TR 9
TR 9
FILSAFAT PENDIDIKAN
1. HAKIKAT MASYARAKAT
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat
berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian
masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi
warga masyarakat itu. Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat dalam mekanismenya ada
ilmu masyarakat (sosiologi) agar lebih baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia
menjadi bagian daripadanya, karena tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat
secara pasif.
Berbicara tentang pendidikan, maka membahas perkembangan peradaban manusia.
Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya
masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian
berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang
arti pentingnya pendidikan bagi manusia, serta sasaran pendidikan secara umum di
Indonesia. Pendekatan sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah
pendekatan di mana masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu
lembaga pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat
yang dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.
Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dari ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan
tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah dan masyarakat.
Dari dua penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk yaitu
pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal (Undang-Undang nomor
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Proses pendidikan dari tiga bentuk pendidikan itu dipengaruhi oleh sistem politik dan
ekonomi. (Muhammad Dimyati, 1988 p, 163). Dengan adanya bermacam-macam jenis politik
dan bermacam-macam kondisi ekonomi maka arah proses pendidikan akan bermacam-
macam untuk masing-masing bentuk pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga,
pemerintah, lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga non-agama.
Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam
pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat.
Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu
sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi
inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial (Jeanne H.
Ballantine, 1983, p. 5-7).
Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam
masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai
pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6)
mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk semangat
kebangsaan, (8) pengasuh bayi.
Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara
pendapat yang satu dengan pendapat yang lain.
1) Fungsi Sosialisasi.
Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi
sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat
pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas
orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan,
kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan sesuatu
sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-
anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri
dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-
keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam
situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana anak-anak meniru,
mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai
dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi
yang lebih tua. Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang
dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Hal ini semua
bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, di mana anak menjadi
anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki
diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh
individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut
telah mengalami perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini
sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan
terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga demikian
kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai
budaya baru (cultural reproduction).
Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak-
anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga sosial dan tradisi yang sudah mapan
adalah menjadi tugas dari sekolah. Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut
diantaranya adalah keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-
lembaga ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang
sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian nilai-nilai ini. Masa-
rnasa pembentukan dan pembangunan upaya pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak
mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional.
Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan
dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana
institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar
mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita
semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan
keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik.
Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap
dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami
dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam
hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum
yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture) (Pardius and Parelius,
1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf
pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old
viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan
masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh
kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi,
menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan
hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling
berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam budaya antara masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain, dan antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Sebagai contoh sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet guru-
guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab untuk menyatu dengan
kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi di antara mereka. Sementara di
Amerika Serikat guru harus mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan
kemampuan bersaing dengan melakukan upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat
harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme
kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk
menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang
merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan
tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan semacam ini
individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga
dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang
berlaku.
Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka
ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan
hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada
anak-anak di sekolah.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka
ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan
seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan
sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi
sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk
mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah
tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda,
sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan
sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku
untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah
tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu
menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga kerja
untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan
untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk pada
jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk
suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat
masuk pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni (NEM).
Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai tertentu sampai nilai
yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah
yang tak terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah
dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian pula untuk
memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang diharuskan mengikuti seleksi
dengan berbagai cara yang tujuannya untuk memperoleh tenaga kerja yang cakap dan
terampil sesuai dengan jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja
mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera profesional
dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk
menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.
Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung jawab
terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu,
patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat
menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan
memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk
menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan
untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan
untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi (1)
melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3) mengembangkan analisis kultural
terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau
modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang
lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian
dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada
sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan nilai-
nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, orientasi kemandirian,
mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di
mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial
suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai dan perspektif ilmiah dan
rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada
nasib, ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah
sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan sosial Dengan menggunakan cara-cara
berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan
evaluasi yang kritis orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam
menguasai alam sekitarnya.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis
kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara
berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi
baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada
situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara
berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan
berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama
diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan
oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju,
pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah
kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah
berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi
maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan)
hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir knitis bukan saja efektif
dalam pengembangan pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap
penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah persamaan hak-hak
baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga
ekonomi dan sosial didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa,
maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan
politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh
karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan,
pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui
cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang
kompetitif.
DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal,
pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal disebut juga sekolah.
Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan
tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai partner
masyarakat dan (2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah sebagai partner masyarakat akan
dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan
pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya
dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah.
Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat.
Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan,
penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat.
Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari lingkungan masyarakat,
sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang
dilaksanakan di sekolah.
Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya
serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan
sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber, perpustakaan,
museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam
menunaikan fungsi pendidikan.
Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan
hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan
yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan
sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan
pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat
selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan
masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya.
4. HAKIKAT PEMBELAJARAN
A. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan
kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti. Sedangkan pengajaran
diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek intelektual dan
keterampilan. Pada perkembangan pendidikan di Indonesia, kita mengenal paedagogik,
didaktik dan metodik yang memuat prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, yang mengikat pendidik
dalam member bantuan secara normative maupun teknis kepada anak didik.
Istilah pengajaran artinya menimbulkan belajar dan dapat diartikan juga instruction.
Instruction adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi pembelajar sedemikian rupa
sehingga pembelajar tersebut memperoleh kemudahan (Briggs, 1992). Unsur utama dari
pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat peristiwa sehingga terjadi proses
belajar. Dengan demikian pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan
konseptual yang tidak berbeda, perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas
yaitu mencakup baik pengajaran ataupun pembelajaran, dan pengajaran merupakan bagian
dari pembelajaran.
C. Pengertian Pembelajaran
Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Dalam pembelajaran, pendidik harus benar-benar
mampu menarik perhatian peserta didik agar mampu mencurahkan seluruh energinya
sehingga dapat melakukan aktivitas belajar secara optimal dan memperoleh hasil belajar
seperti yang diharapkan.
Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs, 1992)
Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa
eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa
belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan belajar, pendidik
hendaknya benar-benar menguasai cara-cara merancang belajar agar peserta didik mampu
belajar secara optimal.
Beberapa teori belajar mendiskripsikan pembelajaran sebagai berikut :
1. Usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku peserta didik.
2. Cara pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir agar
memahami apa yang dipelajari.
3. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta
didik, atau antar peserta didik. Proses komunikasi dilakukan secara verbal (lisan) dan dapat
pula secara nonverbal , seperti penggunaan computer dalam pembelajaran. Esensi
pembelajaran adalah ditandai oleh serangkaian kegiatan komunikasi.
Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas
komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni seperti mengkaji buku, melakukan
kegiatan dilaboratorium atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula dilakukan secara
berkelompok seperti halnya proses pembelajaran di kelas. Keuntungan dari pembelajaran
mandiri adalah bahwa peserta didik pada akhirnya mampu menggunakan keterampilan dan
strategi pengelolaan belajar mandiri.
2. Subjek belajar
Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan
sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang
melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan
dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar. Partisipasi aktif subyek belajar
dari pihak peserta didik berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Maka, diperlukan
perencanaan pembelajaran yang efektif tentang diagnosis kesulitan belajar dan analisis tugas.
3. Materi pelajaran.
Materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi
pelajaran yang komprehensif, terorganisir secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas
akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.
Materi dalam sistem pembelajaran berada dalam Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan buku sumber. Maka, pendidik hendaknya dapat memilih dan
mengorganisasikan materi pelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung intensif.
4. Strategi pembelajaran
Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model
pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang
menunjang pelaksanaan metode mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang
tepat, pendidik mempertimbangkan akan tujuan, karakteristik peserta didik, materi pelajaran
dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.
5. Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses
pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
Metode digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain karena : (1) media dapat
memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi dapat dilihat
dengan jelas, (2) dapat menyajikan benda yang jauh dari subyek belajar, (3) menyajikan
peristiwa yang komplek, rumit dan berlangsung cepat menjadi sistematik dan sederhana,
sehingga mudah diikuti (Suparman, 1995)
6. Penunjang
Komponen penunjang adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan
pelajaran dan semacamnya. Komponen belajar berfungsi memperlancar, melengkapi dan
mempermudah terjadinya proses pembelajaran.
G. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Apabila pembelajaran itu ditinjau dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran
atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, tingkah laku, dan prinsip
pengajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada prosedur yang telah
terbukti berhasil secara konsisten (Sukamto, 1995)
1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik (Hartley & Davies, 1978)
Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik apabila :
a. Peserta didik dapat berpartisipasi dengan aktif
b. Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis
c. Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan.
2. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif
Railley dan Lewis (1983) menjelaskan delapan prinsip pembelajaran yang digali dari teori
kognitif Bruner dan Ausuble yaitu bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila :
a. Menekankan akan makna dan pemahaman
b. Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu disertai proses transfer
secara lebih luas.
c. Menekankan adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti, atau bahan yang telah diketahui
dengan struktur kognitif.
d. Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e. Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f. Obyek pemblajaran seprti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen
dalam situasi laboratoris.
g. Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi
h. Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna
a. Mandigers
Prinsip-prinsip mengajar ini lebih dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut
Mandigers, agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, pendidik harus memperhatikan :
1) Prinsip aktivitas mental
2) Prinsip menarik perhatian
3) Prinsip penyesuaian perkembangan murid
4) Prinsip peragaan
5) Prinsip aktivitas motorik. Selain hal tersebut, ahli pendidikan lain menambahkan prinsip
korelasi dan lingkungan
6) Prinsip aktifitas mental
Belajar hendaknya menimbulkan aktivitas mental. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip
CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
7) Prinsip menarik perhatian
Apabila dalam belajar mengajar peserta didik penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari,
maka hasil belajar akan lebih meningkat dan tidak cepat lupa.
8) Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan
subyek belajar.
9) Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa dalam mengajar pendidik hendaknya mengkaitkan
materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui sehingga bahan pelajaran
mudah diserap. Prinsip ini biasanya dilaksanakan pada pendahuluan pelajaran/pembukaan.
10) Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat
peraga agar proses belajar tidak verbalitas. Proses pembelajaran dengan alat peraga akan
menghasilkan hasil belajar lebih jelas dan tidak lekas lupa.
11) Prinsip aktivitas motivasi
Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam
rangka memenuhi kebutuhannya. Makin kuat motivasi seseorang dalam belajar makin
optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik
dapat melakukan :
a) Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak
b) Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak
c) Memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
Belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar belajar berlangsung secara
inrensip dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat
permanen.
Proses belajar yang demikian itu akan terwujud bila ada dukungan dari situasi peserta didik,
dimana prinsip peragaan, apperseps, korelasi, dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
b. Marsell
Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang sukses, perlu memperhatikan
prinsip-prinsip belajar berikut :
1) Prinsip konteks
Caranya dengan mengkaitkan materi bahan pelajaran dengan konteksnya dalam arti
hubungan sesama konsep, hubungan konsep dengan fakta, konsep dengan guna/fungsi.
Dengan prinsip ini peserta didik akan tahu konteks tiap bahan yang dipelajari.
2) Prinsip focus
Caranya pendidik dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu
perlu ada materi pokok bahasan sebagai pusat pembahasan. Dalam prakteknya kedua prinsip
tersebut hendaknya dilaksanakan secara seimbang sehingga saling melengkapi, karena kedua
prinsip tersebut merupakan criteria mengajar yang efektif.
3) Prinsip sekuens
Mengajar dengan prinsip sekuens adalah bahwa materi pengajaran hendaknya disusun
secara urut sistematis dan logis sehingga mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri
hendaknya memberikan kemudahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Untuk memenuhi
prinsip tersebut pendidik perlu mengidentifikasi kegiatan mana yang lebih dahulu dan mana
yang kemudian. Penyusunan urutan kegiatan tersebut harus memenuhi syarat sistematis dan
logis.
4) Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi
berfungsi mempertinggi efektivitas belajar. Karena dapat mendorong peserta didik belajar
dan memungkinkan pendidik untuk memperbaiki cara mengajarnya.
5) Prinsip individualistis
Melaksanakan prinsip individualisasi diwujudkan dalam bentuk pendidik dalam mengajar
memperhatikan adanya perbedaan individu para peserta didik. Perbedaan individu tersebut
berimplikasi dalam pemberian pelayanan belajar, seperti bimbingan belajar, tugas-tugas dan
sebagainya.
6) Prinsip Sosialisasi
Prinsip sosialisasi menekankan pendidik dalam mengajar hendakya dapat menciptakan
suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antar peserta didik dalam
mengatasi masalah belajar. Cara tersebut akan memperoleh keuntungan :
a) Dapat membina dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi
b) Pengetahuan anak akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan terjadi saling
menerima dan memberi.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Rifa’i, Achmad dan Anni, Chatarina Tri. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri
Semaran Press