Anda di halaman 1dari 29

TUGAS RUTIN 9

FILSAFAT PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU: Dr. Nurlaila, S.pd,M.pd

NAMA : KRISTIKA MONDANG MATONDANG


NIM : 1193151035
KELAS : BK REGULER D 2019

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
Hakikat masyarakat, peserta didik, guru/pendidik, dan pembelajaran

1. HAKIKAT MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat
berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian
masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi
warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada
ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia
menjadi bagian daripadanya, karena tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat
secara pasif.
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia.
Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya
masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian
berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang
arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di
Indonesia. Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah
pendekatan di mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu
lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat
yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.
Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dari ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan
tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat.

Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk yaitu
pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang nomor
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Pelaksanaan ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga,


lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan
pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan yang
lain menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonfonnal. Bentuk-bentuk
pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai macam kursus kcterampilan
yang mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus menjahit, kursus komputer, kursus
montir, kursus bahasa-bahasa asing dan sebagainya. Bentuk pendidikan formal yang beçjalan
ini terdiri dari empat jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang
Undang Nomor : 2/1989, tentang jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar terdiri
dari Sekolah Dasar dan Sekolab Menengah Tingkat Pertama.

Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik dan
ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya bermacam-macam jenis politik
dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses pendidikan akan bermacam-
macam untuk masing-masing bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga,
pemerintah, lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga non-agama.

PERANAN PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT

Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai


peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah
menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk kemajuan
sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa
nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada
pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa
patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik,
ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk
mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu
masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam
pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat.

Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai


fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi sosialisasi, (2) Fungsi kontrol sosial, (3) Fungsi
pelestarian budaya Masyarakat, (4) Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5)
Fungsi seleksi dan alokasi, (6) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial, (7) Fungsi reproduksi
budaya, (8) Fungsi difusi kultural, (9) Fungsi peningkatan sosial, dan (10) Fungsi modifikasi
sosial. ( Wuradji, 1988, p. 31-42).

Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu
sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi
inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial (Jeanne H.
Ballantine, 1983, p. 5-7).

Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam
masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai
pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6)
mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk semangat
kebangsaan, (8) pengasuh bayi.

Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara
pendapat yang satu dengan pendapat yang lain.

1) Fungsi Sosialisasi.

Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi
sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat
pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas
orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan,
kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu
sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-
anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri
dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-
keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam
situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru,
mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai
dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi
yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang
dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua
bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi
anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis.

Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki
diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh
individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut
telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini
sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan
terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga demikian
kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai
budaya baru (cultural reproduction).

Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-
anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan
adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut
diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-
lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang
sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-
rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak
mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.

Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa yang dicita-citakan


oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan diarahkan untuk
mengikuti pola-pola prilaku orang-orang dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui
drama, tarian, nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata dari
budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak. anak dibiasakan untuk
berlaku sopan terhadap orang tua, hormat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku.
Lembaga-lembaga agama mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya
berdasarkan tata cara tertentu.

Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi


warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan
memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada
permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses kognitif.

Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan
dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana
institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar
mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita
semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan
keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik.
Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap
dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami
dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam
hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum
yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius,
1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf
pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old
viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan
masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh
kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi,
menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan
hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling
berkompeten adalah lembaga pendidikan.

Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai budaya


masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat dan
bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan
kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses
transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.

Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet guru-
guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk menyatu dengan
kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara mereka. Sementara di
Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan
kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.

2) Fungsi kontrol sosial

Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat
harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme
kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk
menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang
merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan
tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan semacam ini
individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga
dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang
berlaku.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan


tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan
nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan
menjadi pola anutan bagi sebagiai masyarakat.

Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka
ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan
hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada
anak-anak di sekolah.

3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat.

Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka
ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan
seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan
sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.

Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi
sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk
mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah
tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda,
sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan
sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.

Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku
untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah
tertentu.

Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu
menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.

4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.

Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja
untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan
untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.

Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk pada
jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk
suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat
masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM).
Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai
yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah
yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah
dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk
memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi
dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan
terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.

Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja
mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional
dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk
menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.
Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab
terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.

Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu,
patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat
menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan
memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.

Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk
menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan
untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan
untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.

5) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial.

Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi (1)
melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3) mengembangkan analisis kultural
terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau
modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang
lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.

Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian
dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada
sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan nilai-
nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian,
mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di
mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial
suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai dan perspektif ilmiah dan
rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada
nasib, ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah
sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan sosial Dengan menggunakan cara-cara
berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan
evaluasi yang kritis orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam
menguasai alam sekitarnya.

Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru


juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi
budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil
tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan
hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga
menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat
memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan
sosial yang berkelanjutan.

Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis
kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara
berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi
baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada
situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara
berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan
berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama
diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan
oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju,
pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah
kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah
berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi
maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.

Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan)
hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir knitis bukan saja efektif
dalam pengembangan pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap
penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak
baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga
ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa,
maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan
politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh
karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan,
pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui
cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang
kompetitif.

6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat

DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal,
pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut juga sekolah.
Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan
tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai partner
masyarakat dan (2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah sebagai partner masyarakat akan
dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan
pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya
dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah.
Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat.
Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan,
penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat.
Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari lingkungan masyarakat,
sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang
dilaksanakan di sekolah.
Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya
serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan
sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber, perpustakaan,
museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam
menunaikan fungsi pendidikan.

Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan
hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan
yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan
sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan
pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat
selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan
masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya.

2. HAKIKAT PESERTA DIDIK


Menurut kamus Echols & Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang berarti
orang, perseorangan, oknum (Siti Hartinah : 2008). Manusia diciptakan sebagai makhluk
yang unik. Masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu pun manusia
yang hanya memiliki sisi positif. Sebaliknya, tidak ada manusia yang hanya memiliki sisi
negatif. Keinginan untuk menjadi diri sendiri itu ada pada setiap manusia. Maka setiap
peserta didik yang berada dalam ikatan pendidikan dengan pendidiknya, adalah mereka yang
kebebasannya ingin menjadi ”diri sendiri”.
Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik haruslah menempatkan
manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan
lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk
sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan
menempatkan hidupnya didunia sebagai persiapan kehidupannya diakhirat. Dalam kegiatan
kependidikan, sasaran yang kita harapkan akan menjadi orang dewasa adalah peserta didik,
mereka menjadi tumpuan harapan agar menjadi manusi yang utuh, manusia bersusila dan
bermoral, bertanggung jawab bagi kehidupan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim
(persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru (belajar dan bersekolah), anak
yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari sutu lembaga pendidikan. Peserta didik
adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat.
Peserta didik merupakan seseorang yang sedang berkembang memiliki potensi tertentu
dengan bantuan pendidik (guru), ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal .
Istilah peserta didik merupakan sebutan bagi semua orang yang mengikuti pendidikan dilihat
dari tatanan makro. Menurut UU no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam
arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan kepada
tanggung jawab pendidik (Yusrina, 2006)
Peserta didik menunjukkan seseorang manusia yang belum dewasa yang akan dibimbing
oleh pendidiknya untuk menuju kedewasaan. Peserta didik adalah komponen masukan dalam
sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi
manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud peserta didik adalah
individu manusia yang secara sadar berkeinginan untuk mengembangkan potensi dirinya
(jasmani dan ruhani) melalui proses kegiatan belajar mengajar yang tersedia pada jenjang
atau tingkat dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik dalam kegiatan pendidikan
merupakan obyek utama (central object), yang kepadanya lah segala yang berhubungan
dengan aktivitas pendidikan dirujukkan.
Karakteristik Peserta Didik
Setiap peserta didik memiliki ciri dan sifat atau karakteristik yang diperoleh lingkungan.
Agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal guru perlu memahami karakteristik
peserta didik. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik yang dimiliki sejak lahir baik
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis Untuk mengetahui siapa peserta
didik perlu dipahami bahwa sebagai manusia yang sedang berkembnag menuju kearah ke
dewasaan memiliki beberapa karakteristik.
Dalam mengungkapkan ciri-ciri anak didik Edi Suardi (1984) mengemukakan 3 ciri anak
didik:
1. Kelemahan dan ketidakberdayaan.
Anak ketika dilahirkan dalam keadaan lemah yang tidak berdaya untuk dapat bergerak harus
melalui berbagai tahapan. Kelemahan yang dimiliki anak adalah kelemahan rohaniah dan
jasmaniah misalnya tidak kuat gangguan cuaca juga rohaniahnya tidak mampu membedakan
keadaan yang berbahaya ataupun menyenangkan. Kelemahan dan ketidakberdayaan anak
makin lama makin hilang karena berkat bantuan dan bimbingan pendidik atau yang disebut
dengan pendidikan. Pendidikan akan berhenti manakala kelemahan dan ketidakberdayaan
sudah berubah menjadi kekuatan dan keberdayaan, yaitu suatu keadaan yang dimiliki oleh
orang dewasa. Pendidikan justru ada karena adanya ciri kelemahan dan ketidakberdayaan
tersebut.
2. Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang
Keinginan berkembang yang menggantikan ketidakmampuan pada saat anak lahir merupakan
karunia yang besar untuk membawa mereka ketingkat kehidupan jasmaniah dan rohaniah
yang tinggi lebih tinggi lebih tinggi dari makhluk lainnya. Keinginan berkembang mendorong
anak untuk giat, itulah yang menyebabkan adanya kemungkinan atau pergaln yang disebut
pendidikan. Tanpa keinginan berkembang pada anak, akan menjadikan tidak ada kemauan
tidak mempunyai vitalitas, tidak giat bahkan barang kali menjadi malas dam acuh tak acuh.
3. \ Anak didik yang ingin menjadi diri sendiri.
Sepeti pernah dikemukakan bahwa anak didik itu ingin menjadi diri sendiri. Hal tersebut
penting baginya karena untuk dapat bergaul dalam masyarakat. Seseorang harus merupakan
diri sendiri, orang seorang atau pribadi. Tanpa itu manusia akan menjadi manusia penurut,
dan manusia yang tidak punya pribadi. Pendidikan yang bersifatotoriter bahkan mematikan
pribadi anak yang sedang tumbuh.
Secara garis besar karakteristik peserta didik dibentuk oleh dua faktor yaitu.
 Faktor bawaan merupakan faktor yang diwariskan dari kedua orang tua individu yang
menentukan karakteristik fisik dan terkadang intelejensi,
 Faktor lingkungan merupakan faktor yang menentukan karakteristik spiritual, mental,
psikis, dan juga terkadang fisik dan intelejensi. Faktor lingkungan dibagi menjadi tiga yaitu
a. lingkungan keluarga,
Pada lingkungan keluarga seperti motivasi dari kedua orang tua agar menjadi orang
yang sukses kedepannya dan tidak boleh kalah dengan kesuksesan orang tuanya, kesuksesan
teman orang tuanya, kesuksesan anak teman orang tuanya, ingin merubah nasib keluarga
yang melarat, motivasi sebagai kakak yang merupakan contoh bagi adik-adiknya, motivasi
sebagai adik yang tidak boleh kalah dengan kesuksesan kakaknya.
b. lingkungan sekolah,
Dari lingkungan sekolah seperti motivasi ingin menjadi juara kelas, motivasi ingin
kaya karena melihat orang tua temannya yang kaya, ataupun motivasi dari gurunya.
c. lingkungan masyarakat.
Lingkungan masyarakat misalnya motivasi dari tetangganya yang sukses, motivasi
karena keluarganya selalu diremehkan masyarakat, ataupun motivasi karena masyarakatnya
diremehkan masyarakat lain.
Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut guru dapat memahami bahwa peserta didiknya
digolongkan sebagai individu yang unik dan pilah karena peserta didik pada hakikatnya
terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Terdapatnya
perbedaan individual dalam diri masing-masing peserta didik membuat guru harus pandai-
pandai menempatkan porsi keadilan dengan tepat pada setiap peserta didiknya. Misalnya saja
dalam pelajaran fisika, tentunya tidak semua siswa berminat dalam pelajaran fisika, mungkin
ada siswa berminat pada musik, lantas guru tidak harus memaksanya untuk dapat menyukai
fisika apalagi memaksakan agar paham fisika lebih mendalam dengan memberikan soal dan
tugas yang banyak dan sulit ditambah lagi sanksinya yang berat bila tidak dapat mengerjakan
soal/tugas tersebut. Hal inilah yang nantinya menciptakan potensi buruk pada diri peserta
didik sebagai hasil ketidakpuasanya terhadap lingkungan yang diterimanya.
Pada prinsipnya perkembangan psikis peserta didik selalu ke arah yang lebih baik seiring
dengan tingkat materi pelajaran yang diberikan juga semakin tinggi sehingga membuat
peserta didik terbiasa berpikir secara realistis dan sistematis. Tapi guru hendaknya
mendukung dan membantunya mengembangkan potensi tersebut agar lebih optimal. Peserta
didik yang demikian tidak perlu diajarkan fisika sampai mendalam karena itu hanya akan
membuatnya menjadi jenuh pada setiap pertemuan dan sudah menjadi kompetensi guru untuk
dapat menyadari hal ini, tapi bisa juga divariasikan konsep-konsep fisika yang berhubungan
dengan bidang yang diminatinya, seandainya peserta didik tersebut tidak mengerti paling
tidak pasti ia akan menikmati proses pembelajaran di kelasnya. Selain dengan cara itu guru
juga bisa melakukan pendekatan-pendekatan dalam proses pembelajaran terhadap peserta
didiknya dengan terlebih dahulu membaca situasi. Misalnya saja dengan memberikan
kesempatan kepada siswa yang pintar untuk mengajarkan kepada temannya yang kurang
mengerti. Seperti itulah guru yang profesional.
3. Hakikat Guru
Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa di dunia ini hanya ada dua jabatan yaitu :
jabatan guru dan jabatan non guru. Yang membedakan jabatan keduanya adalah mengajar.
Mengajar merupakan langkah seorang guru untuk memandaikan bangsa dengan tanpa
memikirkan efek untung dan ruginya secara material-personal, melainkan memikirkan
bagaimana nistanya jika generasi selanjutnya tidak lebih berkualitas dalam semua aspek
kehidupan. Aktivitas mengajar tersebut tentunya menuntut kepekaan emosional dan spiritual
yang mampu melahirkan mentalitas dan moralitas suatu bangsa.
Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik , mengajar ,
membimbng , mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur
pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas
tertentu yang tercermin dan kompetensi , kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang
memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.
Di negara ini guru dibagi menjadi dua yaitu guru negeri dan guru swasta. Guru negeri
berada dalam struktur pemerintahan dan digaji oleh pemerintah , sedang guru swasta
mendapat pembinaan dari pemerintah dan mendapat gaji dari sekolahnya masing-masing.
C. Tugas Guru
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar
dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai profesi , tetapi juga sebagi
suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik,
mengajar, dan melatih peserta didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru
sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup pada peserta
didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu dan
pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti
mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan
peserta didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak biasa guru abaikan,
karena guru harus terlibtat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru
harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada peserta didik. Dengan begitu peserta didik
diharapkan mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.
Di dalam masyarakat sekitar yaitu masyarakat kampung, desa tempat tinggalnya guru
seringkali terpandang sebagai tokoh suri teladan bagi orang-orang sekitarnya, baik dalam
sikap dan perbuatannya misalnya cara dia berpakaian, berbicara dan bergaul, maupun
pandangan-pandanganya, pendapat atau buah pikirannya seringkali menjadi ukuran atau
pedoman kebenaran bagi orang-orang sekitarnya karena dianggap belum memiliki
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang berbagai hal.
D. Peranan Guru Pembelajaran
1. Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik,
dan lingkunganya. Oleh karena itu , guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu,
yang mencakup tanggung jawab, wibawa , mandiri dan disiplin.
2. Guru sebagai pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang
belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.
3. Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam
hal ini perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga mental, emosional, kreatifitas,
moral dan spiritual lebih dalam dan kompleks.
4. Guru sebagai pelatih
Guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam
pembentukaan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.
5. Guru Sebagai Penasihat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orsng tua. Meskipun
mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat
berharap untuk menasehati orang.
6. Guru sebagai Pembaharu(Innovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna
bagi peserta didik.
7. Guru sebagai Model dan teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang
menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan
guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang
menganggap atau mengakuinya sebagai guru.
8. Guru sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian
yang mencerminkan seorang pendidik. Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah
masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui
kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan.
Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan
akan berakibat yang bersangkuatn kurang bisa diterima oleh masyarakat.
9. Guru sebagai peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-
penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang
didalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia
tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subyek
pembelajaran.
10. Guru Sebagai pendorong Kreativitas
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal
dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing, dan dibangkitkan oleh
kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat proses
pendidikan. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang dikerjakan oleh guru sekarang lebih
baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang di kerjakan di masa mendatang
lebih baik dari sekarang.

11. Guru Sebagai Pembangkit Pandangan


Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai
dari kisah nyata samapi direkayasa, dalam hal ini, grur dituntut untuk memberikan dan
memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya.
12. Guru Sebagai pekerja Rutin
Guru bekerja dengan ketrampilan, dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin yang amat
diperlukan dan seringkali memberatkan. Sebagai contoh, dalam setiap kegiatan pembelajaran,
guru harus membuat persiapan tertulis, jiak guru membenci atau tidak menyenangi tugas ini
maka akan merusak kefefektifan pembelajaran.
13. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka
memindah-mindahkan, dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu
yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta
didik, kepercayaan, dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi
dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai.
14. Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri, dan menanyakan keberadaannya serta
bagaimana berhubungan denagn keberadaan itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul
dalam lingkungannya, dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal-usulnya.
Ia benar-benar ingin tahu tentang awal keberadaannya; serta ingin tahu kapan, bagaimana dan
mengapa ia terjadi di dunia ini. Semua itu diperoleh melalui cerita.
15. Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru harus melakukan apa yang ada dalam naskah yang telah
disusun dengan mempertimbangkan pesan yang akan disampaikan kepada penonton. Guru
harus menguasai materi standar dalam bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya,
memperbaiki ketrampilan, dan mengembangkan untuk mentransfer bidang studi itu. Ia
memperlajari peserta didik, alat-alat yang dapat dipergunakan untuk menarik minat, dan tentu
saja mempelajari bagaimana menggunakan alat secara efektif dan efisien.
16. Guru Sebagai emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik dan menghormati
setiap insan. Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai emansipator, ketika peserta didik
yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga, merasa dicampakan orang lain
atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa, dibangkitkan kembali
menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta didik hampir putus asa, diperlukan
ketelatenan, keuletan dan seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit
kembali harapannya.
17. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian dalam pembelajaran merupakan proses menetapkan kualitas hasil
belajar atau proses untuk meentukan tingkat pencapaian tujauan pembelajaran oleh peserta
didik.
Guru sebagai evaluator perlu memiliki pengetahuan , keterampilan dan sikap yang
memadai serta kemampuan dalam memahami teknik evaluasi baik tes maupun non tes yang
mencakup jenis masing-masing teknik karakteristik serta cara menentukan baik atau tidaknya
ditinaju dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal.
Peneliaan harus dilakukan dengan rancangan dan frekuensi yang memadai dan
berkesinambungan serta diadministrasikan dengan baik. Guru selain menilai hasil belajar
peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri baik sebagi perencana, pelaksana,
maupun penilai program pembelajaran.
18. Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas pendidikan adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi
berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna bagi
kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan.
Sebagai pengawet, guru harus berusaha mengawetkan pengetahuan yang telah dimiliki
dalam pribadinya, dalam arti guru harus berusaha menguasai materi standar yang akan
disajikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, setiap guru dibekali pengetahuan sesuai
dengan bidang yang dipilihnya.
19. Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bretahap daria wal hingga
akhir (kulminasi). Dalam tahap kulminasi iilah yang memunkinkan setiap peserta didik bisa
mengetahui kemajuan belajarnya. Disini peran sebagi kulminator terpadu dengan peranya
sebagi evaluator.
Melalui rancanganya , guru mengembangkan tujuan yang akan dicapai dan akan
dimunculkan dalma tahap kulminasi. Dia mengembangkan rasa tanggung jawab,
mengembangkan keterampilan fisik dan kemampuan intelektual yang telah dirancang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat melalui kurikulum. Tugas guru untuk menjawab pertanyaan
tentang benarkah kemampuan-kemampuan yang dikembangkan itu bisa muncul dalam tahap
kulminasi melalui pengamatan terhadap pelaksanaan tahap kulminasi oleh sang kulminator.
20. Guru sebagai perancang pembelajaran
Guru dituntut untuk berperan aktif dalam merencanakan pembelajaran dengan
memperhatikan berbagai kompetensi pembelajaran yang meliputi :
1. menyiapkan materi yang relevan denagn tujuan waktu, fasilitas , perkembangan ilmu,
kebutuhan dan kemampuan siswa, komprehensif, sistematisdan fungsional efektif.
2. Merancang metode yang sesuai.
3. Menyediakan sumber belajar
4. Media , guru berperan sebagai mediator dengan memeperhatikan relevansi materi, efektif
dan efisien .
21. Guru sebagai pengelola pembelajaran
Sebagai menejer, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori
belajar mengajar dari teori perkembangan hingga memungkinkan untuk mencipatakan situasi
belajar yang baik, mengendalikan pelaksanaan pengajaran dan pencapaian tujaun.
22. Guru sebagai Pengarah pembalajaran
1. Membangkitkan dorongan siswa untuk belajar.
2. Menjelaskan secara konkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
3. Memberiakn ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang
pencapaian prestasi yang lebih baik.
4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

4. HAKIKAT PEMBELAJARAN
A. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan
kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti. Sedangkan pengajaran
diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek intelektual dan
keterampilan. Pada perkembangan pendidikan di Indonesia, kita mengenal paedagogik,
didaktik dan metodik yang memuat prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, yang mengikat pendidik
dalam member bantuan secara normative maupun teknis kepada anak didik.
Istilah pengajaran artinya menimbulkan belajar dan dapat diartikan juga instruction.
Instruction adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi pembelajar sedemikian rupa
sehingga pembelajar tersebut memperoleh kemudahan (Briggs, 1992). Unsur utama dari
pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat peristiwa sehingga terjadi proses
belajar. Dengan demikian pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan
konseptual yang tidak berbeda, perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas
yaitu mencakup baik pengajaran ataupun pembelajaran, dan pengajaran merupakan bagian
dari pembelajaran.

B. Hubugan Teori belajar dan Pembelajaran


Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip-prinsip belajar yang bersifat
teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Teori belajar berfungsi
menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana proses belajar terjadi pada pembelajar.
Teori pembelajaran merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan
berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran. Teori pembelajaran akan
menjelaskan bagaimana menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan
memperbaiki metode dan teknik yang tepat. Teori pembelajaran yang demikian itu
memungkinkan pendidik untuk :
1. Mengusahakan lingkungan yang optimal untuk belajar
2. Menyusun bahan ajar
3. Memilih strategi mengajar yang optimal dan apa alasannya
4. Membedakan antara alat Audio Visual Aid (AVA) yang sifatnya pilihan dan AVA lain
yang sifatnya esensial untuk membelajarkan para peserta didik. (Davies, 1986:22)

C. Pengertian Pembelajaran
Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Dalam pembelajaran, pendidik harus benar-benar
mampu menarik perhatian peserta didik agar mampu mencurahkan seluruh energinya
sehingga dapat melakukan aktivitas belajar secara optimal dan memperoleh hasil belajar
seperti yang diharapkan.
Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs, 1992)
Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa
eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa
belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan belajar, pendidik
hendaknya benar-benar menguasai cara-cara merancang belajar agar peserta didik mampu
belajar secara optimal.
Beberapa teori belajar mendiskripsikan pembelajaran sebagai berikut :
1. Usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku peserta didik.
2. Cara pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir agar
memahami apa yang dipelajari.
3. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta
didik, atau antar peserta didik. Proses komunikasi dilakukan secara verbal (lisan) dan dapat
pula secara nonverbal , seperti penggunaan computer dalam pembelajaran. Esensi
pembelajaran adalah ditandai oleh serangkaian kegiatan komunikasi.
Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas
komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni seperti mengkaji buku, melakukan
kegiatan dilaboratorium atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula dilakukan secara
berkelompok seperti halnya proses pembelajaran di kelas. Keuntungan dari pembelajaran
mandiri adalah bahwa peserta didik pada akhirnya mampu menggunakan keterampilan dan
strategi pengelolaan belajar mandiri.

D. Ciri- Ciri Pembelajaran


Ada tiga ciri khas yang terkandung di dalam sistem pembelajaran, ialah:
1. Rencana, ialah penataan ketenagaan , material, dan prosedur, yang merupakan unsur- unsur
sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2. Kesalingtergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu
keseluruhan . Tiap unsur bersifat esensial, dan masing- masing memberikan sumbangannya
kepada sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan
utama sistem pembelajaran supaya siswa belajar.

E. Pendekatan Sistem Pembelajaran


Secara tradisional, proses pembelajaran melibatkan pendidik, peserta didik dan buku
ajar (textbooks). Pembelajaran dapat ditafsirkan sebagai penyampaian isi pelajaran ke dalam
otak peserta didik dengan cara tertentu dan mereka akan melacak kembali informasi yang
telah diterima pada waktu menghadapi ujian. Dengan model ini, cara memperbaiki
pembelajaran adalah memperbaiki kemampuan pendidik dengan cara pendidik mempelajari
banyak pengetahuan dan metode penyampaian isi pelajaran kepada peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem. Tujuan sistem adalah menghasilkan
belajar, atau memberikan sarana penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-
komponen sistem itu adalah pendidik, peserta didik, materi pembelajaran, dan lingkungan
belajar.
Hasil penggunaan pandangan sistem dalam pembelajaran adalah memandang
pentingnya peranan komponen-komponen di dalam proses pembelajaran. Komponen-
komponen itu harus berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
F. Komponen-komponen Pembelajaran
1. Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan pembelajaran
adalah instructional effect biasanya berupa pengetahuan, dan keterampilan atau sikap yang
dirumuskan secara.
TPK dirumuskan akan mempermudah dalam menentukan kegiatan pembelajaran yang
tepat. Setelah peserta didik melakukan proses belajar,-mengajar, selain memperoleh hasil
belajar, mereka akan memperoleh dampak pengiring berupa pengetahuan, tenggang rasa,
kecermatan dalam berbahasa dan sebagainya.

2. Subjek belajar
Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan
sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang
melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan
dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar. Partisipasi aktif subyek belajar
dari pihak peserta didik berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Maka, diperlukan
perencanaan pembelajaran yang efektif tentang diagnosis kesulitan belajar dan analisis tugas.

3. Materi pelajaran.
Materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi
pelajaran yang komprehensif, terorganisir secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas
akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.
Materi dalam sistem pembelajaran berada dalam Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan buku sumber. Maka, pendidik hendaknya dapat memilih dan
mengorganisasikan materi pelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung intensif.

4. Strategi pembelajaran
Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model
pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang
menunjang pelaksanaan metode mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang
tepat, pendidik mempertimbangkan akan tujuan, karakteristik peserta didik, materi pelajaran
dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.
5. Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses
pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
Metode digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain karena : (1) media dapat
memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi dapat dilihat
dengan jelas, (2) dapat menyajikan benda yang jauh dari subyek belajar, (3) menyajikan
peristiwa yang komplek, rumit dan berlangsung cepat menjadi sistematik dan sederhana,
sehingga mudah diikuti (Suparman, 1995)

6. Penunjang
Komponen penunjang adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan
pelajaran dan semacamnya. Komponen belajar berfungsi memperlancar, melengkapi dan
mempermudah terjadinya proses pembelajaran.

G. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Apabila pembelajaran itu ditinjau dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran
atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, tingkah laku, dan prinsip
pengajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada prosedur yang telah
terbukti berhasil secara konsisten (Sukamto, 1995)
1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik (Hartley & Davies, 1978)
Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik apabila :
a. Peserta didik dapat berpartisipasi dengan aktif
b. Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis
c. Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan.
2. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif
Railley dan Lewis (1983) menjelaskan delapan prinsip pembelajaran yang digali dari teori
kognitif Bruner dan Ausuble yaitu bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila :
a. Menekankan akan makna dan pemahaman
b. Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu disertai proses transfer
secara lebih luas.
c. Menekankan adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti, atau bahan yang telah diketahui
dengan struktur kognitif.
d. Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e. Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f. Obyek pemblajaran seprti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen
dalam situasi laboratoris.
g. Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi
h. Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna

3. Prinsip pembelajaran dari teori humanisme


Menurut teori humanistik, belajar adalah bertujuan memanusiakan manusia.

4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan.


Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
a. Prinsip pengaturan kegiatan kognitif
Cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur pikir dan
sistematik proses belajar itu sendiri.
b. Prinsip pengaturan kegiatan afektif
Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan mengaplikasikan tiga
pengaturan kegiatan afektif.
Faktor conditioning yaitu perilaku pendidik yang berpengaruh terhadap rasa senang atau
rasa benci peserta didik terhadap pendidik. Faktor behavior modification pemberian
penguatan seketika. Faktor human model yaitu contoh berupa orang yang dikagumi dan
dipercaya para peserta didik. Dalam mengaplikasikan prinsip tersebut hendaknya dikaitkan
dengan fase belajar sikap. Yaitu fase motivasi, konsentrasi, pengolahan dan balikan.
c. Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik.
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor latihan,
penguasaan prosedur gerak-gerik, dan prosedur koordinasi anggota badan. Untuk itu
diperlukan pembelajaran fase kognitif.

5. Prinsip pembelajaran konstruktivisme


Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif peserta didik dalam mengkontruksi
arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dalam proses belajar tersebut terjadi proses asimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari.
Prinsip yang nampak dalam pembelajaran konstruktivisme ialah :
a. Pertanyaan dan kostruksi jawaban peserta didik adalah penting.
b. Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para peserta didik.
c. Pendidik lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi
peserta didik dalam proses belajar-mengajar.
d. Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik agar mereka benar-benar terlibat dan
bertanggung jawab (konstraksi pembelajaran)
e. Strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif, belajar
mandiri, koperatif dan kolaboratif.
6. Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar.
Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur dari bagaimana
partisipasi peserta didik dalam proses belajar-mengajar dan seberapa hasil yang
dicapai. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut ahli-ahli didaktik mengarahkan
perhatian kepada tingkah laku pendidik sebagai organistor proses belajar-mengajar. Maka
timbullah azas-azas mengajar, yaitu suatu kaidah bagi pendidik-pendidik dalam bertingkah
laku mengajar agar lebih berhasil. Azas-azas mengajar itu bermacam-macam, diantaranya
Mandigers dari Belanda dan Mursell dari Amerika Serikat.

a. Mandigers
Prinsip-prinsip mengajar ini lebih dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut
Mandigers, agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, pendidik harus memperhatikan :
1) Prinsip aktivitas mental
2) Prinsip menarik perhatian
3) Prinsip penyesuaian perkembangan murid
4) Prinsip peragaan
5) Prinsip aktivitas motorik. Selain hal tersebut, ahli pendidikan lain menambahkan prinsip
korelasi dan lingkungan
6) Prinsip aktifitas mental
Belajar hendaknya menimbulkan aktivitas mental. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip
CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
7) Prinsip menarik perhatian
Apabila dalam belajar mengajar peserta didik penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari,
maka hasil belajar akan lebih meningkat dan tidak cepat lupa.
8) Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan
subyek belajar.
9) Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa dalam mengajar pendidik hendaknya mengkaitkan
materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui sehingga bahan pelajaran
mudah diserap. Prinsip ini biasanya dilaksanakan pada pendahuluan pelajaran/pembukaan.
10) Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat
peraga agar proses belajar tidak verbalitas. Proses pembelajaran dengan alat peraga akan
menghasilkan hasil belajar lebih jelas dan tidak lekas lupa.
11) Prinsip aktivitas motivasi
Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam
rangka memenuhi kebutuhannya. Makin kuat motivasi seseorang dalam belajar makin
optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik
dapat melakukan :
a) Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak
b) Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak
c) Memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
Belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar belajar berlangsung secara
inrensip dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat
permanen.
Proses belajar yang demikian itu akan terwujud bila ada dukungan dari situasi peserta didik,
dimana prinsip peragaan, apperseps, korelasi, dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
b. Marsell
Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang sukses, perlu memperhatikan
prinsip-prinsip belajar berikut :
1) Prinsip konteks
Caranya dengan mengkaitkan materi bahan pelajaran dengan konteksnya dalam arti
hubungan sesama konsep, hubungan konsep dengan fakta, konsep dengan guna/fungsi.
Dengan prinsip ini peserta didik akan tahu konteks tiap bahan yang dipelajari.
2) Prinsip focus
Caranya pendidik dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu
perlu ada materi pokok bahasan sebagai pusat pembahasan. Dalam prakteknya kedua prinsip
tersebut hendaknya dilaksanakan secara seimbang sehingga saling melengkapi, karena kedua
prinsip tersebut merupakan criteria mengajar yang efektif.
3) Prinsip sekuens
Mengajar dengan prinsip sekuens adalah bahwa materi pengajaran hendaknya disusun
secara urut sistematis dan logis sehingga mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri
hendaknya memberikan kemudahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Untuk memenuhi
prinsip tersebut pendidik perlu mengidentifikasi kegiatan mana yang lebih dahulu dan mana
yang kemudian. Penyusunan urutan kegiatan tersebut harus memenuhi syarat sistematis dan
logis.
4) Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi
berfungsi mempertinggi efektivitas belajar. Karena dapat mendorong peserta didik belajar
dan memungkinkan pendidik untuk memperbaiki cara mengajarnya.
5) Prinsip individualistis
Melaksanakan prinsip individualisasi diwujudkan dalam bentuk pendidik dalam mengajar
memperhatikan adanya perbedaan individu para peserta didik. Perbedaan individu tersebut
berimplikasi dalam pemberian pelayanan belajar, seperti bimbingan belajar, tugas-tugas dan
sebagainya.
6) Prinsip Sosialisasi
Prinsip sosialisasi menekankan pendidik dalam mengajar hendakya dapat menciptakan
suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antar peserta didik dalam
mengatasi masalah belajar. Cara tersebut akan memperoleh keuntungan :
a) Dapat membina dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi
b) Pengetahuan anak akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan terjadi saling
menerima dan memberi.

DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Rifa’i, Achmad dan Anni, Chatarina Tri. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri
Semaran Press

Anda mungkin juga menyukai