2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga modul mata kuliah Teknik Proses Pemisahan ini dapat terselesaikan.
Modul mata kuliah Teknik Proses Pemisahan ini berisikan materi tentang
dan ion exchange serta pemisahan dengan membrane ataupun pemisahan fisik.
pembelajaran mata kuliah Teknik Proses Pemisahan dan sebagai media interaksi
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
A. Pengertian Ekstraksi .......................................................................... 43
B. Syarat – Syarat Ekstraksi Pelarut. ...................................................... 46
C. Klasifikasi Ekstraksi .......................................................................... 46
D. Prinsip Ekstraksi ................................................................................ 47
E. Jenis Ekstraksi .................................................................................... 50
BAB VII LEACHING DAN ION EXCHANGE
A. Leaching ............................................................................................ 52
B. Ion Exchange. .................................................................................... 55
BAB VIII PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN DAN PEMISAHAN FISIK
A. Pemisahan dengan Membran ............................................................. 64
B. Pemisahan Fisik. ................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
4
Gambar 16.Contoh Penyerapan CO2 ................................................................ 33
Gambar 17.Alat Ekstraksi Sederhana ............................................................... 46
Gambar 18.Proses Penukaran Ion Ca dengan Na .............................................. 57
Gambar 19.Proses Demineralisasi ..................................................................... 57
Gambar 20.Proses Demineralisasi dengan Penukaran Ion ................................ 61
Gambar 21.Operasi Sistem Penukar Ion ........................................................... 62
Gambar 22.Proses Pemisahan dengan Membran .............................................. 65
Gambar 23.Penggolongan Membran Simetris .................................................. 67
Gambar 24.Penggolongan Membran Asimetris ................................................ 68
5
BAB I
PENGANTAR PEMISAHAN
6
dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil
pemisahan yang diinginkan.
Peran Proses Pemisahan di Industri Kimia
Bahan Baku Separator Reaktor Separator Separator Produk
Recycle
By Product Produk
7
menimbulkan kerusakan hasil atau melainkan tidak berhasil. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan antara lain :
1. Keadaan zat yang diinginkan terhadap campuran, apakah zat ada di dalam sel
makhluk hidup, apakah bahan terikat secara kimia, dan sebagainya
2. Kadar zat yang diinginkan terhadap campurannya, apakah kadarnya kecil atau
besar.
3. Sifat khusus dari zat yang diinginkan dan campurannya, misalnya zat tidak
tahan panas, mudah menguap, kelarutan terhadap pelarut tertentu, titik didih,
dan sebagainya.
4. Standar kemurnian yang diinginkan. Kemurnian 100% memerlukan tahap yang
berbeda dengan 96%.
5. Zat pencemar dan campurannya yang mengotori beserta sifatnya.
6. Nilai guna zat yang diinginkan, harga, dan biaya proses pemisahan.
C. Dasar – Dasar Metode Pemisahan
Suatu zat dapat dipisahkan dari campurannya karena mempunyai perbedaan
sifat. Hal ini dinamakan dasr pemisahan. Beberapa dasar pemisahan campuran
antara lain sebagai berikut :
1. Ukuran partikel, bila ukuran partikel zat yang diinginkan berbeda dengan zat
yang tidak diinginkan (zat pencmpur) dapat dipisahkan dengan metode filtrasi
(penyaringan). jika partikel zat hasil lebih kecil daripada zat pencampurnya,
maka dapat dipilih penyring atau media berpori yang sesuai dengan ukuran
partikel zat yang diinginkan. Partikel zat hasil akan melewati penyaring dan zat
pencampurnya akan terhalang.
2. Titik didih, bila antara zat hasil dan zat pencampur memiliki titik didih yang
jauh berbeda dapat dipishkan dengan metode destilasi. Apabila titik didih zat
hasil lebih rendah daripada zat pencampur, maka bahan dipanaskan antara suhu
didih zat hasil dan di bawah suhu didih zat pencampur. Zat hasil akan lebih
cepat menguap, sedangkan zat pencampur tetap dalam keadaan cair dan sedikit
menguap ketika titik didihnya terlewati. Proses pemisahan dengan dasar
perbedaan titik didih ini bila dilakukan dengan kontrol suhu yang ketat akan
dapat memisahkan suatu zat dari campuranya dengan baik, karena suhu selalu
dikontrol untuk tidak melewati titik didih campuran.
8
3. Kelarutan, suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya
suatu zat selalu memiliki spesifikasi kelarutan yang berbeda, artinya suatu zat
mungkin larut dalam pelarut A tetapi tidak larut dalam pelarut B, atau
sebaliknya. Secara umum pelarut dibagi menjadi dua, yaitu pelarut polar,
misalnya air, dan pelarut nonpolar (disebut juga pelarut organik) seperti
alkohol, aseton, methanol, petrolium eter, kloroform, dan eter. Dengan melihat
kelarutan suatu zat yang berbeda dengan zat-zat lain dalam campurannya, maka
kita dapat memisahkan zat yang diinginkan tersebut dengan menggunakan
pelarut tertentu.
4. Pengendapan, suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda
dalam suatu campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis yng lebih
besar daripada pelarutnya akan segera mengendap. Jika dalam suatu campuran
mengandung satu atau beberapa zat dengan kecepatan pengendapan yang
berbeda dan kita hanya menginginkan salah satu zat, maka dapat dipisahkan
dengan metode sedimentsi tau sentrifugsi. Namun jika dalm campuran
mengandung lebih dari satu zat yang akan kita inginkan, maka digunakan
metode presipitasi. Metode presipitasi biasanya dikombinasi dengan metode
filtrasi.
5. Difusi, dua macm zat berwujud cair atau gas bila dicampur dapat berdifusi
(bergerak mengalir dan bercampur) satu sama lain. Gerak partikel dapat
dipengaruhi oleh muatan listrik. Listrik yang diatur sedemikian rupa (baik
besarnya tegangan maupun kuat arusnya) akan menarik partikel zat hasil ke arah
tertentu sehingga diperoleh zat yang murni. Metode pemisahan zat dengan
menggunakan bantuan arus listrik disebut elektrodialisis. Selain itu kita
mengenal juga istilah elektroforesis, yaitu pemisahan zat berdasarkan
banyaknya nukleotida (satuan penyusun DNA) dapat dilakukan dengan
elektroforesis menggunakan suatu media agar yang disebut gel agarosa.
6. Adsorbsi, merupakan penarikan suatu zat oleh bahan pengadsorbsi secara kuat
sehingga menempel pada permukaan dari bahan pengadsorbsi. Penggunaan
metode ini diterapkan pada pemurnian air dan kotoran renik atau organisme.
Metode pemisahan konstituen dari campurannya, dapat dibedakan menurut
kategori :
9
1. pemisahan menurut dasar operasi difusional. Pemisahan ini dipilih jika
umpannya homogen. Transfer massa konstituen berlangsung secara difusi
antara 2 fase atau lebih. Contoh : distilasi ( flash, kontinyu, batch), absorpsi,
stiping, ekstraksi adsorpsi, ion exchange dll.
2. Pemisahan secara mekanik. Pemisahan ini dilakukan pada campuran heterogen.
Contoh : decanter, sedimentasi, sentrifuge, filtrasi, screening dll.
3. Pemisahan menggunakan reaksi kimia.
Untuk memilih metode pemisahan perlu dipertimbangkan factor-faktor
teknik dan ekonomis. Teknis : cukup efisien ( pemilihan alat benar ), konstruksi dan
perawatannya sederhana, sedangkan aspek ekonomis : biaya investasi dan operasi
rendah.
D. Karakteristik Pemisahan
Ditinjau secara makro, proses-proses yang terjadi secara alamiah dapat
diartikan sebagai proses pencampuran yang terjadi secara spontan dan merupakan
proses yang tidak dapat balik. Berarti untuk memisahkan suatu konstituen dari
campurannya diperlukan suatu usaha yaitu usaha termodinamika sehingga terjadi
proses berlawanan terhadap proses alam. Maka dalam operasi pemisahan campuran
perlu dimasukkan sejumlah “ separating agent “ tertentu.
10
BAB 2
DISTILASI
A. Prinsip Distilasi
Distilasi merupakan metode pemisahan dan pemurnian dari cairan yang
mudah menguap. Prosesnya meliputi penguapan cairan tersebut dengan cara
memanaskan, dilanjutkan dengan kondensasi uapnya menjadi cairan, disebut
dengan destilat. Terdapat berbagai macam cara destilasi, yaitu destilasi sederhana,
destilasi fraksi, destilasi tekanan rendah, destilasi uap air, dan microscale destilasi.
Dalam prakteknya pemilihan prosedur destilasi tergantung pada sifat cairan yang
akan dimurnikan dan sifat pengotor yang ada di dalamnya.
Pemisahan komponen dari campuran cairan melalui distilasi tegantung atas
perbedaan titik didih masing-masing komponen. Juga, tergantung atas konsentrasi
komponen yang ada, campuran cairan akan memiliki karakteristik titik didih yang
berbeda. Karenanya, proses distilasi tergantung atas karakteristik tekanan uap
campuran cairan.
Tekanan uap suatu cairan pada suhu tertentu merupakan tekanan
kesetimbangan yang dilakukan oleh molekul-molekul yang keluar dan masuk
permukaan cairan.
Berikut beberapa butir penting melihat tekanan uap :
• masukan energi menaikkan tekanan uap
• tekanan uap terkait dengan pendidihan
• Suatu cairan dikatakan “ mendidih” bilamana tekanan uapnya sama dengan
tekanan sekitarnya
• Kemudahan suatu cairan mendidih tergantung atas volatilitasnya
• Cairan dengan tekanan uap tinggi ( cairan volatil) akan mendidih pada suhu
lebih rendah
• Tekanan uap dan titik didih campuran cairan tergantung atas jumlah relatip
komponen di dalam campuran tersebut
• Distilasi terjadi dikarenakan beda volatilitas komponen di dalam cairan
campuran
11
B. Jenis – Jenis Distilasi
1. Destilasi Sederhana : prinsipnya memisahkan dua atau lebih komponen cairan
berdasar beda titik didih yang jauh berbeda, Misalnya pemisahan air dengan
etanol
2. Destilasi Fraksinasi (bertingkat): sama prinsipnya dengan destilasi Sederhana,
hanya saja di destilasi bertingkat memiliki rangkaian alat kondensor lebih baik
sehingga mampu memisahkan dua komponen dengan titik didih berdekatan.
Contohnya pemisahan komponen-komponen minyak bumi
3. Distilasi Azeotrop : memisahkan campuran azeotrop (campuran dua/ lbh
komponen yg susah dipisahkan), biasanya digunakan senyawa lain yg dapat
memisahkan ikatan azeotrop atau dengan tekanan tinggi. Contohnya pemisahan
alkohol dengan air yang susah dipisahkan.
4. Destilasi Kering : memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan
cairnya. Biasa untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batubara.
5. Destilasi Vacum : memisahkan komponen yg titik didihnya sangat tinggi, jadi
dengan cara menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm.
C. Distilasi Sederhana
Tekanan uap suatu cairan akan meningkat seiring dengan bertambanya
temperatur, dan titik dimana tekan uap sama dengan tekanan eksternal cairan
disebut sebagai titk didih. Proses pemisahan campuran cairan biner A dan B
menggunakan distilasi dapat dijelaskan dengan hukum Dalton dan Raoult. Menurut
hukum Dalton, tekanan gas total suatu campuran biner, atau tekanan uap suatu
cairan (P), adalah jumlah tekanan parsial dari masing-masing komponen A dan B
(PA dan PB)
P = P A + PB (1)
Hukum Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan
parsial uap komponen A (PA) dalam campuran sama dengan hasil kali antara
tekanan uap komponen murni A (PAmurni) dan fraksi molnya XA
PA = PAmurni . XA (2)
Sedang tekanan uap totalnya adalah
Ptot = PAmurni . XA + PBmurni . XB (3)
12
Dari persamaan tersebut di atas diketahui bahwa tekanan uap total suatu
campuran cairan biner tergantung pada tekanan uap komponen murni dan fraksi
molnya dalam campuran.
Hukum Dalton dan Raoult merupakan pernyataan matematis yang dapat
menggambarkan apa yang terjadi selama distilasi, yaitu menggambarkan perubahan
komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih selama proses distilasi. Uap
yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang berbeda dari
komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki titik didih
lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih besar).
Komposisi uap dan cairan terhadap suhu tersebut dapat digambarkan dalam suatu
grafik diagram fasa berikut ini.
13
Gambar 2. Grafik Berbagai Jenis Kurva Pemanasan
B. Distilasi Fraksi
Distilasi sederhana yang dilakukan hanya sekali biasanya tidak akan dapat
memisahkan dua cairan secara sempurna. Cairan yang berasal dari uap
terkondensasi (distilat) akan mengandung komponen dengan titik didih lebih
rendah dengan proporsi yang lebih besar, akan tetapi masih mengandung komponen
yang memiliki titik didih lebih tinggi di dalamnya.
14
Jika distilat ini kita distilasi sekali lagi, maka komponen dengan titik didih
rendah akan makin banyak pada distilatnya. Demikian seterusmnya, hingga kita
bisa mendapatkan distilat yang hampir 100% mengandung komponen dengan titik
didih lebih rendah. Diagram fasa berikut ini menyatakan perubahan komposisi dari
multipel distilasi ini
15
rendah, kadang-kadang sampai 100%, tergantung panjang kolom. Uap ini
berkondensasi dan ditampung.
16
Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi
campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan
uap air ke dalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi
uap pada temperatur yang lebih rendah dari pada dengan pemanasan langsung.
Untuk destilasi uap, labu yang berisi senyawa yang akan dimurnikan dihubungkan
dengan labu pembangkit uap. Uap air yang dialirkan ke dalam labu yang berisi
senyawa yang akan dimurnikan, dimaksudkan untuk menurunkan titik didih
senyawa tersebut, karena titik didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik
didih komponen-komponennya.
Distilasi uap biasanya digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang
memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan
senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer
dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi
uap adalah dapat mendestilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-
masing senyawa campurannya. Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk
campuran yang tidak larut dalam air di semua temperatur, tapi dapat didestilasi
dengan air.
1. Prinsip Destilasi Uap
Prinsip kerja dari destilasi uap yaitu memisahkan suatu campuran yang
memiliki titik didih yang tinggi dengan cara mengalirkan uap kedalamnya. Dimana
senyawa yang memiliki titik didih yang tinggi sebelum mencapai titik didihnya
dimurnikan dengan menggunakan uap atau air mendidih. Campuran substansi yang
tidak larut menunjukkan reaksi yang sangat beda dalam larutan homogen dan
deskripsi sifatnya memerlukan hukum fisik yang berbeda. Dasar aturan dapat
dipakai dengan mempertimbangkan akibat naiknya deviasi pada hukum rault. Satu
gejala dari deviasi positif adalah dalam diagram hubungan antara tekanan dengan
temperatur. Pada batas deviasi positif besar dari hukum rault, dua komponen dapat
larut dan komponen tersebut menguap yang secara matematis memberikan tekanan
total yang merupakan jumlah total dari tekanan masing-masing. Dimana bunyi dari
hukum Raoult adalah: “Tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan
uap pelarut dan fraksi mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”.
Secara matematis ditulis sebagai:
P larutan = X terlarut . P pelarut
17
Pada destilasi uap, uap air yang dialirkan ke dalam labu yang berisi senyawa
yang akan dimurnikan, dimaksudkan untuk menurunkan titik didih senyawa
tersebut, karena titik didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik didih
komponen-komponennya.
Secara matematis dapat dituliskan :
Po = P1 + P2
2. Proses Destilasi Uap
Proses destilasi uap sebenarnya bertumpu pada 3 komponen utamanya
yaitu retort, kondensor dan pemisah. Proses kerja yang terjadi akan dijelaskan
dibawah ini :
a. Retort
Pada bagian retort ini berisi bagian tanaman yang akan didistilasi atau
tanaman yang memiliki senyawa yang kita inginkan (aromatik). Uap akan masuk
lewat bawah seperti yang ditunjukan (steam in) dan akan masuk melalui lubang
lubang kecil yang ada dibawahnya dan mulai memberikan tekanan uap pada
tanaman. Setelah itu uap akan melewati retort ini juga tanaman tadi dengan
membawa hasil (senyawa yang diinginkan) dengan menjenuhkannya bersama air /
uap. Uap tersebut akan melalui pipa yang terhubung melalui condenser.
b. Kondenser
Air/uap yang membawa hasil tadi nantinya akan didinginkan pada bagian
kondensor yang berbentuk tabung yang berisi spiral panjang panjang itu yang
berbentuk seperti tabung yang melingkar. Air/uap ini didinginkan oleh air yang
mengalir didalam tabung tersebut. Hasil dari kondensor ini berupa 2 fasa yaitu air
dan senyawa aktif yang akan keluar dari kondensor secara bergantian sesuai dengan
daya grafitasinya masing masing.
c. Separator / Pemisah.
Hasil dari kondensator tadi yang berupa 2 fasa itu akan ditampung pada
tabung sepertor ini dan akan bercampur, walaupun nantinya perbedaan fasa ini akan
terlihat dengan munculnya senyawa aktif/ zat yang diinginkan dibagian atas
sedangkan air dibagian bawah. Setelah dua bagian ini terlihat memisah maka air
atau hydrolat akan dibuang melalui bagian bawah tabung seperti ditunjukan
(hydrolat from bottom seperation) sedangkan senyawa / zat yang diinginkan
diambil dari atas.
18
3. Penerapan Destilasi Uap
Penerapan destilasi uap dalam bidang industri bermacam-macam, salah satunya
yaitu pada pembuatan minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan minyak yang berasal
dari daun jeruk purut. Distilasi uap ini biasanya digunakan dalam penyulingan
minyak atsiri untuk pembuatan parfum. Caranya sama dengan proses yang telah
diuraikan diatas yaitu dengan melewatkan uap pada tanaman yang mengandung
minyak atsiri didalam retort. Jika daun jeruk purut itu disuling, dihasilkan minyak
atsiri yang dari tidak berwarna (bening) sampai kehijauan (tergantung cara
ekstraksi), minyak atsiri berbau harum mirip bau daun (jeruk purut). Minyak atsiri
hasil destilasi (penyulingan) menggunakan uap mengandung 57 jenis komponen
kimia. Yang utama dan terpenting adalah sitronelal dengan jumlah 81, 49%,
sitronelol 8,22%, linalol 3,69% dangeraniol 0,31%. Komponen lainnya ada dalam
jumlah yang sedikit.
19
Gambar 7. Kolom Fraksionasi Pengolahan Minyak Bumi
20
BAB 3
EVAPORASI
21
2. Kelembaban : Kelembaban tergantung dari suhu udara. Makin tinggi suhu udara
kelembaban menurun. Makin tinggi kelemban udara (suhu turun) laju
penguapan turun
3. Tekanan Udara : Perubahan tekanan udara dikenali akan mempengaruhi
kecepatan angin. Makin tinggi kecepatan angin, maka laju penguapan naik.
4. Angin : Peran angin untuk memindahlan lapisan yang telah lebih jenuh dengan
lapisan udara yang kurang jenuh, sehingga penguapan dapat berjalan terus.
` Adapun fungsi dari evaporasi adalah sebagai berikut :
1. Digunakan untuk pemekatan sblm pengeringan, pembekuan/sterilisasi untuk
mengurangi berat dan volume→menghemat energi utk penyimpanan, transport
dan distribusi
2. Evaporasi meningkatkan kadar total solid, menurunkan Aw: lebih awet
3. Lebih praktis untuk konsumen
4. Merubah flavor, warna makanan
B. Prinsip Kerja Evaporator
Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada
perbedaan titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan
pelarutnya. Pada industri susu, titik didih normal air (sebagai pelarut susu) 100°C,
sedang padat
]an susu praktis tidak bisa menguap. Jadi, dengan menguapnya air dan tidak
menguapnya padatan, akan diperoleh larutan yang makin pekat.
Perlu diperhatikan bahwa titik didih cairan murni dipengaruhi oleh tekanan.
Makin tinggi tekanan, maka titik didih juga semakin tinggi. Hubungan antara titik
didih dengan tekanan uapnya dapat dirumuskan dengan persamaan Antoine:
log(P°) = A – (B / (C + t))
Untuk air: A = 6,96681; B = 1668,21; C= 228, dimana Po dalam cmHg dan t dalam
o
C
Titik didih larutan yang mengandung zat yang sulit menguap akan
tergantung pada tekanan dan kadar zat tersebut. Pada tekanan yang sama, makin
tinggi kadar zat, makin tinggi titik didih Iarutannya. Beda antara titik didih larutan
dengan titik didih pelarut murninya disebut kenaikkan titik didih (boillng point
22
rise). Gambar dibawah merupakan contoh kurva titik didih larutan NaOH dalam
air.
23
yang perlu diperhatikan hanyalah kecepatan transfer panasnya. Untuk perhitungan
kecepatan transfer panas, diperlukan hitungan neraca massa dan neraca panas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan evaporator antara lain:
1. Makin cepat gerakan fluida dalam evaporator, makin besar nilai koefisien
transfer panas, sehingga kecepatan transfer panasnya juga semakin tinggi.
2. Kadar zat terlarut makin tinggi, biasanya viskositas larutan semakin tinggi. Hal
ini mengakibatkan koefisien transfer massa menurun sehingga memperlambat
transfer panas. Disamping itu, jika kekentalan makin tinggi, kadar lokal padatan
disuatu titik dalam evaporator bisa terlalu tinggi sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan padatan (jika padatan sensitif terhadap panas), atau pemadatan lokal.
3. Pada evaporator dengan konveksi alami (naturalconvection) dimana gerak
fluida diakibatkan oleh beda suhu, maka koefisien transfer panas dipengaruhi
oleh beda suhu (t). Semakin besar t , semakin tinggi nilal koefisien transfer
panas.
4. Gerakan yang balk dan fluida perlu dijaga. Gerakan fluida selain akan
meningkatkan transfer panas, juga dapat mencegah terjadinya konsentrasi atau
suhu lokal yang terlalu tmnggi, yang bisa mengakibatkan kerusakan padatan
atau pemadatan.
5. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya endapan perlu dicegah.
6. Untuk bahan yang sensitif terhadap panas (mudah rusak pada suhu tinggm),
maka suhu evaporasi dusahakan rendah dengan cara menurunkan tekanan
operasi. Disamping itu, waktu tinggal bahan dalam evaporator dijaga jangan
terlalu lama.
7. Energi terbesar pada evaporator adalah untuk penguapan (panas penguapan
nilainya sangat besar dibandingkan dengan panas sensibelnya, misal: panas
penguapan air ~ 540 cal/g), sehingga usaha-usaha penghematan panas perlu
dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan uap yang timbul
sebagai pemanas evaporator.
C. Jenis – Jenis Evaporator
1. Horizontal Tube Evaporator
Alat ini merupakan evaporator yang paling klasik dan sederhana.
Evaporator ini banyak digunakan untuk keperluan – keperluan kecil dengan
teknologi sederhana. Alat ini tidak memberikan kondisi untuk terjadinya sirkulasi
24
atau aliran cairan, sehingga koefisien transfer panas rendah yang menjadikan
perpindahan panas tidak efisien.
Pengendapan kerak terjadi diluar pipa, sehingga sulit untuk dibersihkan.
Konstruksi alat harus diusahakan sedemikian rupa sehingga bundel pipa bisa
dikeluarkan untuk dibersihkan.
2. Basket Evaporator
Sirkulasi atau cairan pada alat ini bisa berjalan dengan baik sehingga
koefisien transfer panas akibat konveksi alami besar, menjadikan transfer panas
cukup efisien. Sirkulasi aliran terjadi secara alami karena adanya beda rapat massa
yang diakibatkan oleh adanya beda fasa antara cairan yang berada diluar pipa
dengan cairan yang ada di dalam pipa.
25
Gambar 10. Basket Evaporator
3. Standard Vertical – Tube Evaporator
Pada alat ini, cairan mengalir dalam pipa sedangkan steam pemanas
mengalir dalam shell. Cairan dalam tabung mendidih, uap yang timbul bergerak
keatas dengan membawa cairan. Sirkulasi aliran dalam pipa terjadi karena beda
rapat massa yang terjadi karena perbedaan fasa antara fluida dalam pipa (campuran
uap-cair) dengan yang diluar pipa (cair). Diatas pipa terdapat ruang uap yang
berfungsi untuk memisahkan cairan dengan uap. Uap akan menuju lubang
pengeluaran diatas, sedangkan cairan jatuh kebawah melewati saluran besar yang
ada ditengah bejana, dan kembali bersirkulasi masuk pipa – pipa. Konveksi alami
berjalan baik sehingga transfer panas lebih efisien.
26
Gambar 11. Standard Vertical – Tube Evaporator
4. Long Tube Vertical Evaporator
Untuk mempercepat kecepatan sirkulasi cairan dengan harapan koefisien
perpindahan panas makin tinggi, pipa – pipa transfer panas dibuat lebih panjang.
Aliran cairan, setelah masuk ruang uap untuk dipisahkan dengan uap yang
terbentuk, kembali kebawah melalui pipa diluar evaporator.’
Koefisien transfer panas karena sirkulasi alami (natural circulation) lebih besar,
sehingga transfer panas bisa lebih efisien.
27
Gambar 12. Long Tube Vertical Evaporator
D. Pemilihan Jenis Evaporator
Pemilihan jenis evaporator setidaknya harus memperhatikan faktor – faktor
dibawah ini :
1. Kapasitas produksi yang disyaratkan (throughput requirea)
2. Viskositas umpan dan kenaikkan viskositas selama penguapan
3. Produk yang diinginkan: padatan, slurry atau larutan pekat
4. Sensitivitas bahan/produk terhadap panas
5. Apakah larutan yang diproses fouling atau non fouling
6. Apakah larutan dapat menimbulkan busa (foaming)
7. Apakah harus dilakukan pemanasan langsung.
28
BAB 4
ABSORBSI
A. Pengertian Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu operasi pemisahan dalam industri kimia di
mana suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap yang sesuai,
sehingga satu atau lebih komponen dalam campuran gas terlarut dalam cairan
penyerap. Absorbsi dapat berlangsung dalam dua macam proses, yaitu absorbsi
fisik atau absorbsi kimia. Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut
dalam cairan penyerap tanpa disertai dengan reaksi kimia (Treybal, 1951).
Proses penyerapan gas CO2 merupakan proses absorbsi kimia. Tabel 1
menyajikan reagent yang digunakan untuk CO2 terlarut (Levenspiel, 1998).
Tabel 1 Sistem Absorbsi dengan Reaksi Kimia
Gas Terlarut Reagent
CO2 Carbonate
CO2 Hidroksida
CO2 Ethanolamine
29
Gambar 13. Garis Operasi dan Kesetimbangan Absorbsi
C. Kolom Absorbsi
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut. Prinsip kerja kolom absorbs
adalah :
1. Kolom absorbsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia ditransfer
dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap reactor kimia.
Proses ini dapat berupa absorpsi gas, destilasi,pelarutan yang terjadi pada semua
reaksi kimia.
2. Campuran gas yang merupakan keluaran dari reactor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas
dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan gas
dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian
atas menara. Peristiwa absorbsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi
packing atau plate dengan tingkat sesuai kebutuhan.
30
Gambar 14. Bagan Kolom Absorbsi
Bagian a : Spray untuk megubah gas input menjadi fase cair.
Bagian b : out put gas keluar
Bagian c : in put pelarut masuk
Bagian d : out put pelarut dan gas terserap keluar
Bagian e : tempat pencampuran pelarut dan umpan
Bagian f : Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah
untuk diabsorbsi
1. Pelarut minimum
2. Volatility yang rendah
3. Stabil (mengurangi kebutuhan penggantian pelarut)
31
4. Tidak korosif (mengurangi perawatan dan penggunaan alat anti korosi)
5. Viscositas rendah (menurunkan pressure drop dan kebutuhan pompa,
menaikkan aliran massa)
6. Tidak berbusa bila berkontak dengan gas (mengurangi ukuran alat)
7. Tidak beracun dan nonflammable (safety)
8. Kelayakan proses (mengurangi cost, menurunkan kebutuhan untuk external
source)
Proses pengolahan kembali pelarut dalam proses kolom absorber dapat
dilakukan dengan cara :
1. Konfigurasi absorber akan berbeda dan disesuaikan dengan sifat alami dari
pelarut yang digunakan
2. Aspek Thermodynamic (suhu dekomposisi dari pelarut),Volalitas pelarut,dan
aspek kimia/fisika seperti korosivitas, viskositas,toxisitas, juga termasuk biaya,
semuanya akan diperhitungkan ketika memilih pelarut untuk spesifik sesuai
dengan proses yang akan dilakukan.
3. Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul pada
aliran gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni dengan
memanaskannya.
E. Fungsi Absorbsi dalam Industri
Tujuan proses Absorpsi dalam dunia Industri adalah meningkatkan nilai
guna dari suatu zat dengan cara merubah fasenya
Contoh : Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase
gas (Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-
40%) dapat dihasilkan melalui proses absorbsi. Formaldehid sebagai gas input
dimasukkan ke dalam reaktor, dimana di dalam air formaldehid akan mengalami
proses polimerisasi.. Output dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu
1820C didinginkan pada kondensor hingga suhu 550C, dimasukkan ke dalam
absorber. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin
dengan kadar formaldehid sekitar 37 – 40%. Bagian terbesar laiinnya terdiri dari
metanol, air, dan formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin bagian dari
menara, dan hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid dari gas
terjadi dibagian atas absorber dengan counter current contact dengan air proses.
32
Gambar 16. Contoh Penyerapan CO2
33
BAB 5
ADSORPSI
34
sehingga apabila molekul yang terjerap melebihi kapasitas adsorben akan terjadi
desorpsi dari padatan adsorben ke larutan. Pada saat kecepatan transfer massa
adsorpsi sama dengan kecepatan transfer massa desorpsi maka terjadilah kondisi
kesetimbangan (Oscik, 1991).
Adsorpsi sendiri terbagi atas dua jenis yaitu, adsorpsi fisik dan adsorpsi
kimia. Adsorpsi fisik adalah adsorpsi yang disebabkan oleh perbedaan gaya tarik
menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekul-molekul adsorbat secara
fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini umumnya akan membentuk
lapisan film ganda (multi layer) yang dalam hal ini tiap lapisan molekul terbentuk
diatas lapisan-lapisan yang proporsional dengan konsentrasi kontaminan. Makin
besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka makin banyak lapisan
molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi jenis ini bersifat dapat balik
(reversible) yang berarti atom-atom atau ion-ion yang terikat dapat dilepaskan
kembali dengan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat ion yang diikat. Adsorpsi
kimia adalah adsorpsi yang disebabkan oleh pembentukan atau pemecahan ikatan
kimia.Adsorpsi ini merupakan proses eksotermis dengan panas adsorpsi 10-100
kcal/gmol. Energi aktivasinya relatif tinggi, yaitu di atas 20 kcal/mol untuk
desorpsi, kecuali untuk adsorpsi kimia pada permukaan yang tidak diaktifkan.
Dalam percobaan ini adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu:
1. Sifat adsorbat
Jika kelarutan adsorbat pada pelarutnya besar, maka ikatan antara zat pelarut
dengan adsorbat semakin kuat sehingga diperlukan energi yang lebih besar untuk
memecah ikatan antara adsorbat dan zat pelarutnya.
2. Konsentrasi adsorbat
Pada umumnya kecepatan adsorpsi akan berbanding lurus dengan kenaikan
konsentrasi adsorbat, namun akan mencapai kondisi maksimum. Adsorpsi akan
konstan apabila terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang terjerap
dengan konsentrasi yang tersisa pada larutan.
3. Sifat adsorben
Banyaknya adsorbat yang dapat dijerap tergantung pada porositas dan luar
permukaan adsorben, yaitu sebagai penyedia tempat adsorpsi. Semakin besar luas
permukaan adsorben maka akan semakin besar adsorpsi yang terjadi.
35
4. Temperatur
Hal ini berhubungan dengan energi untuk melepas ikatan antara adsorbat
dengan zat pelarutnya. Umumnya adsorpsi bersifat eksotermis, sehingga akan
semakin baik dengan temperatur operasi yang lebih rendah.
5. Waktu kontak
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. (Oscik,1991)
B. Mekanisme Proses Adsorpsi
Menurut Martell dan Hancock (1996), adsorpsi dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme:
1. Mekanisme pemerangkapan
Silika gel maupun senyawa hibrida organo-silika merupakan adsorben yang
berpori sehinga dimungkinkan untuk mengadsorpsi ion logam dengan menjebaknya
dalam pori-pori. Mekanisme ini akan terjadi apabila ukuran pori dari adsorben lebih
besar daripada ukuran ion yang akan diadsorpsi.
2. Mekanisme pertukaran ion
Mekanisme petukaran ion dapat ditinjau dari nilai elektronegatifitas pada
adsorben. Pada silika gel terdapat gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-
Si) yang diperkirakan berperan dalam proses adsorpsi ion logam. Elektronegatifitas
atom H, O, Si, berturut-turut sebesar 2,2; 3,44; 1,9. Dilihat dari selisih nilai
elektronegatifitas dari masing-masing atom, maka ikatan pada gugus silanol lebih
bersifat ionik dibandingkan ikatan pada gugus silakson yang cenderung lebih
bersifat kovalen. Akibatnya, atom H pada gugus silanol akan lepas dan tergantikan
oleh ion logam yang bersifat elektropositif. Interaksi tersebut yang emungkinkan
terjadinya adsorpsi ion logam melalui mekanisme pertukaran ion.
36
Adsorpsi ion Pb(II) pada silika gel maupun hibrida organo-silika dapat
terjadi melalui pembentukan kompleks antara gugus aktif adsorben sebagai ligan
dengan ion Pb(II) sebagai atom pusat. Berdasarkan teori HSAB, ion Pb(II)
merupakan golongan asam menengah, kemudian akan bereaksi dengan adsorben
yang bersifat basa keras, menengah atau lunak yang memiliki gugus aktif dan
membentuk suatu kompleks.
C. Kinetika Adsorpsi
Seperti halnya kinetika kimia, kinetika adsorpsi juga berhubungan dengan
laju reaksi. Hanya saja, kinetika adsorpsi lebih khusus, yang hanya membahas sifat
penting dari permukaan zat. Kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu fluida
oleh adsorben dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat
diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut, dan
menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya pada grafik.
Kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat
didefinisikan sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan
atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Macam adsorben
2. Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
3. Luas permukaan adsorben
4. Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
5. Temperatur
D. Adsorben
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik
cairan maupun gas) pada proses adsorpsi. Umumnya adsorben bersifat spesifik,
hanya menyerap zat tertentu. Dalam memilih jenis adsorben pada proses adsorpsi,
disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi. Adsorben yang
paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang. Karbon
aktif yang merupakan contoh dari adsorpsi, yang biasanya dibuat dengan cara
membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara (oksigen) yang
terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi
37
interaksi tarik menarik. Zat ini banyak dipakai di pabrik untuk menghilangkan zat-
zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat
terlarut atau pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Beberapa
jenis adsorben yang biasa digunakan yaitu :
1. Karbon aktif/ arang aktif/ norit
Sejak perang dunia pertama arang aktif produksi dari peruraian kayu sudah
dikenal sebagai adsorben atau penyerap yang afektif sehingga banyak dipakai
sebagai adsorben pada topeng gas Arang aktif adalah bahan berupa karbon bebas
yang masing-masing berikatan secara kovalen atau arang yang telah dibuat dan
diolah secara khusus melalui proses aktifasi, sehingga pori-porinya terbuka dan
dengan demikian mempunyai daya serap yang besar terhadap zat-zat lainnya, baik
dalam fase cair maupun dalam fase gas. Dengan demikian, permukaan arang aktif
bersifat non-polar. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar.
Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan
adsorpsi, dianjurkan menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Karbon aktif
ini cocok digunakan untuk mengadsorpsi zat-zat organik. Komposisi arang aktif
terdiri dari silika (SiO2), karbon, kadar air dan kadar debu. Unsur silika merupakan
kadar bahan yang keras dan tidak mudah larut dalam air, maka khususnya silika
yang bersifat sebagai pembersih partikel yang terkandung dalam air keruh dapat
dibersihkan sehingga diperoleh air yang jernih.
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah maupun
mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif yaitu dibuat
melalui proses pembakaran secara karbonisasi (aktifasi) dari semua bahan yang
mengandung unsur karbon dalam tempat tertutup dan dioksidasi/ diaktifkan dengan
udara atau uap untuk menghilangkan hidrokarbon yang akan menghalangi/
mengganggu penyerapan zat organik Bahan tersebut antar lain tulang, kayu lunak
maupun keras, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, ampas penggilingan tebu,
ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, dan batubara.
Pembuatan arang aktif
Secara umum dan sederhana, proses pembuatan arang aktif terdiri dari 3
tahap, yaitu :
38
Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai
temperatur 170°C.
Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas
170°C akan menghasilkan CO dan CO2. Pada suhu 275°C, dekomposisi
menghasilkan “tar”, methanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan
karbon terjadi pada temperatur 400-600°C.
Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan
uap atau CO2 sebagai aktifator.
Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang
bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Arang aktif mempunyai warna hitam, tidak berasa dan tidak berbau,
berbentuk bubuk dan granular, mempunyai daya serap yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan arang yang belum mengalami proses aktifasi, mempunyai
bentuk amorf yang terdiri dari plat-plat dasar dan disusun oleh atom-atom karbon
C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi yang heksagon. Plat-plat ini
bertumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa-sisa hidrokarbon
yang tertinggal pada permukaan. Dengan menghilangkan hidrokarbon tersebut
melalui proses aktifasi, akan didapatkan suatu arang atau karbon yang membentuk
struktur jaringan yang sangat halus atau porous sehingga permukaan adsorpsi atau
penyerapan yang besar dimana luas permukaan adsorpsi dapat mencapai 300-3500
cm2/gram.
Proses pembuatan arang aktif dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat
padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan dan
dikeringkan serta dipotong-potong. Aktifasi dilakukan pada temperatur
100°C. Arang aktif yang dihasilkan dicuci dengan air selanjutnya
dikeringkan pada temperatur 300°C. Dengan proses kimia, bahan baku
dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-
bahan kimia.
39
2) Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut
digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada
temperatur 1000°C yang disertai pengaliran uap.
Penyerapan Bahan - bahan Terlarut Dengan Arang Aktif
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Untuk menghilangkan
bahan-bahan terlarut dalam air, biasa menggunakan arang aktif dengan mengubah
sifat permukaan partikel karbon melalui proses oksidasi. Partikel ini akan menyerap
bahan-bahan organik dan akan terakomulasi pada bidang permukaannya. Pada
umumnya ion organik dapat diturunkan dengan arang aktif.
Adsorpsi oleh arang aktif akan melepaskan gas, cairan dan zat padat dari
larutan dimana kecepatan reaksi dan kesempurnaan pelepasan tergantung pada pH,
suhu, konsentrasi awal, ukuran molekul, berat molekul dan struktur molekul.
Penyerapan terbesar adalah pada pH rendah. Dalam Laboratorium Manual
disebutkan bahwa pada umumnya kapasitas penyerapan arang aktif akan meningkat
dengan turunnya pH dan suhu air. Pada pH rendah aktifitas dari bahan larut dengan
larutan meningkat sehingga bahan-bahan larut untuk tertahan pada arang aktif lebih
rendah.
Proses adsorpsi arang aktif dapat digambarkan sebagai molekul yang
meninggalkan zat pengencer yang terjadi pada permukaan zat padat melalui ikatan
kimia maupun fisika. Molekul tersebut digunakan sebagai adsorbat dan zat padat
disebut adsorben arang aktif. Adapun adsorpsi yang terjadi pada arang aktif dapat
bersifat :
Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi berdasarkan ikatan fisika antara zat-zat dengan arang
aktif dalam keadaan suhu rendah dengan penyerapan relative kecil.
Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi berdasarkan ikatan kimia antara adsorben (arang
aktif) dengan zat-zat teradsopsi. Dijelaskan pula bahwa bahan dalam larutan
yang bersifat elektrolit akan diserap lebih efektif dalam suasana basa oleh
arang aktif. Sedangkan bahan dalam larutan yang bersifat non elektrolit
penyerapan arang aktif tidak dipengaruhi oleh sifat keasaman atau sifat
kebasaan larutan.
40
Secara garis besar penyerapan arang aktif terhadap zat yang terlarut adalah:
Zat teradsorpsi berpindah dari larutannya menuju lapisan luar dari adsorben
(arang).
Zat teradsorpsi diserap oleh permukaan arang aktif.
Zat teradsorpsi akhirnya diserap oleh permukaan dalam atau permukaan
porous arang.
Adapun secara umum faktor yang menyebabkan adanya daya serap dari
arang aktif adalah :
Adanya pori-pori mikro yang jumlahnya besar pada arang aktif sehingga
menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan adanya daya serap.
Adanya permukaan yang luas (300 – 3500 cm2/gram) pada arang aktif
sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang besar.
Menurut SII No.0258-79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan
seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
2. Gel Silika
Merupakan bahan yang terbuat dari add treatment dari larutan sodium silikat
yang dikeringkan. Luas permukaanya 600-800 m2/g dengan diameter pori antara
20-50Á. Gel silika cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas dehidrat dan untuk
memisahkan hidrokarbon.
3. Alumina Aktif
Alumina aktif cocok digunakan untuk mengadsorpsi gas kering dan Liquid.
Luas permukaannya 200-500 m2/g dan diameter porinya 20-140Á.
41
BAB 6
EKSTRAKSI
A. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik
(sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang
tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob)
ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan
baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air
akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil
ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling
sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah
(sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.
Teknik ini (ekstraksi) bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa
dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol
C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam
dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol
diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan
pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk
mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol
diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya.
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan
lengkap. Namun nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa
organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah
dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan
ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk
menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan
pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-
sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya
menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan
terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan
menggunakan hukum partisi.
42
Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil eter
ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini. Rasio senyawa
organik yang larut dalam masing-masing pelarut adalah konstan. Jadi, ceter / cair =
k (konstan) (12.1)
ceter dan cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di air. k
adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi. Nilai k
bergantung pada suhu.
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu
larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang
pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam
pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa
tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan
bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah
konstan : Dimana KD adalah sebuah tetapan, yang dikenal sebagai koefisien
distribusi (atau koefisien partisi) (Basset, 1994).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu
temperatur yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding
distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini
tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka
banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur
(Svehla, 1990).
Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang
didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut.
Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi
zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun
cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut.
Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau
koefisien ekstraksi E).
Dimana lambang CA menyatakan konsentrasi A dalam semua bentuknya
seperti yang ditetapkan secara analitis (Basset, 1994).
43
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur
menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bila
suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu
hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada
kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua zairan yang
tidak dapat campur. Sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasai pada
kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu.
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak
dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti
CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat
larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari
pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi
ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap,
ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan
cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan
pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada
kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan (Khopkar,
1990).
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang
kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit.
pelarut
44
B. Syarat – Syarat Ekstraksi Pelarut
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstraksi pelarut adalah :
1. Angka bonding ( ikatan ) yang tinggi untuk zat terlarut, angka bonding ( Ikatan
) yang rendah untuk zat-zat pengotor.
2. Kelarutan yang rendah untuk fase air.
3. Viskositas yang cukup rendah
4. Tidak mudah terbakar.
5. Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut
C. Klasifikasi Ekstraksi
Ekstraksi dapat di klasifikasikan menjadi :
1. Ekstraksi Khelat; Ekstraksi ini berlangsung melalui pembentukan khelat atau
struktur cincin.
2. Ekstraksi Solvasi; Ekstraksi ini disebabkan oleh spesies ekstraksi disolvasi ke
fase organik.
3. Ekstraksi Pembentukan Pasangan Ion; Ekstraksi ini berlangsung melalui
pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi kefasa organik.
4. Ekstraksi sinergis; Ekstraksi ini menyatakan adanya kenaikan pada hasil
ekstraksi di sebabkan oleh adanya penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan
pelarut pengekstraksi.
D. Prinsip Ekstraksi
1. Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung
dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan
di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan
penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
45
2. Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi
selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel
simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh
karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang
menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
3. Prinsip Sokhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa,
cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari
yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan
penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu
alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai
bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi
telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
4. Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
5. Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan
dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke
dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam
simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor
dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak
46
menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan
minyak atsiri.
6. Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C
di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke
kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut
murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia
di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang
mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah
ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan
perbandingan konsentrasi yang tetap.
8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang
ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia
bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap
komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan.
9. Prinsip Penampakan Noda
a. UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
47
b. UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang
tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan
tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
48
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak
memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari
ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
2. Ekstraksi secara panas
a. Metode refluks
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator.
b. Metode destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-
minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal.
49
BAB 7
LEACHING DAN ION EXCHANGE
A. Leaching
Proses memisahkan satu atau lebih komponen dalam campuran, campuran
harus dikontakkan dengan fase lain, proses ini dikenal dengan nama Ekstraksi. Fase
lain yang dikontakkan dapat berupa gas-cair, uap-cair, cair-cair maupun solid-
fluida. Proses ekstraksi sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu, ekstraksi cair-
cair dan ekstraksi padat-cair (leaching). Ekstraksi pelarut (ekstraksi cair-cair)
seringkali digunakan sebagai alternatif untuk melakukan pemisahan selain dengan
distilasi atau evaporasi. Contohnya asam asetat dapat dipisahkan dari air dengan
distilasi atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik.
Kebanyakan senyawa biologi, organik, dan anorganik terbentuk dalam
campuran dari berbagai komponen dalam padatan. Untuk memisahkan solut (zat
yang ingin diekstrak) yang diinginkan maupun yang tak diinginkan dari suatu solid,
solid dikontakkan dengan fase liquid/ cair. Kedua fase tersebut akan mengalami
kontak dan solut dapat berdifusi dari solid menuju fase liquid sehingga terjadi solut
yang tadinya berada dalam solid dapat dipisahkan. Proses pemisahan inilah yang
disebut dengan leaching. Pada leaching, ketika komponen yang tidak diinginkan
dipisahkan dari solid dengan menggunakan air maka disebut washing.
Leaching banyak dipakai dalam berbagai industri. Pada proses industri
biologi dan makanan banyak produk dipisahkan dari struktur alaminya dengan
proses leaching. Sebagai contoh, gula dihasilkan dari proses leaching dari tebu
atau gula bit dengan menggunakan air. Dalam produksi minyak sayur, pelarut
organik seperti heksana, aseton, dan eter digunakan untuk mengekstrak minyak dari
kacang tanah, kacang kedelai, biji bunga matahari, biji kapas, dan sebagainya. Pada
industri farmasi, berbagai produk farmasi yang berbeda dihasilkan dengan
proses leaching akar tanaman, daun, ataupun batang. Selain untuk berbagai
kegunaan di atas leaching juga dijumpai dalam industri pemrosesan logam.
Biasanya logam yang bermanfaat biasanya terdapat dalam campuran dengan jumlah
konstituen tak diinginkan yang cukup besar. Leaching dipakai untuk memisahkan
logam sebagai garam yang terlarut. Misalnya garam tembaga di-leaching dari bijih
50
yang mengandung berbagai logam dengan menggunakan asam sulfat atau larutan
amoniak.
Persiapan dari solid yang akan di-leaching tergantung pada proporsi solut
yang ada, distribusinya pada solid dan sifat alami dari solid. Bila senyawa terlarut
dikelilingi oleh bahan yang tidak larut, pelarut harus berdifusi ke dalam dan lalu
berkontak serta melarutkan solut dan kemudian berdifusi keluar.
Material biologi biasanya memiliki struktur seluler dan solut berada dalam
sel. Proses leachingnya berlangsung relatif lebih lambat karena dinding sel
menyebabkan suatu halangan untuk berdifusi. Untuk itu biasanya materi biologi
yang akan dileaching dipotong tipis memanjang atau dikecilkan ukurannya lebih
dahulu agar sel-sel terpecah sehingga difusi dapat berlangsung lebih cepat.
Contohnya dalam untuk mengekstraksi gula dari tebu, tebu harus dipotong terlebih
dulu.
Pada proses leaching, mekanismenya ialah solven ditransfer menuju
permukaan solid, kemudian solven berdifusi atau masuk ke dalam solid. Lalu, solut
yang ada dalam solid berdifusi ke solven. Kemudian solut yang sudah terlarut dalam
solven berdifusi menuju permukaan lalu ditransfer ke pelarut. Umumnya
mekanisme proses ekstraksi dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Perubahan fase solute untuk larut ke dalam pelarut, misalnya dari padat menjadi
cairan.
2. Difusi melalui pelarut di dalam pori – pori untuk selanjutnya keluar dari
partikel.
3. perpindahan solute ini dari sekitar partikel ke dalam larutan keseluruhannya.
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
namun bagian pertama berlangsung dengan cepat maka terhadap kecepatan
ekstraksi secara keseluruhan dapat diabaikan.
Jadi proses leaching dapat dilakukan 3 macam:
1. Pelarutan solute.
2. Pemisahan larutan terhadap ampas padat.
3. Pencucian ampas padat
Pemilihan alat untuk proses leaching dipengaruhi oleh faktor- faktor yang
membatasi kecepatan ekstraksi dikontrol oleh mekanisme difusi solute melalui
pori-pori solid yang diolah harus kecil, agar jarak perembesan tidak terlalu jauh.
51
Sebaliknya bila mekanisme solute dari permukaan partikel kedalam larutan
keseluruhan (bulk) merupakan faktor yang mengontrol, maka harus dilakukan
pengadukan dalam proses. ‘
Ada 4 faktor yang harus diperhatikan dalam proses leaching:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak
antara partikel dengan liquid,akibatnya akan memperbesar heat transfer
material,disamping itu juga akan memperkecil jarak diffusi. Tetapi partikel yang
sangat halus akan membuat tidak efektif bila sirkulasi proses tidak
dijalankan,disamping itu juga akan mempersulit drainage solid residu. Jadi harus
ada range tertentu untuk ukuran-ukuran partikel dimana suatu partikel harus cukup
kecil agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang sama,tetapi juga tidak
terlalu kecil hingga tidak menggumpal dan menyulitkan aliran.
2. Pelarut
Harus dipilih larutan yang cukup baik dimana tidak akan merusak kontituen
atau solute yang diharapkan(residu). Disamping itu juga tidak boleh pelarut dengan
viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi.
Umumnya pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan murni,tetapi setelah beberapa
lama konsentrasi solute didalamnya akan bertambah besar akibatnya rate ekstraksi
akan menurun,pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan kedua
kerena larutan bertambah pekat.
3. Suhu operasi
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah dengan
bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar difusi,jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Namun demikian dipihak lain
harus diperhatikan apakah dengan suhu tinggi tidak merusak material yang
diproses.
4. Pengadukan
Dengan adanya pengadukan, maka diffusi eddy akan bertambah,dan
perpindahan material dari permukaan pertikel ke dalam larutan (bulk) bertambah
cepat,disamping itu dengan pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.
52
B. Ion Exchange
Pertukaran ion secara luas digunakan untuk pengolahan air dan limbah cair,
terutama digunakan pada proses penghilangan kesadahan dan dalam proses
demineralisasi air.Proses pertukaran ion pada industri pengolahan air dan limbah
cair, banyak diterapkan untuk proses penghilangan kesadahan dan demineralisasi
air. Sebagai bahan yang digunakan untuk keperluan proses ini dapat dibedakan
menurut ion penukarnya, yakni catiaon exchange pertukaran ion positif) dan anion
exchange (pertukaran ion negatif). Sebagai bahan penukar ion positif yang
umumnya digunakan adalan ion Natriun (Na+) dan ion hidrogen (H+), sedangkan
bahan penukar ion negatif umumnya yang digunakan adalah (OH-).
1. Prinsip-prinsip Pertukaran Ion
Pertukaran ion adalah sebuah proses fisika-kimia. Pada proses tersebut
senyawa yang tidak larut, dalam hal ini resin, menerima ion positif atau negatif
tertentu dari larutan dan melepaskan ion lain ke dalam larutan tersebut dalam
jumlah ekivalen yang sama. Jika ion yang dipertukarkan berupa kation, maka resin
tersebut dinamakan resin penukar kation, dan jika ion yang dipertukarkan berupa
anion, maka resin tersebut dinamakan resin penukar anion.
Dalam pengolahan air minum, media ion exchange harus memiliki sifat-
sifat sebagai berikut:
a. Memiliki ion dalam media ion exchange itu sendiri;
b. Tidak larut dalam air;
c. Memiliki luas permukaan yang cukup pada struktur pori-pori sehingga
mudah bagi ion untuk melewatinya;
d. Memiliki kapasitas ion exchange dan dapat diregenerasi dengan bahan
kimia yang sesuai;
e. Bersifat tahan lama dan stabil secara kimia;
f. Tidak beracun dan dalam penggunaannya tidak mewarnai air.
Fungsi dari ion exchange adalah:
a. Demineralisi air;
b. Penyisihan amoniak;
c. Penyisihan logam berat;
d. Pengolahan radioaktif tingkat tinggi dan tingkat rendah.
Kriteria desain kolom penukar ion:
53
a. Kedalaman resin 2,0-8,5 ft;
b. Laju alir larutan 1-8 gpm/ft2;
c. Ukuran diameter butiran (0,1-1) mm;
d. Tingkat kolom harus memungkinkan terjadinya ekspansi resin (resin
bergerak mengembang) selama backwash, tinggi maksimum kolom
± 12 ft;
e. Selama backwash, zeolit berekspansi 25% dari kedalamannya
sedangkan resin sintetis akan mengembang 75-100% dari
kedalamannya semula;
f. Bila tinggi kolom yang dikehendaki besar dari 12 ft, digunakan 2 buah
kolom.
Salah satu jenis kolom ialah kolom silinder baja dengan tinggi kolom 12 ft
dan diameter 3 inchi.
Contoh reaksi pertukaran kation dan reaksi pertukaran anion disajikan pada
reaksi (7.1) dan (7.2) di bawah ini :
Reaksi pertukaran kation :
2NaR (s) + CaCl2 (aq) CaR(s) + 2 NaCl(aq) (7.1)
Reaksi pertukaran anion :
2RCl (s) + Na2SO4 R2SO4(s) + 2 NaCl (7.2)
Reaksi (7.1) menyatakan bahwa larutan yang mengandung CaCl2 diolah
dengan resin penukar kation NaR, dengan R menyatakan resin. Resin
mempertukarkan ion Na+ larutan dan melepaskan ion Na+ yang dimilikinya ke
dalam larutan. Proses penukaran kation yang diikuti dengan penukaran anion untuk
mendapatkan air demin (demineralized water). Tahap terjadinya reaksi pertukaran
ion disebut tahap layanan (service).
Jika resin tersebut telah mempertukarkan semua ion Na+ yang dimilikinya,
maka reaksi pertukaran ion akan terhenti. Pada saat itu resin dikatakan telah
mencapai titik habis (exhausted), sehingga harus diregenerasi dengan larutan yang
mengandung ion Na+ seperti NaCl. Tahap regenerasi merupakan kebalikan dari
tahap layanan.Reaksi yang terjadi pada tahap regenerasi merupakan kebalikan
reaksi (2.1). Resin penukar kation yang mempertukarkan ion Na+ tahap tersebut di
atas dinamakan resin penukar kation dengan siklus Na. Resin penukar kation
dengan siklus H akan mempertukarkan ion H+ pada tahap layanan dan regenerasi.
54
Gambar 18 Proses penukaran ion Gambar 19 Proses Demineralisasi
Ca dengan Na (Pelunakan)
55
2. Jenis-jenis Resin Penukar Ion
Resin adalah suatu polimer yang secara elektris memiliki muatan yang satu
ionnya dapat digantikan oleh ion lainnya. Sering kali resin dipakai untuk
menghilangkan molekul yang besar dari air misalnya asam humus, lignin, asam
sulfonat. Untuk regenerasi dipakai garam alkali atau larutan natrium hidroksida,
bisa juga dengan asam klorida jika dipakai resin dengan sifat asam.Dalam
regenerasi itu dihasilkan eluen yang mengandung organik dengan konsentrasi
tinggi.
Untuk proses air minum sampai sekarang hanya dipakai resin dengan sifat
anionik.ibedakan atas dua jenis:
a. Resin alami
Umumnya yang digunakan adalah zeolit, yaitu mineral yang terdiri dari
kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah
dalam kerangka tiga dimensi
b. Resin buatan atau sintesis
Resin penukar ion sintetis merupakan suatu polimer yang terdiri dari dua
bagian yaitu struktur fungsional dan matrik resin yang sukar larut.
Resin penukar ion ini dibuat melalui polimerisasi kondensasi phenol dengan
formaldehid yang kemudian diikuti dengan reaksi sulfonasi untuk memperoleh
resin penukar ion asam kuat.Resin sintesis memiliki kapasitas ion exchange yang
lebih besar dari resin alami baik dari segi penukaran kation maupun anion. Biasanya
resin sintesis terdiri dari polimerasi material organik syrene dan DVB
(divinylbenzene).
Berdasarkan jenis gugus fungsi yang digunakan, resin penukar ion dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a. resin penukar kation asam kuat
b. resin penukar kation asam lemah
c. resin penukar anion basa kuat, dan
d. resin penukar anion basa lemah
Resin penukar kation mengandung gugus fungsi seperti sulfonat (R-SO3H),
phosphonat (R-PO3H2), phenolat (R-OH), atau karboksilat (R-COOH), dengan R
menyatakan resin. Gugus fungsi pada resin penukar ion asam kuat adalah asam
56
kuatseperti sulfonat, phosphonat, atau phenolat, dan gugus fungsi pada resin
penukar asam lemah adalah karboksilat.
Gugus fungsi pada resin penukar anion adalah senyawa amina (primer/R-
NH2, sekunder/R-N2H, tersier/R-R'2N) dan gugus ammonium kuartener (R-
NR'3/tipe I, R-R'3N+OH/tipe II), dengan R' menyatakan radikal organik seperti
CH3. Resin anion yang mempunyai gugus fungsi ammonium kuartener disebut
resin penukar anion basa kuat dan resin penukar anion basa lemah mempunyai
gugus fungsi selain ammonium kuartener.
Resin Penukar Kation Asam Kuat
Resin penukar kation asam kuat yang beroperasi dengan siklus H,
regenerasi dilakukan menggunakan asam HCl atau H2SO4. Reaksi pada tahap
layanan adalah sebagai berikut :
(7.3)
Resin
Penukar Kation
Asam Lemah
Gugus fungsi pada resin penukar kation asam lemah adalah karboksilat (R-
COOH). Jenis resin ini tidak dapat memisahkan garam yang berasal dari asam kuat
dan basa kuat, tetapi dapat menghilangkan kation yang berasal dari garam
bikarbonat untuk membentuk asam karbonat, atau dengan kata lain resin ini hanya
dapat menghasilkan asam yang lebih lemah dari gugus fungsinya.
Reaksi-reaksi yang terj adi pada tahap layanan untuk resin penukar kation
asam lemah dengan siklus H, dinyatakan oleh reaksi-reaksi berikut ini :
57
(7.5)
Larutan regenerasi dan reaksi yang terjadi pada tahap regenerasi identik
dengan resin penukar kation asam kuat.
Resin Penukar Anion Basa Kuat
Resin penukar kation asam kuat siklus hidrogen akan mengubah garam-
garam terlarut menjadi asam (reaksi 7.4), dan resin penukar anion basa kuat akan
menghilangkan asam-asam tersebut, termasuk asam silikat dan asam karbonat.
Reaksi- reaksi yang terjadi pada tahap layanan dan regenerasi adalah sebagai
berikut :
Resin Penukar Anion Basa Lemah
Resin penukar anion basa lemah hanya dapat memisahkan asam kuat seperti
HCl dan H2SO4 , tetapi tidak dapat menghilangkan asam lemah seperti asam silikat
dan asam karbonat, oleh sebab itu resin penukar anion basa lemah acap kali disebut
sebagai acid adsorbers. Reaksi-reaksi yang terjadi pada tahap layanan adalah
sebagai berikut :
(7.6)
Resin penukar anion basa lemah dapat diregenerasi dengan NaOH, NH4OH atau
N2CO3 seperti ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini :
(7.7)
3. Proses Demineralisasi
Proses demineralisasi adalah suatu proses penghilangan garam-garam
mineral yang ada didalam air, sehingga air yang dihasilkan mempunyai kemurnian
yang tinggi. Padadasarnya proses ini seperti apa yang dilakukan didalam pelunakan
air secara pertukaran ion. Bahan penukar ion yang digunakan terdiri dari penukar
kation dan penukar anion. Penukar kation dikenal orang dengan sebutan Resin asam
58
karena penukar ion-nya adalah ion hidrogen (H+), sedangkan penukar anion dikenal
dengan sebutan Resin basa karena penukar ion-nya adalah ion hidroksida (OH-).
Resin asam secara umum ditulis dengan simbul H2R dan Resin basa dengan simbul
R(OH)2.
59
d. tahap pembilasan.
Gambar 21.
Operasi Sistem Penukar Ion
5. Manfaat Proses Ion Exchnge Bagi Industri
Pada umumnya pertukaran ion digunakan untuk menghilangkan beberapa
senyawa organik, misalnya pada suatu proses kimia di industri akan dihilangkan
senyawa organik yang memiliki bau, warna, dan rasa.
a. Pemurnian Air
b. Produksi air kemurnian tinggi
c. Pemisahan Logam
d. Katalisis
e. Gula Manufactur
f. Farmasi
g. Desalinasi
h. Demineralisasi
i. Deklorisasi
60
BAB 8
PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN DAN PEMISAHAN FISIK
61
lain (proses hibrid); dan peningkatan kapasitas (up-scale) pada membran mudah
dilakukan (Mulder, 1996).
Di samping keuntungan dan kelebihan yang dimiliki, membran juga
memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah adanya fenomena polarisasi
konsentrasi atau membran fouling sehingga membran perlu dicuci secara berkala.
Membran fouling merupakan masalah serius di dalam sistem pemisahan dengan
membran, terutama pada membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Fouling adalah
proses terbentuknya endapan di atas membran, akibat penyumbatan lubang pori
pada permukaan membran oleh partikel padat atau larutan berpartikel besar dalam
umpan ataupun akibat penyerangan bakteri dan koloni pada permukaan membran.
Membran fouling ini menyebabkan penurunan pada nilai fluks atau kecepatan alir
permeat sehingga proses pemisahan menjadi tidak sempurna. Kelemahan lain
adalah masa pakai (lifetime) membran terbatas; permeabilitas dan selektivitas
membran kecil sehingga perlu adanya optimasi; serta peningkatan kapasitas pada
membran tidak terjadi secara linear (Mulder, 1996).
2. Definisi Membran
Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan penghalang tipis
semipermiabel yang bersifat selektif dan berada di antara dua fasa (fasa umpan dan
permeat). Membran dapat meloloskan suatu spesi kimia tertentu (permeat), tetapi
menahan spesi kimia yang lain (retentat). Proses terjadinya pemisahan suatu spesi
kimia tersebut perlu adanya gaya dorong, seperti perubahan tekanan (ΔP),
perubahan konsentrasi (ΔC), perubahan potensial kimia (Δμ), dan perubahan
potensial listrik (ΔE). Gambar 22 menunjukkan skema proses pemisahan melalui
membran sistem 2 fasa.
62
atau bermuatan. Ketebalan, struktur, dan sifat membran yang bermacam-macam itu
menyebabkan fungsi membran yang berbeda-beda dan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan proses pemisahan (Mulder, 1996).
3. Klasifikasi Membran
a. Klasifikasi Membran Berdasarkan Morfologi dan Struktur
Berdasarkan morfologi dan strukturnya, pada membran padat terdapat dua
tipe membran yang berbeda, yaitu membran simetris dan asimetris.
a) Membran Simetris atau Membran Isotropik
Membran simetris merupakan membran yang memiliki struktur pori
homogen dengan ukuran pori yang relatif sama pada kedua sisi membran.
Ketebalan membran simetris, baik yang berpori ataupun tidak adalah sekitar 10-200
μm (Mulder, 1996). Membran simetris dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu
membran rapat, membran mikropori, dan membran bermuatan (Baker, 2004).
Perbedaan di antara ketiga membran tersebut, diilustrasikan pada Gambar 23.
Membran mikropori memiliki struktur dan fungsi yang sangat mirip dengan
penyaring konvensional. Membran ini mempunyai struktur yang kaku dan pori
yang terdistribusi secara acak dengan diameter lebih kecil dari penyaring
konvensional, yaitu sekitar 0,01-10 μm. Semua partikel yang berukuran lebih besar
dari ukuran pori terbesar membran, akan tertahan seluruhnya pada permukaan
membran. Sebaliknya, semua partikel yang berukuran lebih kecil dari ukuran pori
terbesar membran tetapi lebih besar dari pori membran terkecil, akan tertahan
sebagian oleh membran, sesuai dengan distribusi ukuran pori membran. Apabila
ukuran partikel lebih kecil dibandingkan pori membran terkecil, partikel ini dapat
dengan bebas keluar dari membran. Jadi, proses pemisahan larutan dengan
membran mikropori didasarkan pada ukuran molekul dan distribusi ukuran pori.
Secara umum, hanya molekul yang sangat berbeda dalam hal ukuran, dapat
dipisahkan secara efektif dengan membran mikropori. Contohnya adalah
penggunaan dalam ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi (Baker, 2004).
Membran rapat, tidak berpori merupakan suatu film rapat yang menjalani
proses pemisahan dengan cara transpor difusi menggunakan tenaga pendorong
berupa perbedaan konsentrasi, tekanan, ataupun perbedaan potensial listrik.
Pemisahan variasi komponen dari campuran, dihubungkan secara langsung pada
laju transpor membran sehingga membran rapat yang tak berpori ini dapat
63
memisahkan partikel berukuran sama jika konsentrasi partikel dalam material
membran tersebut berbeda dengan jelas. Membran rapat umumnya digunakan pada
proses pemisahan gas, pervaporasi, dan osmosa balik. Biasanya, membran ini
memiliki struktur anisotropik (asimetris) untuk meningkatkan nilai fluks (Baker,
2004).
Membran bermuatan listrik, bisa memiliki struktur yang mikropori maupun
rapat. Akan tetapi, biasanya merupakan membran mikropori dengan dinding pori
bermuatan ion positif atau negatif. Membran bermuatan positif dapat mengikat
anion sehingga disebut dengan membran pertukaran anion, sebaliknya membran
bermuatan negatif dapat mengikat kation sehingga disebut membran pertukaran
kation. Pemisahan pada membran yang bermuatan dipengaruhi oleh muatan dan
konsentrasi ion pada larutan. Contoh dari aplikasi membran bermuatan ini adalah
elektrodialisa (Baker, 2004).
64
yang berbeda. Dalam membran cair, pori membran bertindak sebagai lapisan
pendukung dan membran disiapkan dengan mengisi pori membran yang bersifat
hidrofobik dengan pelarut organik yang sesuai. Selektivitas pemisahan dan laju
permeasi membran ditentukan oleh lapisan permukaan membran sedangkan lapisan
pendukung bertindak sebagai pemberi kekuatan mekanik. Tingginya nilai fluks
yang dihasilkan menyebabkan hampir semua proses komersial menggunakan
membran jenis ini (Baker, 2004).
65
d. Material Membran dan Sifatnya
Membran dapat dibuat dari berbagai material yang berbeda. Membran
sintetik dapat dibuat dari material organik dan anorganik. Material organik yang
umum digunakan adalah polimer atau makromolekul sedangkan material anorganik
yang sering digunakan adalah keramik, logam, gelas. Pada pembuatan membran
organik, pemilihan polimer untuk pembuatan membran harus disesuaikan dengan
sifat spesifik membran yang akan diperoleh (Mulder, 1996).
Membran polimer sintetik dapat dibagi menjadi dua, yaitu membran hidrofobik dan
hidrofilik. Contoh material membran polimer hidrofobik adalah
politetrafluoroetilen (PTFE, teflon); poliviniliden fluorida (PVDF); polipropilen
(PP); polietilen (PE). Contoh material membran polimer hidrofilik adalah ester
selulosa (CA); polikarbonat (PC); polisulfon/polietersulfon (PSf/PES);
poliimida/polieterimida (PI/PEI); poliamida alifatik (PA); polietereterketon
(PEEK). Material membran anorganik yang umum digunakan adalah material
membran keramik, seperti alumina (Al2O3); zirkonia (ZrO2); titania (TiO2); silisium
PES, PVDF, CA, PEI, PI, PA, Al2O3, ZrO2. Pada pembuatan membran osmosa
balik dan nanofiltrasi, material polimer hidrofilik merupakan pilihan utama karena
dibutuhkan permeabilitas tinggi terhadap air untuk proses desalinasi air laut.
Beberapa contoh material hidrofilik yang sering digunakan adalah poliamida
aromatik, selulosa triasetat, PA, polieter urea (Mulder, 1996).
Pada umumnya, membran hidrofilik merupakan membran yang memiliki
ketahanan yang lebih baik terhadap fouling dan dapat mempertahankan
permeabilitas tetap tinggi jika dibandingkan dengan membran hidrofobik (Baker,
2004). Oleh karena itu, seringkali material polimer yang larut dalam air
ditambahkan pada larutan casting membran hidrofobik sehingga dapat memberikan
sifat hidrofilik pada permukaan membran hidrofobik tersebut. Sifat membran
hidrofilik ini sangat baik digunakan dalam proses pemisahan yang mengandung air
karena membran hidrofilik ‘suka’ dengan air sehingga kandungan lain di dalam air
66
dapat dengan mudah terpisahkan. Contohnya adalah dalam proses pemurnian air;
pengolahan air limbah seperti pemisahan air-minyak, desalinasi; dan sebagainya
(Gomez et al., 2003). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan membran nata-de-
coco yang merupakan membran dengan material polimer hidrofilik. Membran nata-
de-coco ini diharapkan dapat menghasilkan permeabilitas dan selektivitas yang
baik.
e. Teknik Pembuatan Membran
Pada umumnya, teknik yang digunakan dalam proses pembuatan membran
ada lima, yaitu sintering, stretching, track-etching, template-leaching, dan inversi
fasa (Baker, 2004; Mulder, 1996).
1. Sintering
Prosesnya adalah dengan memberi tekanan pada bubuk atau serbuk yang
memiliki ukuran partikel tertentu, lalu dilakukan sintering pada suhu tertentu
sehingga antar muka partikel yang berdekatan akan menghilang dan muncul pori-
pori yang baru. Teknik ini dapat menghasilkan membran organik maupun
anorganik yang berpori, dengan ukuran pori 0,1-10 μm.
2. Stretching
Prosesnya adalah film yang terbuat dari polimer semikristalin ditarik
terhadap arah ekstruksi sehingga bagian kristalin dari polimer pada polimer terletak
sejajar dengan arah ekstruksi. Teknik ini menghasilkan membran berpori dengan
ukuran sekitar 0,1-0,3 μm.
3. Track-etching
Prosesnya adalah film polimer ditembak oleh partikel radiasi berenergi
tinggi yang tegak lurus terhadap arah film hingga membentuk lintasan pada matriks
polimer (Gambar 2.9), lalu film dimasukkan ke dalam bak asam atau basa dan
matriks polimer akan membentuk pori silinder yang sama dengan distribusi pori
yang sempit. Teknik ini menghasilkan membran berpori dengan ukuran sekitar
0,02-10 μm. Pori membran ini berbentuk silinder dengan ukuran sama dan
distribusi yang sempit.
4. Template-leaching
Prosesnya adalah dengan melepaskan salah satu komponen (leaching) dari
material dasar penyusun membran yang umumnya terdiri dari tiga komponen
67
berbeda. Teknik ini menghasilkan membran berpori dengan diameter pori minimal
0,005 μm.
5. Inversi Fasa
Metode inversi fasa dikembangkan oleh Sidney Loeb dan Srinivasa
Sourirajan sehingga dikenal dengan metode Loeb-Sourirajan. Prosesnya adalah
dengan mengubah larutan polimer dari fasa cair menjadi fasa padat. Proses inversi
fasa ini meliputi empat tahap. Tahap pertama adalah pembuatan larutan cetak yang
homogen. Tahap kedua adalah pencetakan. Tahap ketiga adalah penguapan
sebagian pelarut atau koagulasi parsial hanya pada bagian lapisan kulit. Tahap
terakhir adalah pengendapan polimer dalam bak koagulan yang berisi non pelarut
hingga dihasilkan suatu lapisan pendukung.
B. Pemisahan Fisik
Pemisahan campuran secara fisika ditandai dengan tidak adanya perubahan
zat selama pemisahan campuran. Beberapa teknik pemisahan campuran secara fisik
yaitu :
1. Corong Pisah
Corong pisah atau corong pemisah adalah peralatan laboratorium yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen suatu campuran yang tersusun
oleh dua jenis cairan yang tidak saling melarutkan. Contohnya memisahkan
campuran air dan minyak.
Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Corong ini
mempunyai penyumbat di bagian atas dan keran di bagian bawah. Corong pemisah
yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya
terbuat dari kaca ataupun Teflon. Untuk memakai corong ini, campuran
dimasukkan ke dalam corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini
kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat supaya larutan tercampur. Corong
kemudian didiamkan agar terjadi pemisahan komponen penyusun campuran.
Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan
dengan mengontrol keran corong.
2. Dekantasi
Dekantasi adalah pemisahan campuran dengan cara menuang cairan secara
perlahan-lahan, sehingga padatan tertinggal di dalam wadah. Pemisahan secara
dekantasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan pipet, seperti terlihat pada
68
animasi. Metode ini lebih cepat dibanding filtrasi tetapi hasilnya kurang efektif.
Cara ini lebih efektif jika partikel padatnya berukuran besar. Contohnya pemisahan
campuran air dan pasir.
3. Distilasi
Distilasi atau penyulingan merupakan pemisahan suatu campuran
berdasarkan perbedaan titik didih. Materi satu dengan materi yang lain mempunyai
titik didih yang berbeda. Dengan distilasi, maka materi yang mempunyai titik didih
lebih rendah akan mendidih dan menguap terlebih dahulu.
Bahan yang dipisahkan dengan metode ini adalah bentuk larutan atau cair,
tahan terhadap pemanasan, dan perbedaan titik didihnya tidak terlalu dekat.
Pada proses distilasi kita akan menguapkan zat pelarut untuk mendapatkan zat
pelarutnya dengan cara mengembunkan uap zat pelarut. Pelarut bahan yang
diinginkan akan menguap, uap dilewatkan pada tabung pengembun (kondensor),
kemudian uap yang mencair ditampung dalam wadah. Bahan hasil pada proses ini
disebut destilat, sedangkan sisanya disebut residu. Contoh penggunaan metoda
distilasi adalah pembuatan air murni (aquades) dari campuran air dan mineral-
mineral yang terkandung di dalamnya, memisahkan antara air dengan alkohol, dan
pembuatan minyak kayu putih.
Pemisahan campuran secara distilasi yang dilakukan hanya sekali,
terkadang masih belum terpisah seluruhnya. Contoh pemisahan air dan alkohol
dengan cara distilasi. Air mempunyai titik didih 100oC, sedangkan titik didih
alkohol hanya 75oC. Jika larutan ini kita panaskan pada suhu 75oC, ternyata
sebagian airpun turut menguap. Akibatnya distilat masih mengandung air sedikit.
Oleh karena itu kita perlu melakukan proses distilasi secara bertingkat. Contoh
proses distilasi bertingkat lainnya adalah proses pengolahan minyak bumi.
3. Filtrasi
Filtrasi atau penyaringan merupakan metode pemisahan untuk memisahkan
zat padat dari cairannya dengan menggunakan alat berpori (penyaring/filter). Dasar
pemisahan metode ini adalah perbedaan ukuran partikel antara pelarut dan zat
terlarutnya. Penyaring akan menahan zat padat yang mempunyai ukuran partikel
lebih besar dari pori-pori saringan dan meneruskan pelarutnya. Pada proses filtrasi,
bahan yang akan disaring harus dibuat dalam bentuk larutan atau berwujud cair
69
kemudian disaring. Hasil penyaringan disebut filtrat sedangkan sisa yang tertinggal
di penyaring disebut residu atau ampas.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan teknik pemisahan
campuran ini, misalnya ketika kita membuat santan dari parutan buah kelapa,
menyaring air bersih dari kotorannya, dan ketika memisahkan minuman teh dari
ampas/dedaunan teh.
4. Kristalisasi
Kristalisasi merupakan metode pemisahan untuk memperoleh zat padat
yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar metode ini adalah kelarutan bahan dalam
suatu pelarut, dan perbedaan titik didih. Contohnya bila kita ingin memisahkan
garam dari air pelarutnya. Kedua komponen larutan tersebut yaitu garam dan air,
sama-sama mempunyai ukuran partikel yang sangat kecil yang dapat menembus
filter serapat apapun. Oleh karena itu kita harus dapat memisahkan campuran ini
dengan cara lain yaitu berdasarkan titik didih komponennya.
Kristalisasi ada dua cara yaitu kristalisasi penguapan dan kristalisasi
pendinginan. Kristalisasi penguapan dilakukan jika zat yang akan dipisahkan tahan
terhadap panas dan titik bekunya lebih tinggi daripada titik didih pelarut. Contoh
proses kristalisasi penguapan adalah pembuatan garam dapur dari air laut. Mula-
mula air laut ditampung dalam suatu tambak, kemudian dengan bantuan sinar
matahari dibiarkan menguap. Setelah proses penguapan, dihasilkan kristal-kristal
garam.
Kristalisasi pendinginan dilakukan dengan cara mendinginkan larutan. Pada
saat suhu larutan turun, komponen zat yang memiliki titik beku lebih tinggi akan
membeku terlebih dahulu, sementara zat lain masih larut sehingga keduanya dapat
dipisahkan dengan cara penyaringan. Contoh kristalisasi pendinginan adalah
pembuatan natrium asetat dari campuran asam asetat dengan natrium karbonat,
natrium bikarbonat atau natrium hidroksida. Apabila asam asetat bercampur dengan
natrium karbonat akan terbentuk kristal natrium asetat.
5. Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan pelarut pada suatu lapisan zat tertentu. Dasar pemisahan metode ini
adalah kelarutan dalam pelarut tertentu, daya absorbsi (daya serap) oleh bahan
penyerap, dan volatilitas (daya penguapan).
70
Salah satu jenis kromatografi adalah kromatografi kertas. Teknik
kromatografi ini dapat digunakan untuk memisahkan komponen campuran
pewarna. Misalnya, tinta merupakan campuran dari beberapa warna. Pelarut
yang digunakan antara lain eter dan aseton. Zat yang lebih larut dalam pelarut akan
bergerak lebih cepat ke atas, sedangkan zat yang kurang larut akan tertinggal.
Kertas yang berisi hasil pemisahan secara kromatografi disebut kromatogram.
Kromatografi memiliki banyak kegunaan. Dalam industri makanan
digunakan untuk mengetahui apakah suatu pewarna makanan aman untuk
dikonsumsi. Selain itu, untuk memeriksa kandungan pestisida dalam sayuran dan
buah-buahan.
6. Sentrifugasi
Suspensi yang partikel-partikelnya sangat halus tidak bisa dipisahkan
dengan cara filtrasi. Partikel-partikelnya dapat melewati saringan atau bahkan
menutupi lubang pori-pori saringan sehingga cairan tidak dapat lewat. Cara untuk
memisahkan suspensi adalah dengan membiarkannya hingga mengendap. Setelah
beberapa saat, partikel-partikelnya mengendap sehingga cairannya dapat dituang.
Akan tetapi banyak partikel suspensi yang terlalu kecil untuk disaring tetapi juga
tidak dapat mengendap. Hal ini karena partikel-partikel padatan tersebut
dipengaruhi oleh gerakan molekul cairan yang sangat cepat. Suspensi yang sulit
dipisahkan ini dapat dipisahkan dengan sentrifugasi.
Suspensi yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian diputar. Sentrifugasi yang cepat menghasilkan gaya sentrifugal yang
lebih besar sehingga partikel tersuspensi mengendap di dasar tabung. Proses
selanjutnya adalah memisahkan endapan dari pelarutnya dengan cara menuang
pelarut ke tempat lain dan endapan tetap tinggal di dalam tabung.
Contoh pemisahan campuran dengan sentrifugasi adalah ketika kita ingin
memisahkan komponen-komponen penyusun darah, dan memisahkan susu
menjadi susu krim dan susu skim.
7. Sublimasi
Penyubliman merupakan peristiwa berubahnya wujud materi dari padat
menjadi uap, kemudian berubah kembali dari uap menjadi padat. Beberapa materi
dapat menyublim, misalnya kristal iodida (I2), kapur barus, dan sebagainya.
Dengan sifat yang dimiliki oleh zat tersebut, jika terjadi campuran yang melibatkan
71
zat yang bersifat dapat menyublim dengan zat yang tidak dapat menyublim, maka
pemisahan dapat dilakukan dengan cara sublimasi.
Sublimasi merupakan metode pemisahan campuran dengan cara menguapkan zat
padat tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu sehingga kotoran yang tidak
menyublim akan tertinggal dalam tabung. Misalnya campuran antara pasir dengan
kristal iodida. Pasir merupakan materi yang tidak dapat (sukar) menguap,
sedangkan kristal iodida merupakan materi yang mengalami peristiwa
penyubliman. Dengan demikian campuran ini dapat dipisahkan dengan cara
sublimasi.
72
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN
Day, R. A. Jr. & Underwood, A. L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif: Alih Bahasa
Hadyana P. Jakarta:Erlangga.
Lakraimi, M., Legrouri, A., Barroug, A., de Roy, A., and Besse, J. P.,
2000,Preparation of a new stablehybrid material by chloride/2.4-
dichlorophenoxyacetate ion exchange into the zinc-
aluminiumchloridelayered double hydroxide, Journal of Materials
Chemistry, 10, 1007-1011
Levenspiel, O., 1998, Chemical Reaction Engineering, 3rd Edition, John Wiley &
Sons, Inc., New York
73
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB:
Bandung. 3-5
Treybal, R. E., 1980, Mass Transfer Operation, 3rd edition, p.275, Mc Graw Hill
Book Co. Ltd, New York.
74