PENDAHULUAN
tangga (Abahussain and Ball, 2007). Menurut World Health Organization (WHO),
lebih dari separuh obat-obatan diresepkan dengan tidak tepat menyebabkan obat
mencatat sebanyak kurang lebih 2,6 ton obat tidak terpakai dibuang (Chien et al.,
2013), survei di Inggris pada tahun 2009 mengestimasi harga obat tidak terpakai
di National Health Service (NHS) mencapai £300 juta setiap tahunnya (Trueman
berakhir di tempat sampah mencapai lebih dari 400 juta euro per tahunnya
Selain merugikan secara ekonomi, obat yang dibuang dengan cara yang
tidak tepat menimbulkan risiko terhadap keselamatan dan lingkungan yang serius.
Pada sebuah penelitian di Jerman oleh Ternes menemukan banyak senyawa obat
1
2
air di Amerika Serikat, Koplin et al. mendeteksi adanya senyawa obat antibiotik
linkomisin (Koplin et al., 2002). Meskipun ditemukan dalam jumlah yang relatif
kecil, senyawa obat dapat memberikan efek karena adanya perbedaan sensitivitas,
lama paparan dan adanya campuran zat yang bisa jadi memiliki efek yang lebih
tidak terpakai, rusak) telah dimuat dalam Guideline for Safe Disposal of
Unwanted Pharmaceuticals in and after Emergencies dari WHO pada tahun 1999,
dalam dokumen ini diketahui bahwa limbah obat dihancurkan dengan cara-cara
yang berbeda terrgantung jenis sediaannya. Pada tahun 2013, Food and Drug
tentang cara membuang obat yang tepat. Di tahun 2015 Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) melalui Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman
kesadaran masyarakat yang kurang dalam membuang obat tidak terpakai. Oleh
karena itu perlu adanya program kerja dari pemerintah melalui tenaga dan sarana
bahwa perlu dilakukan usaha lebih untuk mengedukasi masyarakat tentang cara
dampak sampah obat (West et al., 2016). Salah satu fakta kurangnya kesadaran
akhir tahun 2012, Kepolisian Reskrim (Reserse Kriminal) Metro Kota Bekasi
menemukan adanya tindakan pengedaran obat yang sudah tidak terpakai dan
cukup tinggi. Jumlah penduduk Kota Bandung menurut laporan Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2016 adalah 2.490.622 jiwa (Badan Pusat Statistik,
2017). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, fasilitas kesehatan
di Kota Bandung total berjumlah 1.070 fasilitas kesehatan yang meliputi rumah
sakit umum, rumah sakit khusus, puskesmas rawat inap dan non rawat inap, balai
pengobatan/klinik, apotek dan toko obat (Badan Pusat Statistik, 2017). Sebanyak
71 % di antaranya adalah apotek dan toko obat (Badan Pusat Statistik, 2017).
dengan metode survei yang berlangsung dari Oktober 2017 hingga Januari 2018.
pengetahuan khususnya pada bidang farmasi dan kesehatan. Hasil dari penelitian
ini juga diharapkan dapat menjadi data awal mengenai kesadaran masyarakat kota
lebih lanjut dan dapat menjadi salah satu dasar untuk menentukan metode yang
5
Padjadjaran
3. Validasi kuesioner
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesadaran
mampu memahami apa yang sedang terjadi. Rogers (1974) dalam Syarifudin
(2009) menyebutkan bahwa kesadaran merupakan tahap pertama dalam adopsi hal
baru dalam lingkungan di mana orang menyadari atau dengan kata lain
mengetahui, mengerti dan merasa terhadap suatu hal tertentu (Widjaya, 1984).
Lebih jauh Widjaya (1984) menyebutkan bahwa terdapat dua sifat kesadaran
yakni:
cenderung timbul dari dalam diri sendiri dan tumuh karena adanya rasa
tanggung jawab
6
7
nyata;
(Notoatmodjo, 2003)
dimana kesadaran terjadi tanpa dasar yang jelas baik alasan maupun
orientasinya
(Djahiri, 1985)
2.2 Obat
berupa obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika sedangkan obat
didefinisikan sebagai “bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
Indonesia, 2009).
Efek obat terhadap tubuh terjadi karena adanya interaksi senyawa obat
dengan komponen dalam tubuh yang dikenal sebagai reseptor (Brunton, Chabner
and Knollmann, 2011). Besarnya efek yang ditimbulkan suatu obat bergantung
9
pada dosis obat yang masuk ke dalam tubuh. Suatu obat dapat memberikan
manfaat jika dosis yang diberikan berada dalam rentang dosis efektif dan dapat
bersifat toksik jika dosis yang diberikan berlebihan (Craig and Stitzel, 1997).
1. Obat Bebas
Obat bebas merupakan obat yang dijual secara bebas di pasaran dan dapat
diperoleh tanpa resep dari dokter. Obat golongan ini ditandai dengan etiket
Obat bebas terbatas merupakan obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter
tertentu. Tanda khusus untuk golongan obat bebas terbatas adalah berupa
Obat keras merupakan obat yang hanya dapat diperoleh jika disertai dengan
resep dokter. Golongan obat keras ditandai dengan lingkaran berwarna merah
dan tepi garis berwarna hitam disertai tulisan “K” berwarna hitam dalam
lingkaran.
Psikotropika merupakan golongan obat keras baik yang berasal dari alam
maupun hasil sintesis yang bukan termasuk narkotika yang memiliki efek
psikoaktif pada sistem saraf dan menyebabkan perubahan pada perilaku dan
mental.
