Anda di halaman 1dari 4

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Dalam kegiatan bsisni, tujuan pelaku bisnis yaitu memperoleh keuntungan, namun tidak
dapat dikatakan bahwa hal tersebut satu-satunya tujuan. Dalam bisnis yang modern saat ini, pelaku
bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang yang profesional di bidangnya. Kinerja tidak hanya
berfokus pada aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut
aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen
moral, integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, dan sikap
mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholder), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis
dalam sebuah perusahaan.

1.1 Pentingnya Etika dalam Praktik Bisnis


Dalam praktik bisnis, perilaku baik merupakan aktivitas utama masyarakat yang wajib
dilakukan. Hal yang penting untuk diperhatikan yaitu etika dalam berbisnis karena dalam bisnis
juga berhubungan dengan manusia lainnya yaitu konsumen, distributor dan produsen). Nilai-nilai
(values) dalam etika bisnis adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk
bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Pada era kompetisi yang ketat ini,
reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive
advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika penting diperlukan untuk mencapai
sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus
ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki
standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai
standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika
bisnis sebagai berikut.
a. Prinsip Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas
keputusan yang diambil.
b. Prinsip Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena
kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam pelaksanaan
kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
c. Prinsip Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
d. Prinsip Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan,
demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
e. Prinsip Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku
bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap
dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik

1.2 Praktik Bisnis yang Tidak Beretika


Praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih cenderung mengabaikan etika, rasa
keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan
segala macam cara untuk mencapai tujuan, baik untuk tujuan individu memperkaya diri sendiri
maupun tujuan kelompok untuk eksistensi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis.
(Rukmana:2004). Menurut Komenaung (2007), masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan
ke dalam lima kategori, yaitu:
a) Suap (Bribery) adalah tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau meminta
sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam
melaksanakan kewajiban public. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan
membeli pengaruh. Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayar sejumlah uang atau
barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak
mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan
sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap
tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
b) Paksaan (Coercion) adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan
menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit
kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
c) Penipuan (Deception) adalah tindakan memperdaya, ,menyesatkan yang disengaja dengan
mengucapkan atau melakukan kebohongan.
d) Pencurian (Theft) adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau
mengambil properti milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat
berupa properti fisik atau konseptual.
e) Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination) adalah perlakuan tidak adil atau penolakan
terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau
agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya
perbedaan yang beralasan antara yang disukai atau tidak.
Beberapa pebisnis berpendapat bahwa terdapat hubungan simbiosis antara etika dan bisnis
dimana masalah etik sering dibicarakan pada bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan
aspek moral dalam bisnis adalah:
(1) Praktik bisnis yang bermoral hanya akan memberikan keuntungan ekonomis dalam jangka
panjang. Bagi bisnis yang didesain untuk keuntungan jangka pendek hanya akan memberikan
insentif yang kecil. Dalam kompetisi bisnis di pasar yang sama, keuntungan jangka pendek
merupakan keputusan yang diambil oleh kebanyakan perusahaan untuk dapat bertahan.

(2) Beberapa praktik bisnis yang bermoral mungkin tidak memiliki nilai ekonomis bahkan dalam
jangka panjang sekalipun. Sebagai contoh, bagaimana mengkampanyekan kerugian merokok,
sebagai lawan dari promosi rokok itu sendiri.

(3) Praktik bisnis yang bermoral akan menghasilkan keuntungan akan sangat tergantung pada saat
bisnis tersebut dijalankan. Pada pasar yang berbeda, praktik yang sama mungkin tidak memberikan
nilai ekonomis. Jadi masalah tumpang tindih antara eksistensi moral dan keuntungan sifatnya
terbatas dan insidental (situasional)
Dalam hal ini, etika bisnis menjadi suatu hal yang sangat mendesak untuk diterapkan, sebab
dengan etika pertimbangan mengenai baik atau buruk dapat distandardisasi secara tepat dan benar.
Namun perlu juga dicatat bahwa etika bisnis tidak akan berfungsi jika praktik-praktik bisnis yang
curang dilegalkan. Maka, diperlukan dua perangkat utama yaitu moral dan legal politis.

Tuntutan Masyarakat terhadap Bisnis.


 Kemunculan Model-model Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemangku Kepentingan
Reaksi oleh bisnis terhadap evolusi dari mandat keuntungan murni menjadi pengenalan adanya
saling ketergantungan antara bisnis dan masyarakat. Beberapa tren dikembangkan sebagai hasil
dari tekanan ekonomi dan kompetitif serta memiliki efek pada etika bisnis dan akuntan
professional, mencakup:
a. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan.
b. Pernyataan manajemen kepada pemegang saham atas kecukupan pengendalian internal, dan
c. Ketetapan niat untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi.
Meskipun perubahan yang signifikan juga terjadi dalam cara organisasi beroperasi, mencakup:
a. Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data elektronik yang berhubungan, dan
b. Meningkatnya ketergantungan manajemen pada indicator kinerja nonkeuangan yang digunakan
secara nyata.
Sebagai akibat dari tren dan perubahan tersebut, bahwa pendekatan tradisisonal perintah dan
kendali (atas-bawah) tidaklah cukup, dan organisasi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
mendorong etika prilaku, bukan memaksakannya.Dewan dan manajemen menjadi lebih tertarik
pada isu-isu etika meskipun kompeksitas entitas bisnis dan transaksi menjadi lebih besar dan
cepat.Oleh karena itu, semakin penting bahwa setiap karyawan memiliki kode perilaku pribadi
yang harmonis dengan pemberi kerja.
 Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko
Para direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan lainnya harus memahami sifat dari interes
pemangku kepentingan dan nilai-nilai yang mendukungnya untuk mengggabungkan interes
pemangku kepentingan ke dalam kebijakan, strategi, dan operasional perusahaan.Saat ini,
penyelidikan terhadap nilai-nilai, reputasi, dan manajemen risiko menjadi subjek studi terbaru
yang ramai diteliti. Nilai-nilai pada suatu perusahaan akan berbeda bergantung pada kelompok
pemangku kepentingan. Charles Fombrun dari Repitation Institute menetapkan empat penentu
reputasi sebuah perusahaan, antara lain: 1) Kredibilitas; 2) Keandalan; 3) Sifat dapat dipercaya;
dan 4) Tanggung jawab.
Manajemen dan auditor sejak tahun 1990-an semakin berorientasi pada manajemen risiko. Teknik-
teknik manajemen risiko telah berkembang seiring dengan pengakuan oleh direktur, eksekutif, dan
akuntan professional mengenai nilai-nilai dalam mengidentifikasi risiko di awal dan dalam
perencanaan untuk menghindari atau mengurangi konsekuensi yang tidak menguntungkan, yang
melekat dalam risiko.
 Akuntabilias
Munculnya interes pemangku kepentingan dan akuntabilitas, serta terjadinya kasus krisis
keuangan yang menimpan Enron, telah meningkatkan keinginan untuk membuat laporan (kinerja
perusahaan) yang lebih relevan.Laporan dibuat lebih transparan dan akurat dibandingkan dengan
laporan masa lalu.Secara umum, kekurangan integritas sering kali terdapat pada laporan-laporan
perusahaan karena tidak mencakup beberapa hal atau permasalahan. Dengan demikian, laporan
tersebut tidak selalu memberikan presentasi yang jelas dan seimbang bagaimana pemangku
kepentinganakan terpengaruh oleh laporan.
Inisiatif untuk Menciptakan Bisnis yang Berkelanjutan
Dampak meningkatnya harapan untuk bisnis pada umumnya telah membawa tuntutan
reformasi tata kelola dan pengambilan keputusan etis.Memahami harapan etika tempat kerja
sangat penting bagi keberhasilan organisasi dan para eksekutifnya.Sebuah perusahaan tidak dapat
memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika kerja yang terpuji.Melalui tata kelola
perusahaan (Good Coorporate Government), diharapkan seluruh organ perusahaan mampu
bertindak secara etis.Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance) adalah
struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan Organ Perusahaan untuk meningkatkan
pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pemangku
kepentingan, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan perundangan serta nilai-nilai etika.

Anda mungkin juga menyukai