Anda di halaman 1dari 6

PENELITIAN AKUNTANSI KUALITATIF

AKUNTABILITAS DALAM DIMENSI TRI HITA KARANA


(Studi Etnografi Pada Organisasi Desa Adat Kuta)

OLEH:

KELOMPOK 3

Ni Putu Wanda Anggeliana Putri (1881611051 - 02)

Ni Putu Lissya Suryandari (1881611071 - 20)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
ARTICLE SUMMARY

Judul : Akuntabilitas Dalam Dimensi Tri Hita Karana (Studi Etnografi Pada Organisasi Desa
Adat Kuta)
Penulis: I Gde Ary Wirajaya, Made Sudarma, Unti Ludigdo, Ali Djamhuri

1. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini dasari oleh maraknya pelanggaran-pelanggarn yang terjadi dalam suatu
organisasi. Seperti banyaknya kepala daerah dan Angota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
tersangkut kasus korupsi dimana hal ini menandakan rendahnya praktik akuntabilitas. Selain itu
terdapat juga banyak masalah yang menyangkut pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan
banyak perusahaan besar seperti Enron Worlcom, PT Lippo dll walaupun telah diaudit oleh Big
Four serta menyebabkan kerugian yang dialami baik oleh pihak-phak terkait hingga kondisi
krisis ekonomi dunia. Fenomena tadi dianggap memberikan bukti bahwa terdapat anomali sistem
akuntabilitas yang dibangun oleh organisasi-organisasi modern dengan berbagai prosedur dan
aturan yang telah ditetapkan untuk mengatasi perbedaan kepentingan ekonomis dari sifat
oportunistik individu atau kelompok di dalam organisasi tersebut. Dengan terlihatnya anomali
dari akuntabilitas itu sendiri, maka penelitian yang dilakukan berfokus pada perekonstruksi
kembali pemaknaan akuntabilitas dengan melakukan kajian secara mendalam dalam sebuah
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik.

2. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini yaitu pada pendalaman pemaknaan akuntabilitas atas anomali yang
kerap terjadi pada organisasi-organisasi modern yang berdampak pada kehancuran organisasi
tersebut. Penelitian ini mengeksplorasi praktik-praktik akuntabilitas yang terkonstruksi pada
masyarakat adat di Kuta. Peneliti memilih pelaksanaan penelitian di Desa Adat Kuta karena
merupakan salah satu komunitas sosial dimana mereka menata dan membina kehidupan
masyarakat dalam proses pembangunan dimana hal tersebut yang menjadi motivasi untuk
mengkaji organisasi ini pada bidang kajian yang lain seperti, hubungan Desa Adat dengan
akuntabilitas. Penelitian ini penting karena organisasi ini memiliki aset dan sarana penggerak
ekonomi desa yang salah satunya terbesar di Indonesi, memiliki forum pengambilan keputusan
bersama yang disebut Paruman Desa, memiliki tata aturan (awig-awig) desa tersendiri. Selain
itu, perkembangan dan eksistensi Desa Adat Kuta juga mencerminkan bahwa organisasi ini telah
memiliki tatakelola organisasi yang baik. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan
masalah penelitian, yaitu bagaimanakah konsep akuntabilitas yang terkonstruksi pada organisasi
Desa Adat Kuta?

3. Metodelogi Penelitian

Metodelogi yang digunakan penelitian ini adalah etnografi dan metode penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui berpikir induktif. Etnografi
merupakan salah satu pendekatan dari disiplin ilmu antropologi dan merupakan rumpun
penelitian kualitatif dalam paradigma interpretif. Metode ini berusaha mengungkap berbagai
keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat dan organisasi dalam kehidupan
sehari-hari secara menyeluruh, terperinci, dalam dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.

4. Pembahasan

Eksistensi organisasi Desa Adat Kuta dan Desa Adat lainnya sebagai identitas awal Desa
Adat di Bali, diakui oleh bangsa Indonesia yang tersurat dalam pasal 18 UUD 1945. Selain itu,
keberadaan organisasi Desa Adat juga telah dikukuhkan oleh Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
Bali No. 6 Tahun 1986. Perda ini mengatur tentang kedudukan, fungsi dan peranan Desa adat
sebagai kesatuan masyarakat Hukum Adat di Provinsi Bali. Kelembagaan Desa adat bersifat
permanen yang dilandasi oleh ideolodi Tri Hita Karana (THK), yaitu: (1) Parahyangan
(mewujudkan hubungan manusia dengan pencipta-Nya yaitu Hyang Widhi Wasa), (2)
Pelemahan (mewujudkan hubungan manusia dengan alam lingkungan tempat tinggalnya), dan
(3) Pawongan (mewujudkan hubungan antara sesama manusia, sebagai makhluk ciptaan-Nya).

4.1 Konstruksi Tata Kelola Organisasi Desa Adat Kuta

Konstruksi tata kelola organisasi pada Desa Adat Kuta digambarkan oleh kemampuan
organisasi ini menjaga kesatuan tradisi dan tata kama pergaulan hidup masyarakat secara turun-
temurun. Dalam bertindak dan berprilaku sehari-hari, masyarakat menggunakan pedoman berupa
awig-awig yang berfungsi untuk mengatur, mengayomi, menyelesaikan konflik dan membina
seluruh warga desa serta mengembangkan nilai-nilai budaya bali berlandaskan ideology THK.
Secara organisatoris, Desa Adat Kuta memiliki mekanisme kepemimpinan sendiri yang terbentuk
dari permusyawaratan desa. Gambaran tadi mencerminkan tata kelola organisasi yang sesuai
dengan THK.

4.2 Aset dan Sumber Pendapatan Organisasi Desa Adat Kuta

Asset yang dimiliki oleh Desa Adat Kuta yaitu beberapa bangunan pura, bale banjar, tanah
pelaba pura, pantai kuta, sarana-prasarana kegiatan upacara adat dan keagamaan (gong), serta
beberapa bidang tanah yang digunakan sebagai fasilitas umum (kuburan dan jalan). Semua aset
yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi Desa Adat Kuta pada akhirnya dikembalikan lagi
untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dari kondisi aset yang dimiliki oleh Desa Adat
Kuta sampai saat ini yang masih tetap terjaga dengan baik dan cenderung bertambah baik, seperti
beberapa bangunan pura dan bale banjar yang terkesan bersih serta mentereng.

4.3 Sumber Pendapatan Organisasi Desa Adat Kuta

Berdasarkan awig-awig Desa Adat Kuta dan Perda Provinsi Bali No.3 Tahun 2001, maka
sumber penghasilan dari desa tersebut di antaranya adalah, 1) urunan krama desa; 2) hasil
pengelolaan kekayaan desa adat; 3) Hasil usaha lembaga perkreditan desa (LPD); 4) bantuan
pemerintah daerah; 5) pendapatan lainnya yang sah; 6) sumbangan pihak ketiga yang tidak
mengikat (Perda Provinsi Bali, Nomor 3/2001, BAB VI, Pasal 10). Hasil dari pengelolaan ini
digunakan untuk kepentingan warga sepenuhnya seperti pembangunan fasilitas sosial dan umum,
peningkatan kesejahteraan warga, menjaga kekayaan tradisi adat dan budaya, serta menjaga
kelestarian alam dan lingkungan sekitarnya dengan tetap bepedoman pada ideologi THK.

4.4 Akuntabilitas Pawongan

Sejalan dengan konsep Pawongan dalam THK, Desa Adat Kuta bertujuan untuk menciptakan
ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan manusia. Dalam menjalankan aktivitasnya,
organisasi Desa Adat Kuta sangat dipengaruhi oleh interaksi individu di dalam (prajuru) maupun
di luar (krama, pemerintah dan pihak lainnya) organisasi. Akuntabilitas pawongan memberikan
gambaran bahwa organisasi Desa Adat Kuta selama ini mengunakan informasi akuntansi sebagai
media untuk memenuhi kewajiban dalam menjelaskan operasi organisasinya. Informasi tersebut
dikemas dalam bentuk angka-angka akuntansi yang selanjutnya tersaji dalam laporan
pertanggungjawaban keuangan (LKPJ). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan
informasi secara terperinci kepada para stakeholdernya atas segala sumber daya yang telah
diperoleh serta digunakannya selama ini.

4.5 Akuntabilitas Palemahan

Akuntabilitas palemahan yang diterapkan oleh organisasi Desa Adat Kuta selama ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban organisasi bersama para stakeholdernya terhadap
pemanfaatan sumber daya alam. Pemahaman ini kemudian diterjemahkan oleh organisasi Desa
Adat Kuta dengan jalan membuat unit pengawasan pantai, pembentukan satuan pengamanan
lingkungan serta berperan aktif dan mengajak para stakeholdernya dalam menjaga serta
melestarikan kebersihan daerahnya. Bentuk pertanggungjawaban organisasi yang dikemas dalam
sebuah laporan pertanggungjawaban terhadap pemanfaatan sumber-sumber alam serta
lingkungannya.

4.6 Akuntabilitas Parahyangan

Konsep akuntabilitas parahyangan pada Desa Adat Kuta dituangkan melalui serangkaian
kegiatan upacara piodalan pada berbagai pura atau tempat suci di lingkungan Desa Adat Kuta.
Padatnya kegiatan upcara piodalan pada berbagai pura di lingkungan Desa Adat Kuta telah
dijalankan secara turun-temurun. Dalam hal ini prajuru dan masyarakat Desa Adat Kuta
memaknai segala upacara piodalan yang telah rutin dilaksanakan selama ini merupakan wujud
tanggung jawab atas segala sesuatunya yang telah diberikan-Nya selama ini. Oleh sebab itu,
bukan perhitungan matematis yang menjadi dasar atau ukuran dalam hubungannya dengan
Tuhan, tetapi semuanya adalah masalah rasa yang datangnya dari hati dengan tulus. Rasa tulus
iklas yang dimanifestasikan dalam suatu pengorbanan suci disebut dengan istilah Yadnya.

5. Simpulan

Konsep dari praktik akuntabilitas THK sesungguhnya memiliki kontribusi yang besar bagi
kesejahteraan masyarakat dan diyakini akan menjadi salah satu komponen utama penyusun
tatanan masyarakat. Untuk itu, akuntansi yang digunakan sebagai media akuntabilitas merupakan
jembatan yang dibangun guna meningkatkan kepercayaan dan keberterimaan satu sama lain
dalam organisasi atau organisasi dengan para stakeholdernya. Konsep ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Stewart (1984), Patton (1992) dan Stanbury (2003), bahwa akuntabilitas
sesungguhnya tidak hanya pertanggungjawaban finansial secara formal saja, tetapi lebih jauh
dari itu, yaitu kemampuan meningkatkan tanggung jawab kepada lingkungan organisasi. Dengan
demikian, organisasi Desa Adat Kuta memahami akuntabilitas THK ini adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban melalui pemberian pelayanan publik atas kepercayaan yang telah
diamanatkannya selama ini.

Kondisi ini sangat berbeda dengan asumsi dasar teori-teori modern (agensi teori, stakeholder
theory dan teori legitimasi) yang menjiwai tindakan individu di dalam organisasi. Teori-teori
modern ini pada umumnya berkerja dengan asumsi bahwa manusia adalah mahluk rasional
sehingga setiap tindakannya mencerminkan sifat oportunistik dan bertindak atas kepentingan
mereka sendiri. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan dan eksistensi suatu
organisasi.

Anda mungkin juga menyukai