10
4. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang dapat berasal dari tanaman maupun bukan
tanaman, berupa zat hasil sintesis maupun semi sintesis yang dapat
ketergantungan.
memprediksi pengeluaran total global untuk obat pada tahun 2020 akan mencapai
1,4 trilyun dolar, hal ini disebabkan adanya peningkatan akses terapi penyakit
menyimpan obat berupa obat keras, antibiotika, obat bebas, obat tradisional dan
Tigray, Etiopia, terhadap sejumlah 1.034 rumah tangga yang diwawancara, 293 di
antaranya menyimpan obat di rumah dan lebih dari setengahnya obat tidak
disimpan dengan baik (Wondimu et al., 2015). Penyimpanan yang tidak tepat
dapat menyebabkan obat menjadi rusak dan tidak terpakai dan berdampak pada
konsumsi obat merupakan suatu fenomena umum terjadi dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Berdasarkan analisis-meta pada 569 studi yang dilakukan oleh
Van Dulmen et al. rata-rata laju ketidakpatuhan dalam konsumsi obat mencapai
12
25% (Van Dulmen et al., 2007). Penyebab ketidakpatuhan ini antara lain efek
samping obat (Hugtenburg et al., 2013) polifarmasi (Marcum and Gellad, 2012),
dan faktor ketidaksengajaan seperti lupa dan tidak tahu cara penggunaanya. Suatu
yang rendah mengakibatkan obat tidak terpakai dan menjadi sampah obat. Praktik
penggunaan obat merupakan faktor pendorong jumlah obat tidak terpakai atau
sampah obat meningkat (Buck, 2007; De Bolle et al., 2008; Matlin et al., 2015).
Menurut WHO sampah farmasi adalah suatu produk farmasi yang sudah
2015). Obat merupakan suatu produk farmasi, obat tidak terpakai dapat
didefinisikan sebagai suatu produk obat baik obat resep ataupun obat bebas yang
Frewen and Frost, 1978) atau tanggal kedaluwarsa tidak tertera dengan jelas
13
(Sweileh et al., 2010) pada label maupun kemasannya (Zargazdeh, Tavakoli and
Hassanzadeh, 2005).
penggunaan vial dan syringe, sediaan yang tidak digunakan ataupun obat yang
pada lingkungan itu sendiri dan manusia karena senyawa obat merupakan bersifat
Penggunaan obat baik obat resep atau obat bebas pada kenyataanya tidak
seluruhnya digunakan, karena berbagai alasan obat – obat tersebut bersisa dan
tidak terpakai. Beberapa alasan tersebut antara lain adanya peningkatan kondisi
Sebagai suatu bahan kimia, obat tidak dapat dibuang dengan cara yang
terpakai dengan cara-cara tertentu. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk
yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1996 oleh Kuspis dan Krenzelok di
100 apotek dan mengikutsertakan sekitar 500 pasien menemukan bahwa 54%
pasien membuang obat ke tempat sampah, 35,4% melalui saluran air, 7,2% tidak
lain cara paling umum digunakan oleh masyarakat untuk membuang obat adalah
melalui tempat sampah atau dimasukkan ke dalam sampah rumah tangga, cara ini
digunakan di Kuwait (Abahussain and Ball, 2007), Inggris Raya (Bound, Kitsou
‘membuang’ obat yang sudah tidak terpakai (Kusturica, Tomas and Sabo, 2017)
Perbedaan cara membuang obat tak terpakai terjadi pada bentuk sediaan
yang berbeda. Pada studi yang dilakukan di Selandia Baru, sediaan tablet, kapsul,
dan sediaan semisolid lebih sering dibuang melalui tempat sampah/sampah rumah
tangga, sedangkan sediaan cair umum dibuang melalui toilet (Braund, Gn and
Robynne, 2009).
15
Obat yang tidak terpakai memiliki risiko berbahaya bukan hanya terhadap
samping itu, obat yang tidak terpakai disimpan dengan tidak aman ataupun
Amerika Serikat pada tahun 2001 hingga 2008, US Poison Control Centre
menerima lebih dari 450.000 laporan kasus penggunaan obat yang tidak disengaja
(accidental) oleh anak – anak yang berasal dari obat tidak terpakai (Wu and
Juurlink, 2014). Di tahun 2015 kondisi serupa terjadi dengan sedikit penurunan
yakni menjadi 440.000 laporan (Mowry et al., 2016). Pada tahun 2014 kunjungan
kunjungan (Lovegrove, Weilde and Budnitz, 2015) dan 95% diantaranya terjadi
terhadap lingkungan muncul jika obat-obat yang tidak terpakai dibuang oleh
masyarakat dengan cara atau ke tempat yang tidak seharusnya. Pembuangan obat
pencemaran lingkungan perairan dengan senyawa obat di mana senyawa obat itu
saluran air, sampah rumah tangga, dan lain sebagainya. Dua dari cara umum
pembuangan obat yakni melalui toilet dan saluran air (Glassmeyer et al., 2009)
digunakan sebagai pasokan air minum (Fram and Belitz, 2011) di antaranya
penelitian Sanchez et al. di Perancis pada ikan di perairan Sungai Dore. Ikan yang
kerugian bagi berbagai pihak. Obat – obat yang tidak terpakai jika diestimasikan
ke dalam satuan mata uang akan menghasilkan nilai yang cukup besar seperti
yang dilakukan di Inggris Raya (Trueman et al., 2010) dan Amerika Serikat
(Garey et al., 2004). Estimasi harga obat-obatan yang tidak terpakai di Inggris
Zealand berkisar antara $9 milyar dan $11 milyar (Braund, Gn and Robynne,
2009), di Australia mencapai AUS$ 1.308 per pasien dan $150 juta di Arab Saudi
dan negara timur tengah setiap tahunnya (Abou-Auda, 2003). Selain itu besarnya
anggaran kesehatan untuk pengadaan obat menjadi tidak efektif karena sejumlah
besar obat pada akhirnya tidak dibutuhkan karena peresepan yang tidak
17
(OECD, 2017).
terpakai. Pedoman ini meliputi pemilahan obat tidak terpakai berdasarkan bentuk
sediaan dan kandungan senyawa aktif serta metode pembuangan obat yang sesuai
a. Pengembalian ke pabrik
b. Landfill
terlebih dahulu (World Health Organization, 1999). Metode ini ada tiga
c. Enkapsulasi
plastik, dan logam drum. Kemudian dicampur dengan semen dan sampah
d. Inertisasi
dengan terlebih dahulu melepaskan kemasan obat baik itu berupa kertas,
Sampah obat yang berupa cairan seperti sirup dan cairan intravena (IV)
diencerkan dengan air kemudian diuang melalui saluran air sedikit demi
h. Dekomposisi kimia
a. Pemilahan awal, pada langkah ini meliputi pemilahan obat yang sudah
sediaan
d. Bentuk sediaan obat : (1) padat, semi-padat dan serbuk (tablet, kapsul,
2.7.2 Program pengembalian obat tidak terpakai (drug take back program)
kedaluwarsa kepada suatu fasilitas kesehatan atau lembaga tertentu (Yang, Doshi
and Mason, 2015) sebagai upaya agar obat - obat tersebut dapat dibuang dengan
cara yang tepat. Beberapa negera yang sudah menerapkan program ini adalah
melalui National Health Service (NHS) (Tong, Peake and Braund, 2011).
kedaluwarsa dan rusak di atur dalam ranah peraturan distribusi obat yang lebih
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik, penarikan kembali adalah suatu tindakan penarikan obat dari
rantai distribusi karena adanya keluhan reaksi obat yang serius, kerusakam obat,
kedaluwarsa, atau masalah terkait legalitas obat, kemasan dan lainnya yang
2.6.1 Kampanye
cara membuang obat yang benar yang dapat dilakukan oleh pasien/secara individu
22
obat (FDA, 2013). Pedoman yang keluarkan FDA adalah sebagai berikut:
1. Mengikuti instuksi cara membuang obat yang tertera pada label obat
3. Jika tidak terdapat instruksi khusus, pembuangan obat dilakuan dengan cara
berikut:
dikenali
(GNPOPA) (BPOM RI, 2015) dalam gerakan ini dimuat langkah-langkah praktis
b. Obat dengan bentuk sediaan kapsul, tablet atau yang berbentuk padat
c. Obat yang berbentuk cairan yang bukan obat antibiotik maka obat
obat
Cara membuang obat berbeda sesuai dengan jenis obat dan bentuk sediaan
cairan) kecuali pada obat antibiotik cair yang harus dibuang beserta wadahnya ke
terpakai yang digunakan dalam menyusun teori maupun melihat hubungan yang
METODE PENELITIAN
potong lintang adalah suatu penelitian di mana peneliti melakukan observasi dan
atribut/ciri yang dimiliki oleh unit-unit dalam pengamatan yang berbeda dengan
unit lainnya (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel
permasalahan dan dampak obat tidak terpakai. Variabel demografi meliputi jenis
26
27
karakteristik yang diamati sehingga objek dapat diukur dengan cermat (Hidayat,
Gambar 3.1.
yang memilki ciri-ciri tertentu yang dipilih oleh peneliti untuk dipelajari/diteliti
(Sugiyono, 2012). Sampel merupakan objek yang diteliti yang mewakili populasi
3.5.1 Populasi
Berdasarkan data penduduk kota Bandung pada tahun 2016 diketahui jumlah
penduduk kota Bandung adalah 2.490.622 jiwa. Populasi target dalam penelitian
ini adalah masyarakat kota Bandung yang berumur 18 tahun atau lebih.
Bandung yang berkunjung ke sejumlah tempat umum antara lain taman, alun –
alun, pusat keramaian maupun tempat lainnya yang dipilih dalam waktu penelitian
di Kota Bandung.
29
3.4.1 Sampel
1. Ukuran Sampel
Rumus Slovin
𝑁
𝑛=
(1 + 𝑁. 𝑒 2 )
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
(Husein, 2004)
2.490.622
𝑛= = 399,936
(1 + 2.490.622(0.05)2
mengundurkan diri saat penelitian. Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah
2. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana setiap unsur dalam
populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Ferdinand,
dari penelitian. Menurut Hidayat (2007) etika yang harus diperhatikan oleh
c. Kerahasiaan (confidentiality)
data, penetuan metode pengumpulan dan analisis data sehingga dapat diperoleh
Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan sumber data
primer. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung dari
objek penelitian (Siregar, 2013). Data di peroleh dari wawancara langsung dan
media internet.
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
tidak terpakai diadaptasi dari penelitian Al-Shareef et al. (Al-Shareef et al., 2016),
Nurolaini et al. (Nurolaini, Sultana and Wae See, 2016) dan Labu et al.(Labu et
al., 2013). Kuesioner mengenai kesadaran terhadap isu dan dampak obat tidak
terpakai dengan skala ukur Likert diadaptasi dari penelitian West et al. (West et
al., 2016).
pilihan jawaban yang disediakan dalam kuesioner. Pada kuesioner skala Likert
yakin”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju” terhadap pernyataan mengenai
1. Uji Validitas
benar-benar mengukur tepat apa yang diukurnya. Tiap item dalam kuesioner
dapat disebut valid jika r hitung > r tabel (Ghozali, 2005). Pengujian ini
Uji validitas dilakukan dengan melakukan uji korelasi antara skor tiap
item pertanyaan dengan total skor dari kuesioner tersebut dengan korelasi
2. Uji Reliabilitas
2002). Jika nilai Alfa Cronbach lebih besar dari 0,600, maka kuesioner
𝑘 ∑ 𝑆𝑖 2
𝑟𝑖 = {1 − }
(𝑘 − 1) 𝑆𝑡 2
Keterangan:
𝑆𝑡 2 = varians total
35
1. Wawancara langsung
masyarakat
media lainnya
responden
2007):
konsistensi.
2. Coding, pada tahap ini dilakukan pengubahan data dari huruf menjadi
statistik di computer
4. Cleaning, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap data untuk
menelusuri hubungan anatar satu variabel bebas dengan variabel terikat (Hastono,
2006).
penanganan obat tidak terpakai dilakukan pada 424 responden yang diperoleh
selama periode penelitian dari November 2017 hingga Januari 2018. Penelitian ini
berdasarkan koefisien korelasi item pertanyaan dalam kuesioner dengan skor total
dalam satu variabel yang sama atau disebut juga dengan validitas item. Penentuan
Moment. Suatu item pertanyaan dalam kuesioner dinilai valid jika nilai r hitung >
apakah kuesioner dapat menunjukan hasil yang tetap (konsisten) pada pengukuran
38
39
Koefisien Korelasi
No. Pertanyaan Keterangan
(r hitung)
1 P1 0.849 Valid
2 P2 0.887 Valid
3 P3 0.849 Valid
4 P4 0.927 Valid
5 P5 0.805 Valid
6 P6 0.793 Valid
nilai koefisien korelasi (r hitung) lebih besar dari nilai r tabel yakni 0.361 yang
pada 18 data sehingga jumlah data yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah
responden. Hasil ini menunjukkan perbedaan dari hasil penelitian yang dilakukan
dari kelompok umur 55 – 64 tahun dan paling sedikit berasal dari kelompok umur
85 tahun lebih (2.1%) dan 18 – 24 tahun (7.2%) (West et al., 2016). Gambaran
Saudi, dengan komposisi 58.9% wanita dan 41% pria dengan sebagian besar
et al., 2016). Akan tetapi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
pria yakni 1.233.446 jiwa sedangkan penduduk pria bejumlah 1.257.176 jiwa, dan
paling banyak pada rentang umur 15 – 34 tahun (Badan Pusat Statistik, 2017).
(SMA) yang mencapai 254 (59.9%) responden dan paling sedikit adalah
pendidikan sekolah dasar yakni sejumlah 4 (0.9%) responden hasil ini serupa
dengan penelitian di Riyadh (Al-Shareef et al., 2016) dan Serbia (Kusturica et al.,
2012). Menurut besaran pendapatan sebagian besar responden pada penelitian ini
sebagian besar responden merupakan pekerja (47.6%) (West et al., 2016). Sebaran
42
responden serupa juga teramati dari penelitian yang dilakukan oleh Yuningsih
dkk. (Yuningsih, Dewi and Gustyana, 2017) dan Insany dkk. (Insany et al., 2015)
temuan ini sesuai dengan yang ditemukan di Kabul dimana sebanyak 95.3%
responden memiliki obat tidak terpakai di rumahnya, namun lebih tinggi dengan
terpakai di rumah (Seehusen and Edwards, 2006). Jenis obat tersisa yang dimiliki
Berdasarkan Gambar 4.1, obat tersisa yang paling banyak dimiliki oleh
responden pada penelitian ini adalah golongan obat pereda nyeri dan demam
Hasil ini serupa dengan penelitian di Karachi (Ahmed et al., 2013) dan Nigeria
memiliki kesadaran kesehatan tinggi hal ini karena pendidikan yang sudah cukup
baik dan didukung dengan rata-rata pendapatan yang memadai untuk mengenyam
pelayanan kesehatan yang baik pula. Namun adanya obat yang bersisa dari
pengobatan menjadi masalah tersendiri. Risiko yang dapat muncul karena adanya
obat sisa di rumah antara lain penyalahgunaan obat, keracunan obat pada anak-
anak, swamedikasi yang tidak tepat dengan mengonsumsi obat dari pengobatan
sebelumnya.
Obat pereda nyeri dan demam menjadi obat yang paling banyak bersisa,
hal ini dimungkinkan penggunaan terhadap obat-obat ini yang juga tinggi.
dikonsumsi sampai habis namun lebih digunakan jika gejala nyeri dirasakan oleh
pasien. Sehingga dalam hal ini tahap peresepan menjadi penting untuk
memastikan jumlah obat yang diberikan kepada pasien sesuai dengan yang
memandu pasien untuk memilih obat yang tepat dengan jumlah yang tepat. Selain
Obat antibiotik, obat penurun tekanan darah dan obat penurun gula darah
merupakan obat yang diperoleh melalui peresepan oleh dokter. Obat-obat ini
untuk kurun waktu tertentu. Adanya obat bersisa pada jenis obat ini menunjukan
terdapat pemahaman yang tidak tepat dan kepatuhan pada pengobatan yang
rendah. Dokter dan apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam
peresepan dan pemberian obat pada pasien dapat melakukan edukasi pada pasien
untuk menjalani pengobatan dengan baik dan mengonsumsi obat sesuai dengan
yang diresepkan. Dengan demikian, adanya obat bersisa yang berasal dari
penelitian ini, alasan obat menjadi bersisa disajikan pada Gambar 4.2
Alasan utama yang menyebabkan obat tidak terpakai antara lain kondisi
kesehatan tubuh yang membaik (61.6%) dan jumlah obat berlebih (20.5%).
Temuan ini serupa dengan yang diperoleh di Thailand di mana sejumlah 73.5%
responden merasa gejala sudah teratasi sehingga tidak perlu untuk melanjutkan
(24.91%) menjadi alasan terbanyak kedua setelah alasan karena obat kedaluwarsa
(Coma et al., 2008), sedangkan di Swedia alasan ini mencapai 18.3% dari 992
penyakitnya pada proses KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) maupun PIO
konsumsi obat. Selain itu peresepan obat yang rasional (sesuai dengan kebutuhan
cukup besar pada lingkungan (seperti pencemaran lingkungan), dan ancaman pada
bensar.
penanganan obat tak terpakai yang tidak aman Badan POM sebagai lembaga yang
Selain mengajak masyarakat untuk memahami cara penggunaan obat yang baik
program ini juga memberikan informasi penting bagaimana obat yang tidak
Jumlah
Kesadaran informasi Jawaban responden %
(n=424)
Ya 156 36.8
Mengetahui isu obat tidak terpakai
Tidak 268 63.2
Pernah mendengar kampanye Gema Ya 49 11.6
Cermat/Dagusibu/GNPOPA? Tidak 375 88.4
Pernah menerima informasi mengenai Ya 78 18.4
cara membuang obat dengan benar? Tidak 346 81.6
Mengetahui adanya dampak negative Ya 197 46.5
cara membuang obat yang tidak tepat Tidak 227 53.5
47
responden belum banyak mengetahui mengenai isu dan permasalahan obat tidak
terpakai hal tersebut dapat dilihat dari jawaban responden pada pertanyaan
‘Apakah Anda mengetahui isu obat tidak terpakai?’ di mana terdapat sebanyak
63.2% responden menyatakan “Tidak tahu”. Hasil dari penelitian ini sesuai
dengan yang ditemukan oleh Labu et al. di mana terdapat sebanyak 63.7%
responden yang belum mengetahui isu permasalahan obat tidak terpakai (Labu et
al., 2013).
Selain itu, lebih dari 80% responden belum pernah menerima informasi cara
penanganan obat dari kampanye seperti Gema Cermat, Dagusibu dan GNPOPA.
menerima informasi mengenai cara membuang obat yang aman (Al Azmi et al.,
sebanyak 80.3% (Seehusen and Edwards, 2006). Pada penelitian yang dilakukan
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa meskipun kesadaran pada adanya isu
permasalahan obat tidak terpakai dan informasi cara membuang obat rendah,
mencapai yakni 46.7 % walaupun hasil ini masih lebih rendah dibandingkan
48
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bashaar et al. di Kabul yakni
mencapai 98% (Bashaar et al., 2017) dan di Gondar, Etiopia, sebesar 85.67%
pengetahuan yang tepat tentang cara membuang obat yang aman, seseorang dapat
menghilangkan segala informasi pada label obat, membuang obat dalam bentuk
utuh dalam kemasan atau membuang obat yang berbentuk larutan ke saluran air
secara langsung. Jika hal tersebut terjadi, konsekuensi dari penanganan yang tidak
tepat tersebut dapat muncul antara lain penyalahgunaan obat bekas, penjualan
Pada kondisi seperti ini, perluasan informasi mengenai penggunaan obat dan
yang aman dan efektif perlu dilakukan untuk mencegah adanya obat sisa dari
cara penanganan obat tidak terpakai yang tepat memperoleh informasi melalui
media berikut.
TV
Perkuliahan 5%
6% Apoteker
26%
Media sosial
22%
Buku
1%
Dokter
6%
Keluarga
4%
Kampanye Internet
13% 17%
mengenai cara membuang obat sumber informasi tersebut adalah apoteker (26%),
kemudian media sosial (22%) dan internet (17%) serta sumber informasi lainnya
seperti dokter, perkuliahan, keluarga, buku dan lain-lain. Hasil penelitian ini
pengguna internet di Indonesia mencapai 132.7 juta dari penduduk total 256.2 juta
jiwa pada tahun yang sama (Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia, 2016). Di
samping itu, pengguna media sosial mencapai lebih dari 100 juta jiwa di mana
Jasa Internet Indonesia, 2016). Hal ini tentu akan menjadi wadah sosialisasi yang
masyarakat terkait penanganan obat tidak terpakai yang aman akan semakin baik.
Penyebaran informasi melalui media massa dapat menjadi cara yang cukup
terpakai yang aman. Sementara itu, menurut Ratnasari (2005) setelah informasi
opinion leader atau adanya agen perubahan (Ratnasari, 2008). Bashaar et al.
tenaga kesehatan untuk banyak berinteraksi dengan pasien dan masyarakat secara
dalam pekerjaanya.
51
terhadap penggunaan obat pada pasien dapat menjadi pihak yang sesuai untuk
menjadi sumber informasi penanganan obat tidak terpakai untuk pasien maupun
masyarakat secara umum. Menurut Zorpas et al., peran apoteker antara lain
penjualan obat tertentu tanpa adanya resep dari dokter (Zorpas, Dimitriou and
Voukkali, 2017).
jumlah sesuai dengan kebutuhan pasien (Zorpas, Dimitriou and Voukkali, 2017).
dampak buruk bagi lingkungan dan menjadi ancaman serius bagi keselamatan
sekitar. Penanganan yang berbeda pada obat yang sudah tidak terpakai, tentunya
yang sudah terbuang tak jarang terjadi di tengah masyarakat baik kasus keracunan
obat pada anak (Cipto, 2013) tindakan pejualan obat kedaluwarsa (Prakoso,
2016). Hal ini tentu disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat umum dalam
52
menangani obat yang sudah tidak terpakai dengan cara yang aman juga
reponden mengenai akibat yang dapat ditimbulkan dari penanganan obat yang
tidak terpakai di rumah (Al-Shareef et al., 2016). Berlainan dengan yang teramati
Pengetahuan Responden n
Dampak menyimpan obat tidak terpakai di rumah 84
Dikonsumsi oleh orang lain/keracunan 46
Obat mengalami kerusakan 13
Mencemari lingkungan 7
Disalahgunakan 6
Obat menumpuk 5
Bereaksi dengan bahan lain 1
Efek samping yang merugikan 1
Risiko penggunaan obat tanpa indikasi 1
Tidak disebutkan 4
Dampak membuang obat ke tempat sampah secara langsung 82
Disalahgunakan 37
Mencemari lingkungan 28
Resistensi bakteri 4
Dikonsumsi oleh orang lain 4
Dijual kembali 3
Membahayakan orang lain 1
Susah dipilah 1
Didaur ulang 1
Tidak disebutkan 3
Dampak membuang obat ke saluran air secara langsung 90
Mencemari lingkungan 77
Menyumbat saluran air 9
Resistensi bakteri 3
Tidak disebutkan 1
‘Terdapat akibat jika menyimpan obat yang sudah tidak terpakai di rumah’
menyatakan bahwa risiko utama ketika obat yang sudah tidak terpakai disimpan di
54
rumah adalah terjadinya konsumsi obat tidak sengaja oleh orang lain (54.76%).
(85.55%) yang menjawab ‘Terdapat akibat jika membuang obat yang sudah tidak
terpakai ke saluran air secara langsung’ menyebutkan bahwa cara tersebut akan
tidak tepat dapat dijadikan materi sosialisasi yang baik dalam rangka
untuk memahami bahwa ketika obat yang tidak terpakai ditangani dengan cara
yang tidak tepat dampak yang ditimbulkan tidak hanya berimbas pada individu
semata namun lebih akan merugikan dan membahayakan orang lain. Dengan
demikian, dari dalam masyarakat itu sendiri timbul rasa keperluan untuk
risiko dan dampak negatif adanya obat tidak terpakai serta cara penanganannya
(Angi’enda and Bukachi, 2016). Gerakan tersebut dapat dilakukan oleh pihak
Peduli Obat dan Makanan (GNPOPA) oleh Badan POM dan program
seperti ini sangat bergantung pada tingkat penyebaran informasi dan sosialisasi
program oleh pihak yang bersangkutan sehingga jika kedua faktor tersebut kurang
Salah satu program yang telah umum diberlakukan di negara maju dalam
menangani permasalahan obat tidak terpakai adalah Take Back Program. Take
Administration (DEA) pada April dan Oktober setiap tahunnya. Program ini
Eropa.
dalam lingkungan atau mengetahui dan mengerti terhadap hal tertentu (Widjaya,
kesadaran yang terjadi di masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
endogen yang merupakan pembawaan dan faktor eksogen yang berasal dari luar
2014). Pada penelitian ini kemungkinan adanya pengaruh faktor tersebut pada
tabel berikut.
Sangat
Tidak Tidak Sangat
Pertanyaan tidak Setuju
setuju yakin setuju
setuju
Saya sangat sadar tentang
24 55 152 120 73
isu permasalahan obat (5.7%) (13.0%) (35.8%) (28.3%) (17.2%)
tidak terpakai
57
dan sangat setuju) terhadap permasalahan obat tidak terpakai. Responden pada
penelitian ini sebagian besar sudah menyadari dampak obat tidak terpakai
petugas kesehatan masih rendah. Pada penelitian oleh West et al (2016), dampak
terhadap ekonomi cukup disadari oleh sebagian besar masyarakat umum di Malta,
bidang tidak disadari secara bersamaan. Hal tersebut erat kaitannya dengan faktor-
Adanya dampak dari obat tidak terpakai terhadap berbagai bidang ini dapat
disadari dengan pemahaman melalui kajian informasi yang berbeda pada masing-
permasalahan obat tidak terpakai dan dampaknya dapat dicapai ketika individu
tersebut memahami kondisi yang terjadi pada keenam aspek tadi. Namun
demikian, seseorang dapat memiliki kesadaran penuh pada satu aspek namun
masih belum menyadari benar pada aspek yang lain. Hasil uji komparasi
Nilai p (α = 0.05)
Aspek Kesadaran Pernah menerima Pernah mendengar
Jenis Kelamin
informasi kampanye
Permasalahan obat
0.165 0.000 0.005
tidak terpakai
Dampak obat tidak terpakai
Individu 0.974 0.000 0.069
Petugas kesehatan 0.706 0.000 0.003
Masyarakat 0.828 0.001 0.050
59
perbedaan kesadaran pada responden pria maupun wanita. . Hal ini serupa dengan
lingkungan (Sarkawi, 2012). Secara sosiologis, Prijono (1996) dan Mansoer Fakih
(1996) menjelaskan bahwa perbedaan yang terdapat pada laki-laki dan perempuan
pandangan, sikap, maupun sifat tertentu yang melekat pada keduanya merupakan
hasil benutkan secara sosial dan kultural (Fakih, 1996; Prijono, 1996).
Unit terkecil dalam budaya dan sosial adalah keluarga sehingga metode
tepat dan dampaknya dapat dilakukan denga menekankan pada tujuan untuk
terhadap permasalahan obat tidak terpakai dan dampaknya pada responden yang
pernah menerima informasi mengenai cara membuang obat tidak terpakai dan
akan perlunya penanganan yang aman dan bagaimana penanganan yang tidak
tepat dapat menimbulkan dampak negatif pada berbagai bidang. Intervensi yang
dapat dilakukan tentunya melalui sosialisasi penanganan obat tidak terpakai yang
lebih luas baik menggunakan media internet maupun melalui sosialisasi secara
Analisis korelatif pada pada bagian ini bertujuan untuk melihat apakah
terpakai. Nilai pada koefisien korelasi dapat bernilai positif atau negatif. Nilai
korelasi positif memiliki makna hubungan yang terjadi antara variabel 1 dan
berkorelasi positif dengan kesadaran pada permasalahan obat tidak terpakai dan
dampaknya dengan nilai signifikansi kurang dari 0.05 (p < 0.05). Hal ini memiliki
makna bahwa semakin bertambah usia dan semakin tinggi pendidikan maka
62
terhadap isu permasalahan obat tidak terpakai dan dampaknya pada ekonomi
kesadaran terhadap permasalahan dan dampak obat tidak terpakai disajikan pada
Tabel 4.10.
responden terhadap permasalahan dan dampak obat tidak terpakai. Selain itu,
permasalahan yang terjadi berkaitan dengan obat tidak terpakai dan dampaknya
63
akan berkembang seiring dengan pertambahan umur namun pada titik (usia)
tertentu perkembangan ini tidak secepat pada usia muda (Gunarsa, 1998).
penetrasi akses informasi yang berbeda pada kelompok umur tersebut dapat
Hakim (2010) menjelaskan bahwa setiap masa memiliki budaya serta taraf
60 tahun) (Hurlock, 1968) pada masa itu belum terbiasa dengan keterbukaan
informasi yang sangat luas, sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab
kurangnya kesadaran pada umur tersebut. Hal ini juga didukung dengan hasil
survey APJII pada tahun 2016, pengguna internet di Indonesia paling banyak
berada pada kelompok umur 25 – 44 tahunn yakni berada pada usia dewasa awal
pengetahuan dan pemahaman seseorang dengan hal itu seseorang yang telah
melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi lebih dapat mengelola informasi dan
memahami suatu persoalan secara lebih mendalam. Hal ini juga teramati pada
(Sriyono, 2015), dan kepedulian lingkungan hidup (Saputro, Rintayati and Supeni,
2016).
pembayaran yang diterima oleh masyarakat maupun individu yang berasal dari
upah, bunga, laba dan lainnya (Davies and Pass, 1994). Status ekonomi yang baik
yang tercukupi sehingga dapat memungkinkan adanya kesadaran yang lebih baik
pula pada permasalahan obat tidak terpakai dan dampaknya terhadap berbagai
dengan kesadarannya terhadap permasalhan obat tidak terpakai dan dampak yang
populasi. Namun demikian, hasil penelitian ini dapat berguna sebagai data dasar
5.1 Simpulan
tentang cara membuang obat yang tidak terpakai namun 46.5% responden
obat tidak terpakai. Berdasarkan uji korelasi diketahui umur dan pendidikan
5.2 Saran
Penelusuran lebih lanjut dampak obat tidak terpakai dapat dilakukan untuk
analisis ekonomi obat tidak terpakai dan lainnya. Studi menggunakan sampel
rumah tangga disertai dengan analisis obat yang bersisa dapat bermanfaat
66
67
untuk melihat kondisi aktual permasalahan obat bersisa dalam injauan rumah
aman perlu dilakukan lebih luas disertai pemanfaatan teknologi yang tepat
68
69
September 2017].
Auta, A., S. Omale, D. Shalkur and A.H. Abiodun. 2011. Unused medicines in
Nigerian households: Types and disposal practices. J Pharmacol
Pharmacother. 2(3): 195–196.
Auta, A., S.B. Banwat, C.N. Sariem, D. Shalkur, B. Nasara, dan M.O. Atuluku.
2012. Medicines in Pharmacy Students’ residence and Self-medication
Practices. J Young Pharm. 4(2): 119–123.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kota Bandung dalam Angka 2017. Bandung: Badan
Pusat Statistik Kota Bandung.
Bashaar, M., V. Thawani, M.A. Hassali and F. Saleem . 2017. Disposal practices
of unused and expired pharmaceuticals among general public in Kabul.
BMC Public Health. 17(45): 1–8.
BPOM RI. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Kep KBPOM.
BPOM RI. 2015. Materi Edukasi tentang Peduli Obat dan Pangan. Jakarta:
BPOM RI.
Brunton, L. L., B.A. Chabner and B.C. Knollmann (editors). 2011. Goodman &
Gilman’s : The Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th Edition. New
York: McGraw-Hill Companies.
Chien, H., J Ko, Y. Chen, S. Weng, W. Yang, Y. Chang and H. Liu. 2013. Journal
of Experimental and Clinical Medicine Study of Medication Waste in
Taiwan. Journal of Experimental and Clinical Medicine. 5(2): 69–72.
Coma, A. P. Modamio, C.F. Lastra, M.L. Bouvy and E.L. Marino. 2008. Returned
medicines in community pharmacies of Barcelona, Spain. Pharm World
Sci. 30: 272–277.
Garey, K. W., M.L. Johle, K. Behrman and M.N. Neuhauser. 2004. Economic
consequences of Unused Medications in Houston, Texas. Annals of
Pharmacotherapy. 38(7–8): 1165–1168.
Glassmeyer, S. T., E.K. Hinchey, S.E. Boehrne, C.G. Daughton, I.S. Ruhoy, O.
Conerly, R.L. Daniels, L. Lauer, M. McCarthy, T.G. Nettesheim, K.
Sykes, V.G. Thompson. 2009. Disposal practices for unwanted residential
medications in the United States. Environment International. 35(3): 566–
572.
Gupta, D., A. Gupta, N.A. Ansari and QS Ahmed. 2013. Patient’s Opinion and
Practice Toward Unused Medication Disposal: A Qualitative Study.
Journal of Pharmaceutical and Scientific Innovation. 2(5).
Halloran, T., D.B. Frewen and B.R. Frost. 1978. An evaluation of the cost of drug
wastage in a South Australian community - a pilot study. Aust J Hosp
Pharm. 8(3): 84–86.
Hugtenburg, J. G., L. Timmers, P.J.M. Elders, M. Vervloet and L. van Dijk. 2013.
Definitions , variants , and causes of nonadherence with medication : a
challenge for tailored interventions. Patient Preference and Adherence. 7:
675–682.
Husein, U. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Cetakan ke-6.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
IMS Institute for Healthcare Informatics. 2016. Global Medicines Use in 2020.
Available at: www.imshealth.com/en/thought-leadership/quintilesims-
institute/reports/global-medicines-use-in-2020£ims-form [Accessed: 19
September 2017].
Insany, A. N., D.P. Destiani, A. Sani, L. Sabdaningtyas dan I.S. Pradipta. 2015.
Hubungan Persepsi terhadap Perilaku Swamedikasi Antibiotik: Studi
Observasional melalui Pendekatan Teori Health Belief Model. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia. 4(2): 77–86.
Koplin, D., E.T. Furlong, M.T. Meyer, E.M. Thurman, S.D. Zaugg, L.B. Barber
and H.T. Buxton. 2002. Pharmaceuticals, hormones and other organic
wastewater contaminants in US streams, 1999-2000: a nastional
reconnaissance. Environmental Sciences & Technology. 36: 1202–1211.
Lovegrove, M., N.J. Weilde and D.S. Budnitz. 2015. Trends in emergency
Departement Visits for Unsupervised Pediatric Medication Exposures.
Pediatrics. 136(4): 821–829.
MacKay, J., A. Steel, E. Samuel, T. Creepy and A. Green. 2016. The Rise of
Medicine in the Home: Implications for Today’s Children. Washington
DC: Safe Kids Worldwide.
Mowry, J., D.A. Spyker, D.E. Brooks, A. Zimmerman and J.L. Schauben. 2016.
2015 Annual Report of the American Association of Poison Control
Centers’ National Posion Data System (NPDS): 33rd Annual Report.
Clinical Toxicology. 54(10): 924–1109.
Cipta.
Nurolaini, K., S.M. Sultana and W. Wae See. 2016. Medication Wastage and its
Disposal Amongst Patients at Suri Seri Begawan Hospital in Brunei
Darussalam. Med & Health. 11(2): 139–150.
Prakoso, A. 2016. Tersangka Penjual Obat Kadaluarsa Sudah Jual Obat Selama
10 Tahun di Pasar Pramuka. Tersedia di:
http://m.tribunnews.com/metropolitan/2016/09/06/tersangka-penjual-obat-
kadaluarsa-sudah-jual-obat-selama-10-tahun-di-pasar-pramuka [Diakses: 3
Februari 2018].
Purba, F. 2016. Pria Pengumpul dan Penjual Obat dari TPS Bantargebang
Dibekuk. Available at: m.liputan6.com/news/read/2685856/pria-pengepul-
dan-penjual-obat-dari-tps-bantargebang-dibekuk [Diakses: 26 September
2017].
Ruiz, M. 2010. Risks of sel-medication practices. Current Drug Safety. 5(4): 315–
323.
Sweileh, W., F. Ansam, A.F. Sawalha, S.H. Zyoud and S.W. Al-Jabi. 2010.
Storage, utilization and cost of drug products in Palestinian households. Int
J Clin Pharmacol Ther. 48(1): 59–67.
Tong, A., B.M. Peake and R. Braund. 2011. Disposal practices of unused
medicines throughout the world. Environment International. 37(1): 292-
298.
Jakarta: EraSwasta.
Wu, P. E. and D.N. Juurlink. 2014. Unused prescription drugs should not be
treated like leftovers. CMAJ. 186(11): 815–816.
Yuningsih, I., A.S. Dewi dan T.T. Gustyana. 2017. Analisis Literasi Keuangan di
Masyarakat ota Bandung. Jurnal Neraca. 1(1): 63–74.
79
80
Bagian 1
Berilah tanda () pada jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda!
1 Jenis kelamin Laki – laki Perempuan
2 Umur 18 – 30 tahun 50 – 59 tahun
31 – 40 tahun 60 tahun atau
41 – 49 tahun lebih
3 Pendidikan terakhir SD S1
SMP S2/S3
SMA
4 Pekerjaan Pegawai Tidak ada
Wirausaha Lainnya
Pelajar/mahasiswa …………………..
5 Pendapatan (per bulan) Rp1.000.000
Rp1.000.000 – Rp3.000.000
Rp3.000.000 – Rp5.000.000
≥ Rp5.000.000
6 Apakah Anda Ya
mempunyai obat tidak Tidak
terpakai di rumah?
7 Jenis obat Pereda nyeri dan demam
Antibiotik
Obat penurun tekanan darah
Antidiabetes
Vitamin dan suplemen
Herbal
Lainnya:
………………………………………………
8 Pilihlah Alasan yang Ganti pengobatan
menyebabkan obat Jumlah obat berlebih
menjadi tidak terpakai! Sulit mengikuti petunjuk pemakaian
Label pada obat rusak/tidak jelas
Kondisi tubuh membaik
Pasien meninggal dunia
Sudah melewati tanggal kedaluwarsa
Terjadi efek samping atau reaksi alergi
Tidak tahu untuk apa obat tersebut
diresepkan
Lain-lain
81
Bagian 2
Berilah tanda centang () pada jawaban yang sesuai!
1 Apakah Anda tahu tentang isu obat Ya
tidak terpakai/obat kedaluwarsa? Tidak
2 Apakah Anda pernah mendengar Ya
kampanye Tidak
Gema Cermat/Dagusibu/GNPOPA?
3 Apakah Anda pernah menerima Ya
informasi megenai cara membuang Tidak
obat dengan benar?
4 Jika ‘Ya’ dari mana Anda Apoteker Media sosial
menerimanya? Perawat Internet
Dokter Keluarga
Kampanye TV
Buku Lainnya
………
5 Apakah Anda tahu jika membuang Ya
obat tidak terpakai dan obat Tidak
kedaluwarsa dengan tidak benar
dapat menganggu lingkungan dan
kesehatan?
6 Apa akibatnya jika Anda Akibatnya adalah
menyimpan obat yang tidak …………………………………….
terpakai atau obat kedaluwarsa di Tidak ada akibat
rumah? Tidak tahu
7 Apa akibatnya jika Anda Akibatnya adalah
membuang obat yang sudah tidak …………………………………….
terpakai atau kedaluwarsa ke Tidak ada akibat
tempat sampah secara langsung? Tidak tahu
Bagian 3
Berilah tanda centang () pada jawaban yang sesuai!
Sangat
Tidak Tidak Sangat
tidak Setuju
setuju yakin setuju
setuju
Saya sangat sadar tentang isu
permasalahan obat tidak
terpakai dan obat kedaluwarsa
Saya sangat sadar tentang
dampak dari obat tidak
terpakai dan obat kedaluwarsa
terhadap pasien/individu
Saya sangat sadar tentang
dampak obat tidak terpakai dan
obat kedaluwarsa terhadap
masyarakat
Saya sangat sadar tentang
dampak obat tidak terpakai dan
obat kedaluwarsa terhadap
ekonomi
Saya sangat sadar tentang
dampak obat tidak terpakai dan
obat kedaluwarsa terhadap
lingkungan
83
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 55.08.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 55.65.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.80.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 54.51.
b. Computed only for a 2x2 table
86
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42.81.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 59.36.
b. Computed only for a 2x2 table
2) Menerima informasi
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.87.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.88.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.59.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 38.26.
b. Computed only for a 2x2 table
3) Mendengar Kampanye
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.54.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.14.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.07.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.04.
b. Computed only for a 2x2 table
100
Correlations
Pendidikan
Spearman's rho
Saya sangat sadar tentang isu Correlation Coefficient .201**
permasalahan obat tidak terpakai Sig. (2-tailed) .000
N 424
Skor Total
Correlations
Skor Total
Spearman's rho
Pendidikan Correlation Coefficient .178**
N 424
N 424
N 424
N 424
N 424
N 424
Correlations
Pendapatan
Spearman's rho
Saya sangat sadar tentang isu Correlation Coefficient .105*
permasalahan obat tidak terpakai Sig. (2-tailed) .030
N 424
Correlations
Umur
Spearman's rho
Saya sangat sadar tentang isu Correlation Coefficient .144**
permasalahan obat tidak Sig. (2-tailed) .003
terpakai N 424
Correlations
STot
Sig. (2-tailed)
N 30
Q1 Pearson Correlation .849**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Q2 Pearson Correlation .887**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Q3 Pearson Correlation .849**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Q4 Pearson Correlation .927**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Q5 Pearson Correlation .805**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Q6 Pearson Correlation .793**
Sig. (2-tailed) .000
N 30
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.923 6
Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Demografi
Perbedaan yang dilihat Memberikan pertanyaan mengenai 1: Pria Nominal
Jenis
berdasarkan seks Kuesioner jenis kelamin dan diberikan pilihan 2: Wanita
Kelamin
responden sejak lahir. (1) pria dan (2) wanita
Memberikan pilihan beberapa 1: 18 – 30 tahun Ordinal
Umur responden ketika
kelompok umur dari 18 tahun hingga 2: 31 – 40 tahun
ikut serta dalam penelitian
Umur Kuesioner 60 tahun kemudian responden 3: 41 – 49 tahun
yang dinyatakan dalam
memilih pilihan kelompok umur 4: 50 – 59 tahun
rentang umur.
yang sesuai. 5: 60 tahun lebih
Memberikan pilihan tingkat 1: SD Ordinal
Tingkat pendidikan yang pendidikan dari tingkat sekolah 2: SMP
Riwayat
sudah ditempuh oleh Kuesioner dasar (SD) hingga pendidikan tinggi 3: SMA
Pendidikan
responden. setingkat S2/S3 kemudian responden 4: Diploma/S1
memilih pilihan tingkat yang sesuai 5: S2/S3
Memberikan pilihan jenis pekerjaan 1: Pegawai Nominal
tertentu meliputi pegawai, 2: Wirausaha
Pekerjaan/profesi yang
wirausaha, pelajar/mahasiswa, tidak 3: Pelajar/
sedang dijalani oleh
Pekerjaan Kuesioner ada pekerjaan dan diberikan kolom mahasiswa
responden saat dilakukan
jawaban khusus untuk menuliskan 4: Tidak ada
wawancara.
jenis pekerjaan di luar pilihan yang 5: Lainna
ditentukan.
Imbalan yang di terima Memberikan pilihan besaran 1: ≤ Rp1.000.000 Ordinal
Pendapatan oleh responden dalam Kuesioner pendapatan dari pendapatan kurang 2: Rp1.000.000 –
pekerjaana berupa uang dari Rp1.000.000,- hingga Rp3.000.000
105
106