diajukan guna melengkapi ujian tengah semester dan memenuhi salah satu syarat
untukmenyelesaikan mata kuliah sosiologi dan antropologi kesehatan
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
dr. DANAR AGUNG NUGROHO 152520102003
INDRIANY MAYA ARIUSTA, S.KM 152520102019
dr. KHOIRUL ANAM 152520102034
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sosiologi
dan Antropologi Kesehatan yang berjudul Kebudayaan Upacara Adat Rambu
Solo Tana Toraja ini tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
ujian tengah semester I pasca sarjana magister ilmu kesehatan Universitas Jember
tahun ajaran 2015/2016.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Rudi Wibowo, MS selaku direktur pasca sarjana Universitas
Jember
2. Dr. Isa Marufi, S.KM., M.Kes selaku ketua program studi magister ilmu
kesehatan Universitas Jember
3. Dr. Elfian Zulkarnain, S.KM., M. Kes, sekalu dosen pengajar mata kuliah
sosiologi dan antropologi kesehatan program pasca sarjana Universitas
Jember
4. Teman-teman semua yang turut membantu dan pihak-pihak lain yang telah
membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah sosiologi dan antropologi
kesehatan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis memohon kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan
bagi penulis pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Rumusan masalah. 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 5
2.1 Rambu Solo......... 5
2.2 Aspek-Aspek Sehat.
BAB III ANALISIS..
BAB IV PENUTUP ..................................................................................
3.1 Kesimpulan .....................................................................
3.2 Saran ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
3.1 Pembahasan
3.1.1 Upacara Adat Rambu Solo dengan Aspek Fisik
Upacara adat Rambu Solo akan dilaksanakan apabila keluarga si mati
mampu melaksanakan upacara adat rambu solo jika keluarga si mati itu belum
mampu melaksanakan upacara Rambu Solo, jenazah itu akan disimpan di
tongkonan (rumah adat Toraja) sampai pihak keluarga mampu menyediakan
hewan kurban untuk melaksanakan upacara tersebut. Penyimpanan jenazah itu
bisa memakan waktu bertahun-tahun Setelah pihak keluarga mampu menyediakan
hewan kurban tersebut, barulah Rambu Solo dilaksanakan. Selama menunggu
waktu tersebut, mayat tentu akan mengalami pembusukan walaupun sudah
disiasati dengan pengawetan alami atau pembalseman.
Tongkongan yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat sebelum
upacara rambu solo dilaksanakan juga ditempati oleh anggota keluarga lainnya
yang masih sehat, dalam tongkongan tidak hanya dihuni oleh orang dewasa, tetapi
juga anak-anak, ibu hamil bahkan bayi.
Pembusukan dimulai dengan pemutusan ikatan protein-protein besar pada
jaringan tubuh oleh bakteri fermentasi menggunakan enzim protease. Pemutusan
protein menghasilkan asam amino. Misalnya asam amino akan dicerna bakteri
asetogen yang direkasikan dengan oksigen dan menghasilkan asam asetat yang
menimbulkan bau tidak sedap. Asam asetat akan diproses oleh bakteri metanogen,
misalnya Methanolhemobacter thermoantrotrophicum yang biasa hidup di
lingkungan kotor seperti selokan dan pembuangan limbah. Bakteri mereaksikan
asam asetat dengan gas hidrogen dan karbondioksida. Dalam proses pembusukan
juga menghasilkan gas metana yang dalam ruang tertutup konsentrasi gas ini
dapat tinggi sehingga dapat menyebabkan asfiksia dengan gejala napas menjadi
cepat, nadi meningkat, koordinasi otot menurun, emosi meningkat, mual, muntah,
kehilangan kesadaran, gagal napas, hingga menyebabkan kematian (agus, 2011).
Selain asam asetat dan metana, beberapa bakteri menghasilkan gas hidrogen
sulfida yang baunya seperti telur busuk. Berikut adalah efek hydrogen sulfida
pada kesehatan menurut American National Standard Institute (ANSI) :
- 0,13 ppm : bau minimal
- 4,60 ppm : mudah terdeteksi, bau sedang
- 10 ppm : mulai iritasi mata
- 27 ppm : bau tidak enak, sangat kuat, dapat ditoleransi
- 100 ppm : batuk, iritasi mata, kehilangan sensasi bau setelah paparan 2 - 5 menit
( IDLH )
- 200 - 300 ppm : radang mata conjunctivitis, iritasi saluran napas, setelah 1 jam
paparan
- 500 - 700 ppm : hilang kesadaran, henti napas, kematian dalam 30 - 60 menit
- 1000 - 2000 ppm : hilang kesadaran dengan segera, henti napas dan kematian
dalam beberapa menit.
