Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HEMATHORAKS DI RUANG

IGD BEDAH RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO


MAKASSAR

Marhawanti, S.Kep

18.04.007

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.........................................) (............................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2018/2019
BAB 1
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Hematothorax adalah akumulasi darah dalam dada, atau masalah yang
relative umum, paling sering akibat cedera untuk struktur intrathoracic atau
dinding dada. (Caroline, 2015)
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi
pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang
menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong
pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura. (Caroline, 2015)
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal
darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar. Meskipun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai
hematokrit minimal 50% diperlukan untuk membedakan hemothorax dari
perdarahan efusi pleura, kebanyakan penulis tidak setuju pada setiap
perbedaan spesifik (Black, 2014)
B. Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
akan menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemothoraks)
dan rongga abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan
tembakan. (Caroline, 2015)
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga
dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau
jantung, kanker pleura atau paru, dan tuberculosis. Selain itu, penyebab
lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung torakostomi.
Laporan kasus melibatkan terkait gangguan seperti penyakit hemoragik
pada bayi baru lahir (misalnya, kekurangan vitamin K), Henoch-Schönlein
purpura, dan beta thalassemia / penyakit E hemoglobin. Kongenital
malformasi adenomatoid kistik sesekali menghasilkan hemothorax. (Caroline,
2015)
C. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma
yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma
langsung pada jantung.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah
gangguan faal jantung dan pembuluh darah.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah.
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL).
Karena rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter
darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi
keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga
pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat
berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan
benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Caroline,
2015)
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah:
1. Nyeri dada,
2. Pasien menunjukkan distres pernapasan berat
3. Napas pendek
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Pucat
7. Dingin
8. Takipneu
9. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok (Black, 2014)
E. Komplikasi
Hemotorax yang tidak segera ditangani akan menimbulkan berbagai
dampak yang berbahaya bagi pasien. Darah yang berkumpul dalam rongga
pleura apabila tidak dikeluarkan akan menjadi zat iritandarah yang
terakumulasi akan menyebabkan peningkatan efusi serum yang meningkatkan
volume rongga pleura. Darah yang dibiarkan akan mengalami penggumpalan
dalam rongga pleura .Pada klien dengan posisi rekumben maka gumpalan
akan terbentuk dan menebal di area dasar posterior, apeks dan sedikit di
bagian anterior pleura. Setelah terjadi penggumpalan maka akanterbentuk
hemotorax terorganisasi. Hemotorax terorganisasi terdiri dari tiga lapisan.
Lapisan paling dalam berisi darah yang masih sedikit cair, lapisan tengah
berisi deposit jaringan fibrin yang sudah terorganisasi, sedangkan lapisan
paling luar berisi fibroblas yang menghasilkan matrix fibrin. Dalam matrix
fibrin akan terbentuk pertunasan pembuluh darah baru. Kumpulan fibroblas
ini akan menghasilkan jaringan kolagen yang menyebabkan fibrosis pada
paru-paru. Jaringan skar yang terbentuk akan menyebabkan paru-paru sulit
melakukan ekspansi, karena jaringan skar akan menekan paru-paru dan
menyebabkan paru-paru menjadi kaku atau mungkin mengalami contract.
Kondisi in disebut fibrinothorax, (Caroline, 2015).
Fibrinothorax, komplikasi lain adalah terjadinya infeksi. Darah yang
terakumulasi merupakan media yang sangat subur untuk perkembangan
bakteri ataupun pagen infeksi lain. Apabila hemothorax tidak ditangani segera
maka akan berkembangn infeksi pada torax, selain fibrinothorax, komplikasi
lain yang dapat terjadi yaitu, adhesi pecah, bula paru pecah, kehilangan darah,
kegagalan pernafasan, kematian dan fibrosis atau parut dari membran pleura,
(Caroline, 2015).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
Pleura. Pada kasus trauma tumpul dapat terlihat
pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau
pneumotoraks.
2. AGD : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengompensasi. PCO2 kadang-kadang
meningkat > 45. PO2 mungkin normal atau menurun
< 80, saturasi oksigen biasanya menurun.

3. Hemoglobin : Kadar Hb menurun < 10 gr %, menunjukkan


kehilangan darah
4. Volume tidal menurun < 500 ml, kapasitas vital paru menurun
(Bararah, 2013)
5. Torakosentesis dan WSD
6. Analisis Cairan Pleura
Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan tersebut
diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan hemotoraks jika
kadar hemoglobin atau hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari
kadar hemoglobin atau hematokrit darah perifer
7. CT scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk mengetahui
cairan pleura atau darah, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi
bekuan darah. Selain itu, CT scan juga dapat menentukan jumlah bekuan
darah di rongga pleura (Caroline, 2015)
G. Penatalaksanaan
1. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan
tidak memerlukan tindakan khusus.
2. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh
dipasang penyalir sekat air.
3. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan
transfusi.
H. Pencegahan
1. Selalu menggunakan pengaman saat berkendara
2. Membiasakan makan makanan yang sehat dan rajin olahraga agar
peredaran darah lancar dan tidak terjadi pembekuan darah serta
penyakit lainnya
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
a. Umur : sering terjadi usia 18-30 tahun
b. Pekerjaan : buruh atau pekerja berat
c. Alergi terhadap obat, makanan dan minuman tertentu
d. Pengobatan terakhir
e. Riwayat penyakit dahulu
f. Riwayat penyaakit sekarang
g. Keluhan
h. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
i. Sirkulasi
Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan
jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
j. Psikososial
Tanda : ketakutan, gelisah.
k. Makanan atau cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral atau infuse tekanan.
l. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-
tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam.Tanda : Perilaku distraksi,
mengerutkan wajah
m. Pernapasan
Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal
kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada
: gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung,dan pingsan.
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau trauma :
penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema atau
efusi), keganasan (mis.Obstruksi tumor).
n. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

Pemeriksaan fisik
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas , Nyeri , batuk-batuk , Terdapat retraksi ,
klavikula / dada . Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi
ditemukan Adanya suara sonor atau hipersonor atau timpani ,
hematotraks ( redup ) Pada asukultasi suara nafas , menurun ,
bising napas yang berkurang atau menghilang . Pekak dengan
batas seperti , garis miring atau tidak jelas.Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia , lemah , Pucat , Hb turun / normal .Hipotensi
3. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas . Ada luka bekas tusukan benda
tajam. Terdapat kelemahan.Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau
adanya kripitasi sub kutan.
4. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
5. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan b.d penurunan ekspansi paru karena
penumpukan cairan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan
C. Rencana / Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 - Domain 4 Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan Monitor pernafasan 3350
Aktivitas/istirahat selama 1 X 6 jam diharapkan pola nafas pasien 1. Monitor frekuensi pernafasan dan kesulitan
- Kelas 4 Respons efektif dengan kriteria hasil : bernafas
kardiovaskuler/pulmonal Statsus pernafasan 0415 2. Monitor suara nafas tambahan
- Ketidakefektifan pola 3. Monitor pola nafas
- 041522 Tidak terdapat suara nafas tambahan
napas berhubungan Terapi Oksigen 3320
(rales, ronchi, wheezing, crakels, snoring)
dengan deformitas 1. Siapkanperlatan oksigen
- 041501Frekuensi nafas dalam batas normal
dinding dada 00032 2. Berikan oksigens sesuai intruksi
(RR 16-24x/menit)
3. Monitor aliran oksigen
- 041502Irama nafas regular
4. Anjurkan pasien posisi semifowler
2 - Domain 11: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3140 manajemen jalan nafas
keamanan/perlindungan selama 1x 6 jam maka diharapkan status 1. Monitor status respirasi dan oksigenasi
- Kelas 2: cedera fisik pernafasan efektif dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan jalan nafas
- Ketidakefektifan Kepatenan jalan nafas 0410 3. Auskultasi suara nafas
bersihan jalan napas b.d 4. Berikan oksigen
- 041004 ferkuensi pernafasan tidak dari
peningkatan sekresi
kisaran normal
sekret 00031
- 041005 irama pernafasan tidak dari kisaran 3160 Penghisapan lendir pada jalan nafas
normal
1. Monitor adanya secret
- 041007 suara nafas tambahan tidak ada
2. Aukultasi suara nafas sebelum melakukan
suction
3. Informasikan kepada keluarga pasien tentang
tindakan pasien
4. Gunakan peralatan steril pada saat melakukan
suction
3 - Domain 12 : Setelah dilakukan tindakan asuahan keperawatan Manajemen Nyeri 1400
Kenyamanan selama 1x6 jam maka diharapkan nyeri 1. lakukan pengkajian nyeri secara
- Kelas 1 : Kenyamanan berkurang dengan kriteria hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Fisik Kontrol Nyeri 1605 durasi, frekuensi
- Nyeri akut b/d agen - 060511 Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Anjurkan posisi yang senyaman mungkin
cedera fisik 00132 penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik 3. Ajarkan teknik non farmakologis : tekni
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, relaksasi napas dalam.
mencari bantuan) 4. Kolaborasi pemberian analgesik
- 060502 Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
- 060513 Mengatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.m., Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah; Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier

Caroline, Nancy, Eling, Bob. (2015). Caroline’s Emergency Care in the Street.
London: Jones and Barlett Publisher

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Intervensi Classification. Edisi ke


6. Indonesia: Elsevier

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Outcomes Classification. Edisi ke


6. Indonesia: Elsevier

Blackwell, Wiley. (2015-2017). NURSING DIAGNOSES Defenition and


Classification. Edisi 10. Jakarta :EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai