipanggilnya itu. Pernyataan ini sebagai pengharapan akan berkat dari

Allah. Sebab kuasa roh leluhur maupun para jin tidak dapat menyaingi

kekuasaan Tuhan yang sangat berkuasa. Kalimat ini dapat diubah oleh

pawang bila menganut kepercayaan lain. Jika beragama Kristen, Hindu,

Budha, dan sebagainya dapat menyesuaikan dengan tuhan atau nabi-nabi

mereka. Berkat Muhammad Razul Allah Arti kalimat tersebut “Berkat

Muhammad Razul Allah”. Muhammad sebagai Razul Allah dipercayai

dapat membantu pawang dalam permainan bambu gila.

Kekuasaannyapun dianggap melebihi kekuasaan jin. Gambaran ini

menunjukan sikap pengakuan manusia akan adanya berkat Muhammad

Razul Allah dalam setiap hal yang dilakukan oleh umat manusia.

Kalimat ini berlaku bagi pawang yang beragama Islam. Jika ada pawang

yang beragama Kristen, Hindu, Budha dan sebagainya dapat

menyesuaikan dengan Tuhan mereka. Berkat Upu Acan Bisa Mustajab

Arti kalimat tersebut “Berkat Penguasa Bambu gila”. Pernyataan kalimat

tersebut merupakan wujud pengakuan bahwa di dunia ini selain Tuhan

yang berkuasa atas manusia. Ada hal lain yang memiliki kekuatan yang

dapat menguasai manusia dan alam. Upu Acan merupakan sebutan bagi
20

penguasa bambu atau orang yang menciptakan tarian bambu gila yang

juga memiliki kemampuan yang sangat dasyat dalam tarian bambu gila.

Ute Mamanu Imi Mamanu Arti kalimat Ute Mamanu Imi Mamanu yaitu

“bambu gila orang gila”. Agar mantra yang diucapkan dapat menguasai

pemain dan bambu dalam tarian maka pawang akan mengucapkan

kalimat mantra tersebut. Kemudian setelah mengucapkannya di depan

kemenyaan yang telah dibakar, pawang mendekati kemenyaan tersebut

pada setiap pembatas ruas bambu yang berjumlah tujuh. Proses ini

dilakukan sebanyak tiga kali berturut-turut. Setelah mantra diucapkan

pada kemenyaan, proses selanjutnya adalah pawang mengucapkan

kembali kalimat mantra tersebut di saat mengunyah jahe kemudian.

Setelah jahe dikunyah, pawang langsung menyumburkan jahe tersebut di

setiap pembatas ruas bambu tersebut. Pernyataan kalimat tersebut

diyakini mampu membuat bambu dan pemain menjadi gila atau

terhipnotis sehingga dapat menuruti atau mengikuti petunjuk pemimpin

permainan yang membawakan obor dan mengarahkan bambu dan

pemain.

Fungsi dari mantra dalam tarian ini, yaitu untuk membuat bambu

dan pemain dapat terhipnotis untuk mengikuti petunjuk pemimpin

permainan. Dalam permainan ini mantra sangat berperan penting.

Seorang pawang tidak akan mampu membuat bambu dan pemain

menjadi gila jika dia tidak menguasai mantra. Walaupun menurut


21

penjelasan informan, tidak semua orang dapat menjadi pawang dalam

tarian ini. Mereka yang menjadi pawang adalah orang yang memiliki

hubungan keluarga dengan sang pencipta tarian tersebut (Kastanya,

2015).

2.3 Kerugian dan Manfaat Melaksanakan Prosesi Bambu Gila

Permainan bambu gila kini telah menjadi salah satu daya tarik wisata

di Ternate dan Tidore, karena permainan ini dianggap unik oleh

wisatawan. Keunikan permainan bambu gila itu, diantaranya terletak

pada adanya kekuatan supranatural pada bambu yang bergerak sendiri

mengikuti pergerakan api obor dan asap kemenyan di tangan pawang,

meski bambu itu dipegang sejumlah orang. Tarian bambu gila sudah

semakin jarang ditampilkan karena bebagai faktor di antaranya, pawang

tarian bambu gila telah meninggal sehingga tidak ada penggantinya,

proses pewarisan mantra dan ritual oleh pawang sangat tertutup bagi

orang lain sehingga pementasannya sangat bergantung pada pawang

yang memahami mantra dan ritualnya, minat generasi muda dan

masyarakat terhadap kebudayaan tradisional mulai tergantikan dengan

kebudayaan modern. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sebagai

pencipta budaya dan pewarsi budaya itu sendiri sudah tidak mampu lagi

mempertahankannya (Afif, 2012).


22

Berbagai upaya dapat dilakukan sebagai upaya. Pemertahanan tarian bambu

gila di Maluku. Menurut peneliti salah satu hal yang dapat dilakukan adalah

dengan mengkaji peran pawang dan mantra sebagi kunci utama pemertahanan

tarian bambu gila. Jika memang tarian bambu gila sangat bergantung pada adanya

mantra dan pawang, perlu dilakukan pemahaman kepada masyarakat terutama

kepada pawing untuk lebih terbuka dalam proses pewarisan mantra dan ritualnya

di masyarakat (Ahmad, 2017).

Kini tari itu hampir punah, dan hanya tinggal gerakan-gerakannya yang diubah

menjadi tari lincah dengan gerakan kaki serta bulu (bambu) yang didekap kedua

tangan. Gerak itu menandakan kesatuan dan persatuan dalam masyarakat.

Gerakan yang kompak dan seirama ini sebenarnya merupakan lambang dari

semangat gotong royong, yaitu membangkitkan jiwa persatuan dan kesatuan

dalam melaksanakan berbagai segi hidup, yang adalah gambarang dari jiwa

kegotong-royongan atau “Masohi” yang adalah budaya masyarakat Maluku sejak

dulu kala (Radni, 2012).

Dulu, di masa Kesultanan Ternate, penduduk menggunakan bambu gila untuk

mendorong perahu kora-kora dari daratan ke laut. Beberapa orang, jumlahnya

harus ganjil, mengapit bambu di lengan mereka dan berdiri di belakang kapal.

Dengan jampian pawang, bambu pun memiliki kekuatan untuk mendorong kora-

kora.

“Mantranya campuran bahasa daerah dan doa, bisa dari Al-Quran atau Injil,”

kata Syarif Alif, salah seorang pawang bambu gila. Menurut Syarif, kekuatan
23

bambu tidak hanya datang dari rapalan pawang, tapi juga dipengaruhi asap. Makin

banyak asap, semakin besar juga kekuatan si bambu. Asap tersebut bisa berasal

dari serabut kelapa atau kemenyan. Dan si pawanglah yang mengatur kekuatan

bambu. Dimana si pawang memberikan asap, di situlah kekuatan terbesar bambu.

Kini fungsi bambu gila sudah bergeser. Sebab, tradisi mendorong dengan

bambu gila sudah ditinggalkan sejak muncul teknologi modern. Kini masyarakat

Halmahera menjadikan bambu gila sebagai permainan tradisonal. Filosofinya

adalah mengasah kerja sama dan kekompakan masyarakat untuk mencapai suatu

tujuan (Wulan, 2017).


24

BAB III

RINGKASAN

Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia untuk menghadapi tantangan

hidupnya. Atau merupakan hasil akumulasi dari seluruh aspek kehidupan

masyarakat pendukungnya dalam memenuhi kebutuhannya. Sebaiknya para

generasi muda tidak melupakan budaya Indonesia yang unik misalnya bambu gila,

seharusnya kita harus tetap melestarikan budaya ini agar budaya bambu gila ini

tidak musnah dan meskipun sudah modern kita juga tidak boleh malu untuk

belajar budaya daerah ini, kita perlu melestarikan budaya bambu gila ini agar

suatu saat budaya ini tidak diambil oleh negara lain dan tidak diakui sebagai

budaya negara lain.

Permainan bambu gila yang berkembang di Maluku Utara dan Maluku

diyakini memiliki kekuatan magis. Bambu akan bergerak sesuai dengan keinginan

pawang meskipun dipegang banyak orang. Fenomena trance mudah dilihat pada

saat penari maluku memainkan bambu gila, dan saat tarian perang dilakukan para

pemuda dari Papua dan Maluku.

Kini tari itu hampir punah, dan hanya tinggal gerakan-gerakannya yang

diubah menjadi tari lincah dengan gerakan kaki serta bulu (bambu) yang didekap

kedua tangan. Gerak itu menandakan kesatuan dan persatuan dalam masyarakat.

Gerakan yang kompak dan seirama ini sebenarnya merupakan lambang dari

semangat gotong royong.


25

DAFTAR PUSTAKA

Afif, F. (2012, Februari 1). Wordpress.com. Dipetik November 5, 2018, dari

Wordpress.com: https://bamboeindonesia.wordpress.com/bambu-gila/

Aina, M. (2016, Agustus 19). AINA. Dipetik November 3, 2018, dari AINA:

https://ainamulyana.blogspot.com/2016/08/keragaman-suku-bangsa-dan-

budaya-di_19.html

APA. (2013). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder Fifth

Edition DSM 5 (5 ed.). (M. B. First, & M. N. Ward, Penyunt.)

Washington,DC, London, England: American Psychiatric Association.

Helmina, K. (2014). Pemertahanan Tarian Bambu Gila. Ambon: Kantor Bahasa

Provinsi Maluku.

Huger. (2011, Februari 3). Perspektif Antropologi. Dipetik November 5, 2018,

dari Perspektif Antropologi:

https://theperspectiveofanthropology.wordpress.com/2011/02/03/tari-bulu-

gila-bambu-gila/

Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition,


Baltimore;Williams & Wilkins.

Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2009). Surabaya, Airlangga

University Press,
26

Radni. (2012, Oktober 23). The Word Press. Dipetik November 15, 2018, dari

https://radnijkenedey.wordpress.com/2012/10/23/bambu-gila-di-maluku-

adu-kuat-manusia-dengan-bambu-2/

Wulan, A. (2017, Mei 5). Psyline.id. Dipetik November 1, 2018, dari Psyline.id:

https://psyline.id/fenomena-kesurupan-dari-segi-psikologi/

Zulkodri. (2013, Februari 7). Tribun News. Dipetik November 20, 2018, dari

Tribun News :http

://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/02/07/kesurupan-massal-bukan-

mistis-ini-penyebabnya
27

Wawancara
Pawang (FS)

 Kemampuan sebagai pawang adalah kemampuan turun menurun

 Ritual adat bambu gila saat ini lebih sering dilakukan jika ada tamu

kehormatan atau wisatawan datang ke Tidore

 Setelah membaca mantra maka bambu yang telah diberi asap, akan

mengikuti dirinya untuk dibawa ke arah mana

 Dalam kehiduppan sehari-hari FS adalah seorang penjual sayuran di pasar

Kota Tidore Kep, ia mampu melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan

baik

Masyarakat asli Tidore (HYT)

 Saat ini ritual bambu gila lebih sering untuk menghibur masyarakat, dan

wisatawan yang datang ke daerah Tidore, pada dasarnya masyarakat

Tidore tidak mempermasalahkan hal ini.

 Saat ini “tetua” adat tidak banyak yang mampu sebagai pawang, hal inilah

yang ditakutkan, masyarakat khawatir kesenian bambu gila ini akan punah

Pendatang (dr. TG)

 saat pertama kali bermain bambu gila ia tidak percaya, bahwa bambu ini

akan jadi “liar” dan sulit dikendalikan, ia pikir temannya berkerjasama

untuk mempermainkan dirinya.

 Saat mantra baru dibacakan ia tidak merasakan apa-apa, namun ketika

asap mulai di gerakkan bambu menjadi bergerak dan menjadi sulit untuk

di pegang.
28

 ia mengatakan “saat bermain saya tidak merasa kesurupan, saya sadar

bambu ini bergerak dan sulit dikendalikan”

Anda mungkin juga menyukai