Anda di halaman 1dari 5

Wayang kulit

Pagelaran wayang kulit oleh dalang terkemuka di Indonesia, Ki Manteb


Sudharsono.

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama


berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya
menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada
juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang
bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa
menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator
dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang
dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para
pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar
yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga
para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat
memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya
tampil di layar.[1]

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan
pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita
Panji.

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang
mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih
sering dimainkan di Jawa Barat.[2]

Pembuatan
Wayang kulit dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, perbuah wayang
membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan
adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam
berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai
fungsinya berbeda-beda.

Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga
berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan,
lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi.
Tangkai yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan
tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel
atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih
baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.[3]
Jenis-jenis wayang kulit berdasarkan daerah

Wayang kulit dilihat pada sisi bayangannya.

 Wayang Kulit Cengkok Kedu


 Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
 Wayang Kulit Gagrag Surakarta
 Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
 Wayang Kulit Gagrag Jawa Timuran
 Wayang Bali
 Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
 Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
 Wayang Betawi (Jakarta)
 Wayang Kulit Cirebon (Jawa Barat)
 Wayang Madura (sudah punah)
 Wayang Siam

Dalang wayang kulit


Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa jawa,
dalang (halang) berasal dari akronim ngudhal Piwulang. Ngudhal artinya membongkar atau menyebar luaskan dan
piwulang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan
saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi juga tuntunan. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik
pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan
pengaruh.[4]

Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi
(Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Semarang, gaya Solo), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas),
almarhum Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Jogjakarta),Ki Soeparman (gaya
Yogya), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Manteb Sudarsono (gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto,
almarhum Ki Suleman (gaya Jawa Timur). Sedangkan Pesinden yang legendaris adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito.

KERAJINAN SENI TATAHSUNGGING WAYANG KULIT " KAYON"

Sumber : http://kerajinanwayangkulitkayon.blogspot.co.id/2013/09/proes-pembuatan-wayang-kulit.html
Kerajinan seni tatah sungging wayang kulit "KAYON" beralamatkan di Desa Kepuhsari RT 02 / I Kecamatan Manyaran
Kabupaten Wonogiri. Call 085 226 970 959 / 085 742 969 749 / email: bams.kayon@gmail.com / Pin BB : 5A2F25CD

PROES PEMBUATAN WAYANG KULIT


Seni tatah sungging merupakan perpaduan seni tatah dan sungging. Seni tatah berhubungan dengan pembuatan seni stilasi,
sedangkan seni sungging berkaitan erat dengan pmberian warna pada pola. Sehingga kedua hal tersebut dapat dipadukan menjadi
seni tatah sungging.
Pengertian menatah adalah membuat pola tembus berlubang. Pola tembus pada suatu bidang ini menghasilkan pola stilasi atau
gubahan, daun, bunga, ranting, dll.
Alat-alat menatah antara lain :
1.    Pandukan
2.    Pemukul/ganden
3.    Tindih
4.    Tatah
5.    Ungkal/alat mengasah
6.    Malam/alat pelicin pahat.
Alat-alat menyungging adalah :
1.    Palet/mangkok, dalam istilah menyungging disebut panjang
2.    Kuas
3.    Pen
4.    Amplas
5.    Batu apung
Fungsi palet adalah untuk mengkombinasi/mencampur warna. Warna yang akan digunakan harus dioplos dan diaduk. Bahan-bahan
pokok yang digunakan untuk praktek dasar adalah :
Kertas karton untuk tahap awal/latihan. Kulit untuk tahap lanjutan.
Proses pengolahan kulit yang masih berbulu caranya sbagai berikut :
1.    Kulit yang masih berbulu, direndam dalam air tawar selama 24 jam
2.    Menyiapkan gawangan untuk mementang kulit dengan ditali yang kuat
3.    Dijemur sampai kering
4.    Dikerok dengan alat tradisionak yang disebut kapak atau petel yang dimulai dari bulu kulit juga pada tempat daging dikerok sampai
tipis atau tinggal menurut kebutuhan yang akan dipahat.
5.    Kulit tersebut dicuci guna menghilangkan debu-debu yang melekat pada kulit.
6.    Dijemur sampai kering baru dapa dilepas dari gawang.

Memahat
Proses memahat adalah :
a.    Tata cara memegang pemukul yang benar
b.    Tata cara memegang pahat yang benar
c.     Tata cara menjalankan pahat yang benar
  Tahap awal adalah membuat lubang bulat kecil dengan menggunakan pahat yang bentuknya cekung kecil yang disebut lubang
bubukan bulat ini tahap pertama.
  Kedua memahat bubuk iring dengan menggunakan pahat cekung agak lebar sedikit.
  Ketiga memahat bubuk manis yang bentuknya bulat bagian dalam bawah terdapat bentuk runcing/lancip. Ini dikerjakan sampai
dengan betul-betul baik.
  Keempat membuat tratas bubuk.
Selanjutnya membuat bentuk pahatan setilasi antara lain jenis mas-masan, dll. Kalau bermacam-macam pahatan ini semua sudah
dipelajari, prose selanjutnya adalah membuat pola atau gambar sesuai dengan setilasi yang dibutuhkan. Setilasi adalah ubah-ubahan
bentuk dari sederhana menjadi lebiih indah begitu seterusnya.

Contoh – contoh bahan sungging yang terbaik adalah :


1.    Kuning dari atal batu
2.    Merah dari gencu
3.    Putih dari tulang
4.    Biru dari nila werdi
5.    Hitam dari gundo/kukus lampu
6.    Perekat dari ancur lempeng
Bahan tersebut di atas sekarang sangat sulit mencarinya. Sekarang dapat menggunakan dari bahan-bahan sablon yang warna
primernya lengkap ditambah cat tembok yang warna putih, juga dapat menggunakan peleka dari rakol/lem kayu.

Sungging
Arti dari kata sungging adalah meningkatkan benda dari bentuk sederhana diperindah menjadi bentuk yang lebih indah.
Sungging adalah permainan warna, tetapi tidak asal memberi warna saja melainkan harus menjiwai warna-warni yang dioleskan.
Sungging adalah dari kata jowo kuno yaitu sunggi dan ing yang artinya meninggikan atau meningkatkan dari bentuk yang
masih sederhana diperindah menjadi bentuk yang paling indah. Sama-sama mengoleskan cat, menyungging dan melukis berbeda
tata cara mengoleskan. Kalau melukis bebas menempatkan warna, tetapi kalau menyungging dibatasi aturan-aturan tertentu. Karena
menyungging bentuk olesan warnanya berbentuk gradasi/ urutan warna yang dimulai dari warna muda diakhiri warna tua/kuat.
Demikian proses pembuatan wayang.
Fungsi Wayang dan Wayang Sebagai Sarana Pendidikan
                Wayang adalah seni dekoratif yang merupakan ekspresi kebudayaan nasional. Disamping merupakan ekspresi
kebudayaan nasional juga merupakan media pendidikan, media informasi, dan media hiburan.

Wayang merupakan media pendidikan, karena ditinjau dari segi isinya, banyak memberikan ajaran-ajaran kepada
manusia. Baik manusia sebagai individu atau manusia sebagai anggota masyarakat. Jadi wayang dalam media
pendidikan terutama pendidikan budi pekerti, besar sekali gunanya. Oleh karena itu wayang perlu dilestarikan,
dikembangkan, lebih-lebih wayang kulit Purwa.

Wayang menjadi media informasi, karena dari segi penampilannya, sangat komunikatif didalam masyarakat. Dapat
dipakai untuk memahami sesuatu tradisi, dapat dipakau sebagai alat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat,
memberikan informasi mengenai masalah-masalah kehidupan dan segala seluk-beluknya.

Wayang sebagai media hiburan, karena wayang dipakai sebagai pertunjukan didalam berbagai macam keperluan sebagai
hiburan. Selain dihibut para peminat dibudayakan dan diperkaya secara sepiritual.

Jelas wayang dapat dipakai sebagai sarana pendidikan terutama pendidikan mental, karena didalamnya banyak tersirat
unsur-unsur pendidikan mental dan watak.

Untuk membangung manusia seutuhnya, pembangunan mental adalah penting sekali. Oleh karena itu pengenalan nilai
wayang, terutama wayang kulit Purwa yang banyak orang mengatakan bahwa wayang adalah kesenian klasik yang adi
luhung, perlu digalakan.
Lebih-lebih disekolah-sekolah sebagai pusat kebudayaan dan tempat pumpunan generasi muda yang menadi generasi
penerus bangsa perlu dikenalkan, diserapkan, dan ditanamkan.
Unsur-unsur pendidikan dalam wayang kulit mengenai hal-hal seperti; masalah keadilan, kebenaran, kesehatan,
kejujuran, kepahlawanan, kesusilan, psykhologi, filsafat, dan berbagai problema watak manusiawi yang sukar
diungkapkan atau dipecahkan.

Media pendidikan dalam wayang kukit Purwa tidak hanay terdapat pada ceita-ceritanya, cara pentas atau pakelirannya,
instruemen dan seni pedalangannya, tetapi juga pada perwujudan gambar wayang itu masing-masing. Wayang-wayang
itu adalah gambaran watak manusia. Digambarkan tidak kurang dari 200 watak manusia pada kurang lebih 200 macam
gambar wayang kulit Purwa.

Sebagian besar dasar watak banyak dilukiskan pada wujud raut muka yaitu pada posisi bentuk dan warnanya. Ada juga
yang dilukiskan pada posisi ukuran tubuh dan bentuk tubuhnya.
Perwujudan raut muka yang mengekspresikan watak terdapat pada bentuk-bentuk mata, hidung, mulut, warna roman
muka, begitu juga pada posisi sikap wajah; yaitu luruh, longok, dan langaknya.
Sikap menunduk (luruh), melihat kedepan (longok), dan agak menengadah (langak), menggambarkab watak yang
berbeda. Begitu juga wajah yang berwarna hitam, merah, putih, biru pada raut mukanya.

Dengan uraian diatas maka dalam kesenian wayang kulit Purwa perlu digalakan dan dikembangkan akan pengenalan
wayang kulit Purwa pada gambarnya, menatahnya dan menyunggingnya. Bentuk gambarnya yang ekspresif dekoratif,
tatahan dan sunggingan yang ornamental perlu dikenali dan dikembangkan sesuai dengan irama jaman dan
perkembangan teknologi modern seperti sekarang ini dengan berpangkat pada seni rupa nasional.

Anda mungkin juga menyukai