KEBUDAYAAN DAERAH
KOTA PALU TAHUN 2018
Alhamdulillah, kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, dengan Rahmat dan hidayah-Nya, Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan
Daerah (PPKD) Kota Palu, Sulawesi Tengah dapat dirampungkan sebagai hasil
kerja riset Tim Penyusun yang terdiri dari unsur pemerintah dan unsur ahli baik
dari kalangan akademisi, budayawan, maupun pelaku seni budaya Kota Palu, yang
dikoordinir langsung oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu.
Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah ini, tentunya menjadi langkah
kongkrit dari pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dalam
pemajuan kebudayaan daerah dan nasional, setelah ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 05 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang merupakan
amanat pemajuan kebudayaan nasional Indonesia.
Oleh karena itu, selaku pemerintah Kota Palu mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memilih
dan menunjuk Kota Palu bersama lima Kabupaten/Kota lainnya sebagai wilayah
perioritas dan percontohan Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD)
Tahun 2018, melalui surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
1052/E./E1/KB/2018 hal Undangan Rapat Koordinasi daerah Perioritas Penyusunan
PPKD tanggal 17 Mei 2018 di Jakarta.
Sesungguhnya, cita-cita luhur yang melandasi lahirnya Undang-Undang
Nomor 05 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sangat selaras dengan visi
pemerintah Kota Palu yaitu: “Palu Kota Jasa, Berbudaya dan Beradat Dilandasi
Iman dan Takwa”. Visi ini, mengindikasikan bahwa di antara yang menjadi pusat
perhatian pembangunan pemerintah Kota Palu, adalah pembangunan di bidang
kebudayaan, baik pada dimensi ekspresi budaya dan tradisi maupun pada dimensi
nilai-nilai budaya, tradisi, dan kearifan lokal masyarakat yang dapat memperkokoh
sikap dan perilaku (karakter) toleransi, kekeluargaan, dan gotong-royong yang
sudah mulai terdegradasi di era global dewasa ini.
Hidayat
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, dan
atas Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga Penyusunan Draft Pokok-pokok
Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Palu, Sulawesi Tengah Tahun 2018 dapat
diselesaikan bersama dengan Tim Penyusun. Pencapaian ini tentunya menjadi
suatu kebanggan tersendiri kami bersama Tim penyusun dengan waktu yang
sangat singkat dapat merampungkan laporan ini sesuai dengan limit waktu yang
ditentukan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud. RI. Namun demikian, kami
menyadari, draft ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Draft ini sendiri
merupakan langkah awal dari proses panjang pemajuan kebudayaan yang
diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017, sehingga kerja-kerja
penyusunan terus berjalan dalam setiap tahapan pemajuannya.
Mewakili Tim Penyusun, menyadari bahwa selama dalam proses penyusunan
mulai dari pembagian tugas dan tanggung jawab 11 Objek Pemajuan Kebudayaan
(OPK), tahap pengumpulan data melalui wawancara, kajian referensi, kajian
dokumen, dan Focus Group Discussion (FGD) untuk saling menopang dalam
mempercepat proses pengidentifikasian pokok-pokok pikiran kebudayaan yang
tersebar luar dan kompleks di tengah-tengah masyarakat. Meski demikian, tim
penyusun telah dapat memenuhi kebutuhan mengidentifikasi pokok-pokok pikiran
kebudayaan untuk diinput ke dalam sistem Aplikasi Pemajuan Kebudayaan (APIK)
yang selanjutnya ditindak lanjuti dalam penyusunan Drat PPKD.
Kami menyadari, dengan selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan,
saran, bimbingan dari berbagai pihak. Pertama sekali kepada Dirjen Kebudayaan
yang telah mempercayakan kepada Pemerintah Kota Palu melalui Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu untuk menyusun Pokok-pokok Pikiran
Kebudayaan Daerah. Kepada Bapak Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palu yang tiada
hentinya memberikan dukungan dan arahan. Sekretaris Daerah Kota Palu yang
telah meluangkan waktu khusus untuk ikut dalam mendukung proses penyusunan
PPKD dengan memberikan banyak informasi, masukan dan kritikan yang sifatnya
konstruktif. Begitu juga kepada tokoh masyarakat, tokoh adat yang sangat baik
memberikan informasi kepada tim penyusun, dan bersedia menerima undangan
FGD dan berbagi pemikiran di dalam proses tersebut. Dan kepada semua
Oleh:
TIM PENYUSUN POKOK PIKIRAN KEBUDAYAAN DAERAH
KOTA PALU TAHUN 2018
Hidayat
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RANGKUMAN UMUM
Tabel 1:
Statisitik Data OPK Wilayah Kota Palu Tahun 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
II.1.4. Sejarah
II.1.4.1. Sejarah Singkat Budaya
Sebagaimana suku-suku lainnya di wilayah persada Nusantara, Suku Kaili
juga mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam
kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat sebagai aturan dan norma yang harus
dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Penyelenggaraan
upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-Rano, no-
Raego, kesenian berpantun muda-mudi), upacara kematian (no-Vaino,menuturkan
kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji
kepada Dewa Kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit ( no-Balia,
memasukkan ruh untuk mengobati orang yg sakit); pada masa sebelum masuknya
agama Islam dan Kristen, upacara-upacara adat seperti ini masih dilakuan dengan
mantera-mantera yang mengandung animisme.
Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan
kematian sudah disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara
menurut agama penganutnya. Demikian juga upacara yang mengikuti ajaran Islam
seperti: Khitan (Posuna), Khatam (Popatama) dan gunting rambut bayi usia 40 hari
(Niore ritoya), penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.
Kebudayaan kota Palu berkembang dari masa prasejarah yang dibuktikan
dengan adanya situs pemukiman megalitik, dan benda cagar budaya seperti
lumpang batu. Pada sekitar abad ke 7 pengaruh budaya Cina mulai memasuki
Sulawesi Tengah yang dibuktikan dengan temuan keramik dari dinasti Tang abad
Selain tim penyusun di atas, dibantu oleh tim kesekretariatan yang terdiri
dari sembilan orang, yaitu:
Tabel 3
Susunan Tim Sekretariat PPKD Kota Palu Tahun 2018
Tabel 4
Susunan Tim Penyusun PPKD Kota Palu Tahun 2018
IV.1. Manuskrip
Manuskrip adalah semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang
pada kertas, lontar, kulit kayu, dan sebagainya. Terdapat beberapa manuskrip
skrip (naskah) kuno yang selama ini tersimpan di penjuru tanah air, sejatinya
merupakan sumber peradaban tak ternilai. Manuskrip merupakan sumber
pengetahuan yang masih relevan sampai kini, selain nilai-nilai kehidupan.
Khusus di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, berdasarkan hasil pendataan
dan survei terdapat 17 manuskrip, sebagai berikut:
Tabel 6
Nama-nama OPK Manuskrip Kota Palu Tahun 2018
No. Nama OPK Manuskrip Bahasa
1. Ayat Alkalin Belanda
2. Akte Tahun 1919 Belanda
3. Kontrak Pemerintah Hindia Belanda dengan Kerajaan Belanda
Palu tahun 1954
4. Lontara Baligau Tatanga Bugis
5. Naskah Asal Kejadian Belanda
6. Naskah Kapal Camphyus Belanda
7. Naskah Konu Kutika Arab
8. Naskah Perdagangan Belanda
9. Naskah tentang Iman dan Takwa Arab
10. Salinan Mars Pelantikan Raja Palu Tjatjo Idjaza Belanda
11. SK Landschip Tawaeli tahun 1917 Belanda
12. SK Madika Matua Palu tahun 1921 Belanda
13. SK Madika Malolo dan Madika Matua tahun 1919 Belanda
14. Surat Bestuur Palue 27 Juli 1912 Belanda
15. Surat Controluer Palue tahun 1933 kepada Daeng Melayu
Malinde
16. Surat Keterangan Madika Malolo Palu tahun 1926 Belanda; Melayu
17. Surat Kontroleur Belanda tentang Tawaeli tahun 1912 Belanda;Melayu.Arab.
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Ketujuh belas OPK Manuskrip Kota Palu di atas tersimpan di dua tempat,
yaitu; di Museum Provinsi Sulawesi Tengah dan Lembaga Loigi Indonesia di Kota
Palu. Selain itu, manuskrip-manuskrip ini tertulis dalam tiga bentuk bahan, yaitu
kertas, kulit kayu, dan kain. Mansukrip-manuskrip ini pula memuat berbagai unsur
sejarah, silsilah, ajaran agama dan etika (akhlak), naskah konu. Gambaran bahan
dan bahasa manuskrip tersebut dapat dilihat dalam grafik berikut:
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Diagram 1:
Diagram Persentase OPK Manuskrip Menurut Bahasa
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 2:
Grafik OPK Tradisi Lisan Menurut Jenis
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik OPK Tradisi lisan di atas menggambarkan ada beberapa jenis tradisi
lisan suku Kaili di Kota Palu, mulia dari tradisi lisan dalam bentuk nyanyian, pantun,
petuah, rapalan, doa dan syair. Beberapa tradisi lisan tersebut, dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel 7
Nama-nama OPK Tradisi Kota Palu Tahun 2018
No. Nama OPK Tradisi Lisan Jenis Tradisi Lisan Prekw. Pelaksanaan
1. Basa Potambuli Syair dan Do’a Sering
2. Dadendate Nyanyian Jarang
3. Dandi Nyanyian Jarang
4. Gane Dua Pantun Jarang
5. Gane Nusupa Rapalan Jarang
6. Gane Pangkara Do’a kekebalan Jarang
7. Gane Talua Rapalan; Pantun Jarang
8. Kayori Pantun Jarang
9. Tindua Nyanyian Rakyat Jarang
10. Tutura Ceritra Rakyat Jarang
11. Vadi Rapalan Jarang
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Tradisi lisan yang terdata pada umumnya dituturkan oleh etnis Kaili, baik
etnik Kaili Tara, Ledo, Rai, dan Unde. Beberapa jenis OPK tradisi lisan yang
disebutkan di atas masih sering disajikan oleh masyarakat atau komunitas tertentu
di kalangan suku Kaili, baik pertunjukan secara langsung maupun melalui media
seperti radio. Deskripsi OPK tentang media penyajian tradisi lisian dapat dilihat
pada grafik di bawah ini:
Grafik 3
Grafik OPK Tradisi Lisan Menurut Etnis
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
IV.4. Ritus
Di dalam suatu kelompok masyarakat tentu ada suatu bentuk ritual. Suatu
bentuk ritual bukanlah sesuatu yang mandiri, melainkan terkait dengan aspek-
aspek lain. Ritual tersebut sebenarnya terkait dengan suatu sistem kepercayaan
dan/atau sistem religi.
Ritus sebagai salah satu objek kebudayaan berupa tata cara pelaksanaan
upacara atau kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu oleh kelompok
masyarakat, seperti halnya masyarakat lembah Palu. Sesungguhnya, masyarakat
Palu memiliki berbagai banyak perayaan yang diwujudjan dalam bentuk upacara
atau ritual.
Berbagai jenis upacara atau ritual dan pesta rakyat berhasil diidentifikasi
dalam borang dan hasil survei di masyarakat di sini terdapat 20 jenis. Angka ini
nantinya akan terus bertambah seiring proses pengindetifikasian mengingat
khasanah ritual masyarakat Palu sangat kaya yang belum tergali dan teridentifikasi
yang selama ini dilakukan oleh etnik Kaili yang mendiami kota Palu.
Dari sejumlah ritus yang ada berdasarkan hasil survei sudah mulai jarang
dilaksanakan dalam konteks masyarakat global dewasa ini. Adapun gambaran
frekuensi pelaksanaan ritus tersebut, dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 4
Diagram OPK Ritus Menurut Frekuensi Pelaksanaan
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Berbagai pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh suku bangsa Kaili pada
awal kemunculannya tersegmentasi berdasarkan wilayah atau keadaan alam.
Artinya, pengetahuan tradisional tersebut muncul diantaranya karena
determinisme lingkungan. Besarnya pengaruh konteks lingkungan menjadi salah
satu faktor adanya variasi pengetahuan tradisional anatar suku bangsa Kaili yang
bermukim di wilayah pegunungan, lembah dan di wilayah garis pantai. Variasi
pengetahuan tradisional semakin tinggi sejak penduduk luar mulai masuk
membangun relasi dan bertempat tinggal dengan penduduk lokal yang
menyebabkan terjadinya penerimaan pengetahuan baru (transfer of knowladge)
yang kelak juga menjadi bagian inti dari kebudayaan suku bangsa Kaili
Transfer pengetahuan yang menjadikan pengetahuan tradisional suku Kaili
menjadi poliponik secara dominan dalam perkembangan awalnya sebagian besar
berasal dari kepulauan Sulawesi di antaranya suku bangsa Bugis, Mandar,
Makassar, Manado dan Gorontalo. Perkembangan berikutnya mendapatkan
pengaruh dari pulau-pulau lainnya seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan bahkan
Arab serta Cina setelah ditemukannya kapal uap yang memudahkan mobilitas
suku bangsa melangsungkan perjalanan jauh bermigrasi ke berbagai wilayah di
seluruh belahan dunia.
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 6:
OPK Pengetahuan Tradisional Menurut Etnis:
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
IV.7. Seni
Banyak sekali warisan seni yang wajib dilestarikan sehingga anak cucu kita.
Banyaknya seni di Palu, tentu menjadi bagian dari kebudayaan nasional Indonesia.
Sebagai salah satu daerah beretnis Kaili, di Kota Palu, alat musik tradisional sering
juga ditampilkan saat ada upacara, pesta, dan ritual adat. Dan beberapa jenis
kesenian daerah ini sudah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi
generasi muda saat ini. Secara umum, dari data isian borang OPK dan hasil
pendalaman melalui survei, terhimpun ada ± 70 jenis OPK seni tradisional dari
berbagai jenis di kota Palu.
Grafik 7
Grafik OPK Seni Menurut Cabang Seni
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Tabel di atas Beberapa instrumen seni budaya yang dikenal dalam kesenian
suku Kaili di Palu antara lain: Kakula (disebut juga gulintang, sejenis gamelan
pentatonis),Lalove (serunai), nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba
(gendang), gamba-gamba (gamelan datar/kecil), goo (gong), suli (suling) dan lain
sebagainya. Mengingat jumlah OKP seni ini sangat banyak jumlahnya maka secara
lengkap keterangannya dapat dilihat dalam sistem APIK OPK seni tradisional.
IV.8. Bahasa
Suku kaili adalah suku yang mendiami kota Palu. Atau bisa disebut juga
sebagai suku asli lembah Palu. Masyarakat suku ini mendiami sebagian besar
wilayah Sulawesi Tengah meliputi Kota Palu, Wilayah kabupaten Donggala,
Kabupaten Kulawi, Parigi dan Ampana, sebagian Kabupaten poso dan sejumlah
kecil mendiami kabupaten lainnya seperti Kabupaten Buol dan kabuaten Toli-toli.
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata kaili, salah
satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku orang Palu ini berasal
dari nama pohon dan buah kaili, yang umumnya tumbuh dihutan-hutan di
kawasan daerah ini. Dalam suatu karya ilmiah yang komprehensif mengenai
budaya dan tradisi masyarakat ini, dan didukung keterangan dari beberapa
informan, dapat disimpulkan bahwa Bahasa Kaili yang menjadi bahasa
dimasyarakat ini sangatlah unik dan terdapat beberapa ragam dialek.
Berdasarkan data borang dan APIK, paling tidak ditemukan lima jenis dialek
bahasa Kaili dipergunakan oleh masyarakat asli Kota Palu, yaitu: Bahasa Kaili Ledo;
Bahasa Kaili Rai; Bahasa Kaili Unde; Bahasa Kaili Tara. Dan Bahasa Kaili Doi.
Data lapangan yang diperoleh mengenai penggunaan bahasa Kaili sebagai
bahasa daerah setempat pada empat wilayah dialek di Lembah Palu, yaitu; dialek
Ledo di Besusu (kota Palu), dialek Da’a di Marawola, dialek Unde di Loli Tasiburi,
dan dialek Rai di Tawaeli. Meskipun demikian, di antara dialek yang paling umum
digunakan adalah dialek Kaili Ledo. Dialek ini kemudahannya oleh karena dari
beberapa dialek etnis Kalili lainnya dapat memahami bahasa Kaili Ledo. Dan
semua dialek tersebut aktif digunakan dalam berbahasa oleh komunitas
masyarakat Kaili di Kota Palu.
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Tabel 12
Nama-nama OPK Permainan Rakyat Kota Palu Tahun 2018
No. Nama Jenis Permainan Suku Pelaksanaan Ket.
1. Permainan Nobanga Kaili Sering Kota Palu
2. Permainan Nakoba Kaili Jarang Kota Palu
3. Permainan Nogarata/Nokeni Kaili Sering Kota Palu
4. Permainan Nosivalagasi Kaili Jarang Kota Palu
5. Permainan Kadende Kaili Sering Kota Palu
6. Permainan Nogoli Kaili Sering Kota Palu
7. Permainan Kololio Kaili Sering Kota Palu
8. Permainan Lagundi Kaili Sering Kota Palu
9. Permainan Nobesitaka Kaili Sering Kota Palu
10. Permainan Nojapi-japi Kaili Jarang Kota Palu
11. Permainan Nosibua Kaili Jarang Kota Palu
12. Permainan Nosivinti Kaili Jarang Kota Palu
13. Permainan Porogontu Kaili Sering Kota Palu
14. Permainan Supo Kaili Jarang Kota Palu
15. Permainan Teku-teku Kaili Sering Kota Palu
16. Permainan Tilako Avo Kaili Sering Kota Palu
17. Permainan Kalempa Kaili Jarang Kota Palu
18. Permainan Topegugu Kaili Jarang Kota Palu
19. Permainan Nosonggilo Kaili Sering Kota Palu
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Grafik 8
Grafik OPK Permainan Rakyat Menurut Etnis
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Diagram 6
Diagram OPK Permainan Rakyat Menurut Frekuensi Pelaksanaan
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Melihat grafik dan diagram di atas, tergambar bahwa etnis Kaili memiliki
kekayaan khazanah permainan rakyat yang hingga saat ini masih banyak yang
Tabel 13
Nama-nama Olahraga Tradisional Kota Palu Tahun 2018
No. Nama Jenis Olahraga Suku Pelaksanaan Ket.
1. Olahraga Nosibinti Kaili Jarang Kota Palu
2. Olahraga Tariktambang Kaili Sering Kota Palu
3. Olahraga Sakaya layar Kaili Jarang Kota Palu
4. Olahraga Larikarung Kaili Sering Kota Palu
5. Olahraga Kasti Kaili Jarang Kota Palu
6. Olahraga Hadang Kaili Sering Kota Palu
7. Olahraga Supit Kaili Jarang Kota Palu
8. Olahraga Raki’ Kaili Tidak ada Kota Palu
9. Olahraga Tilako Avo Kaili Sering Kota Palu
10. Olahraga Bakiak Kaili Sering Kota Palu
11. Olahraga Pacukuda Kaili Jarang Kota Palu
12. Olahraga Tilako Baya Kaili Sering Kota Palu
13. Olahraga Kuntao Kaili Sering Kota Palu
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Dari tabel di atas, terdapat beberapa jenis olahraga tradisonal yang berhasil
dihimpun dan telah terinput dalam APIK. Jumlah tersebut masih bersifat relatif,
mengingat tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah seiring proses
pengembangan PPKD yang akan dilakukan oleh pemerintah kota Palu melalui
fasilitasi program pengembangan dan tindak lanjut oleh Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan RI Cq. Derektorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud. RI.
Grafik 9
Grafik OPK Olahraga Tradisional Menurut Etnis
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Diagram 7
Diagram OPK Olahraga Tradisional Menurut Frekuensi Pelaksanaan
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
V.1. Manuskrip
Berdasarkan hasil survei dan pendalaman melalui studi dokumen, interview,
dan FGD terkait OPK manuskrip di Kota Palu, secara kelembagaan masih cukup
tersedia, namun terindikasi lemah dalam aspek SDM. Kelemahan SDM dalam
konteks OPK Manuskrip yang ada di Kota Palu terutama pada aspek SDM
pembaca dan penerjemah ahli terhadap beberapa naskah-naskah konu yang ada.
Demikian pula dari jumlah pengakses dan lembaga manuskrip. Untuk lebih jelas
gambaran pengakses dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 10
Grafik Jumlah Pengakses Menurut OPK Manuskrip
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 11
Grafik Jumlah Lembaga menurut OPK Objek Manuskrip Kota Palu Tahun 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 12
Grafik Jumlah Penutur Menurut OPK Tradisi Lisan
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Tabel 7
Nama-nama OPK Tradisi Kota Palu Tahun 2018
No. Nama Tradisi Lisan Jenis Tradisi Lisan SDM Penutur Lembaga
1. Basa Potambuli Syair dan Do’a 10 orang 2 lembaga
2. Dadendate Nyanyian 8 orang 2 lembaga
3. Dandi Nyanyian 7 orang Tidak ada
4. Gane Dua Pantun 10 orang Tidak ada
5. Gane Nusupa Rapalan 60 orang Tidak ada
6. Gane Pangkara Do’a kekebalan 50 orang Tidak ada
7. Gane Talua Rapalan; Pantun 6 orang Tidak ada
8. Kayori Pantun 5 orang Tidak ada
9. Tindua Nyanyian Rakyat 7 orang Tidka ada
10. Tutura Ceritra Rakyat 5 orang Tidak ada
11. Vadi Rapalan 10 orang Tidak ada
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Keseluruhan OPK tradisi lisan di atas, pada umumnya dituturkan oleh etnis
suku Kalili, kecuali ada beberapa jenis OPK tradisi lisan yang dituturkan khusus
oleh etnik tertentu, seperti; Tradisi Basa Potamboli (Etnis Kaili Tara, Ledo, dan Rai);
dan tradisi lisan Kayori (etnis Ledo, Rai, dan Unde).
Grafik 14
Grafik Jumlah Lembaga menurut Objek Adat istiadat
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
V.4. Ritus
Ritus sebagai salah satu objek kebudayaan berupa tata cara pelaksanaan
upacara atau kegiatan yang didasarkan pada nilai tertentu oleh kelompok
masyarakat, seperti halnya masyarakat lembah Palu. Sesungguhnya, masyarakat
Palu memiliki berbagai banyak perayaan yang diwujudjan dalam bentuk upacara
atau ritual, dan masyarakat kota Palu masih banyak melakukan, sehingga dari
aspek SDM ritual sesungguhnya masih cukup tersedia.
Dari 20 jenis upacara atau ritual dan pesta rakyat berhasil diidentifikasi
dalam borang dan hasil survei di masyarakat terdapat sekitar 20 lembaga. Artinya,
secara kelembagaan objek ritus ini masih cukup baik. Demikian pula, dari aspek
SDM objek ritus, meskipun masih terdapat pelaku namun ada indikasi semakin
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 16
Jumlah Pelaku Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juli 2018
Grafik 17
Jumlah Lembaga menurut Objek Pengetahuan Tradisional
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Diagram 8:
OPK TeknologiTradisional Menurut Frekuensi Pelaksanaan:
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 18:
Jumlah Pelaku Pemanfaatan Teknologi Tradisional:
Grafik 19:
Jumlah Pengguna Pemanfaatan Teknologi Tradisional:
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 20:
Jumlah Lembaga menurut Objek Teknologi Tradisional:
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
V.7. Seni
Dari keseluruhan OPK yang terdata, objek seni merupakan objek yang paling
terbanyak terekam dalam borang dan APIK tahun 2018. Objek seni dalam konteks
SDM dan kelembagaan di Kota Palu dalam beberapa tahun terakhir ini cukup baik,
oleh karena adanya proaktif dan fasilitasi dari Dewan Kesenian Kota Palu. Dengan
demikian, dari aspek kelembagaan, terdata 55 lembaga dari 70 jumlah total objek
seni yang terdata.
Berikut vusual grafik jumlah pelaku atau pendukung serta lembaga seni
menurut cabang seni:
Grafik 21:
Grafik Jumlah Pelaku/Pendukung Seni Menurut Cabang Seni
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
V.8. Bahasa
Sebagaiaman disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan data borang dan
APIK, paling tidak ditemukan lima jenis dialek bahasa Kaili dipergunakan oleh
masyarakat asli Kota Palu, yaitu: Bahasa Kaili Ledo; Bahasa Kaili Rai; Bahasa Kaili
Unde; Bahasa Kaili Tara. Dan Bahasa Kaili Doi.
Konteks SDM pengguna bahasa Kaili dari lima dialeg terssebut masih tetap
eksis dan digunakan dalam bahasa komunikasi di lingkungan masyarakat suku
Kaili lembah/Kota Palu. Berdasarkan data, bahwa di masing-masing dialek tersebut
terdapat masing-masing lembaga, sebagaimana tergambar dalam grafik di bawah
ini.
Garfik 22:
Grafik Jumlah Lembaga menurut Objek Bahasa
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Tabel 8:
Tabel Gambaran SDM dan Lembaga Objek Bahasa Kaili Kota Palu
No. Kel. Etnis Dialek Penutur Lembaga
1. Suku Kaili Ledo 200.000 1 (satu)
2. Suku Kaili Rai 15.000 1 (satu)
3. Suku Kaili Unde 7000 1 (satu)
4. Suku Kaili Tara 10.000 1 (satu)
5. Suku Kaili Doi 500 1 (satu)
Sumber: Borang dan APIK PPKD Kota Palu Tahun 2018
Grafik 23:
Jumlah Lembaga menurut Objek Permainan Rakyat
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Grafik 24:
Grafik Jumlah Lembaga menurut Objek Olahraga Tradisional
Sumber: Aplikasi hasil pengimputan Pokok Pikiran Kebudayaan Kota Palu, Juni 2018
Sarana Prasarana
No. Nama OPK
Pemerintah Masyarakat
1. Manuskrip Terbatas Terbatas
2. Tradisi Lisan Belum ada Kecapi; Gendang; Mbasi-basi
3. Adat Istiadat Buku hukum adat Bantaya; dll.
4. Ritus Belum ada data pasti Totua Nuada; Totua Ngata; dll.
5. Penget. Tradisional Belum ada data pasti Warung Kuliner; pusat produksi;
6. Teknol. Tradisional Belum ada data pasti Terbatas
7. Seni Taman seni budaya; Instrumen seni; komunitas seni
8. Bahasa Buku Tata Bahasa Ledo; Buku pedoman adat; dewan
Buku hukum adat
9. Permainan Rakyat Belum ada data pasti Belum ada data pasti
10. Olahraga Tradisi Belum ada data pasti Belum ada data pasti
11. Cagar Budaya Belum ada data pasti Belum ada data pasti
Sumber: Hasil analisis ketersediaan sapras OPK Kota Palu Tahun 2018
Tabel 10
Tabel Diagram Presentase Sarana Prasarana OPK
VII.1.4. Ritus
Indikator Capaian
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja
2024 2029 2034 2039
1. Pelaku ritus Reaktualisasi dan Memelihara Lembaga Reaktualisasi dan Pelaksaan ritus Pelaksaan Pelaksaan Pelaksaan
sudah mulai regenerasi eksistensi ritual- keluarga, adat, sosialisasi kepada hiudp kembali ritus hiudp ritus hiudp ritus hiudp
berkurang dan melalui proses ritual leluhur dan masyarakat. generasi penerus di tengah kembali di kembali di kembali di
yang konsisten trans- masyarakat tengah tengah tengah
melaksanakan internalisasi dan Tersedia masyarakat masyarakat masyarakat
sudah berusia pengetahuan sapras dan Tersedia dan dan Tersedia
lanjut dan tidak ritus yang masih pelaksanaan sapras Tersedia sapras
5. Belum ada Membangun Mengembagkan Pelaku seni film Membangun Rumah Kuantitas dan Geliat seni Geliat seni
fasilitas dan rumah produksi kreativitas dan rumah produksi; produksi film kualitas film film semakin
rumah produksi seni film lokal produktivitas terbangun pelaku seni semakin maju dan go
yang dan nasional di pelaku seni film Melatih skill secara film semakin maju dan nasional dan
representatif Kota Palu daerah generasi muda di refresentatif baik dan go nasional internasional.
dalam bidang produksi produktif. dan
memproduksi film internasion
seni dan film al.
Produksi film seni
dan dokumenter
daerah, dan film
lainnya.
6. Lembaga/komun Lembaga/Komun Pelestarian dan Lembaga/Sangg Pembentukan Khazanah Khazanah Khazanah Khazanah
itas seni belum itas seni pengembangan ar seni dan keompok binaan kesenian kesenian kesenian kesenian
optmal dalam melakukan kesenian daerah lembaga cabang seni daerah daerah daerah daerah
pelestarian dan pelestarian dan pendidikan semakin lestari semakin semakin semakin
pengembangan pengembangan Pembinaan secara dan lestari dan lestari dan lestari dan
kesenian daerah. kesenian secara informal dan berkembang berkembang berkembng berkembang
optimal formal terkait
kesenian daerah Pembinaan Pembinaan Pembinaan Pembinaan
sanggar seni sanggar seni sanggar sanggar seni
Penguatan seni di semakin semakin seni semakin
lembaga menggeliat menggeliat semakin menggeliat
pendidikan dan dijadikan dan dijadikan menggeliat dan dijadikan
sebagai pelajaran sebagai sebagai dan sebagai
mulok kurikulum kurikulum dijadikan kurikulum
Mulok di Mulok di sebagai Mulok di
VII.1.8. Bahasa
Indikator Capaian
No Permasalahan Rekomendasi Tujuan Sasaran Tahapan Kerja
2024 2029 2034 2039
1. Penutur bahasa Peningkatan Peningkatan Lembaga/Pusta Melakukan diklat Kuantitas dan Kuantitas dan Kuantitas Kuantitas dan
Kaili sebagai kualitas dan kualitas dan bahasa; lembaga dan kualitas kualitas dan kualitas kualitas
bahasa kuantitas kuantitas adat; dan pengembangan penutur penutur penutur penutur
penduduk asli penutur bahasa penutur bahasa lembaga bahasa daerah; bahasa daerah bahasa bahasa bahasa
Kota Palu daerah daerah pendidikan. meningkat; dan daerah daerah daerah
semakin Menyusun kamus tersusunnya meningkat; meningkat; meningkat;
berkurang. bahasa daerah buku dan dan dan dan
secara lengkap kamus bahasa tersusunnya tersusunny tersusunnya
dari seluruh dialek daerah. buku dan a buku dan buku dan
Kaili di Kota Palu kamus kamus kamus
bahasa bahasa bahasa
daerah. daerah. daerah.
2. Di dalam Penguatan Pelestarian Keluarga suku Sosialisasi Bahasa daerah Bahasa Bahasa Bahasa
keluarga telah penggunaan penggunaan Kaili kota Palu pentingnya tetap lestari daerah tetap daerah daerah tetap
mulai jarang bahasa daerah di bahasa daerah mempertahankan dan digunakan lestari dan tetap lestari lestari dan
menggunakan dalam lingkugan dalam kehidupan bahasa ibu dalam digunakan dan digunakan
bahasa Kaili keluarga. keluarga (daerah) dalam lingkungan dalam digunakan dalam
sebagai bahasa lingkungan keluarga suku lingkungan dalam lingkungan
ibu akibat trend keluarga sebagai Kaili di Palu keluarga lingkungan keluarga
modernisasi. upaya pelestarian suku Kaili di keluarga suku Kaili di
bahasa daerah. Palu suku Kaili di Palu
Palu
3. Adanya rasa Penggunaan Membangun Masyarakat dan Sosialisasi dan Bahasa daerah Bahasa Bahasa Bahasa
malu dalam diri bahasa daerah di rasa bangga geberasi muda pembudayaan tetap lestari daerah tetap daerah daerah tetap
generasi muda dalam lingkugan terhadap bahasa penggunaan dan digunakan lestari dan tetap lestari lestari dan
Dalam konteks upaya pemajuan kebudayaan di Kota Palu saat ini ditemukan beberapa
upaya sebagai befrikut:
Rekomendasi Umum:
Berdasarkan keenam permasalahan yang ditemukan di atas, maka direkomendasikan
sebagai berikut:
1. Sebagai tindak lanjut penyusunan PPKD ini, maka dipandang perlu membentuk
tim identifikasi, dokumentasi, dan validasi secara komprehensip seluruh khazanah
kekayaan budaya lokal Kota Palu yang belum sempat terdata;
2. Penguatan tenaga SDM setiap OPK melalui pelatihan, pembinaan, dan
pengembangan, baik secara formal maupun informal, serta penyediaan sarana
prasarana pelestarian seluruh objek kebudayaan daerah;
3. Dibentuk Tim peneliti dan pengkajian untuk mempertemukan sisi positif dari nilai-
nilai budaya dan kearifan lokal dengan konteks ajaran agama, dan atau dalam
kerangka melakukan restrukturisasi secara fill-in budaya lokal dengan nilai ajaran
agama;
4. Menyediakan dan mengembangkan lahan untuk pengembangan bahan baku dan
alat pembuatan dan pelaksanaan beberapa objek budaya, seperti; kuliner,
busana, alat, dan perlengkapan ritual yang bersumber dari alam hayati (nabati
dan hewani);
5. Menysun buku pedoman, dokumen, dan kurikulum berbasis nilai-nilai budaya
dan kearifan lokal belum ada secara tersistemik dan terstruktur dengan optimal,
seperti: kurikulum muatan lokal bahasa daerah, kurikulum mulok seni budaya
daerah, kurikulum mulok seni budaya daerah olahraga dan kesehatan, desain
program pendidikan dan pembelajaran seluruh mata pelajaran terintegrasi nilai-
nilai budaya dan kearifan lokal;
6. Mendorong legislatif dan eksekutif menetapkan produk hukum berkaitan dengan
pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah dan nasional.
7. Mendorong kerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi, lembaga adat, komunitas
seni budaya, dalam pemajuan kebudayaan daerah.
Lampiran 1:
Surat Keputusan Walikota tentang Penyusun PPKD Kota Palu Tahun 2018
Ritus
Cagar Budaya
Bahasa
1. Bahasa Kaili ada 22 dialek 1 di antaranya ende berasal dari Malei yaitu 17 kl dari
Taweli,
Ledo 29
Rai 9
Tara 7
Doi
Unde
Tradisi Lisan
MenjadwalkanPendataanKomunitas, Persoanaldll.
- Karya??...
MASALAH
1. BelumAdanya Data yang Valid
1. Notulensi FGD
Macam – Macam Manuskrip
1. Baligau Tatanga Menggunakan bahasa lontar bu
2. Manuskrip kutika, terbuat dari kulit kayu, yang isinya belum bias di ungkap,
tapi dalam garis besarnya isinya tentang waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu. Memerlukan Pengkajian Simbol2.
3. Manuskrip Penciptaan Makhluk Hidup, terbuat dari Kain, memakai huruf
Arab, dan memelukan kajian lebih dalam.
4. Surat Controleur Paloe Tahun 193 apabila ada masyarakat memiliki surat
yang lama, bias melporkan kepada Panitia di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Palu.
Ritus
1. Ritus Noragi Ose menggali Makna- Makna pada Ritus
2. Ritus Nosalama Bantaya Istilah Bahasa di utamakan Bahasa Lokal.
Cagar Budaya
1. Kawatuna Menyimpan Sejarah yang sangat Tua, salah satunya pemukiman
yang sangat tua, dan butuh kajian lebih mendalam
2. Contoh Bnagunan Gedung Juang, tempat membacakan Maklumat bahwa
kota Palu Kembali ke NKRI. Dan Apabila ada gedung yang tuah bias di
laporkan kedinas pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu
3. Kelurahan kawatuna dan Poboya merupakan kawasan cagar budaya.,
Bahasa
1. Bahasa Kaili ada 22 dialek 1 di antaranya ende berasal dari Malei yaitu 17
kl dari Taweli,
Ledo 29
Rai 9
Tara 7
Doi
Unde
2. Notulensi FGD
OBJEK SENI
MenjadwalkanPendataanKomunitas, Persoanaldll.
- Karya??...
- Batas Pendataandaritanggal 11- 21 juniTahun 2018
PelaksanaanDewanKesenianPalu.
MASALAH
1. BelumAdanya Data yang Valid
2. AkteLembaga
3.Belumada Data basekesenianberbasis IT
4. PendataanKembali data komunitassanggarnovindi/ dll.
5. Data Base Kota/ Propinsi
6. Aplikasi Data Android Data Valid
7. Melengkapi Data 3 TokohBudaya 3 Hari
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
BAB II
Bagian Kesatu
Dewan Adat
Paragraf 1
Pasal 3
Paragraf 2
Keanggotaan
Pasal 4
Paragraf 3
Masa Bhakti
Pasal 5
Bagian Kedua
Majelis Adat
Paragraf 1
Pasal 6
Paragraf 2
Keanggotaan
Pasal 7
Paragraf 3
Masa Bhakti
Pasal 8
Bagian Ketiga
Lembaga Adat
Paragraf 1
Struktur Organisasi dan Pembentukan Kepengurusan
Pasal 9
Struktur organisasi Lembaga Adat, terdiri dari:
Paragraf 2
Keanggotaan
Pasal 10
(1) Keanggotaan Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dipilih secara musyawarah dari tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan tokoh adat di Kelurahan setempat.
(2) Jumlah anggota Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d paling banyak 9
(sembilan) orang dan berjumlah ganjil.
(3) Anggota Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf e berjumlah 7 (tujuh) orang.
Pasal 11
(1) Pemilihan anggota Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) difasilitasi oleh Lurah dengan membentuk
Panitia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Panitia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Lurah.
Pasal 12
Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan
dalam berita acara.
Pasal 13
Penetapan pengangkatan keanggotaan Lembaga Adat hasil pemilihan
ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota berdasarkan usulan Lurah
dan diketahui oleh Camat dengan melampirkan berita acara hasil
pemilihan anggota Lembaga Adat yang terpilih.
Paragraf 3
Masa Bhakti
Pasal 14
(1) Periode kepengurusan Lembaga Adat adalah 5 (lima) tahun.
BAB III
SYARAT KEPENGURUSAN
Pasal 15
Syarat kepengurusan kelembagaan adat kaili meliputi:
a. syarat umum; dan
b. syarat khusus.
Pasal 16
Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf a terdiri
dari:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. tidak pernah terlibat dalam suatu kegiatan yang mengkhianati
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
d. penduduk Kelurahan setempat;
e. memahami adat kaili dan fasih berbahasa kaili;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. memiliki akhlak terpuji dan keteladanan;
h. tidak menjadi pengurus, anggota dan/atau simpatisan partai
politik;
i. tidak sedang tersangkut kasus hukum Negara atau adat;
j. Dewan Adat dan Majelis Adat berusia paling rendah 40 (empat
puluh) tahun; dan
k. Lembaga Adat berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun,
kecuali Suro paling rendah berusia 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 17
Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf b terdiri
dari:
a. Natada untona (cerdas dan berwawasan luas);
b. Nanoto pangantoakana (arif dan bijaksana);
c. Nabelo sumba nojarita (sopan dan santun dalam tutur kata serta
berperilaku);
d. Nanasa talingana (peka, sigap, tanggap dan responsif); dan
e. Nanoa ri arantai ri timbanga (jujur, adil, tulus dan ikhlas).
Pasal 18
Berakhirnya keanggotaan kelembagaan adat kaili, apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; dan
c. diberhentikan.
Pasal 19
Diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. melanggar hukum negara, norma agama, dan hukum adat;
e. melanggar syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
dan
f. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai
persyaratan menjadi pengurus berdasarkan pembuktian dari
lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen.
BAB V
PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ADAT KAILI
Pasal 20
Penegakan hukum Adat Kaili dilaksanakan oleh Lembaga Adat melalui
Potangara Nuada.
Pasal 21
Lembaga Adat dalam melaksanakan Potangara Nuada sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 berpedoman pada tata cara beracara
Potangara Nuada dan Atura Nuada ante Givu Nuada yang tercantum
Pasal 22
Lembaga Adat dalam melaksanakan Potangara Nuada dilarang menolak
menyelesaikan pelanggaran adat.
BAB VI
BENTUK, ARTI LAMBANG DAN ATRIBUT
Bagian Kesatu
Bentuk
Pasal 23
Bentuk lambang kelembagaan adat adalah segi lima.
Pasal 24
Lambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri dari gambar
sebagai berikut:
a. bintang warna kuning;
b. bantaya warna putih;
c. padi warna kuning;
d. kapas warna putih dan hijau; dan
e. 5 (lima) mata rantai warna kuning emas.
Bagian Kedua
Makna Lambang
Pasal 25
Makna lambang sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 sebagai
berikut:
a. segi lima melambangkan 5 (lima) sila Pancasila;
b. bintang melambangkan kemuliaan dan keagungan;
c. bantaya melambangkan wadah untuk mengayomi nilai
toleransi, kekeluargaan dan kegotongroyongan;
d. padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat; dan
e. 5 (lima) mata rantai melambangkan 5 (lima) kesatuan wilayah
keadatan Kaili.
Bagian Ketiga
Makna Warna Lambang
Bagian Keempat
Atribut
Pasal 27
(1) Atribut kelembagaan adat Kaili, meliputi:
a. Balengga Nuada:
1. laki-laki siga motif Bomba warna kuning dan perempuan
sampolu warna kuning;
2. laki-laki baju warna hitam dengan selempang (Buya Sabe)
kuning dan perempuan baju kebaya adat Kaili warna
menyesuaikan;
3. laki-laki guma (parang adat);
4. laki-laki celana hitam dan perempuan Buya Sabe warna
menyesuaikan; dan
5. pin lambang adat warna emas;
b. Pouki Nuada, Polisa Nuada dan Pila-Pila Nuada:
1. laki-laki siga motif Bomba warna coklat bercorak putih dan
perempuan sampolu warna merah;
2. laki-laki baju warna hitam dengan selempang (buya sabe)
merah dan perempuan baju kebaya adat Kaili warna
menyesuaikan;
3. laki–laki guma (parang adat);
4. laki-laki celana hitam dan perempuan Buya Sabe warna
menyesuaikan; dan
5. pin lambang adat warna emas;
c. Suro lembaga adat:
1. siga motif Bomba warna merah;
2. baju warna hitam dengan selempang (buya sabe) merah;
3. guma (parang adat);
4. celana hitam;
5. lambang khusus;
6. papan nama; dan
7. pin lambang adat warna emas untuk ketua dan warna perak
untuk anggota.
Pasal 28
(1) Atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 digunakan pada
upacara adat, penganugerahan gelar adat, potangara, libu nuada,
dan hari besar Daerah dan/atau Nasional.
(2) Model atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Wali Kota ini.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Dewan Adat dan Majelis Adat
Pasal 29
Pembiayaan Dewan Adat dan Majelis Adat dapat bersumber dari:
a. bantuan/sumbangan masyarakat;
b. hasil usaha lembaga adat;
c. kegiatan lain yang sah menurut hukum;
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
e. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
f. sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 30
Pembiayaan sebagamana dimaksud dalam Pasal 29 digunakan untuk :
a. insentif kepada pengurus Dewan Adat dan Majelis Adat;
b. pengadaan atribut pengurus Dewan Adat dan Majelis Adat;
c. pengadaan sarana dan prasarana Dewan Adat dan Majelis Adat;
dan
d. biaya operasional pengurus Dewan Adat dan Majelis Adat.
Pasal 31
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 pengelolaannya
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 32
(1) Pembiayaan Lembaga Adat bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kota Palu.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui program dan kegiatan Organisasi Perangkat Daerah terkait.
Pasal 33
Pembiayaan Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
meliputi:
a. insentif kepada pengurus Lembaga Adat;
b. pengadaan atribut pengurus Lembaga Adat;
c. pengadaan sarana dan prasarana Lembaga Adat;
d. biaya operasional pengurus Lembaga Adat; dan
e. pendidikan dan pelatihan pengurus Lembaga Adat.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Wali Kota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Wali Kota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kota Palu.
Ditetapkan di Palu
pada tanggal 5 April 2017
WALI KOTA PALU,
ttd
HIDAYAT
Diundangkan di Palu
pada tanggal 5 April 2017
SEKRETARIS DAERAH KOTA PALU,
ttd
ASRI
Muliati
NIP. 19650805 199203 2 014
LAMPIRAN I
PERATURAN WALI KOTA
PALU
NOMOR 38 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
KELEMBAGAAN ADAT KAILI
I. GAMBARAN UMUM
3. Sala Mbivi
Sala Mbivi salah satu jenis hukum yang diberikan/dikenakan
kepada seseorang yang melanggar norma-norma Adat yang
berhubungan dengan ucapan, perilaku dan perbuatan dalam
kategori ringan.
2. Tahap Persidangan :
a. Korban datang dengan didampingi Suro atau ketua RT
tempat domisilinya, totua nuada mempersilahkan duduk
pada posisi yang telah ditentukan.
b. Totua Nuada mengatur ruang sidang dengan menetapkan
posisi duduk korban di sebelah kiri dan posisi pelaku di
sebelah kanan Pemangku Adat di tengah dan masyarakat
di depan (posisi terlampir dalam gambar)
c. Totua Nuada memeriksa kelengkapan adat sambulu dan
kesiapan Pemangku Adat lainnya yang telah diberikan
tugas masing-masing.
d. Ketua Sidang adat atau totua nuada membuka sidang
adat (Potangara Nuada) dengan bertanya Tabe mamalamo
mompamula Potangara, nagopa mo? Artinya sudah
bolehkah dimulai persidangan adat apakah sudah genap
dan siap? jika dijawab nagopa mo, mamalamo
mompamula.
e. Ketua Pemangku Adat menyampaikan salam layaknya
umat muslim dan selanjutnya menjelaskan panjang lebar
mengenai bagaimana latar belakang Potangara ini
dilaksanakan. Dimulai dari laporan To Rugi sampai pada
utusan Suro dan penetapan waktu seperti pada pra
persidangan adat.
a. Tahapan Pertama :
Pemeriksaan saksi-saksi termasuk saksi korban (To Rugi).
Pemeriksaan saksi-saksi berkenaan dengan pengetahuan saksi
yang dilihat sendiri, didengar sendiri, atau yang dirasakan
sendiri sehubungan dengan peristiwa/sengketa yang
disidangkan. Tidak boleh menjadi saksi mereka yang hanya
mendengar peristiwa/sengketa itu dari orang lain.
b. Tahapan Kedua :
Pemeriksaan terhadap To Sala berkenaan dengan
perbuatan/peristiwa yang diduga dilakukan oleh To Sala
sesuai laporan To Rugi. Sedapat mungkin dalam pemeriksaan
pada tahapan ini To Sala “mengakui kesalahannya” agar
persidangan berjalan lancar dan mempermudah pemangku
adat dalam pengambilan keputusan. Pada tahap ini, To Sala
dapat melakukan pembelaan diri dengan alasan-alasan yang
logis. Alasan-alasan To Sala dipertimbangkan oleh Majelis
Pemangku Adat dalam pengambilan keputusan sebagai faktor
yang meringankan atau memberatkan.
c. Tahapan Ketiga :
Pemeriksaan pada tahapan ini tidak lagi melibatkan To Rugi
dan To Sala . Keterangan To Sala akan dikonfirmasi dengan
keterangan saksi-saksi termasuk keterangan saksi pelapor (To
Rugi) oleh majelis Pemangku adat. Hasil konfirmasi keterangan
To Sala dengan keterangan saksi-sasi termasuk keterangan
saksi To Rugi dijadikan dasar Majelis untuk mengambil
keputusan yang seadil-adilnya menurut nilai-nilai keadilan
masyarakat saat sidang (Potangara) itu dilaksanakan.
d. Tahapan Keempat:
Penyampaian keputusan dihadapan sidang terbuka dan
dibuka untuk umum. Totua Nuada / Hakim Ketua sidang
c. Petunjuk
Petunjuk sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur
dalam Pasal 188 KUHAP yang mengatur, bahwa :
1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu
sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana dan siapa pelakunya.
2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat diperoleh dari:
a) keterangan saksi;
b) surat;
c) keterangan terdakwa.
3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu
petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan
oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia
mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan
dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Alat bukti petunjuk juga dikenal dalam sistem Peradilan Adat
Kaili. Petunjuk dalam sistem Peradilan Adat Kaili berarti perilaku
atau gerak-gerik, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun terhadap pelanggaran adat yang sedang ditangani
menunjukkan bahwa telah terjadi suatu pelanggaran adat dan
siapa pelakunya. Petunjuk pada Peradilan Adat Kaili diperoleh
dari gerak-gerik saksi saat memberi keterangan, gerak gerik To
ttd
HIDAYAT
Muliati
NIP. 19650805 199203 2 014
I. GAMBARAN UMUM
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD
1945), menegaskan bahwa pengakuan sekaligus penghormatan
terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, di jelaskan dalam Pasal
18B ayat (2): “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam Undang-Undang”.Selanjutnya pada Pasal 28 ayat (3):
“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Terkait dengan masyarakat Hukum Adat, UUD 1945 juga
memberikan jaminan konstitusional terhadap kebudayaan
Indonesia, termuat dalam Pasal 32 yaitu : Ayat (1): “Negara
memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Selanjutnya, Ayat (2):
“Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional”.
Manusia dan kebudayaanya merupakan suatu hal yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat, sebab kebudayaan
merupakan impelementasi dari segenap aktivitas manusia dalam
menciptakan sesuatu. Baik itu dalam wujud kebudayaan maupun
dalam bentuk tingkahlaku, yang diwarisi secara turun temurun
kepada setiap generasinya sebagai suatu tatanan sosial budaya yang
1.8 Bahasa
Bahasa adalah sistem perlambangan yang digunakan manusia
dalam bentuk tulisan maupun lisan untuk dapat berkomunikasi
satu dengan lainnya dalam suatu kelompok masyarakat. Walaupun
disadari bahwa menentukan luas batas penyebaran suatu bahasa
sangatlah sulit, karena kadang di daerah perbatasan tempat tinggal
dua kelompok etnis yang berbeda seringkali intensif berhubungan
sehingga ada proses pengaruh yang sangat cepat antara unsur-
unsur bahasa dari kedua belah pihak, lagi pula karena Sulawesi
Tengah tidak mempunyai bahasa tulisan (abjad) termasuk di Kota
Palu, sehingga bahasa suatu etnis hanya dapat dikenali lewat
penuturan etnis pendukung bahasa tersebut.
Walaupun penduduk asli Suku Kaili sebagai penghuni pertama
yang mendiami Kota Palu dan sekitarnya, namun suku-suku
lainya dapat hidup berdampingan dengan masyarakat Kaili. Hal ini
menyebabkan terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya ditandai
dengan adanya kawin-mawin.(jasrum:2001)
Berdasarkan hasil inventarisasi dan kajian Hukum dan Sanksi
Adat Kaili Kota Palu sebagai lokus Penelitian menunjukan bahwa
bahasa di Kota Palu memiliki lima wilayah keadatan dengan
penutur bahasa Ledo, Rai, Tara, Doi, dan Unde.
a. Animisme
Kepercayaan ini merupakan kepercayaan terhadap zat halus.
Zat ini memberikan kekuatan hidup dalam gerak kepada banyak
hal di dalam alam semesta. Zat halus yang memiliki kekuatan itu
dapat berbeda dengan tumbuhan, hewan dan manusia serta
benda-benda lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian,
karena sifatnya gaib dan super natural yang biasa disebut mana,
dan ia dapat mengalami inkarnasi dari satu jiwa kejiwa yang
lainnya.
b. Spiritisme
Disamping kepercayaan Animisme, masyarakat Sulawesi
Tengah Juga mengenal kepercayaan Spiritisme yakni kepercayaan
akan adanya mahluk halus. Menurut kepercayaan, sebagaian
masyarakat suku Kaili menganggap bahwa mahluk halus ini juga
mempunyai sifat sama seperti manusia, ada yang bersifat baik dan
ada yang jahat, sehingga bila masyarakat akan melakukan
sesuatu terlebih dahulu memohon izin kepada mahluk halus
tersebut.
Menurut kepercayaan tradisional asal-usul mahluk halus
tersebut dibedakan atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Mahluk halus yang asal kajadiannya sudah gaib, seperti
Tarapotika, Topepa, Butolova, Tauta Tampilangi, Viata dan
sebagainya.
2. Mahluk Halus dari manusia yang lenyap tanpa melalui
proses kematian seperti Tauleru dan Talivarani
3. Mahluk halus dari roh manusia yang sudah meninggal
tetapi tidak wajar seperti dibunuh dan sebagainya.
3.2.1.2. Nipali
Sanksi Adat Nipali merupakan pelanggaran terhadap hukum
Adat Salakana, yang dikenakan kepada seseorang/keluarga
dengan cara diasingkan atau diusir dari kampung.
3.2.1.3.Nibeko
Sanksi Adat Nibeko merupakan pelanggaran terhadap hukum
Adat Salakana, yang dikenakan kepada seseorang/keluarga
dengan cara dikucilkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan.
3.3.Vaya (Pelanggaran)
3.3.3. Nobualo
merupakan bentuk pelanggaran perzinahan seorang Perempuan
yang mempunyai suami yang sah dengan seorang lelaki lain atas
keinginan/godaan perempuan.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana Bangumate,
dikenakan givu (sanksi) yaitu :
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
e. Santonga tubu mputi (mangkuk kramik putih),
f. Sudakana (mahar) 11 sampai dengan 99 Reyal.
g. Suraya (piring adat) Posanga (Pinekaso, Tava Kelo) dengan
hitungan 15 buah sampai dengan 17 buah, jika hal
tersebut tidak ada,maka notovali (Pengganti)dengan piring
biasa.
3.3.4. Nebualosi
merupakan bentuk pelanggaran perzinahan seorang laki-laki yang
mempunyai isteri yang sah dengan seorang perempuan lain atas
keinginan/godaan Laki-laki.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana Bangumate,
dikenakan givu(sanksi) yaitu :
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
3.3.5. Nopangadi,
adalah perzinahan seorang perempuan yang mempunyai suami
yang sah dengan seorang lelaki lain (atas keinginan/godaan laki-
laki).
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana
Bangumate, dikenakan givu(sanksi) kepada laki-laki dan
perempuan, yaitu :
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
e. Santonga tubu mputi (mangkuk kramik putih),
f. Sudakana (mahar) 11 sampai dengan 99 Reyal.
g. Suraya (piring adat) Posanga (Pinekaso, Tava Kelo) dengan
hitungan 15 buah sampai dengan 17 buah, jika hal
tersebut tidak ada, maka notovali (Pengganti) dengan
piring biasa.
3.3.9.Nepeneki,
dimaksudkan adalah seorang laki-laki bertamu dengan sengaja ke
rumah seseorang perempuan gadis, janda atau perempuan yang
telah bersuami tanpa ada orang ketiga yang diyakini akan berbuat
kurang baik, apabila seorang perempuan keberatan/berteriak,
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana dan
dikenakan givu (sanksi): Sampomava bengga.
Selanjutnya perempuan tersebut tidak berteriak namun ada orang
yang menyaksikan.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala baba dan
dikenakan givu (sanksi): Samporesi Tovau.
3.3.15. Nesarabago,
dimaksudkan perbuatan zina yang dilakukan oleh calon pengantin
laki-laki dengan calon pengantin perempuan yang telah diikat oleh
perjanjian rencana pernikahan secara adat dan perbuatan
tersebut diketahui oleh pihak ketiga.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana dikenakan
givu (sanksi): Sampomava Bengga.
3.3.17. Nosimpalaisaka,
dimaksudkan bila seorang lelaki dengan sengaja membawa lari
seorang perempuan atas kemauan mereka bersama.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana dikenakan
kepada laki-laki givu (sanksi): Sampomava Bengga
3.3.18. Neduku,
dimaksudkan seorang perempuan turun dari rumah kediaman
orang tuannya, lalu tinggal menetap di kediaman orang tua pihak
laki-laki yang memang telah mempunyai hubungan asmara.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana yang
dikenakan kepada laki-laki givu (sanksi): Sampomava Bengga
3.3.19. Nepungu,
dimaksudkan seorang perempuan yang telah kehilangan
kehormatan dan menahan seorang lelaki yang telah memiliki
hubungan asmara, sehingga pihak laki-laki tidak bisa turun atau
keluar dari rumah wanita tersebut.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Kana yang
dikenakan kepada laki-laki givu (sanksi): Sampomava Bengga
3.3.21.Nepogau,
a. Perbuatan zina seorang laki-laki terhadap seorang wanita
tidak normal/cacat mental.
Pelanggaran di atas merupakan pelanggaran Sala Baba yang
dikenakan kepada laki-laki givuna(sanksi): Sampomava Bengga
b. Perbuatan zina yang dilakukan oleh beberapa orang laki-
laki terhadap seorang perempuan.
Pelanggaran di atas merupakan pelanggaran Sala Kana,
kepada pelaku di kenakan givu (sanksi): masing-masing
sampomava Bengga.
3.3.22. Netatopo/Netadilo,
dimaksudkan perbuatan seseorang laki-laki dengan sengaja
mengintip wanita mandi, wanita sedang tidur, wanita yang sedang
mengganti busana dan atau mengintip suami istri yang sedang
berada di kamar tidur.
Pelanggaran di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
laki-lakidi kenakan givu (sanksi): Ruamporesi tovau
3.3.26. Negogo/NegayoMombine,
adalah tindakan seorang laki-laki yang berusaha menjamah atau
memegang alat vital perempuan yang membuat orang tersebut
keberatan.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): ruamporesi tovau
3.3.29. Netiku,
dimaksudkan tindakan beberapa orang mengeroyok, walaupun
korban memiliki kesalahan.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
masing-masing pelaku dikenakan givu (sanksi): samporesi tovau
dan melakukan penggantian biaya perawatan bagi orang yang
dicederai.
3.3.30. Nelea,
dimaksudkan tindakan seseorang yang melakukan penganiayaan
dengan cara sembunyi-sembunyi.
3.3.31. Netampa,
dimaksudkan tindakan emosional seseorang dengan sengaja
melukai ternak orang lain.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): mengganti dengan ternak sesuai
yang dilukainya.
3.3.32. Neanyu-anyuka,
dimaksudkan dengan sengaja secara berolok-olok dengan kata-
kata atau prilaku yang tidak sopan di hadapan orang lain.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Mbivi, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi):Samporesi tovau.
3.3.33. Nesauru,
dimaksudkan perilaku yang tidak sopan (penghinaan) terhadap
orang lain, Pemangku adat dan Madika.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): ruamporesi tovau.
3.4.34. Nangangga,
dimaksudkan mengambil barang orang lain yang bukan miliknya
tanpa izin.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Baba, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): ruamporesi tovau
Di samping itu pelaku dikenakan givu (sanksi) mengganti barang
sesuai dengan yang dicurinya.
3.3.35. Netunai/Netuasi,
dimaksudkan ucapan seseorang memaki-maki orang lain dengan
kata-kata yang tidak sopan (menyebut kemaluan laki-laki dan
3.3.36. Nebagiu,
dimaksudkan perbuatan penipuan terhadap orang lain,
menyebabkan kerugian orang lain.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Mbivi, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): samporesi tovau.
Perbuatan tersebut di atas apabila mengakibatkan “ permasalahan
besar ” (terjadi korban jiwa dan harta) maka masuk pelanggaran
Sala Kana bangu mate dikenakan Givu (sanksi):
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
e. Santonga tubu mputi (mangkuk kramik putih),
f. Sudakana (mahar) 11 sampai dengan 99 Reyal.
g. Suraya (piring adat) Posanga (Pinekaso, Tava Kelo) dengan
hitungan 15 buah sampai dengan 17 buah, jika hal
tersebut tidak ada,maka notovali (Pengganti) dengan piring
biasa.
3.3.37. Nedavai,
dimaksudkan perbuatan membohongi orang lain, menyebabkan
kerugian orang lain.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Mbivi, kepada
pelaku dikenakan givu (sanksi): samporesi tovau.
Perbuatan tersebut di atas apabila mengakibatkan “ permasalahan
besar ” (terjadi korban jiwa dan harta) maka masuk pelanggaran
Sala Kana bangu mate dikenakan Givu (sanksi):
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
e. Santonga tubu mputi (mangkuk kramik putih),
f. Sudakana (mahar) 11 sampai dengan 99 Reyal.
g. Suraya (piring adat) Posanga (Pinekaso, Tava Kelo) dengan
hitungan 15 buah sampai dengan 17 buah, jika hal
tersebut tidak ada,maka notovali (Pengganti)dengan piring
biasa.
3.3.39.Nerasaki,
dimaksudkan perbutan memuji orang lain secara berlebihan
melampaui batas kewajaran dan menyebabkan ketersinggungan
orang lain.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Mbivi, kepada
pelaku dikenakan Givu (sanksi): samporesi tovau.
3.3.40. Nosintutu,
dimaksudkan perbuatan dengan sengaja menyebarkan berita
bohong ataupun aib orang lain meskipun benar, yang dapat
mencemarkan nama baik seseorang maupun kelompok.
Perbuatan di atas merupakan pelanggaran Sala Mbivi, kepada
pelaku dikenakan Givu (sanksi): samporesi tovau.
Perbuatan tersebut di atas apabila mengakibatkan “ permasalahan
besar ” (terjadi korban jiwa dan harta) maka masuk pelanggaran
Sala Kana bangu mate dikenakan Givu (sanksi):
a. Sampomava Bengga (seekor Kerbau jantan besar)
b. Sanggayu gandisi (satu pes kain putih),
c. Samata guma (satu buah Parang Adat),
d. Santonga dula (satu buah dulang),
e. Santonga tubu mputi (mangkuk kramik putih),
f. Sudakana (mahar) 11 sampai dengan 99 Reyal.
g. Suraya (piring adat) Posanga (Pinekaso, Tava Kelo) dengan
hitungan 15 buah sampai dengan 17 buah, jika hal
tersebut tidak ada,maka notovali (Pengganti)dengan piring
biasa.
4.4.4.Givu (Sanksi)
4.4.4.1.Ombo Kamate Numaradika (meninggalnya raja)
Pantangan/larangan: memasak, membuat minyak kelapa
dirumah,menggoreng apa saja dalam rumah, menenun kain dalam
rumah, membersihkan rambut (Moboka/Mosiuka bulua/Mosigea,
Mosisalaga) bagi perempuan, mencuci pakaian, menyembelih
hewan dalam kampung, bagi pejalan kaki dari luar kampung sejak
memasuki batas wilayah ombo (livuto) yang diberi simbol novera
(janur kuning), tidak diperkenankan memakai topi, mengendarai
kuda, atau naik kuda mainan bagi anak-anak, memikul sesuatu
secara berimbang atau dua ujung pikulan (molemba), sebaiknya
harus mobantia (memikul sesuatu hanya pada satu ujung pikulan
saja, sedang pikulan bagian depan harus ditekan dengan tangan,
atau cukup dengan menjinjing) bagi semua penumpang kendaraan
tidak turun kecuali Kusir.
Pelanggaran terhadap larangan atau pantangan ombo tersebut
diatas, dikenakan Givu (sanksi): Samporesi Tovau.
Catatan : Ombo Kamate Numadika memiliki jangka waktu tertentu
berdasarkan keputusan pemanggku adat.
ttd
HIDAYAT
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Hukum,
Muliati
NIP. 19650805 199203 2 014
ttd
HIDAYAT
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Hukum,
LAMPIRAN IV
PERATURAN WALI KOTA
PALU
NOMOR 38 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN
KELEMBAGAAN ADAT KAILI
HIDAYAT
Muliati
NIP. 19650805 199203 2 014
TENTANG
WALIKOTA PALU,
dan
WALIKOTA PALU
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
37. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Wali Kota dan DPRD
dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah.
45. Wilayah Adat adalah satuan budaya tempat adat itu tumbuh,
hidup dan berkembang sehingga menjadi penyangga keberadaan
adat yang bersangkutan.
47. Adat istiadat adalah nilai, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan
berkembang secara turun menurun dan terpelihara serta
melembaga dalam kehidupan masyarakat.
48. Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk
mengatur tingkah laku manusia yang bersumber pada nilai
budaya yang diwariskan secara turun menurun yang senantiasa
Pasal 2
Pasal 3
BAB II
KELEMBAGAANADAT KAILI
Bagian Kesatu
Organisasi
Pasal 4
Bagian Kedua
Kepengurusan
Pasal 5
Bagian Ketiga
keanggotaan
Pasal 6
Bagian Keempat
Kedudukan
Pasal 7
Pasal 8
(1) Dewan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
berkedudukan di daerah.
(2) Majelis Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
berkedudukan di kecamatan.
(3) Lembaga Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c berkedudukan di kelurahan.
Bagian Kelima
Hubungan Kerja
Pasal 9
Bagian Keenam
Program Kerja
Pasal 10
Paragraf 1
Dewan Adat
Pasal 11
Paragraf 2
Majelis Adat
Pasal 12
(1) Majelis adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
mempunyai tugas dan fungsi :
a. membantu pemerintah kecamatan dalam penyelenggaraan
pembangunan di segala bidang;
b. mengkoordinasikan pembinaan dan pemberdayaan Lembaga
Adat;
c. mengkoordinasikan pelestarian dan pengembangkan adat
istiadat dan nilai budaya;
d. menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis antara
Lembaga Adat, pemangku adat, pemuka agama dan Pemerintah
Daerah; dan
e. membantu Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum
dalam pencegahan dan penyelesaian konflik sosial di wilayah
masing-masing.
Paragraf 3
Lembaga Adat
Pasal 14
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 15
Pasal 16
BAB IV
SUMBER KEKAYAAN
Pasal 17
BAB V
PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PELESTARIAN
Bagian Kesatu
Perlindungan
Pasal 18
Bagian Kedua
Pasal 19
Bagian Ketiga
Pelestarian
Pasal 20
Pasal 21
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 22
Pasal 23
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Ditetapkan di Palu
pada tanggal 26
Oktober 2016
WALIKOTA PALU,
ttd
Diundangkan di Palu
pada tanggal 26 Oktober 2016
ttd
Muliati, SH.,MM
Pembina Tkt.I (IV/b)
NIP. 19650805 199203 2 014
PENJELASAN
ATAS
I. UMUM.
Lembaga adat Kaili pada dasarnya merupakan bahagian
daripadaMasyarakat Adat dan hukum adat. Masyarakat adat Kaili
mempunyai adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya didalam
kehidupan sosial, memililki hukum adat sebagai aturan dan
norma yang harus dipatuhi, dan mempunyai aturan, sanksi
dalam hukum adat serta kearifan lokal yang melingkupi
kehidupan penduduk etnis Kaili.
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”bersifat fungsional dan
konsultatif” adalah menyamakan persepsi dan memberikan
peran subtansial secara fungsional dalam melaksanakan
tugas dan fungsi sesuai wewenang organisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.