Bau busuk yang bercampur dengan uap garam dan berbagai zat di udara
bebas dapat mereduksi konsentrasi elektrolit dalam tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan kejang, gangguan otot dan gangguan saraf.
Produk berbahaya selain gas yang dihasilkan adalah cairan asam dan
cairan lain yang mengandung protein toksik. Jika cairan ini menginfeksi kulit
yang luka atau terkena makanan, bukan hanya produk beracunnya yang masuk
dalam tubuh tetapi juga bakteri heterotrof patogen seperti Clostridium. Bakteri
tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti lemahnya sistem
pertahanan tubuh, malaria, diare, tetanus, serta infeksi lainnya. Sehingga keluarga
si mati kemungkinan besar akan terinfeksi penyakit akibat proses pembusukan
pada mayat sehingga berdampak pada aspek fisik keluarga yang ditinggalkan.
Pada prosesi upacara rambu solo, puluhan ekor kerbau dan babi
disembelih lalu dibagi-bagikan. Mengkonsumsi daging merah yang diolah sendiri
atau makanan olahan pabrik yang berbahan daging merah, ternyata tidak
berdampak baik bagi kesehatan usus dan jantung. Bahkan potensi usus terkena
kanker menjadi lebih besar jika seseorang sering menjadikan daging
merah sebagai bagian dari makanannya. Orang yang sering menyantap makanan
dari daging merah telah terbukti berisiko mengidap penyakit kanker atau
gangguan jantung. Kesimpulan tersebut tentu tidak sekedar hipotesa belaka
melainkan telah dibuktikan melalui serangkaian riset. Antara lain dilakukan oleh
American Institute for Cancer Research (AICR) dan World Cancer Research
Fund. Konsumsi setiap 100 gram daging merah (sapi, kambing, domba, babi), per
hari, maka resiko seseorang mengidap kanker usus besar naik 17 % dibanding
mereka yang tidak mengkonsumsi daging merah.
Penelitian ilmiah modern di dua negara Timur & Barat, yaitu Cina dan
Swedia. Cina (mayoritas penduduknya penyembah berhala) & Swedia (mayoritas
penduduknya sekuler) menyatakan: "Daging babi merupakan penyebab utama
kanker anus dan kolon". Persentase penderita penyakit ini di negara yang
penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis, terutama di negara-negara
Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India).
Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000.
Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia
tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo. Babi banyak
mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan
sebagai Reservoir Penyakit. Gara-gara babi, virus Avian Influenza jadi ganas.
Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke
manusia. Virus AI mati dengan pemanasan 60oC lebih-lebih bila dimasak hingga
mendidih. Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus AI dapat melakukan
mutasi dan tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain
H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang
Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong). Penyakit-
penyakit "cacing pita" merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang terjadi
melalui konsumsi daging babi. Ia berkembang di bagian usus 12 jari di tubuh
manusia, dan beberapa bulan cacing itu akan menjadi dewasa. Jumlah cacing pita
bisa mencapai sekitar "1000 ekor dengan panjang antara 4 - 10 meter", dan terus
hidup di tubuh manusia dan mengeluarkan telurnya melalui BAB (buang air
besar).
Proses panjang pada upacara adat rambu solo juga menyebabkan
kelelahan fisik dan psikis bagi keluarga yang ditinggalkan yaitu pada saat kelurga
menerima tamu yang berlaansung selama tujuh hari. Kesibukkan ini meliputi
menyediakan makanan dan minuman bagi para tamu, belum kegiatan lainnya
yakni apabila memiliki balita yang masih kecil maka beban akan bertambah
dengan mengasuh anak sehingga mengakibatkan perubahan jam tidur yang akan
menambah kelelahannya semakin besar.
.
3.1.2 Upacara Adat Rambu Solo dengan Aspek Sosial
1. Kekeluargaan
Apabila seorang meninggal dunia dalam kalangan suku Toraja, Upacara
pemakaman tidak hanya dihadapi oleh suami, istri dan anak-anaknya, tetapi juga
keluarga besar (rumpun keluarga) dari simati. Seluruh keluarga meskipun tinggal
ditempat yang jauh, berusaha untuk hadir dan berpartisipasi dalam upacara
Rambu Solo. Keluarga-keluarga ini secara bersama menanggulangi biaya
pelaksanaan upacara rambu solo. Bila ada kelaurga yang tidak mengambil bagian
maka ia akan menanggung beban moral yang mengakibatkan ia dapat tersisih dari
komunitas keluarga. Juga keluarga yang lain akan memberi penilaian yang negatif
terhadapnya karena dianggap tidak memiliki solidaritas keluarga, hal ini
menujukkan dalam masyarakat Toraja sistem kekeluargaan dan kekerabatan
merupakan sasuatu hal yang penting dan bernilai tinggi. Melalui upacara Rambu
Solo hubungan kekerabatan disegarkan kembali, karena upacara ini merupakan
pertemuan kaum kerabat dengan semua handai tolan dan semua kenalan biasa.
Dikalangan orang toraja saudara sepupu sampai tahap ke tujuh masih dianggap
saudara dekat.
2. Stratifikasi sosial
dalam masyarakat Toraja stratifkasi sosial (tana) dikenal dalam empat tingkatan:
- Kelas bangsawan tinggi (tana bulaan)
- Kelas bangsawan menengah (tana bassi)
- Kelas orang-orang merdeka (tana karurung)
- Kelas hamba sahaya (tana kua-kua)
Stratifikasi ini bersifat tertutup (closed social stratification) dan membatasi
kemungkinan pindahnya seseorang dari lapisan lain ke kasta lain. Pembagian ini
dipelihara secara turun-temurun. Jadi dalam masyrakat Toraja, pelaksanaan
upacara Rambu Solo juga harus didasarkan pada tana. Ini berarti tingkatan
upacara untuk tana kua kua, tidak boleh sama dengan upacara untuk tana
karurung dan sebagainya, meskipun seorang mampu dari segi ekonomi, dengan
demikian upacara Rambu Solo mencermikan martabat atau harga diri dari suatu
keluarga khsusnya golongan bangsawan, dengan kata lain keberhasilan atau
kemeriahan penyelenggaran upacara akan mempunyai nilai sosial yang tinggi dan
sekaligus menambah gengsi suatu keluarga. Sebaliknya keluarga akan merasa
sangat malu bilamana tidak dapat mengupacarakan orang mati mereka
sebagaiman layaknya
3. Persekutuan
Upacara Rambu Solo tidak hanya melibatkan rumpun keluarga, tetapi
juga melibatkan masyarakat sekitar, dalam masyarakat Toraja, ada bentuk-betuk
persektuan sosial. Persekutuan ini tidak saja didasarkan pada pertalian biasa,
tetapi juga pada adanya kesadaran saling membutuhkan serta kesadaran untuk
berkorban demi kehidupan bersama, hal ini juga berlaku dalam urusan upacara
Rambu Solo, dimana seluruh anggota masyarakat secara sukarela terlibat dalam
kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara tersebut, mulai dari akhir
sampai selesai, disini terlihat bahwa masyarakat Toraja sejak dulu menjunjung
tinggi rasa kekeluargaan dan rasa kegotong-royongan. Selain masyarakat sekitar,
juga keluarga dan kenalan yang berasal dari luar kampung atau luar daerah juga
berusah untuk hadir. Sehingga upacara juga menjadi tempat pertemuan antara
seluruh sanak saudara serta kenalan, baik yang dekat maupun yang jauh.
3.1.3 Upacara Adat Rambu Solo dengan Aspek Mental
Upacara kematian Rambu Solo, kesedihan tidak terlau tergambar di wajah-
wajah keluarga yang berduka, sebab mereka punya waktu yang cukup untuk
mengucapkan selamat jalan kepada saudara yang meninggal tersebut, sebab
jenazah yang telah mati biasanya disimpan dalam rumah adat (tongkonan),
disimpan bisa mencapai hitungan tahun. Maksud dari jenazah disimpan ada
beberapa alasan, pertama adalah menunggu sampai keluarga bisa atau mampu
untuk melaksanakan upacara kematian Rambu Solo, kedua adalah menunggu
sampai anak-anak dari si mati datang semua untuk siap menghadiri pesta
kematian ini. Karena mereka menganggap bahwa orang yang telah mati namun
belum diupacarakan tradisi Rambu Solo ini dianggap belum mati dan dikatakan
hanya sakit, karena statusnya masih sakit . Orang yang sudah meninggal tadi
harus dirawat dan diperlakukan sebagai orang yang masih hidup.
Dibalik kemegahan pesta pemakan berdampak langsung dari beban
keuangan saat melakukan upcara rambu solo, dalam mengahadapi beban
keuangan rambu solo sebagai stressor. Bagi strata sosial paling bawah (tana
kua-kua) maka beban biaya yang akan dikeluarkan untuk prosesi pemakaman adat
akan menimbulkan beban mental tersendiri karena ketiadaan biaya untuk
melaksanakan upacara.
3.1.4 Upacara Adat Rambu Solo dengan Aspek Spiritual
Selain dua nilai di atas, nilai religi juga tampak dari upacara Rambu Solo.
Masyarakat Toraja memaknai kematian sebagai suatu hal tak ditakuti karena
mereka percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian. Bagi mereka, kematian
adalah bagian dari ritme kehidupan yang wajib dijalani. Walau boleh ditangisi,
kematian juga menjadi kegembiraan yang membawa manusia kembali menuju
surga, asal-muasal leluhur, dengan kata lain, mereka percaya adanya kehidupan
setelah kematian.
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan ulasan makalah di atas maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
a. Upacara adat rambu solo di Tana Toraja terkait aspek fisik yang meliputi,
kelelahan fisik dikarenakan prosesi upacara yang panjang serta penyakit yang
ditimbulkan akibat dari pembususkan mayat yang berada ditongkongan tempat
penyimpanan mayat sebelum upacara rambu solo dilaksanakan
b. Upacara adat rambu solo di Tana Toraja terkait aspek sosial ditinjau dari
keluarga, strata sosial, dan persekutuan dimana solidaritas keluarga masih
kental hal ini terbukti dalam partisipasi upacara rambu solo serta
penangulangan bersama biaya upacara rambu solo. Berdasarkan strata sosial
kemeriahan upacara adat rambu solo mencerminkan martabat dan harga diri
keluarga. Berdasarkan perseskutuan dimana seluruh anggota masyarakat secara
sukarela dan gotong royong membantu dalam kegiatan upacara rambu solo
tersebut.
c. Upacara adat rambu solo di Tana Toraja terkait aspek mental bahwa
bebanbiaya yang ditanggung keluarga yang ditinggalkan menimbulkan stressor
tersendiri khususnya bagi strata sosial paling bawah (tana kua-kua), serta
kesedihan yang tidak terlalu tergambar diwajah-wajah keluarga yang berduka,
hal ini dikarenakan meraka mempunyai waktu yang cukup untuk mengucapkan
selamat jalan kepada saudara yang meninggal tersebut
d. Upacara adat rambu solo di Tana Toraja terkait aspek spiritual dimana
masyarakat Toraja percaya kehidupan setelah mati
4.2 Saran
Sebagai bagian akhir dari makalah ini, maka saran yang dapat disampaikan
adalah:
a. Bagi pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Bidiawati, dkk. 2009. Rambu Solo: Upacara Kematian Di Tana Toraja. [Serial
Online] https://tulisananakkos.wordpress.com/2010/06/24/makalah-rambu-
solo-upacara-kematian-di-tana-toraja/. [17 Maret 2016].
Putra, Juniartha. 2012. Suku Toraja dengan Masalah Kesehatan. [Serial Online]
https://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/06/21/suku-toraja-
dengan-masalah-kesehatan/. [21 Maret 2016]
http://www.kesehatankerja.com/Methane%20dan%20bahaya%20kesehatan.htm
http://www.rssemengresik.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=30&It
emid=1
http://sidomi.com/75934/bahaya-mengkonsumsi-daging-merah-berlebih/
http://pindo-kurniawan.blogspot.co.id/2012/11/penelitian-ilmiah-modern-tentang-
babi.html