Anda di halaman 1dari 82

UKBM ( UNIT KEGIATAN BELAJAR MANDIRI SISWA ) BERBASIS SKS

SEBAGAI SALAH SATU UPAYA KURIKULUM 2013 MENJAWAB


TANTANGAN ERA GLOBAL DAN ABAD 21

I. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN


A. Latar Belakang dan Pengertian
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang
akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama
bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi
berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan
komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari
kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin
kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia
pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai
melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada
sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya
bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib
sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas
internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar

1|Page
akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN,
mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap
kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi,
sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat
membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan
keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi
pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu
hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak
masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk
dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan
biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk
dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah
air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati
golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan
golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus
globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang
kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah
mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan
untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat
memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas
pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat

2|Page
akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari
sekarang.
B. Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan
Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari
mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan
pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik
maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih
produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan. Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang
berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam
kancah globalisasi, menimbulkan Dampak positif dan negatif dari dari pengaruh
globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
(Pengajaran Interaktif Multimedia)
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran
pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi
pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila
dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana
atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk
mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer.
Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi
suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa
daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru
berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa

3|Page
bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang
guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak
seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca
kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan
verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang
lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali,
dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John
Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang
mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna”
bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke
masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala
Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens.
Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan
hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John
Micklethwait, 2007:166).
b. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah
juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka
macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya:
pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita
yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah
diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra,
alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.

4|Page
c. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computerdan internet dapat
menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru
ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa
bantuan alat - alat tersebut.
C. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
1. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan,
dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam
ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian
sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains
dan teknologi secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada
pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola
oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar,
sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa
pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap
secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek. Pendidikan yang sekular-
materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi

5|Page
melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu
terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama.
Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya.
Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang
menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains
dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang
yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke
sektor modern.
2. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan
masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam
pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak
(TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain
kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan
mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas
modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala
pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun
dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-
orang dekat kepada sekolah. Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU
tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan
dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis
dan politis amat besar.
Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang

6|Page
sosoknya tidak jelas. Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu,
tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah
untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free
trade). Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk
sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru
tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat
demi kepentingan pribadi maupun golongan.
3. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas
kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian
pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan
India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi,
pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal.
India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia
masih dibayangbayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik
yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar
Internasional. Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa
daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi.
Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD,
SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih
membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari
lembaga pendidikan keguruan. Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya
membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal
yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar
belakang pendidikan non formal.

7|Page
D. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap
menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja
dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa
transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam
globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia
pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia
pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di
atas, kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini
adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada
pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor
lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas
sektoral.
Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi
peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk
membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-
tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini. Yang
dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning
strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan
pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,
tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan
yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa
bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang
dalam globalisasi.

8|Page
II. REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDIDIKAN DI
INDONESIA
A. Revolusi Industri 4.0
Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Richard Mengko, yang mengambil
sumber dari A.T. Kearney, mengungkap sejarah revolusi industri sampai akhirnya
menyentuh generasi keempat. Berikut ini empat tahap evolusi industri dari awal
hingga saat ini:
1. Akhir abad ke-18
Revolusi industri yang pertama terjadi pada akhir abad ke-18. Ditandai dengan
ditemukannya alat tenun mekanis pertama pada 1784. Saat itu, industri
diperkenalkan dengan fasilitas produksi mekanis menggunakan tenaga air dan
uap. Peralatan kerja yang awalnya bergantung pada tenaga manusia dan hewan
akhirnya digantikan dengan mesin tersebut. Banyak orang menganggur tapi
produksi diyakini berlipat ganda.
2. Awal abad ke-20
Revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20. Kala itu ada pengenalan
produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Lini produksi pertama melibatkan
rumah potong hewan di Cincinnati, Amerika Serikat, pada 1870.
3. Awal 1970
Pada awal tahun 1970 ditengarai sebagai perdana kemunculan revolusi industri
3.0. Dimulai dengan penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna
otomatisasi produksi. Debut revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan
kemunculan pengontrol logika terprogram pertama (PLC), yakni modem 084-
969. Sistem otomatisasi berbasis komputer ini membuat mesin industri tidak lagi
dikendalikan manusia. Dampaknya memang biaya produksi menjadi lebih
murah.

9|Page
4. Awal 2018
Saat ini memasuki tahun 2018 merupakan zaman revolusi industri 4.0 yang
ditandai dengan sistem cyber-physical. Dunia industri mulai menyentuh dunia
virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di
mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama internet of things (IoT).

Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0.


Pertama, interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan
orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things
(IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan,
dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi
untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital
dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan
teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia
dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat
keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; (b)
kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas
yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi bantuan
visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan
sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif
mungkin. Secara sederhana, prinsip industri 4.0 menurut Hermann et al (2016) dapat
digambarkan sebagai berikut.

10 | P a g e
Industri 4.0 telah memperkenalkan teknologi produksi massal yang fleksibel
(Kagermann et al, 2013). Mesin akan beroperasi secara independen atau
berkoordinasi dengan manusia (Sung, 2017). Industri 4.0 merupakan sebuah
pendekatan untuk mengontrol proses produksi dengan melakukan sinkronisasi waktu
dengan melakukan penyatuan dan penyesuaian produksi (Kohler & Weisz, 2016).
Selanjutnya, Zesulka et al (2016) menambahkan, industri 4.0 digunakan pada tiga
faktor yang saling terkait yaitu; 1) digitalisasi dan interaksi ekonomi dengan teknik
sederhana menuju jaringan ekonomi dengan teknik kompleks; 2) digitalisasi produk
dan layanan; dan 3) model pasar baru.
B. Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia
Dewasa ini, informasi dan teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan
sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel
bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat
hebat sekali. Peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu
pengetahuan sedikit banyak bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran

11 | P a g e
dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan
kreativitas yang sangat tinggi.
Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia.
Mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018,
pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan
belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar.
Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan
mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini
terimplementasi, akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi
dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus
diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin
sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan mesin.
Siapkah guru di Indonesia menghadapi era revolusi industri 4.0 ketika masih
disibukkan oleh beban penyampaian muatan pengetahuan dan ditambah berbagai
tugas administratif? Saat ini guru merasa terbebani dengan kurikulum dan beban
administratif yang terlalu padat sehingga tidak lagi memiliki waktu tersisa memberi
peluang anak didik menjelajahi daya-daya kreatif mereka menghasilkan karya-karya
orisinal. Akibatnya, interaksi sosial anak didik terbatasi, daya kreasinya terbelenggu,
dan daya tumbuh budi pekerti luhurnya.
Era revolusi industri 4.0 akan berdampak pada peran pendidikan khususnya
peran pendidiknya. Jika peran pendidik masih mempertahankan sebagai penyampai
pengetahuan, maka mereka akan kehilangan peran seiring dengan perkembangan
teknologi dan perubahan metode pembelajarannya. Kondisi tersebut harus diatasi
dengan menambah kompetensi pendidik yang mendukung pengetahuan untuk
eksplorasi dan penciptaan melalui pembelajaran mandiri.
Abad ke-21 ditandai dengan era revolusi industry 4.0 sebagai abad
keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21

12 | P a g e
mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata
kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta
kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21
meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-
lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggulan.
Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam
berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan
suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru, demikian
kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila tantangan-tantangan baru tersebut
dihadapi dengan menggunakan paradigm lama, maka segala usaha akan menemui
kegagalan. Tantangan yang baru menuntut proses terobosan pemikiran (breakthrough
thinking process) apabila yang diinginkan adalah output yang bermutu yang dapat
bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba terbuka (Tilaar, 1998:245).
Dalam kontek pembelajaran abad 21, pembelajaran yang menerapkan
kreativitas, berpikir kritis, kerjasama, keterampilan komunikasi, kemasyarakatan dan
keterampilan karakter, tetap harus dipertahankan bahwa sebagai lembaga pendidikan
peserta didik tetap memerlukan kemampuan teknik. Pemanfaatan berbagai aktifitas
pembelajaran yang mendukung i4.0 merupakan keharusan dengan model resource
sharing dengan siapapun dan dimanapun, pembelajaran kelas dan lab dengan
augmented dengan bahan virtual, bersifat interaktif, menantang, serta pembelajaran
yang kaya isi bukan sekedar lengkap. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan
implementasi pendidikan dan pembelajaran saat ini yang dibatasi oleh dinding-
dinding ruang kelas yang tidak memungkinkan anak didik mengeksplorasi
lingkungan pendidikan yang sesungguhnya, ialah keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Guru menyelenggarakan pembelajaran selalu kaya adate (sebagaimana biasanya) dan
bukan kaya kudune (sebagaimana seharusnya), miskin inovasi dan kreasi. Proses
pembelajaran di sekolah tidak lebih merupakan rutinitas pengulangan dan

13 | P a g e
penyampaian (informatif) muatan pengetahuan yang tidak mengasah siswa untuk
mengembangkan daya cipta, rasa, karsa, dan karya serta kepedulian sosial. Guru
menyelenggarakan pembelajaran tahun ini masih seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dunia pendidikan pada era revolusi industry berada di masa pengetahuan
(knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa.
Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan
teknologi digital yang disebut dengan information super highway (Gates, 1996). Gaya
kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan
dengan kebutuhan pada masa pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran
harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta
didik dapat berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran.
Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik
yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran
menggunakan sumber daya informasi yang tersedia Trilling and Hood, 1999 : 21).
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas
menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang
kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya
menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah
pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesia merupakan salah satu sistem
pendidikan terbesar di dunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu
lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir
seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita
tidak ingin terlindas oleh perubahan zaman global.
P21 (Partnership for 21st Century Learning) mengembangkan framework
pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik untuk memiliki keterampilan,
pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan
pembelajaran dan inovasi serta keterampilan hidup dan karir (P21, 2015). Framework

14 | P a g e
ini juga menjelaskan tentang keterampilan, pengetahuan dan keahlian yang harus
dikuasai agar siswa dapat sukses dalam kehidupan dan pekerjaannya. Perhatikan
gambar berikut ini.

Framework Pembelajaran Abad 21

Sejalan dengan hal itu, Kemendikbud merumuskan bahwa paradigma


pembelajaran abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan
kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemdikbud,
2013). Adapun penjelasan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut
(BSNP:2010) adalah sebagai berikut: (a) Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah (Critical-Thinking and Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara
kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks pemecahan masalah; (b)
Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration

15 | P a g e
Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai
pihak; (c) Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills),
mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai
terobosan yang inovatif; (d) Literasi teknologi informasi dan komunikasi
(Information and Communications Technology Literacy), mampu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-
hari; (e) Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu
menjalani aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari
pengembangan pribadi, dan (f) Kemampuan informasi dan literasi media, mampu
memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan
beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan
beragam pihak.

Untuk menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki


keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi
informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi
(Frydenberg & Andone, 2011) Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills,

16 | P a g e
(2) learning and innovation skills, dan (3) Information media and technology skills.
Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema yang disebut dengan
pelangi keterampilan pengetahuan abad 21/21st century knowledge-skills rainbow
(Trilling dan Fadel, 2009). Skema tersebut diadaptasi oleh organisasi nirlaba p21
yang mengembangkan kerangka kerja (framework) pendidikan abad 21 ke seluruh
dunia melalui situs www.p21.org yang berbasis di negara bagian Tuscon, Amerika.
Adapun konsep keterampilan abad 21 dan core subject 3R, dideskripsikan berikut ini.
Gambar 4 menunjukkan skema pelangi keterampilan- pengetahuan abad 21.

Pada skema yang dikembangkan oleh pembelajaran abad 21 diperjelas dengan


tambahan core subject 3R. dalam konteks pendidikan, 3R adalah singkatan dari
reading, writing dan arithmatik, diambil lafal “R” yang kuat dari setiap kata. Dari
subjek reading dan writing, muncul gagasan pendidikan modern yaitu literasi yang
digunakan sebagai pembelajaran untuk memahami gagasan melalui media kata-kata.
Dari subjek aritmatik muncul pendidikan modern yang berkaitan dengan angka yang
artinya bisa memahami angka melalui matematika. Dalam pendidikan, tidak ada
istilah tunggal yang relevan dengan literasi (literacy) dan angka (numeracy) yang
dapat mengekspresikan kemampuan membuat sesuatu (wrighting). 3R yang
diadaptasi dari abad 18 dan 19 tersebut, ekuivalen dengan keterampilan fungsional
literasi, numerasi dan ICT yang ditemukan pada sistem pendidikan modern saat ini.
Selanjutnya, untuk memperjelas fungsi core subject 3R dalam konteks 21st century

17 | P a g e
skills, 3R diterjemahkan menjadi life and career skills, learning and innovation skills
dan information media and technology skills.
Adapun dalam rangka mewujudkan keterampilan pengetahuan abad 21,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan Kurikulum 2013 Revisi 2017.
Kurikulum ini diharapkan mampu menjawab kritik dan masalah ketika Kurikulum
2013 (Kurtilas) diberlakukan. Yang pasti, kurikulum 2013 dan juga Revisi 2017 tetap
menegaskan mengenai pentingnya Ketrampilan Abad 21. Ketrampilan Abad 21 yang
dianggap bisa memperkuat modal social (social capital) dan modal intelektual
(intellectual capital), biasa disingkat dengan 4C: communication, collaboration,
critical thinking and problem solving, dan creativity and innovation. Secara
operasional, 4C ini dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara
berpikir, termasuk berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah,
membuat keputusan, dan belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk
berkomunikasi, berkolaborasi, bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga
global sekaligus local; dan keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad
21, yakni teknologi informasi, jaringan digital, dan literasi.
Rincian pembelajaran berbasis kecakapan abad 21 sebagai berikut:
1. Communication (komunikasi)
Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik
secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak semua orang mampu melakukan
komunikasi dengan baik. Terkadang ada orang yang mampu menyampaikan
semua informasi secara lisan tetapi tidak secara tulisan ataupun sebaliknya.
Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu berinteraksi dengan
sesamanya. Oleh karena itu, komunikasi merupakan salah satu hal yang
terpenting dalam peradaban manusia. Tujuan utama komunikasi adalah
mengirimkan pesan melalui media yang dipilih agar dapat dimengerti oleh
penerima pesan. Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang

18 | P a g e
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh
komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Supaya komunikasi antar
manusia terjalin secara efektif dibutuhkan teknik berkomunikasi yang tepat.
Teknik komunikasi adalah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan
informasi dari komunikator ke komunikan dengan media tertentu. Dengan
adanya teknik ini diharapkan setiap orang dapat secara efektif melakukan
komunikasi satu sama lain dan secara tepat menggunakannya. Beberapa teknik
dalam komunikasi:
a. Ucapan yang jelas dan idenya tidak ada makna ganda dan utuh.
b. Berbicara dengan tegas, tidak berbelit-belit
c. Memahami betul siapa yang diajak bicara, hadapkan wajah dan badan,
pahami pikiran lawan bicara.
d. Menyampaikan tidak berbelit-belit, tulus dan terbuka.
e. Sampaikan informasi dengan bahasa penerima informasi.
f. Menyampaikan dengan kemampuan dan kadar akal penerima informasi
g. Sampaikan informasi dengan global dan tujuannya baru detailnya.
h. Berikan contoh nyata, lebih baik jadikan Saudara sebagai model langsung.
i. Sampaikan informasi dengah lembut, agar berkesan, membuat sadar dan
menimbulkan kecemasan yang mengcerahkan.
j. Kendalikan noise dan carilah umpan balik untuk meyakinkan informasi
Saudara diterima. Contoh dengan bertanya atau menyuruh mengulanginya.
2. Collaborative (kolaborasi)
Adalah kemampuan berkolaborasi atau bekerja sama, saling bersinergi,
beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif
dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati
perspektif berbeda. Kolaborasi juga memiliki arti mampu menjalankan tanggung
jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan

19 | P a g e
masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri
sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.
3. Critical thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah).
Adalah kemampuan untuk memahami sebuah masalah yang rumit,
mengkoneksikan informasi satu dengan informasi lain, sehingga akhirnya
muncul berbagai perspektif, dan menemukan solusi dari suatu
permasalahan. Critical thinking dimaknai juga kemampuan menalar, memahami
dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem,
menyusun, mengungkapkan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
4. Creativity and Innovation (Kreativitas dan inovasi)
Adalah kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan
responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Kreativitas juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam
menciptakan penggabungan baru. Kreativitas akan sangat tergantung kepada
pemikiran kreatif seseorang, yakni proses akal budi seseorang dalam
menciptakan gagasan baru. Kreativitas yang bisa menghasilkan penemuan-
penemuan baru (dan biasanya bernilai secara ekonomis) sering disebut sebagai
inovasi.
Peta kompetensi keterampilan 4Cs sesuai dengan P21

20 | P a g e
C. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) bagi Guru untuk Menghadapi
Era Revolusi Industri 4.0 (Milenial/abad 21)
1. Konsep Berpikir Tingkat Tinggi
Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dalam bahasa umum dikenal
sebagai Higher Order Thinking Skill (HOTS) dipicu oleh empat kondisi.
a. Sebuah situasi belajar tertentu yang memerlukan strategi pembelajaran yang
spesifik dan tidak dapat digunakan di situasi belajar lainnya.
b. Kecerdasan yang tidak lagi dipandang sebagai kemampuan yang tidak dapat
diubah, melainkan kesatuan pengetahuan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang terdiri dari lingkungan belajar, strategi dan kesadaran dalam
belajar.
c. Pemahaman pandangan yang telah bergeser dari unidimensi, linier, hirarki
atau spiral menuju pemahaman pandangan ke multidimensi dan interaktif.
d. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang lebih spesifik seperti penalaran,
kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir kritis
dan kreatif.
Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah
satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan
materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan
membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.
Keterampilan ini juga digunakan untuk menggarisbawahi berbagai proses tingkat
tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom. Menurut Bloom, keterampilan dibagi
menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting
dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami
(understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang
diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa
keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan
mencipta (creating).

21 | P a g e
Aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi

2. Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia


Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin,
artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi
kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil
kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar,
Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan
Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan
Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual
(Spiritual Value). Secara keseluruhan standar P21 di Indonesia ini dirumuskan
menjadi Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS).

22 | P a g e
Indonesian Partnership for 21 Century Skill Standard (IP-21CSS)

3. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge


Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan
berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu
kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik dalam
mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari
dalam proses pembelajaran yang telah didapatnya. Proses ini berkenaan
dengan kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan
penalaran. Tujuan pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom
merupakan segala aktivitas pembelajaran menjadi 6 tingkatan sesuai dengan
jenjang terendah sampai tertinggi.

23 | P a g e
Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom

Anderson dan Krathwoll melalui taksonomi yang direvisi memiliki


rangkaian proses-proses yang menunjukkan kompleksitas kognitif dengan
menambahkan dimensi pengetahuan, seperti:

1) Pengetahuan faktual, Pengetahuan faktual berisi elemen-elemen dasar


yang harus diketahui para peserta didik jika mereka akan dikenalkan dengan
suatu disiplin atau untuk memecahkan masalah apapun di dalamnya.
Elemen-elemen biasanya merupakan simbol - simbol yang berkaitan dengan
beberapa referensi konkret, atau "benang-benang simbol" yang
menyampaikan informasi penting. Sebagian terbesar, pengetahuan faktual
muncul pada level abstraksi yang relatif rendah. Dua bagian jenis
pengetahuan faktual adalah

24 | P a g e
a) Pengetahuan terminologi meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal
dan non-verbal tertentu (contohnya kata-kata, angka-angka, tanda-tanda,
dan gambar-gambar).
b) Pengetahuan yang detail dan elemen-elemen yang spesifik mengacu pada
pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat-tempat, orang-orang, tanggal,
sumber informasi, dan semacamnya.
2) Pengetahuan konseptual, Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema,
model-model mental, atau teori-teori eksplisit dan implisit dalam model-
model psikologi kognitif yang berbeda. Pengetahuan konseptual meliputi
tiga jenis:
a) Pengetahuan klasifikasi dan kategori meliputi kategori, kelas, pembagian,
dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yang
berbeda.
b) Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu
akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena atau memecahkan
masalah- masalah dalam disiplin ilmu.
c) Pengetahuan teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi bersama dengan hubungan-
hubungan diantara mereka yang menyajikan pandangan sistemis, jelas,
dan bulat mengenai suatu fenomena, masalah, atau pokok bahasan yang
kompleks.
3) Pengetahuan prosedural, "pengetahuan mengenai bagaimana"
melakukan sesuatu. Hal ini dapat berkisar dari melengkapi latihan-latihan
yang cukup rutin hingga memecahkan masalah-masalah baru. Pengetahuan
prosedural sering mengambil bentuk dari suatu rangkaian langkah-langkah
yang akan diikuti. Hal ini meliputi pengetahuan keahlian-keahlian,
algoritma-algoritma, tehnik-tehnik, dan metode-metode secara kolektif

25 | P a g e
disebut sebagai prosedur-prosedur.
a) Pengetahuan keahlian dan algoritma spesifik suatu subjek Pengetahuan
prosedural dapat diungkapkan sebagai suatu rangkaian langkah-langkah,
yang secara kolektif dikenal sebagai prosedur. Kadangkala langkah-
langkah tersebut diikuti perintah yang pasti; di waktu yang lain
keputusan-keputusan harus dibuat mengenai langkah mana yang
dilakukan selanjutnya. Dengan cara yang sama, kadang- kadang hasil
akhirnya pasti; dalam kasus lain hasilnya tidak pasti. Meskipun proses
tersebut bisa pasti atau lebih terbuka, hasil akhir tersebut secara umum
dianggap pasti dalam bagian jenis pengetahuan.
b) Pengetahuan teknik dan metode spesifik suatu subjek Pengetahuan tehnik
dan metode spesifik suatu subjek meliputi pengetahuan yang secara luas
merupakan hasil dari konsesus, persetujuan, atau norma-norma disipliner
daripada pengetahuan yang lebih langsung merupakan suatu hasil
observasi, eksperimen, atau penemuan. Bagian jenis pengetahuan ini
secara umum menggambarkan bagaimana para ahli dalam bidang atau
disiplin ilmu tersebut berpikir dan menyelesai kan masalah-masalah
daripada hasil-hasil dari pemikiran atau pemecahan masalah tersebut.
c) Pengetahuan kriteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur-
prosedur yang tepat sebelum terlibat dalam suau penyelidikan, para
peserta didik dapat diharapkan mengetahui metode-metode dan tehnik-
tehnik yang telah digunakan dalam penyelidikan-penyelidikan yang
sama. Pada suatu tingkatan nanti dalam penyelidikan tersebut, mereka
dapat diharapkan untuk menunjukkan hubungan-hubungan antara
metode-meode dan teknik-teknik yang mereka benar-benar lakukan dan
metode-metode yang dilakukan oleh peserta didik lain.

26 | P a g e
4) Pengetahuan metakognitif, Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan
mengenai kesadaran secara umum sama halnya dengan kewaspadaan dan
pengetahuan tentang kesadaran pribadi seseorang. Penekanan kepada
peserta didik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab untuk pengetahuan
dan pemikiran mereka sendiri. Perkembangan para peserta didik akan
menjadi lebih sadar dengan pemikiran mereka sendiri sama halnya dengan
lebih banyak mereka mengetahui kesadaran secara umum, dan ketika mereka
bertindak dalam kewaspadaan ini, mereka akan cenderung belajar lebih baik.
a) Pengetahuan strategi
Pengetahuan strategis adalah pengetahuan mengenai strategi-strategi
umum untuk pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah.
b) Pengetahuan mengenai tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual
dan kondisional para peserta didik mengembangkan pengetahuan
mengenai strategi-trategi pembelajaran dan berpikir, pengetahuan ini
mencerminkan baik strategi- strategi umum apa yang digunakan dan
bagaimana menggunakan mereka.
c) Pengetahuan diri. Kewaspadaan-diri mengenai kaluasan dan kelebaran
dari dasar pengetahuan dirinya merupakan aspek penting pengetahuan-
diri. Para peserta didik perlu memperhatikan terhadap jenis strategi yang
berbeda. Kesadaran seseorang cenderung terlalu bergantung pada strategi
tertentu, dimana terdapat strategi-strategi yang lain yang lebih tepat untuk
tugas tersebut, dapat mendorong ke arah suatu perubahan dalam
penggunaan strategi.

27 | P a g e
Kata Kerja Operasional Ranah Koginitif

2) Ranah Afektif
Kartwohl & Bloom juga menjelaskan bahwa selain kognitif, terdapat ranah
afektif yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat
penerimaan atau penolakan suatu objek dalam kegiatan pembelajaran dan
membagi ranah afektif menjadi 5 kategori, yaitu seperti pada tabel di bawah
ini:

28 | P a g e
Ranah Afektif

4. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative


Thinking
John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai
sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam,
mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada
menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).
Berpikir kritis merupakan proses dimana segala pengetahuan dan
keterampilan dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul,
mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan
investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapat
sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

29 | P a g e
Elemen dasar tahapan keterampilan berpikir kritis, yaitu FRISCO

Berfikir kreatif merapakan kemampuan yang sebagian besar dari kita yang
terlahir bukan bukan pemikir kreatif alami. Perlu teknik khusus yang diperlukan
untuk membantu menggunakan otak kita dengan cara yang berbeda. Masalah pada
pemikiran kreatif adalah bahwa hampir secara definisi dari setiap ide yang belum
diperiksa akan terdengar aneh dan mengada-ngada bahkan terdengar gila. Tetapi
solusi yang baik mungkin akan terdengar aneh pada awalnya.
Berpikir kreatif dapat berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak
kemungkinan solusi, berbeda, dan bersifat lateral. Keterampilan berpikir kritis dan
kreatif berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi
pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan
yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.
5. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan
dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan
pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak
dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan
kreativitas untuk pemecahan masalah.

30 | P a g e
Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang
memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada
kehidupan sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan
pemecahan masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Mourtos, Okamoto dan Rhee, ada enam aspek yang dapat digunakan
untuk mengukur sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik,
yaitu:
1) Menentukan masalah, dengan mendefinisikan masalah, menjelaskan
permasalahan menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus
diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga
menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil
pembahasan dari masalah yang dihadapi.
2) Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang berhubungan
dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi dan
menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.
3) Merencanakan solusi dimana peserta didik mengembangkan rencana untuk
memecahkan masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah,
memilih teori prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan
menentukan informasi untuk menemukan solusi.
4) Melaksanakan rencana, pada tahap ini peserta didik menerapkan rencana
yang telah ditetapkan.
5) Memeriksa solusi, mengevaluasi solusi yang digunakan untuk memecahkan
masalah.
6) Mengevaluasi, dalam langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait
dengan solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika
mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang telah
dibuat.

31 | P a g e
III. KURIKULUM DI INDONESIA
A. Sejarah Perkembangan Kurikulum
Dalam perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan, kurikulum sering dijadikan
alat politik oleh pemerintah. Misalnya, ketika Indonesia masih di bawah penjajahan
Belanda dan Jepang, kurikulum harus disesuaikan dengan kepentingan politik kedua
negara tersebut. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum sekolah
diubah dan disesuaikan dengan kepentingan politik bangsa Indonesia yang dilandasi
oleh nilai-nilai luhur bangsa sebagai cerminan masyarakat Indonesia. Pasca
kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada
tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial
budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Semua
kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan
UUD 1945, perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya
B. Dinamika Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menetapkan tujuan yang jelas
kemana NKRI akan dibawa. Dasar negara telah ditetapkan sejak prakemerdekaan,
yakni Pancasila, lengkap dengan lambang negara, motto, lagu kebangsaan, dan
bahkan konstitusi yang di dalamnya telah memuat empat tujuan negara yang akan
dicapai. Salah satu tujuan itu dirumuskan dengan sangat tepat, yakni “Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa”, dan ternyata konsep “mencerdaskan” itu telah dijelaskan oleh
Horard Gardner setelah dua puluh delapan tahun kemudian, dalam bukunya berjudul
Frames od Mind: the Tehory of Multiple Intelligences yaitu tentang tujuh tipe
kecerdasan manusia. Singkatnya, bukan hanya kecerdasan intelektual (otak kiri)
tetapi juga kecerdasan spiritual, emosional, bahkan juga kinestetiknya.
Salah satu faktor yang mendorong untuk mengembangkan kurikulum adalah

32 | P a g e
amanat Undang-Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional. Kurikulum pertama di
Indonesia telah lahir sebagai penjabaran amanat dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran, Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1954, UU Nomor 22 Tahun 1961, UU Nomor 2 Tahun 1989, dan
akhirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di
samping itu, tuntutan globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi
juga ikut mendorong terjadinya perbaikan dan pengembangan kurikulum.
C. Perubahan Kurikulum
Perubahan kurikulum tentu saja disertai dengan tujuan pendidikan yang
berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang
ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di
dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Kurikulum 1947
Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama “Rentjana
Pelajaran 1947”. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang
sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses
perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini
adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat
dan sejajar dengan bangsa lain. Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran, lebih populer ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan
kisikisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan di sekolah-
sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: (1)
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya; (2) garis-garis besar pengajaran.

33 | P a g e
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran dalam arti kognitif.
Yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Rencana Pelajaran
1947 adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Mencerminkan kesadaran sebagai bangsa yang berdaulat, dan
mendudukkan pendidikan sebagai faktor penting dalam memperkokoh
berdirinya negara Indonesia melalui persatuan dan kesatuan untuk
mengusir penjajah.
2) Memiliki fungsi strategis dalam mempersatukan bangsa Indonesia
melalui Pendidikan
3) Kurikulum 1947 mengadopsi dari pengalaman pendidikan Indonesia
yang telah lalu di masa penjajahan, sehingga memudahkan dalam
penyusunannya.
b. Kekuranganya yaitu:
1) Dibayang-bayangi pendidikan zaman penjajahan, sehingga mengarah
pada pola pengajaran penjajah.
2) Belum memiliki orientasi ranah kognitif dan psikomotor namun lebih
dominan ranah afektif.
3) Belum diterapkan di sekolah-sekolah sehingga belum memberikan
dampak pada terlaksananya pendidikan dan terbentuknya bangsa
Indonesia hingga secara resmi dilaksanakan pada tahun 1950
2. Kurikulum 1952
Setelah “Rencana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia

34 | P a g e
mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran
yang kemudian diberi nama “Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. “Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas
bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran. (Djauzak Ahmad, Dirpendas
periode 1991-1995)”.
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Rencana Pelajaran Terurai
1952 adalah :
a. Kelebihannya yaitu:
1) Kurikulum 1952 telah mengarah pada sistem pendidikan nasional,
walaupun belum merata pada seluruh wilayah di Indonesia, namun dapat
mencerminkan suatu pemahaman dan cita-cita para praktisi pendidikan
akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi seluruh bangsa Indonesia.
2) Pada Kurikulum 1952, materi pelajaran sudah berorientasi pada kebutuhan
hidup para siswa, sehingga hasil pembelajaran dapat berguna ketika
ditengah masyarakat.
3) Karena setiap guru mengajar satu mata pelajaran, maka memiliki
keuntungan untuk lebih menguasai bidang pengajarannya dengan lebih
baik, dari pada mengajar berbagai mata pelajaran
b. Kekurangannya yaitu:
1) Karena kurikulum 1952 baru mengarah pada sistem pendidikan nasional,
maka belum mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
2) Materi pelajaran belum orientasi masa depan, karena yang diajarkan
berorientasi kebutuhan untuk hidup di masyarakat saat itu, dengan
demikian belum memiliki visi kebutuhan di masa mendatang.

35 | P a g e
3) Kurang membangkitkan kreatifitas dan inovasi guru, karena setiap mata
pelajaran sudah terinci dalam rencana pelajaran terurai, hal ini
mempersempit kreatifitas dan inovasi guru baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun menentukan sumber materi pelajaran
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama “Rencana
Pendidikan 1964”. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, Oemar.
(2004)), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan(keterampilan), dan jasmani. Ada yang menyebut Pancawardhana
berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.
Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis. Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Rencana
Pendidikan 1964 adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Sudah mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
2) Ranah kognitif merupakan kemampuan pada segi keilmuan, ranah
afektif merupakan kemampuan pada segi sikap, dan psikomotorik
merupakan kemampuan pada segi keterampilan, dimana ketiganya
merupakan faktor penting dalam pembentukan kepribadian manusia
telah menjadi prioritas dalam kurikulum ini.
3) Mengupayakan pengembangan potensi peserta didik sebagai pangkal
dari kemampuan seseorang untuk melakukan tindak lanjut dengan
segala

36 | P a g e
kreatifitas dan inovasi, maka dengan kurikulum ini telah menganggap
setiap manusia memiliki potensi yang berbeda-beda.
4) Pendidikan bersifat praktis, sehingga pembelajaran di sekolah akan
memilki kegunaan dalam kehidupan peserta didik.
b. Kekurangannya yaitu:
1) Kurikulum ini dipergunakan hanya pada tingkat sekolah dasar dan
belum mencakup sekolah lanjutan dan perguruan tinggi.
2) Terkesan masih diwarnai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang
cenderung mengakomodir sistem-sistem yang belum sejalan dengan
jiwa UUD 45.
3) Karena pendidikan diwarnai oleh kepentingan-kepentingan kelompok
menjadikan kurikulum ini dimaknai sebagai alat untuk membantu
kepentingan-kepentingan tertentu.
4) Kurikulum ini berjalan ketika Indonesia masih dalam keadaan labil.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada
upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Mata pelajaran
dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja,". Muatan materi

37 | P a g e
pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa
di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi
pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah
lanjutan. Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok
besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah
mata pelajarannya 9, yakni:
a) Pembinaan Jiwa Pancasila, meliputi:
 Pendidikan Agama
 Pendidikan Kewarganegaraan
 Bahasa Indonesia
 Bahasa Daerah
 Pendidikan Olahraga
b) Pengembangan Pengetahuan Dasar, meliputi:
 Berhitung
 IPA
c) Pendidikan Kesenian
d) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, termasuk ilmu kesehatan
e) Pembinaan Kecakapan Khusus, meliputi:
 Kejuruan Agraria (pertanian, peternakan, dan perikanan)
 Kejuruan Teknik (pekerjaan tangan dan perbengkelan)
 Kejuruan Ketatalaksanaan atau Jasa (koperasi dan tabungan)
Semua mata pelajaran diberikan sejak kelas I, kecuali pelajaran Pendidikan
Bahasa Indonesia yang diberikan mulai kelas III (bagi sekolah-sekolah yang

38 | P a g e
menggunakan bahasa daerah sabagai bahasa pengantar di kelas I dan II).
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Kurikulum 1968
adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Kurikulum 1968 telah dikembangkan dalam nuansa otonomi dimana
semua komponen kurikulum dilaksanakan oleh sekolah.
2) Sistem pembelajaran di ruangan kelas diserahkan kepada masing-masing
guru, yang penting tujuan pendidikan dapat tercapai.
3) Kurikulum ini berupaya mendorong pengembangan kreativitas dan
persaingan kompetitif diantara daerah, sekolah, dan guru untuk
mengembangkan kurikulum.
4) Kurikulum ini memberikan peluang bagi tamatan sekolah untuk
melanjutkan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi.
b. Kekurangannya yaitu:
1) Walaupun sudah ada pembelajaran keterampilan namun pada prakteknya
kurikulum ini masih kurang memperhatikan pembelajaran praktek.
2) Kurikulum ini tidak mengadopsi kebutuhan masyarakat, sehingga
pembelajaran di sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan riil dalam
kehidupan anak.
3) Kurikulum ini yang masih di pengaruhi unsur politis sehingga tidak
mengakar pada kebutuhan hidup anak secara individual.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan
efisien. latar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,"
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran",

39 | P a g e
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci
menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Kurikulum 1975
adalah:
a. Kelebihanya yaitu:
1) Berorientasi pada tujuan
2) Mengarah pembentukan tingkah laku siswa
3) Relevan dengan kebutuhan masyarakat
4) Menekankan efektivitas dan efisiensi
5) Menekankan fleksibilitas yaitu mempertimbangkan faktor-faktor
ekosistem dan kemampuan penyediaan fasilitas yang menunjang
terlaksananya program.
6) Melatih guru untuk dapat menggunakan teknik penyusunan program
pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI).
7) Prinsip berkesinambungan
b. Kekurangannya yaitu:
1) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi
dengan kemampuan anak didik
2) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di
sekolah
3) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap
jenjang.

40 | P a g e
4) Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
5) Pada kurikulum ini menekankan pada pencapaian tujuan Pendidikan secara
sentralistik, sehingga kurang memberi peluang untuk berkembangnya
potensi daerah.
6) Kurikulum ini berorientasi pada guru hal ini membentuk persepsi bahwa
guru yang mendominasi proses pembelajaran, metode-metode ceramah dan
metode dikte menonjol digunakan oleh para guru.
7) Kreativitas murid kurang berkembang karena didukung oleh konsep
kurikulum yang menempatkan guru sebagai subjek dalam melakukan
pembelajaran di kelas.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan
sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh
di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan
yang mencolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan
CBSA bermunculan. Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan
instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada
siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benarbenar

41 | P a g e
fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan
ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa
pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat
terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif.
b. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
c. Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan
kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
d. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu
siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
e. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan
penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret,
semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan
induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
f. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah
pendekatan belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses
pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya.

42 | P a g e
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Kurikulum 1984
adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci,
sehingga guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2) Prakarsa siswa dapat lebih dalam kegiatan belajar yang ditunjukkan
melalui keberanian memberikan pendapat.
3) Keterlibatan siswa di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah
berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam
melaksanakan tugas.
4) Kualitas interaksi antara siswa sangat tinggi, baik intelektual maupun
sosial.
5) Memasyarakatkan keterampilan berdiskusi yang diperlukan dengan
berpartisipasi secara aktif
b. Kekurangannya yaitu:
1) Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat
adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang mencolok guru tidak lagi menggunakan
metode ceramah.
2) Ada ketergantungan pada guru dan siswa pada materi dalam suatu buku
teks dan metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru
dan siswa tidak kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan
memiliki sumber belajar sangat terbatas.
3) Dapat didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia
menolak pendapat peserta lain.

43 | P a g e
4) Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan
ketinggalan.
5) Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga prakarsa
serta tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar
sangat kurang.
6) Kurangnya Alokasi waktu
7) Guru kurang komunikatif dengan siswa.
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan
kurikulumkurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang,
perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik
berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari
muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan
rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di
antaranya sebagai berikut: Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan
sistem caturwulan, Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran
yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Kurikulum 1994
bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga
daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan

44 | P a g e
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Adapun kelebihan dan
kelemahan yang terapat pada Kurikulum 1994 adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Kurikulum berstandar nasional dan memberikan ruang untuk
pengembangan potensi wilayah.
2) Mampu mengadopsi aspirasi berbagai pihak yang berhubungan dengan isu-
isu yang berkembang di masyarakat.
3) Dalam pelaksanaan pembelajaran guru memberikan kesempatan
seluasluasnya kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan
masingmasing dengan beberapa alternatif.
4) Terdapat keserasian antara teori dan praktek, sehingga mengembangkan
ketiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
b. Kekurangannya yaitu:
1) Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat.
2) Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Alhasil, Kurikulum 1994
menjelma menjadi kurikulum super padat.
3) Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
4) Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan
tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
8. Kurikulum 2004
Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut
dengan “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”. KBK memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :

45 | P a g e
a) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
b) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
d) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
e) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi Struktur kompetensi dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi
(kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki
siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika,
Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai
tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu
aspek atau subaspek mata pelajaran matematika.
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran
kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa
sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika.
Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan
(kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi,
pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam
komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam
setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran
tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun
pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab

46 | P a g e
pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil
belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang
dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki
seperangkat indikator. Perumusan indicator adalah untuk menjawab
pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil
belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar
untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang
diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang
yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas
pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana
guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa
mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan
dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan
tugas lainnya. Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Pendidikan berbasis kompetensi menitik beratkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standard performance yang telah ditetapkan, sebagai upaya
mempersiapkan kemampuan individu
2) Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua
pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan
kebutuhan masa datang.
3) Mengembangakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
/siswa (student oriented). Peserta didik dapat bergerak aktif secara fisik
ketika

47 | P a g e
belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin dan membuat
seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar.
4) Guru diberikan kewenangan untuk menyusun silabus yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah masing-masing sesuai
mata pelajaran yang diajarkan.
b. Kekurangannya yaitu:
1) Dalam kurikulum dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal
indikator sebaiknya disusun oleh guru, karena guru yang paling
mengetahui tentang kondisi peserta didik dan lingkungan.
2) Konsep KBK sering mengalami perubahan termasuk pada urutan
standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru
untuk merancang pembelajaran secara berkelanjutan.
3) Paradigma guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum -
kurikulum sebelumnya yang lebih pada teacher oriented.
9. Kurikulum 2006
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan “Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)”. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah
guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Pada kurikulum
2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan
dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi
sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

48 | P a g e
(KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah dibawah binaan
dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Adapun kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Secara teori memberikan otonomi secara luas pada sekolah untuk
mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam meningkatkan kualitas
pendidikan sesuai dengan potensi di daerahnya.
2) Tenaga kependidikan termotivasi untuk meningkatkan kreatifitas dan
inovasi. Untuk menggali potensi sekolah sehingga mampu menjadi agen
bagi pembangunan masyarakat yang mengakar pada potensi local
3) Sekolah leluasa untuk ambil peranan dalam pendidikan untuk membentuk
siswa sebagai pengambil peranan dalam masyarakat.
4) Kurikulum ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengembangkan dirinya di luar sekolah, karana telah terjadi pengurangan
kepadatan jam pelajaran
b. Kekurangannya yaitu:
1) Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada
kebanyakan satuan pendidikan yang ada
2) Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai
kelengkapan dari pelaksanaan KTSP
3) Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara Komprehensif
baik konsepnya, penyusunanya maupun prakteknya di lapangan
4) Penerapan KTSP yang merokomendasikan pengurangan jam pelajaran
akan berdampak berkurangnya pendapatan guru.

49 | P a g e
10. Kurikulum 2013
Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang
pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency).
Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan
sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur
pendidikan sekolah. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu,
kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan
pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat
diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu
kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu
peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar
mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan
konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan
belajar masing-masing. Kurikulum 2013 terutama berorientasi pada perubahan
proses pembelajaran (yang semula dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari
tahu) dan proses penilaian (dari berfokus pada pengetahuan melalui penilaian
output menjadi berbasis kemampuan melalui penilaian proses dan output).
Penambahan jam pelajaran sebagaimana halnya kecenderngan negara-negara
luar belakangan ini, seperti Knowledge is Power Program (KIPP) dan
Massachusettes Extended Learning Times (MELT). Tema utama kurikulum 2013
adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif,
melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut
secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna,

50 | P a g e
mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat,
menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif,
serta menetapkan kriteria keberhasilan. Adapun kelebihan dan kelemahan yang
terdapat pada Kurikulum 2013 adalah:
a. Kelebihannya yaitu:
1) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap
pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah.
2) Adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan
hanya didapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan,
religi, praktek, sikap dan lain-lain.
3) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah
diintegrasikan ke dalam semua program studi.
4) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.
5) Ekstrakurikuler wajib Pramuka meningkatkan karakter siswa terutama
dalam kedisiplinan, kerjasama, saling menghargai, cinta tanah air dan lain-
lain.
b. Kekurangannya yaitu:
1) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013
guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak
mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
2) Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum
2013 ini, karena kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada
kenyataannya sangat sedikit para guru yang seperti itu, sehingga
membutuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka cakrawala berfikir
guru, dan salah satunya dengan pelatihan-pelatihan dan pendidikan agar

51 | P a g e
merubah paradigm guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang dapat
memotivasi siswa agar kreatif.
3) Kurangnya keterampilan guru merancang RPP
4) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik
5) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di
sekolah terlalu lama.
D. Tantangan Kurikulum dan Pembelajaran di Abad 21
1. Tantangan kurikulum Abad 21
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran.
Secara sederhana pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didik yang belajar. Pada
pendidikan formal (sekolah), pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan
kepada pendidik, karena pendidik merupakan tenaga profesional yang
dipersiapkan untuk mengajar.
Penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan amanat Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional “harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global”. Dinyatakan pada pasal 36 ayat
3 bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan; tuntutan dunia
kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta dinamika
perkembangan global.
Pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan
pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan

52 | P a g e
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Namun, Abad ke-21
adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama
bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba
sophisticated membuat dunia ini semakin sempit.Karena kecanggihan teknologi
ICT ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia mampu diakses dengan
instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal
dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia
semakin complicated dan ruwet, salah satunya adalah kesenjangan mutu
pendidikan antar kawasan dan lain sebagainya. Setiap masalah tersebut
membutuhkan pemecahan yang harus dilakukan masyarakat secara bersama
sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan pada abad ini juga terletak
pada tidak berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab permasalahannya
secara tepat dan cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan sering
tidak mampu diprediksi (unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada
akhirnya banyak permasalahan masyarakat tidak mampu diselesaikan secara
efektif dan efisien.
Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan
beragam dampak positif negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan
manusia, dan kita berada pada era kompetitif yang semakin ketat pada abad ke-
21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang matang dan mantap baik konsep maupun
aplikasinya untuk membentuk sumber daya manusia (human resources) yang
unggul. Dan yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang unggul adalah lembaga-lembaga pendidikan di mana guru sebagai
unsur yang berperan paling dominan dan menentukan .Hal inilah yang membuat

53 | P a g e
guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan dalam upaya peningkatan
sumber daya manusia.
Guru merupakan profesi tertua di dunia seumur dengan keberadaan manusia.
Apabila melihat kehidupan masyarakat yang semakin terdiferensial dan ketika
semua orang mempunyai banyak pilihan sebagai ladang kehidupannya, maka
citra profesi guru kian merosot didalam kehidupan sosial. Apalagi masyarakat
makin lama makin terarah kepada kehidupan materialistis, sehingga suatu profesi
dinilai sesuai nilai materinya. Oleh sebab itu tidak heran bila profesi guru
termarjinalkan dan menjadi pilihan terakhir.
Fenomena tersingkirnya profesi guru dalam kehidupan masyarakat
merupakan suatu gejala global. Bukan saja di negara-negara maju citra profesi
guru semakin menurun namun juga terjadi di negara miskin dan berkembang.
Namun demikian, tak ada golongan masyarakat yang tidak membutuhkan profesi
guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tanpa profesi guru tidak
mungkin tercipta suatu generasi unggul, kreatif dan cerdas. Ironi yang terjadi,
begitu besarnya jasa guru dalam membangun masyarakat bangsa namun
penghargaan yang diberikan rendah. Sehingga tidak mengherankan bila para
pakar berpendapat bahwa profesi guru merupakan “Most thankless profession in
the world ”.
Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai
persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara
profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih sangat memprihatinkan,
baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih
ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global
ini. Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima

54 | P a g e
guru yang tidak profesional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi UNESCO, yang
ditekankan pada tiga tuntutan yaitu:
a. Guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan
kepada masyarakat.
b. Guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis llmu dan
keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan
berkelanjutan.
Bertitik tolak dari rekomendasi tersebut serta profil guru pada saat ini,
seharusnya guru pada abad 21 benar-benar merupakan guru yang profesional,
agar mampu menghadapi tantangan abad 21. Untuk itu, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, serta kompetensi pedagogik
seorang guru perlu dikembangkan sehingga mampu mendidik siswa yang
mempunyai kemampuan memprediksi dan menanggulangi.
Di sisi lain, tugas-tugas guru yang bersifat profesional harus ditunjang oleh
sistem penghargaan yang sesuai, sehingga guru mampu memfokuskan diri pada
peningkatan kualitas layanan yang diberikan. Hal ini sejalan dengan kriteria
pekerjaan profesional yang menyebutkan bahwa guru berhak mendapat imbalan
yang layak, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk
penghargaan, hormat, dan rasa segan masyarakat terhadap guru.
Materi pembelajaran yang diajarkan pada abad 21 perlu dilengkapi dengan
contoh-contoh yang relevan dari dunia abad 21; siswa harus mampu melihat
keterkaitan antara apa yang mereka pelajari dengan kenyataan yang mereka lihat
pada lingkungan di sekitar mereka. Siswa mesti mendapatkan dan menggunakan
perangkat atau piranti-piranti yang mereka perlukan yang dapat menggambarkan
lingkungan pekerjaan yang nyata agar mereka mendapatkan keahlian-keahlian
yang diperlukan pada level yang tinggi sebagaimana yang diharapkan dari
mereka untuk menghadapi tantangan abad 21 (Barriors: 8).

55 | P a g e
Untuk itu maka, sekolah abad 21 harus mengintegrasikan teknologi (laptop,
notebook, ipad, smartboard, termasuk internet) ke dalam seluruh proses
pembelajarannya. Sekolah abad 21 harus menyediakan suatu lingkungan
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan sikap ingin
tahunya, mengajarkan ketrampilan-ketrampilan yang bermanfaat untuk
kehidupan siswa di masa depan dan memungkinkan mereka untuk
mempraktekan kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif di dalam tim untuk
mencari tahu, memecahkan masalah, membuat dan mengkomunikasikan hasil
pekerjaan mereka melalui wadah dan bentuk yang paling sesuai dengan kondisi
dan kapasitas anak abad 21 yang digital-based. Oleh karena itu, maka, model
pembelajaran yang paling sesuai untuk sekolah abad 21 adalah pembelajar
berbasis laptop.
Pembelajaran berbasis laptop artinya laptop digunakan sebagai media utama
pembelajaran. Agar penggunaannya maksimal, maka perlu ditunjang dengan
ketersediaan jaringan internet yang memadai di sekolah. Pembelajaran berbasis
laptop yang terintegrasi jaringan internet menuntut penyesuaian peran guru di
dalam seluruh proses pembelajaran. Peran guru pada sekolah abad 21 beralih dari
menjadi sumber informasi tunggal ke pendamping atau mentor bagi para siswa.
Namun mereka tetap diharapkan menjadi model dan pendorong bagi para
siswanya dalam mencari dan menguasai ilmu pengetahuan. Itu berarti guru
dituntut untuk semakin aktif dan kreatif, menjadi contoh hidup bagi para siswa
bagaimana seharusnya menjadi pembelajar lalu kemudian menjadi manusia
berilmu itu.
2. Tantangan Profesionalitas Siswa dan Guru
Sesuai dengan Undang-undang, guru dan dosen harus mempunyai berbagai
kompetensi, diantaranya adalah kompetensi pedagogik, kompetensi akademik,
kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Disamping empat kompetensi

56 | P a g e
tersebut, dalam membantu para siswa beradaptasi terhadap perubahan sosial dan
teknologi di abad ke 21 ini guru juga harus mempunyai kecakapan utama yang
yang meliputi:
a. Akuntabilitas dan Kemampuan Beradaptasi
Sebagai seseorang yang dapat ditiru, apapun yang dikerjakan dan
diucapkan harus dapat dipercaya oleh orang lain. Dalam menjalankan
tanggung jawab pribadi mempunyai fleksibilitas secara pribadi, pada tempat
kerja, maupun dalam hubungan dengan masyarakat sekitarnya. Disamping itu
guru harus mampu menetapkan dalam mencapai standar dan tujuan yang
tinggi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, dan yang tidak
kalah npentingnya guru juga harus mampu memaklumi kerancuan yang
dilakukan oleh anak didiknya.
b. Kecakapan Berkomunikasi
Kecakapan yang kedua ini sangat penting bagi guru. Betapapun pintarnya
seorang guru jika tidak mempunyai kecakapan ini maka tidak akan mampu
mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Kecakapan ini meliputi : memahami,
mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk
dan isi baik secara lisan, tulisan, maupun menggunakan multimedia.
c. Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual
Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung monoton. Salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya kreatifitas dan keingintahuan
intelektual guru. Dia mengajar hanya bermodalkan teori keguruan yang ia
peroleh sekian puluh tahun yang lalu. Kecakapan kreatifitas dan
keingintahuan intelektual tersebut mencakup : mengembangkan,
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain,
bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

57 | P a g e
d. Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem
Kecakapan berpikir kritis merupakan proses berpikir dan bertindak
berdasarkan fakta yang telah ada, apapun yang akan dilakukan dimulai dari
identifikasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu
perbuatan tersebut, berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal
dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit serta selalu memahami
dan menjalin interkoneksi antara sistem.
e. Kecakapan Melek Informasi dan Media
Agar proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas menarik dan
menantang, maka di era globalisasi dan tanpa batas seperti sekarang ini guru
harus mampu menganalisa, mengakses, mengelola, mengintegrasi,
mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam berbagai bentuk dan media.
f. Kecakapan Hubungan AntarPribadi dan Kerjasama
Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru juga
dituntut harus mampu menunjukkan kerjasama berkelompok dan
kepemimpinan, mampu beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggung
jawab, mampu bekerja secara produktif dengan yang lain, mampu
menempatkan empati pada tempatnya, serta mampu menghormati perspektif
yang berbeda dengan pendiriannya.
g. Identifikasi Masalah, Penjabaran, dan Solusi
Dalam menghadapi masalah sekecil apapun guru tidak boleh ceroboh
dalam menanggapinya. Oleh sebab itu guru dituntut untuk mempunyai
kemampuan dalam menyusun, mengungkapkan, menganalisa, dan
menyelesaikan masalah dengan baik.
h. Pengarahan Pribadi
Sebagai guru tentu setiap harinya menghadapi siswa yang perilakunya
bermacam-macam. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan dalam

58 | P a g e
memonitor pemahaman diri dan mempelajari kebutuhan yang diperlukan
dalam pembelajaran, menemukan sumber-sumber belajar yang tepat, serta
mentransfer pembelajaran dari satu bidang ke bidang lainnya.
i. Tanggung Jawab Sosial
Orang tua/masyarakat menyekolahkan anaknya di suatu sekolah
mempunyai harapan agar anaknya berubah, baik dari segi prilaku maupun
kecakapan kompetensinya. Oleh sebab itu sebagai seorang yang dituntut
mempunyai kompetensi sosial, maka tanggung jawab dalam bertindak guru
harus mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih besar, menunjukkan
perilaku etis secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan antar
masyarakat.
Setidaknya ada empat yang harus dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu:
ways of thingking, ways of working, tools for working and skills for living in
the word. Bagaimana seorang pendidik harus mendesain pembelajaran yang
akan menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21. Berikut
kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik, yaitu:
1. Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang
harus dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21. Kemampuan
berfikir tersebut diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan dan pembelajar.
2. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja dengan
dunia yang global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik adalah communication and collaboration. Generasi
abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan menggunakan
berbagai metode dan strategi komunikasi. Juga harus mampu berkolaborasi
dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan jaringan.
Jaringan komunikasi dan kerjasama ini memamfaatkan berbagai cara,

59 | P a g e
metode dan strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang harus mampu
bekerja secara bersama dengan kemampuan yang berbeda-beda.
3. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk
bekerja. Penguasaan terhadap Information and communications
technology (ICT) and information literacy merupakan sebuah keharusan.
Tanpa ICT dan sumber informasi yang berbasis segala sumber akan sulit
seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di
abad 21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social
responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga negara,
kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.
3. Keterampilan Melek Teknologi dan Informasi
Guru untuk mengajar abad ke-21 secara efektif, maka pemerintah harus
mengembangkan guru dengan rencana yang kaya akan strategi pembelajaran,
dengan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pembelajaran
terlaksana, kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif, keterampilan yang kuat
dalam teknologi dan kemampuan untuk menggunakan teknologi sebagai alat
pembelajaran.
a. Makna dari Melek Teknologi dan Informasi
Keterampilan melek informasi adalah serangkaian kemampuan untuk
menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan,
mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan,
memanfaatkan informasi secara kritis dan etis, kemudian
mengkomunikasikannya secara efektif dan efisien. Keterampilan melek
informasi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan. Siswa
yang mempunyai keterampilan melek informasi adalah siswa yang

60 | P a g e
independent dan competent, yang dapat beradaptasi dengan perubahan apapun
secara mandiri dan fleksibel.
Teknologi Pendidikan Internasional Association (ITEA)
mendefinisikan melek teknologi sebagai kemampuan untuk "menggunakan,
mengelola, menilai dan mengerti teknologi" (2000/2002/2007, hal. 9).
Demikian pula, National Academy of Engineering (NAE) dan Dewan Riset
Nasional menggambarkan melek teknologi yaitu mencakup "tiga dimensi
saling tergantung - pengetahuan, cara berpikir dan bertindak, serta
kemampuan" (Pearson et al, 2002, hal 33..).
b. Manfaat mempunyai keteramapilan melek teknologi dan informasi?
Manfaat keterampilan melek teknologi dan informasi adalah dapat
membiasakan siswa untuk selalu belajar untuk meneliti sesuatu dengan
menggunakan strategi ilmiah, mengajak mereka untuk rajin membaca dan
menulis untuk menambah pengetahuan, wawasan, maupun kecerdasan siswa
sebagai bekal menuju manusia berkualitas.
4. Pendekatan berbasis Student Center Learning
Pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik memiliki beberapa
karakter yang sering di sebut sebagai 4C, yaitu:
1) Communication
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan
menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara
lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan
menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan
masalah dari pendidiknya.

61 | P a g e
2) Collaboration
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam
kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai
peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain,
menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda.
Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas secara
pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan dan
mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain,
memaklumi kerancuan.
3) Critical Thinking and Problem Solving
Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran yang
masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit, memahami
interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan kemampuan
yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga memiliki kemampuan untuk
menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.
4) Creativity and Innovation
Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru
kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru
dan berbeda.

Selain pendekatan pembelajaran, peserta didik pun harus diberi kesempatan


untuk mengembangkan kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan
komunikasi khususnya komputer. Literasi ICT adalah suatu kemampuan untuk
menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran untuk mencapai kecakapan
berpikir dan belajar peserta didik. Kegiatan-kegiatan yang harus disiapkan oleh

62 | P a g e
pendidik adalah kegiatan yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menggunakan teknologi komputer untuk melatih keterampilan berpikir kritisnya
dalam memecahkan masalah melalui kolaborasi dan komunikasi dengan teman
sejawat, guru-guru, ahli atau orang lain yang memiliki minat yang sama.
Aspek lain yang tidak kalau pentingnya adalah assessmen. Pendidik harus
mampu merancang sistem assessmen yang bersifat kontinyu - ongoing assessmen
- sejak peserta didik melakukan kegiatan, sedang dan setelah selesai
melaksanakan kegiatannya. Assessmen bisa diberikan diantara peserta didik
sebagai feedback, oleh pendidik dengan rubric yang telah disiapkan atau
berdasarkan kinerja serta produk yang mereka hasilkan.
Untuk mencapai tujuan di atas, pendekatan pembelajaran yang cukup
menantang bagi pendidik adalah pendekatan pembelajaran berbasis proyek
(Project-based learning atau PBL). Di dalam mengembangkan PBL, pendidik
dituntut untuk menyiapkan unit plan, sebagai portfolio guru dalam proses
pembelajarannya. Di dalam unit plan, pendidik harus mengarahkan rencana
proyeknya dalam sebuah Kerangka Pertanyaan berdasarkan SK/KD yang ada
dalam kurikulum. CFQ atau Curriculum frame Question adalah sebagai alat
untuk mengarahkan peserta didik dalam mengerjakan proyeknya, sehingga
sesuai dengan tujuan yang telah direncakan.
Pendidik harus menyiapkan materi-materi pendukung untuk kelancaran
proyek peserta didik, demikian pula peserta didik harus mampu membuat contoh-
contoh hasil tugasnya untuk ditampilkan atau dipresentasikan di depan temannya.
Pada saat presentasi hasil proyeknya peserta didik mendapat kesempatan untuk
melakukan assessmen terhadap temannya - peer assessmen, memberikan
feedback pada hasil kerjanya.
Dalam rencana pelajaran pendidik pun harus memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk melaporkan hasil proyeknya dalam berbagai bentuk, bisa

63 | P a g e
dalam bentuk blog, wiki, poster, newsletter atau laporan. Kegiatan yang
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi atau high order thinking harus dirancang dalam rencana
pelajaran pendidik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan analisis,
sintesis dan evaluasi melalui proyek yang mereka kerjakan. PBL merupakan
salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik yang
diyakini para ahli mampu menyiapkan peserta didik kita untuk menghadapi dunia
kerja di abad ke-21.
Menurut para ahli, project-based learning merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa/peserta didik yang mampu
mengembangkan semua kecakapan di atas. Hal ini dikarenakan PBL memiliki
karakteristik sebagai berikut:
 Peserta didik menjadi pusat atau sebagai obyek yang secara aktif belajar
pada proses pembelajaran.
 Proyek-proyek yang direncanakan terfokus pada tujuan pembelajaran yang
sudah digariskan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam
kurikulum.
 Proyek dikembangkan oleh pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka dari
kurikulum (curriculum-framing question).
 Proyek melibatkan berbagai jenis dan bentuk assessmen yang dilakukan
secara kontinyu (ongoing assessmen).
 Proyek berhubungan langsung dengan dunia kehidupan nyata.
 Peserta didik menunjukkan pengetahuannya melalui produk atau kinerjanya.
 Teknologi mendukung dan meningkatkan proses belajar peserta didik.
 Keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek.
 Strategi pembelajarn bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai tipe
belajar yang dimiliki oleh siswa (multiple learning style).

64 | P a g e
Selanjutnya sebagai seorang pendidik, harus mampu mengatur dan
mendesain pembelajaran agar peserta didik memiliki kemampuan di abad 21 ini.
Dengan demikian peran pendidik di abad 21, yaitu:
1) Pendidik sebagai fasilitator,
2) Pendidik sebagai pembimbing,
3) Pendidik sebagai konsultan,
4) Pendidik sebagai motivator,
5) Pendidik sebagai monitor (memonitor aktivitas siswa),
6) Pendidik sebagai kawan belajar bagi peserta didik.
5. Kemampuan Berpikir mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
(Berpikir Kritis, Kreatif dan Pemecahan masalah)
Matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan
struktur ; Matematika adalah sarana berpikir dan metode berpikir logis ;
Matematika ( Johnson dan Rising,1972) pola berpikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian logik ; Matematika (James,1976) adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam bidang
yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Dari beberapa definisi yang telah diterangkan diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa matematika ilmu yang melatih kemampuan berpikir analitik,
kritis, memecahkan masalah. Dalam pembelajaran matematika, para siswa
dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang
dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstrak).
a. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti
induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran. Kemampuan berpikir kritis
merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Liliasari (2000)

65 | P a g e
dan Krulik dan Rudnick (1999) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis
merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis ini mengaktifkan
kemampuan melakukan analisis dan evaluasi bukti, identifikasi pertanyaan,
kesimpulan logis, memahami implikasi argumen (Friedrichsen, 2001)
Arends (2004), Ibrahim dan Nur (2000) menjelaskan mengenai berpikir
tinggi sebagai berikut: 1) Tidak algoritmik, alur tindakan tidak dapat
ditetapkan sebelumnya, 2) cenderung ke arah yang kompleks, sehingga
keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang, 3) seringkali
menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan
kerugian dibandingkan hanya dengan solusi tunggal, 4) melibatkan
pertimbangan dan interpretasi, 5) melibatkan pengaturan diri tentang proses
berpikir, 6) merupakan sebuah kerja keras, ada pergerakan mental yang besar
saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Sudut pandang berpikir kritis disampaikan oleh Eggen dan Kauchak
(1996) bahwa berpikir kritis adalah: 1) sebuah keinginan untuk mendapatkan
informasi, 2) sebuah kecenderungan untuk mencari bukti, 3) keinginan untuk
mengetahui kedua sisi dari seluruh permasalahan, 4) sikap dari keterbukaan
pikiran, 5) kecenderungan untuk tidak mengeluarkan pendapat (menyatakan
penilaian), 7) menghargai pendapat orang lain, 8) toleran terhadap
keambiguan.
Keterkaitan berpikir kritis dalam pembelajaran adalah perlunya
mempersiapkan siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh, pembuat
keputusan yang matang, dan orang yang tak pernah berhenti belajar. Penting
bagi siswa untuk menjadi seorang pemikir mandiri sejalan dengan
meningkatnya jenis pekerjaan di masa yang akan datang yang membutuhkan
para pekerja handal yang memiliki kemampuan berpikir kritis.

66 | P a g e
b. Keterampilan Berfikir Kreatif
Menurut Harriman, berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang berusaha
menciptakan gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat juga diartikan
sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide
atau gagasan yang baru. Halpern menjelaskan bahwa berpikir kreatif sering
pula disebut berpikir divergen, artinya adalah memberikan bermacam-macam
kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang sama. Pehkonen (1997)
memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan
berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.
Munandar (1999) menjelaskan berpikir kreatif adalah kemampuan
menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana
penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban.
Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan
jawaban pada suatu masalah. Wijaya juga menjelaskan bahwa berpikir kreatif
adalah kegiatan menciptakan model-model tertentu, dengan maksud untuk
menambah agar lebih kaya dan menciptakan yang baru.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka berpikir kreatif dapat
diartikan yaitu berpikir secara logis dan divergen untuk menghasilkan sesuatu
yang baru.
c. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dalam belajar matematis, pada umumnya yang diangggap masalah
bukanlah soal yang biasa dijumpai siswa. Soal-soal latihan di buku teks, atau
soal-soal yang sering dilatihkan oleh para guru, sebagian besar mungkin
bukan masalah bagi siswa. Suatu soal tidak akan menjadi masalah bagi siswa
jika soal tersebut tidak menimbulkan minat siswa untuk mengerjakannya, atau
tidak menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam mengerjakannya

67 | P a g e
Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah.Mayer (dalam Kirlley, 2003) mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai suatu proses yang terdiri banyak langkah untuk menyelesaikan suatu
masalah, dengan seseorang yang menjadi problem solvernya terlebih dahulu
harus menemukan hubungan antara pengalaman (skema) masa lalunya dengan
masalah yang sekarang dihadapinya dan kemudian bertindak untuk
menyelesaikannya.
Banyak ahli yang menyatakan pentingnya belajar pemecahan masalah
dalam matematika.Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu
para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan menolong mereka dalam
menerapkan daya mereka tersebut pada bermacam-macam situasi.satu tujuan
belajar matematika bagi siswa adalah agar ia mempunyai kemampuan dalam
memecahkan masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana baginya
untuk mengasah penalaran yang cermat, logis, kritis, dan kreatif. Romberg
(dalam Schoenfeld, 1994) menyebutkan 5 tujuan belajar matematika bagi
siswa, yaitu: (1) belajar nilai tentang matematika; (2) menjadi percaya diri
dengan kemampuannya sendiri; (3) menjadi pemecah masalah matematika;
(4) belajar berkomunikasi secara matematis; dan (5) belajar untuk bernalar
secara matematis.

IV. UKBM ( UNIT KEGIATAN BELAJAR MANDIRI SISWA ) BERBASIS SKS


1. Pendahuluan
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Kurikulum 2013 dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Proses penerapannya

68 | P a g e
dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sejak tahun pelajaran 2013/2014
agar terjadi penguatan dan peningkatan mutu di sekolah. Pada tahun pelajaran
2018/2019 seluruh satuan pendidikan diprogramkan sudah menerapkan Kurikulum
2013.
Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dalam
implementasi Kurikulum 2013 adalah memberikan pelatihan dan pendampingan
bagi guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013, dan
mengembangkan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala
Sekolah dan Guru. Melaksanakan kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA
pada tahun 2016 dan 2017 telah mengembangkan naskah-naskah pendukung
implementasi Kurikulum 2013 berupa pedoman, panduan, model, dan modul
sebagai referensi bagi Kepala Sekolah dan Guru dalam mengelola dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan penilaian.
Naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 tersebut dalam
penggunaannya dapat diimprovisasi, diinovasi dan dikembangkan lebih lanjut
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu
Kepala Sekolah dan Guru dituntut kritis, kreatif, inovatif, dan adaptif untuk dalam
menggunakan naskah tersebut. Semoga naskah ini dapat menginspirasi Kepala
Sekolah dan Guru untuk memberikan yang terbaik bagi peningkatan mutu
pendidikan di SMA melalui Kurikulum 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun pelajaran 2013/2014
telah menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270
SMA. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan
diseluruh SMA pada kelas X dan XI. Pada tahun 2014 dengan mempertimbangkan
masih adanya beberapa kendala teknis, maka berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 160 Tahun 2014 tentang
Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dilakukan penataan

69 | P a g e
kembali implementasi Kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud tersebut,
Kurikulum 2013 diterapkan secara bertahap di satuan pendidikan mulai semester
genap tahun pelajaran 2014/2015 sampai dengan tahun pelajaran 2018/2019.
Melaksanakan implementasi Kurikulum 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah memprogramkan kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi
Guru dari sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013.
Mendukung kebijakan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan
tugas dan fungsinya melakukan fasilitasi pembinaan implementasi Kurikulum 2013
melalui pengembangan naskah pendukung implementasi Kurikulum 2013 berupa
modul pelatihan, pedoman, panduan, dan model- model yang telah dikembangkan
pada tahun 2016 dan tahun 2017. Naskah-naskah tersebut antara lain : (1) Model-
Model Pembelajaran; (2) Model Pengembangan RPP; (3) Model Peminatan dan
Lintas Minat; (4) Panduan Supervisi Akademik; (5) Panduan Pengembangan
Pembelajaran Aktif; (6) Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS)
Di SMA; (7) Panduan Pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM);
(8) Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan Sekolah Menengah
Atas; (9) Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS); dan
(10) Panduan Sukses E-Rapor SMA Versi 2017.
A. Latar Belakang
Mengapa kita harus menyusun Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)?
UKBM merupakan satuan pelajaran yang kecil yang disusun secara berurutan dari
yang mudah sampai ke yang sukar. UKBM sebagai perangkat belajar bagi peserta
didik untuk mencapai kompetensi pengetahuan dan keterampilan pada pembelajaran
dengan menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) sekaligus sebagai wahana
peserta didik untuk menumbuhkan kecakapan hidup Abad 21 seperti berpikir kritis,
bertindak kreatif, bekerjasama, dan berkomunikasi, serta tumbuhnya budaya literasi
dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Melalui UKBM kita juga dapat

70 | P a g e
mengembangkan strategi pembelajaran mandiri yang membantu peserta didik
mencapai ketuntasan belajar. Untuk itu, UKBM sangat penting untuk
dikembangkan oleh guru mata pelajaran pada sekolah penyelenggara SKS.
Pijakan utama pengembangan UKBM adalah Pedoman Penyelenggaraan SKS
dan Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas yang diterbitkan oleh Direktorat
Pembinaan SMA Kemendikbud Tahun 2017. Di dalam pedoman dan panduan
tersebut disebutkan bahwa setiap peserta didik harus mencapai ketuntasan secara
individual terhadap keseluruhan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
mata pelajaran dalam pelaksanaan layanan utuh pembelajaran melalui UKBM. Agar
para guru di sekolah penyelenggara SKS dapat mengembangkan UKBM dengan
baik, maka Direktorat Pembinaan SMA merasa perlu untuk menyusun Panduan
Pengembangan UKBM.
B. Manfaat
Panduan Pengembangan UKBM ini bermanfaat membantu guru mata pelajaran
untuk:

1. Memahami komponen/perangkat UKBM;

2. Memahami prosedur mengembangkan UKBM; dan

3. Mengembangkan UKBM sesuai dengan Kurikulum 2013.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Panduan Pengembangan UKBM ini meliputi:

1. Komponen/perangkat UKBM; dan

2. Prosedur mengembangkan UKBM.

D. Landasan
Panduan Pengembangan UKBM ini secara khusus berlandaskan pada ketentuan
sebagai berikut.

71 | P a g e
1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan.

2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang


Standar Isi.

3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang


Standar Proses.

4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang


Standar Penilaian.

5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang


Kompetensi Dasar.

6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 tentang
Sistem Kredit Semester.

7. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester yang diterbitkan oleh


Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Tahun 2017.

2. Komponen/Perangkat/Unit Kegiatan Belajar Mandiri


A. Komponen/Perangkat Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)
Panduan UKBM ini merupakan “perangkat” untuk memandu penyusunan
unit-unit pembelajaran utuh. Unit pembelajaran utuh yang selanjutnya disebut
Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM) merupakan satuan pelajaran yang kecil
yang disusun secara berurutan dari yang mudah sampai ke yang sukar. Satuan
pelajaran tersebut merupakan pelabelan penguasaan belajar peserta didik
terhadap pengetahuan dan keterampilan yang disusun menjadi unit-unit
kegiatan belajar berdasarkan pemetaan Kompetensi Dasar (Pedoman
Penyelenggaraan SKS Tahun 2017). “Perangkat” merupakan komponen

72 | P a g e
kurikulum yang dirakit menjadi alat belajar peserta didik. Komponen utama
Kurikulum 2013 adalah Buku Teks Pelajaran atau BTP (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah pertama
dengan PP 32 Tahun 2013 dan kedua dengan PP 13 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 77O). Pengembangan UKBM tidak dapat dilakukan
tanpa adanya BTP. Untuk itu, sebelum menyusun UKBM, perlu menentukan
terlebih dahulu BTP-nya (silahkan membaca Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013
tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar
dan
menengah, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru
Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan Pendidikan Menengah yang Memenuhi
Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Pembelajaran, dan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016
tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan). Isi UKBM
mengutamakan pemberian stimulus belajar yang memungkinkan tumbuhnya
kemandirian dan pengalaman peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam
penguasaan kompetensi secara utuh melalui pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student active) yang mendorong kemampuan berpikir tingkat
tinggi (Higer Order Thinking Skills/HOTS), kecakapan hidup Abad 21 seperti
berpikir kritis, bertindak kreatif, bekerja sama, dan berkomunikasi, serta
pembudayaan literasi, dan PPK.
B. Komponen Pengembangan Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Komponen pengembangan UKBM meliputi sebagai berikut.
1. Buku Teks Pelajaran (BTP) sebagai sumber belajar utama yang dapat
diperkaya dengan sumber-sumber yang lebih actual dan relevan lainnya.

73 | P a g e
2. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
3. Tugas dan pengalaman belajar sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.
4. Alat evaluasi diri.
C. Karakteristik Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Karakteristik UKBM sebagai berikut.
1. Berbasis KD.
2. Kelanjutan/pengembangan terhadap penguasaan BTP.
3. Dapat mengukur ketuntasan/pencapaian kompetensi setiap mata pelajaran.
4. Bentuk kegiatan pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student
active) dengan menggunakan berbagai model dan/atau metode
pembelajaran dengan pendekatan saintifik (berbasis proses keilmuan)
maupun pendekatan lain yang relevan.
5. Memanfaatan teknologi pembelajaran sesuai dengan konsep dan prinsip
TechnoPedagogical Content Knowledge (TPACK).
6. Kegiatan pembelajarannya yang mendidik dan dialogis yang bermuara
pada berkembangnya kecakapan hidup Abad 21 atau dikenal dengan 4C
(critical thinking, creativity, collaboration, communication) atau berpikir
kritis, bertindak kreatif, bekerjasama, dan berkomunikasi, tumbuhnya
Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi (KeBiTT), serta berkarakter. Pengembangan Higher Order
Thinking Skills (HOTS) atau Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
(KeBiTT) tersebut tidak boleh dilepaskan dari pengembangan Lower
Order Thinking Skills (LOTS) atau Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah
(KeBiTR). Untuk itu, seluruh proses berpikir harus dikembangkan dalam
satu kesatuan proses psikologis-pedagogis secara utuh.
7. Bersifat terapan pada tingkat berpikir analisis (C4), evaluasi (C5), dan
kreasi (C6).

74 | P a g e
8. Dapat mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya sebagai pembelajar cepat, normal, dan lambat.
9. Suasana dan proses kegiatan pembelajaran merupakan kondisi yang
menentukan keberhasilan UKBM, untuk itu pembelajarannya harus
dirancang secara menarik, dinamis, merangsang, menginspirasi, sekaligus
meyakinkan peserta didik bahwa kompetensi yang sedang dipelajari dapat
dikuasai dengan mudah, sederhana dan bermakna untuk kehidupannya.
10. Penampilan UKB menarik minat belajar peserta didik
D. Prinsip Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Prinsip UKBM sebagai berikut.
1. Matery learning (pembelajaran tuntas). UKBM harus mengutamakan
prinsip ketuntasan belajar secara individual yang mempersyaratkan
peserta didik menguasai secara tuntas seluruh KI dan KD mata pelajaran
sesuai dengan tingkat kecepatan belajar peserta didik, yaitu pembelajar
cepat, normal, maupun lambat.
2. Proses belajar dan pembelajaran berlangsung secara interaktif yang
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk membangun sikap,
pengetahuan, dan keterampilan, serta karakter melalui tranformasi
pengalaman belajar melalui pembelajaran tatap muka, terstruktur, dan
mandiri.
3. Berbasis KD yang digunakan untuk memfasilitasi peserta didik secara
bertahap berkelanjutan dalam mempelajari dan menguasai unit-unit
pembelajaran dalam suatu mata pelajaran. Dengan demikian, setiap peserta
didik dapat belajar untuk menguasai kompetensi sesuai dengan gaya dan
kecepatan belajarnya.
4. Dirancang untuk dapat digunakan pada pembelajaran klasikal,
pembelajaran kelompok, pembelajaran individual dan/atau

75 | P a g e
pembelajaran dalam jaringan (daring/online) atau luar jaringan
(luring/offline) sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik yang
bervariasi.
5. Memuat tujuan pembelajaran untuk mencapai KD.
6. Mampu mengevaluasi ketercapaian KD.UKBM dikembangkan berbasis
KD oleh karena itu UKBM harus merepresentasikan pencapaian KD.
7. Setiap UKBM diakhiri dengan adanya penilaian formatif sebagai tanda
berlanjutnya ke UKBM berikutnya (silahkan membaca naskah Panduan
Pembelajaran Tuntas yang diterbitkan oleh Dit. PSMA Kemendikbud,
Tahun 2017).
8. Bersifat Komunikatif sehingga peserta didik dapat berinteraksi dengan
UKBM baik secara individu maupun kelompok.
9. Berbasis kegiatan, pengembangan UKBM pada prinsipnya memberikan
layanan utuh pembelajaran kepada peserta didik secara individu dan dapat
dipelajari secara mandiri (atas prakarsa sendiri).
10. Bersifat hangat, cerdas, dan ramah. Hangat karena UKBM harus
menarik minat peserta didik untuk belajar, membangun rasa penasaran, dan
terbuka. Cerdas karena UKBM harus mencerdaskan peserta didik, fokus
pembelajarannya jelas, aktivitasnya jelas, dan tujuan belajarnya jelas.
Ramah karena UKBM bahasanya harus mudah dipahami, selalu
menyisakan pertanyaan untuk ditindak lanjuti peserta didik.
E. Pemanfaatan Unit Kegiatan Belajar Mandiri (UKBM)
Setelah UKBM selesai kita susun, maka harus dapat dimanfaatkan sebaik-
baiknya sebagai komponen utama dalam layanan utuh pembelajaran dengan
SKS. Berikut adalah manfaat UKBM bagi peserta didik maupun guru yang
belajar dan mengajar dengan SKS.
a. Bagi Peserta Didik

76 | P a g e
Bagi peserta didik UKBM dapat digunakan sebagai sarana untuk berikut.
1) Belajar secara berurutan melalui UKBM-UKBM sesuai dengan
kecepatan penguasaannya dalam setiap satuan waktu jam belajar.
2) Belajar mandiri menguasai kompetensi sesuai dengan kecepatan
penguasaan setiap UKBM atau belajar mandiri melalui Paket Bahan
Ajar Moduler atau BPT yang dilengkapi dengan Buku Kerja.
3) Mencapai tingkat kompetensi yang lebih tinggi sesuai kemampuan /
kecepatan belajarnya.
4) Menentukan beban belajar sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuan/kecepatan belajarnya.
b. Bagi Guru
Dengan adanya UKBM maka guru dapat berikut.
1) Menekankan penguasaan kompetensi melalui pemberian tugas belajar
dengan menggunakan konteks pemandu awal sebagai pemicu berpikir
awal dan tugas-tugas belajar dalam bentuk Buku Dinamika Belajar
bebasis satu atau dua pasangan KD.
2) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik karena pembelajarannya
disajikan dalam bentuk unit-unit kecil pembelajaran, sehingga
memudahkan guru dalam menerapkan pembelajaran tuntas.
3) Mengatur urutan logis (logical sequence) KD-KD dalam mata
pelajaran beserta pembagian waktunya termasuk mengelompokkan
pasangan- pasangan KD yang memiliki kedekatan dan kemiripan
materi pembelajaran ke dalam UKBM yang sama.
4) Mengatur Beban Belajar setiap UKBM secara proporsional dengan
jumlah KD total untuk setiap mata pelajaran.

77 | P a g e
5) Mengatur Beban Belajar sesuai dengan tugas belajar dan pengalaman
belajar yang dituntut untuk masing-masing KD dengan
mempertimbangkan urutan logis dalam mata pelajaran.
F. Pentunjuk Pengisian dan Sistematika Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Setelah mempelajari tentang UKBM di atas, Anda dapat mulai menyusun
UKBM dengan mengikuti petunjuk pengisian dan sistematika UKBM. Berikut
adalah petunjuk pengisian sesuai dengan komponen minimal UKBM. Satuan
pendidikan diharapkan dapat mengembangkan model lain tetapi tetap mengacu
kepada karakteristik dan prinsip pengembangan UKBM.
1) Petunjuk Pengisian Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Agar UKBM yang akan Anda kembangkan hangat, cerdas, dan ramah
silahkan Anda ikuti petunjuk pengisian komponen minimal UKBM seperti
pada tabel berikut dan, perlu Anda ingat bahwa UKBM yang akan Anda
kembangkan harus relevan dengan RPP yang telah disusun sebelumnya.

78 | P a g e
79 | P a g e
80 | P a g e
G. Sistematika Unit Kegiatan Belajar Mandiri
Contoh sistematika UKBM sebagai berikut (satuan pendidikan dapat
mengembangkan sistematika lain tetapi harus tetap mengacu kepada
karakteristik dan prinsip UKBM).

81 | P a g e
Daftar Pustaka

Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online),
(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127)
Hamalik, Oemar. (2004). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung. PPs
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Hamalik, Oemar. (2006). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung. PT.Remaja
Rosdakarya.
King, F.J., Goodson, L., & Rohani. 2006. Higher Order Thinking Skills. Center for
Advancement of Learning and Assessment
Lewis, A., & Smith, D. 1993. Defining High Order Thinking. Theory into Practice, 32 (3):
131-137
Maya Bialik & Charles Fadel. 2015. Skills for the 21st Century: What Should Students
Learn?. Center for Curriculum Redesign Boston, Massachusetts
N. J. Mourtos, N. DeJong Okamoto & J. Rhee. 2004. Defining, teaching, and assessing
problem solving skills. San Jose State University San Jose, California 95192-0087
(2017) Panduan Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia.
(2017) Panduan Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia.

82 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai