Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI

DI RUANG IGD OBGYN RSUP WAHIDIN


SUDIROHUSODO MAKASSAR

Marhawanti, S.Kep
18.04.007

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.........................................) (...........................................)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2018/2019
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Ketuban pecah dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum
persalinan berlangsung ( Manuaba, 2015 ). Ketuban pecah dini (KPD) di
definisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD pretern adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan setelah di tunggu satu jam sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan ( Prawirohardjo,2015 ).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung
dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu
maupun kehamilan aterm (Manuaba, 2015)
Ketuban merupakan hal yang penting dalam kehamilan karena ketuban
memiliki fungsi seperti ; memproteksi janin, mencegah perlengketan janin
dengan amnion, agar janin bergerak dengan bebas, regulasi terhadap panas
perubahan suhu dan meratakan tekanan intra-uteri dan membersihkan jalan
keluar saat melahirkan (Manuaba,2015).

B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau

meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang

dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga disebabkan karena

inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin


(seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina / serviks (Prawirohardjo,

2015).

Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah

: (Prawirohardjo, 2015)

a) Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion

dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan

komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat menjadi sepsis.

Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun

asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa

menyebabkan terjadinya KPD.

b) Serviks yang inkompeten

Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh

karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage). Serviks

yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada

adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan

kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan

kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan

kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian
besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada

konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks

pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.

c) Trauma

Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini.

Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari

frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan

penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya

ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat

menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai

infeksi.

d) Ketegangan intra uterin

Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan

hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang

meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)

misalnya trauma, hidramnion, gamelli.

e) Kelainan letak,

Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi

pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran


bagian bawah.

f) Paritas

Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara

adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik

mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah

dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil,

gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan

kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat

hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan

yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti

keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita

yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak

hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami

ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran

yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban

pecah dini pada kehamilan berikutnya.

g) Usia kehamilan

Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi

diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan


preterm (Prawirohardjo, 2015). Pada kelahiran <37 minggu sering terjadi

pelahiran preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih sering mengalami

KPD (Manuaba, 2015).

Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia

kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi

pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian

ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko

kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini

preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada

ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila

ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23

minggu.

h) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.

Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat

adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga

memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm

terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban

pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada


kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini

akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada

wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena

komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen

yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.

C. Patofisiologi
Adanya faktor penyebab seperti hipermotalitas rahim, selaput ketuban
yang terlalu tipis, infeksi dan faktor predisposisi, multi para, malposisi,
servik, inkompeten, gamelli, hidramnion dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan tersebut disebut periode
laten atau large periode. Makin muda umur kehamilan makin memanjang
large periode sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasanya yaitu
pada premi 10 jam dan pada multi 20 jam. Pengaruh ketuban pecah dini
terhadap janin yaitu walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi
tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra uteri lebih dulu terjadi
(amnionitis). sebelum gejala dirasakan pengaruh terhadap ibu yaitu karena
jalan yang telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi apalagi terlalu sering
jalan yang terbuka, maka dapat terjadinya infeksi saat pemeriksaan dalam.
Selain itu juga dapat dijumpai peritonitis dan septikemia ibu merasa lelah
karena berbaring di tempat tidur partus akan menjadi lama keluar dan terjadi
peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,5 C nadi cepat dan nampaklah gejala
infeksi yang akan meningkatkan angka kematian ibu (Manuaba,2015).
PATHWAY
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis pada ketuban pecah dini menurut Manuaba 2015 yaitu :
a) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina
b) Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
kemungkinan cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri-
ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi bila anda duduk
atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara.
c) Demam
d) Bercak vagina yang banyak
e) Nyeri perut
f) Denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
E. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu
adalah (Manuaba,2015) :
a) Sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
b) Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD
c) Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion)
d) Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada
KPD.
e) Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.
f) Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

F. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi, bau
dan PH nya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin
juga urine atau secret vagina, Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna ,tetap kuning .
 Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
 Mikroskop (tes pakis ),dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun psikis.
b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit . Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan
caranya ,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sederhana. (Manuaba, 2005,)
G. Penatalaksaan
a) Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial.
 Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk
mengurangi atau berhenti.
 Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
 Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir
bila ada faktor predisposisi.
 Panduan mengantisipasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat
berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila
ketuban pecah. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat
mengakibatkan prolaps tali pusat
b) Bila ketuban telah pecah
 Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban.
 Bila robekan ketuban tampak kasar : Saat pasien berbaring terlentang
, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan dari vagina.
Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide
untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop. Sebagian cairan
diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji
diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina
menggunakan jeli K-Y.
H. Pencegahan
KPD bisa dicegah dengan menghindari faktor-faktor risikonya, di
antaranya memeriksakan kehamilan secara teratur. Kehamilan Ibu juga harus
sehat, karena itu jagalah kehamilan dengan pola hidup sehat. Selama masa
kehamilan, ingatlah untuk selalu mengonsumsi makanan sehat, minum
cukup, berhenti merokok, olahraga teratur, istirahat, tidak mengangkat
barang yang berat-berat, dan tentunya tidak stres. Banyak mengonsumsi
buah agar ketubannya lentur, kuat, dan tidak mudah robek.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit : Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan
pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu
dengan atau tanpa komplikasi
c. Riwayat kesehatan dahulu
 Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
 Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
 Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
 Selaput amnion yang lemah/tipis
 Posisi fetus tidak normal
 Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks
yang pendek
 Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
d. Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher
 Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva
 Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis .
 Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
 Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa
gigi,
 Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
Dada
 Troraks
 Inspeksi kesimetrisan dada,jenis oernapasan torakaabdominal,dan
tidak ada retraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal.
 Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
 Auskultasi:terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan,Bunyi napas
normal vesikuler
 Abdomen
 Inspeksi :ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
 Palpasi:TFU kontraksi ada/tidak ,Posisi ,kansung kemih
penuh/tidak
 Auskultasi: DJJ ada/tidak.
 Genitalia
 Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red,
Edema, discharge, approxiamately) ; pengeluaran air ketuban
(jumlah ,warna,bau dan lender merah muda kecoklatan .
 Palpas :pembukaan serviks(0-4) Ekstrimitas :edema ,varises
ad/tidak.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko Infeksi : (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat,
gawat janin)
3. Risiko cedera pada janin (nyeri abdomen, nyeri jalan lahir, Kpd)
4. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi,abcaman pada diri
sendiri/janin
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri
dengan agen cedera fisik keperawatan selama 1x6 jam maka
1. Observasi reaksi nonverbal dari
diharapkan nyeri berkurang dengan
ketidaknyamanan
kriteria hasil :
2. Kaji nyeri secara komprehensif
Kontrol Nyeri 1605
- 060511 Mampu mengontrol nyeri (tahu (durasi, frekuensi, skala dll)
penyebab nyeri, mampu menggunakan 3. Anjurkan posisi senyaman mungkin
teknik nonfarmakologi untuk 4. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 5. Kolaborasi pemberian analgesik
- 060502 Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri
- 060513 Mengatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
2. Resiko Infeksi : (factor Setelah dilakukan tindakan asuhan Kontrol Infeksi
resiko: infeksi intra keperawatan selama 1x6 jam maka 1. Pantau tanda gejala infeksi sistemik
partum, infeksi uterus diharapkan tidak terjadi infeksi dengan dan lokal
berat, gawat janin) kriteria hasil: 2. Kaji factor yang meningkatkan
serangan infeksi
Kontrol Resiko, Dengan
3. Ajarkan hand hygiene 6 langkah
- 190220 Perawat mampu
dalam 5 moment
mengidentifikasi faktor resiko 4. Batasi pengunjung minimal 2 orang
- 190201 Perawat mampu mengenali
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
faktor resiko individu
- 190202 Perawat mampu memonitor
faktor resiko di lingkungan
- 190203 Perawat mampu memonitor
faktor resiko individu
3. Risiko cedera pada janin Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantauan Denyut Jantung Janin
1. Periksa denyut jantung janin selama 1
(nyeri abdomen, nyeri keperawatan selama 1x6 jam maka
menit
jalan lahir, Kpd) diharapkan tidak terjadi cedera pada janin 2. Monitor denyut jantung janin per 30
menit
dengan kriteria hasil:
3. Monitor tanda-tanda vital ibu
Tingkat Cedera
4. Anjurkan posisi senyaman mungkin
- Tanda vital-vital dalam batas normal
5. Identifikasi adanya pengguaan obat,
- Denyut jantung janin dalam batas
diet dan merokok
normal
- Tidak ada perdarahan

4. Ansietas yang Setelah dilakukan tindakan asuhan Pengurangan Kecemasan


keperawatan selama 1x6 jam maka 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
berhubungan dengan krisis
diharapkan tidak terjadi ansietas ada ibu
menyakinkan
situasi,ancaman pada diri dengan kriteria hasil :
2. Menyatakan dengan jelas harapan
Tingkat Kecemasan
sendiri/janin
1. 121105 Postur tubuh dan bahasa tubuh terhadap perilaku klien
3. Jelaskan semua prosedur termasuk
dan aktifitas menunjukkan
sensasi yang akan dirasakan yang
berkurangnya kegelisahan
2. 121107 Wajah klien nampak tidak mungkin akan dialami klien selama
tegang prosedur (dilakukan)
3. 121115 Serangan panikan klien 4. Pemahaman situasi krisis yang terjadi
berkurang dari prespektif klien
5. Berikan informasi faktualtekait
diagnosis, perawatan dan prognosis
6. Berada disisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan

5. Intoleransi aktivitas yang Setelah dilakukan tindakan asuhan Self care assistance : ADLs
berhubungan dengan keperawatan selama 1x6 jam maka 1. Monitor vital sign sebelum/sesudah
diharapkan intoleransi aktivitas dapat
hipersensitivitas beraktifitas dan lihat respon pasien
terpenuhi dengan kriteria hasil :
Toleransi Terhadap Aktivitas saat beraktifitas
- Berpasrtisipasi dalam akitivitas fisik 2. Bantu pasien dalam pemenuhan
tanpa disertai peningkatan tekanan darah, kebutuhan Adl (makan dan minum,
nadi dan Pernapasan perawatan diri, eliminasi dan
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari
mobilisasi)
secara mandiri 3. Dampingi dan membantu pasien saat
- Tanda-tanda vital normal
pemenuhan kebutuhan eliminasi
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida bagus Gede, 2015, Phanthoom obstetri (edisi revisi), Penerbit Buku
Kedokteran, EGC : Jakarta.

Prawirohardjo.2015. Buku Ilmu Kebidanan. Penerbit Buku PT Bina Pustaka Sarwano


Prawirohardjo : Jakarta

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Intervensi Classification. Edisi ke 6.


Indonesia: Elsevier

Gloria, Howard, Joanne, Cherly.(2015).Nursing Outcomes Classification. Edisi ke 6.


Indonesia: Elsevier

Blackwell, Wiley. (2015-2017). NURSING DIAGNOSES Defenition and Classification.


Edisi 10. Jakarta :EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai