Anda di halaman 1dari 40

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DALAM KLINIK

Kesehatan hiperbarik, khususnya terapi oksigen hiperbarik, di


negara-negara maju telah berkembang dengan pesat. Terapi ini
telah dipakai untuk menanggulangi bermacam penyakit, baik
penyakit akibat penyelaman maupun penyakit bukan penyelaman.
Di Indonesia, kesehatan hiperbarik telah mulai dikembangkan oleh
kesehatan TNI AL pada tahun 1960 dan terus berkembang sampai
saat ini. Kesehatan TNI AL mempunyai ruang udara bertekanan
tinggi (RUBT) di 4 lokasi, yaitu Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya
dan Ambon.
Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit dapat
sebagai terapi utama maupun terapi tambahan. Namun tidak
boleh dilupakan, meskipun banyak keuntungan yang diperoleh
penderita, cara ini juga mengandung resiko. Sebab itu terapi
oksigen hiperbarik harus dilaksanakan secara hati-hati sesuai
dengan prosedur yang berlaku, sehingga mencapai hasil yang
maksimal dengan resiko minimal.

Pengertian
1. Kesehatan hiperbarik, adalah ilmu yang mempelajari tentang
masalah-masalah kesehatan yang timbul akibat pemberian
tekanan lebih dari 1 Atmosfer (Atm) terhadap tubuh dan
aplikasinya untuk pengobatan.
2. Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan
tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT.
3. Tekanan 1 Atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh
semua benda, termasuk manusia, di atas permukaan laut,
bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam
keseimbangan.

Sejarah Ringkas
Dimulai oleh Dr. Henshaw dari Inggris yang membangun
RUBT pada tahun 1662 untuk mengobati beberapa jenis penyakit.
Penggunaan udara bertekanan tinggi dan terapi oksigen
hiperbarik dalam klinik terus berkembang, meskipun mengalami
111
pasang surut. Sampai kemudian pada tahun 1921 Dr. J.
Cunningham mulai mengemukakan teori dasar tentang
penggunaan oksigen hiperbarik untuk mengobati keadaan
hipoksia. Namun usahanya mengalami kegagalan karena dasar
untuk terapi oksigen hiperbarik ini nampaknya terlalu dicari-cari.
Harus diakui bahwa selama kurang lebih 270 tahun kesehatan
hiperbarik mengalami pasang surut yang disebabkan belum ada
teori fisologi yang tepat untuk penggunaannya dalam terapi,
termasuk penelitian pada binatang percobaan dan penelitian
klinis.
Tahun 1930an penelitian-penelitian tentang penggunaan
oksigen hiperbarik mulai dilaksanakan dengan lebih terarah dan
mendalam. Sampai kemudian sekitar tahun 1960an Dr. Borrema
memaparkan hasil penelitiannya tentang penggunaan oksigen
hiperbarik yang larut secara fisik di dalam cairan darah, sehingga
dapat memberi hidup pada keadaan tanpa Hb yang disebut life
without blood. Hasil penelitiannya tentang pengobatan gas
gangren dengan oksigen hiperbarik membuat ia dikenal sebagai
Bapak RUBT. Sejak saat itu terapi oksigen hiperbarik berkembang
pesat dan terus berlanjut sampai saat ini.

Aspek Fisika
1. Tekanan
Pada abad ke 17 Galileo menemukan bahwa
sesungguhnya udara mempunyai berat. Percobaan Galileo ini
kemudian didengar oleh seorang ahli matematika dari Italia
bernama Evangelista Toricelli yang menyimpulkan bahwa
mestinya manusia yang hidup di dasar lautan udara mendapat
beban yang tepat oleh karena berat udara. Toricelli
memutuskan untuk mengukur berat udara tersebut. Melalui
serangkaian percobaan Toricelli dapat menentukan bahwa
berat udara tersebut sebanding dengan 760 mmHg.
Selanjutnya, Blaise Pascal, seorang ilmuwan Perancis,
mengulang dan mengembangkan percobaan Toricelli. Hasil
percobaan yang dilakukannya ialah bahwa tekanan yang
dialami oleh manusia sebagai akibat berat udara dinamakan 1
atmosfer yang sebanding dengan tekanan sebesar 14.7 psi.
Tekanan atmosfer ini dianggap selalu tetap (konstan) di atas
112
permukaan laut, yaitu yang mengenai semua benda dari
semua jurusan dan berada dalam keseimbangan.
2. Satuan tekanan
Ada 4 istilah yang dipakai untuk menyebut tekanan gas, yaitu :
a. Tekanan atmosfer
Biasanya dipakai satuan kg/cm2, Atmosfer Absolut
(ATA) atau pounds per square inch absolute (psia).
b. Tekanan barometer
Biasanya dinyatakan dengan mmHg.
c. Tekanan manometer
Menunjukkan perbedaan antara tekanan atmosfer dan
tekanan yang diukur, biasanya dinyatakan dengan ATG
(Atmosphere Gauge).
d. Tekanan absolut
Tekanan keseluruhan yang dialami, besarnya adalah
ATG+1.
Masih ada beberapa satuan tekanan lain yang kadang-
kadang juga dipakai. Satuan dan persamaannya adalah
sebagai berikut :
1 Atmosfer (atm) = 10.33 (10) m air laut
= 33.07 (33) feet air laut
= 14.692 (14.7) lbs/in2 (psi)
= 1.013 (1) bar
= 760 mmHg
= 760 Torr
3. Hukum-hukum Fisika Dasar
a. Hukum Boyle
Volume suatu gas berbanding terbalik dengan
tekanannya pada temperatur tetap.
P1V1 = P2V2 = P3V3 .......= K
b. Hukum Dalton
Tekanan suatu campuran gas sama dengan jumlah
tekanan parsial masing-masing gas.
P = P1 + P2 + P3 + P4 + .........

c. Hukum Henry

113
Banyaknya gas yang larut dalam cairan berbanding
lurus dengan tekanan gas tersebut pada temperatur tetap.
d. Hukum Charles
Pada volume tetap, temperatur suatu gas berbanding
lurus dengan tekanannya.
PV
=K
T
4. Kepadatan
Bila tekanan naik, maka kepadatan udara yang dihirup
juga naik sehingga menyebabkan meningkatnya kerja
pernafasan. Pada orang normal hal ini hampir tidak berarti,
akan tetapi dapat menimbulkan kesulitan pada orang dengan
gangguan pernafasan (dispneu), trakeostomi atau memakai
tuba endotrakeal.
5. Suara
Orang yang mendapat tekanan lebih tinggi dari normal
akan mengalami perubahan kualitas suaranya. Ini disebabkan
oleh peningkatan kepadatan media penyalur suara.
6. Temperatur
Selama kompresi temperatur akan meningkat sedangkan
saat dekompresi temperatur turun. Untuk membuat suasana di
dalam RUBT nyaman dan aman adalah dengan memperbaiki
rancangan RUBT dan sistem kontrolnya.
7. Komposisi udara
Udara kering terdiri dari :
a. Nitrogen (N2) 78.084%
b. Argon (Ar) 0.934%
c. Oksigen (O2) 20.946%
d. Karbondioksida (CO2) 0.033%
e. Gas-gas yang jarang (rare gases) :
Neon (Ne)
Helium (He)
Krypton (Kr)
Hidrogen (H2) 0.003%
Xenon (Xe)
Radon (Ra)
Karbonmonoksida (CO)

114
Biasanya disederhanakan menjadi : Nitrogen (N2) 79%
Oksigen (O2) 21%
Udara pernafasan, disamping gas-gas tersebut di atas, juga
mengandung uap air dalam jumlah kecil.

Aspek Fisiologi
1. Fase-fase respirasi
Seperti telah diketahui, kekurangan oksigen pada tingkat
sel menyebabkan terjadinya gangguan kegiatan basal yang
pokok untuk hidup suatu organisme. Untuk mengetahui
kegunaan OHB di dalam mengatasi hipoksia seluler, perlu
dipelajari fase-fase dari pertukaran gas. Skema dari fase-fase
respirasi adalah sebagai berikut :

a. Fase ventilasi
Fase ini merupakan penghubung antara fase
transportasi dan lingkungan gas di luar. Fungsi dari saluran
pernafasan adalah untuk memberi O2 dan membuang CO2
yang tidak perlu dalam proses metabolisme.
Gangguan yang terjadi pada fase ini akan
menyebabkan hipoksia jaringan. Gangguan tersebut
meliputi gangguan membran alveoli, atelektasis,
penambahan ruang rugi, ketidakseimbangan ventilasi
alveoler dan perfusi kapiler paru.

b. Fase transportasi

115
Fase ini merupakan penghubung antara lingkungan
luar dengan organ-organ (sel dan jaringan). Fungsinya
adalah menyediakan gas yang dibutuhkan dan membuang
gas yang dihasilkan oleh proses metabolisme.
Gangguan dapat terjadi pada aliran darah lokal atau
umum, hemoglobin, shunt anatomis atau fisiologis. Hal ini
dapat diatasi dengan merubah tekanan gas di saluran
pernafasan.
c. Fase utilisasi
Pada fase utilisasi terjadi metabolisme seluler. Fase ini
dapat terganggu apabila terjadi gangguan pada fase
ventilasi maupun fase transportasi. Gangguan ini dapat
diatasi dengan oksigen hiperbarik, kecuali gangguan itu
disebabkan oleh pengaruh biokimia, enzim, cacat atau
keracunan.
d. Fase difusi
Fase ini sebenarnya adalah pembatas fisik diantara
ketiga fase tersebut di atas dan dianggap pasif. Namun
gangguan pada pembatas ini dapat mempengaruhi
pertukaran gas.
2. Transportasi dan utilisasi oksigen
a. Hemoglobin (Hb)
1 gram Hb dapat mengikat 1.34 ml O2, sedangkan
konsentrasi normal dari Hb adalah ± 15 gr/100 ml darah.
Bila saturasi Hb 100%, maka 100 ml darah dapat
mengangkut 20.1 ml O2 yang terikat pada Hb (20.1 vol%).
Pada tekanan normal setinggi permukaan laut, dimana
PO2 alveoler dan arterial ± 100 mmHg, maka saturasi Hb
dengan O2 ± 97% sehingga kadar O2 dalam darah adalah
19.5 vol%. Saturasi Hb akan mencapai 100% pada PO2
arterial antara 100-200 mmHg tetapi tidak akan
meningkatkan kemampuan Hb untuk mengangkut O2.
b. Oksigen terlarut
Pada tekanan barometer normal, oksigen yang larut
dalam darah sangat sedikit. Namun, pada tekanan oksigen
maksimum yang aman, yaitu 3 ATA, dimana PO 2 arterial
mencapai ± 2000 mmHg, maka oksigen yang larut secara
fisik dalam plasma adalah sebesar ± 6.4 vol% yang cukup
116
untuk memberi hidup meskipun tidak ada hemoglobin (life
without blood).
c. Utilisasi oksigen
Utilisasi O2 rata-rata tubuh manusia dapat diketahui
dengan mengukur perbedaan antara jumlah O2 yang ada
dalam darah arterial waktu meninggalkan paru dan jumlah
O2 yang ada dalam darah vena di arteria pulmonalis.
Darah arterial mengandung ± 20 vol% O2, sedangkan
darah vena mengandung ± 14 vol% O2, sehingga ± 6 vol%
O2 yang dipakai oleh jaringan. Dengan curah jantung
sebesar 5 liter/menit, maka konsumsi jaringan adalah ±
300 ml O2/menit. Setiap jaringan mempunyai konsumsi O2
tertentu yang berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi
konsumsi sebesar 6 vol% dapat dianggap kebutuhan rata-
rata.
d. Efek kardiovaskuler
Pada manusia, oksigenasi hiperbarik menyebabkan
penurunan curah jantung sebesar 10-20%, yang
disebabkan oleh terjadinya bradikardia dan penurunan isi
sekuncup. Tekanan darah pada umumnya tidak mengalami
perubahan selama pemberian oksigen hiperbarik.
Pada jaringan yang normal terjadi vasokonstriksi yang
oleh karena naiknya PO2 arterial. Efek vasokonstriksi ini
kelihatannya merugikan, namun perlu diingat bahwa pada
PO2 ± 2000 mmHg, oksigen yang tersedia dalam tubuh
adalah 2 kali lebih besar daripada biasanya.
Pada keadaan dimana terjadi oedema / pembengkakan
seperti pada luka bakar, emboli gas, penyakit dekompresi
dan trauma perifer, efek vasokonstriksi oksigen hiperbarik
justru dikehendaki karena dapat mengurangi oedema.
e. Retensi CO2
Pada keadaan dimana oksigen hiperbarik
menyebabkan saturasi hemoglobin menjadi 100%, maka
akan terjadi kenaikan CO2 dalam darah dan pergeseran pH
ke arah asam, akan tetapi hal ini tidak membawa pengaruh
apa-apa pada orang normal.
A. DASAR-DASAR TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Mikroorganisme
117
Timbulnya organisme yang kebal terhadap antibiotik
menyebabkan makin bertambahnya keinginan untuk
mendapatkan vaksin antibiotika baru maupun cara-cara yang
dapat meninggikan kemampuan zat antimikroba. Tujuan dari
terapi adalah merusak jasad renik tanpa merugikan tuan rumah
(host). Oleh karena itu tujuan pemakaian OHB adalah untuk
mencapai tingkat tekanan parsial oksigen dalam jaringan yang
dapat merusak jasad renik, bukan malah membantu
pertumbuhannya, tanpa adanya efek negatif terhadap tuan rumah.
Sebagai zat antimikroba, oksigen tidak bersifat selektif,
nampaknya oksigen menghambat bakteri gram positif maupun
gram negatif dengan kekuatan yang sama. Jadi dengan demikian
oksigen dapat dianggap obat antimikroba yang berspektrum luas.
Terhadap kuman anaerob oksigen hiperbarik bersifat bakterisid
sedangkan terhadap kuman aerob bersifat bakteriostatik. Konsep
tentang anaerobiosis sedang diteliti kembali karena pada
kenyataannya banyak kuman anaerob yang menunjukkan adanya
toleransi terhadap oksigen bahkan membutuhkan oksigen.
1. Infeksi Anaerob
a. Chlostridium penyebab gas gangren
Kasus-kasus gas gangren paling banyak disebabkan
oleh Chlostridium welchii (perfringens).
Perkembangbiakannya terjadi dalam jaringan yang
hipoksia. Selama di dalam tubuh mengeluarkan eksotoksin
terutama alfatoksin yang merusak jaringan otot dan
menyebabkan hemolisis di dalam luka. Oksigen hiperbarik
tidak dapat membunuh Chlostridium tersebut tetapi dapat
menghentikan produksi alfatoksin bahkan
menginaktifkannya, dengan demikian memberi
kesempatan kepada leukosit untuk membunuh kuman
tersebut dan jika digabung dengan cara pengobatan lain
dapat memberikan hasil yang baik.
b. Chlostridium tetani
Kuman ini termasuk golongan anaerob, oksigen
hiperbarik menghalangi produksi toksin tetanus bahkan
bersifat bakterisidal.
A. A. Loedin sekitar tahun 1960an mengadakan
penelitian pengobatan tetanus dengan oksigen hiperbarik
118
dimana didapatkan hasil yang cukup memuaskan. Tetapi
pada penelitian yang dilakukan oleh S. F. Gottlieb tahun
1971 dikatakan bahwa oksigen hiperbarik tidak mempunyai
efek menguntungkan secara nyata terhadap perjalanan
klinis tetanus.
c. Non-spore forming anaerobes (NSA)
NSA dapat ditemukan pada semua jenis infeksi yang
mengenai organ atau jaringan. Organisme ini mungkin
dapat dicegah perkembangbiakannya dengan pemberian
oksigen hiperbarik yang tepat, baik waktu maupun
tekanannya, namun hasil penelitian yang ada masih
sangat sedikit.
Jenis bakteri ini dapat diinaktifkan dengan cepat pada
pemberian oksigen dengan tekanan 3 ATA selama 2 jam
setiap hari.
Berdasarkan kenyataan bahwa perkembangbiakannya
dapat dihalangi oleh oksigen hiperbarik, maka diduga
bahwa infeksi yang disebabkan Actinomycetes dapat
diobati dengan oksigen hiperbarik.
d. Flora usus
Organisme yang paling banyak terdapat dalam saluran
pencernaan bagian bawah adalah kuman anaerob karena
itu diduga bahwa oksigen hiperbarik dapat mengganggu
flora usus. Penelitian dalam bidang ini baru sampai pada
tahap percobaan binatang yang hasilnya menyokong teori
tersebut.
e. Flora mulut
Flora mulut terus mengalami perubahan mulai saat
kelahiran sampai dewasa. Diantara flora mulut ini
ditemukan kuman anaerob dalam jumlah besar, yang
diperkirakan ikut terganggu dengan pemberian oksigen
hiperbarik. Namun belum cukup diadakan penelitian dalam
bidang ini.

2. Infeksi Aerob
a. Mycobacterium leprae

119
Penelitian A. A. Rosasco dkk terhadap penderita
morbus hansen jenis lepromatosa dengan menggunakan
oksigen hiperbarik pada tekanan 3 ATA selama 60 menit, 2
kali/hari selama 3 hari berturut-turut, menunjukkan hasil
yang menggembirakan.
Otto Maulana dkk pada tahun 1982 mengadakan
penelitian pengobatan morbus hansen dengan OHB di
Jakarta, mendapatkan hasil cukup baik, tetapi perlu
penelitian lebih lanjut.
b. Mycobacterium tuberculose
Penelitian yang dikerjakan sekitar tahun 1960
menyimpulkan bahwa oksigen hiperbarik mencegah
pertumbuhan Mycobacterium tuberculose dan jenis
Mycobacterium lainnya. Ia bekerja secara sinergis dengan
INH, Streptomisin dan PAS. Penelitian selanjutnya
memperkuat hasil penelitian ini khususnya efek sinergis
dengan INH, bahkan terhadap kuman-kuman yang resisten
diperoleh hasil yang cukup baik.
c. Mycobacterium ulserans
Pada beberapa percobaan ditemukan bahwa
pemberian oksigen hiperbarik meskipun tidak dapat
menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium ulserans, namun dapat menunda timbulnya
gejala dan menurunkan jumlah kematian.
d. Pneumococcus
Sampai saat ini masih diragukan apakah oksigen
bermanfaat dalam pengobatan infeksi Pneumococcus,
karena hasil dari beberapa penelitian yang dilakukan
ternyata tidak sama, ada yang positif ada pula yang
negatif.
e. Staphylococcus
Penelitian yang diadakan baik invitro maupun invivo
menyimpulkan bahwa oksigen hiperbarik mempunyai efek
bakteriostatik dan bukan bakteriosidal terhadap
Staphylococcus.

f. Eshericia, Proteus, Pseudomonas dan Salmonella

120
Penelitian sekitar tahun 1970 menyimpulkan bahwa
hasil penggunaan oksigen hiperbarik masih belum
menyakinkan.
g. Fungi, Protozoa, Alga dan Virus
Pada penelitian-penelitian ditemukan bahwa oksigen
hiperbarik mempunyai efek mencegah pertumbuhan fungi,
alga dan protozoa, namun efek OHB terhadap virus
hasilnya masih saling bertentangan. Ada yang dihambat,
ada pula yang dirangsang sehingga disimpulkan infeksi
virus termasuk salah satu kontraindikasi relatif pengobatan
OHB. Masih belum diketahui apakah oksigen hiperbarik
mempunyai efek langsung terhadap organisme tersebut
atau efek gangguan terhadap mekanisme kekebalannya.

Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Obat-Obatan


Pada umumnya sebagian besar obat-obatan tidak mempunyai
efek sinergis atau bereaksi dengan oksigen hiperbarik atau udara
yang dimampatkan dengan beberapa perkecualian penting yang
akan dibahas di bawah ini. Jadi cukup aman untuk menganggap
bahwa pemberian obat-obatan dapat diteruskan selama berada di
bawah tekanan (suasana hiperbarik), kecuali adanya
kontraindikasi yang khusus mengenai pemakaian obat-obatan
tertentu.
1. Steroid
Telah diketahui bahwa pemberian kortikosteroid dapat
memperkuat oksigen. Dalam praktek, seringkali kita harus
mengobati penderita yang telah memakai steroid dengan
oksigen hiperbarik. Penderita-penderita ini harus diawasi
dengan cermat dan kalau perlu diberikan obat anti konvulsi
sebagai pencegahan. Dalam pengalaman ditemukan bahwa
pada penderita yang memakai steroid gejala-gejala keracunan
oksigen lebih cepat timbul dibandingkan penderita yang tidak
memakai steroid.
2. Analgesik
a. Non narkotik
Obat-obatan seperti asam acetil salisilat dan fenasetin
dalam dosis terapi tidak mempunyai efek yang

121
memperkuat keracunan oksigen. Efisiensinya dibawah
tekanan oksigen yang tinggi tidak terganggu.
b. Narkotik
Pada penderita-penderita yang menggunakan morfin,
meperidin atau jenis narkotik lain, harus diwaspadai
bahaya terjadinya keracunan oksigen. Penderita yang
menggunakan obat narkotik akan mudah mengalami
konvulsi.
c. Anestetik
Secara umum dikatakan bahwa pemakaian anestetik
dalam suasana hiperbarik memerlukan usaha-usaha
pengamanan (safe guard) dengan peralatan seperti yang
terdapat pada kamar bedah modern. Keadaan khusus
akibat suasana hiperbarik ini merupakan beban tambahan
pada anestesi umum yang rutin.
d. Anti konvulsan
Penggunaan anti konvulsan (kejang) pada terapi
oksigen hiperbarik, dapat sebagai pencegahan atau
pengobatan kejang yang tidak hilang meski pemberian
oksigen sudah dihentikan.
Bila anti kejang dipakai sebagai pencegahan maka
perlu berpedoman pada batas waktu dan tekanan
pemberian oksigen, sebab jika melampauinya akan
menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat secara
permanen. Meskipun masih banyak berbeda pendapat
mengenai hal ini, namun sebaiknya penggunaan anti
kejang sebagai pencegahan hanya digunakan pada kasus
tertentu.
1) Barbiturat
Fenobarbital telah sejak lama diketahui dapat
mengendalikan kejang tipe grand mal, namun dapat
menyebabkan terjadinya depresi pernafasan.
Sebenarnya fenobarbital merupakan obat yang baik
untuk mencegah terjadinya konvulsi selama efek
depresan dan hipnotiknya tidak menyebabkan problem.
Fenobarbital diberikan i.v dengan dosis 130-250 mg,
tergantung indikasi klinis dan respon penderita. Sodium
amital i.v sangat efektif dan aman untuk sedatif pada
122
status konvulsi, dapat diberikan sampai 1000 mg
dengan setiap kali kenaikan 100 mg.
2) Diazepam (Valium)
Telah terbukti bahwa valium berguna untuk
mencegah terjadinya kejang dalam keadaan non
hiperbarik. Namun valium juga dipakai sebagai
profilaktik terhadap penderita yang diperkirakan
mempunyai resiko tinggi terhadap konvulsi oksigen
pada terapi OHB.
Pada kenyataannya belum pernah ditemukan
penderita yang kejang setelah pemberian valium. Bila
diberikan i.v valium tidak boleh disuntikkan lebih cepat
dari 5 mg/menit dan tidak boleh dicampur dalam cairan
i.v, dosis normal valium adalah 5-10 mg. Dalam
suasana hiperbarik sering diperlukan dosis yang lebih
besar, apa sebabnya belum diketahui.
3) Phenytoin (Dilantin)
Dilantin memang obat yang dipakai untuk epilepsi
namun kegunannya dalam pencegahan konvulsi
oksigen belum diketahui dengan pasti. Pengalaman
klinis yang lebih baru menunjukkan bahwa dalam dosis
yang sangat tinggi i.v (15 mg/kgBB) memberikan efek
menghentikan konvulsi karena oksigen pada situasi
akut. Obat ini tidak boleh diberikan lebih cepat dari 50
mg/menit dan tidak boleh dicampur dengan cairan i.v.
e. Lidocain
Lidocain sebagai anti aritmia tidak menunjukkan
adanya perbedaan bila dipakai dalam suasana hiperbarik.
Sebagai tambahan, lidocain dapat menolong mencegah
sakit dan iritasi di tempat infus bila ditambahkan dalam
cairan yang mengandung potasium untuk penderita-
penderita yang mempunyai kebutuhan potasium besar.
Sebagai anestetik lokal, Lidocain dapat dipakai tanpa
perbedaan dalam RUBT.
f. Digitalis (Digoksin)
Tidak ada laporan yang menyatakan bahwa oksigen
hiperbarik menurunkan khasiat glikosid jantung, bahkan
oksigen hiperbarik dapat memberikan sedikit perlindungan
123
terhadap kelebihan dosis glikosid digitalis. Mungkin
penurunan keracunan glikosid digitalis disebabkan oleh
karena meningkatnya jumlah oksigen yang larut dalam
darah, namun mekanismenya belum diketahui. Tapi jangan
disimpulkan bahwa oksigen hiperbarik meningkatkan
toleransi terhadap digitalis di klinis.
g. Disulfiram (Antabuse)
Percobaan menggunakan disulfiram untuk
menghambat keracunan oksigen sudah pernah dilakukan.
Hasilnya memang cukup menggembirakan namun masih
diperlukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui
efek penghambatan keracunan oksigen pada semua organ
tubuh sehingga dapat dipakai secara umum. Diperkirakan
Disulfiram berkompetisi dengan enzim S-H group untuk
mengikat radikal bebas oksigen dan dengan demikian
menimbulkan efek perlindungan.
h. Vasodilator
1) Vasodilator sentral (Acetazolamid)
Obat Diamox adalah inhibitor karbonik anhidrase
yang mencegah terjadinya vasokonstriksi oleh karena
oksigen. Namun efek ini mempunyai kerugian, yaitu
dengan pencegahan terjadinya vasokonstriksi pada
umumnya akan menyebabkan terjadinya aliran darah
yang lebih besar ke otak selama terapi OHB yang
merupakan predisposisi keracunan oksigen pada saraf
pusat yang disertai kejang.
Jangan memakai obat ini di dalam RUBT pada
tekanan lebih dari 2 ATA dan sebaiknya
dipertimbangkan pemakaian profilaktik valium bila obat
ini memang harus dipergunakan.
2) Vasodilator perifer (Tolasolina)
Efek vasokonstriksi perifer dari OHB sering
menimbulkan problem, khususnya bila kita mengobati
ekstremitas yang iskemik. Sebab itu para peneliti
menganggap cukup beralasan bahwa untuk menaikkan
jumlah oksigen dalam jaringan disamping dengan OHB
juga diberikan vasodilator. Ternyata dengan pemberian
suntikan / infus 12.3 mg Tolasolina hidroklorid dalam 40
124
ml pelarut memuaskan, kecuali pada penderita dengan
simpatektomi.
i. Tiroid
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa pemberian
ekstrak tiroid atau tiroksin menyebabkan percepatan
timbulnya keracunan oksigen yang nyata dalam suasana
tekanan normal / hiperbarik. Tiroidektomi mempunyai efek
yang sebaliknya. Hipofisektomi juga menghambat konvulsi
oksigen. Meskipun hal-hal ini ditemukan pada percobaan
binatang namun cukup beralasan untuk menganggap
bahwa juga dapat terjadi pada manusia.
j. Fenotiasin
Penelitian baru dilakukan dengan menggunakan
Chlorpromasin, dimana ternyata Chlorpromasin
mempunyai efek pelindung yang cukup terhadap konvulsi
oksigen. Namun harus diingat bahwa tidak adanya kejang
bukan berarti kemungkinan keracunan tidak ada. Kerja
protektif dari obat ini mungkin dengan cara menghilangkan
atau blokade faktor penyebab neurogenik dengan aksi
penekanan pada simpatis di hipotalamus dan medulla,
maupun efek seperti anti epinefrine. Telah dibuktikan
bahwa proteksi ini tidak disebabkan oleh efek hipotensif
Chlorpromasin yang mengakibatkan penurunan peredaran
darah otak dan suplai oksigen ke saraf pusat. Atas dasar
ini dapat diharapkan bahwa jenis fenotiasin lainnya yang
tidak mengenai vasomotor akan mempunyai efek yang
sama, namun penelitian mengenai ini belum dikerjakan.
Dosis Chlorpromasin yang aman adalah 50 mg i.m
dilanjutkan 100 mg 3 kali/hari per oral.

Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Sel Jaringan Tubuh


Pengalaman dalam bidang ilmu bedah menunjukkan bahwa
keadaan iskemia mengganggu proses penyembuhan luka.
Diketahui pula bahwa hipoksia tidak tepat sama dengan iskemia,
karena itu ada asumsi yang mengatakan bahwa pemberian
oksigen lebih banyak akan membantu proses penyembuhan luka
dalam keadaan tertentu. Selama hampir 100 tahun para ahli
oksigen hiperbarik menggarap asumsi ini namun bukti bahwa
125
pengobatan cara ini rasional atau efektif belum ditemukan. Baru
sekitar tahun 1960-an, penelitian dan kenyataan klinis
menunjukkan bahwa pada luka selalu terdapat hipoksia dan
bahwa adanya oksigen merupakan faktor yang menentukan
dalam proses penyembuhan luka dan faktor penting dalam
pertahanan terhadap infeksi.
Sudah menjadi kenyataan bahwa terapi dengan oksigen
hiperbarik mempunyai efek yang baik terhadap aliran darah dan
kelangsungan hidup jaringan (tissue viability) yang iskemik.
Penggunaan oksigen hiperbarik dalam klinik meningkat dengan
cepat pada metode terakhir ini dimana perbaikan jaringan yang
hipoksia dan pengurangan pembengkakan merupakan faktor
utama dalam mekanismenya. Namun sampai saat ini pembenaran
pemakaian oksigen hiperbarik untuk memperbaiki kelangsungan
hidup jaringan didasarkan pada pengamatan klinis belaka,
meskipun begitu diadakan penyempurnaan-penyempurnaan
dalam metode penelitian untuk dapat menentukan dengan tepat
pengaruh oksigen hiperbarik terhadap kelangsungan hidup
jaringan.

Proses Penyembuhan Luka


1. Peranan Oksigen
Kerusakan pada jaringan menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah. Sel, platelet dan kolagen tercampur dan
mengadakan interaksi. Butir-butir darah putih melekat pada sel
endotel pembuluh darah mikro setempat. Pembuluh darah
yang rusak tersumbat tetapi pembuluh darah di dekatnya,
terutama venula, dengan cepat mengadakan dilatasi.
Leukosit bermigrasi di antara sel-sel endotel ke tempat
yang rusak dan dalam waktu beberapa jam tepi daerah yang
rusak sudah diinfiltrasi dengan granulosit dan makrofag.
Jaringan yang rusak segera mendapatkan beban berlebih.
Sel-sel darah putih yang rusak segera akan digantikan oleh
fibroblas yang juga sedang bermetabolisme dengan cepat.
Jadi pada saat kebutuhan metabolisme jaringan yang rusak
paling besar kemampuan sirkulasi lokal untuk mendukung
sangat kecil, krisis energi lokal tak dapat dihindarkan dan
terjadilah hipoksia di daerah yang rusak tersebut. Dalam waktu
126
beberapa hari, fibroblas mengalir dari jaringan ikat
perivaskuler di dekatnya sehingga lambat laun fibroblas
menjadi sel yang dominan di situ dan mempercepat saat
dimulainya sintesis jaringan kolagen.
Disamping itu juga terjadi neovaskularisasi yang
kemungkinan disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi dan
kebutuhan perbaikan jaringan, merangsang pembentukan
pembuluh darah baru, sehingga pada hari ke 3-5 sirkulasi baru
mulai mengisi ruangan dari luka tersebut.
Pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas merupakan
dasar dari proses penyembuhan jaringan, karena kolagen
adalah protein penghubung (connective protein) yang
mengikat jaringan-jaringan yang terpisah menjadi satu.
Ada hal yang nampaknya paradoksal namun ini suatu
kenyataan, yaitu apabila sel dibiarkan anoksik maka suatu
polipeptid prekursor kolagen menumpuk di dalam sel namun
tak ada kolagen yang dilepaskan. Bilamana oksigen diberikan
lagi maka kolagen dibentuk dalam kecepatan tinggi, ini
menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia enzim yang
membentuk kolagen diaktifkan.
Bila digunakan oksigen hiperbarik untuk mengobati luka
normal, tekanan oksigen di dalam ruang rugi dapat dinaikkan
dari normal 5-15 mmHg menjadi kurang lebih 100 mmHg pada
tekanan 3 ATA dengan pernafasan oksigen murni. Sebab itu
mungkin saja terjadi pemakaian oksigen hiperbarik yang
terlalu sering dan terlalu lama merusak hipoksia sentral yang
normal dan melumpuhkan proses perbaikan pada luka. Suplai
darah regional mungkin tidak memadai karena arteriosklerosis
pada diabetes, perlukaan (injury) pada pembuluh darah arteri
atau vena atau cangkokan kulit yang dirancang buruk.
Tingkatan PO2 arterial yang perlu untuk memperoleh kadar
oksigen yang memadai untuk proses perbaikan tergantung
pada keadaan klinis. Ada keadaan dimana hiperoksia ringan
sudah cukup untuk membantu proses perbaikan dan ada pula
keadaan dimana hiperksia ataupun oksigen hiperbarik tak
bermanfaat sama sekali. Tidak dapat dibantah bahwa oksigen
memainkan peran yang aktif, seringkali bahkan menentukan
dalam proses perbaikan. Jadi efek oksigen pada luka
127
percobaan yang mengandung ruang rugi sentral terdiri dari 4
bagian, yaitu :
a. Konsentrasi oksigen 35-70% pada tekanan 1 atmosfer
merangsang sintesis kologen.
b. Lingkungan yang hipoksia menghambat pembentukan
kolagen.
c. Bila suplai oksigen meningkat, rasio RNA/DNA dalam
jaringan juga meningkat menunjukkan adanya
penambahan pembentukan rough endoplasmic reticulum
dari sel-sel luka dan diferensiasi sel yang makin tinggi
tingkatannya.
d. Peningkatan tekanan oksigen lokal dalam waktu yang lama
melebihi batas optimun menghambat penyembuhan,
mungkin disebabkan efek toksik oksigen.
2. Peranan Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik secara khusus bermanfaat dalam
situasi dimana terdapat kompresis (resiko untuk menjadi lebih
jelek) pada oksigenasi jaringan di tingkat mikrosirkulasi
anemia, jarak difusi yang bertambah (adanya cairan oedema),
interupsi pembuluh darah yang nyata atau keadaan aliran
lambat (low flow state) akibat vasokonstriksi, arteriosklerosis
atau vaskulitis dimana kelangsungan hidup jaringan terancam.
Pada anemia karena kehilangan darah akut, oksigen
hiperbarik menambah pengangkutan oksigen yang tidak terikat
hemoglobin, penggunaan seperti ini merupakan penerapan
langsung hiperoksigenasi pada plasma.
Oksigen hiperbarik memperbaiki gradien oksigen untuk
difusi dari pembuluh darah kapiler ke dalam sel pada keadaan
dimana terdapat tahanan parsial. Oedema merupakan
tahanan parsial yang memperpanjang jarak difusi oksigen dari
kapiler ke dalam sel. Tahanan lain adalah jaringan ikat,
jaringan nekrotik, tulang yang mengalami osteomielitis, benda
asing, graft otologus dan darah yang tak mengalir.
Pada tekanan 2 ATA, tekanan oksigen di dalam darah
meningkat 10 kali. Pengalaman penggunaan oksigen
hiperbarik pada pemutusan pembuluh darah besar yang nyata
sangat terbatas.

128
Oksigen hiperbarik diharapkan dapat memperbesar tissue
survival hanya apabila terdapat sirkulasi kolateral. Bilamana
tidak ada, oksigen hiperbarik hanya akan mempercepat
pemisahan jaringan yang hidup dan mati.
Oksigen hiperbarik seringkali dipakai pada keadaan aliran
lambat (low flow state) untuk memperbesar oksigenasi
jaringan. Keadaan aliran lambat pada mikrosirkulasi dapat
disebabkan oleh insufisiensi jantung, syok, trauma langsung
pada pembuluh darah, arteriosklerosis, vaskulitis akibat radiasi
atau vasokonstriksi menyeluruh.
Oksigen diperlukan untuk proses metabolisme yang
berhubungan dengan penyembuhan luka, neovaskularisasi
dan oxidative leucocyte killing. Bila tekanan oksigen di dalam
cairan interstisial tidak mencapai 30-40 mmHg, proses ini tidak
akan terjadi. Akibatnya adalah luka yang tidak sembuh, infeksi
yang tak terkontrol atau kombinasi dari keduanya.

129
Efek hiperoksigenasi tidak didapatkan apabila digunakan
udara bertekanan sebagai ganti oksigen hiperbarik atau
bilamana digunakan oksigen secara lokal. Bilamana penderita
bernafas dengan udara pada tekanan 2 ATA, jumlah oksigen
yang larut hanya naik 2 kali lipat. Dengan pemberian oksigen
topikal, ditemukan bahwa oksigen tidak berdifusi melalui kulit
yang utuh. Fischer (1975) mengukur difusi oksigen ini dan
menemukan bahwa pada luka terbuka, penetrasi oksigen
hanya mencapai 1 mm pada pemberian topikal.

130
B. PELAKSANAAN TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK
Pelaksanaan pengobatan dengan oksigen hiperbarik dapat
dikerjakan di dalam kamar tunggal (monoplace chamber) atau
kamar ganda (multiplace chamber). RUBT kamar ganda dapat
dipergunakan untuk lebih dari satu penderita. Penderita dapat
didampingi oleh perawat atau dokter. Dalam RUBT kamar ganda
ini, penderita mengisap oksigen 100% melalui masker, tenda
kepala atau saluran endotrakheal. RUBT kamar ganda cocok
digunakan untuk penderita yang perlu seorang pendamping atau
bilamana akan dilakukan tindakan bedah atau tindakan-tindakan
pertolongan lain terhadap penderita. Dari segi beaya memang
pemakaian RUBT kamar ganda ini mahal, karena jumlah personil
yang terlibat cukup banyak dan ada resiko terhadap pendamping.

Dasar Pemikiran (Rationale) Umum


Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada
pemikiran-pemikiran / alasan-alasan sebagai berikut :
131
1. Pemakaian tekanan akan memperkecil volume gelembung gas
dan penggunaan oksigen hiperbarik juga akan mempercepat
resolusi gelembung gas.
2. Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik
akan menerima oksigen secara maksimal.
3. Di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong /
merangsang pembentukan pembuluh darah kapiler baru.
4. Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif
maupun gram negatif dengan pemberian OHB.
5. Oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan
meningkatkan efek fagositosis (bakterisidal) dari leukosit.

Kontraindikasi Penggunaan OHB


1. Kontraindikasi absolut
a. Kontraindikasi absolut adalah pneumothorak yang belum
dirawat, kecuali bila sebelum pemberian oksigen hiperbarik
dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi
pneumotorak tersebut.
b. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa
keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik
akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen
hiperbarik untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi
absolut kecuali pada keadaan-keadaan luar biasa. Namun
penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih
cepat dalam suasana oksigen hiperbarik. Penderita
keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik
biasanya secara bersama-sama juga menerima terapi
radiasi atau kemoterapi.
c. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan
parsial oksigen yang tinggi berhubungan dengan
penutupan patent ductus arteriosus, sehingga pada bayi
prematur secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental.
Namun penelitian yang kemudian dikerjakan menunjukkan
bahwa komplikasi ini nampaknya tidak terjadi.

132
2. Kontraindikasi relatif
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tetapi
bukan merupakan kontraindikasi absolut pemakaian oksigen
hiperbarik adalah sebagai berikut :
a. Infeksi saluran napas bagian atas
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi.
Dapat ditolong dengan menggunakan dekongestan dan
miringotomi bilateral.
b. Sinusitis kronis
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi.
Untuk pemakaian oksigen hiperbarik pada penderita ini
dapat diberikan dekongestan dan miringotomi bilateral.
c. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang
konvulsi oksigen. Namun bilamana diperlukan penderita
dapat diberi anti konvulsan sebelumnya.
d. Emfisema yang disertai retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih
dari normal akan menyebabkan penderita secara spontan
berhenti bernafas akibat hilangnya rangsangan hipoksik.
Pada penderita-penderita dengan penyakit paru disertai
retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat dikerjakan bila
penderita diintubasi dan memakai ventilator.
e. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen.
Kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian
aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai pencegahan
dapat diberikan anti konvulsan.
f. Riwayat pnemotorak spontan.
Penderita yang mengalami pnemothorak spontan
dalam RUBT kamar tunggal akan menimbulkan masalah
tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat dilakukan
pertolongan-pertolongan yang memadai. Sebab itu bagi
penderita yang mempunyai riwayat pnemothorak spontan,
harus dilakukan persiapan-persiapan untuk dapat
mengatasi terjadinya hal tersebut.

133
g. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang
timbul saat dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti
kasus demi kasus untuk menentukan langkah-langkah
yang harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi harus
dilakukan sangat lambat.
h. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau
topangan plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi,
mungkin suatu kontraindikasi pemakaian oksigen
hiperbarik sebab perubahan tekanan dapat menggangu
implan tersebut. Konsultasi dengan seorang ahli THT perlu
dilakukan.
i. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada
penerangan atau pemotretan dengan sinar X
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat.
Menurut pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit
tidak menimbulkan masalah.
j. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi
virus menjadi lebih hebat bila binatang tersebut diberi
oksigen hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan agar
penderita yang terkena salesma (common cold) menunda
pengobatan dengan oksigen hiperbarik sampai gejala akut
menghilang apabila tidak memerlukan pengobatan segera
dengan oksigen hiperbarik.
k. Spherositosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir darah merah sangat fragil
dan pemberian oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan
hemolisis yang berat. Bila memang pengobatan oksigen
hiperbarik mutlak diperlukan keadaan ini tidak boleh jadi
penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-langkah
yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin
timbul.
l. Riwayat neuritis optik.
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik,
terjadinya kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen
hiperbarik. Namun kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi
134
jika ada penderita dengan riwayat neuritis optik
diperkirakan mengalami ganguan penglihatan yang
berhubungan dengan retina, bagaimanapun kecilnya
pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan
perlu konsultasi dengan ahli mata.

Kategorisasi Penyakit
Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi OHB
diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The
Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and
Hyperbaric Medical Society yang telah mengalami revisi pada
tahun 1986 dan 1988.
Dalam revisi ini UHMS tidak lagi memasukkan golongan
penyakit untuk penelitian, namun hanya memakai ACCEPTED
CATEGORIZATION saja. Adapun penyakit-penyakit yang
termasuk kategori yang diterima adalah sebagai berikut :
1. Aktinomikosis
2. Emboli udara
3. Anemia karena kehilangan banyak darah
4. Insufisiensi arteri perifer akut
5. Infeksi bakteri
6. Keracunan karbonmonoksida
7. Crush injury and reimplanted appendages
8. Keracunan sianida
9. Penyakit dekompresi
10. Gas gangren
11. Cangkokan (graft) kulit
12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
13. Osteoradinekrosis
14. Radionekrosis jaringan lunak
15. Sistitis akibat radiasi
16. Ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi
17. Kanidiobolus koronotus
18. Mukomikosis
19. Osteomielitis
20. Ujung amputasi yang tidak sembuh
21. Ulkus diabetik
22. Ulkus stasis refraktori
135
23. Tromboangitis obliterans
24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama
25. Inhalasi asap
26. Luka bakar
27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis.

Tabel 12.1. Terapi Oksigen Hiperbarik

NO PENYAKIT
TEKANAN WAKTU PROSEDUR
KETERANG
MULTI MONO MULTI MONO AN
1. Aktinomiko 3 ATA 2.5 90’ 90’ Hari I : 3x
sis ATA II : 2x
III : 1x
IV : 1x
2. Emboli Lihat
udara barotrau
ma paru
3. Anemia 2.5 2.5 60’ 60’ Sesering Akut 10
akibat ATA ATA mungkin hari
Kehilangan dengan
banyak Surface
darah Interval
(SI) 1 jam
2 2 ATA 60- 60- SI 2-6 jam
ATA 120’ 120’

4. Insufisiensi 2.4 2 ATA 90’ 90’ Hari I-III :


arteri ATA 3-6 x/hari,
perifer selanjutnya
akut 1-2 x/hari
selama 10-
14 hari

5. Infeksi 3 2.5 90’ 90’ 24 jam I :


bakteriodes ATA ATA 3x
II : 2x
III : 2x

136
6. Keracunan 3 2.4 25’ 90’ Mono : Kasus
karbon ATA ATA (2x) dapat berat
monoksida diulangi gunakan
dalam tabel 6
waktu 6-12 US Navy
jam
2 25’ Multi : pada
ATA tekanan 2
ATA di
berikan
sampai
ada
perbaikan
gejala SSP

7. Crush 2.4 2 ATA 90’ 90’ 3-6 x/hari


Injury ATA selama 3-
reimplanted 10 hari
Appendag
es

8. Keracunan 3 2.5 30’ 30-45’ Multi : pada


sianida ATA ATA tekanan 2
ATA
oksigen se
2 2 ATA 45’ 2-2.5 lama 45’ SI
ATA jam 5-10 jam
sampai
keadaan
penderita
stabil

9. Penyakit Lihat
dekompresi penyakit
dekom
presi
10. Gas 3 2.5 90’ 90’ 24 jam I :
gangren ATA ATA 3x
II : 2x
III : 2x

137
11. Cangkokan 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 2 x/hari
kulit ATA selama
3 hari
12. Infeksi 3 2.5 90’ 90’ 24 jam I :
jaringan ATA ATA 3x
lunak II : 2x
III : 2x
2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari
ATA
13. Osteoradio 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari 5- Perhati
nekrosis ATA 6 x/minggu kan
sampai 30- klasifikasi
60 x penderita
tingkat
I, II dan
III
14. Radionekro 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari
sis ATA sampai 20-
jaringan 40 x

15. Sistitis 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari


akibat ATA sampai 15-
radiasi 60 x
16. Ekstraksi 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari 5- Pra
gigi pada ATA 6 x/minggu operasi
rahang 1 x/hari 5-
yang 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 6 x/minggu Purna
diobati ATA sampai 10x operasi
dengan
radiasi

17. Kanidiobo 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 2 x/hari


lus ATA sampai 30-
koronotus 60 x

138
18. Mukomiko 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 2 x/hari se
Sis ATA lama 3-5
hari,
selanjutnya
1 x/hari
sampai
30-40 x

19. Osteomieli 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 2 x/hari


Tis ATA pada in
patient, 1
x/hari pada
out patient
diberikan
minimal
30 x
20. Ujung 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1-2 x/hari,
amputasi ATA selama 7-
yang tidak 10 hari
sembuh
21. Ulkus 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari,
diabetik ATA sampai 20-
40 x
22. Ulkus 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1 x/hari
stasis ATA sampai 20-
refraktori 60 x
23. Ulkus yang 2.4 2 ATA 90’ 2 jam 1-2 x/hari
terkait ATA
dengan
vaskulitis
24 Trombo 2.4 2 ATA 90’ 2 jam Minimal
angitis ATA 30x
obliterans

25. Luka tidak 2.4 2 ATA 90’ 2 jam


sembuh ATA
akibat
hipoperfusi
dan trauma
lama
139
26. Inhalasi 2.4 2 ATA 1 jam 1 jam Didahului
asap yang ATA pengobat
tidak an seperti
sembuh CO
poisoning
27. Luka bakar 2 ATA 90’ 24 jam I Luka
setiap bakar
8 jam, kurang
selanjutnya dari 24
2x/hari jam

Gambar 12.1. Multiplace Chamber


1. Inner Lock 11. A gag valve
2. Outer Lock 12. Viewport-inner Lock (4)
3. Air Supply Connection 13. Viewport-outer Lock (2)
4. Air Supply-two valve 14. Transmitter–Receiver (2)
5. Air Supply-one valve 15. Light–inner Lock (2)
6. Inner Lock Pressure 16. Light–outer Lock

140
Equalizing valve 17. Pressure gauge–outside (2
7. Exhaust-two valve each lock)
8. Exhaust-one valve 18. Pressure gauge–inside (1
9. Exhaust outlet each lock )
10. Oxygen Manifold 19. Power Distribution Panel
11. Relieve valve 110 Psig 20. Clock (optional)
21. Door Dogs

Design Pressure 100 Psig Volume :


- Inner lock = 138 cubic feet
- Outer lock = 65 cubic feet
- Total = 201 cubic feet
Original Hydrostatic Pressure – 200 Psig.

Penutup
Terapi oksigen hiperbarik (OHB) telah berkembang dengan
pesat baik di negara-negara maju, maupun di negara-negara
berkembang dan telah dipakai sebagai pengobatan utama
maupun pengobatan tambahan pada berbagai jenis penyakit.
Disamping bermanfaat, terapi OHB juga memerlukan
kewaspadaan, mengingat adanya bahaya keracunan oksigen.
Oleh karena itu penggunaan OHB harus dilakukan dengan hati-
hati, dengan menggunakan prosedur dan dosis yang tepat.
Penelitian dalam bidang OHB masih terus berlanjut sampai
sekarang sehingga di masa mendatang jumlah penyakit yang
dapat diobati dengan OHB makin bertambah dengan makin
jelasnya efek OHB terhadap tubuh.

Kepustakaan :
1. Balentine J. D. Pathology of Oxygen Toxicity. Academic Press.
New York, USA, 1982.
2. Davis J. C & Hunt T. K. Hyperbaric Oxygen Therapy. Undersea
Medical Inc. Bethesda Maryland, USA, 1977.
3. Davis J. C. Hyperbaric and Undersea Medicine. Medical
Seminar Inc. San Antonio, Texas, USA, 1981.

141
4. Diving Medical Officer Student Guide. Course A-3A-0010.
Naval Technical Training Command, USN, 1981.
5. Edmonds C, Lowry C & Pennefather J. Diving and Subaquatic
Medicine. Diving Medical Centre Publication, New Australia,
1983.
6. Haregene A. R. Tissue Nutrition and Viability. Springer Verlag.
New York, USA, 1986.
7. Kindwall E. P, Goldmann R. W. Hyperbaric Medicine
Procedure. Department of Hyperbaric Medicine. St Lukes
Medical Center. Milwaukes, Wisconsin, USA, 1988.
8. Loedin A. A. Pengobatan Penderita-Penderita Tetanus Dengan
Zat Asam Tekanan Tinggi (Hyperbaric Oxygenation).
Simposium I Kesehatan Udara Bertekanan Tinggi (KUBT),
Surabaya, 1967.
9. Maulana O & Hidayat T. Pengalaman Pengobatan Hiperbarik
Oksigenasi dalam Bidang Dermatologi di Rumkital Dr.
Mintohardjo, Jakarta. Kumpulan Kongres Nasional I PKHI.
Surabaya, 1983.
10. U. S. Navy Diving Manual. Volume 1. Air Diving. Nave 0994-
LP-001-9010, Change 2. 1978.

SURAT PERNYATAAN MASUK RUBT

1. DATA PRIBADI :
a. N a m a : .............................
b. Pangkat / Korps: .............................
c. Jabatan : .............................
d. Alamat : .............................
142
2. RIWAYAT PENYAKIT :
a. Apakah pernah mengalami pneumothorak spontan ?
(paru-paru yang mengempis/kolaps) Ya - Tidak
b. Apakah pernah operasi pada dada ? Ya - Tidak
c. Apakah pernah operasi pada telinga ? Ya - Tidak
d. Apakah menderita penyakit tuli ? Ya - Tidak
e. Apakah ditemukan kelainan pada foto paru ? Ya - Tidak
f. Apakah sering atau saat ini menderita penyakit asma,
batuk pilek / influensa, infeksi pada sinus ? Ya - Tidak
3. PERNYATAAN :
a. Saya tidak keberatan masuk RUBT, meskipun saya
mengetahui adanya bahaya / resiko bila menjalani
pengobatan atau menjadi orang coba di dalam RUBT yang
diberi tekanan.
b. Semua resiko menjadi tanggung jawab saya pribadi.
c. Saya menyetujui untuk segera dilaksanakan pengobatan
baik dengan obat-obatan, pengobatan dengan cara
rekompresi maupun HBO apabila saya menderita penyakit
akibat tekanan.
d. Saya menyatakan bahwa saya dalam keadaan sehat, tidur
cukup dan tidak minum alkohol dalam waktu 24 jam
terakhir ini.
4. KHUSUS UNTUK WANITA :
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya tidak hamil dan
pada saat ini tidak mempunyai dugaan bahwa saya sedang
hamil.
Surabaya, 20
Menyetujui Keluarga, Yang membuat pernyataan,

( ...................................... ) ( .................................. )
STATUS PASIEN
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK (OHB)

N AM A :………………………….. Nomor :
UMUR :…………………………..
JENIS KELAMIN :…………………………..
PEKERJAAN :…………………………..
143
AGAMA :…………………………..
ALAMAT :…………………………..
TANGGAL / JAM :…………………………..
KIRIMAN RS / DR :…………………………..
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Disusun secara kronologis
KELUHAN SISTEMIK
Keadaan Umum
Keadaan gizi BB bertambah
Sesak BB berkurang
Pucat Lain -lain
KULIT
Sianosis / kebiruan
Ikterus / kuning
Lain-lain
K E PALA
Sakit kepala
Trauma
Lain-lain
MATA
Sakit mata
Diplopia / melihat
ganda
Fotopobia / takut
cahaya
Lain-lain
TELINGA
Tuli
Tinitus
Keluar nanah
Lain-lain
HIDUNG
Obstruksi
Sinusitis
Epistaksis

144
Lain-lain
GIGI
Caries dentis
Lain-lain
TENGGOROKAN
Kemerahan
Sakit menelan
Lain-lain
PERNAPASAN
Sesak
Sakit dada
Hemoptisis
Lain-lain
KARDIOVASKULER
Palpitasi
Bengkak
Pingsan
Lain-lain
GASTRO
INTESTINAL
Selera makan
Sakit perut
Mual / muntah
Konstipasi
Diare
Hemorrhoid
Tinja
Hernia
Lain-lain

MUSKULO
SKELETAL
Lemah otot
Sakit sendi
Parestesi
Sendi
GENITO URINARIA

145
Hematuria
Piuria
Oliguria
Lain-lain
REPRODUKSI
(WANITA)
Siklus haid
KB
Abortus
SARAF
Kejang
Lumpuh
Lain-lain
PENYAKIT /
OPERASI YANG
PERNAH / SERING
DIDERITA
Tonsilitis
Rematik
Asma
Telinga
Dada
Lain-lain
RIWAYAT
KELUARGA
DM
Alergi
Heriditer
Kontak TBC
Hemofilia
Penyakit ginjal
Lain-lain
RIWAYAT GIZI
Keadaan sosial
ekonomi

146
PEMERIKSAAN FISIK

BERAT BADAN : TEKANAN DARAH : PERNAPASAN :


TINGGI BADAN : NADI : SUHU :
KEADAAN UMUM
Tampak sakit Kesadaran
Pucat Gizi
Sesak Lain-lain
KULIT
Warna Petechia
Basah/kering Lain-lain
MATA
Gerakan bola Kornea
mata Pupil
Sklera Lain-lain
Exopthalmus
K E PALA
Bentuk Lain-lain
TELINGA
Membrane Timpani
timpani
Pendengaran
Lain-lain
HIDUNG
Rongga hidung Septum
Mukosa Lain-lain
MULUT
Bibir Gigi geligi
Lidah Lain-lain
LEHER
Kaku leher Limponodi
Tumor Lain-lain
DADA
Bentuk Pernafasan
Simetris Lain-lain
JANTUNG
147
Apex impuls Bunyi
Thrill jantung
Pulsasi
Rate Bising
Irama Lain-lain
PARU-PARU
Perkusi Kel axilla
Auskultasi Lain-Lain
Suara Nafas
ABDOMEN
Bentuk Ascites
Tumor Hati
Venektasi Limpa
EXTERMITAS
Atas : Warna
Ooedema
Bawah : Tremor
Clubbing
Lain-lain
NEUROLOGIK
Saraf Motorik Motorik
Sensoria Koordinasi
Refleks Lain-Lain
LAIN –LAIN
Columna
vertebralis
Kelainan-
kelainan yang
belum disebut

- PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HASIL - HASIL - X-RAY / FOTO
- LAIN - LAIN

148
RINGKASAN :

KESAN / DIAGNOSIS SEMENTARA :

Surabaya, 20

(_____________)

PERJALANAN PENYAKIT
PERINTAH DOKTER DAN PENGOBATAN

149
Tanggal / Tanda
Perjalanan Penyakit Perintah Pengobatan
Jam tangan

150

Anda mungkin juga menyukai