ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak Mei 2017 dengan judul Keanekaragaman Amfibi pada Berbagai
Tipe Habitat Terestrial di Hutan Harapan, Sumatera didukung dan dibiayai oleh
Burung Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
dan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing, serta Prof Dr Ani
Mardiastuti, MSc, Burung Indonesia dan PT REKI yang telah memfasilitasi selama
pengambilan data di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
bapak, ibu dan adik-adikku serta seluruh keluarga besar atas doa, serta dukungan
yang tak henti diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Dennis, Wahhab dan
Yudia atas perjuangannya selama pengambilan data di lapang serta KSHE angkatan
50 (Santalum album), dan seluruh anggota HIMAKOVA atas kekeluargaan dan
kebersamaannya selama penulis menimba ilmu di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI 9
DAFTAR TABEL 10
DAFTAR GAMBAR 10
DAFTAR LAMPIRAN 10
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3
Metode Pengumpulan Data 5
Keanekaragaman Jenis 5
Kondisi Lingkungan Habitat 7
Analisis Data 7
Kepadatan Individu 7
Kekayaan Jenis 7
Keanekaragaman Jenis 8
Kemerataan Jenis 8
Kesamaan Komunitas 8
Faktor Dominan Penentu Kehadiran Jenis 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Kekayaan Jenis 9
Keanekaragaman Jenis 12
Pembahasan 16
Kekayaan Jenis 16
Keanekaragaman Jenis 18
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumatera merupakan pulau di Indonesia dengan luas 473.606 km2 (David &
Vogel 1997) yang mengalami penyusutan luas hutan primer. Pada tahun 1990 luas
hutan primer di Sumatera mencakup 47% wilayah Sumatera dan berkurang menjadi
30% pada tahun 2010 (Margono et al. 2012). Hal ini berdampak pada berkurangnya
habitat bagi satwa dan tumbuhan yang hidup di dalamnya. Menurut Alikodra
(2010), setiap spesies memiliki batas luas habitat minimum untuk mampu bertahan
hidup dan berkembangbiak secara normal dan jika habitat suatu spesies tersebut
hancur maka dampak yang timbul adalah spesies yang bersangkutan akan pindah,
menyesuaikan diri, atau menjadi musnah.
Amfibi mampu bertahan hidup di bawah serasah, di dalam tanah, di dalam
semak, di tajuk pohon serta di badan-badan air (Inger & Stuebing 2005). Menurut
Stuart et al. (2004), sebanyak 82% jenis amfibi yang hidup bergantung pada
keberadaan hutan serta 33% dari jenis amfibi yang tersisa saat ini masuk dalam
kategori terancam punah. Ancaman terhadap kelestarian amfibi diantaranya
disebabkan oleh pengurangan habitat (Kusrini 2013). Menurut Bitar et al. (2012),
amfibi sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan pada struktur
lanskap menyebabkan terganggunya mikrohabitat yang dibutuhkan amfibi untuk
bertahan hidup terutama jenis amfibi yang strategi siklus hidupnya terbatas
(Lieberman 1986).
Kajian mengenai amfibi di Pulau Sumatera telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Daftar jenis amfibi di Sumatera telah ada sejak jaman kolonial Belanda,
antara lain seperti yang ditulis oleh van Kampen (1923). Pada tulisan ini tercatat
sebanyak 61 jenis amfibi ditemukan di Sumatera. Jumlah jenis yang ada di
Sumatera kini terus bertambah seiring dengan banyaknya penelitian di berbagai
tempat. Penelitian mengenai keanekaragaman amfibi telah dilakukan di berbagai
tipe habitat antara lain di hutan produksi, kawasan konservasi dan areal restorasi
oleh Mistar (2003), Inger & Iskandar (2005), Kurniati (2007), Darmawan (2008),
Widyananto (2009), Ariza et al. (2014), Noberio et al. (2015), Putro (2015), dan
Yanuarefa (2010).
Hutan Harapan merupakan areal restorasi ekosistem pertama di Indonesia.
Penelitian keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan tercatat dilakukan oleh Wanda
et al. (2012) dan Putra et al. (2012). Penelitian di Hutan Harapan penting dilakukan
untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman amfibi pada tipe habitat yang
bervariasi serta melihat kondisi terkini komunitas amfibi dengan bertambahnya
waktu. Selain itu, penelitian keanekaragaman amfibi pada habitat terestrial
dilakukan sehingga tidak hanya terpaku pada habitat perairan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian kembali tentang keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan
yang dihubungkan dengan beberapa parameter habitat.
Tujuan
2). Mengukur tingkat keanekaragaman dan kesamaan komunitas jenis amfibi antar
berbagai tipe habitat di Hutan Harapan.
3). Menduga faktor-faktor lingkungan yang menentukan kehadiran jenis amfibi di
Hutan Harapan.
METODE
Pengambilan data dilakukan di empat pos, yakni: Pos Meranti, Pos Hulu
Lalan, Pos Bato dan Pos Kapas Tengah. Tipologi tutupan vegetasi yang terdapat di
Pos Meranti terdiri atas areal terbuka, belukar muda, belukar tua, hutan lahan kering
sekunder dan kebun karet. Di lokasi Pos Hulu Lalan meliputi tipologi hutan lahan
kering sekunder dan belukar tua; di Pos Bato meliputi tipologi belukar muda, hutan
lahan kering sekunder dan kebun karet; serta di Pos Kapas Tengah meliputi tipologi
belukar tua dan kebun karet.
3
(a) (b)
Gambar 2 Kondisi Sungai Kapas (a) dan Sungai Meranti (b)
tipologi areal terbuka berada jauh dari pemukiman, tetapi berdekatan dengan jalan
utama.
(d) (e)
Gambar 3 Kondisi vegetasi di areal terbuka (a), belukar muda (b), belukar tua (c),
hutan lahan kering sekunder (d), dan kebun karet (e)
Keanekaragaman Jenis
Pengumpulan data amfibi dilakukan menggunakan metode Visual Encounter
Survey (VES) mengikuti Heyer et al. (1994) yang dikombinasikan dengan transek
jalur. Metode VES digunakan untuk menduga kekayaan jenis amfibi pada suatu
tipe habitat, mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif
jenis (Kusrini 2009). Menurut Heyer et al. (1994), beberapa asumsi yang digunakan
dalam metode VES adalah:
1). Setiap individu dari semua spesies amfibi memiliki kesempatan yang sama
untuk diamati,
2) Setiap spesies amfibi menyukai habitat yang sama,
3). Semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan, dan
4). Hasil survei merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh lebih dari satu
orang.
Selain menggunakan metode visual juga dilakukan penangkapan langsung terhadap
jenis yang ditemukan untuk kepentingan identifikasi.
Pengamatan dilakukan pukul 19:30–23:40 WIB dengan sasaran lokasi
pencarian di atas vegetasi, di balik kayu rebah, batu dan serasah (Kusrini 2007).
Amfibi yang ditangkap ditempatkan ke dalam plastik bening berukuran 2 kg dan
diberikan label keterangan meliputi waktu ditemukan, aktivitas pada saat
ditemukan, posisi horizontal dan vertikal, substrat, dan informasi lain yang
diperlukan (Heyer et al. 1994). Amfibi yang telah ditangkap diukur SVL (Snout
Vent Lenght) menggunakan kaliper dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang
menggunakan neraca pegas Pesola (30 g dan 60 g) dengan ketelitian 0,1 gram.
Pencatatan data penemuan jenis amfibi dilakukan dengan membagi panjang jalur
ke dalam segmen 200 m.
Jumlah transek jalur pengamatan pada seluruh tipe habitat adalah 22 jalur.
Panjang setiap jalur pengamatan berkisar antara 400–600 m dengan lebar kiri–
kanan jalur masing-masing 5 m, yang disesuaikan dengan kondisi lapangan
(Gambar 4). Total transek jalur berukuran panjang 400 m dan lebar 10 m sebanyak
18 jalur, sedangkan transek jalur berukuran panjang 600 m dan lebar 10 m sebanyak
4 jalur pengamatan.
Usaha pencarian jenis amfibi pada setiap luas areal satu hektar dihitung
berdasarkan curahan waktu dan tenaga pengamat. Total usaha pencarian amfibi
selama pengamatan adalah 173,05 jam-orang (Tabel 1).
Analisis Data
Kepadatan Individu
Kepadatan individu setiap jenis amfibi yang ditemukan pada setiap segmen
transek jalur pengamatan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
N
D=
[(Jp*Wp)/A]
Keterangan: D=kepadatan jenis amfibi, N=jumlah individu, A=luas transek jalur
pengamatan, Jp=jumlah pengamat, Wp=lama waktu pengamatan. Kepadatan
individu ini selanjutnya disebut sebagai usaha pengamatan yang diukur dalam
satuan individu/ha-jam-orang pengamat.
Kekayaan Jenis
Kekayaan jenis amfibi pada berbagai tipe habitat merupakan total jenis amfibi
yang ditemukan pada habitat bersangkutan. Selain itu juga dilakukan pendugaan
harapan kekayaan jenis menggunakan indeks kekayaan jenis Jackknife (Krebs
1985) dengan persamaan sebagai berikut:
n 1
S s k
n
8
Keterangan: Ŝ =indeks kekayaan jenis Jackknife, s=total jumlah jenis yang teramati,
n=banyaknya unit contoh, dan k=jumlah jenis unik. Keragaman nilai dugaan (Ŝ)
dihitung dengan persamaan berikut:
n 1 k2
var( S ) j . f j
2
n n
Keterangan: var(Ŝ )=ragam dugaan kekayaan jenis menurut Jackknife untuk
fj=jumlah unit contoh ditemukannya jenis unik, k=jumlah jenis unik, dan n= jumlah
total unit contoh. Penduga selang bagi indeks kekayaan jenis Jackknife adalah
sebagai berikut:
S t / 2;v . var( S )
`
Nilai t/2;v diperoleh dari tabel t-student dengan nilai derajat bebas v=n–1.
Perbedaan kekayaan jenis antar tipe habitat diuji menggunakan uji Chi-square.
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis amfibi dihitung menggunakan indeks keragaman jenis
Shannon-Wiener dengan persamaan sebagai berikut (Heyer et al. 1994):
H’= - ∑pi Ln(pi) dan pi = ni/N
Keterangan: H’=indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi=proporsi jenis ke-i,
ni=kepadatan jenis ke- i, dan N=total kepadatan seluruh jenis pada habitat ke- i.
Kemerataan Jenis
Kemerataan jenis amfibi di berbagai tipe habitat dihitung menggunakan
indeks kemerataan jenis Pielou dengan persamaan sebagai berikut (Magurran
1988):
E = H’/ Ln S
Keterangan: E=indeks kemerataan jenis, H’=indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener, dan S=jumlah jenis yang ditemukan.
Kesamaan Komunitas
Kesamaan komunitas amfibi pada beberapa habitat dianalisis menggunakan
indeks kesamaan komunitas Morisita (Krebs 1985):
2 X ∑(𝑋𝑖𝑗 + 𝑋𝑖𝑘)
IS =
∑𝑋𝑖𝑗 2 + ∑𝑋𝑖𝑘 2
Hasil
Kekayaan Jenis
Total jumlah jenis amfibi yang ditemukan adalah 26 jenis dari 4 famili.
Komposisi jenis amfibi berdasarkan famili yang ditemukan terdiri atas: 3 jenis
Bufonidae, 7 jenis Microhylidae, 5 jenis Rhacophoridae, dan 11 jenis Ranidae
(Tabel 2). Selain itu terdapat 2 jenis amfibi dari famili Megophryidae yang
ditemukan di luar jalur pengamatan, yakni Megophrys sp dan L. nigrops.
Tabel 2 Jenis dan jumlah individu amfibi yang ditemukan pada berbagai tipe
habitat di Hutan Harapan pada bulan Mei-Agustus 2017
Tipe Habitat
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK
Bufonidae
Ingerophrynus divergens (Peters, 1871) 3
Ingerophrynus gollum Grismer, 2007 8
Phrynoidis asper (Gravenhorst, 1829) 1
Microhylidae
Kalophrynus pleurostigma Tschudi, 1838 1 2 5
Kaloula baleata (Müller, 1836) 1 1
Microhyla achatina Tschudi, 1838 3 1 1
Microhyla berdmorei (Blyth, 1856) 1 2 2
Microhyla heymonsi Vogt, 1911 1 2 1
Micryletta inornata (Boulenger, 1890) 1
Microhyla superciliaris Parker, 1928 1 2
10
Tabel 2 Jenis dan jumlah individu amfibi yang ditemukan pada berbagai tipe
habitat di Hutan Harapan pada bulan Mei-Agustus 2017 (lanjutan)
Tipe Habitat
Famili/Spesies
AT BM BT HKS KK
Rhacophoridae
Kurixalus appendiculatus (Günther, 1858) 4 1
Nyctixalus pictus (Peters, 1871) 1
Polypedates colletti (Boulenger, 1890) 2 1 3 3
Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829) 1
Polypedates macrotis (Boulenger, 1891) 1
Ranidae
Amnirana nicobariensis (Stoliczka, 1870) 3 4 3 4
Hylarana erythraea (Schlegel, 1837) 3
Hylarana parvaccola (Inger, Stuart, & Iskandar, 2009) 1 9 1
Fejervarya cancrivora (Gravenhorst, 1829) 1
Fejervarya limnocharis (Gravenhorst, 1829) 7 5 2 2
Occidozyga sumatrana (Peters, 1877) 4 1 4
Limnonectes blythii (Boulenger, 1920) 1
Limnonectes malesianus (Kiew, 1984) 1 3
Limnonectes paramacrodon (Inger, 1966) 15 2 1
Pulchrana baramica (Boettger, 1901) 2 2
Pulchrana glandulosa (Boulenger, 1882) 2 3
Jumlah Individu 14 25 47 26 31
Jumlah Jenis 4 11 16 11 13
Keterangan: AT=areal terbuka, BM=belukar muda, BT=belukar tua, HKS=hutan lahan kering
sekunder, KK=kebun karet
30
26 26
25 24 24 24
23 23 23 23
21
20
20 18 y = 9,0402ln(x) - 3,5994
R² = 0,8627
Jumlah Spesies
15
15 13
12
10
10 8
6 6 6
5 4 4
0
0 5 10 Hari Pengamatan 15 20 25
Gambar 5 Kurva penambahan jenis amfibi yang ditemukan pada lokasi penelitian
Keanekaragaman Jenis
Jenis amfibi yang memiliki rata-rata kepadatan relatif tertinggi pada seluruh
areal pengamatan adalah F. limnocharis yakni sebanyak 0,0307 individu/usaha,
sedangkan jenis amfibi yang memiliki rata-rata kepadatan relatif terendah adalah F.
cancrivora dan L. blythii masing-masing sebanyak 0,0007 individu/usaha. Total
kepadatan relatif populasi amfibi terendah adalah dari famili Bufonidae, yakni
sebanyak 0,0196 individu/usaha. Total kepadatan relatif populasi selanjutnya terdiri
atas famili Rhacophoridae sebanyak 0,0227 individu/usaha, Microhylidae sebanyak
0,0398 individu/usaha, dan famili Ranidae sebanyak 0,1314 individu/usaha.
Berdasarkan pada tipe habitat maka kepadatan relatif amfibi terendah ditemukan di
areal terbuka, yakni sebanyak 0,1631 individu/usaha; sedangkan kepadatan relatif
tertinggi ditemukan di areal kebun karet, yakni sebanyak 0,2883 individu/usaha
(Tabel 3).
Tabel 4 Indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis amfibi pada berbagai tipe
habitat
Tipe Habitat D H' S E'
Areal Terbuka 0,16309 1,2338 4 0,8900
Belukar Muda 0,19116 2,1453 11 0,8497
Belukar Tua 0,25706 2,2070 16 0,7960
Hutan lahan kering sekunder 0,16814 2,1900 11 0,8584
Kebun karet 0,28833 2,4429 13 0,9524
Keterangan: D=kepadatan relatif (individu/usaha), H’=indeks Shannon, S=jumlah jenis amfibi,
E’=indeks kemerataan jenis
22,65
% Kesamaan
48,43
74,22
100,00
AT BM KK BT HKS
Tipe Habitat
0.6
Mberd Hparv
Kapp
jj
kvp Kbn
Pcoll Kpleu
jph Lpara bpm
ic
Kbale Pgla
Axis 2 Osum Amnic
(45,3 %)
Pbar Flim Hery
Lmale
jp Mach
ja
Mhey
Shu
ks
Msup
Igol
-0.8
-1.0 1.0
Axis 1 (54,1 %)
Keterangan : Kbn = kelembaban, Shu = suhu, ic = intensitas cahaya, kvp = kepadatan vegetasi pohon, jph=
jumlah jenis pohon, bpm = jumlah akumulasi jatuhan kayu, ks = ketebalan serasah, ja = jarak terhadap air, jp
= jarak terhadap pemukiman, jj = jarak terhadap jalan, Flim = Fejervarya limnocharis, Pbar = Pulchrana
baramica, Hparv = Hylarana parvaccola, Hery = Hylarana erythraea, Pgla = Pulchrana glandulosa, Amnic
= Amnirana nicobariensis, Igol = Ingerophrynus gollum, Kpleu = Kalophrynus pleurostigma, Kbale = Kaloula
baleata, Lmale = Limnonectes malesianus, Lpara = Limnonectes paramacrodon, Mach = Microhyla achatina,
Mberd = Microhyla berdmorei, Mhey = Microhyla heymonsi, Msup = Microhyla superciliaris, Osum =
Occidoziga sumatrana, Pcoll = Polypedates colleti, Kapp = Kurixalus appendiculatus
Amfibi yang ditemukan disatu unit contoh tidak diikutsertakan dalam analisis
CCA sehingga tidak bisa diduga kecenderungan faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan jenis amfibi. Jenis yang tidak diikutsertakan terdiri atas
F. cancrivora, I. divergens, L. blythii, M. inornata, N. Pictus, P. aspera, P.
leucomystax, dan P. macrotis.
Jarak lokasi pengamatan terhadap sumber air mempengaruhi jumlah individu
amfibi yang ditemukan. Berdasarkan jarak terhadap sumber air ditemukan 34
individu sangat dekat dengan sumber air di belukar tua. Jarak terhadap sumber air
dalam penelitian ini dikategorikan sebagai berikut: sangat dekat (1–100 m), dekat
(101–200 m), jauh (201–450 m), dan sangat jauh (451–700 m). Jumlah individu
amfibi terbanyak ditemukan adalah pada lokasi pengamatan yang berjarak 0–100
m, yakni dengan kategori sangat dekat dengan sumber air (Gambar 10).
16
80
70
60
50
Individu
40
30
20
10
0
0-100 101-200 201-450 451-700
Jarak (m)
Gambar 9 Jumlah individu amfibi yang ditemukan berdasarkan jarak dari sumber
air
Pembahasan
Kekayaan Jenis
Jumlah amfibi yang ditemukan sebanyak 143 individu dan 26 jenis lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penelitian di Hutan Harapan sebelumnya. Akan
tetapi terdapat beberapa jenis amfibi yang tidak ditemukan dalam penelitian ini dan
ditemukan dalam penelitian Wanda et al. (2012) dan Purtra et al. (2012) antara lain
2 jenis amfibi dari famili Bufonidae yakni Ingerophrynus parvus dan Pelophryne
signata serta 2 jenis amfibi dari famili Ranidae yakni Hylarana siberu dan Odorana
hosii. Penelitian Wanda et al. (2012) di berbagai tipe habitat hutan dan perairan di
Hutan Harapan menemukan sebanyak 127 individu dengan 19 jenis dan penelitian
Putra et al. (2012) di tiga habitat yakni sungai, danau dan rawa menemukan
sebanyak 115 individu dengan 14 jenis amfibi. Perbedaan tersebut diduga karena
jumlah hari pengamatan yang berbeda serta jumlah jalur transek yang digunakan.
Pada penelitian ini jumlah hari pengamatan adalah 22 hari sedangkan Wanda et al.
(2012), melakukan 15 hari pencarian. Transek yang digunakan oleh Putra et al.
(2012) sebanyak 6 transek berukuran 20 m x 400 m sedangkan pada penelitian ini
digunakan 18 transek berukuran 10 m x 400 m dan 4 transek berukuran 10 m x 600
m.
Areal terbuka memiliki jumlah individu dan jumlah jenis amfibi terendah. Hal
ini diduga karena tidak adanya tutupan vegetasi untuk melindungi amfibi dari
kekeringan. Katak memiliki kulit yang tipis dan permeabel sehingga mudah
kehilangan air dari tubuhnya (Inger & Stuebing 2005). Sumber air terdekat di areal
terbuka berupa kolam yang tidak ternaungi vegetasi. Hartel et al. (2007)
menyatakan bahwa kekayaan jenis amfibi yang ditemukan di kolam dipengaruhi
oleh tutupan vegetasi disekitarnya. Keberadaan vegetasi meningkatkan
ketersediaan pakan, tempat berlindung dari predator serta meningkatkan kualitas
mikro habitat (Hartel 2004). Jenis amfibi di areal terbuka seperti F. limnocharis, H.
parvaccola, dan H. erythraea merupakan jenis yang habitatnya selalu berkaitan
dengan kegiatan manusia serta A. nicobariensis merupakan jenis katak yang dapat
hidup didaerah terganggu (Iskandar 1998).
17
Jumlah jenis amfibi pada tipe habitat belukar muda yakni 11 jenis. Terdapat
dua jenis amfibi yang hanya ditemukan di belukar muda yakni N. pictus dan P.
macrotis. Keberadaan N. pictus yang ditemukan di belukar muda sebanyak 1
individu menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan komunitas belukar muda
menuju belukar tua khususnya yang berada di Pos Bato. Menurut Mistar (2003),
keberadaan N. pictus ditemukan di sungai-sungai kecil di vegetasi bagian bawah
yang tertutup rapat oleh tajuk.
Jenis amfibi yang dominan ditemukan di belukar tua adalah L. paramacrodon
sebanyak 15 individu. Menurut Berry (1975), jenis L. paramacrodon ditemukan
pada hutan primer dan hutan sekunder khususnya di rawa. Jenis tersebut banyak
ditemukan di sungai kecil yang keruh dan bercampur lumpur. Jenis amfibi P.
leucomystax hanya ditemukan di belukar tua. Menurut Bickford et al. (2010) P.
leucomystax merupakan amfibi arboreal yang meletakkan telurnya pada vegetasi
tumbuhan di atas air dan memiliki adaptasi yang tinggi terhadap habitat terganggu.
Jenis amfibi yang ditemukan di hutan lahan kering sekunder lebih rendah
dibandingkan dengan belukar tua dan kebun karet yakni 11 jenis amfibi dari 26
individu. Hal ini diduga karena terdapat sedikit sumber air di hutan lahan kering
sekunder. Menurut Becker et al. (2010), hutan yang terfragmentasi dan dekat
dengan sumber air memiliki kepadatan populasi amfibi yang tinggi dibandingkan
dengan yang jauh dari sumber air. Meskipun demikian ditemukan 2 jenis amfibi
yang hanya terdapat di hutan lahan kering sekunder yakni I. gollum dan M.
inornata. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jenis amfibi tersebut bergantung
pada habitat tertentu seperti hutan lahan kering sekunder.
Distribusi amfibi secara vertikal menunjukkan jumlah individu terestrial lebih
tinggi dan ditemukan diseluruh tipe habitat. Menurut Kusrini (2013), amfibi yang
hidup di atas permukaan tanah dan agak jauh dari air merupakan amfibi terestrial.
Amfibi semak ditemukan diseluruh tipe habitat. Menurut Soerianegara dan
Indrawan (1976), jika hutan hujan mengalami kerusakan maka suksesi sekunder
akan diawali dengan vegetasi rumput dan semak.
Amfibi arboreal hanya ditemukan di belukar tua, hutan lahan kering sekunder
dan kebun karet. Kusrini (2013), mengelompokkan amfibi yang hidup di atas pohon
merupakan kelompok arboreal. Jenis amfibi arboreal adalah K. baleata dan P.
coletti. Menurut Spickler et al. (2006), kondisi hutan yang mendukung
terbentuknya mikro habitat untuk amfibi arboreal adalah adanya kulit kayu yang
retak, rongga pada pohon, dan lantai hutan yang ditutupi lumut atau pakis. Jenis
amfibi arboreal sama heterogennya dengan amfibi terestrial dalam pemilihan lokasi
(Inger & Colwell 1977). Jenis P. leucomystax lebih sering menggunakan semai,
rumput yang tinggi dan semak dibandingkan pohon.
Kurva penambahan jenis amfibi tidak menunjukkan kecenderungan
mendatar. Penambahan jenis amfibi berdasarkan indeks jackknife yakni 42,60≈ 43
jenis dengan keberhasilan penemuan jenis adalah 60,47% dari 26 jenis yang telah
ditemukan. Penambahan jenis di areal terbuka adalah 7,14≈ 4 jenis, di belukar muda
adalah 20,26≈ 21 jenis, di belukar tua adalah 28,77≈ 29 jenis, di hutan lahan kering
sekunder adalah 18,11≈ 19 dan di kebun karet adalah 29,74≈ 30 jenis. Kurva
penambahan jenis digunakan untuk mengetahui apakah lamanya waktu survei yang
dilakukan sudah mendapatkan jumlah jenis yang memadai, sehingga pada kondisi
kurva yang mendatar menunjukkan bahwa semakin besar kemungkinan peneliti
telah memperoleh semua jenis pada lokasi tersebut (Kusrini 2008).
18
Keanekaragaman Jenis
Kepadatan relatif amfibi tertinggi di kebun karet yakni 0,2883 individu/usaha
dan terendah di areal terbuka yakni 0,1631 idividu/usaha. Menurut Gopal dan
Bhardwaj (1979), kepadatan populasi dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan
serta dipengaruhi adanya kelahiran, kematian, emigrasi, dan imigrasi. Rendahnya
kepadatan relatif jenis F. cancrivora dan L. blythii diduga karena kondisi habitat
untuk perkembangbiakkan kedua jenis tersebut tidak sesuai. Menurut Kusrini &
Alford (2006), F. cancrivora akan selalu mencari habitat yang berair sedangkan L.
blythii meletakkan berudunya pada sungai yang dangkal dengan substrat berpasir
(Emerson & Inger 1992).
Seluruh tipe habitat memiliki indeks keanekaragaman jenis amfibi lebih dari
2 kecuali tipe habitat areal terbuka. Magurran (1988) menyatakan bahwa semakin
tinggi keanekaragaman jenis dalam suatu habitat maka semakin tinggi kualitas dari
habitat tersebut. Hal ini menunjukkan secara ekologis kondisi seluruh tipe habitat
di Hutan Harapan hampir sama untuk mendukung keanekaragaman jenis amfibi dan
lebih baik daripada areal terbuka. Behm et al. (2013) di Cina menemukan bahwa
kebun karet memiliki keanekaragaman jenis amfibi yang rendah, namun kolam
yang ditemukan di kebun karet sesuai untuk perkembangbiakkan berudu. Meskipun
kondisi kolam yang terdapat di tipe habitat kebun karet di Hutan Harapan tidak
sama dengan kondisi kolam di Cina, akan tetapi masing-masing kolam memiliki
kesamaan sebagai sumber air bagi amfibi. Kondisi kebun karet yang berdampingan
dengan belukar di Hutan Harapan diduga memungkinkan terjadi perpindahan
amfibi khususnya menuju sumber air yang terdapat di kebun karet.
dan jarak terhadap sumber air. Menurut Fauth et al. (1989), ketebalan serasah dapat
meningkatkan kelimpahan jenis amfibi dengan menyediakan mikrohabitat yang
sesuai, membantu menyamarkan dari predator serta meningkatkan kepadatan
artrophoda yang penting sebagai pakan amfibi. Kepadatan vegetasi pohon yang
tinggi berperan untuk melindungi amfibi dari terpapar cahaya matahari secara
langsung dan membantu amfibi menghindari kekeringan. Kulit katak memiliki sifat
permeabel sehingga katak akan menghindari kekeringan (Inger & Stuebing 2005).
Secara umum kehadiran jenis amfibi dipengaruhi oleh habitat dengan vegetasi yang
kompleks dan memiliki banyak sumber air. Menurut Vallan (2002), jumlah jenis
dan kepadatan individu amfibi meningkat seiring dengan bertambah lengkapnya
struktur habitat.
Simpulan
Saran
1. Perlu dilakukan monitoring habitat dan inventarisasi jenis amfibi secara berkala
di setiap tipe habitat.
2. Kegiatan penanaman perlu dilakukan terutama di areal terbuka dan daerah aliran
sungai untuk meningkatkan variasi jenis vegetasi yang penting bagi
pembentukan mikro habitat amfibi.
DAFTAR PUSTAKA
Ariza YS, Dewi BS, Darmawan A. 2014. Keanekaragaman jenis amfibi (ordo
anura) pada beberapa tipe habitat di Youth Camp Desa Hurun Kecamatan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Sylva Lestari. 2(1):21–30.
Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan
Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
20
Becker CG, Fonseca CR, Haddad CFB, Prado PI. 2010. Habitat split as a cause of
local population declines of amphibians with aquatic larvae. Conservation
Biology. 24: 287–294.
Behm JE, Yang X, Chen J. 2013. Slipping through the cracks: rubber plantation is
unsuitable breeding habitat for frog in Xishuangbanna, China. Plos One.
8:e73688
Berry PY. 1975. The Amphibian Fauna of Peninsular Malaysia. Kuala Lumpur
(MY): Tropical Press
Bickford D, Ng TH, Qie L, Kudavidanage EP, Bradshaw JAC. 2010. Forest
fragment and breeding habitat characteristics explain frog diversity and
abundance in Singapore. Biotropica. 42(1): 119-125
Bitar YOC, Pinheiro LPC, Abe PS, Santos MC. 2012. Species composition and
reproductive modes of anurans from a transitional Amazonian forest, Brazil.
Zoologia. 29(1): 19-26
Darmawan B. 2008. Keanekaragaman amfibi di berbagai tipe habitat: studi kasus
di Eks-HPH Pt Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
David P, Vogel G. 1997. The Snakes of Sumatera. Frankfurt (DE): Andreas S
Brahm
Drayer AN, Richter SC. 2016. Physical wetland characteristics influence amphibian
community composition in constructed wetlands. Ecological Engineering.
93:166–174.
Emerson SB, Inger RF. 1992. The comparative ecology of voiced and voiceless
Bornean frogs. Jurnal of Herpetology. 26: 482-490
Fauth JE, BI Crother, JB Slowinski. 1989. Elevational patterns of species richness,
evenness and abundance of the Costa Rican leaf-litter herpetofauna.
Biotropica. 21:178-185.
Frost DR. 2017. Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version
5.5 (31 January, 2011). Electronic Database accessible at
http://research.amnh.org/vz/herpetology/amphibia/ American Museum of
Natural History, New York, USA.
Gillespie GR, Howard S, Stroud JT, UI-Hassanah A, Campling M, Lardner B,
Scroggie M, Kusrini M. 2015. Responses of tropical forest herpetofauna to
moderate anthropogenic disturbance and effects of natural habitat variation in
Sulawesi, Indonesia. Biological Conservation. 192:161–173.
Gopal B, Bhardwaj N. 1979. Elements of Ecology. India (IN): Departement of
Botany, Rajasthan University
Hartel T. 2004. The long term trend and distribution of amphibian populations in
a semi-natural pond in the middle section of the Ta’rnava-Mare Valley
(Romania) Biota. Journal of Biology and Ecology.5:25-36
Hartel T, Nemes S, Cogaeniceanu D, Ollerer K, Schweiger O, Moga CI, Demeter
L. 2007. The effect of fish and aquatic habitat complexity on amphibians.
Hydrobiologia. 583:173-182
Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.
Measuring and Monitiring Biological Diversity: standard methods for
amphibians. Washington (US): Smithsonia Institut Press.
Inger RF. 2005. The Systematics and Zoogeography of the Amphibia of Borneo.
Chicago (US): Field Museum of Natural History.
21
Inger RF, Iskandar DT. 2005. A Collection of Amphibians from West Sumatra,
with Description of A New Species of Megophrys (Amphibia; Anura). The
Raffles Bulletin of Zoology. 53(1):133-142.
Inger RF, Stuebing RB. 2005. A Field Guide to The Frog of Borneo. Sabah (MY):
Natural History Publication.
Inger RF, Colwell R. 1977. Organization of contiguous communities of amphibians
and reptiles in Thailand. Ecology Monographs. 47:229-253
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali – Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID):
Puslitbang LIPI.
Keindeigh SC. 1980. Ecology with Special Reference to Animal and Men. Bnew
Delhi (IN): Prentice Hall of India Private limited
Krebs CJ. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Philadelphia
(US): Harper and Publishers. Inc.
Krebs CJ. 1997. Program for Ecological Methodology [Software]. New York (US):
An Print Of The Wesley Longman
Kurniati H. 2007. Biodiversity And Natural History Of Amphibians And Reptiles In
Kerinci Seblat National Park, Sumatra, Indonesia (2005, 2006, 2007). RSG
Final Report 2007.
Kusrini MD, Alford RA. 2006. Indonesia’s Exports of Frogs’ Legs. TRAFFIC
Bulletin 21 (1): 13-24.
Kusrini MD. 2007. Konservasi amfibi di Indonesia: masalah global dan tantangan.
Media Konservasi. 12(2):89–95.
Kusrini MD. 2008. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survey Amfibi di Alam. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Bogor
(ID): Pustaka Media Konservasi.
Lieberman SS. 1986. Ecology of the leaf litter herpetofauna of a neotropical rain
forest: La Selva, Costa Rica. Acta Zool. Mex. Nueva Scr. 15:1-72
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London (GB):
Cambridge University Press.
Margono BA, Turubanova S, Zhuravleva I, Potapov P, Tyukavina A, Baccini A, Goetz
S, Hansen MC. 2012. Mapping and monitoring deforestation and forest
degradation in Sumatera (Indonesia) using landsat tim series data sets from 1990
to 2010. Environmental Research Lettters. 7: 1748-9236
Mistar 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor (ID):
The Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement.
Noberio D, Setiawan A, Setiawan D. 2015. Inventory of herpetofauna in regional
germplasm preservation in pulp and paper industry Ogan Komering Ilir
regency South Sumatra. Biovalentia. 1(1):52–61.
Putra K, Rizaldi, Tjong DH. 2012. Komuitas anura (amphibia) pada tiga tipe habitat
perairan di kawasan Hutan Harapan, Jambi. Biologi. 1(2): 156-165.
Putro AD. 2015. Keanekaragaman jenis amfibi di perkebunan kelapa sawit Pt Sari
Lembah Subur Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
PT REKI [Restorasi Ekosistem Indonesia]. 2008. Proposal Teknis Permohonan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem pada Kawasan
22
Famili Bufonidae
Phrynoidis aspera (Gravenhorst 1829)
Nama Lokal : Kodok Puru Sungai
Nama Inggris: River Toad
Deskripsi: Kodok berukuran besar dengan
tekstur kulit kasar dan berbenjol. Warna
tubuh cokelat tua kusam.
Habitat : Hidup di hutan primer hingga
hutan sekunder.
Penyebaran : Sumatera, Jawa dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun karet (1 individu)
Famili Microhylidae
Kalophrynus pleurostigma (Tschudi 1838)
Nama Lokal : Katak Lekat Sisi Merah
Nama Inggris : Rufous Sided Sticky
Frog
Deskripsi: Berukuran sedang dengan
kepala sempit dan moncong runcing.
Tubuh tertutup oleh bintil-bintil kecil
dengan tekstur kulit kasar dan
berwarna cokelat kemerahan. Memiliki
kelenjar yang mengeluarkan cairan lengket.
Habitat : Hidup di lantai hutan dan diantara serasah
Penyebaran : Sumatera, Jawa, Pulau Natuna dan Kalimantan
Penyebaran di Hutan Harapan: Kebun karet, belukar tua dan belukar muda
Famili Ranidae
Fejervarya cancrivora (Gravenhorst 1829)
Nama Lokal : Katak sawah
Nama Inggris: Ricefield frog
Deskripsi: Berukuran besar dan memiliki
lipatan atau bintil yang memanjang paralel
dengan sumbu tubuh. Selaput jari kaki
belakang mencapai bagian teratas dari jari.
Habitat: Sawah
Penyebaran: Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Nusa Tenggara, sedangkan akibat introduksi
ditemukan pulau di Sulawesi, Ambon, Papua, Hainan hingga Filipina
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar tua
Famili Rhacophoridae
Nyctixalus pictus (Peters 1871)
Nama Lokal : Katak Pohon Mutiara
Nama Inggris: Cinnamon Frog
Deskripsi: Katak pohon berukuran kecil
dengan moncong yang meruncing. Tubuh
berwarna kemerahan dengan bintik putih
menutupi permukaan tubuh. Katak dewasa
biasa ditemukan bertengger pada daun-daun
semak dengan ketinggian kurang lebih 3 meter dari permukaan tanah.
Habitat : Hutan primer dan hutan sekunder
Penyebaran : Filipina, Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Indonesia
(Kalimantan dan Sumatera)
Penyebaran di Hutan Harapan: Belukar Muda
30
Tipe Kode
Lokasi Nama Jenis Famili
Habitat Spesimen
Meranti HKS Ingerophrynus gollum Bufonidae ATT009
Meranti HKS Ingerophrynus gollum Bufonidae ATT012
Meranti BM Microhyla heymonsi Microhylidae ATT008
Meranti BT Microhyla acatina Microhylidae ATT010
Meranti KK Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT015
Meranti KK Kaloula baleata Microhylidae ATT016
Meranti KK Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT017
Meranti HKS Micrileta inornata Microhylidae ATT020
Meranti HKS Microhyla heymonsi Microhylidae ATT021
Meranti HKS Microhyla supersiliaris Microhylidae ATT022
Hulu Lalan BT Kalophryne pleurostigma Microhylidae ATT023
Hulu Lalan BT Microhyla berdmorei Microhylidae ATT028
Hulu Lalan BT Microhyla berdmorei Microhylidae ATT029
Meranti AT Hylarana erythraea Ranidae ATT001
Meranti AT Fejervarya limnocharis Ranidae ATT002
Meranti BM Hylarana baramica Ranidae ATT003
Meranti AT Amnirana nicobariensis Ranidae ATT005
Meranti AT Hylarana parvacola Ranidae ATT006
Meranti BM Occidozyga sumatrana Ranidae ATT007
Meranti BM Fejervarya limnocharis Ranidae ATT011
Meranti KK Limnonectes paramacrodon Ranidae ATT018
Hulu Lalan BT Hylarana chalconota Ranidae ATT019
Hulu Lalan BT Hylarana parvacola Ranidae ATT024
Hulu Lalan BT Limnonectes blithi Ranidae ATT025
Meranti BM Polypedates macrotis Rhacophoridae ATT004
Meranti BT Polypedates leucomystax Rhacophoridae ATT014
Hulu Lalan BT Kurixalus appendiculatus Rhacophoridae ATT026
Hulu Lalan BT Polypedates colleti Rhacophoridae ATT027
Leptobrachium nigrops Megophrydae ATT013
33
RIWAYAT HIDUP