2006-02-Membaca Data Geoteknik PDF
2006-02-Membaca Data Geoteknik PDF
MODUL
SIB –02 : MEMBACA DATA
GEOTEKNIK
2006
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS
KATA PENGANTAR
Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar tentang bagaimana Site
Inspector of Bridge harus membaca data geoteknik dalam rangka pengawasan
lapangan pekerjaan jembatan, diawali dengan upaya memahami penyelidikan
geoteknik, klasifikasi penyelidikan geoteknik, studi pendahuluan, survai
pendahuluan, penyelidikan lapangan, pemeriksaan laboratorium dan
penyusunan laporan.
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : SIB-02
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT
PENGEMBANGAN
MODUL PELATIHAN
INSPEKTOR LAPANGAN
PEKERJAAN JEMBATAN
(Site Inspector of Bridge) viii
DAFTAR MODUL ix
PANDUAN INSTRUKTUR x
(split barrel). V – 12
5.5.4. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Tunggal (single core barrel) V – 13
5.5.5. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Ganda (double core barrel). V – 13
5.5.6. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Rangkap Tiga (tripple core barrel). V – 14
5.5.7. Pengambilan Contoh Bilasan (wash V – 14
sampling). V – 14
5.5.8. Pengambilan Contoh Kubus. V – 14
5.5.9. Perlindungan dan Pengangkutan Contoh. V – 15
5.6. PEMERIKSAAN LAPANGAN V – 17
5.6.1. Pemerikaaan Penetrasi Standar V – 19
5.6.2. Sondir (Cone Penetration Test /CPT)
5.6.3. Pengujian field vane shear (uji baling-baling) V – 20
5.6.4. Uji beban lateral silinder (pressuremeter
test/PMT) V – 22
5.6.5. Pemeriksaan dengan pelat dukung (plate
bearing test) V – 24
5.6.6. Pemeriksaan Pembebanan Tiang (pile loading V – 24
test) V – 25
5.7. MUKA AIR TANAH V – 25
5.8. PEMBENAHAN TEMPAT V – 26
5.9. SUMUR UJI DAN PARIT UJI V – 26
5.9.1. Sumur Uji V – 26
5.9.2. Parit Uji V – 27
5.10.BOR-LOG V – 27
5.10.1. Bor-log Lapangan.
5.10.2. Tugas-Tugas Pembuat Bor-log. V – 28
5.10.3. Identifikasi dan Klasifikasi Tanah dan Batuan V – 29
di Lapangan. V – 29
5.10.4. Format Bor-log Lapangan
5.10.5. Prosedur Pembuatan Bor-log
RANGKUMAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DAFTAR MODUL
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Waktu : 5 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 20 menit
BAB I
MASALAH UMUM DALAM PEKERJAAN JEMBATAN
1.1. PENDAHULUAN
Sejarah teknik sipil telah mencatat bahwa kegagalan-kegagalan yang terjadi pada
bangunan sipil banyak disebabkan oleh kondisi tanah pondasi yang tidak terselidiki dan
tidak terekam dengan lengkap. Demikian pula pada kasus-kasus over desain dimana hal
tersebut dapat terjadi karena ketidakyakinan seorang perencana karena data-data
investigasi yang tersedia tidak mencukupi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada
desain dan konstruksi jembatan, ketelitian biasanya hanya dilakukan pada pekerjaan
sampling material aggregat halus, aggregat kasar, semen Portland dan baja tulangan
yang diperlukan untuk membuat pekerjaan beton. Ketelitian yang sama sebenarnya juga
harus dilakukan pada penyelidikan tanah dasar dan tanah bawah dimana tanah dasar
tersebut adalah landasan atau dasar untuk memberikan daya dukung pada lapis-lapis
perkerasan (oprit) diatasnya sedangkan tanah bawah untuk memikul pondasi baik
pondasi dangkal maupunn pondasi dalam yang berfungsi meneruskan seluruh beban
jembatan ke dalam tanah.
Penyelidikan geoteknik adalah suatu usaha untuk mendapatkan informasi yang akurat,
benar dan langsung tentang kondisi tanah dasar dan lapisan tanah bawahnya yang
sangat diperlukan pada perencanaan pondasi jembatan karena masalah stabilitas dan
keamanan dari sebuah struktur jalan sangat ditentukan oleh performa pondasinya.
Pengetahuan mekanika tanah adalah dasar dari perencanaan pondasi jembatan.
Perencanaan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan tepat apabila seorang
perencana mempuyai pengetahuan yang matang tentang penyebaran, jenis-jenis dan
sifat-sifat tanah dasar. Penyelidikan tanah yang tepat akan memperkecil perencanaan
yang over-design dan mengurangi kasus-kasus under-design (kegagalan akibat dari
kondisi tanah yang tidak terdeteksi).
Telah disadari bahwa setiap penyelidikan geoteknik pasti akan meninggalkan area-area
yang tidak terselidiki (unexplored). Terlebih lagi, secara tak terbatas banyak terdapat
kondisi-kondisi tertentu yang seharusnya terpenuhi. Penyelidikan geoteknik tidak
mempunyai prosedur yang baku karena besarnya pekerjaan penyelidikan detail untuk
mengidentifikasi kondisi tanah bawah yang diperlukan akan sangat tergantung dari:
1. masalah-masalah teknik yang terlibat; dan
2. klasifikasi dari survai yang diperlukan.
Akan sangat tidak praktis untuk berusaha membuat suatu prosedur atau ketentuan yang
dapat berlaku untuk semua kemungkinan kasus-kasus geoteknik yang akan terjadi. Maka
dari itu, masalah-masalah penyelidikan geoteknik tidak akan dapat terrangkum dalam
materi ini ataupun materi-materi lainnya. Banyak hal akan tertinggal dimana keterlibatan
dan keputusan-keputusan teknis dari seorang ahli geoteknik yang berpengalaman sangat
diperlukan.
1.2. PONDASI
Masalah pondasi sangat terkait dengan sifat karakteristik beban-deformasi dari material
tanah bawah akibat dari beban bangunan culverts, dinding penahan dan timbunan.
Hal tersebut menjadi penting untuk pemahaman praktis dalam menentukan jenis pondasi
yang akan digunakan seperti pondasi tiang atau telapak, tahanan pemancangan untuk
jenis-jenis tiang, pola perilaku dan intentitas distribusi tengangan dibawah timbunan dan
struktur telapak, dan rentang penurunan yang diijinkan pada suatu bangunan dan
permukaan perkerasan.
Material yang ditemui pada rencana pekerjaan galian dapat menimbulkan dua masalah
utama yaitu:
1. Apakah material hasil galian sesuai untuk digunakan pada pekerjaan proyek yaitu
untuk material timbunan, base material, riprap stone, agregat halus, agregat kasar
dan lain-lain?
2. Berapa besarkah usaha untuk perkerjaan galian dan pemindahan tersebut?
Memperhatikan pertanyaan kedua maka perlu dilakukan pemisahan pekerjaan antara
galian biasa dengan galian batu dan menetapkan antisipasi dari kesulitan-kesulitan yang
dihadapi pada setiap kelas pekerjaan galian tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut maka
penggunaan alat berat dapat dipilih secara efektif atau dapat dipilih satu jenis alat berat
yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
Masalah penting lain yaitu penentuan kemiringan (slope) dari galian yang aman dan
factor yang berkaitan dengan kembang-susut pada pekerjaan galian, pengangkutan dan
pengurugan untuk suatu timbunan.
Biaya dari variasi material konstruksi adalah berbanding lurus dengan jarak yang harus
ditempuh untuk mengantarkan material tersebut dari sumbernya ke lokasi pekerjaan.
Maka dari itu adalah sangat penting untuk mencari kemungkinan lokasi-lokasi quarry
yang berdekatan dengan lokasi proyek untuk kebutuhan material konstruksi tersebut.
Kebutuhan material-material tersebut termasuk pasir, batu kerikil untuk digunakan
sebagai back fill material dibelakang struktur, timbunan bawah air, batuan rip rap dan
timbunan batu.
Dengan memanfaatkan material setempat maka biaya transportasi untuk kebutuhan
material akan dapat dikurangi. Oleh karena itu penyelidikan untuk mendapatkan sifat
karakteristik dari material tersebut akan dapat membantu mempersiapan spesifikasi
pekerjaan yang disyaratkan.
BAB I 1
MASALAH UMUM DALAM PEKERJAAN JEMBATAN 1
1.2. PONDASI 2
1.3. GALIAN PONDASI JEMBATAN 2
1.4. MATERIAL-MATERIAL KONTRUKSI 3
BAB V
SURVEI LAPANGAN
5.1. UMUM
Seperti halnya membaca data hasil survei pendahuluan, maka untuk dapat memahami
maksud pengumpulan data survei lapangan, perlu diikuti apa sebenarnya yang menjadi
latar belakang dalam survei lapangan. Secara umum survei lapangan adalah kelanjutan
dari tahap-tahap sebelumnya (pengumpulan data yang ada atau survei pendahuluan),
dapat sebagai penyelidikan pendahuluan atau sudah merupakan penyelidikan detail.
Mengingat keadaan geologi di Indonesia sangat bervariasi maka kurang tepat kalau
dibuat suatu prosedur yang berlaku untuk setiap daerah penyelidikan.
