Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegiatan pariwisata di dunia semakin mengalami peningkatan, meskipun perkembangan
ekonomi di dunia tidak begitu pasti tingkatannya. Penikatan wisatwan semakin tinggi dari
tahun ke tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan pariwisata di dunia semakin
berkembang.
Adanya peningkatan wisatwan dunia dari tahun ke tahun juga meliputi wisatwan yang
berkunjung ke Indonesia dan dengan hal ini dapat membantu meningkatkan pendapatan
negara yang dikunjungi oleh wisatwan tersebut karena pariwisata merupakan salah satu kunci
dalam perolehan devisa bagi pembangunan nasional maupun daerah. Untuk hal itu, setiap
tempat wisata di Indonesia sebaiknya terus mengembangkan wisatanya agar dapat menjadi
daya tarik tersendiri mulai dari fasilitasnya sampai akses yang lancar utnuk menju ke objek
wisata tersebut.
Namun dalam kegiatan pariwisata tersebut, haruslah ada hal-hal yang diatur dalam aturan
yang resmi seperti Undang-Undang. Hukum tersebut mengatur semua hal-hal yang wajib
dilakukan oleh para pemilih usaha di bidang pariwisata. Selain itu juga mengatur tentang hak
serta kewajiban dari wisatawan sendiri dalam kegiatan mereka berwisata.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian hukum kepariwisataan?
2. Apa dasar hukum kegiatan kepariwisataan?
3. Bagaimana hubungan-hubungan hukum dalam kegiatan kepariwisataan?
4. Apa saja subjek dan objek kegiatan kepariwisataan?
5. Apa saja tanggung jawab pelaku bisnis kepariwisataan?

1.3. Tujuan
1. Apa pengertian hukum kepariwisataan?
2. Apa dasar hukum kegiatan kepariwisataan?
3. Bagaimana hubungan-hubungan hukum dalam kegiatan kepariwisataan?
4. Apa saja subjek dan objek kegiatan kepariwisataan?
5. Apa saja tanggung jawab pelaku bisnis kepariwisataan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Kepariwisataan

Pengertian pariwisata menurut Pasal 1 Angka 1 UU No 10. Tahun 2009 adalah, Wisata
merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan
2
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, untuk mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Terdapat beberapa
unsur yang dapat dikatakan sebagi wisata, antara lain:

1) Kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang.


2) Mengunjungi tempat tertentu.
3) Tujuan rekreasi, pengembangan diri, untuk mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi.
4) Jangka waktu sementara.

Pengertian kepariwisataan Pasal 1 Angka 4 UU No. 10 Tahun 2009 adalah, keseluruhan


kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah daerah dan penguasa. Terdapat
pula beberapa unsur yang dimaksud dengan kepariwisataan, yaitu:

1) Kegiatan terkait dengan pariwisata;


2) Bersifat multidimensi dan multidisiplin (semua aspek bersangkutan di dalamnya).
3) Muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara.
4) Interaksi antara wisatawan-masyarakat setempat-sesama wisatawan-pemerintah-pemerintah
daerah-pemerintah pusat.
Pengertian hukum adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat norma-norma dan aturan-
aturan yang mengatur tingkah laku manusia. Ada pula yang menyebutkan hukum merupakan
aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur masyarakat dan dikenai sanksi
jika melanggarnya.

Sehingga, yang dimaksud dengan hukum kepariwisataan adalah segala sesuatu mengenai
aturan yang mengatur keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata baik itu bersifat
multidimensi ataupun multidisiplin yang mecakup interaksi antara wisatawan-masyarakat,
wisatawan-pemerintah, pemerintah daerah-pemerintah pusat.

2.2 Landasan Hukum Pariwisata Indonesia

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga
persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang
yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan
rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.
3
Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai
dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan
lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dan lain-lain. Dan juga menawarkan tempat istrihat,
budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya.

Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu
pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi
Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk
meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.

Faktor utama yang sangat menentukan di dalam penyelenggaraan


kegiatan kepariwisataan adalah kepastian hukum yang ada. Kepariwisataan merupakan kegiatan
bisnis yang berdimensi internasional dan kepastian hukum menjadi suatu keharusan. Apabila
suatu saat terjadi perselisihan antara pihak indonesia dengan mitranya (pihak asing), maka akan
semakin rumit, karena terkait dengan kepastian hukum multinasional. Oleh karena itu menganai
kepariwisataan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan Peraturan Mentri Pariwiwsata dan Ekonomi Kreatif No 4 Tahun
2014.

A. Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan


identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan
dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan
rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada
masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti
sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas
sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam
pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan kepariwisataan sebagaimana diatur dalam


Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan masih menitikberatkan pada
usaha pariwisata. Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat untuk menciptakan iklim yang
4
kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab
tuntutan zaman akibat perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu
mengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009.

Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain hak dan kewajiban
masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan
kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan
kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar
destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan
kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber
daya manusia.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata terdiri dari 17 Bab, terdiri
dari :

1) Bab 1 tentang Ketentuan Umum


2) Bab 2 tentang Asas, Fungsi, Dan Tujuan.

Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:


a. manfaat;
b. kekeluargaan;
c. adil dan merata;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kelestarian;
g. partisipatif;
h. berkelanjutan;
i. demokratis;
j. kesetaraan; dan
k. kesatuan.

3) Bab 3 tentang Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha
Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia
dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4) Bab 4 tentang Pembangunan Kepariwisataan

Pembangunan kepariwisataan meliputi:


a. industri pariwisata;
b. destinasi pariwisata;
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan.

5) Bab 5 tentang Kawasan Strategis

Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:


a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik
pariwisata;
b. potensi pasar;
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam
menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

6
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. kekhususan dari wilayah.

6) Bab 6 tentang Usaha Pariwisata

Usaha pariwisata meliputi, antara lain:


a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan
m. spa

7) Bab 7 tentang Hak, Kewajiban, Dan Larangan. Meliputi hak dan kewajiban bagi
masyarakat, wisatawan, pengusaha, dan pemerintah.
8) Bab 8 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Pemerintah Daerah

Pemerintah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;
b. mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi;
c. menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menetapkan daya tarik wisata nasional;
e. menetapkan destinasi pariwisata nasional ;
f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan
dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
7
g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan;
h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya
tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan;
l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki
masyarakat;
m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dan
n. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.

9) Bab 9 tentang Koordinasi

Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan Pemerintah melakukan


koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan
kepariwisataan.

10) Bab 10 tentang Badan Promosi Pariwisata Indonesia.

Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia yang


berkedudukan di ibu kota negara.

11) Bab 11 tentang Gabungan Industri Pariwisata Indonesia

Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas:


a. pengusaha pariwisata;
b. asosiasi usaha pariwisata;
c. asosiasi profesi; dan
d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.

12) Bab 12 tentang Pelatihan Sumber Daya Manusia, Standardisasi, Sertifikasi, Dan
Tenaga Kerja

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya


manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8
13) Bab 13 tentang Pendanaan

Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,


Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat.

14) Bab 14 tentang Sanksi Administratif

Berlaku untuk wisatawan dan pengusaha.

15) Bab 15 tentang Ketentuan Pidana

Berlaku untuk wisatawan dan pengusaha.

16) Bab 16 tentang Ketentuan Peralihan


17) Bab 17 tentang Ketentuan Penutup

B. Peraturan Menteri Pariwiwsata dan Ekonomi Kreatif No 4 Tahun 2014

Permenparekraf Nomer 4 Tahun 2014 berisi tentang Standar Usaha Perjalanan Wisata,
dimana Usaha Jasa Perjalanan Wisata meliputi:

a. Biro Perjalanan Wisata

- usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan

- usaha jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata termasuk perjalanan ibadah

b. Agen Perjalanan Wisata

- jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi

- pengurusan dokumen perjalanan

Permenparekraf Nomer 4 Tahun 2014 terdiri dari 7 Bab, meliputi :

a. Bab 1 tentang Ketentuan Umum


b. Bab 2 tentang Usaha Jasa Perjalanan Wisata
c. Bab 3 tentang Sertifikat Dan Sertifikasi Usaha Jasa Perjalanan Wisata
d. Bab 4 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
e. Bab 5 tentang Sanksi Administratif
f. Bab 6 tentang Ketentuan Peralihan
g. Bab 7 tentang Ketentuan Penutup

9
2.3 Hubungan-Hubungan Hukum dengan Kegiatan Pariwisata

Dalam membangun bisnis kepariwisataan, pasti ada batas-batas dalam melakukan kegiatan
bisnis tersebut. Adanya regulasi dalam dunia kepariwisataan yang diatur oleh pemerintah
diharapkan bisnis di bidang pariwisata berjalan dengan baik tanpa melanggar kaidah norma dan
budi pekerti yang berlaku. Oleh karena itu, ada beberapa peraturan yang di dalam menjalankan
bisnis pariwisata, diantaranya sebagai berikut :

1. UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengatakan bahwa pembangunan


kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan
menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang
dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di samping sebagai aset sumber daya
manusia, juga berfungsi sebagai sumber potensi wisatawan nusantara

2. Dalam kegiatannya, pariwisata pasti berkaitan erat dengan wisatawan. Keamanan suatu
destinasi pariwisata dari kecelakaan ini menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak di
dalamnya untuk menjaga kondisi aman dan nyaman. Hak wisatawan salah satunya adalh
memperoleh perlindungan hukum dan keamanan serta perlindungan asuransi untuk
kegiatan pariwisata yang berisiko tingga dinyatakan pada Pasal 20 hruf c dan f UU
Kepariwisataan). Disisi lain kewajiban pengusaha pariwisata salah satunya adalam
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatwan
serta memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata yang berisiko tinggi
tercantum dalam Pasal 26 huruf d dan e UU kepariwisataan.Usaha pariwisata yang berisiko
tinggi meliputi wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan
mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihan satwa liar di alam bebas. Sebagai
contoh usaha pariwisata atau destinasi pariwisata yang memiliki risiko tinggi adalah Kebun
Binatang Ragunan karena banyak terdapat satwa-satwa liar di dalamnya sehingga dapat
dikategorikan wisata berisiko tinggi.
3. Adapun jika setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 26
tersebut dapat dikenai sanksi administratif yang terdapat dalam Pasal 63 UU
Kepariwisataan antara lain berupa :
a. Teguran Tertulis
10
b. Pembatasan Kegiatan Usaha
c. Pembekuan Sementara Kegiatan Usaha.
4. Pada Pasal 20 UU Kepariwisataan, setiap wisatawan berhak mendapatkan informasi yang
akurat mengenai daya tari pariwisata, pelayanan kepariwisataan sesuai standar,
perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan
perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.
5. Jika terdapat wisatwan yang memiliki keterbatasan fisik, baik itu anak-anak, orang dewasa,
maupun orang yang lanjut usia, berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan
kebutuhannya seperti yang dikatakan Pasal 21 UU Kepariwisataan.
6. Adapun hak dari pengusaha pariwisata itu sendiri yaitu berhak mendapatkan kesempatan
yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan, membentuk dan menjadi anggota
dewan asosiasi kepariwisataan, mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha, dan
mendapatkan fasilitas dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tercantum
dalam Pasal 22 UU Kepariwisataan.
7. Untuk merintis pengembangan daya tarik wisata dilakukan dengan membuka dan
membangun daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata yang belum berkembang
kepariwisataannya, dalam rangka mengembangkan peluang pasar yang ada seperti yang
tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 UU Kepariwisataan.
8. Dalam kegiatan di bidang pariwisata, pemerintah daerah dan juga pusat wajib ikut
mengembangkan dan melindungi usaha mikro kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang
usaha pariwisata dengan cara kebijakan percadangan usaha pariwisata yaitu memberikan
perlindungan dan kesempatan berusaha untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
sesuai dengan ketentuang peraturan perundang-undangan tertulis dalam Pasal 17 UU
Kepariwisataan.
9. Para pengusaha bidang pariwisata wajib mengelola dalam artian merencanakan,
mengorganisasikan, dan mengendalikan semua urusan kepariwisataan tercantum dalam
pasal 18 UU Kepariwisataan.
10. Semua orang baik itu wisatawan domestik dan wisatawan manca negara wajib menjaga
dan melestarikan daya tarik wisata yang mereka kunjungi, dan wajib membantu
menciptakan suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian
lingkuangan destinasi pariwisata tercantum dalam Pasal 24 UU Kepariwisataan.

11
11. Setiap wisatawan wajib dalam menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat,
budaya, dan nilai-nilai yyang hidup dalam masyarakat setempat disekitar tempat wisata,
memelihara dan melestarikan lingkungan, serta turut menjaga ketertiban dan keamanan
lingkungan, mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan
yang melanggar hukum seperti yang tercantum pada Pasal 25 UU Kepariwisataan.
12. Dalam membangun usaha, seorang pengusaha dalam bidang pariwisata wajib menjaga dan
menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat setempat disekitar tempat wisata yang dibangun. Kemudian, pengusaha
pariwisata juga wajib memberikan informasi mengenai usahanya yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif, mengutamakan
produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan tenaga
kerja lokal, meningkatkan kopetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan,
berperan aktif dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, turut serta
mencegah perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di
lingkungan tempat usahanya, memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri, serta
menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan tersebut
seperti tercaantum dalam Pasal 26 UU Kepariwisataan.
13. Adapun kode etik dari wisata global yang diatur oleh UNWTO yang berisikan aturan-
aturan dalam berwisata secara global yang harus diikuti oleh wisatawan mancanegara.
Beberapa peraturan jika dilanggar oleh pemilik wisata atau wisatawan sendiri akan
dikenakan sanksi tegas sesuai pasal yang mereka langgar. Contohnya seperti seorang wisatawan
asing yang menaiki Padmasana atau tempat sembahyang dari umat Hindu. Wisatwan asing
tersebut naik ke tempat paling atas dan duduk di tempat tersebut. Hal ini berarti bentuk
pelecehan terhadap kepercayaan masyarakat setempat disekitar tempat wisata tersebut dan telah
melanggar kode etik pariwisata internasional yang dikeluarkan oleh UNWTO yang disebutkan
bahwa para wisatawan harus menghargai adat dan budaya serta kearifan lokal masyarakat di
tempat yang mereka kunjungi. Pelanggaran terhadap kode etik pariwisata internasional dapat
dikenai sanksi dan hukuman yan berlaku di wilayah setempat.
Selain itu, pengusaha di bidang pariwisata harus juga menaati aturan diluar dari UU
Kepariwistaan. Sebagai contoh bahwa PT Suwarnadwipa Wisata Mandiri (SWM) melakukan
pelanggaran dalam kegiatan usahanya. Pengelola Suwarnadwipa melakukan pelanggaran berupa

12
perusakan terumbu karang untuk membangun resor dengan mengumpulkan material batu karang
di sekitar resor dengan alat seperti linggis, dan kano untuk membangun cottage, gazebo, shower,
dapur lampu taman, plank merek, dan selokan penahan gelombang. Akibat perbuatan ini PT
SWM didakwa melanggar Pasal 86 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) UU Perikanan sebagaimana
diubah dan ditambah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU.

2.4 Subyek dan Obyek Kegiatan Kepariwisataan

a) Subyek Kegiatan Kepariwisataan

1. Wisatawan

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dari layanan. Perubahan-perubahan


yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata yang dalam
hal ini permintaan wisata.

2. Pendukung Jasa Wisata

Kelompok ini adalah usaha yang menawarkan produk dan jasa wisata.

3. Pemerintah

Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan peruntukkan berbagai


infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Pemerintah juga bertanggung jawab
dalam menentukan arah yang dituju perjalanan wisata.

4. Masyarakat Lokal

Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata yang menjadi
salah satu peran kunci dalam pariwisata. Merekalah yang akan menyediakan sebagian besar
atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.

b) Obyek Kegiatan Kepariwisataan

Obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta
sejarah bangsa dan keadaan alam yang mempunyai daya tarik wisata bagi wisatawan untuk
dikunjungi. Yang menjadi obyek wisata adalah:

13
1. Cultural tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni dan budaya suatu tempat atau daerah.

2. Recuperational tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk


melakukan perjalanan adalah untuk menyembuhkan penyakit, seperti mandi di sumber air panas,
mandi lumpur, dan lain-lain.

3. Commercial tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional dan internasional.

4. Sport tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan adalah untuk melihat atau menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu tempat atau
negara tertentu.

5. Political tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan tujuannya melihat atau menyaksikan suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan
dengan kegiatan suatu negara. Misalnya menyaksikan peringatan hari kemerdekaan suatu negara

6. Social tourism yaitu jenis pariwisata dimana dari segi penyelenggaraannya tidak
menekankan untuk mencari keuntungan, misalnya study tour, picnik, dan lain-lain.

7. Religion tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan tujuannya melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan, seperti upacara
Bali Krama di Besakih, haji umroh bagi agama Islam, dan lain-lain.

8. Marine tourism merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana
untuk berenang, memancing, menyelam, dan olah raga lainnya, termasuk sarana dan prasarana
akomodasi, makan dan minum.

2.5 Tanggung Jawab Pelaku Bisnis Kepariwisataan

1. Membangun Infrastruktur.

Daerah pariwisata tidak hanya mengandalkan daya tarik, tetapi memerlukan juga sarana dan
prasarana yang memadai. Oleh karena itu, para pelaku bisnis kepariwisataan bertanggung jawab

14
dalam upaya pengembangan sarana dan prasarana serta memfasilitasi daerah wisata tersebut
dengan membangun infrastruktur yang dibutuhkan.

2. Menjaga Lingkungan Alam

Selain melakukan pembangunan, hal lain yang menjadi tanggung jawab pelaku wisata adalah
untuk melakukan penjagaan terhadap lingkungan alam yang dimana ada disebuah daerah
tersebut. Hal itu dikarenakan limbah yang dihasilkan oleh para pelaku bisnis kepariwisataan akan
membuat sampah di daerah alam. Sampah tersebut merugikan bagi seluruh elemen yang dimana
ada di tempat tersebut.

3. Menjaga, Menghormati dan Melestarikan Budaya dan Daya Tarik Wisata

Setiap pelaku bisnis kepariwisataan perlu memperhatikan dan melestarikan sesuatu yang menjadi
daya tarik wisata kelangsungan hidup obyek wisatanya tetap terjaga sehingga dapat dinikmati
sepanjang waktu. Selain itu, adat istiadat, budaya, norma, dan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat setempat perlu dihormati agar tercipta ketertiban dan keamanan lingkungan.

4. Membuka lapangan pekerjaan kepada warga sekitar.

Para pelaku bisnis kepariwisataan harus mengutamakan penggunaan produk masyarakat


setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal. Perlu
juga pengembangaan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling
memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan sebagai bentuk penghargaan untuk masyarakat
setempat yang mengizinkan daerahnya menjadi tempat wisata.

15
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Pengertian pariwisata menurut Pasal 1 Angka 1 UU No 10. Tahun 2009 adalah, Wisata
merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, untuk mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Hukum kepariwisataan adalah segala sesuatu mengenai aturan yang mengatur keseluruhan
kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata baik itu bersifat multidimensi ataupun multidisiplin
yang mecakup interaksi antara wisatawan-masyarakat, wisatawan-pemerintah, pemerintah
daerah-pemerintah pusat.
Peraturan mengenai kepariwisataan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Mentri Pariwiwsata dan Ekonomi Kreatif No
4 Tahun 2014.
Dalam membangun bisnis kepariwisataan, pasti ada batas-batas dalam melakukan
kegiatan bisnis tersebut. Adanya regulasi dalam dunia kepariwisataan yang diatur oleh
pemerintah diharapkan bisnis di bidang pariwisata berjalan dengan baik tanpa melanggar kaidah
norma dan budi pekerti yang berlaku.
Subyek Kegiatan Kepariwisataan diantaranta wisatawan, pendukung jasa wisata ,
pemerintah, dan masyarakat local. Obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia,
tata hidup, seni budaya, serta sejarah bangsa dan keadaan alam yang mempunyai daya tarik
wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi. Tanggung Jawab Pelaku Bisnis Kepariwisataan yaitu
16
membangun infrastruktur, menjaga lingkungan alam, menjaga, menghormati dan melestarikan
budaya dan daya tarik wisata, serta membuka lapangan pekerjaan kepada warga sekitar.

3.2 Saran
Dari makalah ini, semoga para pelaku dalam usaha kepariwisataan bisa mengikuti
peraturah atau dasar-dasar hukum yang mengatur bidang kepariwisataan itu sendiri agar
terciptanya ketertiban dan juga keamanan. Selain itu, semoga makalah ini bermanfaat dan
berguna bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, Junus. 2011. Pemasaran Pariwisata. Yogyakarta: Pinus Book

Isdarmanto. 2017. Dasar-dasar Kepariwisataan dan Pengelolaan Destinasi Pariwisata.


Yogyakarta: Penerbit Gading Media Aksara

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.


Lembaran Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara

Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia No 4 tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Lembaran
Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara

Suwena, I Ketut dan I Gusti Ngurah Widyatmaja. 2017. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata.
Denpasa: Pustaka Larasan

17

Anda mungkin juga menyukai