PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Apa pengertian hukum kepariwisataan?
2. Apa dasar hukum kegiatan kepariwisataan?
3. Bagaimana hubungan-hubungan hukum dalam kegiatan kepariwisataan?
4. Apa saja subjek dan objek kegiatan kepariwisataan?
5. Apa saja tanggung jawab pelaku bisnis kepariwisataan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian pariwisata menurut Pasal 1 Angka 1 UU No 10. Tahun 2009 adalah, Wisata
merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan
2
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, untuk mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Terdapat beberapa
unsur yang dapat dikatakan sebagi wisata, antara lain:
Sehingga, yang dimaksud dengan hukum kepariwisataan adalah segala sesuatu mengenai
aturan yang mengatur keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata baik itu bersifat
multidimensi ataupun multidisiplin yang mecakup interaksi antara wisatawan-masyarakat,
wisatawan-pemerintah, pemerintah daerah-pemerintah pusat.
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan, dan juga
persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang
yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan
rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia.
3
Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai
dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan
lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dan lain-lain. Dan juga menawarkan tempat istrihat,
budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu
pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi
Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk
meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain hak dan kewajiban
masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan
kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan
kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar
destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan
kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber
daya manusia.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata terdiri dari 17 Bab, terdiri
dari :
5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari
konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha
Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia
dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan
aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. kekhususan dari wilayah.
7) Bab 7 tentang Hak, Kewajiban, Dan Larangan. Meliputi hak dan kewajiban bagi
masyarakat, wisatawan, pengusaha, dan pemerintah.
8) Bab 8 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Pemerintah Daerah
Pemerintah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;
b. mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi;
c. menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menetapkan daya tarik wisata nasional;
e. menetapkan destinasi pariwisata nasional ;
f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan
dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
7
g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan;
h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya
tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan;
l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki
masyarakat;
m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dan
n. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
12) Bab 12 tentang Pelatihan Sumber Daya Manusia, Standardisasi, Sertifikasi, Dan
Tenaga Kerja
8
13) Bab 13 tentang Pendanaan
Permenparekraf Nomer 4 Tahun 2014 berisi tentang Standar Usaha Perjalanan Wisata,
dimana Usaha Jasa Perjalanan Wisata meliputi:
9
2.3 Hubungan-Hubungan Hukum dengan Kegiatan Pariwisata
Dalam membangun bisnis kepariwisataan, pasti ada batas-batas dalam melakukan kegiatan
bisnis tersebut. Adanya regulasi dalam dunia kepariwisataan yang diatur oleh pemerintah
diharapkan bisnis di bidang pariwisata berjalan dengan baik tanpa melanggar kaidah norma dan
budi pekerti yang berlaku. Oleh karena itu, ada beberapa peraturan yang di dalam menjalankan
bisnis pariwisata, diantaranya sebagai berikut :
2. Dalam kegiatannya, pariwisata pasti berkaitan erat dengan wisatawan. Keamanan suatu
destinasi pariwisata dari kecelakaan ini menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak di
dalamnya untuk menjaga kondisi aman dan nyaman. Hak wisatawan salah satunya adalh
memperoleh perlindungan hukum dan keamanan serta perlindungan asuransi untuk
kegiatan pariwisata yang berisiko tingga dinyatakan pada Pasal 20 hruf c dan f UU
Kepariwisataan). Disisi lain kewajiban pengusaha pariwisata salah satunya adalam
memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatwan
serta memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata yang berisiko tinggi
tercantum dalam Pasal 26 huruf d dan e UU kepariwisataan.Usaha pariwisata yang berisiko
tinggi meliputi wisata selam, arung jeram, panjat tebing, permainan jet coaster, dan
mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihan satwa liar di alam bebas. Sebagai
contoh usaha pariwisata atau destinasi pariwisata yang memiliki risiko tinggi adalah Kebun
Binatang Ragunan karena banyak terdapat satwa-satwa liar di dalamnya sehingga dapat
dikategorikan wisata berisiko tinggi.
3. Adapun jika setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 26
tersebut dapat dikenai sanksi administratif yang terdapat dalam Pasal 63 UU
Kepariwisataan antara lain berupa :
a. Teguran Tertulis
10
b. Pembatasan Kegiatan Usaha
c. Pembekuan Sementara Kegiatan Usaha.
4. Pada Pasal 20 UU Kepariwisataan, setiap wisatawan berhak mendapatkan informasi yang
akurat mengenai daya tari pariwisata, pelayanan kepariwisataan sesuai standar,
perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan
perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.
5. Jika terdapat wisatwan yang memiliki keterbatasan fisik, baik itu anak-anak, orang dewasa,
maupun orang yang lanjut usia, berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan
kebutuhannya seperti yang dikatakan Pasal 21 UU Kepariwisataan.
6. Adapun hak dari pengusaha pariwisata itu sendiri yaitu berhak mendapatkan kesempatan
yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan, membentuk dan menjadi anggota
dewan asosiasi kepariwisataan, mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha, dan
mendapatkan fasilitas dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tercantum
dalam Pasal 22 UU Kepariwisataan.
7. Untuk merintis pengembangan daya tarik wisata dilakukan dengan membuka dan
membangun daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata yang belum berkembang
kepariwisataannya, dalam rangka mengembangkan peluang pasar yang ada seperti yang
tercantum dalam Pasal 15 ayat 1 UU Kepariwisataan.
8. Dalam kegiatan di bidang pariwisata, pemerintah daerah dan juga pusat wajib ikut
mengembangkan dan melindungi usaha mikro kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang
usaha pariwisata dengan cara kebijakan percadangan usaha pariwisata yaitu memberikan
perlindungan dan kesempatan berusaha untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
sesuai dengan ketentuang peraturan perundang-undangan tertulis dalam Pasal 17 UU
Kepariwisataan.
9. Para pengusaha bidang pariwisata wajib mengelola dalam artian merencanakan,
mengorganisasikan, dan mengendalikan semua urusan kepariwisataan tercantum dalam
pasal 18 UU Kepariwisataan.
10. Semua orang baik itu wisatawan domestik dan wisatawan manca negara wajib menjaga
dan melestarikan daya tarik wisata yang mereka kunjungi, dan wajib membantu
menciptakan suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian
lingkuangan destinasi pariwisata tercantum dalam Pasal 24 UU Kepariwisataan.
11
11. Setiap wisatawan wajib dalam menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat,
budaya, dan nilai-nilai yyang hidup dalam masyarakat setempat disekitar tempat wisata,
memelihara dan melestarikan lingkungan, serta turut menjaga ketertiban dan keamanan
lingkungan, mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan
yang melanggar hukum seperti yang tercantum pada Pasal 25 UU Kepariwisataan.
12. Dalam membangun usaha, seorang pengusaha dalam bidang pariwisata wajib menjaga dan
menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat setempat disekitar tempat wisata yang dibangun. Kemudian, pengusaha
pariwisata juga wajib memberikan informasi mengenai usahanya yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif, mengutamakan
produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan tenaga
kerja lokal, meningkatkan kopetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan,
berperan aktif dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, turut serta
mencegah perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di
lingkungan tempat usahanya, memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri, serta
menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan tersebut
seperti tercaantum dalam Pasal 26 UU Kepariwisataan.
13. Adapun kode etik dari wisata global yang diatur oleh UNWTO yang berisikan aturan-
aturan dalam berwisata secara global yang harus diikuti oleh wisatawan mancanegara.
Beberapa peraturan jika dilanggar oleh pemilik wisata atau wisatawan sendiri akan
dikenakan sanksi tegas sesuai pasal yang mereka langgar. Contohnya seperti seorang wisatawan
asing yang menaiki Padmasana atau tempat sembahyang dari umat Hindu. Wisatwan asing
tersebut naik ke tempat paling atas dan duduk di tempat tersebut. Hal ini berarti bentuk
pelecehan terhadap kepercayaan masyarakat setempat disekitar tempat wisata tersebut dan telah
melanggar kode etik pariwisata internasional yang dikeluarkan oleh UNWTO yang disebutkan
bahwa para wisatawan harus menghargai adat dan budaya serta kearifan lokal masyarakat di
tempat yang mereka kunjungi. Pelanggaran terhadap kode etik pariwisata internasional dapat
dikenai sanksi dan hukuman yan berlaku di wilayah setempat.
Selain itu, pengusaha di bidang pariwisata harus juga menaati aturan diluar dari UU
Kepariwistaan. Sebagai contoh bahwa PT Suwarnadwipa Wisata Mandiri (SWM) melakukan
pelanggaran dalam kegiatan usahanya. Pengelola Suwarnadwipa melakukan pelanggaran berupa
12
perusakan terumbu karang untuk membangun resor dengan mengumpulkan material batu karang
di sekitar resor dengan alat seperti linggis, dan kano untuk membangun cottage, gazebo, shower,
dapur lampu taman, plank merek, dan selokan penahan gelombang. Akibat perbuatan ini PT
SWM didakwa melanggar Pasal 86 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) UU Perikanan sebagaimana
diubah dan ditambah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU.
1. Wisatawan
Kelompok ini adalah usaha yang menawarkan produk dan jasa wisata.
3. Pemerintah
4. Masyarakat Lokal
Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata yang menjadi
salah satu peran kunci dalam pariwisata. Merekalah yang akan menyediakan sebagian besar
atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata.
Obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta
sejarah bangsa dan keadaan alam yang mempunyai daya tarik wisata bagi wisatawan untuk
dikunjungi. Yang menjadi obyek wisata adalah:
13
1. Cultural tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni dan budaya suatu tempat atau daerah.
3. Commercial tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional dan internasional.
4. Sport tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan adalah untuk melihat atau menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu tempat atau
negara tertentu.
5. Political tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan tujuannya melihat atau menyaksikan suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan
dengan kegiatan suatu negara. Misalnya menyaksikan peringatan hari kemerdekaan suatu negara
6. Social tourism yaitu jenis pariwisata dimana dari segi penyelenggaraannya tidak
menekankan untuk mencari keuntungan, misalnya study tour, picnik, dan lain-lain.
7. Religion tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan tujuannya melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan, seperti upacara
Bali Krama di Besakih, haji umroh bagi agama Islam, dan lain-lain.
8. Marine tourism merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana
untuk berenang, memancing, menyelam, dan olah raga lainnya, termasuk sarana dan prasarana
akomodasi, makan dan minum.
1. Membangun Infrastruktur.
Daerah pariwisata tidak hanya mengandalkan daya tarik, tetapi memerlukan juga sarana dan
prasarana yang memadai. Oleh karena itu, para pelaku bisnis kepariwisataan bertanggung jawab
14
dalam upaya pengembangan sarana dan prasarana serta memfasilitasi daerah wisata tersebut
dengan membangun infrastruktur yang dibutuhkan.
Selain melakukan pembangunan, hal lain yang menjadi tanggung jawab pelaku wisata adalah
untuk melakukan penjagaan terhadap lingkungan alam yang dimana ada disebuah daerah
tersebut. Hal itu dikarenakan limbah yang dihasilkan oleh para pelaku bisnis kepariwisataan akan
membuat sampah di daerah alam. Sampah tersebut merugikan bagi seluruh elemen yang dimana
ada di tempat tersebut.
Setiap pelaku bisnis kepariwisataan perlu memperhatikan dan melestarikan sesuatu yang menjadi
daya tarik wisata kelangsungan hidup obyek wisatanya tetap terjaga sehingga dapat dinikmati
sepanjang waktu. Selain itu, adat istiadat, budaya, norma, dan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat setempat perlu dihormati agar tercipta ketertiban dan keamanan lingkungan.
15
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Pengertian pariwisata menurut Pasal 1 Angka 1 UU No 10. Tahun 2009 adalah, Wisata
merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, untuk mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Hukum kepariwisataan adalah segala sesuatu mengenai aturan yang mengatur keseluruhan
kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata baik itu bersifat multidimensi ataupun multidisiplin
yang mecakup interaksi antara wisatawan-masyarakat, wisatawan-pemerintah, pemerintah
daerah-pemerintah pusat.
Peraturan mengenai kepariwisataan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Mentri Pariwiwsata dan Ekonomi Kreatif No
4 Tahun 2014.
Dalam membangun bisnis kepariwisataan, pasti ada batas-batas dalam melakukan
kegiatan bisnis tersebut. Adanya regulasi dalam dunia kepariwisataan yang diatur oleh
pemerintah diharapkan bisnis di bidang pariwisata berjalan dengan baik tanpa melanggar kaidah
norma dan budi pekerti yang berlaku.
Subyek Kegiatan Kepariwisataan diantaranta wisatawan, pendukung jasa wisata ,
pemerintah, dan masyarakat local. Obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia,
tata hidup, seni budaya, serta sejarah bangsa dan keadaan alam yang mempunyai daya tarik
wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi. Tanggung Jawab Pelaku Bisnis Kepariwisataan yaitu
16
membangun infrastruktur, menjaga lingkungan alam, menjaga, menghormati dan melestarikan
budaya dan daya tarik wisata, serta membuka lapangan pekerjaan kepada warga sekitar.
3.2 Saran
Dari makalah ini, semoga para pelaku dalam usaha kepariwisataan bisa mengikuti
peraturah atau dasar-dasar hukum yang mengatur bidang kepariwisataan itu sendiri agar
terciptanya ketertiban dan juga keamanan. Selain itu, semoga makalah ini bermanfaat dan
berguna bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia No 4 tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Lembaran
Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara
Suwena, I Ketut dan I Gusti Ngurah Widyatmaja. 2017. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata.
Denpasa: Pustaka Larasan
17