Penyelidikan harus dilakukan sesuai dengan keadaan tanah/batuan daerah penyelidikan.
Lingkup dan prosedur survei lapangan harus disusun sedemikian sehingga dapat
memberikan keterangan lengkap tentang keadaan tanah/batuan bawah permukaan.
Besar dan jenis konstruksi jembatan yang akan dibangun merupakan salah satu faktor
penentu yang harus diperhatikan didalam perencanaan survei lapangan.
Situasi daerah penyelidikan (letak bangunan, jalan, bangunan utilitas dan sebagainya)
selengkapnya harus sudah dicantumkan pada peta/sketsa situasi hasil survai
pendahuluan.
Kepala tim penyelidikan harus benar-benar mempelajari situasi daerah penyelidikan
sebelum melaksanakan pekerjaan lapangan. Dalam hal kepala tim meragukan
peta/sketsa situasi hasil survai pendahuluan, maka ia dapat langsung menanyakan
kepala instansi - yang bersangkutan.
Khusus di daerah perkotaan perlu diperhatikan letak bangunan utilitas bawah tanah
(kabel listrik, telpon, pipa gas, pipa air dan lain-lain) dan bilamana perlu.dapat dilakukan
pemeriksaan ulang bersama instansi yang bersangkutan (pengelola bangunan).
Apabila letak titik penyelidikan belum ditetapkan pada waktu survai pendahuluan maka
letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan tepat dan dicantumkan pada
peta/sketsa situasi.
Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana jembatan belum
tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara sederhana atau khusus
tergantung keadaan medan.
Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya
menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang plastik diisi
air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat dan luas) dilakukan
dengan alat ukur presisi.
Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana penyelidikan dan
rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal maupun vertikal, sehingga
penampang sungai perlu diukur dan digambar yang mencakup;
a. tinggi lereng
b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir
c. muka air terendah
d. dasar sungai terdalam dan lain-lain.
Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada. Untuk daerah
yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu berupa patok beton
permanen yang menunjukkan ketinggian dari orientasinya dan letaknya tidak terganggu
pada waktu pembangunan jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi
patok sesuai dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut.
Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan kebutuhan. maka
harus dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi nomor urut juga.
Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan adanya titik tetap
sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan dan kedalaman yang dicapai.
Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk
suatu daerah penyelidikan.
Untuk penyelidikan yang dilakukan:
Di darat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah setempat terhadap
titik nol.
Di air dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan diukur dari
permukaan lantai kerja terhadap titik nol.
Di air dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penylidikan diukur dari
permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.
Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka pengukuran
ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.
Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan secara langsung
atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang sengaja dipasang. Batas toleransi
pengukuran ketinggian titik penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.
Letak dan jumlah titik penyelidikan harus diusahakan tepat sesuai dengan yang telah
direncanakan, dengan toleransi radius 0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam
keadaan tertentu letak dan jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan
berpedoman pada peta situasi.
Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan yang ada harus
ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang bertanggung jawab dalam
pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan kondisi tanah/batuan setempat.
Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicantumkan dalam peta
situasi. Alasan penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicatat dalam
laporan pekerjaan lapangan.
Titik penyelidikan seharusnya diletakkan pada lokasi pondasi yang direncanakan. Dalam
pemboran pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat dilakukan pada interval
tertentu sesuai dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.
Kedalaman penyelidikan ditentukan oleh kedalaman tanah yang masih terpengaruh oleh
beban pondasi.
Pondasi langsung; berdasarkan pengalaman untuk pondasi langsung jembatan
umumnya pada kedalaman 2 kali lebar pondasi kurang lebih 1/10 tegangan
vertikal pada level dasar pondasi. Oleh karena itu pengambilan contoh asli harus
dilakukan sampai kedalaman 4xB kecuali bila dijumpai lapisan tanah
keras/batuan. Umumnya pengambilan contoh asli dilakukan setiap pergantian
lapisan atau tiap interval 0,75 meter sampai kedalaman 4,50 meter dibawah dasar
perencanaan pondasi dan selanjutnya setiap 1,50 meter. Apabila dijumpai lapisan
keras/batuan maka pemboran harus dilakukan sampai kedalaman sedikit-dikitnya
6 meter, dibawah dasar pondasi yang direncanakan.
Oprit jembatan merupakan bagian dari jembatan yang harus siselidiki karena pada
kondisi tanah yang tidak menguntungkan (seperti dijumpainya tanah lembek), stabilitas
timbunan dibelakang kepala jembatan sangat mempengaruhi stabilitas jembatan secara
keseluruhan. Banyak dijumpai kepala jembatan tergeser karena pergerakan tanah
dibelakangnya.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui penampang memanjang (tebal lapisan
lembek, susunan lapisan), kompresibilitas dan kekuatan geser. Biasanya penyelidikan
dilakukan dengan alat sondir, bor tangan, vane test dan pengambil contoh khusus
(misalnya "piston sampler" bila dijumpai tanah yang sangat lembek). Pengambilan contoh
cukup diambil pada pergantian lapisan/jenis tanah dan untuk tanah yang homogen cukup
setiap 1 - 1,50 meter.
Lereng tebing Sungai dimana kepala jembatan akan diletakan harus diselidiki bila
stabilitasnya dianggap kurang meyakinkan antara lain
kepala jembatan terletak pada lapisan batuan berkekar dan atau mengandung
retakan-retakan.
kepala jembatan terletak pada lapisan yang mempunyai kemiringan (dip) kearah
sungai.
kepala jembatan terletak pada tebing curan di mana kaki tebing tergerus.
Untuk itu penyelidikan pondasi kepala jembatan harus selengkap mungkin, sehingga
dapat mencakup stabilitas lerengnya, antara lain;
kedalaman penyelidikan sekurang-kurangnya 2 meter dibewah dasar sungai
terdalam.
pengambilan contoh dilakukan pnda setiap pergantian lapisan atau setiap interval
1 – 1.5 meter.
jumlah titik penyelidikan sekurang-kurangnya 2 titik untuk pemboran dan
diletakkan sedemikian rupa sehingga semua aspek yang menyangkut stabilitas
lereng dapat diketahui, misalnya: macam tanah/batuan, susunan perlapisan
tanah/batuan, struktur batuan, kuat geser, air tanah dan sebagainya.
5.4. PEMBORAN
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan didalam memilih metoda pemboran pada
suatu lokasi, antara lain adalah: kemudahan mencapai lokasi, peralatan dan sarana yang
tersedia, kondisi tanah/batuan, kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah.
Pada bagian ini akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta
peralatan dan penggunaannya.
Pemboran dengan sistim putar sampai saat ini dianggap yang paling cocok untuk
penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini praktis semua jenis
tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk pengambilan contoh dan
klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji cocok dengan metoda ini.
Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur pembilas dan
perlengkapan yang relatif berat.
Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim putar dapat
digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti, contoh cutting dan
pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan penentuan sifat teknis tanah/batuan.
Keberhasilan dan ketelitian data yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian
besar tergantung kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat
pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh atau inti yang
terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian pencatatan penampang dan
keterangan pemboran (logging), ketepatan memilih prosedur yang diikuti serta
disesuaikan dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.
Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase inti terambil (core
recovery) adalah prosentase panjang contoh yang terambil dibandingkan dengan
panjang tabung penginti yang masuk kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase
inti terambil dapat digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis
tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan tidak dapat
diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan lunak, rapuh, lepas atau
remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan lapisan tanah keras atau padat.
Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan, struktur dan
tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat digunakan metoda pengambil
contoh inti menerus (continous coring).
Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock Quality Designation).
RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu banyak retakan dan alterasi dari
contoh inti tersebut.
Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan inti yang
berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya panjang jumlah potongan-
potongan ini dibandingkan terhadap panjang inti yang seharusnya didapat dan
dinyatakan dalam persen (%). Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah
sebagai berikut :
Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah pengambilan contoh
tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis tanah yang mempunyai sifat kohesi.
Contoh tanah dapat diambil dari material yang melekat pada mata bor (auger) yang
digunakan.
Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak menggunakan air
pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan pengambilan contoh asli dan
pemeriksaan setempat lainnya dengan dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung
belah/split barrel dan sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui
penyebaran lapis an tanah kearah lateral.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor auger antara lain:
kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai dengan bor
auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan tanah keras.
lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau kerakal! sangat
sulit ditembus de ngan bor auger.
untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi dapat
menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah lepas dan contoh
tanah sulit diambil.
cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan diatas ponton/rakit.
Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah permukaan air tanah,
perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air tanah didalam lubang bor terhadap
sekitarnya, agar pasir tidak masuk kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk
keperluan pemeriksaan penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih
dahulu.
Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur pemboran yang
berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran dimana sebuah pipa dimasukkan
kedalam tanah dengan atau tanpa pipa lindung (casing), bersamaan dengan
penyemprotan air pada ujung bawahnya.
Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat hanyalah contoh cucian.
Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus hati-hati dalam menentukan permukaan
lapisan tanah yang ditembus, karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut
contoh cucian (contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan
waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini merupakan cara
yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam menginterpretasikan hasilnya dan
hanya boleh digunakan bila telah benar-benar dipertimbangkan maksud dan tujuan
pemboran yang akan dilakukan.
Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran pada interval
pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan dan pemotongan oleh mata
bor.
Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat pengambil contoh
hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk pengambilan contoh tanah yang
menerus.
Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel dan sebagainya
ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75
meter), kemudian diangkat dan isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin
bor, sondir atau langsung ditumbuk.
Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan lapangan ataupun
laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu untuk pemeriksaan laboratorium,
maka tabung contoh harus ditutup segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh
dalam keadaan yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap.
Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan keterangan
mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada penyelidikan oprit dan stabilitas
lereng karena seluruh kedalaman lubang bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan
lingkup penggunannya terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk
lapisan lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.
Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata bor iwan jurret
dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar rangkaian tangkai pemutar batang
bor dan mata bor tanah dengan tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan
panjang mata bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar
mata bor yang digunakan.
Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai sangat kenyal
dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10 meter atau 15 meter bila dibantu
dengan penggunaan "tripod" (menara kaki tiga).
Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan penumbukan, yang
menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai 40 kg. Untuk menembus lapisan
tanah lepas dapat digunakan pipa lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor
tanah yang digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam pipa
lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau pompa pasir (sand
pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan pengambilan contoh tanah tidak
terganggu dan pemeriksaan tanah setempat lainnya.
Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan dalam menembus
lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu penyondiran dalam menembus lensa
tanah keras/batuan lunak ataupun mengetahui ketebalan lapisan tanah keras dengan
tekanan 150 kg/cm2.
Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan tanah untuk
pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan sumur bor air. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kesulitan dalam mendapatkan contoh tidak
terganggu sangat terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa setempat,
tidak dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya.
Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor antara lain jenis
tanah yang diambil, alat pengambilan contoh serta perlengkapan yang digunakan dan
keterampilan pelaksana lapangan. Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat
terbukanya contoh akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak
mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang mewakili tidak
boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus dikaitkan dengan pemeriksaan
penetrasi standar, karena kedua-duanya dapat saling melengkapi, antara lain dapat
dikorelasikannya hasil laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila
dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang lekat.
Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat dipercaya untuk
lapisan pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu data yang digunakan untuk
desain pondasi pada lapisan lempung dan lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan
sondir atau vane shear dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan
sample terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan contoh
akan digunakan di bawah ini.
Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push barrel) digunakan
untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu guna pameriksaan laboratorium.
Pengambilan contoh dilakukan dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah
pada kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang dapat diambil
dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00 mm. Pengambilan contoh dengan
tabung ini lebih tepat untuk jenis tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh
(firm) sampai kenyal (stiff).
Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada tanah lembek yang
bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di kepala tabung dipasang bola (ball check
valve), yang harus dapat bekerja dengan baik.
Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis yang dilengkaoi dengan
torak didalamnya yang bersifat stationer dalam kerjanya.
Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka yang perlu
diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.
Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih dari 5 kali tabung
yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan karena adanya geseran (friction) yang
berlebihan antara contoh dengan permukaan dalam tabung contoh.
Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini telah dikembangkan
oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak yang dilengkapi.dengan tabung baja
disebelah luarnya dan mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya
mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh terambil umumnya
dapat menca pai 95%, walaupun ada kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak
menjamin tidak terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).
Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan dia. luar 5 cm dan dia. dalam 3,5 cm
disamping digunakan untuk pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk
pengambilan contoh. Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan
conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli dari tanah yang
diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan visual
dan klasifikasi. Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung
gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan laboratorium (seperti
kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa butir dan sebagainya). Khusus untuk
pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin, sehinaga tidak ada kehilangan air.
Pengambil contoh tabung belah (split barrel sample dapat diperoleh dalam beberapa
ukuran. Ukuran yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut di atas.
Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual dan membuat bor-
log. Contoh inti yang didapat pada umumnya terganggu, akibat tekanan bor pada waktu
pemotongan dan pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh dengan
menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan inti yang baik hanya untuk
batuan yang keras dan padat, disamping diperlukan kecermatan pembor.
Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua jenis tanah (kecuali
lempung yang sangat lembek dan pasir) maka akan dihasilkan contoh-contoh yang
mempunyai komponen-komponen yang sama dengan aslinya.
Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda (double core barrel)
lebih luas penggunaannya dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada
menggunakan tabung penginti tunggal, karena dapat digunakan untuk mengambil contoh
semua jenis tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium. Pengambil
contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam, dimana air/ lumpur pembilas
bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua tabung).
Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya bergantung kepada sifat
material yang akan diambil contohnya. Untuk batuan tidak keras digunakan jenis
pengambil contoh yang mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam
tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan inti dan merupakan
pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke laboratorium. Untuk batuan keras pelapis
logam tidak diperlukan karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis.
Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih lunak harus dibungkus
dalam kemasan yang kedap air, karena ke kuatannya akan berubah bila menjadi kering.
Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas penggunaannya dari pada
metoda pengambilan contoh dengan tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core
recovery" yang didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis tanah/batuan.
Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar, tabung dalam dan tabung paling
dalam.
Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung penginti ganda,
yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung luar dan dalam. Contoh inti terletak
pada tabung yang paling dalam dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan
contoh pada tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti ganda,
karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan pembilas pada ujung mata bor.
Jenis tabung penginti rangkap tiga ini ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor
yang menarik inti kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini
digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan lepas.
Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk mendapatkan contoh tanah
tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan
dalam pemboran.
Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila sangat terpaksa,
karena contoh yang terambil sangat terganggu walaupun demikian semua contoh bilasan
harus dikumpulkan untuk seluruh kedalaman.
Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa air pembilas sering
menghasilkan kesimpulan yang keliru. Pengamatan contoh yang didapat dengan
pembilasan hanya berguna untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan.
Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah keras/batuan yang
relatif dangkal dengan membuat sumur uji (trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20
cm3.
Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan contoh kubus terletak
diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah muka air tanah, maka peralatan penggalian
harus dilengkapi dengan pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh
kubus digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh diambil dengan
cara ini relatif tidak terganggu.
Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan dikumpulkan kemudian
diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya.
Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga harus benar-benar
diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan didalam pengangkutan ke laboratorium.
Perlu disadari bahwa pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak
seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama sekali.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menumbuk tabung belah (split spoon) dan mencatat
jumlah penumbukan yang dibutuhkan untuk mencapai kedalaman penetrasi tertentu.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur secara kasar kepadatan relatif tanah
berbutir atau konsistensi tanah kohesif. Karena daya dukung tanah berbutir tergantung
kepada kepadatannya, maka apabila hasil pemeriksaan ini dikorelasikan secara tepat
akan dapat memberikan petunjuk mengenai daya dukung tanah tersebut, sehingga hasil
pemeriksaan penetrasi standar kurang dapat dipercaya untuk menentukan daya dukung
tanah kohesif, karena selain konsistensinya, kadar air dan tekanan air pori berperan
penting.
Ada beberapa macam pemeriksaan penetrasi dengan variasi pada berat beban
penumbuk, tinggi jatuh bebas dan ukuran "split barrel" yang di gunakan.
Untuk standarisasi dianjurkan menggunakan tabung belah (split spoon) berukuran
diameter dalam 35 mm dan diameter luar 50,8 cm, berat beban penumbuk 63,5 kg dan
tinggi jatuh bebas 76,2 cm. Jumlah tumbukan dicatat untuk setiap penetrasi sedalam 15
cm yang dilakukan berturut-turut sebanyak tiga kali.
Harga N (nilai SPT) diperoleh dari jumlah tumbukan untuk dua catatan terakhir sedalam
30 cm. Standar prosedur pengujian dapat dipelajari dari AASHTO T-206.
Hubungan antara jumlah tumbukan dengan kepadatan relatif tanah non-kohesif dan
konsistensi relatif tanah kohesif dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tanah non-kohesif
Tumbukan Kepadatan
0–4 sangat lepas
5 – 10 lepas
11 – 30 sedang
31 – 50 padat
Di atas 50 sangat padat
Tanah kohesif
Tumbukan Konsistensi
0–1 sangat lunak
2–4 lunak
5–8 teguh
9 – 15 kenyal
16 – 30 sangat kenyal
31 – 60 keras
Di atas 60 sangat keras
Contoh yang didapat dari tabung belah (split spoon) dapat digunakan untuk membuat
bor-log dan beberapa Pemeriksaan laboratorium.
Hasil N-SPT dapat dikorelasikan dengan undrained shear strength untuk tanah liat.
Misalnya : korelasi yang dianggap cukup konservatif dan masih relevan untuk tanah
endapan vulkanik di Jakarta adalah su=6.25 N (kPa). Untuk kedalaman dangkal, su = 7
s/d 8 N (kPa) masih dianggap dalam batas wajar.
Nilai N-SPT juga dapat dikorelasikan dengan sudut geser pasir dari beberapa praktisi
untuk berbagai jenis pasir.
Sodir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air karena beberapa
keunggulan artara lain, (a) penggunaan yang sederhana, (b) dapat memberi gambaran
tanah dengan cepat dan (c) memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan
Sondir adaiah tidak dapat melihat contoh tanah.
Sondir Mekanis
Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong kedalam tanah sebuah konus dengan luas
proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60 derajat. Tekanan yang dibutuhkan
untuk mendorong konus disebut tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis
bikonus terdapat selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150
cm2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut tekanan friksi
(local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan kecepatan standar yaitu 20 mm per
detik. Pengukuran tekanan konus dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan
setiap 20 cm. Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang
dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441.
Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar, berat tiang tekan
dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya dukung tanah. Oleh karena itu,
tekanan konus dan friksi harus dikoreksi dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk
tiang tekan dan bikonus harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi
hasil uji yang cenderung membesar.
Sondir Elektrik
Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan konus dan tekanan
friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik dari pada sondir mekanik. Koreksi
berat tiang tekan seperti yang dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk
sondir listrik karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir elektrik
cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik digunakan untuk proyek-
proyek reklamasi.
Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur tekanan air pori yang
sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu (a) tekanan air pori yang cenderung
sama dengan tekanan air hidrostatis menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air
pori yang lebih besar dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga
sedang, dan (c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung lebih
kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang menghentikan penetrasi sondir
dan membiarkan air pori kembali ke kondisi hidrostatis sangat berguna untuk
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan geser setempat dari tanah
berbutir halus yang lembek secara langsung. Cara ini dilakukan apabila pemeriksaan
geser yang lain (pemeriksaan triaxial, kekuatan tekan bebas, atau geser langsung) tidak
dapat dilakukan, karena tidak dapat diperoleh contoh tanah asli. Pemeriksaan ini
berdasarkan pengukuran torsi yang diperlukan untuk meruntuhkan permukaan silinder
dari tanah yang digeser oleh vane Nilai-nilai yang didapat dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menentukan kekuatan geser tanah, baik secara grafis maupun analitis.
kekuatan geser uji baling-baling seperti yang ditunjukkan pada grafik. Grafik koreksi dari
Bjerrum kemudian dimodifikasikan oleh Aas dan kawan-kawan (1986). Grafik dari Aas
lebih rasionil karena ikut rnemperhitungkan sejarah tegangan tanah.
Uji Beban lateral berbentuk silinder atau yang lebih dikenal dengan pressuremeter test
belum begitu populer di Indonesia. Uji pressuremeter ialah dengan mengembangkan
suatu silinder karet yang berisi air di dalam lubang bor dengan memberi tekanan gas
pada tabung air. Besarnya tekanan gas dan hubungannya dengan pengembangan
silinder karet memungkinkan uniuk mendapatkan parameter kekuatan serta deformasi
tanah.
Pada umumnya, uji Pressuremeter dilakukan pada lubang bor yang telah disediakan
terlebih dahulu dengan diameter yang sedikit lebih besar dari pada silinder karet seperti
yang tergambar. Tekanan gas secara bertahap ditambahkan untuk mengembangkan
silinder karet dan mendesak dinding lubang bor. Hubungan antara tekanan dengan
pengembangan silinder karet yang lazim dinyatakan dalam volume atau diameter dicatat
dan disajikan pada grafik. Pada setiap tahap tekanan, pengembangan silinder karet
terhadap waktu yang lazim disebut "creep" juga dicatat. Tekanan yang diukur perlu
dikoreksi dengan kekakuan membran karet dan pengaruh air tanah diatas kedalaman uji
coba.
py/pl < 0.75 dapat dipakai. Beberapa nilai umum limit pressure (pl) serta perbandingan
Pressuremeter modulus dengan limit pressure (EM/pl) terlampir pada Tabel berikut.
Limit Pressure
Jenis Tanah EM/pl
(kN/m2)
Tanah liat lunak (Soft clay) 50 – 300 10
Tanah liat sedang (Firm clay) 300 – 800 10
Tanah liat keras (Stiff clay) 600 – 2500 15
Pasir kelanauan Iepas (Loose silty sand) 100 – 500 5
Lanau (Silt) 200 – 1500 8
Pasir dan kerikil (Sand and gravel) 1200 – 5000 7
Tanah liat berbatu (Till) 1000 – 5000 8
Timbunan lama (Old fill) 400 – 1000 12
Timbunan baru (Recent fill) 50 – 300 12
(Sumber: Canadian Foundation Engineering Manual, 1992)
Belakangan telah dikembangkan pula alat pressuremeter yang dilengkap dengan mata
bor yaitu self boring pressuremeter atau Camkometer. Pada self boring pressuremeter,
silinder karet dapat langsung masuk kelubang bor sehingga dapat mengurangi
gangguan. Tetapi self boring pressuremeter hanya mampu melakukan pengeboran
sampai pada tanah liat kekuatan sedang.
Pemeriksaan dengan pelat dukung dulunya sangat luas digunakan untuk penyelidikan
pondasi, tetapi semenjak majunya Ilmu Mekanika Tanah dan berkembangnya cara-cara
penyelidikan tanah lainnya, maka penyelidikan dengan cara ini semakin ditinggalkan.
Alasan - utama adalah :
a. mahalnya biaya dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya.
b. keterbatasan kedalaman yang dapat diselidiki.
Pemeriksaan pelat dukung biasanya dilakukan untuk mendapatkan daya dukung,
penurunan langsung dan hargn K (modulus of subgrade reaction).
Walaupun pemeriksaan ini mempunyai kerugian-kerugian seperti tersebut diatas, dalam
beberapa keadaan tertentu dapat memberikan keterangan yang tidak diberikan oleh cara
lain, misalnya: bila lapisan tanah terdiri atas kerakal, serpih retak-retak dan batuan lapuk,
yang tidak dapat diambil contohnya atau dilakukan SPT, sondir dan sebagainya.
Ukuran pelat yang digunakan umumnya berdiameter 30–100 cm. Pelat 100 cm yang
dibebani sampai 8 kg/cm2 akan memerlukan beban 65 ton.
Dalam pemeriksaan ini usahakan agar lebar pelat mendekati lebar pondasi sebenarnya.
Hal ini untuk menjamin bahwa tanah dibawah pelat yang mendapat tegangan akan
mendekati kedalaman tanah yang dibebani oleh pondasi yang sebenarnya.
Uji beban pelat dilakukan dengan menekan sebuah pelat yang berbentuk bulat atau
persegi pada kedalaman tanah tertentu. Uji beban dapat dilakukan pada permukaan
tanah, pada galian dangkal dan dapat pula pada dasar lubang bor. Pembebanan pelat
dapat dilakukan sampai pada kecepatan (2 kali atau 3 kali) Beban rencana pondasi
dangkal atau diteruskan sampai pada tingkat leleh atau runtuh.
(undrained). Pembebanan dapat juga dilakukan lebih dari satu siklus apabila dibutuhkan
karakteristik deformasi secara detail.
Deformasi modulus yang diperoleh dari uji beban pelat biasanya jauh lebih akurat dari
pada jenis uji lapangan lainnya maupun dari laboratorium. Perlu diperhatikan bahwa sifat
tanah tidak linier murni atau elastoplastis, deformasi tanah yang didapat tergantung dari
tingkat beban yang dicari.
kebutuhan. Makin besar ukuran pelat makin mendekati keadaan pondasi sebenarnya.
Tetapi hal tersebut membutuhkan beban yang besar dan uji coba menjadi mahal.
Tujuan dari pemerikaaan ini adalah untuk mengetahui daya dukung batas (ultimate
bearing capacity) pondasi tiang tidak untuk menentukan penurunan total (penurunan
langsung + penurunan konsolidasi).
Prinsip kerja dari pemeriksaan pembebanan ialah dengan memberi beban kepada tiang
sampai penurunan dianggap selesai. Dari hubungan antara waktu, besarnya beban dan
besarnya penurunan dapat dihitung / di tentukan besarnya daya dukung.
Pemeriksaan pembebanan dilakukan pada tiang beton atau baja :
a. untuk lebih meyakinkan hasil perhitungan daya dukung tiang dengan menggunakan
rumus statis, sehingga dapat diketahui daya dukung tiang yan bergradasi senjang
(gap graded) sebenarnya.
b. untuk menentukan daya dukung tiang secara langsung
c. untuk tiang-tiang yang tertumpu pada ujung (point bearing pile) bila penurunan tiang
pancang yang didapat dari hasil pemancangan masih diragukan.
Pada tanah kohesif, penurunan akan berlangsung terus sasuai dengan waktu aampai
konsolidasi selesai. Dalam pemeriksaan ini lamanya pembebanan jauh lebih singkat,
dibandingkan dengan lamanya pembebanan yang terjadi kelak setelah bangunan
didirikan, dengan perkataan lain konsolidasi masih berlangsung terus.
Kedalaman muka air tanah banyak mempengaruhi unsur-unsur desain pondasi dan
pelaksanaan maka lokasinya harus ditentukan setempat mungkin.
Muka air tanah umumnya ditentukan dengan pengukuran tinggi muka air tanah pada
lubang bor yang dibiarkan terbuka (terlindung dari air permukaan/hujan) selama jangka
waktu tertentu biasanya 24 jam. Untuk tanah yang sangat permeable seperti pasir dan
kerikil lepas, dalam jangka waktu beberapa jam sudah cukup, kecuali bila digunakan
lumpur pembilas. Untuk tanah yang permeabilitasnya rendah, seperti lanau, lempung dan
pasir halus diperlukan beberapa hari/minggu, untuk menentukan setepat-tepatnya
kedalaman muka air tanah. Bila diperlukan kedalaman (letak) muka air tanah yang lebih
teliti karena diperkirakan adanya pengaruh yang besar terhadap perencanaan pondasi
dan pelaksanaan maka pengamatan muka air tanah tersebut harus dilakukan sekurang-
kurangnya pada dua lubang bor atau pengamatan cukup pada satu lubang bor asal
pengukuran muka air tanah dilakukan dengan alat piezometer. Pengamatan dengan
piezometer harus dilakukan secara periodik sampai muka air tanah mantap (stabil).
