Anda di halaman 1dari 30

TUGAS IKM

(ILMU KESEHATAN MASYARAKAT)

PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS


DENGAN

“MALARIA”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2/ KELAS 2A :

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaa-Nya
,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul
”PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS DENGAN MALARIA”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk membahas kajian mata kuliah Ilmu Kesehatan
Masyarakat kepada rekan-rekan Mahasiswi Kebidanan Bina Husada Jember.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan ,bantuan, dan
dorongan semangat yang telah diberikan hingga terselesaikannya makalah ini , yaitu pada :
1. Ibu Ismatutik H ,Amd.Keb ,SST selaku Direktur Yayasan Akademi Kebidanan Bina
Husada Jember
2. Ibu Halimatus Sakdiyah,Amd.Kep selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran telah
memberikan petunjuk ,bimbingan ,dan saran-saran kepada kami
3. Dosen Akademi Kebidanan Bina Husada Jember
4. Seluruh staff karyawan Akademi Kebidanan Bina Husada Jember
5. Serta semua pihak yang belum sempat kami sebutkan ,baik langsung maupun tidak
langsung turut serta menyeleseikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama rekan-
rekan Akademi Kebidanan Bina Husada Jember

Jember,

Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN

MALARIA

A.PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah
merah.
Malaria adalah infeksi Protozoa (Plasmodium), yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles.
Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh
protozoa genus plamodium dan ditandai dengan panas / demam

B. ETIOLOGI
Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles,
terutamanya Anopheles sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria adalah
sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari
1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.

C. JENIS PLASMODIUM
Ada empat jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu sebagai
berikut :
-Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
-Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai
malaria tropika.
-Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana karena serangan
demam berulang pada tiap hari keempat.
-Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini
merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri

D. PROSES KEHIDUPAN PLASMODIUM


Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan
yang meliputi: Pertama, metabolisme (pertukaran zat). Untuk proses hidupnya, plasmodium
mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin sel darah merah.
Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam
sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
Kedua, pertumbuhan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang
meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini
mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi
bervariasi. Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada
sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus
perkembangan stadium parasit.
Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau
sediaan darah yang berbeda. Ketiga, pergerakan. Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan
sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax,
penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk
penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk). Keempat, berkembang
biak. Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru.
Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
1. Pembiakan seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni.
Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah
penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan
terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista.
Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah
vektor. Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam
kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada
setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium adalah
berbeda, yaitu: Plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus
sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 10-12
butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista
adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.

2. Pembiakan aseksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi
melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan
seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah
selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut
merozoit.
Kelima, reaksi terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap
rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri
seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa
membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah
manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a.Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b.Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c.Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit
juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat
tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit dewasa. Sizon
muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan
bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian
tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi
troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon
muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami
sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut
satu siklus. Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk
tiap spesies plasmodium. Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon
dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan cepat sehingga
kepadatan troposoit pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama
siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada
darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa
sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat.
Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau
masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya
berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan
Plasmodium malariae 18 hari.

E. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM PADA TUBUH MANUSIA


Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia,
akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam
siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-
eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit
membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer).
Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan
keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil
membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan
melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni).
Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan
sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian
masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian
pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke
manusia.
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati
(sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel
eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati yang disebut hipnosit. Bentuk hipnosit inilah yang
menyebabkan malaria relapse.
Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan
tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan),
hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke
eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1
– 2 tahun sebelumnya pernah menderita Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati,
bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun
yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles.
Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium
ovale.Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan
terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang
mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut
sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi
karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-
50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele)
pada orang dewasa.

F. JENIS MALARIA
Penyakit ini memiliki empat jenis dan disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Jenis
malaria itu adalah:
 Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan Plasmodium vivax dengan gejala
demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi
selama dua minggu setelah infeksi).
 Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika,
disebabkan plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan
koma, mengigau dan kematian.
 Malaria kuartana yang disebabkan Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih
lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi
antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi
tiap tiga hari.
 Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat

G. GEJALA MALARIA
Gejala serangan malaria pada penderita yaitu:
1. Gejala klasik
Biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau
yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria.
Gejala ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:
 menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam eritrosit dan keluar
zat-zat antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin
 demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam dengan suhu badan
sekitar 37,5-40 derajad celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen)
suhu meningkat sampai lebih dari 40 derajad celcius.
 berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme
tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat,
keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat,
penderita merasa sehat kembali.

2. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:


 Demam
 Menggigil
 Berkeringat
 Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan muntah.
 Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim), nyeri otot atau pegal-pegal
pada orang dewasa (di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di
Yogyakarta).

3 Gejala malaria berat atau komplikasi


Yaitu gejala malaria klinis ringan diatas dengan disertai salah satu gejala di bawah ini:
 Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
 Kejang, beberapa kali kejang
 Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
 Mata kuning dan tubuh kuning
 Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan
 Jumlah kencing kurang (oliguri)
 Warna urine seperti I tua
 Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)
 Nafas sesak
 Kadar darah putih, leukosit, cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati biasanya akan
timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.
 Kadar gula darah rendah.
 Jika sejumlah parasit menetap di dalam darah kadang malaria bersifat menetap.
Menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah, sertai demam.

4. Gejala malaria berdasarkan jenis malaria


 Gejala Malaria Vivax & Ovale
Gejala yang terlihat sangat samar; berupa demam ringan yang tidak menetap, keringat dingin, dan
berlangsung selama 1 minggu membentuk pola yang khas. Biasanya demam akan terjadi antara 1
– 8 jam. Setelah demam reda, pengidap malaria ini merasa sehat sampai gejala susulan kembali
terjadi. Gejala jenis malaria ini cenderung terjadi setiap 48 jam.
 Gejala Malaria Falciparum
Gejala awal adalah demam tinggi, suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun.
Serangan bisa berlangsung selama 20 – 36 jam, dan penderita mengalami sakit kepala hebat.
Setelah gejala utama mereda, pengidap akan merasa tidak nyaman.
 Gejala Malaria Malariae (kuartana)
Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax,
dengan selang waktu setiap 72 jam.

H. DIAGNOSA PENYAKIT MALARIA


Tes diagnostik cepat (RDTs) digunakan untuk mendiagnosa penyakit malaria. Test ini
berdasarkan pada pendeteksian antigen parasit malaria di dalam darah, dengan menggunakan
metoda immunochromatographic. Paling sering mereka menggunakan dipstick atau test strip
yang untuk pengujian monoclonal antidibodies yang secara langsung menyerang target antigens
dari parasit tersebut. Test dapat dilakukan sekitar 15 menit. Beberapa kotak test sekarang ini
banyak tersedia di pasaran. Bidang ilmu ini sedang dikembangkan dengan cepat, dan peningkatan
teknis secara terus menerus dapat meningkatkan kemampuan RDTs untuk menegakkan diagnosa
malaria.
Antigens yang Ditargetkan Sekarang Disediakan oleh RDTs :
 Histidine-rich protein II (HRP-II) adalah suatu protein yang dapat larut dalam air yang
diproduksi oleh trophozoites dan muda (tetapi belum matang) gametocytes P.
falcipatarum. Kotak yang tersedia dipasaran sekarang ini hanya tersedia untuk mendeteksi
HRP-ll yang berasal dari P. falciparum saja.
 Laktat parasit Dehydrogenase (Pldh) diproduksi oleh asexual dan sexual stages
(gametocytes) yang berasal dari parasit malaria. Kotak tes yang sekarang ini tersedia
mendeteksi Pldh berasal dari semua empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia.
Mereka dapat membedakan jenis P.falciparum dan jenis yang non-falciparum, tetapi tidak
bisa membedakan antara P.vivax, P.ovale dan P. malariae.
 Antigen(S) yang lain kini hadir dalam semua empat jenis yang juga ditargetkan di dalam
kotak yang berkombinasi untuk pendeteksian menyangkut antigen HRP-II dari
P.falciparum bersama-sama dengan sesuatu, hingga kini tak bisa ditentukan, antigen “pan-
malarial” yang menyangkut jenis lain. Beberapa kotak yang mendeteksi semua empat
jenis Plasmodium menyebutkan di dalam merk dagang mereka atau dalam pemasaran
mereka hanya dua jenis (“PF/PV”). Ini lebih dapat mendorong kearah kebingungan
tentang kemampuan diagnostik mereka. Prosedur Test Umum (Variasi Antar kotak) :
 Spesimen darah finger-prick dikumpulkan (2-50 ml, tergantung pada kotak),
menggunakan berbagai tabung microcapillarv. Beberapa pabrik menyatakan bahwa
plasma atau darah anticoagulated dapat juga digunakan.
 Spesimen darah dicampur (di dalam tabung test terpisah atau tempat yang melengkung,
atau pada sample pad) dengan larutan buffer yang berisi campuran haemolysing sama
seperti antibody yang spesifik yang berlabel dengan visually detecble marker (seperti
emas colloidal). Jika antigen yang sudah diselidiki telah hadir, maka antigen atau antibody
yang kompleks telah terbentuk. Dalam beberapa kotak, antibody yang berlabel adalah pre-
deposited yang selama pembuatan memakai sample pad atau di dalam tempat yang
melengkung dan hanya satu lysing atau washing buffer yang ditambahkan pada darah.
 Antigen-antibody yang berlabel yang kompleks pindah tempat atas test strip (paling
sering nitrocellulose atau serat glass) dengan prinsip kapiler pada bahan reaksi test-
specific yang selama pembuatan telah pre-deposited. Ini meliputi (a) satu baris
menangkap antibody yang spesifik untuk antigen di bawah penyelidikan (beberapa bentuk
digunakan jika beberapa antigens sedang diselidiki) dan (b) sebuah prosedur mengontrol
garis, dengan antibody yang akan menangkap antibody yang berlabel.
 Washing buffer kemudian ditambahkan untuk memindahkan haemoglobin dan permit
visualisasi dari semua garis yang berwarna di atas strip. Buffer adalah menambahkan
dengan menyimpan secara langsung di atas strip, dengan menempatkannya di dalam
tempat yang lengkung dimana yang berpindah tempat itu adalah strip, atau dengan
mencuci keseluruhan strip di dalam tabung test.
 Jika yang berada di bawah penyelidikan adalah darah yang berisi antigen, antigen-
antibody yang berlabel yang kompleks akan dihentikan pada garis pre-deposited yang
menangkap antibody dan akan dapat ditemukan secara visual. Apakah darah tidak berisi
antigen atau tidak, garis pengontrol akan menjadi kelihatan sama seperti antibody yang
berlabel ditangkap oleh antibody garis pre-deposited dari antibody yang secara langsung
melawannya. (Catatan: desain ini mengakibatkan garis kendali tidak muncul sekalipun
tidak ada darah yang bercampur dengan haemolysing buffer) Tes yang lengkap memakan
waktu bervariasi dari dari 5 sampai 15 menit.
Tes Performance dari RDTs Tes Performance dari RDTs telah ditaksir secara ekstensif di
dalam situasi klinis berbeda, kedua-duanya di negara-negara tidak endemik dan endemik.
Kegunaan dari penilaian ini telah disepakati sedikit banyaknya variasi di dalam metodologi dan
ukuran sample yang biasanya berukuran kecil. Lanjutan penilaian seperti itu akan menjadi
diperlukan dengan peningkatan pengenalan teknik atau dalam pengembangan kotak peralatan
yang terbaru.
RDTs mendeteksi empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia, tergantung pada
antigens yang menjadi dasarnya. Beberapa RDTs hanya mendeteksi P. falciparum dan parasit
malaria lainnya di dua bagian yang terpisah. Sampai saat ini, tidak ada RDT yang dipasarkan
telah dilaporkan untuk dapat mempercayai pembedaan antara P.vivax, P.ovale dan P.malariae,
walaupun begitu riset untuk pengembangan test seperti itu selalu dilanjutkan.
Kepekaan dari RDTs yang telah dipelajari untuk P.falciparum, sejak kotak untuk
P.falciparum (target banyak diarahkan P.falciparum HRP-II) telah tersedia untuk waktu lebih
lama. Tenaga ahli yang dibandingkan dengan mikroskopi (kadang-kadang yang dilengkapi oleh
polymerase reaksi berantai), RDTs yang biasanya mencapai suatu kepekaan lebih dari 90% di
dalam mendeteksi P.falciparum pada kepadatan di atas 100 parasit per ml darah (9.24 dan
dilaporkan pada saat pertemuan). Di bawah tingkatan 100 parasit per ml darah, dengan jelas
kepekaan dapat berkurang.
Kepekaan RDT untuk jenis yang non-falciparum menjadi lebih sedikit yang dipelajari.
Penyelidikan yang diselenggarakan sampai saat ini menunjukkan bahwa kotak Pldh boleh
mencapai suatu kepekaan untuk P.vivax yang dapat diperbandingkan dengan P.falciparum. Ini
belum termasuk kasus kotak yang menargetkan antigens “pan-malarial” yang berbeda.
Ketegasan dari RDTs, diukur dalam penyelidikan yang sama, apakah yang seragam
mempunyai hasil yang tinggi (kebanyakan > 90%). Bagaimanapun, hasil positif palsu telah
dilaporkan di dalam darah dari pasien dengan faktor rheumatoid, terutama di dalam versi yang
lebih awal dari satu kotak HRP-II; masalahnya, mungkin dihubungkan dengan reaksi silang
dengan antibody monoclonal yang berlabel, terakhir sudah dilaporkan dengan benar didalam
beberapa versi kotak terbaru. Sebagai tambahan, test HRP-II dapat positif tinggal untuk 7-14 hari
yang mengikuti kemoterapi di dalam proporsi substansil individu, sungguhpun pasien ini tidak
lagi mempunyai gejala atau parasitaernia (seperti ketika ditaksir oleh blood smears). Derajat
tingkat kepositifan yang persisten seperti itu kelihatannya tidak ditemui di dalam test yang
mengarahkan antigens lain.Nilai-nilai yang bersifat prediksi, kedua-duanya ditemukan hal positif
dan hal negatif, tukar menukar parasit merupakan hal yang dianggap biasa dan sering ditemukan
untuk menjadi bisa diterima.
RDTs yang dilaporkan selalu sama untuk menjadi lebih mudah dilaksanakan dibanding
semua teknik diagnostik berkenaan dengan malaria lain, dengan beberapa format RDT yang
sedang ditemukan menjadi lebih mudah dioperasikan dibanding dengan yang lain. Kesehatan
para pekerja dengan ketrampilan minimal dapat dilatih; terlatih di dalam teknik RDT dalam
periode yang bermacam-macam dalam tiga jam selama satu hari.
RDTs adalah lebih lebih sederhana untuk dilaksanakan dan untuk diinterpretasikan.
Mereka tidak memerlukan pelatihan dengan menggunakan listrik. Peralatan yang spesial atau
pelatihan penggunaan mikroskop. Bagi para pekerja kesehatan (dan pekerja kesehatan lainnya
seperti sukarelawan) dapat mengajarkan prosedur yang berarti dalam beberapa jam, dengan
ketrampilan ingatan yang baik di atas periode satu tahun.
RDTs relatif sempurna dalam tes performance dan dalam tukar menukar intrepretasi
relatif lebih sedikit antar para pemakai. Lebih dari itu, kebanyakan kotak dapat dikirimkan dan
disimpan dalam kondisi yang sesuai dengan lingkungan.
Sejak RDTs mendeteksi perputaran antigens, itu dapat mendeteksi infeksi P. falciparum bahkan
ketika parasit disita di kompartemen vaskuler dan tidak begitu bisa mendeteksi oleh pengujian
mikroskopik dari sekeliling blood smear. Pada wanita-wanita dengan placental malaria (seperti
ketika dipertunjukkan oleh placental smears), RDTs sudah mendeteksi putaran HRP-II
sungguhpun blood smears hasilnya negatif dari P.falciparum pada plasenta.
Sekarang ini sudah tersedia dipasaran RDTs secara yang mengarahkan HRP-II dapat
mendeteksi hanya pada P.falciparum. Kotak itu akan mendeteksi hanya sebagian dari kasus di
mana ada Plasmodium jenis lain itu merupakan co-endemik. Mereka tidaklah pantas untuk
mendiagnosa kasus malaria yang di import dari area di mana P.falciparum bukan jenis lazim.
Target RDTs itu HRP-II dari P.falciparum dapat memberi hasil positif untuk sampai dua
minggu mengikuti pemeriksaan parasit dan chemotherapi seperti yang telah dikonfirmasikan oleh
mikroskopi Alasan untuk antigen ini perlu untuk diperjelas. Menunggu keputusan klarifikasi,
RDTs mengarahkan HRP-II mungkin meng-hasilkan keputusan yang membingungkan dalam
hubungannya dengan penilaian kegagalan perawatan perlawanan obat atau RDTs yang sekarang
jadilah lebih mahal dibanding dengan menggunakan mikroskop (mikroskopi).

I. PENGOBATAN MALARIA
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial
ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
 Membunuh semua stadium dan jenis parasit
 Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
 Toksisitas dan efek samping sedikit
 Mudah cara pemberiannya
 Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis.
Hambatan operasioanal itu adalah:
produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat
palsu.
distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang
telah ditetapkan.
kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang
dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat
yang ideal yaitu:
Membunuh semua stadium dan jenis parasit
Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
Toksisitas dan efek samping sedikit
Mudah cara pemberiannya
Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit
malaria, antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
 sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala
klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut,
demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan
lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum
yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet
muda.
Farmakodinamika :
 menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
 obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA
terganggu.
 Toksisitas :
Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih
besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
 gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan
kosong
 pandangan kabur
 sakit kepala, pusing (vertigo)
 gangguan pendengaran
Formulasi obat:
 Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg
berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
 Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa
klorokuin disulfat per ampul.

2. Primakuin
Kerja obat :
 sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae
tidak diketahui.
 sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi
sehingga perlu hati-hati.
 gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
 hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan)
sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
 Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
 Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
 Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila
dalam keadaan kosong
 Kejang-kejang/gangguan kesadaran
 Gangguan sistem haemopoitik
 Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat :
 Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.

3. Kina
Kerja obat :
 sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
 Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap
spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika :
 Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat
sintesa protein parasit.
Toksisitas :
 dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping :
 Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan
pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan
kabur.
Formulasi obat:
 Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
 Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)

4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)


Kerja obat :
 sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap
parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis
tunggal sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
 Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan
gametosit
Farmakodinamika :
 primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat
terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
 SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan
sitoplasma parasit
Toksisitas :
 sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
 pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari
(dewasa)
Efek samping :
 gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
 pandangan kabur
 sakit kepala, pusing (vertigo)
 haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Formulasi obat :
 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang
digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma
50 – 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan
demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan
penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang
tidak mematikan P. berghei pada mencit.
Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya
terlindung dari kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang
penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia).
Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk
menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral tunggal
tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah genggam daun
sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga tinggal
sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah
siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya
tiga kali, masing-masing sebanyak ¾ gelas minum.

6. Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada baiknya
tanaman ini yang dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m dengan diameter batang 40 – 60
cm. Di Jawa, pulai umumnya ditemukan di daerah berketinggian di bawah 900 m di atas
permukaan laut. Bagian tanaman yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa
bagian pohon ini pahit dan tak berbau. Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan
malaria kronis yang disertai pembesaran limpa.
Di dalamnya terkandung senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti
tidak beracun. Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat
plasmodicide pada konsentrasi 10 – 100 mikrogram/mikroliter. Apakah alkaloid yang
dikandungnya bersifat plasmodicide, belum terbukti. Untuk menggunakannya sebagai obat
tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya sebesar tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga
gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ½-nya. Setelah disaring dan diberi pemanis berupa
gula atau madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat tradisional. Sekali minum
cukup ¾ gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali.

7. Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti kemungkinannya
sebagai obat malaria. Tanaman ini berupa pohon dan cepat tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini
banyak dibudidayakan di daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut.
Tingginya bisa mencapai 15 m dengan batang berdiameter 40 – 50 cm. Kayunya termasuk kuat
dan awet. Daunnya merupakan bagian yang bisa digunakan sebagai obat malaria. Di dalamnya
terdapat alkaloid bersifat racun dan oxymethylanthraquinone.
Namun, zat-zat tsb belum terbukti bertanggungjawab terhadap khasiatnya sebagai obat
malaria. Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g dalam bentuk infus
oral tidak mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah) tertular parasit (plasmodium). Ada
kemungkinan perlu dosis lebih besar dan dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang
diharapkan bisa dicapai. Juga telah dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang
tidak beracun.
Secara in vivo ekstrak tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P. berghei, tapi
memperpanjang masa hidup mencit tertular, lantaran limpa dan hatinya tidak rusak. Daun johar
juga memiliki daya imunostimulasi (merangsang produksi zat kekebalan tubuh), bersifat
antipiretik yang potensinya seperti asetosal. Infusnya juga bersifat hepatoproteksif (melindungi
hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan seorang
bernama Wilkens di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar untuk pengobatan malaria.
Segenggam daun mudanya direbus dengan enam cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya
(tiga cangkir). Hasil rebusan ini diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau
penderita merasa agak baik, dosisnya diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing
secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya diturunkan kembali menjadi secangkir dalam
sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama. Untuk
menggunakannya dalam proses pengobatan malaria digunakan ¾ genggam daun johar segar.
Semuanya direbus di dalam 3 gelas minum air hingga air rebusannya tersisa ¾-nya. Air rebusan
ini diminum 3 kali sehari, masing-masing ¾ gelas minum.

8. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah
bratawali (Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang
sebesar kelingking orang dewasa. Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
agian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya
terkandung alkaloid.
Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian
pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-
muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati.
Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh
dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus
demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang meringankan penderitaan penderita malaria.
Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab
lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang
tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan ¾ jari batang bratawali
segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 ½ gelas minum air hingga
tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya
siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-
masing ¾ gelas minum.

9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli sependapat
bahwa harapan untuk memenangkan perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin
antimalaria. Dari ke empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian
adalah P falciparum sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini.
Sementara ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
 pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
 pada tingkat blood stage.
 pada transmission blocking.
 kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel
darah merah yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat
penting peranannya bagi strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di
dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah
terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap
protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau
menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi
parasit dari manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat
yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat
pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe
peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam
percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang
dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun ternyata
penambahan berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru
seperti transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih
memahami biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan
obat antimalaria yang baru. Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun
tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan
vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap
mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.
J. PENCEGAHAN MALARIA
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang
penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini
sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan
menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
 Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu
berinsektisida.
 Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
 Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
 Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
 Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
 Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
 Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
 Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta
genangan air.
 Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada
genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
 Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang
pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum
seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya
mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis
parasit malaria.
Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu
sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali. Penduduk daerah
endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat
hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin
sebanyak tiga tablet
K. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan
gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit
pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup
(survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam
patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik.
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit,
tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung
parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular
yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
b. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi
malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran
cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah
suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF
dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit
pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi
sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium
falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada
endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut
berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk
tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria
dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang
terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang
membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium falciparum.
PENGELOLAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS
“DI DAERAH ENDEMIK MALARIA”

A. PERENCANAAN
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memakai obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur,
dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
4. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
5. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
6. Menyemprot rumah dengan DDT.
7. Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles (memakai kelambu,
repelen, obat nyamuk dll).
8. Membunuh nyamuk dewasa menggunakan berbagai insektisida.
9. Membunuh jentik/kegiatan anti larva, baik secara kimiawi dengan larvasida maupun
biologik dengan ikan, tumbuhan, jamur dan bakteri.
10. Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
11. Peran keluarga sangat penting dalam membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat yang
akan mencegah serangan penyakit kepada orang per orang.
12. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent)
13. Observasi TTV bagi penderita malaria
14. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
15. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
16. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
17. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan
18. Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1
minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
19. Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
20. Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan
primakuin sebanyak tiga tablet.
21. Pengobatan pada penderita malaria.
22. Pemberian pengobatan untuk pencegahan (profilaksis).
23. Pada daerah endemi malaria khusus wanita hamil, selama kehamilan berjalan harus
mengkonsumsi obat anti malaria
24. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut.
25. Rujukan pada penderita malaria berat

B. PENGORGANISASIAN

Kepala Desa : peranan Kepala Desa sangat penting untuk usaha pencegahan malaria di
masyarakat mengingat bahwa kepala desa merupakan tokoh yang disegani oleh
masyarakat. Kepala desa memberikan himbauan kepada masyarakat untuk
melakukan usaha-usaha pencegahan malaria sesuai dengan perencanaan yang
ditentukan atas dasar musyawarah antara Kepala Desa, Toma, Toga, Bidan,
Kader, dan Masyarakat.

Bidan : Bidan memberikan penyuluhan kepada mayarakat dengan dibantu kader


mengenai usaha-usaha pencegahan malaria. Bidan melakukan tindakan
perawatan dan pengobatan kepada penderita malaria. Bagi penderita malaria
berat bidan melakukan tindakan rujukan untuk penanganan lebih lanjut.

Dokter : membantu bidan dalam hal pemberian terapi.

C. PELAKSANAAN

Melaksanakan perencanaan yang sudah direncanakan

 Usahakan tidur dengan kelambu, memakai obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur,
dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
 Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
 Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
 Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
 Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
 Menyemprot rumah dengan DDT.
 Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles (memakai kelambu,
repelen, obat nyamuk dll).
 Membunuh nyamuk dewasa menggunakan berbagai insektisida.
 Membunuh jentik/kegiatan anti larva, baik secara kimiawi dengan larvasida maupun
biologik dengan ikan, tumbuhan, jamur dan bakteri.
 Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
 Mengobati penderita malaria.
 Pemberian pengobatan untuk pencegahan (profilaksis).
 Peran keluarga sangat penting dalam membiasakan diri untuk hidup bersih dan sehat yang
akan mencegah serangan penyakit kepada orang per orang.
 Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent)
 Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
 Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
 Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
 Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan
 Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1
minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
 Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin
300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
 Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika
daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan
primakuin sebanyak tiga tablet.
 Pada daerah endemi malaria khusus wanita hamil, selama kehamilan berjalan harus
mengkonsumsi obat anti malaria
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

1. Pencegahan pada anak :

OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu.
Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau
minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk sebaiknya tidak digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.

2. Pencegahan perorangan

Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap penyakit


malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin.

Cara pengobatannya :

Bagi pendatang sementara : Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria,
selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah
malaria.

Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :


Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa efek
samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama musim penularan, obat
diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu dianjurkan hanya untuk 3-6 bulan saja.

Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.)

3. Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang
berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih
baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos pengobatan malaria yang
dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di
dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria. Dosis dan cara pengobatan sama
seperti pengobatan pencegahan perorangan
RUJUKAN PENDERITA

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.


Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten. Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS
Propinsi.

Cara merujuk :

1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa,
riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.

Kriteria penderita malaria yang dirawat inap : Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah
ini :

1. Malaria dengan komplikasi


2. Malaria congenital pada bayi
3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

PENATALAKSANAAN MALARIA
Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian
cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan
menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang
berakibat gagal ginjal akut.
Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah,
suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), .
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol 10 mg/kg.bb/kali, dan
dapat dilakukan kompres. Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara
perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24
jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan
2 kali sehari.
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria
diagnostik mikroskopik. Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita
untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif.

D. MONITORING DAN EVALUASI


 Melakukan pengawasan dan evaluasi kepada masyarakat mengenai usaha pencegahan
malaria yang sudah di lakukan
 Melakukan pengawasan dan evaluasi mengenai pengobatan dan perawatan yang sudah
diberikan karena diharapkan setelah dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan
keadaan penderita membaik.
 Melakukan tindakan rujukan bagi penderita malaria berat

E. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang usaha-usaha yang sudah dilakukan untuk
pencegahan malaria serta tindakan pengobatan dan perawatan yang sudah diberikan dan juga
dilakukan pencatatan reaksi pasien terhadap tindakan yang sudah diberikan. Melakukan tindakan
rujukan kepada penderita dengan malaria berat untuk mendapat tindakan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai