Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR DI RUANGAN

IGD LUKA BAKAR RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

Marhawanti, S.Kep

18.04.007

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.........................................) (............................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2018/2019
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Juga disebabkan oleh kontak dengan suhu
rendah (ferosbite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian atau akibat lain
yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Revilla,2018).
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang
bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) (Marison,2014).
- Luka bakar termal : Agen pencedera dapat berupa api, air panas,
ataukontak dengan objek panas.
- Luka bakar api : Berhubungan dengan asap/cedera inhalasi.
- Luka bakar kimia :Terjadi dari tipe/kandungan agenpencedera,
sertakonsentrasi dan suhu agen.
- Luka bakar listrik :Suatu trauma yang disebabkan oleh arus listrik,yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan yanglebih dalam.
Faktor yang membedakan keparahan karena arus listrik:
1) Jenis dan besarnya arus listrik
2) Jalan masuknya arus listrik
3) Lama kontak dengan arus listrik.
B. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi denaturasi protein atau iosinasi isi sel (Yefta,2015).
Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar:
1) Api: kontak dengan kobaran api.
2) Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
3) Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan
organik.
4) Luka bakar listrik: tidak terlalu sering terjadi di Indonesia. Bisa timbul dari
sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang
unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh,
kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.
5) Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan
panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di Indonesia.
C. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari sumber-sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan oleh radiasi elektromagnetik.Pada kasus luka bakar
listrik kerusakan diakibatkan oleh arus listrik yang masuk ketubuh dan menjalar ke
jaringan. Ekstremitas biasanya terkena kerusakan jaringan yang lebih parah karena
ukurannya lebih kecil di banding tubuh, menyebabkan arus yang besar terkumpul
diekstremitas. Luka tambahan karena listrik adalah luka bakar pada kulit pada tempat
masuk dan keluarnya arus listrik karena putaran suhu tinggi oleh aliran listrik
(2,5000C) pada permukaan kulit, luka bakar yang terjadi karena baju korban terbakar.
Mungkin disertai patah tulang dan dislokasi karena otot-otot berkontraksi akibat listrik.
Luka bagian dalam biasanya termasuk kerusakan otot, kerusakan saraf dan
kemungkinan penggumpalan darah disebabkan tekanan arus listrik, kerusakan organ
dalam rongga atau perut (Yefta,2015).
Penderita luka bakar juga dapat mengalami kenaikan penguapan air. Di mana
selama 48 jam pertama kehilangan ini terutama disebabkan oleh eksudat pada
permukaan luka. Daerah kehilangan seluruh ketebalan kulit yang mula-mula kering dan
kurang mengalami penguapan air tetapi dengan semakin melunaknya luka bakar maka
penguapan air akan meningkat dengan cepat. Pada luka bakar seluruh ketebalan kulit
yang luas, penguapan dapat mencapai 6-8 liter sehari (Yefta,2015).
D. Fase – Fase Luka Bakar
Fase – fase luka bakar yaitu :
1) Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik (Yefta,2015).
2) Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme(Yefta,2015).
3) Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur (Yefta,2015)
E. Manifestasi Klinis
Menurut Marison 2014 beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang
terkena dan kedalaman luka:
1) Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,nyeri,
sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab, atau membengkak.Jika ditekan ,
daerah yang terbakar akan memutih, belum terbentuk lepuhan.
2) Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi kerusakan epidermis dan dermis.
Kulit melepuh, dasarnya tampak merah, atau keputihan dan terisi oleh cairan kental
yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.

3) Luka bakar derajat III


Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.Seluruh epidermis dan dermis telah
rusak dan telah pula merusak jaringan di bawahnya (lemak atau otot). Permukaannya
bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan
sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna
merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/ bulu ditempat
tersebut mudah dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami
kerusakan.Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika jaringan mengalami kerusakan
akibat luka bakar, maka cairan akan merembes dan pembuluh darah dan
menyebabkan pembengkakan.
Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan
tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga
darah yang mengalir ke otak sangat sedikit.
F. Kedalaman Luka Bakar
1) Luka bakar derajat I
a. Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
b. Kulit kering, hiperemi berupa eritema
c. Tidak dijumpai bulla
d. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari (Marison, 2015)
2) Luka bakar derajat II
Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar pucat keputihan (derajat
IIB), nyeri hebat terutama pada derajat IIA. Luka bakar derajat II ini dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu :
 Derajat II dangkal (superficial)
a. Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
c. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
 Derajat II dalam (deep)
a. Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
c. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhanterjadi lebih dari sebulan (Marison,2015).
3) Luka bakar derajat III
a. Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
b. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan
c. Tidak dijumpai bulae.
d. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar
e. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
f. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
g. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka (Marison,2015).
Gambar Klasifikasi luka bakar sesuai kedalamannya

Perbedaan Derajat 2 Derajat 3


1. Penyebab - Suhu lama & kontak - Suhu > tinggi atau
sedang kontak lebih lama.
2. Warna kulit bila - Merah - Putih pucat
epitel lepas
3. Rasa sakit - + - Tidak sakit
4. Penyerapan warna - + - +++
5. Penyembuhan - Superfisial 2 - 3 - Melalui jaringan
minggu granulasi
- Dalam 3 – 4
minggu

G. Luas Luka Bakar


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau
Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of
Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan
pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun (Majid,2015).

Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atau rule of Wallace, yaitu:

1) Kepala sampai leher :9%


2) Lengan kanan :9%
3) Lengan kiri :9%
4) Dada sampai prosessus sipoideus :9%
5) Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%
6) Punggung :9%
7) Bokong :9%
8) Genetalia :1%
9) Paha sampai kaki kanan depan :9%
10) Paha sampai kaki kanan belakang :9%
11) Paha sampai kaki kiri depan :9%
12) Paha sampai kaki kiri belakang :9%
100%
Berdasarkan tingkat keseriusan luka :
1) Luka bakar ringan/ minor
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
H. Komplikasi
1) Syok hipovolemik
2) Kekurangan cairan dan elektrolit
3) Hypermetabolisme
4) Infeksi
5) Gagal ginjal akut
6) Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri,
edema.
7) Paru dan emboli
8) Sepsis pada luka
9) Ilius paralitik (Revilla,2018).
I. Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar
1) Jauhkan dari sumber trauma
a. Api dipadamkan
b. Kulit yang panas disiram dengan air
c. Bahan kimia disiram dengan air mengalir.
d. Cara mematikan api :
 Pasien dibaringkan
 Ditutup dengan kain basah atau berguling – guling.
2) Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir
selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama
pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian
luka bakar – Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang
terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah
mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan
risiko hipotermia – Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah
mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih
(Majid,2015).
3) Bebaskan jalan nafas, misalnya :
a. Buka baju
b. Lendir diisap
c. Trakheotomi dilakukan bila ada keraguan akan jalan napas.
4) Perbaiki pernapasan ( resusitasi pernapasan )
5) Terbakar di ruangan tertutup, persangkaan keracunan CO, maka diberikan O2
murni.
6) Perbaiki sirkulasi ( infus RL / NaCl )
7) Trauma asam / basa, bilas dengan air mengalir terus – menerus.
8) Baju , alas & penutup luka/ tubuh, diganti dengan yang steril.

Tindakan Sebelum RS Untuk Melindungi Luka :


1) Isolasi luka dari sekitarnya
2) Jaga agar luka tidak dehidrasi
3) Jaga agar luka dalam keadaan istirahat.
Gangguan Yang Segera Terjadi :
1) Akibat listrik : Apnea, fibrillasi ventrikel
2) Rasa sakit : Bilas dengan air dingin
3) Keracunan CO : Sakit kepala, muntah – muntah ( berikan O2 murni)
4) Edema luas & mendadak, gangguan sirkulasi terjadi karena :
a. Perubahan permeabilitas pembuluh darah. Koloid dengan molekul 300.000 dapat
keluar dari pembuluh darah → menurunkan tekanan onkotik → edema
b. Potensial membrane sel menurun → Na& air masuk → K keluar sel →
peristaltik usus menurun.
J. Terapi Cairan
Tujuan : Memperbaiki sirkulasi & mempertahankan keseimbangancairan
Indikasi :
1) Luka bakar derajat 2 – 3 dan > 25 %
2) Tidak dapat minum
3) Terapi cairan stop “intake” oral dapat menggantikan parenteral
K. Resusitasi Cairan
Menurut Yefta 2015 Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
a. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan
koloid:
Larutan Kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal,
cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini
banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
Larutan Hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5%
dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik
meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari
intraseluler.
Larutan Koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran. Molekul
koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena
itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka
bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium
yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma
selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun
umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki
permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel
sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan
menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti
oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi diharapkan dapat
mencegah terjadinya SIRS.
b. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler,
oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi
dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian
orang berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan
untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid
bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik
masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka
bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan
bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian
cairan kristaloid.
c. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai
empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac
output dan memperbaiki transpor oksigen.
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-
30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan
cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)] ml. 70% adalah volume total
cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat
menimbulkan gejala klinik sidrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan
pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada
waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada
kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
 Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jampertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua,
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
 Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB
dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata
dalam 24 jam.
 Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal
6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui
kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan
50% dari jam sebelumnya.
 Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
 Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase
lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.
Penatalaksanaan 24 jam kedua
 Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah glukosa5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan
ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin
<1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
 Pemantauan analisa gas darah, elektrolit
Penatalaksanaan setelah 48 jam
 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin
dan hematokrit.
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
 Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
 Hari II:Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan
16jamberikutnya.
Pada anak:
 Hari I:
RL:dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
5-15 thn = kgBB X 75cc
>15 thn = kgBB X 50cc
 Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland:

 Hari I (24jam pertama):

8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam


 Penambahan cairan rumatan pada anak :

4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama

2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)

1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi
urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.

2. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara
alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi,
mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial.Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil,
karena merupakan tindakan yang cukup berat.Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga
bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment
syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi
kebas pada ujung-ujung distal.Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap.Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi.Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka.
L. Penatalaksanaan
Menurut Yefta 2015 perawatan luka terdiri atas :
1) Perawatan Luka
a. Pencucian dengan larutan detergen encer
b. Kulit compang – camping dibuang
c. Bila luka utuh > 5 cm cairan dihisap, < 5 cc dibiarkan
d. Luka dikeringkan, diolesi dengan mercurochrome atau silver sulfadiazine.
e. Perawatan terbuka atau tertutup dengan balutan
f. Pasien dirawat di ruangan steril
2) Perawatan Di Ruangan
a. Perawatan terbuka dengan krim SSD (Silver Sulfadiazine), merupakan obat
yang dapat menembus eskar.
b. Mandi 2 hari sekali dengan air mengalir
c. Eskratomi dilakukan bila ada penekanan saraf / pembuluh darah.
d. “Skin Graft” dilakukan setelah mulai ada granulasi
3) Antibiotik :
a. Disesuaikan dengan epid. Kuman di ruangan.
b. Pemberian selanjutnya disesuaikan hasil kultur
4) Toxoid – ATS :
Diberikan semua pasien 1 cc tiap 2 minggu/ 3 x, selama 5 hari.
Antasid→ Mengurangi asam lambung
Nutrisi → Jumlah kalori + protein ( TKTP )→ Kalori> 60 % dari perhitungan
Reborantin diberikan → Vitamin C, B Compleks, Vitamin A (10.000/Mgg ).
Fisioterapi → Dilakukan lebih awal berupa latihan pernafasan &pergerakan otot
atau sendi.
5) Nilai Lab :
a. Pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam → 2 hari I. dan tiap – tiap 2 hari pada 10 hari
berikutnya.
b. Fungsi hati & ginjal tiap minggu
c. Elektrolit / hari → I minggu pertama
d. Analisa gas darah bila nafas > 32 x / menit.
e. Kultur jaringan pada hari I, III, VIII
M. Pemeriksaan Penunjang
1) Sel darah merah (RBC)
Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel
darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel
darah merah karena depresi sumsum tulang.
2) Sel darah putih (WBC)
Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai
respon inflamasi terhadap injuri.
3) Gas darah arteri (AGD)
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
4) Karboksihemoglobin (COHbg)
Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang
mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
5) Serum elektrolit :
Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan
sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika
diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan. Sodium pada tahap
permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat
terjadi hipernatremia.
6) Sodium urine
Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan,
sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi
cairan.
7) Alkaline pospatase
Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium.
8) Glukosa serum
Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
9) BUN/Creatinin
Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian
creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
10) Urin
Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah
kehitaman menunjukan adanya mioglobin
11) Rontgen dada
Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
12) Bronhoskopi
Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya
edema, perdarahan dan atau ulserasi padasaluran nafas bagian atas.
13) ECG
Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik.
14) Foto Luka
Sebagai dokumentasi untukmembandingkan perkembanganpenyembuhan luka
bakar.
BAB II
Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2) Sirkulasi
Tanda : (Dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi(syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yangcedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi,kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan(semua luka bakar)
3) Integritas ego
Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,kecacatan.
Tanda : Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarikdiri,
marah.
4) Eliminasi
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warnamungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelahkebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi);penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakarkutaneus lebih
besar dari 20% sebagai stres penurunanmotilitas/peristaltik gastrik.
5) Makanan/cairan
Tanda : Oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6) Neurosensori
Gejala : Area batas; kesemutan.
Tanda : Perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendondalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syoklistrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunanketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membranetimpani (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliransaraf).
7) Nyeri/kenyamanan:
Gejala : Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secaraeksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara danperubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat keduasangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalanderajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; lukabakar derajat
tiga tidak nyeri.
8) Pernafasan
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinancedera
inhalasi).
Tanda : Serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasicedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien luka bakar adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan cairan elektrolit dan protein masuk ke ruang interstisiel
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme, katabolisme, kehilangan nafsu makan
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan
7) Resiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
1 Nyeri berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
trauma luka bakar keperawatan selama 3x24 jam, klien mampu 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
mengontrol nyeri, nyeri berkurang dan komprehensif termasuk lokasi,
tingkat kenyamanan meningkat. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil : dan ontro presipitasi.
a. Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan ketidaknyamanan.
kenyamanan fisik dan psikologis. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
b. Skala Nyeri dalam batas normal 4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi
c. TD : 120/80 mmHg, nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
N : 60-100x/menit kebisingan.
S : 36-36,5°C, 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
P : 16-20x/menit. (farmakologis/non farmakologis).
6. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll)
7. Evaluasi tindakan pengurangan
nyeri/kontrol nyeri
8. Penatalaksanaan dalam pemberian
analgetik.
2 Defisit volume cairan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Hypovolemia Management
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, defisit 1. Observasi inteke dan output setiap jam.
peningkatan permeabilitas volume cairan teratasi 2. Observasi tanda-tanda vital
kapiler yang mengakibatkan Kriteria Hasil : 3. Timbang berat badan
cairan elektrolit dan protein a. Mempertahankan urine output sesuai 4. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar
masuk ke ruang interstisiel dengan usia dan BB, BJ urine normal tiap sesuai indikasi
b. TTV dalam batas normal 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam.
c. Turgor kulit dan membran mukosa pemberian cairan lewat infuse
lembab, tidak ada rasa haus yang 6. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb,
berlebihan Ht, Elektrolit, Natrium urine rando
d. Jumlah dan irama pernafasan dalam batas 7. Monitor respon pasien terhadap
normal penambahan cairan
8. Dorong pasien untuk menambah intake
oral
3 Ketidakefektifanperfusi Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Manajemen sensasi perifer
jaringan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, perfusi 1. Observasi inteke dan output setiap jam.
dengan penuruan curah jaringan dapat teratasi 2. Observasi tanda-tanda vital
jantung Kriteria Hasil : 3. Timbang berat badan
a. Tekanan systole dan diastole dalam 4. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar
rentang yang diharapkan tiap sesuai indikasi
b. Tidak ada ortostatik hipertensi 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam.
c. Tidak ada tanda- tanda peningkatan pemberian cairan lewat infuse
tekanan intrakranial 6. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb,
Ht, Elektrolit, Natrium urine rando
4 Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh berhubungan dengan nutrisi dapat teratasi 2. Anjurkan klien untuk meningkatkan
peningkatan metabolisme, Kriteria hasil intake fe
katabolisme, kehilangan a. Adanya peningkatan BB 3. Anjurkan klien untuk meningkatkan
nafsu makan b. BB ideal sesuai dengan tinggi badan protein dan vitamin C
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan 4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
nutrisi kalori
5. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
6. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
7. Berikan perawatan oral
8. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan
makanan kecil untuk mencegah
kekurangan protein dan memenuhi
kebutuhan kalori.
9. Timbang BB tiap minggu untuk
melengkapi status nutrisi
10. Catat intake dan output
5 1. Kaji kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24 jam di harapkan 2. Observasi kerusakan integritas kulit
3. Lakukan tindakan perawatan luka
kerusakan jaringan tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
4. Anjurkan klien jaga kebersihan kulit
Kriteria Hasil :
5. Penatalaksanaan pemberianterapi
a. Tidak adanya infeksi pada luka 6. Berikan tehnik distraksi pada pasien
b. Kelembaban luka tetap terjaga 7. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan
c. Adanya jaringan granulasi makanan kecil
8. Berikan vitamin tambahan dan mineral-
mineral
9. Tutup daerah terbakar untuk mencegah
nekrosis jaringan
10. Monitor vital sign untuk mengetahui
tanda infeksi
6 Hambatan mobilitas fisik Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Bantuan Perawatan Diri
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan 1. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi
gangguan pergerakan klien menunjukkan mobilitas optimal. kebutuhan sehari-hari.

Kriteria Hasil : 2. Mengetahui kemampuan klien dan dapat


memenuhi kebutuhannya
a. Mempertahankan posisi fungsional.
3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
b. Menunjukkan teknik yang memampukan
sehari-hari.
melakukan aktivitas
4. Bantu dan latihan yang teratur
membiasakan klien melakukan aktivitas
sehari-hari.
5. Anjurkan keluarga untuk kooperatif
dalam perawatan
6. Keluarga dapat membantu dan bekerja
sama memenuhi kebutuhan klien dan
mempercepat proses penyembuhan.
7 Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukantindakan Kontrol Infeksi
keperawatan selama 3 x24 jam pasien tidak
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
mengalami infeksi Kriteria hasil :
2. Pertahankan tekhnik aseptik

a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu

(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, dan fungsi 4. Pertahankan hand hygiene

Laesa) 5. Penatalaksanaan pemberian antibiotik

b. Menunjukkan kemampuan untuk 6. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi

mencegah timbulnya infeksi 7. Perhatikan keluhan klien terhadap

c. Jumlah leukosit dalam batas normal 4,0- keluhan peningkatan nyeri, rasa

10,0 terbakar, eritema atau bau tak sedap.


8. Observasi luka terhadap pembentukan
bula, perubahan warna luka, bau
drainase yang tidak sedap.
9. Lakukan perawatan luka sesuai protocol
dengan tehnik steril.
10. Lakukan perlindungan infeksi.
11. Berikan therapy obat-obatan sesuai
indikasi; anti biotic, TT dll.
12. Bersihkan lingkungan dengan baik
setelah digunakan untuk setiap pasien
Daftar Pustaka

Majid, A. dan Agus S.P., 2015. Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar.
Penerbit: Gosyen Publishing. Yogyakarta

G Revilla - Jurnal Kesehatan Andalas, 2018 - Pengaruh Bone Marrow


Mesenchymal Stem Cells Terhadap Sekresi VEGF pada Penyembuhan Luka
Bakar Tikus.jurnal.fk.unand.ac.id

Marison, J moya. 2014. Manajemen Luka. Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Moenadjat, Yefta. 2015. Luka Bakar. Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Intervensi Classification. Edisi ke


6. Indonesia: Elsevier

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Outcomes Classification. Edisi ke


6. Indonesia: Elsevier

Blackwell, Wiley. (2015-2017). NURSING DIAGNOSES Defenition and


Classification. Edisi 10. Jakarta :EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai