“MALARIA”
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2/ KELAS 2A :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaa-Nya
,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul
”PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS DENGAN MALARIA”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk membahas kajian mata kuliah Ilmu Kesehatan
Masyarakat kepada rekan-rekan Mahasiswi Kebidanan Bina Husada Jember.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan ,bantuan, dan
dorongan semangat yang telah diberikan hingga terselesaikannya makalah ini , yaitu pada :
1. Ibu Ismatutik H ,Amd.Keb ,SST selaku Direktur Yayasan Akademi Kebidanan Bina
Husada Jember
2. Ibu Halimatus Sakdiyah,Amd.Kep selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran telah
memberikan petunjuk ,bimbingan ,dan saran-saran kepada kami
3. Dosen Akademi Kebidanan Bina Husada Jember
4. Seluruh staff karyawan Akademi Kebidanan Bina Husada Jember
5. Serta semua pihak yang belum sempat kami sebutkan ,baik langsung maupun tidak
langsung turut serta menyeleseikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama rekan-
rekan Akademi Kebidanan Bina Husada Jember
Jember,
Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
MALARIA
A.PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah
merah.
Malaria adalah infeksi Protozoa (Plasmodium), yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles.
Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh
protozoa genus plamodium dan ditandai dengan panas / demam
B. ETIOLOGI
Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles,
terutamanya Anopheles sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria adalah
sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari
1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.
C. JENIS PLASMODIUM
Ada empat jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu sebagai
berikut :
-Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
-Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai
malaria tropika.
-Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana karena serangan
demam berulang pada tiap hari keempat.
-Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini
merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri
2. Pembiakan aseksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi
melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan
seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah
selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut
merozoit.
Kelima, reaksi terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap
rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri
seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa
membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah
manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a.Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b.Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c.Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit
juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat
tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit dewasa. Sizon
muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan
bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian
tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi
troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon
muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami
sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut
satu siklus. Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk
tiap spesies plasmodium. Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon
dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan cepat sehingga
kepadatan troposoit pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama
siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada
darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa
sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat.
Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau
masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya
berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan
Plasmodium malariae 18 hari.
F. JENIS MALARIA
Penyakit ini memiliki empat jenis dan disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Jenis
malaria itu adalah:
Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan Plasmodium vivax dengan gejala
demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi
selama dua minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika,
disebabkan plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan
koma, mengigau dan kematian.
Malaria kuartana yang disebabkan Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih
lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi
antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi
tiap tiga hari.
Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat
G. GEJALA MALARIA
Gejala serangan malaria pada penderita yaitu:
1. Gejala klasik
Biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau
yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria.
Gejala ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:
menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam eritrosit dan keluar
zat-zat antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin
demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam dengan suhu badan
sekitar 37,5-40 derajad celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen)
suhu meningkat sampai lebih dari 40 derajad celcius.
berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme
tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat,
keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat,
penderita merasa sehat kembali.
I. PENGOBATAN MALARIA
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial
ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
Membunuh semua stadium dan jenis parasit
Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
Toksisitas dan efek samping sedikit
Mudah cara pemberiannya
Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis.
Hambatan operasioanal itu adalah:
produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat
palsu.
distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang
telah ditetapkan.
kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang
dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat
yang ideal yaitu:
Membunuh semua stadium dan jenis parasit
Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
Toksisitas dan efek samping sedikit
Mudah cara pemberiannya
Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit
malaria, antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala
klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut,
demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan
lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum
yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet
muda.
Farmakodinamika :
menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA
terganggu.
Toksisitas :
Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih
besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan
kosong
pandangan kabur
sakit kepala, pusing (vertigo)
gangguan pendengaran
Formulasi obat:
Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg
berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa
klorokuin disulfat per ampul.
2. Primakuin
Kerja obat :
sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae
tidak diketahui.
sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi
sehingga perlu hati-hati.
gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan)
sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila
dalam keadaan kosong
Kejang-kejang/gangguan kesadaran
Gangguan sistem haemopoitik
Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat :
Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
3. Kina
Kerja obat :
sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap
spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika :
Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat
sintesa protein parasit.
Toksisitas :
dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping :
Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan
pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan
kabur.
Formulasi obat:
Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)
5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang
digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma
50 – 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan
demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan
penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang
tidak mematikan P. berghei pada mencit.
Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya
terlindung dari kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang
penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia).
Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk
menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral tunggal
tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah genggam daun
sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga tinggal
sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah
siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya
tiga kali, masing-masing sebanyak ¾ gelas minum.
6. Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada baiknya
tanaman ini yang dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m dengan diameter batang 40 – 60
cm. Di Jawa, pulai umumnya ditemukan di daerah berketinggian di bawah 900 m di atas
permukaan laut. Bagian tanaman yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa
bagian pohon ini pahit dan tak berbau. Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan
malaria kronis yang disertai pembesaran limpa.
Di dalamnya terkandung senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti
tidak beracun. Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat
plasmodicide pada konsentrasi 10 – 100 mikrogram/mikroliter. Apakah alkaloid yang
dikandungnya bersifat plasmodicide, belum terbukti. Untuk menggunakannya sebagai obat
tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya sebesar tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga
gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ½-nya. Setelah disaring dan diberi pemanis berupa
gula atau madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat tradisional. Sekali minum
cukup ¾ gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali.
7. Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti kemungkinannya
sebagai obat malaria. Tanaman ini berupa pohon dan cepat tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini
banyak dibudidayakan di daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut.
Tingginya bisa mencapai 15 m dengan batang berdiameter 40 – 50 cm. Kayunya termasuk kuat
dan awet. Daunnya merupakan bagian yang bisa digunakan sebagai obat malaria. Di dalamnya
terdapat alkaloid bersifat racun dan oxymethylanthraquinone.
Namun, zat-zat tsb belum terbukti bertanggungjawab terhadap khasiatnya sebagai obat
malaria. Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g dalam bentuk infus
oral tidak mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah) tertular parasit (plasmodium). Ada
kemungkinan perlu dosis lebih besar dan dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang
diharapkan bisa dicapai. Juga telah dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang
tidak beracun.
Secara in vivo ekstrak tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P. berghei, tapi
memperpanjang masa hidup mencit tertular, lantaran limpa dan hatinya tidak rusak. Daun johar
juga memiliki daya imunostimulasi (merangsang produksi zat kekebalan tubuh), bersifat
antipiretik yang potensinya seperti asetosal. Infusnya juga bersifat hepatoproteksif (melindungi
hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan seorang
bernama Wilkens di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar untuk pengobatan malaria.
Segenggam daun mudanya direbus dengan enam cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya
(tiga cangkir). Hasil rebusan ini diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau
penderita merasa agak baik, dosisnya diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing
secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya diturunkan kembali menjadi secangkir dalam
sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama. Untuk
menggunakannya dalam proses pengobatan malaria digunakan ¾ genggam daun johar segar.
Semuanya direbus di dalam 3 gelas minum air hingga air rebusannya tersisa ¾-nya. Air rebusan
ini diminum 3 kali sehari, masing-masing ¾ gelas minum.
8. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah
bratawali (Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang
sebesar kelingking orang dewasa. Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
agian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya
terkandung alkaloid.
Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian
pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-
muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati.
Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh
dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus
demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang meringankan penderitaan penderita malaria.
Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab
lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang
tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan ¾ jari batang bratawali
segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 ½ gelas minum air hingga
tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya
siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-
masing ¾ gelas minum.
9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli sependapat
bahwa harapan untuk memenangkan perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin
antimalaria. Dari ke empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian
adalah P falciparum sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini.
Sementara ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
pada tingkat blood stage.
pada transmission blocking.
kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel
darah merah yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat
penting peranannya bagi strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di
dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah
terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap
protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau
menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi
parasit dari manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat
yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat
pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe
peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam
percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang
dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun ternyata
penambahan berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru
seperti transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih
memahami biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan
obat antimalaria yang baru. Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun
tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan
vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap
mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.
J. PENCEGAHAN MALARIA
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang
penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini
sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan
menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu
berinsektisida.
Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta
genangan air.
Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada
genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang
pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum
seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya
mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis
parasit malaria.
Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu
sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali. Penduduk daerah
endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat
hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin
sebanyak tiga tablet
K. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan
gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit
pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup
(survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik.
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,
tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung
parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular
yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
b. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi
malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran
cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah
suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF
dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit
pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi
sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium
falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada
endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut
berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk
tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang
terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang
membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium falciparum.
PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS
“DI DAERAH ENDEMIK MALARIA”
A. PERENCANAAN
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memakai obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur,
dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
4. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
5. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
6. Menyemprot rumah dengan DDT.
7. Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles (memakai kelambu,
repelen, obat nyamuk dll).
8. Membunuh nyamuk dewasa menggunakan berbagai insektisida.
9. Membunuh jentik/kegiatan anti larva, baik secara kimiawi dengan larvasida maupun
biologik dengan ikan, tumbuhan, jamur dan bakteri.
10. Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
11. Peran keluarga sangat penting dalam membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat yang
akan mencegah serangan penyakit kepada orang per orang.
12. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent)
13. Observasi TTV bagi penderita malaria
14. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
15. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
16. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
17. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan
18. Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1
minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
19. Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
20. Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan
primakuin sebanyak tiga tablet.
21. Pengobatan pada penderita malaria.
22. Pemberian pengobatan untuk pencegahan (profilaksis).
23. Pada daerah endemi malaria khusus wanita hamil, selama kehamilan berjalan harus
mengkonsumsi obat anti malaria
24. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut.
25. Rujukan pada penderita malaria berat
B. PENGORGANISASIAN
Kepala Desa : peranan Kepala Desa sangat penting untuk usaha pencegahan malaria di
masyarakat mengingat bahwa kepala desa merupakan tokoh yang disegani oleh
masyarakat. Kepala desa memberikan himbauan kepada masyarakat untuk
melakukan usaha-usaha pencegahan malaria sesuai dengan perencanaan yang
ditentukan atas dasar musyawarah antara Kepala Desa, Toma, Toga, Bidan,
Kader, dan Masyarakat.
C. PELAKSANAAN
Usahakan tidur dengan kelambu, memakai obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur,
dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
Menyemprot rumah dengan DDT.
Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles (memakai kelambu,
repelen, obat nyamuk dll).
Membunuh nyamuk dewasa menggunakan berbagai insektisida.
Membunuh jentik/kegiatan anti larva, baik secara kimiawi dengan larvasida maupun
biologik dengan ikan, tumbuhan, jamur dan bakteri.
Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
Mengobati penderita malaria.
Pemberian pengobatan untuk pencegahan (profilaksis).
Peran keluarga sangat penting dalam membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat yang
akan mencegah serangan penyakit kepada orang per orang.
Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent)
Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1
minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan
primakuin sebanyak tiga tablet.
Pada daerah endemi malaria khusus wanita hamil, selama kehamilan berjalan harus
mengkonsumsi obat anti malaria
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu.
Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau
minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk sebaiknya tidak digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.
2. Pencegahan perorangan
Cara pengobatannya :
Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria,
selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah
malaria.
3. Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang
berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih
baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos pengobatan malaria yang
dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di
dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria. Dosis dan cara pengobatan sama
seperti pengobatan pencegahan perorangan
RUJUKAN PENDERITA
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa,
riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.
Kriteria penderita malaria yang dirawat inap : Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah
ini :
PENATALAKSANAAN MALARIA
Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian
cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan
menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang
berakibat gagal ginjal akut.
Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah,
suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), .
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol 10 mg/kg.bb/kali, dan
dapat dilakukan kompres. Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara
perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24
jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan
2 kali sehari.
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria
diagnostik mikroskopik. Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita
untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif.