Anda di halaman 1dari 43

KEANEKARAGAMAN AMFIBI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT

TERESTRIAL DI HUTAN HARAPAN, SUMATERA

EKI APRILIA RESDIYANTI DEVUNG

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman


Amfibi pada Berbagai Tipe Habitat Terestrial di Hutan Harapan, Sumatera adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruann tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2018

Eki Aprilia Resdiyanti Devung


NIM E34130088
ABSTRAK

EKI APRILIA RESDIYANTI DEVUNG. Keanekaragaman Amfibi pada Berbagai


Tipe Habitat Terestrial di Hutan Harapan, Sumatera. Dibimbing oleh MIRZA
DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO
Kajian mengenai amfibi di Pulau Sumatera telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, termasuk di Hutan Harapan. Penelitian amfibi sebelumnya di Hutan
Harapan dilakukan tahun 2012. Visual Encounter Survey (VES) dengan transek
dilakukan pada lima tipe habitat: areal terbuka, belukar muda, belukar tua, hutan
lahan kering sekunder dan kebun karet pada awal Mei hingga akhir Agustus 2017.
Ditemukan sebanyak 143 individu dari 26 jenis amfibi di dalam jalur transek.
Indeks keanekaragaman Shannon Wiener dan kepadatan relatif menunjukkan hasil
yang sama tingginya antara kebun karet, belukar muda, belukar tua dan hutan lahan
kering sekunder dimana indeks kemerataan jenis diseluruh tipe habitat
menunjukkan tidak ada jenis yang dominan. Faktor dominan yang menentukan
kehadiran jenis amfibi di Hutan Harapan adalah ketebalan serasah, jumlah jenis
pohon, kepadatan vegetasi pohon dan jarak terhadap sumber air. Monitoring dan
penanaman perlu dilakukan khususnya pada areal terbuka dan areal yang dekat
dengan daerah aliran sungai untuk meningkatkan keanekaragaman vegetasi yang
penting bagi pembentukkan mikro habitat amfibi.
Kata Kunci: amfibi, habitat, hutan harapan, keanekaragaman

ABSTRACT

EKI APRILIA RESDIYANTI DEVUNG. Amphibian Diversity in Different Types


of Terrestrial Habitat in Harapan Rainforest, Sumatera. Supervised by MIRZA
DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO.
The study of amphibians on Sumatra has been done by some researchers,
including within the Harapan Rainforest. Previous research on amphibian in
Harapan Rainforest was conducted in 2012. Visual Encounter Survey (VES) with
transects were carried out in five types of habitat: open habitat type, young shrubs,
old shrubs, secondary dryland forests and rubber plantation from early May to late
August 2017. We found 143 individuals from 26 species of amphibians in transects.
Index of Shannon Wiener Diversity and relative density is similarly high in rubber
plantation, young shrubs, old shrubs and secondary forest whereas index of evennes
in all habitat shows there is no dominant species. The dominant factor determining
the presence of amphibian species in the Harapan Rainforest are the thickness of
the litter, the number of tree species, the density of tree vegetation and the distance
to the water. Monitoring and planting needs to be conducted primarily in open areas
and nearby the watersheds to increase the variety of vegetation essential to the
formation of micro-habitats for amphibians.

Keywords: amphibians, diversity, habitat, harapan rainforest


KEANEKARAGAMAN AMFIBI PADA BERBAGAI TIPE HABITAT
TERESTRIAL DI HUTAN HARAPAN, SUMATERA

EKI APRILIA RESDIYANTI DEVUNG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak Mei 2017 dengan judul Keanekaragaman Amfibi pada Berbagai
Tipe Habitat Terestrial di Hutan Harapan, Sumatera didukung dan dibiayai oleh
Burung Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing, serta Prof Dr Ani
Mardiastuti, MSc, Burung Indonesia dan PT REKI yang telah memfasilitasi selama
pengambilan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
bapak, ibu dan adik-adikku serta seluruh keluarga besar atas doa, serta dukungan
yang tak henti diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Dennis, Wahhab dan
Yudia atas perjuangannya selama pengambilan data di lapang serta KSHE angkatan
50 (Santalum album), dan seluruh anggota HIMAKOVA atas kekeluargaan dan
kebersamaannya selama penulis menimba ilmu di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2018

Eki Aprilia Resdiyanti Devung


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 9
DAFTAR TABEL 10
DAFTAR GAMBAR 10
DAFTAR LAMPIRAN 10
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3
Metode Pengumpulan Data 5
Keanekaragaman Jenis 5
Kondisi Lingkungan Habitat 7
Analisis Data 7
Kepadatan Individu 7
Kekayaan Jenis 7
Keanekaragaman Jenis 8
Kemerataan Jenis 8
Kesamaan Komunitas 8
Faktor Dominan Penentu Kehadiran Jenis 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Kekayaan Jenis 9
Keanekaragaman Jenis 12
Pembahasan 16
Kekayaan Jenis 16
Keanekaragaman Jenis 18
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL

1. Usaha pencarian amfibi di setiap jalur pengamatan 6


2. Jumlah individu dan jenis amfibi di berbagai tipe habitat pada
bulan Mei-Agustus 2017 9
3. Kepadatan jenis amfibi di Hutan Harapan 12
4. Perbandingan keanekaragaman dan kemerataan jenis amfibi 13
5. Indeks kesamaan komunitas jenis amfibi berdasarkan tipe habitat 13

DAFTAR GAMBAR

1. Peta lokasi penelitian di Hutan Harapan, Sumatera 2


2. Kondisi sungai Kapas (a), sungai Meranti (b) 3
3. Lokasi pengambilan data (a) areal terbuka, (b) belukar muda,
(c) belukar tua, (d) hutan lahan kering sekunder, (e) kebun karet 4
4. Jalur transek pengamatan 5
5. Kurva penambahan jenis amfibi yang ditemukan pada lokasi
penelitian 11
6. Distribusi amfibi berdasarkan kategori terestrial, semak dan
Arboreal 11
7. Dendogram pengelompokkan amfibi berdasarkan tipe habitat 14
8. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehadiran jenis amfibi 15
9. Jumlah individu amfibi yang ditemukan berdasarkan jarak dari
Sumber air 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi jenis amfibi di Hutan Harapan, Sumatera 23


2. Jenis amfibi yang dijadikan sebagai species Voucher 32
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumatera merupakan pulau di Indonesia dengan luas 473.606 km2 (David &
Vogel 1997) yang mengalami penyusutan luas hutan primer. Pada tahun 1990 luas
hutan primer di Sumatera mencakup 47% wilayah Sumatera dan berkurang menjadi
30% pada tahun 2010 (Margono et al. 2012). Hal ini berdampak pada berkurangnya
habitat bagi satwa dan tumbuhan yang hidup di dalamnya. Menurut Alikodra
(2010), setiap spesies memiliki batas luas habitat minimum untuk mampu bertahan
hidup dan berkembangbiak secara normal dan jika habitat suatu spesies tersebut
hancur maka dampak yang timbul adalah spesies yang bersangkutan akan pindah,
menyesuaikan diri, atau menjadi musnah.
Amfibi mampu bertahan hidup di bawah serasah, di dalam tanah, di dalam
semak, di tajuk pohon serta di badan-badan air (Inger & Stuebing 2005). Menurut
Stuart et al. (2004), sebanyak 82% jenis amfibi yang hidup bergantung pada
keberadaan hutan serta 33% dari jenis amfibi yang tersisa saat ini masuk dalam
kategori terancam punah. Ancaman terhadap kelestarian amfibi diantaranya
disebabkan oleh pengurangan habitat (Kusrini 2013). Menurut Bitar et al. (2012),
amfibi sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan pada struktur
lanskap menyebabkan terganggunya mikrohabitat yang dibutuhkan amfibi untuk
bertahan hidup terutama jenis amfibi yang strategi siklus hidupnya terbatas
(Lieberman 1986).
Kajian mengenai amfibi di Pulau Sumatera telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Daftar jenis amfibi di Sumatera telah ada sejak jaman kolonial Belanda,
antara lain seperti yang ditulis oleh van Kampen (1923). Pada tulisan ini tercatat
sebanyak 61 jenis amfibi ditemukan di Sumatera. Jumlah jenis yang ada di
Sumatera kini terus bertambah seiring dengan banyaknya penelitian di berbagai
tempat. Penelitian mengenai keanekaragaman amfibi telah dilakukan di berbagai
tipe habitat antara lain di hutan produksi, kawasan konservasi dan areal restorasi
oleh Mistar (2003), Inger & Iskandar (2005), Kurniati (2007), Darmawan (2008),
Widyananto (2009), Ariza et al. (2014), Noberio et al. (2015), Putro (2015), dan
Yanuarefa (2010).
Hutan Harapan merupakan areal restorasi ekosistem pertama di Indonesia.
Penelitian keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan tercatat dilakukan oleh Wanda
et al. (2012) dan Putra et al. (2012). Penelitian di Hutan Harapan penting dilakukan
untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman amfibi pada tipe habitat yang
bervariasi serta melihat kondisi terkini komunitas amfibi dengan bertambahnya
waktu. Selain itu, penelitian keanekaragaman amfibi pada habitat terestrial
dilakukan sehingga tidak hanya terpaku pada habitat perairan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian kembali tentang keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan
yang dihubungkan dengan beberapa parameter habitat.

Tujuan

Penelitian tentang keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan ini bertujuan


untuk:
1). Mengidentifikasi komposisi jenis amfibi di Hutan Harapan.
2

2). Mengukur tingkat keanekaragaman dan kesamaan komunitas jenis amfibi antar
berbagai tipe habitat di Hutan Harapan.
3). Menduga faktor-faktor lingkungan yang menentukan kehadiran jenis amfibi di
Hutan Harapan.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan sejak awal Mei sampai akhir Agustus 2017.


Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 25 Mei–17 Juni 2017 dan 23 Juli–
5 Agustus 2017 atau selama 22 hari efektif pengamatan. Lokasi pengumpulan data
lapangan adalah di areal Hutan Harapan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dan
Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi (Gambar 1).
Berdasarkan pada tipe habitat maka pengambilan data meliputi tipe habitat areal
terbuka, belukar muda, belukar tua, hutan lahan kering sekunder dan kebun karet.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Hutan Harapan, Sumatera

Pengambilan data dilakukan di empat pos, yakni: Pos Meranti, Pos Hulu
Lalan, Pos Bato dan Pos Kapas Tengah. Tipologi tutupan vegetasi yang terdapat di
Pos Meranti terdiri atas areal terbuka, belukar muda, belukar tua, hutan lahan kering
sekunder dan kebun karet. Di lokasi Pos Hulu Lalan meliputi tipologi hutan lahan
kering sekunder dan belukar tua; di Pos Bato meliputi tipologi belukar muda, hutan
lahan kering sekunder dan kebun karet; serta di Pos Kapas Tengah meliputi tipologi
belukar tua dan kebun karet.
3

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan Harapan terletak di wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera


Selatan. Kondisi topografi areal restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan
89% tergolong datar, yakni dengan kemiringan lereng antara 0–8% sedangkan di
Provinsi Jambi memiliki topografi yang datar sampai agak curam dengan
ketinggian tempat antara 30–120 mdpl (REKI 2008). Curah hujan tahunan di
Provinsi Sumatera Selatan rata-rata 2.461 mm/tahun dan rata-rata bulanan 205
mm/bulan dengan kisaran 101–320 mm/bulan. Di wilayah Provinsi Jambi, curah
hujan bulanan per tahun rata-rata 2.305 mm dengan hari hujan 189,9 hari/tahun dan
intensitas hujan sebesar 12,37 mm (REKI 2009). Suhu udara rata-rata harian di
wilayah Provinsi Sumatera Selatan adalah 27,2ºC dengan kisaran antara 26,7ºC
pada bulan Desember dan Januari hingga 27,9ºC pada bulan Mei. Kelembaban
udara relatif bervariasi antara 72%–89%. Di wilayah Provinsi Jambi, suhu rata-rata
harian sebesar 26,23ºC dengan kisaran antara 24,5ºC pada bulan Januari hingga
28,95ºC pada bulan Mei. Kelembaban udara relatif rata-rata mencapai 83% (REKI
2009).
Hutan Harapan memiliki sekitar 37 badan perairan yang terdiri atas 7 sungai
utama, 9 danau dan rawa utama, 10 anak sungai dan 11 danau dan rawa dangkal
(Sukmono 2015). Sungai terdekat yang berada di lokasi pengambilan data adalah
Sungai Kapas dan Sungai Meranti (Gambar 2).

(a) (b)
Gambar 2 Kondisi Sungai Kapas (a) dan Sungai Meranti (b)

Klasifikasi tutupan vegetasi yang terdapat di Hutan Harapan berdasarkan


interpretasi Citra Landsat tahun 2015 yang disahkan oleh Direktur Inventarisasi dan
Pemantauan Sumber Daya Hutan berdasarkan Surat Nomor: S.410/IPSDH-2/2015
tanggal 10 Desember 2015 terdiri atas hutan lahan kering sekunder, belukar tua,
belukar muda, dan tanah terbuka yang selanjutnya di sebut areal terbuka. Selain itu,
terdapat kebun karet milik masyarakat yang terdapat di dalam kawasan Hutan
Harapan (Gambar 3).
Areal terbuka seluas 141 ha di Pos Meranti merupakan bekas kebakaran hutan
dan didominasi oleh jenis Acacia mangium tingkat pancang, bambu, paku-pakuan
serta alang-alang. Sumber air yang terdapat di areal terbuka adalah danau. Lokasi
4

tipologi areal terbuka berada jauh dari pemukiman, tetapi berdekatan dengan jalan
utama.

(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 3 Kondisi vegetasi di areal terbuka (a), belukar muda (b), belukar tua (c),
hutan lahan kering sekunder (d), dan kebun karet (e)

Vegetasi yang dominan di belukar muda adalah A. mangium, Peronema


canescens, Durio acutifolius, Macaranga gigantea dan Alstonia scholaris. Vegetasi
yang dominan di belukar tua adalah Koompassia malaccensis. Jenis vegetasi yang
banyak ditemukan di hutan lahan kering sekunder adalah Syzygium laxiflorum.
Sumber air terdekat di belukar muda berjarak 123 m berupa anak sungai yang airnya
berwarna kecokelatan dengan substrat berupa lumpur sedangkan sumber air
terdekat di belukar tua berupa anak sungai yang berjarak 110 m dari lokasi
pengambilan data. Sumber air terdekat dengan jalur pengamatan di hutan lahan
kering sekunder adalah 5 m berupa genangan air sementara.
Kebun karet di Hutan Harapan merupakan hasil tanaman masyarakat yang
bermukim di dalam kawasan. Rata-rata diameter pohon karet adalah 25 cm. Kebun
karet yang terdapat di Pos Meranti maupun di Pos Kapas Tengah terletak
berdekatan dengan sungai. Selain itu terdapat kolam di kebun karet yang berada di
Pos Meranti. Pohon karet yang terdapat di Pos Kapas Tengah lebih banyak disadap
getahnya dibandingkan dengan pohon karet yang berada di Pos Bato dan Pos
Meranti. Kebun karet yang terdapat di Hutan Harapan terletak berdampingan
dengan tipe habitat belukar muda.
5

Metode Pengumpulan Data

Keanekaragaman Jenis
Pengumpulan data amfibi dilakukan menggunakan metode Visual Encounter
Survey (VES) mengikuti Heyer et al. (1994) yang dikombinasikan dengan transek
jalur. Metode VES digunakan untuk menduga kekayaan jenis amfibi pada suatu
tipe habitat, mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif
jenis (Kusrini 2009). Menurut Heyer et al. (1994), beberapa asumsi yang digunakan
dalam metode VES adalah:
1). Setiap individu dari semua spesies amfibi memiliki kesempatan yang sama
untuk diamati,
2) Setiap spesies amfibi menyukai habitat yang sama,
3). Semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan, dan
4). Hasil survei merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh lebih dari satu
orang.
Selain menggunakan metode visual juga dilakukan penangkapan langsung terhadap
jenis yang ditemukan untuk kepentingan identifikasi.
Pengamatan dilakukan pukul 19:30–23:40 WIB dengan sasaran lokasi
pencarian di atas vegetasi, di balik kayu rebah, batu dan serasah (Kusrini 2007).
Amfibi yang ditangkap ditempatkan ke dalam plastik bening berukuran 2 kg dan
diberikan label keterangan meliputi waktu ditemukan, aktivitas pada saat
ditemukan, posisi horizontal dan vertikal, substrat, dan informasi lain yang
diperlukan (Heyer et al. 1994). Amfibi yang telah ditangkap diukur SVL (Snout
Vent Lenght) menggunakan kaliper dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang
menggunakan neraca pegas Pesola (30 g dan 60 g) dengan ketelitian 0,1 gram.
Pencatatan data penemuan jenis amfibi dilakukan dengan membagi panjang jalur
ke dalam segmen 200 m.
Jumlah transek jalur pengamatan pada seluruh tipe habitat adalah 22 jalur.
Panjang setiap jalur pengamatan berkisar antara 400–600 m dengan lebar kiri–
kanan jalur masing-masing 5 m, yang disesuaikan dengan kondisi lapangan
(Gambar 4). Total transek jalur berukuran panjang 400 m dan lebar 10 m sebanyak
18 jalur, sedangkan transek jalur berukuran panjang 600 m dan lebar 10 m sebanyak
4 jalur pengamatan.

Gambar 4 Jalur transek pengamatan


6

Usaha pencarian jenis amfibi pada setiap luas areal satu hektar dihitung
berdasarkan curahan waktu dan tenaga pengamat. Total usaha pencarian amfibi
selama pengamatan adalah 173,05 jam-orang (Tabel 1).

Tabel 1 Usaha pencarian amfibi pada setiap jalur pengamatan


Tipologi Jumlah Luas transek Jumlah Pengamat Usaha Usaha Pencarian
Habitat Jalur (ha) (orang) (jam) (jam-orang)
AT 2 0,40 6 3,14 47,12
BM 5 0,48 5 3,13 27,96
BT 6 0,40 5 3,20 33,58
HKS 5 0,48 5 3,63 34,08
KK 4 0,40 5 2,96 30,31
Total 173,05
Keterangan: AT=areal terbuka, BM=belukar muda, BT=belukar tua, HKS=hutan lahan kering
sekunder, KK=kebun karet

Kekayaan jenis amfibi diidentifikasi menggunakan Panduan Lapangan


Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser (Mistar 2003), dan The Systematics and
Zoogeography of The Amphibia of Borneo (Inger 2005). Penamaan jenis amfibi
mengacu pada referensi online Amphibian Species of the World (Frost 2017).
Amfibi dikelompokkan berdasarkan famili dan status perlindungan menurut PP No.
7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, status kelangkaan
menurut IUCN (The International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources), serta status perdagangan menurut CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Amfibi yang tidak teridentifikasi diawetkan sebagai spesies voucher.
Pengawetan amfibi menggunakan alkohol 70% untuk anastesi. Alkohol 70%
disuntikkan untuk fiksasi sel tubuh agar tidak rusak. Mulut spesimen disumbat
menggunakan kapas kecil. Spesimen yang telah mati disayat sedikit pada bagian
bawah ketiak untuk pengambilan organ hati. Pengambilan sampel hati dilakukan
untuk keperluan identifikasi DNA. Awetan yang telah kaku diberi label
menggunakan kertas kalkir dan benang kemudian dibawa ke Museum Zoologicum
Bogoriense (MZB), Cibinong.
Amfibi yang dijadikan sebagai spesies voucher sebanyak 29 individu. Jenis
voucher tersebut terdiri atas 2 individu Bufonidae, 11 individu Microhylidae, 11
individu Ranidae, dan 4 individu Rhacophoridae. Selain itu, terdapat 2 individu dari
Megophryidae yang ditemukan di luar jalur pengamatan, yakni: Leptobrachium
nigrops dan Megophrys sp. Dokumentasi terhadap ciri morfologi dilakukan
sebelum amfibi diawetkan, yang meliputi: bagian kepala, bagian atas tubuh, bagian
bawah tubuh, sisi kanan dan kiri tubuh, bentuk jari dan selaput, warna bagian
tertentu (lipatan paha atau timpanun), dan posisi pupil (Kusrini 2009).
Amfibi dikelompokkan ke dalam jenis terestrial, semak dan arboreal
berdasarkan lokasi ditemukan. Amfibi terestrial merupakan jenis amfibi yang
ditemukan di atas permukaan tanah atau serasah. Amfibi terestrial memiliki ukuran
tubuh kecil hingga sedang dengan tungkai belakang yang pendek dan beberapa jenis
amfibi memiliki warna tubuh yang menyerupai serasah. Amfibi semak dicirikan
dengan ukuran tubuh yang ramping dan tungkai belakang yang panjang. Amfibi
arboreal hidup di atas pepohonan dan memiliki tungkai belakang yang panjang dan
lompatan yang tinggi serta jari-jari yang mencengkeram dengan kuat.
7

Kondisi Lingkungan Habitat


Faktor dominan penentu kehadiran jenis yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada Gillespie et al. (2015). Komponen habitat yang diamati untuk
menduga faktor dominan tersebut terdiri atas: persen tutupan tajuk, jumlah
akumulasi jatuhan kayu, jumlah jenis pohon, ketebalan serasah, jarak lokasi
pengambilan data ke pemukiman terdekat, jarak ke sumber air dan jarak ke jalan.
Selain itu juga dilakukan pengukuran suhu udara sesaat, kelembaban udara relatif,
intensitas cahaya, dan kerapatan vegetasi tingkat pertumbuhan pohon. Menurut
Wanger et al. (2009), ketebalan serasah, jarak terhadap sumber air dan jumlah
pohon mati dapat mempengaruhi distribusi dan kelimpahan jenis amfibi.
Pengukuran komponen habitat dilakukan di petak ukur 20 m x 20 m yang
diletakkan secara sistematik pada setiap jarak 200 m di sepanjang jalur pengamatan.
Pengukuran ketebalan serasah menggunakan penggaris dilakukan dengan menggali
tanah hingga terlihat perbedaan lapisan antara serasah dengan tanah. Pengukuran
jarak antara jalur pengamatan dengan permukiman warga terdekat, jarak jalur
pengamatan terhadap jalan dan sumber air dilakukan menggunakan penitikkan
dengan GPS.
Pengukuran suhu udara sesaat dan kelembaban udara relatif dilakukan pada
siang dan malam hari menggunakan termometer bola basah dan bola kering. Data
suhu udara dan kelembaban udara relatif dicatat sebelum dan setelah melakukan
pengumpulan data jenis amfibi pada jalur pengamatan. Pengukuran intensitas
cahaya diukur menggunakan lux meter. Pengukuran diameter pohon setinggi dada
(±130 cm di atas permukaan tanah) dilakukan menggunakan pita meter untuk
mengetahui indikasi adanya gangguan habitat akibat aktivitas penebangan pohon.

Analisis Data

Kepadatan Individu
Kepadatan individu setiap jenis amfibi yang ditemukan pada setiap segmen
transek jalur pengamatan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
N
D=
[(Jp*Wp)/A]
Keterangan: D=kepadatan jenis amfibi, N=jumlah individu, A=luas transek jalur
pengamatan, Jp=jumlah pengamat, Wp=lama waktu pengamatan. Kepadatan
individu ini selanjutnya disebut sebagai usaha pengamatan yang diukur dalam
satuan individu/ha-jam-orang pengamat.

Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis amfibi pada berbagai tipe habitat merupakan total jenis amfibi
yang ditemukan pada habitat bersangkutan. Selain itu juga dilakukan pendugaan
harapan kekayaan jenis menggunakan indeks kekayaan jenis Jackknife (Krebs
1985) dengan persamaan sebagai berikut:
  n  1
S s k
 n 
8

Keterangan: Ŝ =indeks kekayaan jenis Jackknife, s=total jumlah jenis yang teramati,
n=banyaknya unit contoh, dan k=jumlah jenis unik. Keragaman nilai dugaan (Ŝ)
dihitung dengan persamaan berikut:
 n  1  k2 
var( S )     j . f j  
2

 n  n
Keterangan: var(Ŝ )=ragam dugaan kekayaan jenis menurut Jackknife untuk
fj=jumlah unit contoh ditemukannya jenis unik, k=jumlah jenis unik, dan n= jumlah
total unit contoh. Penduga selang bagi indeks kekayaan jenis Jackknife adalah
sebagai berikut:

S  t / 2;v . var( S )
`
Nilai t/2;v diperoleh dari tabel t-student dengan nilai derajat bebas v=n–1.
Perbedaan kekayaan jenis antar tipe habitat diuji menggunakan uji Chi-square.

Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis amfibi dihitung menggunakan indeks keragaman jenis
Shannon-Wiener dengan persamaan sebagai berikut (Heyer et al. 1994):
H’= - ∑pi Ln(pi) dan pi = ni/N
Keterangan: H’=indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi=proporsi jenis ke-i,
ni=kepadatan jenis ke- i, dan N=total kepadatan seluruh jenis pada habitat ke- i.

Kemerataan Jenis
Kemerataan jenis amfibi di berbagai tipe habitat dihitung menggunakan
indeks kemerataan jenis Pielou dengan persamaan sebagai berikut (Magurran
1988):
E = H’/ Ln S
Keterangan: E=indeks kemerataan jenis, H’=indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener, dan S=jumlah jenis yang ditemukan.

Kesamaan Komunitas
Kesamaan komunitas amfibi pada beberapa habitat dianalisis menggunakan
indeks kesamaan komunitas Morisita (Krebs 1985):

2 X ∑(𝑋𝑖𝑗 + 𝑋𝑖𝑘)
IS =
∑𝑋𝑖𝑗 2 + ∑𝑋𝑖𝑘 2

Keterangan: IS=indeks kesamaan komunitas Morisita, Xij adalah kepadatan


individu jenis ke-i pada komunitas ke-j, dan Xik adalah kepadatan individu jenis ke-
i pada komunitas ke-k. Pengelompokkan kesamaan amfibi berdasarkan tipe habitat
menggunakan dendogram dengan pendekatan Ward’s Linkage Clustering.

Faktor Dominan Penentu Kehadiran Jenis


Keeratan hubungan antara setiap peubah komponen lingkungan dengan
kehadiran setiap jenis amfibi pada suatu habitat dianalisis menggunakan
9

pendekatan CCA (Canonical Correspondence Analysis) dengan software


CANOCO 4.5. Dalam hal ini, semua data yang diukur dalam satuan persentase (%)
dan memiliki nilai X<30% dan X>70% ditransformasikan ke dalam bentuk
ArcSin√y%. Model persamaan CCA adalah sebagai berikut:
Y1 + Y2+ Y3+…+ Ys = X1 + X2+ X3+…+ Xk
Keterangan:
Y1 ,Y2, …Ys = jumlah individu amfibi spesies ke-1, ke-2, hingga spesies ke-s
s = total spesies amfibi ditemukan
k = jumlah peubah komponen lingkungan
X1 = kelembaban udara relatif (%)
X2 = suhu udara sesaat (oC)
X3 = intensitas cahaya (lux)
X4 = jumlah jenis vegetasi tingkat pohon (jenis)
X5 = kepadatan vegetasi tingkat pertumbuhan pohon (batang/ha)
X6 = jumlah akumulasi jatuhan kayu (batang/ha)
X7 = ketebalan serasah (cm)
X8 = jarak posisi ditemukannya individu amfibi terhadap sumber air (m)
X9 = jarak posisi ditemukannya individu amfibi terhadap pemukiman (m)
X10 = jarak posisi ditemukannya individu amfibi terhadap jalan (m)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kekayaan Jenis
Total jumlah jenis amfibi yang ditemukan adalah 26 jenis dari 4 famili.
Komposisi jenis amfibi berdasarkan famili yang ditemukan terdiri atas: 3 jenis
Bufonidae, 7 jenis Microhylidae, 5 jenis Rhacophoridae, dan 11 jenis Ranidae
(Tabel 2). Selain itu terdapat 2 jenis amfibi dari famili Megophryidae yang
ditemukan di luar jalur pengamatan, yakni Megophrys sp dan L. nigrops.

Tabel 2 Jenis dan jumlah individu amfibi yang ditemukan pada berbagai tipe
habitat di Hutan Harapan pada bulan Mei-Agustus 2017
Tipe Habitat
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK
Bufonidae
Ingerophrynus divergens (Peters, 1871) 3
Ingerophrynus gollum Grismer, 2007 8
Phrynoidis asper (Gravenhorst, 1829) 1
Microhylidae
Kalophrynus pleurostigma Tschudi, 1838 1 2 5
Kaloula baleata (Müller, 1836) 1 1
Microhyla achatina Tschudi, 1838 3 1 1
Microhyla berdmorei (Blyth, 1856) 1 2 2
Microhyla heymonsi Vogt, 1911 1 2 1
Micryletta inornata (Boulenger, 1890) 1
Microhyla superciliaris Parker, 1928 1 2
10

Tabel 2 Jenis dan jumlah individu amfibi yang ditemukan pada berbagai tipe
habitat di Hutan Harapan pada bulan Mei-Agustus 2017 (lanjutan)
Tipe Habitat
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK
Rhacophoridae
Kurixalus appendiculatus (Günther, 1858) 4 1
Nyctixalus pictus (Peters, 1871) 1
Polypedates colletti (Boulenger, 1890) 2 1 3 3
Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829) 1
Polypedates macrotis (Boulenger, 1891) 1
Ranidae
Amnirana nicobariensis (Stoliczka, 1870) 3 4 3 4
Hylarana erythraea (Schlegel, 1837) 3
Hylarana parvaccola (Inger, Stuart, & Iskandar, 2009) 1 9 1
Fejervarya cancrivora (Gravenhorst, 1829) 1
Fejervarya limnocharis (Gravenhorst, 1829) 7 5 2 2
Occidozyga sumatrana (Peters, 1877) 4 1 4
Limnonectes blythii (Boulenger, 1920) 1
Limnonectes malesianus (Kiew, 1984) 1 3
Limnonectes paramacrodon (Inger, 1966) 15 2 1
Pulchrana baramica (Boettger, 1901) 2 2
Pulchrana glandulosa (Boulenger, 1882) 2 3
Jumlah Individu 14 25 47 26 31
Jumlah Jenis 4 11 16 11 13
Keterangan: AT=areal terbuka, BM=belukar muda, BT=belukar tua, HKS=hutan lahan kering
sekunder, KK=kebun karet

Total jumlah inidividu amfibi yang tertangkap selama pengamatan sebanyak


153 individu, terdiri atas 143 individu ditemukan dalam jalur pengamatan dan 8
individu ditemukan di luar jalur pengamatan. Tipe habitat yang memiliki kekayaan
jenis amfibi tertinggi adalah belukar tua, yakni sebanyak 16 jenis (61,54% dari total
jenis ditemukan) dengan total individu sebanyak 47 (32,87% dari total individu
yang tertangkap). Kekayaan jenis terendah ditemukan di tipe habitat areal terbuka,
hanya ditemukan sebanyak 4 jenis (15,38%) dengan total individu sebanyak 14
individu (9,79%). Berdasarkan uji chi-square maka ada perbedaan kekayaan jenis
antar tipe habitat (p<0.05).
Semua jenis amfibi yang ditemukan di Hutan Harapan tidak termasuk dalam
kategori satwa dilindungi menurut PP No. 7 Tahun 1999 dan tidak tercantum dalam
Apendiks I, II, maupun III menurut CITES. Berdasarkan status kelangkaan menurut
IUCN maka jenis-jenis amfibi yang ditemukan terdiri atas: 2 jenis (7,69%)
termasuk kategori kurang data (DD=data deficient), 19 jenis (73,08%) termasuk
beresiko rendah (LC=Least Concern), 4 jenis (15,38%) termasuk hampir terancam
(NT=Near Threatened), dan 1 jenis belum dievaluasi (NE=not evaluated). Jenis
amfibi yang termasuk dalam kategori data deficient adalah I. gollum dan M.
superciliaris, dan jenis amfibi yang belum dievaluasi adalah H. parvaccola. Jenis
amfibi di Hutan Harapan yang termasuk dalam kategori near threatened adalah L.
blythii, L. malesianus, L. paramacrodon dan N. pictus; sedangkan jenis amfibi
lainnya termasuk dalam kategori beresiko rendah.
11

30
26 26
25 24 24 24
23 23 23 23
21
20
20 18 y = 9,0402ln(x) - 3,5994
R² = 0,8627
Jumlah Spesies

15
15 13
12
10
10 8
6 6 6
5 4 4

0
0 5 10 Hari Pengamatan 15 20 25

Gambar 5 Kurva penambahan jenis amfibi yang ditemukan pada lokasi penelitian

Kurva penambahan jenis amfibi dan lama waktu pengamatan (Gambar 5)


menunjukkan adanya kemungkinan terdapat penambahan jenis baru apabila
dilakukan pengamatan lebih lama. Hal ini diindikasikan dengan kecenderungan
garis kurva yang terus mengalami kenaikan (Gambar 5). Kurva tersebut membentuk
persamaan nonlinear y = –3,6+9,04Ln(x) dengan koefisien determinasi (R2) sebesar
86,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa jika lama waktu pengamatan ditambah
selama 9 hari berturut-turut maka kemungkinan total jenis amfibi yang ditemukan
sekitar 42 jenis yang mendekati dugaan penambahan jenis amfibi berdasarkan
indeks Jackknife.

Gambar 6 Distribusi amfibi berdasarkan kategori terestrial, semak dan arboreal


12

Distribusi amfibi secara vertikal dikelompokkan menjadi tiga kategori


berdasarkan lokasi ditemukan yakni terestrial, semak, dan arboreal. Jumlah
individu amfibi terestrial lebih tinggi dibandingkan dengan semak dan arboreal
(Gambar 6). Amfibi arboreal hanya ditemukan di belukar tua, hutan lahan kering
sekunder dan kebun karet. Amfibi semak dan terestrial ditemukan diseluruh tipe
habitat.

Keanekaragaman Jenis
Jenis amfibi yang memiliki rata-rata kepadatan relatif tertinggi pada seluruh
areal pengamatan adalah F. limnocharis yakni sebanyak 0,0307 individu/usaha,
sedangkan jenis amfibi yang memiliki rata-rata kepadatan relatif terendah adalah F.
cancrivora dan L. blythii masing-masing sebanyak 0,0007 individu/usaha. Total
kepadatan relatif populasi amfibi terendah adalah dari famili Bufonidae, yakni
sebanyak 0,0196 individu/usaha. Total kepadatan relatif populasi selanjutnya terdiri
atas famili Rhacophoridae sebanyak 0,0227 individu/usaha, Microhylidae sebanyak
0,0398 individu/usaha, dan famili Ranidae sebanyak 0,1314 individu/usaha.
Berdasarkan pada tipe habitat maka kepadatan relatif amfibi terendah ditemukan di
areal terbuka, yakni sebanyak 0,1631 individu/usaha; sedangkan kepadatan relatif
tertinggi ditemukan di areal kebun karet, yakni sebanyak 0,2883 individu/usaha
(Tabel 3).

Tabel 3 Kepadatan relatif (individu/usaha) setiap jenis amfibi di Hutan Harapan


Tipe Habitat Rata-
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK rata
Bufonidae
I. divergens 0 0 0 0 0,0400 0,0080
I. gollum 0 0 0 0,0446 0 0,0089
P. asper 0 0 0 0 0,0133 0,0027
Microhylidae
K. pleurostigma 0 0,0104 0,0101 0 0,0393 0,0120
K. baleata 0 0 0,0051 0 0,0145 0,0039
M. achatina 0 0,0241 0,0054 0,0074 0 0,0074
M. berdmorei 0 0,0049 0,0067 0,0133 0 0,0050
M. heymonsi 0 0,0083 0 0,0133 0,0133 0,0070
M. superciliaris 0 0 0,0051 0,0118 0 0,0034
M. inornata 0 0 0 0,0059 0 0,0012
Ranidae
A. nicobariensis 0,0368 0,0325 0,0204 0 0,0394 0,0258
F. cancrivora 0 0 0,0033 0 0 0,0007
F. limnocharis 0,0760 0,0468 0,0112 0 0,0194 0,0307
H. erythraea 0,0368 0 0 0 0 0,0074
H. parvaccola 0,0135 0 0,0577 0,0059 0 0,0154
L. blythii 0 0 0,0033 0 0 0,0007
L. malesianus 0 0 0,0051 0,0254 0 0,0061
L. paramacrodon 0 0 0,0758 0,0119 0,0145 0,0204
O. sumatrana 0 0,0269 0 0,0085 0,0242 0,0119
P. baramica 0 0 0,0095 0 0,0127 0,0044
P. glandulosa 0 0,0137 0 0 0,0261 0,0080
13

Tabel 3 Kepadatan relatif (individu/usaha) setiap jenis amfibi di Hutan Harapan


(lanjutan)
Tipe Habitat Rata-
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK rata
Rhacophoridae
K. appendiculatus 0 0 0,0272 0 0,0061 0,0066
N. pictus 0 0,0049 0 0 0 0,0010
P. colletti 0 0,0117 0,0068 0,0203 0,0255 0,0129
P. leucomystax 0 0 0,0044 0 0 0,0009
P. macrotis 0 0,0069 0 0 0 0,0014
Jumlah 0,1631 0,1912 0,2571 0,1681 0,2883 0,2136
Keterangan: AT=areal terbuka, BM=belukar muda, BT=belukar tua, HKS=hutan lahan kering
sekunder, KK=kebun karet

Indeks keanekaragaman jenis amfibi tertinggi ditemukan pada tipe habitat


kebun karet sebesar H’=2,4429 dengan indeks kemerataan jenis sebesar E’=0,9524.
Indeks keanekaragaman amfibi terendah ditemukan pada tipe habitat areal terbuka
yakni sebesar H’=1,2338 dan indeks kemerataan jenis sebesar E’= 0,8900 (Tabel
4).

Tabel 4 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis amfibi pada berbagai tipe
habitat
Tipe Habitat D H' S E'
Areal Terbuka 0,16309 1,2338 4 0,8900
Belukar Muda 0,19116 2,1453 11 0,8497
Belukar Tua 0,25706 2,2070 16 0,7960
Hutan lahan kering sekunder 0,16814 2,1900 11 0,8584
Kebun karet 0,28833 2,4429 13 0,9524
Keterangan: D=kepadatan relatif (individu/usaha), H’=indeks Shannon, S=jumlah jenis amfibi,
E’=indeks kemerataan jenis

Kesamaan komunitas amfibi


Kesamaan komunitas amfibi tertinggi ditemukan antara tipe habitat areal
terbuka dan belukar muda sebesar 0,69; sedangkan kesamaan komunitas terendah
ditemukan antara tipe habitat areal terbuka dengan hutan lahan kering sekunder
(Tabel 5).

Tabel 5 Indeks kesamaan komunitas jenis amfibi berdasarkan tipe habitat


Habitat AT BM BT HKS KK
AT 1 0,69 0,25 0,01 0,35
BM 0,69 1 0,19 0,18 0,61
BT 0,25 0,19 1 0,23 0,33
HKS 0,01 0,18 0,23 1 0,18
KK 0,35 0,61 0,33 0,18 1
Keterangan: AT=areal terbuka, BM= belukar muda, BT= belukar tua, HKS= hutan lahan kering
sekunder, KK= kebun karet
14

Berdasarkan penggunaan habitat oleh komunitas amfibi di Hutan Harapan


maka dapat dikelompokkan ke dalam dua klaster, yakni: (1) komunitas amfibi yang
menempati habitat areal terbuka, belukar muda, dan kebun karet, (2) komunitas
amfibi yang menempati habitat hutan lahan kering sekunder dan belukar tua
(Gambar 7). Kelompok pertama merupakan kelompok amfibi yang cenderung
menggunakan habitat yang memiliki tutupan vegetasi kurang rapat sedangkan
kelompok kedua merupakan kelompok amfibi yang cenderung menggunakan
habitat dengan tutupan vegetasi lebih tinggi.

22,65
% Kesamaan

48,43

74,22

100,00
AT BM KK BT HKS
Tipe Habitat

Gambar 7 Dendogram pengelompokkan komunitas amfibi berdasarkan tipe


habitat AT=areal terbuka, BM= belukar muda, BT= belukar tua,
HKS= hutan lahan kering sekunder, KK= kebun karet

Faktor dominan penentu kehadiran jenis amfibi


Faktor dominan yang mempengaruhi kehadiran jenis amfibi adalah
ketebalan serasah, jumlah jenis pohon, kepadatan vegetasi pohon dan jarak terhadap
sumber air (Gambar 8). Keberadaan jenis A. nicobariensis dipengaruhi oleh jumlah
akumulasi jatuhan kayu dan jarak terhadap sumber air yang dekat. Jenis F.
limnocharis dan H. erythraea dipengaruhi oleh jarak terhadap sumber air yang
dekat. Jenis M. heymonsi dipengaruhi oleh suhu. Ketebalan serasah dan suhu
mempengaruhi keberadaan jenis I. gollum dan M. superciliaris. Keberadaan L.
malesianus juga dipengaruhi oleh ketebalan serasah. Berdasarkan tipe habitat di
Hutan Harapan maka rata-rata ketebalan serasah tertinggi berada di tipe habitat
hutan lahan kering sekunder yakni 1,79 cm dan terendah di areal terbuka yakni 0,3
cm. Jenis yang ditemukan dekat dengan pemukiman adalah M. achatina dan P.
baramica. Jenis yang dipengaruhi oleh jarak terhadap jalan adalah K. baleata dan
L. paramacrodon. Jenis P. glandulosa, P. coletti, M. berdmorei dan K.
pleurostigma cenderung memilih habitat yang memiliki kelembaban tinggi.
15

Intensitas cahaya mempengaruhi keberadaan H. parvaccola dan K. appendiculatus.


Jumlah jenis pohon mempengaruhi keberadaan O. sumatrana.

0.6
Mberd Hparv
Kapp
jj
kvp Kbn
Pcoll Kpleu
jph Lpara bpm
ic
Kbale Pgla
Axis 2 Osum Amnic
(45,3 %)
Pbar Flim Hery
Lmale
jp Mach
ja
Mhey
Shu
ks
Msup
Igol
-0.8

-1.0 1.0
Axis 1 (54,1 %)

Keterangan : Kbn = kelembaban, Shu = suhu, ic = intensitas cahaya, kvp = kepadatan vegetasi pohon, jph=
jumlah jenis pohon, bpm = jumlah akumulasi jatuhan kayu, ks = ketebalan serasah, ja = jarak terhadap air, jp
= jarak terhadap pemukiman, jj = jarak terhadap jalan, Flim = Fejervarya limnocharis, Pbar = Pulchrana
baramica, Hparv = Hylarana parvaccola, Hery = Hylarana erythraea, Pgla = Pulchrana glandulosa, Amnic
= Amnirana nicobariensis, Igol = Ingerophrynus gollum, Kpleu = Kalophrynus pleurostigma, Kbale = Kaloula
baleata, Lmale = Limnonectes malesianus, Lpara = Limnonectes paramacrodon, Mach = Microhyla achatina,
Mberd = Microhyla berdmorei, Mhey = Microhyla heymonsi, Msup = Microhyla superciliaris, Osum =
Occidoziga sumatrana, Pcoll = Polypedates colleti, Kapp = Kurixalus appendiculatus

Gambar 8 Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehadiran amfibi

Amfibi yang ditemukan disatu unit contoh tidak diikutsertakan dalam analisis
CCA sehingga tidak bisa diduga kecenderungan faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan jenis amfibi. Jenis yang tidak diikutsertakan terdiri atas
F. cancrivora, I. divergens, L. blythii, M. inornata, N. Pictus, P. aspera, P.
leucomystax, dan P. macrotis.
Jarak lokasi pengamatan terhadap sumber air mempengaruhi jumlah individu
amfibi yang ditemukan. Berdasarkan jarak terhadap sumber air ditemukan 34
individu sangat dekat dengan sumber air di belukar tua. Jarak terhadap sumber air
dalam penelitian ini dikategorikan sebagai berikut: sangat dekat (1–100 m), dekat
(101–200 m), jauh (201–450 m), dan sangat jauh (451–700 m). Jumlah individu
amfibi terbanyak ditemukan adalah pada lokasi pengamatan yang berjarak 0–100
m, yakni dengan kategori sangat dekat dengan sumber air (Gambar 10).
16

80
70
60
50

Individu
40
30
20
10
0
0-100 101-200 201-450 451-700
Jarak (m)

Gambar 9 Jumlah individu amfibi yang ditemukan berdasarkan jarak dari sumber
air

Pembahasan

Kekayaan Jenis
Jumlah amfibi yang ditemukan sebanyak 143 individu dan 26 jenis lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penelitian di Hutan Harapan sebelumnya. Akan
tetapi terdapat beberapa jenis amfibi yang tidak ditemukan dalam penelitian ini dan
ditemukan dalam penelitian Wanda et al. (2012) dan Purtra et al. (2012) antara lain
2 jenis amfibi dari famili Bufonidae yakni Ingerophrynus parvus dan Pelophryne
signata serta 2 jenis amfibi dari famili Ranidae yakni Hylarana siberu dan Odorana
hosii. Penelitian Wanda et al. (2012) di berbagai tipe habitat hutan dan perairan di
Hutan Harapan menemukan sebanyak 127 individu dengan 19 jenis dan penelitian
Putra et al. (2012) di tiga habitat yakni sungai, danau dan rawa menemukan
sebanyak 115 individu dengan 14 jenis amfibi. Perbedaan tersebut diduga karena
jumlah hari pengamatan yang berbeda serta jumlah jalur transek yang digunakan.
Pada penelitian ini jumlah hari pengamatan adalah 22 hari sedangkan Wanda et al.
(2012), melakukan 15 hari pencarian. Transek yang digunakan oleh Putra et al.
(2012) sebanyak 6 transek berukuran 20 m x 400 m sedangkan pada penelitian ini
digunakan 18 transek berukuran 10 m x 400 m dan 4 transek berukuran 10 m x 600
m.
Areal terbuka memiliki jumlah individu dan jumlah jenis amfibi terendah. Hal
ini diduga karena tidak adanya tutupan vegetasi untuk melindungi amfibi dari
kekeringan. Katak memiliki kulit yang tipis dan permeabel sehingga mudah
kehilangan air dari tubuhnya (Inger & Stuebing 2005). Sumber air terdekat di areal
terbuka berupa kolam yang tidak ternaungi vegetasi. Hartel et al. (2007)
menyatakan bahwa kekayaan jenis amfibi yang ditemukan di kolam dipengaruhi
oleh tutupan vegetasi disekitarnya. Keberadaan vegetasi meningkatkan
ketersediaan pakan, tempat berlindung dari predator serta meningkatkan kualitas
mikro habitat (Hartel 2004). Jenis amfibi di areal terbuka seperti F. limnocharis, H.
parvaccola, dan H. erythraea merupakan jenis yang habitatnya selalu berkaitan
dengan kegiatan manusia serta A. nicobariensis merupakan jenis katak yang dapat
hidup didaerah terganggu (Iskandar 1998).
17

Jumlah jenis amfibi pada tipe habitat belukar muda yakni 11 jenis. Terdapat
dua jenis amfibi yang hanya ditemukan di belukar muda yakni N. pictus dan P.
macrotis. Keberadaan N. pictus yang ditemukan di belukar muda sebanyak 1
individu menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan komunitas belukar muda
menuju belukar tua khususnya yang berada di Pos Bato. Menurut Mistar (2003),
keberadaan N. pictus ditemukan di sungai-sungai kecil di vegetasi bagian bawah
yang tertutup rapat oleh tajuk.
Jenis amfibi yang dominan ditemukan di belukar tua adalah L. paramacrodon
sebanyak 15 individu. Menurut Berry (1975), jenis L. paramacrodon ditemukan
pada hutan primer dan hutan sekunder khususnya di rawa. Jenis tersebut banyak
ditemukan di sungai kecil yang keruh dan bercampur lumpur. Jenis amfibi P.
leucomystax hanya ditemukan di belukar tua. Menurut Bickford et al. (2010) P.
leucomystax merupakan amfibi arboreal yang meletakkan telurnya pada vegetasi
tumbuhan di atas air dan memiliki adaptasi yang tinggi terhadap habitat terganggu.
Jenis amfibi yang ditemukan di hutan lahan kering sekunder lebih rendah
dibandingkan dengan belukar tua dan kebun karet yakni 11 jenis amfibi dari 26
individu. Hal ini diduga karena terdapat sedikit sumber air di hutan lahan kering
sekunder. Menurut Becker et al. (2010), hutan yang terfragmentasi dan dekat
dengan sumber air memiliki kepadatan populasi amfibi yang tinggi dibandingkan
dengan yang jauh dari sumber air. Meskipun demikian ditemukan 2 jenis amfibi
yang hanya terdapat di hutan lahan kering sekunder yakni I. gollum dan M.
inornata. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jenis amfibi tersebut bergantung
pada habitat tertentu seperti hutan lahan kering sekunder.
Distribusi amfibi secara vertikal menunjukkan jumlah individu terestrial lebih
tinggi dan ditemukan diseluruh tipe habitat. Menurut Kusrini (2013), amfibi yang
hidup di atas permukaan tanah dan agak jauh dari air merupakan amfibi terestrial.
Amfibi semak ditemukan diseluruh tipe habitat. Menurut Soerianegara dan
Indrawan (1976), jika hutan hujan mengalami kerusakan maka suksesi sekunder
akan diawali dengan vegetasi rumput dan semak.
Amfibi arboreal hanya ditemukan di belukar tua, hutan lahan kering sekunder
dan kebun karet. Kusrini (2013), mengelompokkan amfibi yang hidup di atas pohon
merupakan kelompok arboreal. Jenis amfibi arboreal adalah K. baleata dan P.
coletti. Menurut Spickler et al. (2006), kondisi hutan yang mendukung
terbentuknya mikro habitat untuk amfibi arboreal adalah adanya kulit kayu yang
retak, rongga pada pohon, dan lantai hutan yang ditutupi lumut atau pakis. Jenis
amfibi arboreal sama heterogennya dengan amfibi terestrial dalam pemilihan lokasi
(Inger & Colwell 1977). Jenis P. leucomystax lebih sering menggunakan semai,
rumput yang tinggi dan semak dibandingkan pohon.
Kurva penambahan jenis amfibi tidak menunjukkan kecenderungan
mendatar. Penambahan jenis amfibi berdasarkan indeks jackknife yakni 42,60≈ 43
jenis dengan keberhasilan penemuan jenis adalah 60,47% dari 26 jenis yang telah
ditemukan. Penambahan jenis di areal terbuka adalah 7,14≈ 4 jenis, di belukar muda
adalah 20,26≈ 21 jenis, di belukar tua adalah 28,77≈ 29 jenis, di hutan lahan kering
sekunder adalah 18,11≈ 19 dan di kebun karet adalah 29,74≈ 30 jenis. Kurva
penambahan jenis digunakan untuk mengetahui apakah lamanya waktu survei yang
dilakukan sudah mendapatkan jumlah jenis yang memadai, sehingga pada kondisi
kurva yang mendatar menunjukkan bahwa semakin besar kemungkinan peneliti
telah memperoleh semua jenis pada lokasi tersebut (Kusrini 2008).
18

Keanekaragaman Jenis
Kepadatan relatif amfibi tertinggi di kebun karet yakni 0,2883 individu/usaha
dan terendah di areal terbuka yakni 0,1631 idividu/usaha. Menurut Gopal dan
Bhardwaj (1979), kepadatan populasi dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan
serta dipengaruhi adanya kelahiran, kematian, emigrasi, dan imigrasi. Rendahnya
kepadatan relatif jenis F. cancrivora dan L. blythii diduga karena kondisi habitat
untuk perkembangbiakkan kedua jenis tersebut tidak sesuai. Menurut Kusrini &
Alford (2006), F. cancrivora akan selalu mencari habitat yang berair sedangkan L.
blythii meletakkan berudunya pada sungai yang dangkal dengan substrat berpasir
(Emerson & Inger 1992).
Seluruh tipe habitat memiliki indeks keanekaragaman jenis amfibi lebih dari
2 kecuali tipe habitat areal terbuka. Magurran (1988) menyatakan bahwa semakin
tinggi keanekaragaman jenis dalam suatu habitat maka semakin tinggi kualitas dari
habitat tersebut. Hal ini menunjukkan secara ekologis kondisi seluruh tipe habitat
di Hutan Harapan hampir sama untuk mendukung keanekaragaman jenis amfibi dan
lebih baik daripada areal terbuka. Behm et al. (2013) di Cina menemukan bahwa
kebun karet memiliki keanekaragaman jenis amfibi yang rendah, namun kolam
yang ditemukan di kebun karet sesuai untuk perkembangbiakkan berudu. Meskipun
kondisi kolam yang terdapat di tipe habitat kebun karet di Hutan Harapan tidak
sama dengan kondisi kolam di Cina, akan tetapi masing-masing kolam memiliki
kesamaan sebagai sumber air bagi amfibi. Kondisi kebun karet yang berdampingan
dengan belukar di Hutan Harapan diduga memungkinkan terjadi perpindahan
amfibi khususnya menuju sumber air yang terdapat di kebun karet.

Kesamaan komunitas amfibi


Menurut Magurran (1988), indeks kemerataan menjelaskan tentang
kelimpahan individu suatu spesies yang ada dalam suatu komunitas. Nilai
kemerataan jenis amfibi diseluruh tipe habitat mendekati satu. Menurut Krebs
(1997), nilai kemerataan semakin merata jika mendekati 1 dan jika mendekati 0
berarti bahwa penyebaran spesies tidak merata. Kemerataan jenis amfibi diseluruh
tipe habitat yang semakin merata diduga karena tidak adanya jenis yang dominan.
Menurut Drayer dan Richter (2016) keberadaan jenis yang dominan menyebabkan
indeks kemerataan jenis menjadi rendah.
Pengelompokkan amfibi menggunakan Ward’s Linkage Clustering sebesar
48,43 % menghasilkan 2 klaster. Kesamaan komunitas amfibi tertinggi berdasarkan
indeks kesamaan Morisita adalah tipe habitat areal terbuka dengan belukar muda
sebesar 69 %. Menurut Keindeigh (1980), kesamaan komunitas amfibi dapat
terbentuk karena beberapa faktor lingkungan seperti jarak antar habitat yang
berdekatan, komposisi vegetasi yang sama dan faktor lingkungan lainnya. Hal ini
sesuai dengan kondisi habitat di hutan harapan dimana areal terbuka berdekatan
dengan belukar muda dan belukar tua berdekatan dengan hutan lahan kering
sekunder.

Faktor dominan penentu kehadiran jenis amfibi


Faktor dominan yang mempengaruhi kehadiran jenis amfibi di Hutan
Harapan adalah ketebalan serasah, jumlah jenis pohon, kepadatan vegetasi pohon,
19

dan jarak terhadap sumber air. Menurut Fauth et al. (1989), ketebalan serasah dapat
meningkatkan kelimpahan jenis amfibi dengan menyediakan mikrohabitat yang
sesuai, membantu menyamarkan dari predator serta meningkatkan kepadatan
artrophoda yang penting sebagai pakan amfibi. Kepadatan vegetasi pohon yang
tinggi berperan untuk melindungi amfibi dari terpapar cahaya matahari secara
langsung dan membantu amfibi menghindari kekeringan. Kulit katak memiliki sifat
permeabel sehingga katak akan menghindari kekeringan (Inger & Stuebing 2005).
Secara umum kehadiran jenis amfibi dipengaruhi oleh habitat dengan vegetasi yang
kompleks dan memiliki banyak sumber air. Menurut Vallan (2002), jumlah jenis
dan kepadatan individu amfibi meningkat seiring dengan bertambah lengkapnya
struktur habitat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kondisi habitat di Hutan Harapan masih mendukung untuk kelangsungan hidup


amfibi yang ditandai dengan ditemukan sebanyak 143 individu terdiri atas 26
jenis meliputi 3 jenis Bufonidae, 7 Microhylidae, 11 jenis Ranidae, dan 5 jenis
Rhacophoridae.
2. Nilai keanekaragaman jenis amfibi dan kepadatan relatif amfibi di kebun karet,
belukar muda, belukar tua dan hutan lahan kering sekunder masing-masing
secara ekologis hampir sama untuk mendukung keanekaragaman jenis amfibi
sedangkan nilai kemerataan jenis di masing-masing habitat cenderung merata.
3. Faktor dominan penentu kehadiran jenis amfibi di Hutan Harapan adalah
struktur vegetasi yang lengkap di setiap tipe habitat serta dekat dengan sumber
air.

Saran

1. Perlu dilakukan monitoring habitat dan inventarisasi jenis amfibi secara berkala
di setiap tipe habitat.
2. Kegiatan penanaman perlu dilakukan terutama di areal terbuka dan daerah aliran
sungai untuk meningkatkan variasi jenis vegetasi yang penting bagi
pembentukan mikro habitat amfibi.

DAFTAR PUSTAKA

Ariza YS, Dewi BS, Darmawan A. 2014. Keanekaragaman jenis amfibi (ordo
anura) pada beberapa tipe habitat di Youth Camp Desa Hurun Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Sylva Lestari. 2(1):21–30.
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan
Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
20

Becker CG, Fonseca CR, Haddad CFB, Prado PI. 2010. Habitat split as a cause of
local population declines of amphibians with aquatic larvae. Conservation
Biology. 24: 287–294.
Behm JE, Yang X, Chen J. 2013. Slipping through the cracks: rubber plantation is
unsuitable breeding habitat for frog in Xishuangbanna, China. Plos One.
8:e73688
Berry PY. 1975. The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia. Kuala Lumpur
(MY): Tropical Press
Bickford D, Ng TH, Qie L, Kudavidanage EP, Bradshaw JAC. 2010. Forest
fragment and breeding habitat characteristics explain frog diversity and
abundance in Singapore. Biotropica. 42(1): 119-125
Bitar YOC, Pinheiro LPC, Abe PS, Santos MC. 2012. Species composition and
reproductive modes of anurans from a transitional Amazonian forest, Brazil.
Zoologia. 29(1): 19-26
Darmawan B. 2008. Keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat: studi kasus
di Eks-HPH Pt Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
David P, Vogel G. 1997. The Snakes of Sumatera. Frankfurt (DE): Andreas S
Brahm
Drayer AN, Richter SC. 2016. Physical wetland characteristics influence amphibian
community composition in constructed wetlands. Ecological Engineering.
93:166–174.
Emerson SB, Inger RF. 1992. The comparative ecology of voiced and voiceless
Bornean frogs. Jurnal of Herpetology. 26: 482-490
Fauth JE, BI Crother, JB Slowinski. 1989. Elevational patterns of species richness,
evenness and abundance of the Costa Rican leaf-litter herpetofauna.
Biotropica. 21:178-185.
Frost DR. 2017. Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version
5.5 (31 January, 2011). Electronic Database accessible at
http://research.amnh.org/vz/herpetology/amphibia/ American Museum of
Natural History, New York, USA.
Gillespie GR, Howard S, Stroud JT, UI-Hassanah A, Campling M, Lardner B,
Scroggie M, Kusrini M. 2015. Responses of tropical forest herpetofauna to
moderate anthropogenic disturbance and effects of natural habitat variation in
Sulawesi, Indonesia. Biological Conservation. 192:161–173.
Gopal B, Bhardwaj N. 1979. Elements of Ecology. India (IN): Departement of
Botany, Rajasthan University
Hartel T. 2004. The long term trend and distribution of amphibian populations in
a semi-natural pond in the middle section of the Ta’rnava-Mare Valley
(Romania) Biota. Journal of Biology and Ecology.5:25-36
Hartel T, Nemes S, Cogaeniceanu D, Ollerer K, Schweiger O, Moga CI, Demeter
L. 2007. The effect of fish and aquatic habitat complexity on amphibians.
Hydrobiologia. 583:173-182
Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.
Measuring and Monitiring Biological Diversity: standard methods for
amphibians. Washington (US): Smithsonia Institut Press.
Inger RF. 2005. The Systematics and Zoogeography of the Amphibia of Borneo.
Chicago (US): Field Museum of Natural History.
21

Inger RF, Iskandar DT. 2005. A Collection of Amphibians from West Sumatra,
with Description of A New Species of Megophrys (Amphibia; Anura). The
Raffles Bulletin of Zoology. 53(1):133-142.
Inger RF, Stuebing RB. 2005. A Field Guide to The Frog of Borneo. Sabah (MY):
Natural History Publication.
Inger RF, Colwell R. 1977. Organization of contiguous communities of amphibians
and reptiles in Thailand. Ecology Monographs. 47:229-253
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali – Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID):
Puslitbang LIPI.
Keindeigh SC. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and Men. Bnew
Delhi (IN): Prentice Hall of India Private limited
Krebs CJ. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Philadelphia
(US): Harper and Publishers. Inc.
Krebs CJ. 1997. Program for Ecological Methodology [Software]. New York (US):
An Print Of The Wesley Longman
Kurniati H. 2007. Biodiversity And Natural History Of Amphibians And Reptiles In
Kerinci Seblat National Park, Sumatra, Indonesia (2005, 2006, 2007). RSG
Final Report 2007.
Kusrini MD, Alford RA. 2006. Indonesia’s Exports of Frogs’ Legs. TRAFFIC
Bulletin 21 (1): 13-24.
Kusrini MD. 2007. Konservasi amfibi di Indonesia: masalah global dan tantangan.
Media Konservasi. 12(2):89–95.
Kusrini MD. 2008. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Bogor
(ID): Pustaka Media Konservasi.
Lieberman SS. 1986. Ecology of the leaf litter herpetofauna of a neotropical rain
forest: La Selva, Costa Rica. Acta Zool. Mex. Nueva Scr. 15:1-72
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London (GB):
Cambridge University Press.
Margono BA, Turubanova S, Zhuravleva I, Potapov P, Tyukavina A, Baccini A, Goetz
S, Hansen MC. 2012. Mapping and monitoring deforestation and forest
degradation in Sumatera (Indonesia) using landsat tim series data sets from 1990
to 2010. Environmental Research Lettters. 7: 1748-9236
Mistar 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor (ID):
The Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement.
Noberio D, Setiawan A, Setiawan D. 2015. Inventory of herpetofauna in regional
germplasm preservation in pulp and paper industry Ogan Komering Ilir
regency South Sumatra. Biovalentia. 1(1):52–61.
Putra K, Rizaldi, Tjong DH. 2012. Komuitas anura (amphibia) pada tiga tipe habitat
perairan di kawasan Hutan Harapan, Jambi. Biologi. 1(2): 156-165.
Putro AD. 2015. Keanekaragaman jenis amfibi di perkebunan kelapa sawit Pt Sari
Lembah Subur Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
PT REKI [Restorasi Ekosistem Indonesia]. 2008. Proposal Teknis Permohonan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem pada Kawasan
22

Hutan Produksi Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Sarolangun Provinsi


Jambi. Tidak Dipublikasikan.
PT REKI [Restorasi Ekosistem Indonesia]. 2009. Rencana Kerja Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (RKUPHHK) dalam
Hutan Alam pada Hutan Produksi Periode Tahun 2008 – 2017 Kabupaten
Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Tidak Dipublikasikan.
PT REKI [Restorasi Ekosistem Indonesia]. 2009. Profil Desa Sako Suban
Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan. Tidak Dipublikasikan.
Soerianegara I, Indrawan A. 1976. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Lembaga
Kerja Sama Fakultas Kehutanan IPB
Spickler JC, Sillett SC, Marks SB, Welsh HH. 2006. Evidence of a new niche for a
North American salamander: Aneides vagrans residing in the canopy of an
old-growth Redwood forest. Herpetological Conservation and Biology. 1:
16-26
Stuart SN, Chanson JS, Cox NA, Young BE, Rodrigues ASL, Fischman, Waller
RW. 2004. Status and trends of amphibian declines and extinctions
worldwide. Science. 306:1783-1786
Sukmono T. 2015. Keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Hutan Harapan
Jambi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Toft CA. 1980. Seasonal variation in populations of Panamanian litter frogs and
their prey: a comparison of wetter and drier sites. Oecologia. 47:34-38.
Vallan D. 2002. Effects of anthropogenic environmental changes on amphibian
diversity in the rain forests of eastern Madagascar. Tropical Ecology. 18:725-
742
Van Kampen PN. 1923. The Amphibia of the Indo-Australian Archipelago. Leiden
(NL): E. J Brill, Ltd.
Wanda IF, Novarino W, Tjong DH. 2012. Jenis-jenis anura di Hutan Harapan,
Jambi. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 1(2):99–107.
Wanger TC, Saro A, Iskandar DT, Brook BW, Sodhi NS, Clough Y, Tscharntke T.
2009. Conservation value of cacao agroforestry for amphibians and reptiles
in South-east Asia: combining correlative models with follow-up field
experiments. Journal of Applied Ecology. 46:823–832.
Widyananto R. 2009. Keanekaragaman herpetofauna di areal Siberut Conservation
Program (SCP) Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yanuarefa MF. 2010. Pengaruh daerah peralihan terhadap distribusi herpetofauna
di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan, Provinsi Lampung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
23

Lampiran 1 Deskripsi jenis amfibi di Hutan Harapan, Sumatera. Sumber foto


merupakan hasil dokumentasi oleh Eki Aprilia Resdiyanti Devung.

Famili Bufonidae
Phrynoidis aspera (Gravenhorst 1829)
Nama Lokal : Kodok Puru Sungai
Nama Inggris: River Toad
Deskripsi: Kodok berukuran besar dengan
tekstur kulit kasar dan berbenjol. Warna
tubuh cokelat tua kusam.
Habitat : Hidup di hutan primer hingga
hutan sekunder.
Penyebaran : Sumatera, Jawa dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun karet (1 individu)

Ingerophrynus divergens (Peters 1871)


Nama Lokal : Kodok Puru Kecil
Nama Inggris: Crested Toad
Deskripsi: Berukuran kecil dengan tekstur
tubuh bagian dorsal berbintil. Moncong pendek
dan tumpul. Kelenjar paratoid kecil berbentuk
lonjong.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder tua.
Ditemukan diantara serasah daun.
Penyebaran : Sumatera, Jawa dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Ditemukan sebanyak 3 individu di kebun karet

Ingerophrynus gollum (Grismer 2007)


Nama Lokal : -
Nama Inggris: None noted
Deskripsi: Berukuran kecil dan berwarna cokelat
gelap. Kulit tubuh kasar. Memiliki moncong yang
sempit. Tympanum melebar dan terlihat jelas.
Terdapat dua garis setengah lingkaran di atas
kepala yang saling berhadapan membentuk
lingkaran.
Habitat: Ditemukan di lantai hutan dengan
vegetasi yang rapat di atas tumpukan serasah.
Penyebaran : Malaysia, Indonesia (Sumatera)
Penyebaran di Hutan Harapan: Hutan lahan kering sekunder
24

Famili Microhylidae
Kalophrynus pleurostigma (Tschudi 1838)
Nama Lokal : Katak Lekat Sisi Merah
Nama Inggris : Rufous Sided Sticky
Frog
Deskripsi: Berukuran sedang dengan
kepala sempit dan moncong runcing.
Tubuh tertutup oleh bintil-bintil kecil
dengan tekstur kulit kasar dan
berwarna cokelat kemerahan. Memiliki
kelenjar yang mengeluarkan cairan lengket.
Habitat : Hidup di lantai hutan dan diantara serasah
Penyebaran : Sumatera, Jawa, Pulau Natuna dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun karet, belukar tua dan belukar muda

Kaloula baleata (MÜller 1836)


Nama Lokal : Belentuk
Nama Inggris: Brown Bullfrog
Deskripsi: Tubuh gembung dan memiliki kaki
belakang yang pendek. Ujung jari kaki berbentuk
seperti sendok (Bentuk T). Tympanum
tersembunyi dibawah kulit. Jari kaki belakang
berselaput renang pada bagian dasar. Lipatan
paha berwarna merah bata, dan beberapa jenis
lainnya berwarna kuning.
Habitat : Hutan primer, hutan sekunder, lahan
bekas tebangan hingga pemukimman.
Penyebaran : Semenanjung Malaysia, Filipina
dan Indonesia (Kalimantan, Sumba, Sulawesi, Sumatera, dan Jawa)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua dan kebun karet

Microhyla achatina (Tschudi 1838)


Nama Lokal : Percil Jawa
Nama Inggris: Javan Chorus Frog
Deskripsi: Katak berukuran kecil dengan kepala serta
mulut yang sempit. Memiliki selaput renang pada jari
kaki dan terkang memiliki garis vertebral tipis.
Habitat : Menempati hutan primer, hutan sekunder
dan terkadang berada dekat hunian manusia
Penyebaran : Jawa
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda,
belukar tua dan hutan lahan kering sekunder
25

Microhyla berdmorei (Blyth 1856)


Nama Lokal : Percil Berdmore’s
Nama Inggris: Berdmore’s Chorus Frog /
Berdmore’s Narrow-Mouthed Frog
Deskripsi: Katak berukuran kecil,
moncong membulat, dan memiliki tungkai
yang panjang serta tympanum
tersembunyi. Tekstur kulit halus dan
tedapat motif cokelat gelap di bagian belakang antara mata.
Habitat : Hutan primer, dan hutan sekunder dataran rendah serta hidup di
serasah daun lantai hutan.
Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda, belukar tua dan hutan lahan
kering sekunder.

Microhyla superciliaris ( Parker 1928)


Nama Lokal : Percil
Nama Inggris: Batu Cave Rice Frog
Deskripsi: Katak berukuran kecil dengan
moncong membulat dan tympanum
tersembunyi. Jari kaki seluruhnya berselaput
dan mencapai piringan sendi, kecuali pada
jari keempat. Tekstur kulit halus bagian atas
dan bawah, alur kulit luar berduri diatas mata.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder
dan kerap ditemukan di sekitar genangan air yang lembab.
Penyebaran : Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Sumatera)
Penyebaran di Hutan Harapan: Ditemukan sebanyak 1 individu di belukar tua
dan 2 individu di hutan lahan kering sekunder

Microhyla heymonsi (Vogt 1911)


Nama Lokal : Percil Bintik Dua
Nama Inggris: Black flanked pigmy frog / Dark-
side Chorus Frog
Deskripsi: Katak berukuran kecil memiliki
moncong membulat. Jari kaki berselaput pada
bagian dasar. Tekstur kulit halus bagian atas dan
bawah. Warna kemerahan atau abu-abu bagian atas
dengan garis hitam memanjang dari ujung moncong
sampai kunci paha (groin).
Habitat : Hutan primer, hutan sekunder dan belukar. Umumnya ditemukan di
lantai hutan pada siang hari.
Penyebaran : Cina, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja,
Semenanjung Malaysia, Singapura dan Indonesia
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda, kebun karet dan hutan lahan
kering sekunder
26

Micryletta inornata (Boulenger 1890)


Nama Lokal : -
Nama Inggris: Inornate Froglet
Deskripsi: Memiliki tympanum yang berbeda,
memiliki tuberkulum metatarsal bagian dalam,
memiliki dorsum yang abu-abu dengan bintik besar
berwarna hitam pada bagian lateral dan memiliki
cakram kaki yang luas.
Habitat : Hutan hujan dataran rendah yang
terganggu
Penyebaran : Taman Nasional Bokor, Sumatera,
Pulau Andaman, China, dan Vietnam
Penyebaran di Hutan Harapan: Hutan lahan kering sekunder

Famili Ranidae
Fejervarya cancrivora (Gravenhorst 1829)
Nama Lokal : Katak sawah
Nama Inggris: Ricefield frog
Deskripsi: Berukuran besar dan memiliki
lipatan atau bintil yang memanjang paralel
dengan sumbu tubuh. Selaput jari kaki
belakang mencapai bagian teratas dari jari.
Habitat: Sawah
Penyebaran: Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Nusa Tenggara, sedangkan akibat introduksi
ditemukan pulau di Sulawesi, Ambon, Papua, Hainan hingga Filipina
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua

Fejervarya limnocharis (Gravenhorst 1829)


Nama Lokal : Katak Tegalan
Nama Inggris: Grass Frog
Deskripsi: Berukuran kecil dengan kepala runcing
dan jari kaki setengah berselaput hingga ruas
akhir. Tekstur kulit berkerut dan tertutup oleh
bintil-bintil tipis. Kulit di bagian atas tubuh
tertutupi oleh benjolan yang tidak teratur. Selaput
jari kaki belakang mencapai separuh dari panjang
jari.
Habitat : Sawah, dan disekitar kolam
Penyebaran : India, Jepang, China, Andaman, Laos, Myanmar, Kamboja,
Vietnam, Thailand, Peninsular Malaysia, Filipina, dan Indonesia (Kalimantan,
Jawa, Nusa Tenggara dan Sumatera)
Penyebaran di Hutan Harapan: areal terbuka, belukar muda, belukar tua dan
kebun karet
27

Pulchrana baramica (Boettger 1900)


Nama Lokal : Kongkang Baram
Nama Inggris: Brown Marsh Frog
Deskripsi: Berukuran sedang dan memiliki kulit
yang berkelenjar dengan kepala lebar. Jari kaki
depan dan belakang memiliki keping pelebaran
yang relatif kecil.
Habitat : Hutan primer, hutan rawa dan hutan
dataran rendah
Penyebaran : Jawa, Kalimantan dan Sumatera
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun karet,
belukar tua

Chalcorana parvaccola (Inger, Stuart, Iskandar 2009)


Nama Lokal : -
Nama Inggris: None noted
Deskripsi: Tubuh berukuran sedang dan berwarna
sedikit kemerahan. Moncong meruncing. Memiliki
tungai belakang yang panjang. Memiliki ujung jari
yang melebar serupa cakram.
Habitat : Kolam, sungai kecil
Penyebaran : Sumatera
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua, areal
terbuka dan hutan lahan kering sekunder

Hylarana erythraea (Schlegel 1837)


Nama Lokal : Kongkang Gading
Nama Inggris: Green Paddy Frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang dengan
moncong yang meruncing dan tympanum yang
jelas. Lipatan dorsolateral berwarna kuning gading.
Kulit berwarna hijau di antara lipatan dorsolateral
dengan kaki yang berselaput penuh. Jari kaki depan
dan belakang memiliki piringan sendi yang jelas.
Habitat : Danau, kolam dan telaga
Penyebaran : Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Areal terbuka.

Pulchrana glandulosa (Boulenger 1882)


Nama Lokal : Kongkang Kulit Kasar
Nama Inggris: Rough sided Frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang memiliki
kepala yang lebar dan mata menyolok. Kaki
belakang setengah berselaput. Tekstur kulit
tertutupi oleh kulit yang menonjol ramping.
Habitat : Hutan primer, hutan sekunder dan
pada kebun atau pemukiman yang berbatasan
dengan hutan.
28

Penyebaran : Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia dan Indonesia (Sumatera


dan Kalimantan)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda dan kebun karet

Amnirana nicobariensis (Stoliczka 1870)


Nama Lokal : Kongkang Jangkrik
Nama Inggris: Nicobar Cricket Frog
Deskripsi: Katak berukuran kecil dengan kaki
yang panjang dan ramping. Jari kaki belakang
berselaput setengah. Tubuh bagian atas berwarna
cokelat muda sedangkan sisi tubuh memiliki
warna yang lebih gelap.
Habitat : Menempati daerah terganggu
Penyebaran: Thailand, Pulau Nicobar,
Semenanjung Malaysia dan Indonesia (Sumatera
Jawa, Bali, dan Kalimantan)
Penyebaran di Hutan Harapan: Areal terbuka, belukar muda, belukar tua dan
kebun karet.

Limnonectes malesianus (Kiew 1984)


Nama Lokal : Bangkong Rawa
Nama Inggris: Peat Swamp Frog
Deskripsi: Katak berukuran besar dengan
tubuh berwarna cokelat kemerahan. Kaki
belakang berselaput renang tidak penuh dan
memiliki tympanum yang terlihat jelas.
Terdapat garis yang memanjang pada bagian
tengah dorsal dari moncong hingga kloaka.
Habitat :Hutan primer, hutan sekunder dan
kebun karet.
Penyebaran : Sumatera, Jawa dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Hutan lahan kering sekunder, belukar tua

Limnonectes paramacrodon (Inger 1966)


Nama Lokal : Bangkong Rawa Kerdil
Nama Inggris: Lesser Swamp Frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang hingga
besar dan memiliki tympanun yang jelas terlihat
berwarna hitam. Tekstur bagian atas berbintil-
bintil kasar, lipatan supratimpanik kasar, bagian
bawah tubuh halus.
Habitat : Rawa, dan hutan sekunder.
Penyebaran : Kalimantan, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Selatan.
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun Karet, belukar tua dan hutan lahan kering
sekunder.
29

Limnonectes blythii (Boulenger 1920)


Nama Lokal : Katak Panggul
Nama Inggris: Asian Giant Stream Frog
Deskripsi: Katak berukuran besar dengan kaki
belakang yang panjang dan kuat. Moncong
menyudut. Berwarna kecokelatan dan terdapat
garis berwarna cokelat gelap dari lubang
hidung hingga mata dan terdapat garis
memotong berwarna gelap antar mata.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder
Penyebaran : Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaysia, dan
Indonesia (Sumatera, Pulau Anambas, Pulau Natuna dan Kalimantan)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua

Occidozyga sumatrana (Peters 1877)


Nama Lokal : Kongkang Jeram Sumatera
Nama Inggris: Sumatran Puddle Frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang hingga besar
dengan timpanum berukuran kecil dan dalam. Jari
kaki berselaput penuh. Memiliki tekstur kulit yang
halus dengan beberapa bintil. Memiliki permukaan
ventral yang halus.
Habitat : Kolam, genangan air di dalam hutan atau
bekas tebangan
Penyebaran : Sumatera, Bali, Jawa, dan Kalimantan / Endemik Sumatera
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda, hutan lahan kering sekunder dan
kebun karet

Famili Rhacophoridae
Nyctixalus pictus (Peters 1871)
Nama Lokal : Katak Pohon Mutiara
Nama Inggris: Cinnamon Frog
Deskripsi: Katak pohon berukuran kecil
dengan moncong yang meruncing. Tubuh
berwarna kemerahan dengan bintik putih
menutupi permukaan tubuh. Katak dewasa
biasa ditemukan bertengger pada daun-daun
semak dengan ketinggian kurang lebih 3 meter dari permukaan tanah.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder
Penyebaran : Filipina, Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Indonesia
(Kalimantan dan Sumatera)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar Muda
30

Polypedates colletti (Boulenger 1890)


Nama Lokal : Katak Pohon Jam Pasir
Nama Inggris: Collett’s Tree frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang hingga
besar dengan moncong yang runcing.
Tympanum berukuran besar dan memiliki
alur supratimpanik yang jelas. Tubuh
berwarna terang dan memiliki motif jam
pasir pada bagian dorsal.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder
Penyebaran : Semanjung Malaysia,
Thailand, dan Indonesia (Sumatera dan Kalimantan dan Pulau Natuna)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda, hutan lahan kering sekunder dan
kebun karet

Polypedates leucomystax (Gravenhorst 1829)


Nama Lokal : Katak Pohon Bergaris
Nama Inggris: Four-lined Tree Frog
Deskripsi: Katak berukuran sedang dan
memiliki kulit kepala yang menyatu
dengan tengkorak. Tekstur kulit halus
tanpa ada bintil atau lipatan. Tubuh
berwarna cokelat keabu-abuan dengan
bintik hitam di belakang tubuh serta garis
yang jelas memanjang dari kepala hingga ujung tubuh.
Habitat : Menempati berbagai tempat khususnya daerah yang terganggu
Penyebaran : India, Cina Selatan, Indo-Cina, Filipina, Sumatera, Sulawesi dan
Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua

Polypedates macrotis (Boulenger 1891)


Nama Lokal : Katak Pohon Telinga Gelap
Nama Inggris: Dark-eared Tree Frog
Deskripsi: Katak pohon berukuran sedang hingga
besar. Kepala berbentuk segitiga dengan mata
yang besar. Tubuh berwarna cokelat dan memiliki
garis cokelat gelap yang memanjang dari mata
menutupi timpanum hingga ke bagian sisi tubuh.
Habitat : Hutan primer dan hutan dataran rendah
yang terganggu
Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar muda
31

Kurixalus appendiculatus (Gunther 1858)


Nama Lokal : Katak Pohon Kaki Bergerigi
Nama Inggris: Frilled Tree Frog
Deskripsi: Katak pohon berukuran sedang
dengan kepala berbentuk segitiga dan
mocong yang hampir mengerucut. Katak
betina memiliki tonjolan kulit serupa
kerucut di ujung moncong.
Habitat : Hutan primer dan sekunder tua dan
berbiak di air genangan yang keruh. Katak ini kerap bertengger di dedaunan
atau rerantingan pohon atau semak yang rendah.
Penyebaran : Sumatera dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua dan kebun karet
32

Lampiran 2 Jenis amfibi yang dijadikan sebagai species Voucher

Tipe Kode
Lokasi Nama Jenis Famili
Habitat Spesimen
Meranti HKS Ingerophrynus gollum Bufonidae ATT009
Meranti HKS Ingerophrynus gollum Bufonidae ATT012
Meranti BM Microhyla heymonsi Microhylidae ATT008
Meranti BT Microhyla acatina Microhylidae ATT010
Meranti KK Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT015
Meranti KK Kaloula baleata Microhylidae ATT016
Meranti KK Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT017
Meranti HKS Micrileta inornata Microhylidae ATT020
Meranti HKS Microhyla heymonsi Microhylidae ATT021
Meranti HKS Microhyla supersiliaris Microhylidae ATT022
Hulu Lalan BT Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT023
Hulu Lalan BT Microhyla berdmorei Microhylidae ATT028
Hulu Lalan BT Microhyla berdmorei Microhylidae ATT029
Meranti AT Hylarana erythraea Ranidae ATT001
Meranti AT Fejervarya limnocharis Ranidae ATT002
Meranti BM Hylarana baramica Ranidae ATT003
Meranti AT Amnirana nicobariensis Ranidae ATT005
Meranti AT Hylarana parvacola Ranidae ATT006
Meranti BM Occidozyga sumatrana Ranidae ATT007
Meranti BM Fejervarya limnocharis Ranidae ATT011
Meranti KK Limnonectes paramacrodon Ranidae ATT018
Hulu Lalan BT Hylarana chalconota Ranidae ATT019
Hulu Lalan BT Hylarana parvacola Ranidae ATT024
Hulu Lalan BT Limnonectes blithi Ranidae ATT025
Meranti BM Polypedates macrotis Rhacophoridae ATT004
Meranti BT Polypedates leucomystax Rhacophoridae ATT014
Hulu Lalan BT Kurixalus appendiculatus Rhacophoridae ATT026
Hulu Lalan BT Polypedates colleti Rhacophoridae ATT027
Leptobrachium nigrops Megophrydae ATT013
33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tiong Ohang Kalimantan Timur pada tanggal 18 April


1995 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ruwadiantono dan
Ibu Ludovika Asung. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 001
Tiong Bu’u Kalimantan Timur (2001-2007), SMP Negeri 2 Kebumen (2007-2010),
dan SMA Negeri 2 Kebumen (2010-2013). Tahun 2013 penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) di Fakultas Kehutanan mayor Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata (DKSHE).
Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (HIMAKOVA) Biro Sosial Lingkungan (2015/2016), anggota
Kelompok Pemerhati Herpetofauna (2015/2016), Bendahara bidang Sosial
Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan
(2015/2016). Penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) Baturraden-Cilacap (2015), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (2015), Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (2016). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan
HIMAKOVA yakni Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional
Gunung Tambora (2015) dan Eksplorasi Fauna Flora dan Ekowisata Indonesia
(RAFFLESIA) di Suaka Margasatwa Cikepuh (2015). Pada tahun (2018) penulis
pernah mengikuti kegiatan Youth4Move sebagai perwakilan pemuda untuk
mengunjungi 3 negara ASEAN. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian di Hutan Harapan, Sumatera
dengan judul “Keanekaragaman Amfibi pada Berbagai Tipe Habitat di Hutan
Harapan, Sumatera” dibawah bimbingan Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir
Agus Priyono Kartono, MSi.

Anda mungkin juga menyukai