Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di

dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

anggaran Rumah Sakit dikeluarkan untuk penggunaan antibiotika (Lestari, dkk.,

2011). Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri,

jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses

biokimia mikroorganisme lain (Setiabudy, 2007).

Prinsip dalam penggunaan antibiotika secara tepat adalah penggunaan

antibiotika dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang

adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat (PerMenKes, 2011).

Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan

yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat

menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Pertumbuhan dan perkembangan

resistensi antimikroba terjadi karena proses seleksi yang berkaitan dengan

penggunaan dan penyebaran antibiotika. Proses seleksi dapat dihambat dengan

cara meningkatkan penggunaan antibiotika secara bijaksana, sedangkan proses

penyebaran dapat dihambat dengan cara melaksanakan pengendalian infeksi

(standard precaution) secara benar (Hadi, dkk., 2008).

Secara umum peresepan antibiotika sering suboptimal, tidak hanya di

negara berkembang namun juga di negara maju (Gyssens, dkk., 2001). Meluasnya

penggunaan antibiotika yang tidak tepat merupakan isu besar dalam kesehatan

masyarakat dan keamanan pasien (Bisht, 2009). Penggunaan antibiotika yang

tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan

Universitas Sumatera Utara


lebih murah, efek samping lebih toksin, meluasnya resistensi dan timbulnya

kejadian superinfeksi yang sulit diobati (Gyssens, 2005).

Penggunaan antibiotika secara tidak tepat dan berlebihan merupakan

fenomena yang terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara berkembang

(Gaash, 2008). Tahun 2004, World Health Organization melaporkan tingkat

penggunaan antibiotika yang tidak perlu mencapai 50% (Tampi dan Nugroho,

2010).

Hasil studi di Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih dari

70% pasien diresepkan antibiotika dan hamper 90% pasien mendapatkan suntikan

antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan (Perception Communities in

Physicians, 2011). Studi lain menunjukkan penggunaan antibiotika secara

berlebihan di Indonesia sebesar 43% (Gaash, 2008).

Upaya untuk memaksimalkan pengunaan antibiotika yang rasional

merupakan salah satu tanggung jawab penting dari pelayanan farmasi

(Pharmaceutical Care). Hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah menetapkan

dan melaksanakan (bersama dengan staf medis) suatu program evaluasi

penggunaan antibiotika konkuren dan prospektif terus-menerus untuk mengkaji

serta menyempurnakan mutu terapi antimikroba (Siregar, 2005). Berbagai

penelitian membuktikan bahwa apoteker mempunyai peran penting dalam

meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika (Hand, 2007).

Suatu survei yang dilakukan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

menunjukkan bahwa 76,8% penggunaan antibiotika untuk profilaksis bedah

adalah tidak rasional dalam hal indikasi atau lama pemberian. Survei serupa juga

pernah dilakukan oleh tim AMRIN studi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan

RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002 menunjukkan 83% pasien mendapat

Universitas Sumatera Utara


antibiotika dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional sebanyak 60%. Hasil

penilaian kualitas penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Kariadi antara lain 19-

76% tidak ada indikasi, 9-45% tidak tepat (dosis, jenis, dan lama pemberian) dan

1-8% tidak ada indikasi profilaksis. Di bagian Bedah tingkat penggunaan

antibiotika yang rasional kurang dari 20% (Dertarani, 2009).

Penggunaan antibiotika dapat dinilai secara kuantitatif dengan Defined

Daily Dose (DDD) yang menunjukkan asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan

antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa dan secara kualitatif dengan

metode Gyssens berdasarkan data rekam medik dan kondisi klinis pasien (Dirjen

Binfar, 2011). Metode Gyssens merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kualitas

penggunaan antibiotik yang sudah dipakai secara luas di berbagai negara (The

AMRIN Study, 2005).

High care unit (HCU) adalah unit pelayanan rumah sakit bagi pasien

dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun

masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Indikasi

masuk HCU adalah pasien gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi

untuk terjadi komplikasi, dan pasien yang memerlukan perawatan perioperatif

(Kemenkes RI, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

serupa di RSUP H. Adam Malik, secara prospektif pada pasien di ruang High

Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A, terletak

di jalan Bunga Lau no.17 Padang Bulan Medan. Rumah sakit ini merupakan

rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi

Sumatera Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di ruang High Care Unit yang

Universitas Sumatera Utara


terdiri dari ruang High Defensif Unit (HDU), Cardio Vasculer Care Unit

(CVCU), dan Stroke Coroner (SC). Penelitian ini diharapkan menjadi bahan

kajian atau masukan kepada Rumah Sakit, khususnya profesional kesehatan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang kualitas penggunaan antibiotika

berdasarkan metode Gyssens dan mengkaji tentang kuantitas penggunaan

antibiotika berdasarkan metode Defined Daily Dose (DDD) pada pasien High

Care Unit di RSUP H. Adam Malik. Dalam hal ini, terdapat beberapa kategori

berdasarkan alur yang ditetapkan oleh Gyssens sebagai penentu kualitas

penggunaan antibiotika yang rasional dan tidak rasional. Adapun selengkapnya

mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter


Karakteristik Pasien

- Indikasi
- Dosis
Pasien yang Kualitas penggunaan - Lama pemberian
menggunakan antibiotika dengan metode - Rute pemberian
antibiotika Gyssens - Jenis antibiotika
- Jenis terapi

Rasional Tidak rasional


(Kategori 0) (Kategori I-VI)

Kuantitas penggunaan
antibiotika dengan metode
Defined Daily Dose(DDD)

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara


1.3 Perumusan Masalah

Penelitian ini diharapkan dapat mengobservasi dan mengevaluasi

penggunaan antibiotika secara kualitatif dengan Metode Gyssens dan secara

kuantitatif dengan Metode Defined Daily Dose (DDD) pada pasien di Ruang High

Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun permasalahan yang akan

diobservasi dan dianalisis adalah sebagai berikut:

a. bagaimanakah gambaran karakteristik pasien di ruang High Care Unit

RSUP H. Adam Malik Medan?

b. bagaimanakah kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens di

ruang High Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan?

c. bagaimanakah kuantitas penggunaan antibiotika dengan metode Defined

Daily Dose (DDD) pada pasien di ruang High Care Unit RSUP H. Adam

Malik?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. gambaran karakteristik pasien di ruang High Care Unit RSUP H. Adam

Malik Medan yang paling banyak adalah laki-laki.

b. kualitas penggunaan antibiotika dengan metode Gyssens di ruang High

Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan ada yang tidak rasional.

c. kuantitas penggunaan antibiotika dengan metode Defined Daily Dose

(DDD) pada pasien di ruang High Care Unit RSUP H. Adam Malik adalah

antibiotika dengan spektrum lebih luas.

Universitas Sumatera Utara


1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. mengetahui gambaran karakteristik pasien di ruang High Care Unit RSUP

H. Adam Malik Medan.

b. mengetahui kualitas penggunaan antibiotika di ruang High Care Unit

RSUP H. Adam Malik Medan, berdasarkan diagram alur Metode Gyssens.

c. mengetahui kuantitas penggunaan antibiotika dengan metodeDefined

Daily Dose (DDD) pada pasien di ruang High Care Unit RSUP H. Adam

Malik.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. memberikan informasi dan data ilmiah mengenai penggunaan antibiotik di

ruang High Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan.

b. sebagai masukan bagi rumah sakit untuk meningkatkan penggunaan

antibiotika terhadap pasien di ruang High Care Unit RSUP H. Adam

Malik secara lebih rasional dan bijak.

c. sebagai landasan bagi profesional kesehatan untuk meningkatkan upaya

pelayanan kesehatan dengan meningkatkan perannya dalam penggunaan

antibiotika pada pasien di ruang High Care Unit.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai