Anda di halaman 1dari 28

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sehat Jiwa, Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa


1. Pengertian Sehat jiwa
a. Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Kesehatan jiwa adalah suatu kondiri yang memungkinkan perkembangan optimal
bagi individu secara fisik,intelektual dan emosional sepanjang hal itu tidak
bertentangn dengan kepentingan orang lain (WHO)
c. Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi yang
memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan emosional seseorang secara
oftimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya secara
wajar dengan harkat martabat manusia
d. Kesehatan jiwa deselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara
oftimal baik intelektual maupun emosional (pasal 24,UU tentang
kesehatan,1992).Upaya peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk mewujudkan
jiwa yang sehat secara oftimal,baik intelektual maupun emosional melalui
pendekatan peningkatan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan,agar seseorang dapat tetap atau kembali hidup secara
harmonis,baik dalam lingkungan keluarga,lingkungan kerja dan atau dalam
lingkungan masyarakat.
e. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahera yang memungkinkan hidup
harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang,
dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia.

Ciri-ciri sehat jiwa adalah :

a. Bersikap positif terhadap diri sendiri


b. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.
2

c. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya


d. Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil
e. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan perasaan serta sikap
orang lain
f. Mampu menyuaikan diri dengan lingkungan

Ciri – ciri individu yang sehat jiwa meliputi menyadari sepenuhnya kemampuan
dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif
dan memenuhi kebutuhan hidupnya dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,
menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama orang
lain.

2. Masalah Psikososial
Masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang
bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan
dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa,
atau (gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa
yang berdampak pada lingkungan sosial.

Ciri-ciri masalah psikososial, yaitu :

a. Cemas, hawatir berlebihan, takut


b. Mudah tersinggung
c. Sulit berkonsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu merasa rendah diri
e. Merasa kecewa
f. Pemarah dan agresif
g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar,, otot tegang, sakit kepala

3. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanaan peran.
3

Ciri-ciri gangguan jiwa, yaitu :


a. Sedih berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Menggantung diri
e. Tidak mengenali orang
f. Bicara kacau
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri

B. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing


1. Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang
komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat
jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta
pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada
pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder
pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan
jiwa) dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek
kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh
yag dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan
dala rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan
penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak
pada kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
4

Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat


seperti ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang
memerlukakan pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.
c. Aspek sosial
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan
pekerjaan , tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari
berbagai sektor terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial
yang memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan
sebagai sistem pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang
ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan
sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah
kesehatan yang terjadi.

Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang


pelayanan yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa
integratif dan pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat.
Perberdayaan seluruh potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan
agar terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.

2. Konsep Community Mental Health Nursing (CMHN)


Konsep utama Community Mental Health Nursing (CMHN) adalah memberikan
perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan kesehatan jiwa
perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan kesehatan jiwa
individu, keluarga atau kelompok. Komunitas menjadi dasar pelayanan keperawatan jiwa
dengan cara memberikan perawatan dalam bentuk hubungan terapeutik bersama pasien di
rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik kesehatan jiwa, pusat perawatan primer, pusat
krisis, rumah perawatan atau setting komunitas lainnya.
5

Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin kerjasama dengan


keluarga, orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama dalam berbagai setting di
komunitas. Tujuan dari CMHN yaitu memberikan pelayanan, konsultasi dan edukasi,
atau memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen
komunitas lainnya. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko terjadinya gangguan
jiwa dan meningkatkan penerimaan komunitas terhadap praktek kesehatan jiwa melalui
edukasi. Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehta mental, beresiko
gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah sakit (Yosep,
Iyus, dkk, 2014).

3. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa


a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat
dengan klien).
b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).
e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis
dalam keperawatan jiwa).
f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya
dalam keperawatan jiwa).
g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan
dalam keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika
dalam keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses
keperawatan: dengan standar- standar perawatan).
6

j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards


(aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar
professional).

4. Jenis – jenis CMHN


a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan
(7 Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.
b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1. Membentuk desa siaga sehat jiwa
2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat,
masalah psikososial dan sehat jiwa.
3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan
mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan
informal serta masyarakat luas
Kegiatan :
1. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
2. Kerjasama Lintas sektoral

5. Konseptual Model Keperawatan Jiwa Komunitas

Model View of Therapeutic Roles of a


behavioral process patient &
deviation therapist
7

Psychoanalytical (freud, Ego tidak Asosiasi Klien:


Erickson) mampu bebas & mengungkapkan
mengontrol analisa semua pikiran &
ansietas, mimpi mimpi Terapist :
konflik tidak Transferen menginterpretasi
selesai untuk pikiran dan
memperbaiki mimpi pasien
traumatic
masa lalu
Interpersonal (Sullivan, Ansietas Build feeling Patient: share
peplau) timbul & security anxieties
dialami secara Trusting Therapist : use
interpersonal, relationship empathy &
basic fear is & relationship
fear of interpersonal
rejection satisfaction
Social (caplan,szasz) Social & Environment Pasien:
environmental manipulation menyampaikan
factors create & social masalah
stress, which support menggunakan
cause anxiety sumber yang
&symptom ada di
masyarakat
Terapist:
menggali
system social
klien
8

Existensial (Ellis, Rogers) Individu Experience Klien: berperan


gagal in serta dalam
menemukan relationship, pengalaman
dan menerima conducted in yang berarti
diri sendiri group untuk
Encouraged mempelajari diri
Tabel to accept self Terapist:
& control memperluas
behavior kesadaran diri
klien
Supportive Faktor Menguatkan Klien: terlibat
Therapy(Wermon,Rockland) biopsikososial respon dalam
& respon koping identifikasi
maladaptive adaptif coping Terapist:
saat ini hubungan yang
hangta dan
empatik
Medical (Meyer,Kreaplin) Combination Pemeriksaan Klien: menjalani
from diagnostic, prosedur
physiological, terapi diagnostic &
genetic, somatic, terapi jangka
environmental farmakologik panjang Terapist
& social & teknik : Therapy,
interpersonal Repport
effects,Diagnose
illness,
Therapeutic
Approach
1.konseptual model keperawatan jiwa komunitas
9

1. Psycoanalytical (Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt
terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id
(kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan
akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das
uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of
Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya
konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa
oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus
untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda
pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic
yang membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah
menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk
memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang
sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali
dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih
dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya,
sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai
keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar,
diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling
percaya).
2. Interpersonal ( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang
bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan
(Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat
berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut
seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun
rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin
10

hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang
lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah
share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien,
apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist
use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut
merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal
yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Social ( Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan
jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor
lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and
environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip
proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment
manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya
dukungan sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah
pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat
melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist
berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di
sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial ( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau
gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan
hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri
dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip dalam proses terapinya
adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain,
memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap
sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan
(conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima
kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self
and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk
berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari
dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas
11

kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed
back, kritik, saran atau reward & punishment.
5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep
ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya
menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek
psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri,
perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti :
susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam
beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya
dengan masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping adaptif,
individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada
dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki
dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat
dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica ( Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul
akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan
factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan
dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan
terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai
dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan.

6. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas


Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya.
12

Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting


untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan
jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan
pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia
untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.

1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya


2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit
mental - penyuluhan dan konseling
5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

7. Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)


1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,
koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk
menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk
pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit
mental melalui penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan
penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan
klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
13

8. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas


Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang
diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang
sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan
pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan
jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer ,
sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya
gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan
yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan
kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada
pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi
perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan
menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
1) Pendidikan menjadi orangtua
2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3) Memantau dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang
kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang
semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
14

2) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak


yatim piatu.
3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
4) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat
tinggal.
d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:
1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti
orang lain.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri
seseorang.
e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena
itu perlu dilakukan program :
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
tanda-tanda bunuh diri.
2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.

2. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan
penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota
masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan
jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan
langsung.
15

b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai


berikut :
1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua
pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi
maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan
kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di
tempat– tempat umum)
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai
dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan
dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan
kepatuhan pasien minum obat.
5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang
dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada
gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar
melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda
yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang
aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan
rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk
membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi
keluarga dan terapi lingkungan.
9) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau
kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang
mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara
penyelesaiannya.
10) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam
24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
16

11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana
keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan
kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi
kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu
anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada
pencegahan tersier meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat
seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat,
tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat.
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap
penerima pasien gangguan jiwa.
b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan
cara :
a. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b. Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan
masyarakat.
c. Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien produktif
kembali.
d. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan
untuk dirinya.
3. Program sosialisasi
a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
17

b. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari


[ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c. Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat
rekreasi.
d. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama,
majelis taklim, kegiatan adat)
4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam
masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program
mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien
gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai
pasien gangguan jiwa.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang
berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa.

9. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai
11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini
menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan
karena merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di berbagai
lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa, sebagai
berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak-anak dengan gangguan kecemasan menanggapi
hal-hal tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda-
tanda fisik dari kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan
berkeringat.
18

b. Gangguan perilaku : Anak-anak dengan gangguan ini cenderung untuk


menentang aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti
sekolah.
c. Gangguan perkembangan : Anak-anak dengan gangguan ini biasanya pola
pemikiran mereka memiliki masalah dalam memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap, serta
perilaku yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait dengan
pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus
bahkan berubahnya suasana hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan
pikiran.
h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas
yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan
afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak.
Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan eliminasi,
gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun
dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic
dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak
memiliki lebih dari satu gangguan.

2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja


a. Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu
antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk
respon emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik
yang ditimbulkannya sama cemas merupakan suatu bentuk pengalamanan yang
umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik
19

dan gangguan medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas


mendominasi dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.
b. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang remaja mempunyai kecenderungan
untuk mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan
secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang
patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat
depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik,
gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi
pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan
gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder
biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan
sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai
ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang
rendah , dan tidak patuh.
c. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan
psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan
gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan permintaan
pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan
juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang
menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan
penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan depresi yang
nyata.
d. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat
dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau
20

gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala yaitu waham , halusinasi,


perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah
laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
 Skizofrenia
 Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
 Gangguan waham
 Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh
adanya antara lain delirium,demensia )

Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan


skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas, seperti
adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi yang
melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia, afek yang
tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.

e. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika,


dan zat Adikiflainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin
meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja
penyalahgunaan NAPZA :
 Konflik keluarga yang berat
 Kesulitan Akademik
 Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan
tingkah laku dan depresi.
 Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua dan teman
 Impulsivitas
 Merokok pada usia terlalu muda.

Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang
remaja akan menjadi penggunaan NAPZA.

3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia


a. Skizofernia
21

Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang


berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia
pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan
pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga
menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas,
bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga
gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan
dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun
orang. Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham
kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada
keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita
sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.
b. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali
timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita).
Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di
satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita
dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri
paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak
menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya
sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya
secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada
wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
c. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan
keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
22

1) Gangguan Afektif tipe Depresif


2) Gangguan Afektif tipe Manik
d. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia).
Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena
disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang
ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang
didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada
lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam
memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan
sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya
yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis
tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum
gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis cemas dan panic
2) Neurosis obsesif kompulsif
3) Neurosis fobik
4) Neurosis histerik (konversi)
5) Gangguan somatoform
6) Hipokondriasis

10. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS


Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik


Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

23

Spesialisasi keperawatan jiwa

1. DULU :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
2. SEKARANG :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat
c. Perlu pemahaman tentang human right
d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

11. Perawatan Klien Gangguan Jiwa


1. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:
a. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal
klien di rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan
keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses
keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu
klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan
masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative
yang dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga
antara lain:
1) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien
2) Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya
3) Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan
masalah klien.
4) Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi
pengalaman,mengatasi masalah klien.
5) Melakukan terapi - keluarga.
6) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.
24

Persiapan Pulang: Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan


dengan perawatan di rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan
persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan segera mungkin setelah dirawat
serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan.Persiapan atau rencana pulang
bertujuan untuk:

1) Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan sosial


2) Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.
3) Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat
4) Melaksanakan proses pulang yang bertahap.
b. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang
adalah:
1) Pendidikan (edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan
angka kambuh pada klien dan keluarga yang mengikuti program
pendidikan.Pendidikan kesehatan ini ditujukan pula untuk mencegah atau
menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien. Program pendidikan yang
dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus: ADL,perilaku adaptif,aturan
makan obat,penataan rumah tangga,identifikasi gejala kambuh,pemecahan
masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi emosi yang
konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
2) Program pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan
ktrampilan mandiri maka klien dapat mengikuti program pulang
bertahap.Tujuannya adalah melatih klien kembali ke lingkungan keluarga dan
masyarakat.Klien,keluarga,bahkan kalau perlu masyarakat dipersiapkan,
antara laian apa yang harus dilakukan klien di rumah, apa yang harus
dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.Kegiatan yang dilakukan klien
dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi keberhasilannya
sebagai data untuk rencana berikut.
3) Rujukan. Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai
hubungan langsung dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas)
25

sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta


dalam membuat rencana pulang.
c. Rencana Perawatan di rumah.
Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan
pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan
jiwa.Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien
sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan keluarga bekerja sama untuk
membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat.Perawat dapat
membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan aftercare
di Puskesmas. Perawat membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri
dilingkungan keluarga,dalam hal sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan
memecahkan masalah.
2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di
rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan sebaliknya
pada klien gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.
26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu
perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon
psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan
terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan
untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan
jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya,
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.
27

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.

Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret 2012. Diambil pada
tanggal 15 April 2013, dari alamat
http://makalahkeperawatanku.blogspot.com/2012/03/community-mental-health-
nursing.html

Dunia Remaja, Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja. Post 23
Februari 2012. Diambil pada tanggal 15 April 2013, dari alamat
http://reni77.wordpress.com/2012/02/23/beberapa-jenis-gangguan-jiwa-yang-banyak-
terjadi-pada-masa-remaja/

Kesehatan komposiana, Gangguan Jiwa Pada Anak. Post 12 April 2013. Diambil pada tanggal
15 April 2013, dari alamat
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/04/12/gangguan-jiwa-pada-anak
545552.html?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khewp
28

Anda mungkin juga menyukai