Tekanan air artesis dan perembesan air tanah permukaan (perched water) dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi tinggi muka air tanah, bila tekanan air tanah lebih
besar dari 1 atm (air artesis) pemboran yang lebih dalam akan cenderung menaikkan
muka air tanah. Dalam hal ini harus dicatat setiap perubahan kedalaman muka air tanah.
Air tanah yang menghilang apabila pemboran ditentukan lebih dalam misalnya lapisan
lempung diatas lapisan pasir, maka air tanah tersebut adalah termasuk air tanah
permukaan.
Kedalaman muka air tanah dapat pula ditentukan dengan cara tidak langsung sebagai
berikut:
a. menggambarkan hubungan antara derajat kejenuhan dengan kedalaman.
b. rnengisi lubang bor dan menimba/memompa keluar (lubang bor pertama kali diisi
sejumlah air, kemudian air dari lubang dikeluarkan sejumlah yang sama), maka
muka air tanah dalam lubang bor akan naik atau turun. Kedalaman air tanah
sebenarnya terletak diantara kedalaman muka air tanah sebelumnya dengan
kedalaman muka air tanah sesudah pemompaan.
c. Mengukur naik turunnya muka air tanah pada beberapa interval waktu yang sama
(dengan cara perhitungan).
Setelah pekerjaan pemboran selesai, semua lubang bor harus ditutup kembali untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya kecelakaan, kecuali apabila dimaksudkan untuk
keperluan tertentu, lubang ditutup seperlunya sesuai dengan kebutuhan. Kerusakan-
kerusakan keadaan setempat yang timbul selama pemboran harus diperbaiki dan
dibicarakan dengan pemilik tanah, agar didapatkan penyelesaian yang sebaik baiknya.
Cara ini dilakukan dengan menggali tanah secara terbuka berbentuk sumuran atau parit.
Keuntungan cara ini adalah pengamatan dapat dilakukan secara langsung di lapangan.
Penyelidikan tanah dengan cara ini untuk mengetahui urutan susunan tanah/batuan
dalam arah vertikal kebawah. Penggalian sumur dilakukan dengan menggunakan alat-
alat sederhana (belincong, linggis dan sekop).
Dinding-dinding sumur harus dibersihkan dan diratakan, terutama bila ada perubahan
lapisan, dapat mudah dikenali sehingga memudahkan deskripsi dan klasifikasi. Untuk
lapisan tanah yang bersifat lepas dan muka air tanah cukup tinggi, dinding-dinding sumur
tersebut harus diberi penyangga dari bambu atau kayu. Untuk memperlancar penggalian,
air tanah yang ada dalam sumur dapat ditimba atau dikeluarkan dengan pompa. Tanah
hasil galian dari tiap-tiap lapisan dapat diletakan dengan tersusun baik disekitar lubang
sumuran dan diberi tanda yang menunjukkan tebal lapisan untuk memudahkan
pembuatan log.
Bila sumur uji digali pada atau dekat rencana peletakan pondasi maka, sumuran tidak
boleh digali lebih dalam dari dasar pondasi, karena tempat tanah pondasi akan diletakan
menjadi terganggu dan lepas.
Parit uji dapat digunakan untuk membuka tanah sepanjang jalur tertentu dari daerah yang
diselidiki, dengan maksud untuk mengamati tebal tanah penutup, tanah lapukan dan
susunan lapisan tanah/batuan setempat.
Cara ini dapat dilakukan pada daerah datar tetapi lebih cocok diterapkan pada daerah
berlereng. Penggalian parit uji disamping menggunakan alat- alat sederhana, biasanya
menggunakan alat-alat besar (backhoe, power shovel dll).
5.10. BOR-LOG
Bor-log adalah catatan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan
lapisan-lapisan tanah beserta keterangan keterangan mengenai susunan, jenis, tebal,
kedalaman air tanah hasil pemeriksaan-pemeriksaan lapangan yang dilakukan maupun
semua kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemboran. Bor-log ada dua macam
yakni bor-log lapangan dan bor-log akhir. Bor-log akhir akan diuraikan dalam Bab VII.
Bor-log dibuat sesuai dengan kebutuhan, minimal rangkap tiga. Lembar asli untuk
instansi pemberi tugas, Lembar kedua untuk juru bor dan lembar ketiga sebagai arsip.
Umumnya pembuat bor-log harus bertanggung jawab terhadap keterangan-keterangan
dan pencatatan-pen catatan sebagai berikut;
a. Deskripsi, klasifikasi dan kedalaman masing - masing lapisan tanah/batuan yang
dijumpai (batas atas/batas bawah).
b. Kedalaman, macam, jumlah contoh-contoh yang terambil/tidak terambil.
c. Kedalaman dan hasil pemeriksaan setempat.
d. Keterangan-keterangan yang umumnya diperlukan untuk pengisian formulir bor-log
e. Catatan dan keterangan-keterangan lain yang perlu dilaporkan antara lain;
adanya air artesis
kesulitan-kesulitan diluar kegiatan pemboran selama dilapangan.
kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pemboran misalnya: keruntuhan dinding
lubang bor, ditemuinya kerakal-kerakal, naiknya pasir kedalam pipa lindung, mata
bor terjepit, tertinggalnya pipa lindung didalam lubang bor dan lain-lain yang
dianggap perlu.
kehilangan, pengurangan dan penambahan air pembilas selama pemboran.
penggunaan casing dan atau lumpur pembilas, penyemenan, harus dicatat.
kelainan-kelainan keadaan contoh
dan lain-lain yang dianggap perlu
f. Keterangan-keterangan lain yang diperlukan.
Gerakan operasi mesin bor selama pemboran dapat membantu untuk menentukan jenis
keadaan batuan yang dibor, misalnya kerikil, kerakal, bongkah, batuan yang berongga,
batuan sangat keras dan lain-lain. Kalau contoh tanah tidak dapat diambi1, pembuat bor-
log dapat mengamati air pembilas dan "cutting" yang keluar dari lubang bor, sehingga
dapat mengkorelasikannya dengan contoh-contoh yang telah diamabil sesudah maupun
sebelumnya.
Standarisasi dalam klasifikasi dan identifikasi tanah dilapangan merupakan hal yang
perlu ditekankan supaya perencanaan pondasi lebih baik.
Materi ini menyarankan untuk menggunakan klasifikasi tanah menurut Unified Soil
Classification System (USCS).
Identifikasi tanah dilapangan dilakukan dengan cara pemeriksaan visual dan mekanis,
contoh dideskripsi dengan urutan sebagai berikut, untuk :
Tanah kohesif: macam, warna, bau, konsistensi, klasifikasi dan kandungan bahan-
bahan lain.
Tanah non-kohesif: macam, ukuran butir, bentuk butir, gradasi, kepadatan,
kandungan bahan-bahan lain.
Batuan: macam, warna, kekerasan, struktur, tingkat sementasi, tingkat pelapukan dan
sebagainya.
Nama-nama batuan yang uimum antara lain sebagai berikut:
Batuan beku: granit, basal, gabro, andesit, diorit, riolit, batu apung dan sebagainya.
Batuan sedimen: batu pasir, batu lempung, serpih, napal, batu gamping, breksi,
konglomerat dan sebagainya.
Batuan metamorfosa: genes, sekis, batu sabak, kwarsa, marmer dan sebagainya.
Untuk mengetahui macam batuan yang dijumpai di lapangan dapat secara langsung atau
tidak langsung. Secara langsung adalah dengan mengamati batuan dilapangan secara
tidak langsung adalah berdasarkan keterangan-keterangan geologi setempat (dari peta
geologi).
Khusus untuk mengetahui adanya kandungan kapur didalam suatu batuan dapat
diperiksa langsung dilapangan dengan meneteskan HCL 0,1 N (asam hidro clorida 10%)
dengan reaksi keluarnya gelembung gas CO2 (berbuih). Uraian klasifikasi batuan
berdasarkan klasifikasi geologi dapat dilihat pada Appendiks A - Geologi.
Peralatan/perlengkapan sederhana dibawah ini dapat mebantu untuk mendapatkan
deskripsi / identifikasi contoh-contoh dilapangan yang lebih baik:
pisau lipat, untuk menyayat contoh didalam pemeriksaan kekerasan dan untuk
mendapatkan pernukaan yang masih segar.
jangka sorong (vernier caliper), untuk menentukan ukuran butiran apabila tidak ada
cara pengukuran yang lain.
contoh ukuran butir pembanding (contoh ukuran butir yang sudah disaring dan diberi
label), untuk mengetahui ukuran butir contoh di lapangan.
asas hidroclorida (HCL-0,1 N) untuk membantu adanya CaC03 seperti batu gamping,
napal,dolomite, kapur.
kaca pembesar, untuk membantu identifikasi material yang lebih jelas (disarankan
pembesaran 10x).
penetrometer saku (pocket penetrometer) dan vanesuhu untuk menentukan
kosistensi contoh tanah kohesif.
Format bor-log lapangan harus berukuran A-4 seperti terlihat pada lampiran. keterangan-
keterangan tambahan, tanda tangan, kop lengkap yang informatif harus diisi
selengkannya di lapangan.
Sebelum pemboran dimulai, pembuat bor-log pertama tama harus sudah mencatat
semua keterangan-keterangan pendahuluan. Kemudian selama pemboran, pengambilan
dan pemeriksaan contoh setempat , lapisan-lapisan tanah yang dijumpai harus
dideskripsi, diidentifikaai dan dicatat dalam bor-log.
Interval pengambilan contoh telah dibahas pada sub bab 3.4., tetapi patut ditekankan lagi
disini bahwa untuk keperluan pembuatan bor-log pengambilan contoh tidak boleh lebih
dari 1,5 meter.
bab V 1
SURVEI LAPANGAN ..................................................................................................................... 1
5.1. UMUM ........................................................................................................................... 1
5.1.1. SITUASI DAERAH PENYELIDIKAN. ................................................................................ 1
5.1.2. PENGUKURAN LOKASI TITIK PENYELIDIKAN ............................................................ 1
5.1.3. KONTROL VERTIKAL......................................................................................................... 2
5.1.4. TOLERANSI PERUBAHAN LETAK TITIK PENYELIDIKAN. ........................................ 3
5.2. PEMBUATAN PETA GEOLOGI TEKNIK UNTUK PERENCANAAN .................. 3
5.3. PENYELIDIKAN BAWAH PERMUKAAN ................................................................ 4
5.3.1. PENYELIDIKAN UNTUK PONDASI ................................................................................. 4
5.3.2. PENYELIDIKAN OPRIT JEMBATAN ................................................................................ 5
5.3.3. PENYELIDIKAN STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI. ......................................... 5
5.4. PEMBORAN ................................................................................................................ 6
5.4.1. PEMBORAN PUTAR (ROTARY DRILLING). .................................................................. 6
5.4.2. PEMBORAN AUGER (AUGER DRILLING) ..................................................................... 7
5.4.3. PEMBORAN SEMPROT (WASH BORING) .................................................................... 8
5.4.4. PEMBORAN DENGAN MENGAMBIL CONTOH MENERUS (CONTINUOUS
SAMPLING)............................................................................................................................................ 8
5.4.5. PEMBORAN TANGAN ........................................................................................................ 9
5.4.6. PEMBORAN TUMBUK ....................................................................................................... 9
5.5. PENGAMBILAN CONTOH ...................................................................................... 10
5.5.1. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG CONTOH BERDINDING TIPIS .... 11
5.5.2. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BERTORAK (PISTON SAMPLER).
11
5.5.3. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BELAH (SPLIT BARREL). ............ 12
5.5.4. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI TUNGGAL (SINGLE
CORE BARREL) .................................................................................................................................. 12
5.5.5. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI GANDA (DOUBLE
CORE BARREL). ................................................................................................................................. 13
5.5.6. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI RANGKAP TIGA
(TRIPPLE CORE BARREL). .............................................................................................................. 13
5.5.7. PENGAMBILAN CONTOH BILASAN (WASH SAMPLING). ....................................... 14
5.5.8. PENGAMBILAN CONTOH KUBUS. ............................................................................... 14
5.5.9. PERLINDUNGAN DAN PENGANGKUTAN CONTOH. ............................................... 14
5.6. PEMERIKSAAN LAPANGAN .................................................................................. 14
5.6.1. PEMERIKAAAN PENETRASI STANDAR ...................................................................... 15
5.6.2. SONDIR (CONE PENETRATION TEST /CPT)............................................................. 17
5.6.3. PENGUJIAN FIELD VANE SHEAR (UJI BALING-BALING) ....................................... 19
5.6.4. UJI BEBAN LATERAL SILINDER (PRESSUREMETER TEST/PMT) ....................... 20
5.6.5. PEMERIKSAAN DENGAN PELAT DUKUNG (PLATE BEARING TEST) ................. 22
5.6.6. PEMERIKSAAN PEMBEBANAN TIANG (PILE LOADING TEST) ............................. 24
5.7. MUKA AIR TANAH ................................................................................................... 24
5.8. PEMBENAHAN TEMPAT ........................................................................................ 25
5.9. SUMUR UJI DAN PARIT UJI .................................................................................. 25
5.9.1. SUMUR UJI ........................................................................................................................ 26
5.9.2. PARIT UJI ........................................................................................................................... 26
5.10. BOR-LOG ................................................................................................................... 26
5.10.1. BOR-LOG LAPANGAN. .................................................................................................... 27
5.10.2. TUGAS-TUGAS PEMBUAT BOR-LOG.......................................................................... 27
5.10.3. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANAH DAN BATUAN DI LAPANGAN. ............ 28
5.10.4. FORMAT BOR-LOG LAPANGAN ................................................................................... 29
5.10.5. PROSEDUR PEMBUATAN BOR-LOG .......................................................................... 29
BAB VI
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
6.1. UMUM
Kerak bumi pada umumnya dibagi dalam dua kategori, yaitu: batuan dan tanah. Kata
'tanah' pada umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk mendeskripsikan
gumpalan atau komposisi butiran, butiran mineral mineral dan materi organik yang relatif
lemah ikatan antar butirnya yang terdapat dari pemukaan bumi hingga ke Iapisan batuan
padat. Ikatan antar butir yang lemah ini pada umumnya dapat dipisahkan hanya dengan
sedikit gangguan mekanis, misainya dengan mengaduknya di daiam air.
Semua mineral tanah berasal dari batuan sebagai akibat dari pelapukan. Batuan induk
tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukannya sebagaimana
berikut:
Batuan Beku (Igneous Rock): terbentuk pada atau di kedalaman tertentu dari
permukaan tanah sebagai hasil dari pembekuan magma panas.
Batuan endapan (Sedimentary Rock) terbentuk sebagai akibat dari endapan
berlapis-lapis partikel tanah di dalam air, endapan mana kemudian membatu pada
jangka waktu yang panjang.
Batuan Metamor: merupakan perubahan sifat batuan beku atau batuan endapan
akibat dari tekanan atau temperatur yang tinggi.
Proses pelapukan batuan menjadi tanah dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
Proses penghancuran fisik (desintegration): proses pelapukan tanah akibat dari
faktor-faktor fisika, misalnya: perubahan temperatur secara berkala, pembekuan dan
pencairan (air dalam batuan), proses perusakan oleh tanaman, binatang dan/atau es
di dalam celah batuan.
Proses pelapukan kimiawi (decomposition): proses pelapukan kimiawi terjadi
akibat reaksi kimiaw, misalnya: oksidasi, hidrasi, karbonasi, dan efek kimia dari
tanaman. Proses pelapukan kimiawi ini dapat dipercepat bila dipengaruhi oleh
temperatur yang tinggi dan keberadaan zat-zat asam organik. Beberapa faktor yang
sangat berpengaruh dalam proses pelapukan tanah ini diantaranya adalah: cuaca,
topografi, waktu, sejarah geologi dan tipe Batuan.
Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa oleh
gletser/sungai es, angin, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian terendapkan
ditempat yang lain.
Berdasarkan proses yang disebut di atas ini, lapisan tanah dapat dibagi ke dalam empat
bagian utama, yaitu: tanah residual (residual soil), tanah endapan air (water transported
soil), tanah endapan angin (wind transported soil). Proses pembentukan tanah ini akan
mempengaruhi karakteristik masing-masing tanah yang terbentuk.
1. Tanah residual:
Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan Batuan dasar dan
masih berada ditempat asalnya disebut Tanah Residual. Di daerah tropis, ketebalan
tanah residual yang terbentuk dari Batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari
20m. Sebaliknya di daerah dingin, proses pelapukan berjalan jauh lebih lambat dan
ketebalan tanah yang terbentuk pada umumnya hanya beberapa meter saja. Di
daerah dimana sering terjadi aliran es, tanah residual yang terbentuk akan terbawa
aliran es, dan yang tertinggal hanya Batuan beku yang belum lapuk dengan sedikit
kantong-kantong tanah residual. Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi
lingkungan dimana tanah tersebut terbentuk dan kepada tipe Batuan induknya.
Granite menghasilkan lanau kepasiran dan pasir kelanauan dengan komposisi
mineral mica dan lempung 1tauIin yang bervariasi. Basalt menghasilkan lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi dan bersifat plastis.
(joints), larutan dapat meluas secara horizontal dan membentuk goa-goa dalam
tanah. Lubang atau goa dalam tanah ini dapat bertahan atau dapat runtuh dengan
akibat terbentuknya lubang-lubang di permukaan tanah (sinkholes). Goa-goa dalam
tanah ini perlu diselidiki sebeium membangun suatu bangunan di atas daerah berbatu
kapur.
Tanah residual yang terbentuk dari batuan metamorphic bervariasi dari lanau
kepasiran hingga pasir kelanauan dengan kadar mika yang beragam bila batuan
induknya berupa Gneiss atau Schist. Batuan marmer yang mengalami proses
pelapukan oleh cairan akan menghasilkan tanah residual yang mirip dengan yang
dihasilkan dari pelapukan batuan kapur. Batuan metamorphic lain mengalami
pelapukan yang mirip dengan batuan beku, yaitu: pelapukan berkurang terhadap
kedalaman dan tidak ada batas yang tegas antara tanah residual dengan batuan
induknya. Massa batuan yang tidak mengalami pelapukan dapat mengandung lensa
tipis material yang sudah lapuk di antara rekahan dan di antara material yang
ketahanannya lebih lemah.
c. Tanah marina: terbentuk ketika air sungai bermuara di laut. Ketika kecepatan air
sungai berkurang, partikel-partikel kasar yang dibawa air sungai akan diendapkan
terlebih dahulu dan partikel yang lebih halus diendapkan kemudian dikejauhan.
Proses sedimentasi yang terjadi mirip dengan yang terjadi di daerah danau, yaitu:
pengendapan terjadi di air yang relatif tenang dan bebas dari penganah ombak.
Partikel-partikel halus yang diendapkan di air asin akan terflokulasi dan
membentuk struktur tanah yang berberat jenis rendah dengan karakteristik yang
dipengaruhi oleh kadar garam di dalam air porinya. Setelah endapan ini muncul
dari permukaan air laut, kadar garam lambat laun akan luluh oleh penyerapan air
tawar, akhirnya terbentukilah lempung marina yang sangat sensitif.
Akibat dari gaya-gaya gelombang dan arus pantai, endapan tanah di pantai
sangat kompleks. Pematang-pematang (bars) yang terbentuk ketika sungai
mengendapkan partikel-partikei yang dibawanya akan terdorong oleh gelombang
laut dan disapu ke sepanjang pantai oleh arus pantai. Akibatnya pematang-
pematang tersebut dapat menutup sebagian pantai dari laut sehingga
terbentuklah laguna-laguna. Laguna-laguna ini dapat menjadi danau-danau
permanen yang airnya pasang surut bersama dengan air laut, dan dapat juga
menjadi rawa-rawa. Endapan material organik seperti yang terjadi di danau juga
terjadi disini. Didaerah tropis dan subtropis akan terbentuk rawa-rawa bakau
(mangrove) yang bebas dari pengaruh gelombang. Lempung marina umumnya
bersifat lunak, sangat mudah dimampatkan dan hanya mampu memikul beban
yang ringan. Sebaliknya pasir dan kerikil marina sangat baik untuk digunakan
sebagai bahan bangunan.
Dalam keadaan biasa tanah loess memiliki daya dukung yang tinggi. Namun
demikian, dalam keadaan jenuh air, tanah loess menjadi lunak dan mudah ter-erosi.
Sangatlah sukar untuk memperoIeh contoh tanah loess dengan cara pemboran,
karena struktur alami dari tanah loess akan berubah akibat proses pemboran.
5. Tanah-tanah khusus
Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus.
Contohnya: tanah lempung kembang (expansive soil), tanah collapsihle, tanah
gamping, dan tanah organik.
Tanah Expansive: adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan
(peningkatan volume) bila terekspos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive.
Tanah Collapsible: merupakan tanah dengan potensi pengurangan volume yang
besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi tanpa
adanya perubahan beban eksternal. Contoh: tanah loess, pasir dan lanau
bersementasi lemah yang ikatan semennya, biasanya gypsum atau halite mudah
larut dalam air. Tanah collapsible ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang
gersang.
Quick Clay: merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity) terhadap
gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika mengalami
gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar
kepekaan (sensitivity, St) lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah
perbandingan antara kuat geser tanah asli dengan kuat geser tanah tergarggu.
Tanah Organik: merupakah tanah yang mengandung banyak komponen organik,
ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter dibawah tanah. Tanah
jenis ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan yang
besar.
Penyebaran dan sifat-sifar fisis tanah berubah bersama dengan berjalannya waktu
dari keadaan geologi setempat. Berdasarkan pengalaman dan data penyelidikan
tanah para ahli geoteknik diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang
diperlukan sehubungan dengan sifar-sifat tanah yang dihadapi di dalam suatu proyek.
Maka dari itu, sebagaimana dikatakan diatas, agar para ahli geoteknik dapat
berbicara dalam satu bahasa yang sama dan untuk mer~gurangi resiko bahaya
dalam perencanaan geoteknik diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat
universal.
Keterangan mengenai ukuran bentuk dan pembagian butiran tanah yang dijumpai harus
selalu dicantumkan pada laporan pemboran atau pada bor-log, karena sifat sifat ini akan
berpengaruh terhadap macam dan kedalaman pondasi yang direncanakan. Ukuran butir,
bentuk dan pembagian butir yang telah dianalisa oleh ketua tim pemboran harus
dikuatkan dengan Pemeriksaan laboratorium pada interval-interval tertentu. Tanah harus
dinyatakan apakah mempunyai karakteristik material berbutir kasar (pasir atau kerikil)
atau material berbutir harus (lanau atau lempung).
Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisa saringan dan analisa hidrometer.
Analisa saringan digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir), sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk menentukan distribusi tanah
berbutir halus (lanau dan lempung).
Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dicari dengan melakukan analisa saringan
(ASTM C136 dan D422, 1980) dimana sejumlah contoh tanah kering diayak secara
mekanis melalui serangkaian saringan berukuran standar dan butiran-butiran yang
tertahan dari setiap saringan ditimbang, kemudian dicatat dalam persentase terhadap
berat contoh tanah secara total. Dengan demikian berat tanah kumulatif yang lolos
saringan ukuran tertentu dapat juga dihitung dalam juga dalam persen. Ukuran butir
ekivalen yang diasumsikan sama dengan ukuran lubang saringan kemudian diplotka
terhadap persentase berat kumulatif.
Distribusi ukuran butiran partikel tanah disajikan dalam suatu grafik yang disebut dengan
Grafik Distribusi Ukuran Partikel. Grafik ini merupakan ploting antara ukuran butir atau
ukuran saringan terhadap persentase butiran (dalam berat) yang lolos ukuran saringan
tertentu. Ukuran butiran partikel tanah dimulai dari lebih besar dari 100 mm hingga lebih
kecii dari 0.001 mm. Karena rentang ukuran butiran yang mecapai hingga mencapai
sekitar 106mm, maka ukuran butir umumnya dinyatakan dalam skala logaritma
sebagaimana diperlihatkan dalam contoh Grafik Distribusi Ukuran Fartikel dibwah ini
(Gambar 6.2).
Gambar 6.2
Berdasarkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan sebagai berikut:
- Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik
dari kasar sampai halus
- Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama
- Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai
ukuran butir-antara disebut.
Disamping kamposisinya, pasir dan kerikil juga dideskripsi menurut bentuk butirnya
(bulat, agak bulat, bersudut, agak bersudut) karena bentuk butir juga mempunyai
pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah sebagai contoh dalam kondisi yang sama, butir-
butir bersudut (angular) mempunyai sudut geser yang lebih besar dari pada, butir-butir
bulat.Bentuk butir ditentukan dengan Pemeriksaan visual dengan bantuan kaca
pembesar (loupe) dan membandingkannya dengan pembanding standar.
Analisa. tapis tidak praktis dilakukan untuk tanah berukuran lebih kecil dari 0.075 mm.
Karena itu untuk tanah berbutir halus pengukuran ukuran butir dilakukan melalui proses
sedimentasi contoh tanah. Berdasarkan hukum Stoke, kecepatan mengendap butiran
tergantung dari diameter dan berat volume butiran serta viskositas cairan pengendap.
Butiran-butiran lebih halus akan mengendap lebih lama dari butiran yang lebih besar,
artinya: berat volume cairan pengendap juga akan berubah. Dengan menggunakan
hidrometer berat volume cairan pengendap pada interval-interval waktu tertentu diukur.
Dari hasil pengukuran itu persentase partikel diameter ekivalen butiran dapat dihitung.
Perlu juga diketahui bahwa karakteristik tanah lempung dan lanau lebih dipengaruhi oleh
sifatnya dari pada ukuran butirnya.
Terdapat beberapa standar penggolongan tanah berdasarkan ukuran butir partikel tanah
dengan perbedaan yang tidak signifikan. Kecuali standar ASTM yang umum dipakai di
Indonesia, terdapat beberapa standar lain sebagaimana yang diperlihatkan dalam
Gambar berikut.
Kenyataan-kenyataan yang menentukan pentingnya bentuk dan gradasi butir pada tanah
berbutir (pasir/ kerikil) adalah sebagai berikut:
Tanah yang bergradasi baik (well-graded) mempunyai sudut geser yang lebih besar
oleh karena itu mempunyai daya dukung yang lebih tinggi dibanding dengan tanah
yang bergradasi seragam (uniform-graded) atau bergradasi senjang (gap-graded).
Tanah yang bergradasi baik mempunyai sifat kurang "lolos air" (permeable)
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi seragam.
Tanah yang berbutir bulat lebih "lolos air" dibanding dengan tanah yang mempunyai
bentuk butir bersudut.
Material yang berbutir besar tidak mempunyai kohesi oleh karena itu muka air tanah
merupakan factor penting dalam perhitungan pondasi langsung atau sumuran pada
lapisan tanah tersebut. Contoh-contoh tanah untuk menentukan ukuran bentuk dan
gradasi dapat diambil dari hasil penyelidikan lapangan, contoh SPT, contoh tidak
terganggu atau terganggu.
Keterangan-keterangan ini penting dalam memilih tipe dan kedalaman pondasi yang
direncanakan dan di dalam memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu seperti.
penggerusan, muka air tanah dan sebagainya.
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air
yang mempunyai volume sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah tergantung
dari batuan induk (parent-ma terial) yang membentuknya. Berat jenis tanah diperlukan
untuk menghitung angka pori (void-ratio) masa tanah, derajat kejenuhan, karakteristik
pemampatan dan sifat-sifat lain yang penting, juga menunjukkan suatu sifat tanah,
misalnya tanah organis mempunyai berat jenis yang kecil, sedangkan adanya mineral
barit dan mineral berat lainnya dapat ditunjukan dari berat jenis tanah yang besar.
Contoh tanah untuk pemeriksaan berat jenis dapat diambil dari contoh tidak terganggu,
contoh SPT, maupun contoh terganggu.
Pada tanah yang berbutir halus banyaknya air yang mengisi ruangan pori mempunyai
pengaruh penting terhadap sifat-sifatnya. Tiga petunjuk atau indikasi dari pengaruh air
adalah batas cair (LL) batas plastis (PL) dan indeks plastis (PI), yang disebut batas-batas
Atterberg. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dari keadaan
cair menjadi keadaan plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu tanah
masih dalam keadaan plastis. Selisih LL dan PL di sebut PI (indeks plastis) yang
merupakan keadaan plastis.
Batas-batas Atterberg dapat menentukan sifat - sifat teknis tanah, sebagai contoh:
Tanah yang mempunyai LL lebih dari 50 kompresibilitasnya tinggi.
Tanah yang mempunyai indeks plastis tinggi (>25) peka terhadap perubahan kadar
air, sedangkan untuk PI>50 bersifat ekspansif (volume pengembangannya besar)
Batas Atterberg ini digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara material dengan
plastisitas cukup besar (lempung) dan material agak plastis atau non-plastis (lanau).
Keterangan-keterangan mengenai Atterberg merupakan penunjang dalam menentukan
jenis pondasi. Contoh untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari contoh S.P.T., contoh
tidak terganggu maupun terganggu. Pengujian batas Atterberg dilakukan menggunakan
alat Casagrande.
Prosedur yang lebih lengkap dapat dilihat pada AASHTO T89 dan T90.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan konsolidasi yang akan terjadi terhadap
tanah dimana pondasi/timbunan akan diletakkan. Hasil pemeriksaan konsolidasi dapat
digunakan untuk memilih jenis pondasi yang aman dan untuk menghitung besar dan
waktu penurunan yang akan terjadi.
Dalam penggunaan sistim pondasi tiang pada tanah lembek/kompresibel pemeriksaan
konsolidasi diperlukan untuk menghitung gesekan negatif yang terjadi antara tanah dan
dinding tiang (negatif skin friction). Untuk pemeriksaan konsolidasi diperlukan contoh
tanah tidak terganggu.
6.2.6. TRIAXIAL
Pemeriksaan triaxial digunakan untuk menentukan kohesi, sudut geser, tekanan air pori
dalam tanah. Data ini digunakan untuk menentukan daya dukung pondasi (pondasi
langsung, sumuran atau tiang).
Hasil pemeriksaan triaxial juga diperlukan untuk mendapatkan parameter tanah dalam
perencanaan bangunan penahan tanah serta analisa kemantapan lereng.
Untuk pemeriksaan triaxial diperlukan contoh tidak terganggu. Contoh yang kurang baik
tidak boleh digunakan, karena hasilnya akan memberikan angka-angka yang
menyesatkan.
Pemeriksaan kekuatan tekan bebas adalah pemeriksaan tekan satu arah (Uniaxial),
dimana benda uji tidak diberi tekanan samping selama mengalami pembebanan vertikal.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji
berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan.
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk tanah nonkohesif atau tanah kohesif yang
terlalu lembek sehingga tidak dapat berdiri tegak pada alat pemeriksaan dan runtuh
sebelum dibebani.
Untuk tanah, pemeriksaan ini biasanya dilakukan terhadap contoh tanah asli pada kadar
air aslinya, sedangkan untuk mengevaluasi sensitivitas pada benda uji itu, juga dilakukan
pemeriksaan pada contoh remasan (remoulded sample). Pemeriksaan.ini biasanya relatif
cepat dan tidak mahal. Pemeriksaan kuat tekan bebas dapat mengurangi jumlah
pemeriksaan triaxial, karena angka-angka kuat geser tanah dengan pemeriksaan kuat
tekan bebas dapat dipakai sebagai pembanding angka-angka geser tanah yang
dihasilkan dengan pemeriksaan triaxial. Kekuatan tekan bebas batuananya berlaku untuk
batuan yang utuh (tidak ada retakan) atau untuk formasi batuan yang jarak rekahan dan
bidang lapisannya berjauhan atau lebih besar dibandingkan dengan daerah pengaruh
beban pondasi. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap contoh inti atau contoh kubus yang
utuh.
Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah teraebut, dinyatakan dalam peran. Pemeriksaan kadar air ini
merupakan pemarikaaan yang sederhana dan murah tetapi penting bila digunakan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.
Umumnya tanah berbutir halus dengan kadar air yang tinggi, menunjukkan daya dukung
yang rendah dan atau menunjukkan kompresibilitas yang tinggi. Keadaan tanah berbutir
halus pada kondisi aslinya dapat dilihat dengan membandingkan kadar air asli tanah
tersebut dengan angka-angka Atterberg. Sebagai contoh, lempung jenuh dengan kadar
air mandekati batas cair menunjukan tanah dalam keadaan plastis yang mengalami
konsolidasi normal (normaly consolidated), sehingga mempunyai karakteristlk yang
membahayakan dilihat dari segi penurunan.
Lempung yang kadar air aslinya mendekati atau dibawah batas plastis menunjukkan
tanah tersebut telah mengalami pra-konsolidasi atau "over conaolidated" dan mempunyai
karakteristik yang tidak membahayakan dilihat dari segi penurunannya, selama beban
tidak melampai beban pra-konsolidasi. Kadar air dapat digunakan untuk menghitung
angka pori dari tanah yang jenuh apabila berat jenisnya diketahui.
Kepadatan setempat adalah satuan berat dari tanah tersebut yang.dapat dinyatakan
sebagai satuan berat total (berat air + berat butir tanah) atau sebagai - berat isi kering
(berat butir tanah per satuan isi). Kepadatan asli digunakan dalam perhitungan seperti
angka pori (void ratio), derajat kejenuhan dan sebagainya. Pada tanah berbutir kadar
berat isi yang tinggi menunjukkan sudut geser yang tinggi (menunjukkan daya dukung
yang tinggi). Pemeriksaan kepadatan dan kadar air dilakukan terhadap contoh tanah
tidak terganggu.
bab VI 1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1
6.1. UMUM 1
6.2. MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 2
6.2.1. KLASIFIKASI JENIS TANAH BERDASARKAN PROSES PEMBENTUKANNYA 2
6.2.2. BENTUK, UKURAN, TEKSTUR DAN GRADASI 8
6.2.3. BERAT JENIS (G) 11
6.2.4. BATAS-BATAS ATTERBERG 12
6.2.5. UJI KONSOLIDASI. 13
6.2.6. TRIAXIAL 13
6.2.7. GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR) 13
6.2.8. KEKUATAN TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH) 13
6.2.9. KADAR AIR DAN KEPADATAN SETEMPAT 14
RECORD OF BOREHOLE
NORTH JAVA ROAD IMPROVEMENT PROJECT
HASIL SONDIR
RANGKUMAN
Pada Bab I Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan menjelaskan dan membahas
secara singkat berkaitan dengan: Prinsip dasar dan persyaratan yang sangat perlu
diketahui oleh seorang SIB dalam pelaksanaan penyelidikan geoteknik untuk
pekerjaan jembatan.
Bab III Studi Pendahuluan, dijelaskan tentang data geoteknik (penyelidikan Tanah,
Prarencana Jalan dan Jembatan, Peta-Peta Dan Foto-Foto Udara) meliputi:
dokumen pelaksanaan dan penyelidikan tanah dari bangunan yang ada disekitar
rencana lokasi jembatan yang akan dibangun.
dokumen rencana lokasi jembatan yang akan dibangun.
dokumen peta-peta dan foto-foto udara.
dokumen-dokumen sejarah penggunaan lahan dan peristiwa-peristiwa geologi
yang pernah terjadi di daerah tersebut baik yang pernah dipublikasikan maupun
yang tidak dipublikasikan
Bab VII, Analisa dan Penyusunan Laporan, dijelaskan, dibahas dan diuraikan
mengenai :
Bor-Log Akhir
Penggambaran Penampang Tanah
Penyusunan Data Pemeriksaan
Pembuatan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
1. McAlpin, G. W., and Hoffmann, W. P., New York State Department of Public
Works, “Section 10 - Soil Explorations, Highway Engineering Handbook”,
1st edition, McGraw Hill, 1960.
14. Klyen, E.G., and Van Heerden, Using DCP Soundings to Optimize
Pavement Rehabilitation. Paper submitted for Annual Transportation
Convention, Johannesburg, July 1983. Report LS/83 Materials Branch,
Transvaal Roads Department, Pretoria, South Africa.
16. Erosion Control Reference Material, Updated Draft, May 2001, Alberta
Transportation.