Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN PPOK PADA Ny.D


DI BANGSAL SERUNI
RST dr. SOEDJONO

Disusun Oleh :

1. Tubagus Agung B.H 17.0601.0031


2. Ayu Reptiana 17.0601.0049
3. Amartia Putri L 17.0601.0050

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2019
A. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,
serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD,
2007).
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronchitis
kronis, bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dyspnea saat beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2013).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat indonesia. Hal ini dikarenakan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti
banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara dalam ruangan maupun di luar
ruangan (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011).

B. Etiologi
Menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari PPOK adalah:
1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronchitis dan emfisema.
2. Adanya infeksi: Haemophilus influenza dan streptococcus pneumonia.
3. Polusi oleh zat-zat pereduksi.
4. Faktor keturunan.
5. Faktor sosial-ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk.
Pengaruh dari masing – masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

C. Patofisiologi

Asma, bronkitis kronis,emfisema, rokok dan polusi merupakan faktor pencetus


PPOK. PPOK selanjutnya akan membawa perubahan pada anatomis parenkim paru
seperti alveoli membesar, hiperatropi kelenjar mukosa(peningkatan volume kelenjar
mukosa) dan penyempitan saluran udara secara periodik/bertahap yang dapat
memunculkan masalah keperawatan gangguan pertukaran gas. Disamping itu ekspansi
paru akan menurun, pasien merasa sesak lalu membuat tubuh berusaha untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dengan meningkatkan frekuensi pernafasan, kontraksi
otot pernafasan serta penggunaan energi lebih untuk bernafas meningkat dan muncullah
masalah keperawatan intoleransi aktivitas dan pola nafas tidak efektif.

Pada mayoritas kasus, PPOK disertai inflamasi sehingga terbentuk


sputum/secret dan pasien terangsang untuk batuk. Maka munculah masalah
keperawatan ketidakefektifan jalan nafas dan nyeri akut
Pencetus
(Asthma, Bronkhitis kronis, Emfisema) Rokok dan polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis parenkim Paru sputum meningkat

Pembesaran alveoli Batuk

Hiperatropi kelanjar mukosa MK: Bersihan jalan nafas tdk efektif

Penyempitan saluran udara secara periodik MK: Gg.pertukaran gas

Ekspansi paru menurun MK: Nyeri Akut

Suplay oksigen tidak adekuat keseluruh tubuh Kompensasi tubuh untuk memenuhi
Kebutuhan oksigen dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan

Kontraksi otot pernapasan


Sesak Penggunaaan energi untuk
Pernapasan meningkat

MK: Pola nafas MK:Intoleransi aktivitas


tidak efektif
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) pasien dengan penyakit
paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari
PPOK yaitu : malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari.
Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Menurut Smeltzer (2007), tanda gejala meliputi :
1. Kelemahan Badan
2. Batuk
3. Sesak nafas
4. Mengi atau wheezing
5. Ekspirasi yang memanjang
6. Barrel chest
7. Penggunaan obat bantu pernafasan
8. Suara nafas melemah
9. Edema kaki, asietas, jari tabuh.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Faal Paru
a. Spirometri (FEV1, FEV1 prediksi, FVC, FEV1/FVC)
Obstruksi ditentukan oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau
FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b. Peak Flow Meter
2. Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun
kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan
pasien.
3. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hipoksemia
kronis kadar hemiglobin dapat meningkat.
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography
Dapat memastikan adanya bula emfisematosa

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1. Mempertahankan patensi jalan nafas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan masukan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
4. sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
5. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
6. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
7. Pengobatan simtomatik.
8. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
9. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 3 liter/menit.
10. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.

G. Diagnosa
1. Ketidak bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

H. Intervensi
1. Ketidak bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
- Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan masalah ketidakbersihan jalan nafas dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Irama nafas sesuai yang diharapkan
2. Pengeluaran sputum pada jalan nafas
3. Bebas dari suara tambahan
4. Respirasi dalam batas normal
- Intervensi :
1. Monitor TTV
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan TTV
2. Auskultasi suara nafas dan catat suara tambahan
Rasional : Untuk mengetahui letak sekret dan suara tambahan
3. Berikan terapi fisioterapi dada
Rasional : Untuk mengurangi sesak nafas
4. Berikan O2 dengan nasal kanul
Rasional : Agar klien tidak sesak nafas
5. Posisikan klien semifowler
Rasional : Agar klien lebih rileks
6. Anjurkan klien batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Rasional : Untuk mengeluarkan sekret
7. Kolaborasikan dengan dokter dan ahli farmakologi dalam pemberian
obat sesuai indikasi
Rasional : Untuk memberikan obat kepada klien sesuai indikasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
- Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
1. Mampu mengatasi nyeri
2. Mengatakan nyeri berkurang
3. Skala nyeri berkurang
4. Wajah tampak rileks
- Intervensi :
1. Kaji intensitas nyeri, lokasi, lama dan faktor pencetus
Rasional : Untuk mengetahui lokasi, lama dan faktor pencetus nyeri
2. Berikan posisi yang nyaman, semifowler
Rasional : Untuk mengetahui rasa nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi, relaksasi dan distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri dan agar klien rileks
4. Pantau TTV klien
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan TTV
5. Kolaborasi dengan dokter dan ahli farmakologi untuk pemberian obat
analgesik sesuai indikasi
Rasional : Untuk pemberian obat analgesik sesuai indikasi
Daftar Pustaka

GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease). 2007. Executive summary
global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease update 2007.
Ikawati, Zullies. 2008. Farmakoterapy Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta : Pustaka
Adipura
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika
PDPI. 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Jakarta : PDPI
Reeves, Charlene J. 2006. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai