Anda di halaman 1dari 29

MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

MATA ARU
Antologi Puisi Pembelaan Untuk Aru

Agustina Wijayani Lestari Miru


Alfry Limba Petrus Paulus Lelyemin
Anez Legrend Latupeirissa Rebellious
A. Putirullan Ridwan Mochtar El
Brickass BK Rudi Fofid
Denni Pinontoan Sicillia Leiwakabessy
Eko Saputra Poceratu Weslly Johannes
Jandri Welson Pattinama Wirol Haurissa
Johannes de Fretes

#SaveAru
@SaveAruIslands
www.savearuisland.com
Ambon, 1 November 2013

1
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

SEKAPUR SIRIH

Antologi puisi Mata Aru bertema #SaveAru ini adalah edisi digital kedua, setelah pada bulan
lalu, kami luncurkan edisi perdana berjudul Revolusi Cendrawasih. Kami berbahagia
meluncurkan edisi ini setelah respon positif mengalir ke alamat email kami.

Mata Aru, sekali lagi diambil dari judul puisi Rudi Fofid dalam edisi ini, semoga 22 judul dalam
antologi ini terwakili oleh Mata Aru. Kami menaruh harapan besar semoga puisi-puisi dalam
antologi ini akan menambah energy bagi orang Aru dan siapa saja yang berempati kepada nasib
rakyat Aru, flora-fauna dan lingkungannya.

Selain itu, semoga antologi ini dapat menjadi wadah bagi para penyair di manapun untuk
mengekspresikan kepeduliannya kepada realitas sosial-politik dalam masyarakat yang dirasakan
timpang dan patut diselamatkan. Sambil mengembangkan kesusastraan khususnya puisi, para
penyair sekaligus menggunakan puisi sebagai media pembelaan kepada rakyat jelata yang
tertindas secara sistematis.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua penyair yang terlibat dalam penerbitan antologi ini.
Kami pun berharap pada edisi mendatang, semakin banyak penyair terlibat di dalamnya. Akhir
kata, semoga cita-cita perjuangan menyelamatkan Aru dari konsorsium PT Menara Group yang
berkolusi dengan sejumlah pejabat bahkan penjahat untuk mengeruk Aru habis-habisan. Mari
berpuisi demi sebuah kebebasan hakiki di Aru.

Salam Sastra
Salam Perlawanan

Ambon, 1 November 2013

Editor

Berry Revelino
Rudi Fofid
Weslly Johannes

2
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

DAFTAR PENYAIR DAN PUISINYA

HALAMAN
Agustina Wijayani
RUMAH KITA SENDIRI 5

Alfry Limba
BIARLAH BETA MATI GANTI ARU 7

Anez Legrend Latupeirissa


CENDRAWASIH VS ELANG 8

A. Putirullan
SAVE ARU 9

Brickass BK
RETORIKA UNTUK ARU 10

Denni Pinontoan
SAJAK UNTUK PULAUKU 11

Eko Saputra Poceratu


BETA ARU 13
CENDRAWASIH PERAWAN 14

Jandri Welson Pattinama


DI UJUNG SENJA 15

Johannes de Fretes
PUNDAK JELITA 17
MEMILAH TANAH PERJANJIAN 18
TERUKIR NAMA ARU DI CADAS HATI 19

Lestari Miru
SURGAKU 20

Petrus Paulus Lelyemin


PISAH ARU 21

Rebellious
ARU, JANG LARI ! 22

Ridwan Mochtar El
ARU, KORBAN PENGUASA TAK BERNURANI 23

3
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

HALAMAN
Rudi Fofid
MATA ARU 24

Sicillia Leiwakabessy
UNTUK ARU! 25

Weslly Johannes
TENTANG ARU 26

Wirol Haurissa
ANA-ANA JANG TINGGAL TADO 27
BERNYALI MELAWAN KEMATIAN 28
BANGKIT MENAKLUKKAN SENJATA 29

4
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Agustina Wijayani
RUMAH KITA SENDIRI

seorang seniman lihai


mengeruk pasir pantai
hendak mencipta mahakarya
yang pasti memanjakan mata

dengan sekop sederhana


ia mengaduk dengan segala imajinasi ia membentuk
sebuah istana megah bak milik maharaja
yang pasti mengundang para pemuja

sungguh kecantikan yang tak mudah ditiru


sungguh kemolekan yang sayang berlalu
...
seorang anak berlari dan menghampiri
istana megah yang cantiknya tak terperi
ia tertegun lama, kupikir kagum
ia terdiam lama, kupikir takjub

tak kutahu keliaran dari mana datangnya


membuat si bocah membuang kakinya
merusak, membongkar, meruntuhkan
istana yang kupuja, menjadi kelantakan

dan dengan keluguan jiwa seninya


ia mencoba lagi menjadikannya
membuat gundukan sebagai gantinya
yang sungguh tak kutahu di mana indahnya
....
aru, bentukan sang Khalik yang istimewa
bak serpihan Eden yang masih tersisa
keindahan yang tak terbeli oleh harta
diberikan oleh Dia yang menyayangi kita

adakah kita akan kehilangan hati


untuk menghancurkan si pulau cantik alami
takkan pernah kita sanggup menggantinya
takkan bisa kita mengulang kemolekannya

aru, adalah rumah bagi kehidupan yang langka


ia adalah pelindung dan peneduh bagi keindahan itu
mengapa tak kita hidupkan lagi eden itu
hingga bangsa ini justru menjadi lebih beradab dan kaya?

5
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

(disertai dengan doa, agar Tuhan melembutkan hati dan memberi hati bijak, pada para
pengambil keputusan yang terhorma)]

Yogyakarta, 19 Oktober 2012

6
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Alfry Limba
BIARLAH BETA MATI GANTI ARU

Aru, jika nantinya ale mati diinjak-injak menara penindasan itu, dan Kakatua Hitam menyiulkan
ratapan-ratapan tentang lagu kematian, juga Cenderawasih Raja turun kasta jadi pengemis-
pengemis tali napas, serta Kanguru jadi sekarat dengan anak-anak pada kantungnya yang
belumlah bermimpi tentang bagaimana melompat kegirangan. Maka, beta siap mati ganti ale,
Aru. Supaya ale tetap hidup. Sebab beta sayang ale, sama seperti beta sayang setiap detak bunyi
jantung dan setiap helai napas kehidupan yang anugerah.

Barangkali kalau beta mati, beta punya jantung bisa didonorkan pada Kakatua Hitam, supaya ia
tetap hidup, sebab dialah kakak yang sulung yang harus tetap memberi petuah-petuah kepada
adik-adiknya. Lalu beta punya tali napas bisa menyambungkan kehidupan Cendrawasih Raja
yang hampir terputus, supaya dia tetap jadi raja yang bijaksana.

Dan mungkin beta punya urat-urat nadi bisa menjahit kantung Kanguru kembali sehingga ia bisa
terus menggendong, memproteksi, dan mengajarkan banyak anak-anak tentang bagaimana
melompat kegirangan setinggi-tingginya „tuk meraih mimpi mereka.

Sebab beta percaya bahwa kematian yang martir akan melahirkan kehidupan yang kedua, dan
beta rela memberi kehidupan yang kedua itu untuk hidup abadi dirimu, Aru. Supaya ale tetap
hidup, supaya ale tetap menjadi puting payudara ibu yang mengeluarkan berjuta-juta tetes air
susu untuk membesarkan barisan-barisan anak masa depan supaya mereka tumbuh besar dan
menjadi sama seperti beta yang siap mati ganti ale, Aru, pada lain kesempatan.

Maka biarkanlah beta mati ganti ale, Aru. Sebab tekad sudah bulat, sebulat siklus hidup yang
beta percaya selalu bulat. Satu saja yang beta pinta, kalau sampai hari beta mati, beta ingin
bersemayam di dalam kalbu yang terletak pada pusaran arus Arafura, biarlah beta jadi satu
dengan gelombang-gelombangnya yang putih-putih menjilat mesra bibir pantai sebagai pertanda
bahwa menara penindasan itu telah dirobohkan oleh para penguasa, pengusaha, dan kaum militer
itu sendiri.

Sehingga pelangi pengorbanan bermekaran pada seluruh penjuru mata angin! Agar supaya pada
pelangi pengorbanan yang membentang dari ujung Aru ke ujung Aru itu, Kakatua Hitam bisa
memberi nasihat-nasihat pada adik-adiknya, Cenderawasih Raja bisa memerintah dengan adil
dan bijaksana, serta Kanguru dapat mengajarkan anak-anak pada kantungnya untuk melompat
kegirangan meraih mimpi-mimpi mereka.

Maka marilah sudah orang-orang trias politika baru, bunuhlah beta sudah ganti Aru! Karena Aru
tak tahu apa-apa, ini adalah masalah antara beta dan kalian!

Rumahtiga, 24 Oktober 2013

7
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Anez Legrend Latupeirissa


CENDRAWASIH VS ELANG

Cendrawasihku yang indah


Cendrawasihku marah
Harusnya kita jaga
Namun semua tak sadar juga
Oh manusia Indonesia...di mana hatimu ?
Laut yang biru
Pohon yang hijau
Udara sejuk
Akankah terhapus oleh ulahmu
Oh manusia Indonesia...di mana rasamu ?
Cendrawasih marah
Cendrawasihku yang indah
Ombak bergulung-gulung
Hijau menyegarkan mata
Nafaskupun segar terasa
Oh manusia Indonesia...di mana jiwamu ?
Namun......
Kabar buruk atau baik ?
Mega proyek akan menghampiri
Malpraktek berlomba memacu pembangunan
Pelaut membaca jarum kompas
Salah ataukah benar ?
Menjadi dilema kita insan tanah Maluku
Hati tak tenang
Ingin berlari tuk menghindari
Hidup jadi terasa berat
Rakyat yang salah...?
Pemerintah yang salah..?
Oh Manusia...di mana budimu ?
Ingin disayang
Ingin dicinta
Ingin dijaga
Ingin dipelihara
Alam Cendarwasihku
Biarlah mutiara jadi saksi bangsa ini

Jogja, September 2013

8
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

A. Putirulan
SAVE ARU

Tanah ibu tanah leluhur


Tanah dari datuk-datuk
Tanah beta putus pusa
Tanah tumpah darah

Kaya alam langit membiru


Kaya adat sejarah menjernih
Tanah permataku, anak cucu Aru

Tanahku bukan tanahku


Tanah air mata dari dagingku
Yang dibuang oleh bangsaku
Yang hampir tenggelam dimakan sumpah serakah

Apalah arti roh-jiwamu, Aru


Kalau engkau redup dalam mataku
Kalau engkau milik saku penguasa

Apalah arti namamu, Aru


Kalau anak cucumu sengsara
Lagi merana di rumah sendiri

Jangan! Jangan…
Jangan ambil Aru tubuhku

Karangpanjang, Oktober 2013

9
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Brickass BK
RETORIKA UNTUK ARU

Kami adalah rumput-rumput kering di ladang yang menjadi anomali pada tanah yang subur.
Kami adalah tumpukan jerami yang mudah tersulut, tumpukan hati susah yang mana tanah saja
susah untuk dijejaki. Sekumpulan orang-orang diam, namun membumi dan jauh dari pasak besi,
jauh dari bayang-bayang kematian cendrawasih. Kami adalah pohon-pohon yang menjulang
tinggi dan bukan menara.

Aru itu adat. Aru itu cendrawasih dan pohon-pohon meranti. Aru itu kanguru yang menengok
dari balik kantong induknya. Dan Aru sesungguhnya merupakan leluhur dan ibu yang mendiami
jiwa-jiwa, bukan tanah bagi para keroco yang tak segan membabat habis keagungan. Jika Aru
berduka, maka inilah perlawanan. Jika Aru terluka, maka inilah ombak besar dari empat arah.
Ombak yang akan menggulung habis sesuatu yang ada sejak dulu kala.

Memang gula itu manis, namun tak semanis senyum papa-papa yang menjejal dalamnya hutan-
hutan Aru. Tak juga seenak hasil olahan mama-mama. Hembusan serbuk gula pun tak dapat
menumbuhkan pohon-pohon mati, tak dapat juga memanggil kembali cendrawasih.

Sebab jika leluhur telah meninggalkan hutan-hutan dan masuk ke dalam lubang-lubang batu,
maka hilanglah Aru. Tak ada lagi pekikan-pekikan surgawi yang menggema. Para manusia yang
berisik memanggil maupun diam membisu juga akan masuk ke liang yang sama, di mana
kicauan cendrawasih hanyalah sebuah dongeng pengantar tidur.

Dan jika manusia-manusia Aru adalah tumpukan rumput kering di atas tanah yang subur, maka
biarlah nafas dan hembusan api ini menyulut Aru untuk membentengi dirinya. Sebab Aru adalah
Aru, milik manusia-manusia Aru.

Oktober 2013

10
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Denni Pinontoan
SAJAK UNTUK PULAUKU

benar, ia hanya titik kecil


jika dilihat dengan mata dari langit
ia hanya sebentuk gumpalan
jika dipandang dari gunung-gunung

sebuah titik dalam birunya samudera


sebuah gumpalan dalam gelora ombak
namun di sana ada jutaan kehidupan
seperti di gunung dan di udara

para pelaut pernah singgah


tatkala ombak samudera menghamtam
menjadi tujuan akhir dari sebuah pengembaraan
hingga suatu masa ia menjadi dunia kecil

para penghuninya hidup damai


burung-burung menyanyi riang
pohon-pohon menari indah
nyiur melambai-lambai dengan ramah

leluhur telah menjaganya dengan darah


siapa mengusik pulau itu dilawan
telah terbentuk sebuah peradaban
di tengah samudera dan geloranya

roh para leluhur tetap tinggal di pulau itu


bersama generasinya yang tetap mau hidup
kecil pulaunya, tapi elok dan indah
berabad-abad tenang dalam gelora laut

pulau-pulau kita punya banyak kisah


tentang tanah di tengah samudera
tentang hewan dan tumbuhan yang khas
tentang manusia-manusianya yang kuat

hingga suatu masa


kehidupan damai di pulau-pulau itu
diusik oleh mesin keserakahan
ada kuasa yang mau mengubah hidup di sana
manusianya diusir,
hewan-hewan lari dan mati,
tetumbuhan dibabat,
jasad leluhur yang tidur damai

11
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

terganggu dengan suara serak mesin

sayang, kekacauan itu tak terlihat dari jauh


tak dapat dipandag dari gunung-gunung
tak bisa didengar dari kota-kota
keserakahan menegelamkan rintihan anak pulau

padahal, sebuah tragedi sedang terjadi


kehidupan damai menjadi hancur
burung-burung beterbangan ketakutan
pohon-pohon menjadi kering terbakar
tanah dikeruk dan digali dengan kasar
anak-anak pulau tak lagi riang bermain
ibu, bapak mereka dibuat takut ke laut
mereka semua merasa sedang diusir
tapi mereka tak mau pergi
darah mereka telah menyatu dengan tanah pulau itu

dan pada suatu hari,


seorang anak kecil bertelanjang badan
sedang menggambar dengan ranting bakau
di pasir pantai tak jauh dari rumahnya
ia menggambar wajah yang sedang sedih
ada air mata yang mengalir
tak tahu wajah siapa yang ia gambar
mungkin wajah leluhurnya
yang datang dalam mimpi tadi malam

Minahasa, 14 Oktober 2013

12
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Eko Saputra Poceratu


BETA ARU

Beta ini anak Aru


Dari dulu beta dengan Aru
Sekarang kamong datang panjat beta pung pohon
Lalu kamong suruh beta par paruru
Beta ini anak Aru
Dari dulu beta deng cendrawasih sambil menyanyi katong dudu
Sakarang kamong suruh katong bagantung di daun tobu
Beta seng mau, Aru seng mau
Kalau mati beta mau di tanah Aru

Ambon, 3 Oktober 2013

13
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Eko Saputra Poceratu


CENDRAWASIH PERAWAN

Ini rumit sekali, perawan Aru sungguh bergengsi


Karenanya berlayar kapal-kapal jantan dan singgah mencari-cari
Mereka mencari cendrawasih; perempuan Aru yang beterbangan di langit timur, perempuan yang
bergantung, berladang pada tanah rata ribuan hektar sebagai tradisi
Para jantan nampak terganjar pesona bunga-bunga hijau yang wangi pada telinga perempuan
cendrawasih. Mereka mencari alternatif untuk saling menjabat tangan supaya terdengar kata
“deal”, setelahnya selesai perkara.
Para jantan berkeliaran mengunjungi rumah-rumah tetangga supaya mendapat dukungan suara,
kemudian menjanjikan strategi menghasilkan uang dengan proposal sekali jadi, wah !
Tidak tahu diri para pejantan kini, berlagak jatuh cinta dengan saudara-saudara cendrawasih
supaya cintanya diilhami transformatif dan melahirkan lubang kunci
Para jantan berdasi tidak mau berhenti; selama leher masih leluasa bergerak, tercekikpun mereka
tak memihak.
Ini lamaran yang terlalu tertutup kepada media. Sudah lama mereka berbincang tentang
perumpamaan supaya kelak diatur jadi kenyataan. Mana buktinya?
Perempuan Aru begitu anggun, dan para pejantan mengeluarkan kelenjar nafsu
Pejantan membuat puluhan program kepada cendrawasih, sebab nafsu rindunya memerlukan
jalan pintas yang sempit dan berisiko mati. Nyatanya proposal itu ditolak mentah-mentah
lantaran berlatar politik
Pejantan tidak serta merta kehilangan akal, mereka bikin rapat istimewa. Mereka mengundang
para tentara, pejabat, teknokrat, tokoh adat supaya datang membawa siasat, mantra-mantra, untuk
penyerangan.
Sebaliknya cendrawasih tidak melawan, namun dia katakan; ”Jantan-jantan perkotaan,
perawanku milik nenek moyang. Jangan kau sentil tanah terlarangku, nanti aku marah. Jangan
kau ajak aku berdagang di hutan sebab terlalu banyak pembeli tanpa martabat. Jangan kau ajak
aku mendapat laba, bagiku laba hanya sesekali tiba. Jangan kau ajak aku telanjang sebab aku tak
sudi melepaskan bulu-bulu mata, bulu dada, bulu-bulu nyawa. Jangan kau paksakan aku berikan
keperawanan, sebab aku tak sudi menjual merahnya darah perempuan Aru yang melegenda.

Ambon, 26 Oktober 2013

14
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Jandri Welson Pattinama


DI UJUNG SENJA

Di ujung senja, lampu-lampu sengaja dimatikan


Para penjaga berpaling dari tempat kejadian perkara
Yang sudah ditentukan dalam rapat-rapat senyap
yang diiringi nafsu dalam nafas terengah-engah
Berdiri berhadap-hadapan di atas aspal gelap
Sebuah hutan perawan akan dicabuli puluhan manekin bertubuh besar
Yang tergabung dalam Asosiasi Pemerkosa Rimba
Mereka tinggal di satu menara yang tersusun dari balok-balok serakah
Dengan ornamen batang tebu, duit ampas peradaban
Lantai satu menara, difungsikan jadi kuil untuk menyembah
Membakar dupa beraroma dedaunan hangus
Yang sesuai prosedur harus diletakkan di bawah patung tembaga
Berbentuk babi gemuk yang mereka sebut “Dewa Asas profit”
Lantai puncak menara, sayangnya tak tampak dari pekarangan
Awan tebal menutup badan bangunan
Manekin-manekin itu dan jajaran direksi mereka
membangun menara yang tinggi untuk menggapai Tuhan
akibatnya mereka tak paham satu sama lain
karena Tuhan murka lalu kirim cahaya yang mengacau tata bahasa
lalu ada suara dari setapak mengganggu ejakulasi tertahan para manekin
hutan perawan hanya bisa pasrah digerayangi jemari nakal
teriakan dari ribuan pita suara yang kesetanan
seperti remaja putri penggemar musik cadas dan diracuni dogma-dogma kiri
jingkrak-jingkrak di tanah rata
dengan kaos hitam, ikat kepala dan bendera-bendera
mereka sergap para manekin
memutus adegan bejat
yang akan merusak selaput dara si hutan perawan
menghalau setengah liter sperma sekotor pelumas bekas
yang akan buahi sel telur hutan dalam pesta orgasme laknat
dan sembilan bulan kemudian
akan lahir perbudakan dari rahim indah pujaan semua dewi kesuburan
kertak gigi mengudara di kabut malam
sungguh membara amarah mereka
serasa ingin acungkan silet sambil melagukan Genjer-Genjer
penjaga-penjaga masih berpaling
gendang telinga mereka sudah dilapis peredam mutakhir
matahari terbit dan jalanan kota ramai lagi
hutan perawan selamat untuk hari ini
manekin pulang ke menara
masuk lantai satu
bakar dupa
berdoa dan beristirahat

15
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

besok masih ada


saat lampu jalan dimatikan lagi
dan semua yang seharusnya menjaga justru menjadi tuli
maka di aspal gelap itu
hutan perawan akan mengulang adegan yang sama
dalam situasi yang tidak adil dan dia akan disenggama
apalagi jika para manekin punya ritual harian di pukul tujuh pagi
saat mereka duduk di balik meja sambil ereksi
seorang tetua dengan semangat mengucapkan
“hutan Aru telah tersedia bagimu, ambillah, makanlah”
Lalu para manekin dengan sabar menanti roti dan cawan
jadi mari kumpulkan pita suara
yang bisa jadi jutaan gelombang kejut di partikel udara
menghantam titik saraf syahwat para manekin yang lagi berjaya
hingga mereka impoten sampai Tuhan tiba.

Ambon, Oktober 2013

16
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Johannes de Fretes
MEMILAH TANAH PERJANJIAN

satu demi satu


sengketa terus berjalan
menikam tiap tubuh
bahkan bayangnya pun terkapar
Inikah tanahku?

satu demi satu


mimbar menjadi bisu
saksi atas raga yang terseret ke ujung pusaran
laut-kebun-hutan hilang dalam samar
Inikah cakrawalaku?

satu demi satu


kamu tertawa puas
birahimu semburat lepas
berdiri di atas keruhnya air syahwat
Itulah kamu: bedebah laknat!!!

Satu demi satu


kami berdiri
barisan yang sudah kau anggap mati
bangkit dengan panji-panji perjanjian
Inilah kami: penjaga tanah negeri!

Satu demi satu


Ya, satu demi satu
kami akan pergi membumi
dari semua arah mata angin datang generasi berani.
Inilah kami: anak-anak perjanjian di pendar pelangi

Oktober 2013

17
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Johannes de Fretes
PUNDAK JELITA

mencium tepimu di senja sutra…


sembari bertanya dalam bisik…
Inikah pundakmu, jelita?
Mengapa tak kulihat lagi riwayat suci di lekukannya?
Tak bisa kuraba ukiran janji tuhan dan leluhur di belahannya.

Benarkah tubuhmu disekap kekuasaan?


Seperti hilang jiwamu..dan hangus ragamu….

Dan kamu masih diam…


tetap terpejam.
Meski ragamu mulai gemetar…

Singkapkan pundak jelitamu…


Biar kita bercinta di birahi revolusi.
Hangatkan kapata….
Dalam iringan tabuh genderang tifa

Mari melebur bersimbah darah


Melawan kemabukan penguasa
Demi negeri….demi jati diri…
Demi tubuh suci yang enggan didera
Aku memelukmu dalam dekap sangat

Dalam darah perjanjian: ku tetap menjagamu hingga maut menjelang.


Aru, pundak jelita-ku

Oktober 2013

18
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Johannes de Fretes
TERUKIR NAMA ARU DI CADAS HATI

pucuk ilalang belum sempat kering


beterbangan rindu kepada Aru

Buku dan waktu membelengguku


Aru tersaji lewat imaji
terhampar seribu pandangan
tetapi tetap samar

Inikah imaji?
atau sesungguhnya mimpi yang terpenjara kawat duri?
Teringat janji membangun negeri.

Tapi aku ingin katakan ini:


Hai, Aru! Aku masih sadar!

Aku ada! Aku berpikir!


Aku sedang berkata-kata dalam terang!
Aku tak pernah terlelap di tidur panjang
atau terlena modernisasi kelas menengah bedebah!!!

Kita berdua masih sama


Ya, aku adalah aku..dan kamu adalah Aru-ku
Rinduku tetap sama:
seperti halilintar yang menyambar senja

Aku masih di sini.


Meski sedikit menepi.
Aku berjanji padamu:

menyerahkan hidupku sampai mati.

Di tanganmu,
aku yang rebah mati
hidup kembali!
Di buaianmu, kekal adalah abadi

Tunggu aku,
Aru!

Oktober 2013

19
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Lestari Miru
SURGAKU

Hutanku bukanlah lading penuh tumpukan jerami


Hutanku bukanlah tempat berlarian si tikus tanah
Hutanku adalah benteng pepohonan kokoh
Hutanku adalah tempatberkicau burung surge

Bak prajurit berbaris rapi, pohon kokoh itu berdiri tegap


Menjaga napasku dan napasmu
Akarnya bersetubuh dengan bumi, melahirkan kesegaran
Hijau di sanubari
Bak nirwana, alamku seimbang
Terjaga oleh rimbun dedaunannya
Nyanyian dan gaung biduan surge merdu terdengar di kalbuku

Lalu dari jauh terdengar gemuruh kereta kuda


Penguasa dengan angkuhnya menginjakkan kaki di tanahku
Prajurit tangguhku hendak ia musnahkan,
Ia gantikan dengan yang kemayu dan manis
Biduan alamku hendak ia jerat ia gantikan dengan tikus pengerat, hanya hama!

Hatiku menjerit, amarahku terbakar


Kelak tak ada cerita dan nyata tentang prajurit dan biduan
Yang bisa kututurkan untk anak cucuku
Aku dan mereka, memberontak dari belenggu ketidakberdayaan
Berusaha menyelamatkan.

Kami bisa ! Sangat bisa ! mengangkat tombak dan membusurkan panah


Musnahkan kehancuran penghancur surgaku.

Oktober 2013

20
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Petrus Paulus Lelyemin


PISAH ARU

Mama itu nyawa


Dia beri hidup sampai kelak diambil Upu
Mama itu darah
Dia mengalir dalam detak-detak sejarah

Mama itu sayang


Dia mencintai tanpa ampun
Mama itu jiwa
Dia beri ruh untuk tubuh
tidak pernah mati

Pada ibu, Aru menjadi rimbun


Oleh hutan dan gunung
Pada ibu, Aru menjadi elok
Oleh Cendrawasi dan Kakatua Hitam, juga Kanguru

Pada ibu, Aru menumbuhkan sagu dan kacang


Pada ibu yang berselimut biru, Aru menyala dalam kilau mutiara
Bahkan pada ibu, anak cucu Aru dibelai dengan limpah rua
Pada ibu, Aru memeluk rapat dengan cinta dan air mata

Jangan ambil ibu dari Aru.


Jangan pisah Aru dari ibu.

Karena jahanam sekasar karang pun layu di pangku ibu


Karena binatang-binatang pun lelap dipelukan ibu
Karena bayi buangan pun merindu ibu dari dalam tong sampah
Dan pasti kau! Kau juga! Kita semua punya ibu!
Jangan ambil Aru punya ibu!
Jakarta, Oktober 2013

21
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Rebellious
ARU, JANG LARI !

aku belum lagi lahir pada kisah penaklukan yerikho


sama halnya kau belum lahir pada nyaring nafiri yang meruntuhkan tembok

di sini akan berdiri menara sialan


namun aku yakin kita pasti buat dia merana

kita punya gemuruh riuh yang gila, bunyikan zilir!


mari kelilingi sambil hujani dengan puisi, dengan lagu, dengan berbagai macam sumpah serapah
juga ribuan mantera biar kacau balau

karena mata pena telah jadi mata panah


puisi-puisi telah jadi pisau-pisau

mari hunjamkan dan robek jantung mereka


lagu-lagu akan siap memekakkan telinga dan jadi luka-luka

aru, mari ulang kisah-kisah


yerikho, babel, kini kita bikin rontok menara
karena aru tak harus lari

sekiranya ia roboh dan merana


mari menari!
aku menari, kau menari, kita menari seperti
daud menari karena jir jir duai hadir dan ikut menari
sebab aru tak pernah lari

Halaloe, 23 Oktober 2013

22
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Ridwan Mochtar El
ARU, KORBAN PENGUASA TAK BERNURANI

Nadiku bergetar
Darahku mengalir memuncak
Gambarkan amarah yang menggema
Tatkala kudengar negeriku ingin dibabat

Mereka para borjuis bertahta


Datang mencari keuntungan tanpa adab
Hancurkan asa yang dibalut indahnya alam
Aru Island, miniatur surgayang diambang kehancuran

Penguasa bejat, dengan segenap kepentinganmu


Ada hal yang tak kau sadari
Bahwa disana ada anugerah tuhan yang dijaga leluhur
Kualat bagi kalian yang ingin hancurkan karya-Nya

Wahai para penguasa


Jangan karena jiwa rakusmu
Kau musnahkan sumber kehidupan para makhluk
Aru Island, disanalah harapan manusia, fauna dan juga floranya

Hai penguasa tak bernurani !


Lihatlah akibat perbuatanmu
Burung-burung berkicau dalam kesedihan
Pepohonan tumbuh dalam ketakutan
Air mengalir seperti gambarkan tangisan
Begitu juga manusiayang terus berjerit dalam kemiskinan

Hai Penguasa Bejat


Silahkan kamong coba hancurkan
Tapi ingatlah
Tifa Tahuri pasti babunyi
Cakalele pasti katong tunjukkan
Par lawan kamong di katong pung tanah tumpah darah

Oktober 2013

23
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Rudi Fofid
MATA ARU

Matamu, mata kasuari


Mata Aru, mata nabi
Cendrawasih menari
Bulu-bulu berdiri
Itu tarian tersedih

Matamu, mata kasuari


Buah bakau jatuh tabadiri
Di lumpur-lumpur sunyi
Tebu-tebu begitu tinggi
Menara Babel tusuk langit

Matamu, mata kasuari


Ada seribu orang Jarjui
Berbaris telanjang kaki
Seribu mata panah pergi
Tikam lawan di seribu dahi

Matamu, mata kasuari


Mata Aru, mata nabi
Mata rusa, mata cendrawasih
Jirjir Duai turun dari langit
Jar Duai bangkit dari bumi

Matamu, mata kasuari


Mata Aru, mata nabi
Mama Aru menangis
Siapa lukai Aru kami
Dia mati jadi zombi

Ambon Nol Kilometer, 25 Oktober 2013

24
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Sicillia Leiwakabessy
UNTUK ARU!

Dari negeri di balik kabut


Terdengar lengkingan suara memanggil
"Aru, tajamkan anak panahmu, tarik busurmu!"
Lalu di negeri-negeri jauh
Orang mengambil pena dan kertas
Puisi-puisi beterbangan di langit juang
Resah berubah menjadi kata-kata
Kata-kata menjadi kekuatan
Menyatu dalam gerak bersalut doa
Untuk Aru!

Jakarta, 15 Oktober 2013

25
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Weslly Johannes
TENTANG ARU

Setiap orang yang berdiam diri adalah tiran atas pikiran


Gerombolan penjagal yang pergi tidur usai menyembelih nurani
Sekawanan biri-biri yang terbirit-birit dihalau takutnya sendiri

Mereka yang berbalik dan berbelok dari jalan perlawanan ini


Sungguh tidak pernah pergi terlalu jauh dari lubang-lubang kuburnya
Busur-busur yang patah tiada gunanya

Angin yang malam-malam berlari turun telah gugurkan daun-daun


Di sunyi badan-badan gunung
Nafasku masih gendering perangmu

Gunung Mimpi, 26 Oktober 2013

26
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Wirol Haurissa
ANA-ANA JANG TINGGAL TADO

ana-ana
jang tinggal tado
kalau tinggal tado
beta baribot
beta baribot

ana-ana
jang tinggal tado
kalau tinggal tado
dapa gepe sampe bodo
dapa parlente sampe lombo

ana-ana
jang tinggal tado
biar yang laen seng lupa
ada ana-ana masih basuara
ada ana-ana masih baribot

ana-ana
jang tinggal tado
kalau tinggal tado
yang laen mamboro
yang laen dapa sono

ana-ana
jang tinggal tado
kalau tinggal tado
beta pukul tifa
beta bikin takajo

ana-ana
jang tinggal tado
kalau tinggal tado
beta baribot
beta baribot

Ambon, 1 November 2013

27
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Wirol Haurissa
BERNYALI MELAWAN KEMATIAN

saudaraku, pastilah engkau bernyali


menentukan siapa musuh, siapa teman

segeralah pergi ke segala rumah dan kuburan


di sana, kau akan mendapati orang tuatua sementara memikul besi dan makan karat
tali-tali perut mereka barangkali terikat oleh senyum kecut
tetapi dari doa-doa, dari mandi kabal, dari pakatang
mereka tetap bernyali menuntaskan gulir batu yang menindih jemari

saudaraku, temuilah mereka dan kuatlah


meski kehidupan selalu ditarik dan dimodifikasi para tuan-tuan
sehingga kita pun sama nasib terbuang di tanah sendiri
tetapi mari, kita rampas kembali kehidupan yang tak akan habis ini
karena sebagai anak-anak bernyali, kita sanggup melawan kematian

segeralah pergi, pergi ke ruang-ruang yang membesarkan nyalimu


di sana, kau akan menemui para bajingan yang memperalat saudara-saudaramu dan orang tuatua
maka bersama segala anak dan orang tuatua dari segala zaman, mari kita bernyali
supaya dengan satu tiupan talantang para bajingan
dengan sekali kuti, tampias para penindas

bernyalilah, bernyali saudaraku


supaya kita benar-benar hidup meski sudah mati
hingga satu masa di tanah yang memberi nafas bagi anak-anak bernyali
kekekalan akan tersedia turun-temurun bagi mereka bernyali
mereka yang tak akan takut oleh parang, peluru, ledakan dan perang

saudaraku, pastilah engkau bernyali


menentukan siapa teman, siapa musuh
“mari bernyali”

ambon, 21 oktober 2013

28
MATA ARU Antologi Puisi #SaveAru Edisi Kedua

Wirol Haurissa
BANGKIT MENAKLUKKAN SENJATA

bila engkau bermimpi


jangan engkau tertidur
sebab bagiku di dalam tidur
akan ada banyak penakluk gagal menjantuhkan senjata

jika senjata tak kita miliki


maka masih ada banyak senjata yang akan bangkit melawan senjata
karena kebangkitan adalah penggenapan
maka engkau harus bangkit sekarang
dan jadilah penakluk senjata
supaya kelak, tak ada yang mati oleh senjata
karena senjata bukan menyianyiakan hidup

sebab itu kebangkitan harus terus digenapi


oleh banyak nyawa yang mengenal kebebasan
oleh banyak nyawa yang menolak senjata mematikan
oleh banyak nyawa yang menolak mati sia-sia

bila engkau bermimpi


janganlah engkau tertidur
sebab satu saat bagiku
mereka yang memegang senjata
tak cukup berani menakuti perempuan dan lelaki yang bangkit dari tanah
demi menjatuhkan dan menaklukkan senjata-senjata mematikan

Ambon, 29 Oktober 2013

29

Anda mungkin juga menyukai