Bergulirnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 tahun 2009, merupakan Komitmen Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui pelaksanaan Sistem
Penjamin Mutu Pendidikan (SPMP). Penjamin Mutu diartikan sebagai kegiatan sistematik dan terpadu oleh satuan/program pendidikan,
penyelenggara satuan/program pendidikan, Pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat untuk menaikan tingkat kecerdasan
Dalam Kerangka SPMP, Sekolah/Madrasah merupakan pelaku utama dalam proses penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan di tingkat
satuan pendidikan. Diharapkan, melalui SPMP, Sekolah/Madrasah selalu berorientasi kepada pengembangan budaya mutu. Untuk
mendukung adanya budaya mutu, maka salah satu alat untuk mengkaji kemajuan peningkatan sekolah secara komprehensif adalah Evaluasi
Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M). EDS/M sebagai salah satu komponen SPMP diharapkan dapat membangun semangat dan kultur penjamin
EDS/M merupakan proses evaluasi diri sekolah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah
berdasarkan SPM (Standar Pelayanan Minimum) dan SNP (Standar Nasional Pendidikan) yang hasilnya dipakai sebagai dasar Penyusunan
2. Sekolah dapat menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) sesuai kebutuhan nyata
1. Sekolah dapat mengidentifikasi kelebihan serta kekurangannya sendiri dan merencanakan pengembangan ke depan.
2. Sekolah dapat memiliki data dasar yang akurat sebagai dasar pengembangan diri di masa datang.
3. Sekolah dapat mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan yang disediakan, mengkaji apakah inisiatif
peningkatan tersebut berjalan dengan baik dan menyesuaikan program sesuai hasilnya.
4. Sekolah dapat memberikan laporan formal kepada pemangku kepentingan (Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat) demi
Sebelum melaksanakan EDS/M, sekolah membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS), yang terdiri atas Kepala Sekolah, Perwakilan Unsur
Guru, Komite Sekolah, Perwakilan orang tua siswa dan Pengawas. Tim Pengembang Sekolah (TPS) inilah yang akan melaksanakan
EDS/M.
Proses Selanjutnya adalah pelatihan penggunaan Instrumen, pelaksanaan EDS di sekolah dan penggunaan hasilnya sebagai dasar
penyusunan RPS/RKS dan RAPBS/RAKS. EDS/M merupakan siklus berkelanjutan yang dilaksanakan oleh sekolah. Sekolah melakukan
proses EDS setiap tahun sekali. Keterlibatan Pengawas dalam TPS berfungsi sebagai fasilitator atau pembimbing sekolah dalam melakukan
Evaluasi Diri Sekolah dan Madrasah yaitu dengan memastikan bahwa proses EDS/M dilakukan dengan benar dan mengecek ketersediaan
buktu-bukti fisik di sekolah. Sebagai Kerangka kerja untuk perubahan dan perbaikan, proses EDS/M secara mendasar menjawab 3 (tiga)
Sedangkan manfaat Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk tingkat lain dalam sistem, diantaranya:
Menyediakan data dan informasi yang penting untuk perencanaan, pembuatan keputusan, dan perencanaan anggaran pendidikan pada
tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Mengidentifikasikan bidang prioritas untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Mengidentifikasikan jenis dukungan yang dibutuhkan terhadap sekolah.
Mengidentifikasikan pelatihan serta kebutuhan program pengembangan lainnya.
Mengidentifikasikan keberhasilan sekolah berdasarkan berbagai indikator pencapaian sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan
Standar Nasional Pendidikan.
4. Apa lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS)?
Lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjawab 3 pertanyaan utama : (1) Seberapa baik kinerja sekolah kita?; (2) Bagaimana kita
mengetahuinya?; dan (3) Bagaimana kita memperbaikinya?
5. Siapa yang Melaksanakan Evaluasi Diri Sekolah (EDS)?
Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri atas: (1) Kepala Sekolah; (2) Wakil unsur guru; (3)
Wakil Komite Sekolah; (4) Wakil orang tua siswa dan (4) Pengawas – sebagai fasilitator/pembimbing/verifikator
Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terdiri dari 8 (delapan) Standar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setiap Standar terdiri
atas beberapa komponen. Setiap Komponen terdiri dari beberapa Indikator. Setiap komponen terdiri dari beberapa sub komponen. Setiap
Indikator memberikan gambaran lebih rinci dari informasi kinerja sekolah. Berikut ini disajikan tautan untuk mendownload contoh instrumen
Evaluasi Diri Sekolah Tahun 2012:
==============
Sumber: Materi Pelatihan Lembaga Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Jawa Barat
==============
Refleksi:
Dalam konteks penerapan Total Quality Management (TQM), evaluasi diri merupakan hal yang esensial. Data hasil evaluasi diri menjadi basis
bagi upaya perbaikan di setiap komponen/aspek yang dipandang masih lemah. Evaluasi Diri Sekolah bukan untuk kepentingan pencitraan,
melainkan untuk proses perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah itu sendiri, khususnya berkaitan dengan pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan.
Berbeda dengan evaluasi diri dalam konteks Akreditasi Sekolah, yang adakalanya (-tidak selamanya dan tidak semuanya-) sudah disusupi
dengan ambisi untuk mengejar status tertentu, sehingga data yang tersaji dalam evaluasi diri seringkali kurang obyektif dan cenderung diada-
adakan. Untuk Evaluasi Diri Sekolah saya kira hal ini tak perlu terjadi. Pastikan saja bahwa instrumen yang digunakan benar-benar dapat
menjaring data yang lengkap dan obyektif. Seburuk apapun data dan fakta yang didapat, lebih baik diangkat ke permukaan (tidak ditutup-tutupi)
untuk dicarikan jalan keluarnya melalui aneka program yang mungkin bisa disiapkan. Bagaimana menurut Anda?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk menggambarkan implementasi program Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di SMA Negeri 1 Gresik.(2) Untuk menggambarkan
kendala dan tantangan dalam penerapan program EDS di SMA Negeri 1 Gresik.(3) Untuk menggambarkan dampak penerapan program EDS bagi pengembangan
SMA Negeri 1 Gresik.Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah (1) Implementasi program EDS di SMA Negeri 1 Gresik, (2) Kendala dan tantangan dalam
penerapan program EDS di SMA Negeri 1 Gresik, (3) Dampak penerapan program EDS bagi pengembangan SMA Negeri 1 Gresik. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan rancangan penelitian studi kasus.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
(1) wawancara mendalam, (2) observasi partisipan, (3) studi dokumentasi.Teknik untuk keabsahan data menggunakan triangulasi.Hasil penelitian ini adalah
proses penerapan program EDS di SMA Negeri 1 Gresik, diantaranya yaitu: (1) perencanaan atau persiapan, (2) pengumpulan informasi, (3) pengorganisasian
dan analisis data, (4) pelaporan. Faktor pendorong EDS secara internal adalah (1) SDM; (2) koordinasi antar stakeholder; (3) komunikasi antar warga sekolah,
secara eksternal dukungan dari Dinas dan motivasi dari LPMP. Faktor penghambat EDS secara internal adalah (1) kejenuhan akan instrumen; (2) kurangnya
pemahaman guru; (3) waktu yang singkat, secara eksternal adalah (1) perubahan sistem dan instrumen EDS dan (2) banyaknya pertanyaan pada instrumen.
Dampak penerapan EDS ini antara lain (a) mempermudah sekolah dalam pembuatan RKS/RKAS dan (b) mempermudah sekolah untuk mengidentifikasi
kekurangan, kelebihan akan kinerja sekolah. Manfaat EDS adalah sekolah dapat memiliki data dasar guna pengembangan dan peningkatan mutu di masa yang
akan datang.
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kompetensi manajerial kepala sekolah di SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 4 Kuala Kampar, Kecamatan Kuala
Kampar Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian adalah kepala sekolah dan
guru. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi serta dianalisis secara kualitatif menggunakan teknik analisis data model interaktif
Miles and Huberman. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Pelaksanaan kompetensi manajerial kepala sekolah di SMP Negeri1 dan SMP Negeri 4 Kuala Kampar
belum terlaksana dengan baik sesuai dengan 16 indikator standar kompetensi manajerial. 2) Faktor penghambat: a) kepala sekolah tidak memiliki standar kompetensi, b)
minimnya pengalaman kepala sekolah, c) ketidakmampuan dalam menyusun perencanaan sekolah, d) kurangnya koordinasi dan kerjasama, e) kurangnya sarana dan
prasarana sekolah, f) kurangnya mengikuti pelatihan, dan g) kurangnya pengawasan dari atasa