Hendarman
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemdikbud
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pakuan Bogor
e-mail: hendarman@kemdikbud.go.id dan hendarmananwar@gmail.com
Naskah diterima tanggal: 10/02/2014; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 21/02/2014; Disetujui tanggal: 12/03/2014
Abstrak: Penelitian ini terkait dengan pelaksanaan evaluasi diri sekolah (EDS) dengan dua
tujuan, yaitu: (1) mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi pada pelaksanaan EDS; dan
(2) mengidentifikasi solusi alternatif untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode yang
digunakan adalah meta-analysis dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari kuesioner terbuka yang diberikan kepada guru dan kepala sekolah pada Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah, dan Sekolah Menengah Kejuruan yang berasal dari Bogor,
Sukabumi, Bekasi dan Depok. Data sekunder bersumber dari panduan pelaksanaan EDS di
beberapa negara, media, dokumen resmi peraturan perundang-undangan, dan laporan hasil-
hasil studi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi meliputi
aspek konsep, instrumen, infrastruktur, sumber daya manusia, dan administrasi. Kendala-
kendala tersebut muncul sebagai akibat belum dilakukan sosialisasi secara benar, belum adanya
komitmen sekolah, dan belum adanya kerja sama antara berbagai pemangku kepentingan.
Alternatif untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, yaitu dengan membuat kebijakan khusus
pada tingkat kabupaten/kota yang dapat digunakan sebagai payung hukum dalam proses
perencanaan, penganggaran, dan pengawasan. Di masa mendatang, diperlukan adanya
mekanisme yang menjamin pelaksanaan EDS dilakukan secara obyektif, transparan, dan jujur
serta mekanisme pengawasan-silang, sehingga menjamin netralitas dan obyektivitas hasil EDS.
Abstract: This research concerned the implementation of School Self-Evaluation (SSE) with
two objectives, namely: (1) to identify problems encountered during SSE implementation; and
(2) to identify alternative solutions to overcome the problems. The method used was meta-
analysis using both primary and secondary data. The primary data was obtained through the
open-questionnaire given to teachers and principals from Primary Schools/Madrasah Ibtidaiyah,
Junior Secondary Schools/Madrasah Tsanawiyah, Senior Secondary Schools/Madrasah Aliyah
and Vocational Secondary Schools located in Bogor, Sukabumi, Bekasi, and Depok. The sources
of secondary data were the guidelines of SSE implementation from few countries, media, official
regulations, as well as related study reports. The study results showed that problems in SSE
implementation comprised concepts, instrument, infrastructure, human resources, and
administrative. Problems have been resulted from lack of socialization process, lack of school
commitment, and lack of collaboration among stakeholders. To overcome those problems is to
make special regulation at district/municipality level which could be used as official regulation
for the process of planning, budgeting, and supervising. In the future, it is necessary to establish
such a mechanism to ensure that SSE is conducted objectively, transparent, and honest, as well
as the mechanism of cross-supervision to ensure the results of SSE being neutral and objective.
74
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
75
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 1, Maret 2014
76
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
pihak yang dianggap paling penting dalam proses Publ icat ions/ Ev al ua tion- Re port s-G ui de li ne s/
EDS adalah sekolah dan bukan orangtua, dinas sse_guidelines_primary.pdf, 2014).
pendidi kan maup un m edia . Kl arif ikasi ya ng Negara bagian Victoria di Australia menerap-
dilakukan terkait tidak pentingnya orangtua, dinas kan evaluasi diri sekolah sebagai bagian penting
pendidikan maupun media, yaitu bahwa EDS dari proses peningkatan mutu secara berke-
merupakan urusan internal sekolah dan tidak sinambungan dan merupakan aspek vital dari
menjadi konsumsi dari publik secara umum. Hal Kerangka Penyempurnaan dan Akuntabilitas
lain yang juga dibahas dalam studi tersebut Sekolah (School Accountability and Improvement
adalah aspek-aspek yang difokuskan dalam EDS. Framework). Persepsi yang berkembang adalah
Mayoritas dari peserta diskusi mengungkapkan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) memberikan kesem-
bahwa aspek yang paling penting adalah motivasi patan kepada seluruh masyarakat sekolah untuk
dan perhatian peserta didik diikuti dengan kondisi merefleksikan capaian peserta didik dan strategi
sekolah dan faktor-faktor yang menjadi kendala kunci peningkatan mutu, sekaligus memfokuskan
dalam proses pembelajaran, serta mutu hu- hal yang seharusnya dilakukan sekolah agar
bungan antara guru dan peserta didik. Hanya dapat meningkatkan kinerja di masa mendatang.
sedikit yang mendukung bahwa kinerja peserta Proses refleksi ini sangat kritis dalam rangka
didik dalam ujian sumatif maupun formatif menjadi menjamin perubahan yang berjalan. Komunitas
aspek penting yang harus diperhatikan dalam EDS. sekolah dilibatkan dalam pelaksanaan evaluasi diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi sekolah sebagai bentuk mekanisme yang siste-
EDS merupakan dimensi lain dalam studi tersebut. matis, komprehensif dan rinci terhadap capaian
Terungkap bahwa kepercayaan, kolegialitas, dan sek olah yang di fokuskan, antara lai n pa da
dukungan dari berbagai pihak merupakan faktor pem bela jara n pe sert a di dik dan part isip asi
pendukung utama keberhasilan implementasi EDS, peserta didik. Proses analisis dan refleksi ini
dan akuntabilitas tidak dianggap sebagai faktor dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan
yang kritis dalam implementasi EDS. arah ke depan dalam perencanaan peningkatan
mut u. EDS j uga dianggap seb agai sua tu
Evaluasi Diri Sekolah di Beberapa Negara kesempatan yang secara siginikan dapat menjadi
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dipraktekkan di forum diskusi, konsultasi dan umpan-balik antara
Irl andi a di percaya dapa t me mber daya kan kelompok yang ada dalam lingkup sekolah dengan
komunitas sekolah untuk beberapa hal, yaitu harapan bahwa peserta didik, jajaran sekolah,
mengafirmasi praktek terbaik, mengidentifikasi dan orangtua dapat berperan serta sehingga
aspek yang dapat digunakan untuk melakukan ke sepa kata n se baga i k epem ilik an b ersa ma
perubahan dan memutuskan aksi-aksi sebagai (School Improvement Division, Department of
tindak-lanjut mewujudkan perubahan-perubahan Education and Early Childhood Development, 2012).
tersebut. Adanya EDS memungkinkan kesempatan Di Belanda, evaluasi diri sekolah telah diatur
bagi para guru dan sekolah untuk mendes- dalam peraturan perundang-undangan, yaitu
kripsikan kejadian-kejadian atau pengalaman- Undang-Undang tentang Pendidikan Dasar pada
pengalaman yang terjadi dari waktu ke waktu Pasal 10 dan 12 yang mempersyaratkan sekolah
dalam lingkup mereka, termasuk memperkaya untuk menghasilkan laporan tahunan, rencana
proses pemb elaj aran yang se mua meng un- sekolah, dan panduan sekolah (De Staatssecretaris
tungkan kinerja sekolah. EDS atau yang disebut van Onderwijs, Cultuur en Wetenschap, 2011).
school self-evaluation (SSE) menjadi media untuk Sekolah-sekolah diharuskan untuk melaporkan
mendekatkan sekolah dengan masyarakat sekitar kepada orangtua peserta didik tentang tujuan-
di mana sekolah akan berbagi informasi tentang tujuan pendidikan dan hasil dari proses pen-
standar pembelajaran yang harus dicapai dalam didikan setiap 4 tahun. Laporan tahunan pada
berbagai dimensi pembelajaran, baik akademik, kenyataannya cenderung lebih berisikan indikator
budaya, sosial dan kepribadian (http://www. keuangan dan tidak memberikan indikasi tentang
education.ie/en/Publications/Inspection-Reports- mutu pendidikan sekolah secara keseluruhan
77
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 1, Maret 2014
(Scheerens, Ehren, Sleegers & de Leeuw, 2012). ole h se luruh se kola h se baga i ke rang ka
Di negara ini, EDS merupakan aspek yang krusial operasional sebelum dilakukan inspeksi atau
dalam penjaminan mutu dan diasumsikan sebagai supervisi ke sekolah-sekolah terkait evaluasi diri
evaluasi internal sekolah. Hal ini diperkuat oleh sekolah.
pendapat Scheerens, Glas, Thomas & Thomas Kendala dalam pelaksanaan evaluasi diri
(2003) bahwa evaluasi diri sekolah merupakan sekolah juga terjadi dalam konteks persekolahan
“internal secara utuh” tetapi juga dapat terkait di Belanda. Suatu studi terhadap 27 sekolah dasar
kapasitas eksternal yang mempengaruhi kinerja di Belanda telah dilakukan oleh Blok, Sleegers &
suatu sekolah. Yang utama yaitu bahwa sekolah Karst en (2008) dengan me mpertimba ngkan
merupakan inisiator sekaligus sebagai target bahwa evaluasi diri sekolah merupakan bagian
utama dari evaluasi diri. Pengertian lain mengenai dari supervisi. Mereka menemukan bahwa EDS
evaluasi diri sekolah dikemukakan oleh Voogt yang dilakukan sekolah sampel tersebut masih
(1995), yaitu bahwa evaluasi diri sekolah adalah sangat rend ah m utunya. Terungka p ba hwa
suatu prosedur untuk memperoleh informasi evaluasi diri sekolah merupakan kegiatan yang
terkait disan dan tujuan-tujuan pendidikan untuk dirasakan sangat sulit bagi sekolah-sekolah yang
mengambil keputusan-keputusan kebijakan dalam disebabkan oleh berbagai faktor. Secara khusus,
rangka menjaga dan menjamin peningkatan mutu faktor dimaksud yaitu persepsi dan sikap dari
dari sekolah. pihak internal sekolah sendiri yaitu dari kepala
Evaluasi diri sekolah yang diterapkan di Dubai se kola h da n guru-g uru. Re kome ndasi ya ng
pada dasarnya d itujukan untuk menge tahui diberikan adalah adanya fasilitasi dan dukungan
kekuatan dan kelemahan sekolah serta untuk dari pemangku kepentingan di luar sekolah dan
menjawab beberapa isu utama di antaranya: 1) peningkatan kapasitas sumber daya manusia di
apa saja program-program prioritas di sekolah, sekolah dalam jangka waktu tertentu agar dapat
2) bagaimana upaya yang dilakukan pihak sekolah meningkatkan kinerja sekolah-sekolah tersebut.
untuk mengimplementasikan program-program Schild kamp (20 07) mel akuk an i nvestiga si
prioritas dimaksud, 3) bagaimana cara menge- terhadap penggunaan hasil evaluasi diri sekolah
tahui bahwa program prioritas tersebut sudah setelah sekolah-sekolah tersebut berpartisipasi
dicapai, dan 4) bagaimana agar sekolah dapat untuk menerapkan instrumen yang komprehensif
menjamin bahwa program prioritas atau yang dalam rangka evaluasi diri sekolah. Disimpulkan
sudah direncanakan itu dapat diwujudkan (Dubai bahwa hanya sangat sedikit sekolah yang mampu
Schools Inspection Bureau, 2011). EDS di Dubai memanfaatkan hasil-hasil EDS untuk mening-
dimulai pada tahun 2008 dan pada saat itu katkan kualitas proses pembelajaran dan lain-lain.
banyak sekolah yang tidak menyadari kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Banyak Evaluasi Diri Sekolah di Indonesia
ka sus menunjuk kan bahwa t erny ata kepa la Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dilakukan di
sekolah tidak memiliki pengetahuan yang cukup Indonesia merupakan wujud komitmen untuk
mengenai praktek-praktek terbaik, baik dalam menjamin bahwa setiap satuan pendidikan pada
konteks lokal maupun internasional dan yang lebih jalur formal telah melakukan penjaminan mutu
mengkhawatirkan ternyata para kepala sekolah pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau
kurang pengala man dal am m engg unak an melampaui Standar Nasional Pendidikan yang
berbagai sumber atau dokumen untuk membuk- dil akuk an secar a be rtahap, sist emat is, dan
tik an k iner ja sekol ah y ang mere ka p impi n. terencana dalam suatu program penjaminan mutu
Terungkap bahwa antara tahun 2008 dan 2009 yang memiliki target dan kerangka waktu yang
hampir sepertiga dari jumlah sekolah yang ada di je las. Penjami nan mutu pendidi kan adal ah
Dubai belum mampu melaksanakan evaluasi diri kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau
sekolah yang memadai. Sehubungan dengan hal program pendidikan, penyelenggara satuan atau
tersebut maka diterbitkan suatu panduan yang program pendidi kan, pem erintah daer ah,
disebut Dubai Schools Inspection Bureau (DSIB) pemerintah, dan masyarakat untuk meningkatkan
Inspection Handbook yang kemudian digunakan mutu pendidikan dalam rangka menaikkan tingkat
78
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendi- Pendidikan Nasional, 2009). Pemetaan mutu
dikan. Evaluasi Diri Sekolah (EDS) yang dilakukan berbasis EDS ini telah dilakukan dengan sasaran
merupakan proses yang mengikutsertakan semua terbatas sejak tahun 2010. Pada tahun 2013
pemangku kepentingan untuk membantu sekolah pemetaan mutu pendidikan dengan mengikuti pola
dalam menilai mutu penyelenggaraan pendidikan evaluasi diri sekolah (EDS) ini dilaksanakan
berdasarkan indikator-indikator kunci. Melalui EDS dengan sasaran semua satuan pendidikan dari
kekuatan dan kemajuan sekolah dapat diketahui SD, SMP, SMA, dan SMK. Pemetaan ini diharapkan
dan aspek-aspek yang memerlukan peningkatan dapat berfungsi ganda sebagai acuan dalam
dapat diidentifikasi. Dari hasil EDS dapat diperoleh melakukan evaluasi diri di tingkat sekolah serta
informasi tentang kinerja sekolah, yaitu pe- sekaligus memetakan mutu pendidikan pada
ngelolaan sekolah yang telah memenuhi SNP tingkat pusat maupun daerah (Badan Pengem-
untuk selanjutnya dig unakan sebagai d asar bangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
penyusunan RPS/ RKS dan RAPBS/RK AS . Di Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan,
samping itu, melalui EDS dapat diperoleh bukti- 2013).
bukti kinerja sekolah secara fisik yang sesuai dan Dari berbagai pengertian dan studi yang telah
telah diverifikasi oleh berbagai pihak. Hasil EDS diuraikan di atas, jelas bahwa evaluasi diri sekolah
juga dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja (EDS) sudah menjadi suatu kebijakan yang
se kola h, y aitu ber upa pene tapa n pr ogra m- diterapkan pada persekolahan di berbagai negara
program prioritas bagi peningkatan sekolah. dan negara bagian. Secara sederhana pengertian
Ter dapa t be bera pa k eunt unga n ya ng dari EDS adalah proses yang diguna-kan untuk
diperoleh sekolah dari EDS. Pertama, sekolah mengukur kinerja sekolah dengan menggunakan
mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan instrum en t erha dap bebe rapa asp ek y ang
yang dimiliki nya seba gai dasa r penyusunan menyangkut, antara lain pendidik dan tenaga
rencana pengembangan lebih lanjut. Kedua, kependidikan, sarana dan prasarana, proses
sekolah mampu mengenal peluang untuk mem- penilaian, ketercapaian hasil belajar peserta didik.
perbaiki mutu pendidikan, menilai keberhasilan Penerapan EDS ternyata mengalami kendala,
upaya peningkatan, dan melakukan penyesuaian khususnya pada tahap-t ahap awa l ya ng
program-program yang ada. Ketiga, sekolah diakibatkan oleh sejumlah faktor internal dan
mampu mengetahui tantangan yang dihadapi dan eksternal, khususnya menyangkut komitmen dan
mendiagnosis jenis kebutuhan yang diperlukan integritas berbagai pihak. Di samping itu, hasil EDS
untuk perbaikan. Keempat, sekolah dapat menge- masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh
tahui tingkat pencapaian kinerja berdasarkan 8 se kola h-se kola h untuk meningk atka n mutu
SNP. Kelima, sekolah dapat menyediakan laporan pembelajaran.
resmi k epad a pa ra p emangku kepe ntingan
tentang kemajuan dan hasil yang dicapai. Metode Penelitian
Kebijakan pelaksanaan EDS oleh Kementerian Penelitian ini merupakan “ex post facto research”,
Pendidikan Nasional (sekarang disebut Kemen- karena menggunakan data dan informasi dari
terian Pendidikan dan Kebudayaan) merupakan yang sudah terjadi dan sedang berlangsung.
upaya untuk terciptanya budaya mutu pendidikan Deng an ex post o fa cto rese arch, p ene li ti
dengan mend orong te rlak sana nya proses mempertanyakan faktor-faktor yang kemungkinan
penjaminan mutu pendidikan di tingkat satuan dapat diasosiasikan dengan kejadian-kejadian
pendidi kan. Sek olah dib erik an p eningkat an atau kondisi-kondisi yang terjadi dan tidak terjadi
kapasitas untuk dapat melakukan EDS secara (Cohen, Manion, & Morrison, 2007). Adapun
mandiri dan meningkat kan kualitas layanan sumber data penelitian adalah paduan data
pendidikan dengan mengacu kepada hasil EDS primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
tersebut. Kebijakan dimaksud sejalan dengan dari kuesioner yang diberikan kepada responden
diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan yaitu 58 (lima puluh delapan) guru-guru dan 4
Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem (empat) kepala sekolah, yang berasal dari Bogor,
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) (Kementerian Sukabumi, Bekasi dan Depok. Guru-guru tersebut
79
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 1, Maret 2014
80
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
sumber daya manusia dan fasilitas, dan lambatnya belum memahami apa, mengapa, dan bagaimana
jaringan internet di beberapa sekolah untuk EDS. Sementara pengawas merupakan anggota
mengunggah data EDS online. Kalaupun telah tim pengembang sekolah, peran pengawas adalah
memiliki fasilitas, permasalahan yang dihadapi membina sekolah dalam melakukan EDS sekaligus
adalah bahwa masih ada beberapa sekolah yang memonitor valid atau tidaknya data EDS, karena
memiliki keterbatasan kemampuan operator. data ini akan digunakan sebagai dasar dalam
Mempertimbangkan aspek kompatibilitas, maka penyusunan laporan monitoring sekolah oleh
kendala yang dihadapi adalah 1) tidak sepe- pemerintah daerah (MSPD).
nuhnya compatible dengan perangkat lunak yang Terdapat sepuluh kendala yang dihadapi
digunakan terutama Word, 2) struktur database dalam penerapan EDS dikaitkan dengan aspek
belum memudahkan untuk dapat diolah sehingga administrasi. Kendala-kendala dimaksud, yaitu 1)
beberapa data tidak dapat terekam dengan baik, panduan belum lengkap; 2) sekolah tidak memiliki
dan 3) waktu tunggu yang cukup lama untuk wak tu untuk mel aksa naka n se hing ga EDS
memasukkan ke dalam database. cenderung dianggap beban tambahan sekolah;
Dari jawaban responden, terdapat paling 3) pelaksanaan sampai pelaporan EDS dikerjakan
tidak tujuh kendala terkait sumber daya manusia. oleh seorang guru; 4) hasil EDS belum diman-
Ketujuh kendala tersebut, yaitu: 1) tim pengem- fa atka n se cara opt ima l da lam peny usunan
bang sekolah masih lemah dalam pemahaman Rencana Kegiatan Sekolah (RKS); 5) sempitnya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar wak tu y ang dial okasikan dal am sosia lisa si,
Nasiona l Pe ndid ikan (SN P), sehi ngga unt uk sehingg a ma teri keg iata n sosial isasi ti dak
mengisi instrumen EDS mendapat kesulitan; 2) tersampaikan secara utuh dan lebih spesifik; 6)
masih kurangnya pemahaman guru baik dalam kurang lengkapnya kehadiran warga sekolah
mencerna pertanyaan maupun pengisian; 3) dalam kegiatan disebabkan karena berbenturan
pengawas sebagai ujung tombak kegiatan secara de ngan keg iata n la in d i se kola h se hing ga
emosi, kompetensi dan keberpihakannya masih pemahaman warga sekolah tentang hakekat,
belum cukup kuat untuk menggerakan sekolah guna dan manfaat EDS ini tidak dipahami secara
melakukan EDS; 4) tim pengawas tidak dapat utuh oleh sebagian warga sekolah; 7) terfokusnya
bekerja secara efektif; 5) kemampuan SDM dalam banyak pekerjaan pada individu tertentu dalam
menggunakan IT belum me menuhi stand ar, tim ; 8) pel atihan b elum opt imal , se hing ga
sehingga menimbulkan waktu tunggu dalam pemahaman sekolah tentang Standar Nasional
menyelesaikan permasalahan di lapangan dan Pendidikan terutama mengenai indikator esensial
banyak petugas yang hanya menjadi messenger untuk pengisian instrument EDS online, masih
tidak melakukan verbal; 6) hanya sebagian kecil belum tuntas sehingga menimbulkan perma-
anggota TPS yang punya kemampuan dalam salahan pemahaman da n implementasi ber-
mengoperasionalkan komputer, padahal kete- variasi, serta kesulitan dalam pengisian; 9) masih
rampilan menguasai teknik penggunaan komputer ad a se kola h da lam mem buat program tid ak
ini sangat pent ing dala m me ngum pulk an, berdasarkan EDS. EDS hanya dianggap sebagai
mengolah, dan melaporkan data; dan 7) kepala proyek dan terlepas dari kegiatan dan program
sekolah sebagai ketua tim jarang hadir dalam sekol ah berik utnya; d an 10) m asih ada di-
kegiatan workshop padahal kehadiran kepala antara sekolah yang takut mengisi data secara
sekolah ini penting karena data dan sumber jujur karena masih ada anggapan EDS merupakan
informasi lebih banyak dipegang oleh kepala penilaian dan mengangkut kinerja dan prestasi
sekolah dan kepala sekolah berperan penting sekolah.
untuk memotivasi anggota TPK lainnya untuk
bekerja secara maksimal. Menurut responden, hal Solusi Alternatif terhadap Kendala Penerapan
lain yang mengkhawatirkan, yaitu ada sebagian EDS
pengawas yang tidak benar-benar mendampingi Pertanyaan penelitian kedua, yaitu menyangkut
sekolah binaannya untuk mengisi dan meng- solusi alternatif untuk mengatasi kendala-kendala
analisis EDS. Bahkan dijumpai pengawas yang yang ada yaitu berupa tindakan yang diambil oleh
81
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 1, Maret 2014
be rbag ai p emangku kepe ntingan, bai k da ri sosialisasi lebih intensif kepada sekolah, bersifat
internal maupun eksternal sekolah. Menurut terbuka dan membantu saat sekolah mengalami
responden, terdapat beberapa tindakan yang kesulitan dalam proses EDS serta lebih mening-
dapat dilakukan oleh pihak internal—kepala katkan komunikasi dengan sekolah agar tidak
sekolah dan komite sekolah—, dan pihak eksternal terjadi salah persepsi.
yaitu pemerintah daerah dan dinas pendidikan
dalam pelaksanaan program EDS. Tindakan dari Pembahasan
pihak interna l sekolah meliput i: 1) se kolah Kendala-kendala sebagaimana dideskripsikan
hendaknya membuat perencanaan yang ma- pada bagian sebelumnya sesuai dengan temuan
tang dalam melakukan sosialisasi sehingga tidak Ariani (2012) yang melakukan penelitian terhadap
berbenturan dengan kegiatan lain di sekolah, 2) implementasi EDS dengan menggunakan daerah
sekolah hendaknya memasukkan pelaksanaan sampel di sejumlah kabupaten/kota di provinsi
ED S da lam kale nder di nas pend idik an d an Sumatera Utara. Ditemukan secara umum, bahwa
dianggarkan sesuai dengan kebutuhan, dan 3) masih ada pendamping yang belum memahami
sekolah me numbuhkan rasa kepe dulian dan dan melaksanakan program Evaluasi Diri Sekolah
tanggung jawab bahwa EDS merupakan ke- (EDS) dengan baik, khususnya di daerah terpencil.
butuhan semua warga sekolah. Tindakan lain Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah
dalam lingkup internal sekolah, yaitu melibatkan fasilitas pendukung dalam melaksanakan EDS
pengurus komite dalam Tim Pengembang Sekolah cenderung sangat tidak memadai, bahkan tidak
(TPS). Keberadaan pengurus komite dalam TPS ada sama sekali. Kendala terkait infrastruktur yang
aka n sa ngat mem bant u da lam kela ncar an ditemukan meliputi kesulitan yang besar untuk
pencarian data sehingga terkumpul data yang mengupload data EDS, jaringan internet di daerah
lengkap dan akurat. Lebih lanjut, responden sulit didapat, dan banyak sekolah yang tidak
mengungkapkan pentingnya memberikan bim- mempunyai komputer. Kendala terkait instrumen
bingan pada anggota TPS, khususnya terkait di antaranya, yaitu substansi untuk instrumen
de ngan kem ampuan m eng oper asionalk an siswa yang di print out dan di EDS online tidak
komputer. Hal ini untuk mengatasi banyaknya sama, bahasa yang digunakan pada instrumen
keterlambatan penyelesaian laporan akhir EDS siswa t erla lu t ingg i se hing ga siswa sul it
yang diakibatkan minimnya kemampuan TPS mengartikan, instrumen EDS online belum dapat
dalam mengopera-sionalkan komputer, sehingga se penuhnya menggal i i nfor masi -inf orma si
menghambat proses pengisian instrumen EDS ke lema han pada sek ola h, k hususnya dal am
online. pencapaian SNP hanya garis besarnya saja, dan
Tindakan terkait pihak eksternal yang utama sekolah sudah mempunyai dokumen silabus dan
dilakukan adalah membuat kebijakan/regulasi RPP, tetapi tidak tergali dibuat sendiri atau copy
yang mendukung program EDS. Hal-hal yang perlu paste sehingga sulit mengisi instrumen mengenai
dia tur dala m ke bija kan tersebut , ya itu 1) standar proses. Sedangkan kendala terkait SDM
kekerapan (frekuensi) kunjungan pengawas ke meliputi rendahnya kemampuan/SDM pengawas
sekolah untuk mengawasi proses berjalannya dalam menggunakan IT, banyak sekolah yang
pr ogra m ED S, 2 ) me kanisme int erak si d an tidak mempunyai operator, monitoring yang
komunikasi yang berkualitas antara pengawas dilakukan oleh pengawas yang sudah dilatih
dengan para pemangku kepentingan di tingkat Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
sekolah, 3) rasio proporsional antara pengawas Provinsi Sumate ra U tara jar ang dila kuka n,
dan jumlah sekolah pendamping dalam penerapan sebagian pengawas tidak memahami fungsi user
EDS, 4) optimalisasi keterlibatan pengawas dalam dan passwor d. K enda la y ang meny angk ut
Tim Pengembang Sekolah (TPS), dan 5) pening- ad mini stra si, term asuk pendamp inga n ol eh
katan kompetensi pengawas sekolah. Responden pengawas dilakukan bukan di sekolah binaannya
juga mengungkapkan pentingnya peningkatan sehingga komunikasi tidak lancar yang disebab-
peran serta atau dukungan dari pihak dinas kan pengawa s tidak mengenal kar akteristik
pendidikan daerah, yaitu dengan memberikan sekolah, hasil EDS tidak bisa dilihat pengelolaan
82
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
datanya oleh pengawas, dan hasil EDS online yang selanjutnya dapat memunculkan komitmen
tidak dapat langsung digunakan setiap kabu- dan tanggung jawab yang lebih tinggi untuk turut
pa ten/ kota sehingg a ka bupa ten/ kota tid ak serta mengembangkan sekolahnya.
memahami pengelolaan data untuk dipetakan Menarik unt uk m engutip argument asi
menjadi dasar peningkatan mutu pendidikan di Mustikasari (2011) yang menyatakan bahwa
kabupaten/kota. si stem penjami nan mut u pe ndid ikan dap at
Munculnya sejumlah kendala seperti di atas terimplementasi sesuai yang diharapkan dan
tampaknya secara mendasar merupakan implikasi mampu meningkatkan mutu pendidikan apabila
dari tiga hal, yaitu: 1) pelaksanaan sosialisasi didukung oleh adanya komitmen dari semua pihak
belum berhasil sepenuhnya, 2) komitmen sekolah terkait. Dengan perannya sebagai ujung tombak
melaksanakan EDS masih rendah karena masih penjaminan mutu, sekolah memerlukan dukungan
belum merasakan manfaatnya, dan 3) kerja sama dari berbagai pihak terkait. Kegiatan-kegiatan
yang lebih erat dan komunikasi yang lebih intensif yang tidak dapat ditindaklanjuti oleh sekolah
antara pendamping, pengawas, dan pihak sekolah seharusnya didukung, khususnya oleh pemerintah
ma sih belum te rwuj ud. Bel um b erha silnya daerah pada tingkat provinsi/kabupaten/kota,
sosialisasi diindikasikan oleh kenyataan bahwa maupun pemerintah pusat melalui Lembaga
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) masih Penjami nan Mutu Pend idik an (L PMP) sesuai
belum terpahami dan terinternalisasi secara benar dengan kewenangannya masing-masing. Di satu
dan baik pada diri setiap pemangku kepentingan sisi, sekola h ha rus b erup aya meningkat kan
(stakeholders). Komitmen yang masih rendah perannya sebagai ujung tombak penjaminan mutu
ditunjukkan oleh kenyataan bahwa sekolah- pendidikan. Di sisi lain, instansi terkait lainnya
sekolah masih menggunakan pola kerja yang harus menjalankan peran sesuai wewenangnya
berorientasi kuantitas atau keterlaksanaan tugas masing-masing yang bermuara pada terwujudnya
menuju orientasi mutu/kualitas. Sedangkan belum penjaminan mutu pendidikan. Hal tersebut harus
ada kerja sama dan komunikasi ditunjukkan oleh diakui bukan sebuah pekerjaan yang mudah
indikasi bahwa program-program yang dilakukan tetapi membutuhkan kerja keras dan usaha. Tidak
berbagai instansi terkait masih sekedar berjalan akan ada artinya ketika sistem sudah baik tetapi
atau hanya mencapai target kuantitas sehingga SDM yang ada tidak memiliki komitmen untuk
budaya mutu yang seharusnya dibangun tidak mencapai mutu. LPMP bersama dengan penga-
hanya di sekolah belum tercipta. was, misalnya dapat membuat buku petunjuk
Untuk keberhasilan penerapan EDS maka atau buku pedoman dalam pelaksanaan EDS.
optimalisasi dan kejelasan peran dari berbagai Buku petunjuk ini ini dapat membantu TPS dalam
unsur y ang duduk da lam Tim Peng emba ng pengi sian instrumen. Jika ada kendala bisa
Sekolah (TPS) juga menjadi isu penting. Apabila la ngsung m embuka b uku petunjuk tanda
hal ini dapat dilakukan maka tidak terjadi adanya berkomunikasi dengan narasumber atau tim
komite dan wakil orang tua pada sekolah yang ahli. Buku petunjuk ini bisa digunakan secara
hanya sekadar menghadiri kegiatan pengisian berkelanjutan untuk kegiatan EDS berikutnya.
instrumen EDS dan tidak terlibat secara proaktif
untuk memb erik an sumba ngan-sum bang an Simpulan dan Saran
pe miki ran untuk me ngisi da n me nganalisis Simpulan
instrumen EDS. Sehubungan dengan hal tersebut Dari hasil pe nelitian dan pem bahasan yang
maka, penunjukan komite dan wakil orang tua dilakukan dapat disimpulkan: Pertama, penerapan
harus yang benar-benar memiliki komitmen dan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) masih menemukan
kapasitas untuk turut mengembangkan sekolah sejumlah kendala. Kendala tersebut menyangkut
melalui kegiatan EDS sehingga bukan hanya konsep, instrumen yang digunakan, infrastruktur,
sekedar tertulis dalam Surat Keputusan Kepala sumber daya manusia, dan administrasi. Yang
Sekolah. Dengan keterlibatan komite dan orang sangat kritis adalah bahwa pihak internal maupun
tua akan membuat mereka memahami kondisi eksternal sekolah masih belum memiliki kesamaan
sekolah dan kondisi yang harus dicapai sekolah, persepsi tentang pentingnya EDS sebagai salah
83
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 1, Maret 2014
satu instrumen dalam sistem penjaminan mutu ha l be rikut: Perta ma, perl u ad anya sua tu
pendidikan. Kendala-kendala yang muncul pada mekanisme penghargaan dan hukuman (reward
hak ekat nya merupaka n ak ibat dar i ti dak and puni shme nt ) yang me nga itk an stat us
ber hasi lnya sosiali sasi yang di laksanak an, penerapan EDS dengan pengusulan rencana
kurangnya komitmen sekolah untuk menerapkan anggaran belanja sekolah yang memerlukan
EDS, dan belum adanya dukungan penuh dari persetujuan dari institusi terkait. Artinya bahwa
pemangku kepentingan lain untuk keberhasilan pem erintah daer ah harus mengemb angk an
penerapan EDS di sekolah. sistem pengawasan yang dapat menjamin bahwa
Kedua, untuk mengatasi kendala-kendala besarnya alokasi anggaran yang berhak diterima
dalam penerapan EDS mensyaratkan adanya sekolah memang didasarkan atas proses EDS
si nerg i, k oord inasi d an k omit men anta ra yang obyektif, transparan, dan jujur. Hal ini
pemangku kepentingan di tingkat daerah maupun penting, mengingat bahwa kecenderungan yang
pusat sesuai dengan wewenang masing-masing. ter jadi sel ama ini adal ah sekol ah senga ja
Keberadaan kebijakan khusus untuk penerapan membuat nilai EDS se rendah mungk in agar
ED S da lam bent uk p era tura n da erah, ba ik mendapat bantuan dana dari pemerintah daerah,
per atur an b upat i at au p erat uran wal ikot a, tetapi akan mengupayakan yang terbaik apabila
menjadi salah satu alternatif solusi yang efektif. dilakukan proses visitasi dalam kerangka sistem
Peraturan dimaksud menjadi payung hukum untuk akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi
memberdayakan dan mengoptimalkan peran Provinsi (BAP).
pengawas sekolah dalam penerapan EDS dengan Ke dua, unt uk m enja ga netr alit as d an
rasio pengawas dan sekolah dampingan yang ob yekt ivit as hasil pel aksa naan EDS per lu
proporsional. Peratur an dimak sud seka ligus dipertimbangkan suatu mekanisme penunjukan
menjadi dasar bagi sekolah untuk mengusulkan pengawasan silang. Artinya bahwa pengawas
dalam penganggaran sekolah untuk menjamin yang mempunyai wilayah kepengawasan pada
pel aksa naan EDS yang ef ekti f, e fisi en d an sekolah-sekolah tertentu ditugasi pada sekolah-
akuntabel. sekolah yang bukan dalam wewenang kepenga-
wasannya pada waktu EDS. Mekanisme seperti
Saran ini diperkirakan dapat menjadikan sekolah-sekolah
Berdasarkan simpulan di atas dan mengingat menjadi lebih bersungguh-sungguh dan berhati-
adanya variasi pemahaman dan komitmen dalam ha ti untuk mel akuk an peng isia n te rhad ap
penerapan EDS selama ini, disarankan beberapa instrumen yang tersedia.
Pustaka Acuan
Ariani, P. 2013. “Semangat Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) & Penelitian Tindakan Sekolah
(PTS) bagi Pengawas di Daerah Terpencil”. http://lpmp-sumut.or.id/1/?p=1085. Diakses pada
tanggal 5 Januari 2014.
Association of Professionals in Education and Children’s Trusts (Aspect). 2005. School Self-Evaluation:
A Process of Change. West Yorkshire, UK: Association of Professionals in Education and
Children’s Trusts (Aspect).
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan. 2013. Panduan Pelaksanaan Pemetaan Mutu Pendidikan Tahun 2013. Jakarta: Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Blok, H., Sleegers, P., & Karsten, S. 2008. Looking for a Balance Between Internal and External
Evaluation of School Quality: Evaluation of the SVI Model. Journal of Education Policy, 23(4),
379-395.
84
Hendarman, Kendala-kendala Pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. 2007. Research Methods in Education. New York: Routledge.
Cooper, H. 2010. Research Synthesis and Meta-analysis: A Step-by-Step Approach (4th ed.). London:
SAGE Publications Ltd.
De Staatssecretaris van Onderwijs, Cultuur en Wetenschap. 2011. Wet op het Primair Onderwijs. The
Netherlands: De Staatssecretaris van Onderwijs, Cultuur en Wetenschap
Dubai Schools Inspection Bureau. 2011. Self-Evaluation: An on-line Resource for Schools. Dubai:
Knowledge and Human Development Authority, Government of Dubai
Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional.
MacBeath, J. 2006. School Inspection and Self-Evaluation: Working with the New Relationship. Abingdon,
Oxon: Routledge.
MacBeath, J. dan Oduro, G. 2005. Self-Evaluation and Inspection: A New Relationship? London: National
Union of Teachers.
Scheerens, J., Ehren, M., Sleegers, P., & de Leeuw, R. 2012. OECD Review on Evaluation and
Assessment Frameworks for Improving School Outcomes (Country Background Report for the
Netherlands. June 2012). The Netherlands: University of Twente
Scheerens, J., Glas, C. A. W., Thomas, S. M., & Thomas, S. 2003. Educational Evaluation, Assessment,
and Monitoring: A Systemic Approach (Vol. 13): Taylor & Francis.
Schildkamp, K. 2007. The Utilisation of a Self-Evaluation Instrument for Primary Education. The
Netherlands: University of Twente.
School Improvement Division, Department of Education and Early Childhood Development. 2012.
School Self-Evaluation Guidelines 2012. Melbourne: Department of Education and Early
Childhood Development.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125. Jakarta: Sekretariat Negara.
Voogt, J.C. 1995. Schooldiagnose. In H. P. M. Cremers (Ed.), Onderwijskundig Lexicon. Alphen aan den
Rijn: Samsom.
85