Anda di halaman 1dari 6

Hafalan sholat untuk delisa

Bencana Tsunami di Aceh yang terjadi pada akhir tahun 2004, menjadi latar kisah dalam buku
ini. Menceritakan tentang seorang anak; Alisa Delisa yang sedang berjuang untuk menghafal
bacaan shalat. Delisa, anak perempuan 6 tahun tinggal di Lhok Nga bersama ummi dan ketiga
saudaranya yang kesemuanya perempuan. Kakak tertuanya Cut Fatimah, kakak keduanya
kembar, Cut Aisyah dan Cut Zahra. Abi mereka bekerja di sebuah kapal asing yang berlayar
keliling dunia, biasanya pulang ke Lhok Nga setiap 3 bulan sekali, sehingga saat tidak berada di
rumah, Abi hanya berkomunikasi melalui telepon dengan ummi dan anak-anaknya.
Sudah menjadi tradisi dalam keluarga tersebut, setiap anak-anak yang sudah hafal bacaan
shalatnya, maka dia berhak untuk menerima hadiah berupa kalung emas seberat 2 gram yang
bisa dipilih sendiri di toko emas langganan, milik Ko Acan. Demikian juga dengan Delisa.
Delisa sangat senang sewaktu diajak untuk memilih kalung yang akan menjadi hadiahnya.
Ketika berada di toko tersebut, kebetulan Ko Acan, yang sudah kenal baik mengusulkan untuk
memilih kalung dengan hiasan huruf D, D berarti Delisa. Delisa setuju. Namun ternyata pilihan
tersebut sedikit menimbulkan masalah ketika diketahui salah satu kakaknya, Aisyah. Karena
merasa kalung Delisa lebih bagus, Aisyah merajuk dan cemburu kenapa kalung Delisa lebih
bagus dari kalung miliknya. Setelah diberikan pengertian oleh Ummi dan sudaranya akhirnya
Aisyah bisa menerimanya. “Jangan pernah lihat hadiah dari bentuknya… Lihat dari niatnya.. –
Kalau kamu lihat hadiah dari niatnya, Isya Allah hadiahnya terasa lebih indah…” (hal. 33).
Setiap sore, selepas pulang sekolah Delisa belajar mengaji di muenasah di dekat rumahnya,
belajar dengan ustadz Rahman bersama dengan teman-teman seumurannya. Abi juga
menjanjikan untuk membelikan sepeda jika Delisa sudah hafal bacaan shalatnya, sehingga makin
semangatlah Delisa menghafal, Aisyah membantunya dengan memberikan “jembatan keledai”
yang memudahkan untuk bisa menghafal. Setiap habis bermain sore di pantai, Delisa belajar
naik sepeda dengan Tiur, teman seumurannya yang kebetulan memiliki sepeda.
Suatu hari, Ustadz Rahman pernah mengatakan pada anak-anak didiknya; Aku mencintai Ummi
karena Allah. “Nah, coba kalian katakan kepada Ummi masing-masing, nanti kalau Umminya
sampai menangis, Ustadz beri hadiah..” (hal. 55). Dua hari kemudian, Delisa mengatakannya
sesaat setelah melaksanaan shalat subuh berjamaah, dengan memeluk Umminya. Ummi sampai
menangis demi mendegar putrinya membisikkan kata-kata tersebut, kemudian kakak-kakaknya
ikut memeluk dan mengakatan kalimat yang sama sambil menangis. Ketika bertemu lagi dengan
Ustadz Rahman, Delisa meminta hadiah yang dijanjikan, yang ternyata berupa coklat. Hadiah
tersebut tak sengaja diketemukan oleh Aisyah, tapi ketika ditanya tentang kenapa Ustadz
Rahman sampai memberikan hadiah, Delisa enggan mengatakan kejadian yang sebenarnya.
“Delisa akan cerita deh…Tetapi besok-besok ceritanya” Sayang, ternyata besok-besok itu
adalah misteri Allah yang tidak mengijinkan Delisa untuk terus berkumpul dan bertemu dengan
saudara-saudaranya, juga Ummi yang sangat dikasihinya..

26 Desember 2004, jadwal Delisa untuk mengikuti ujian hafalan shalat. Ujian itu dilaksanakan di
hari Ahad pagi, supaya tidak mengganggu jam belajar regular anak-anak kelas satu Ibtidaiyah.
Satu persatu anak-anak yang mengikuti ujian dipanggil oleh Ibu Guru Nur, guru penguji untuk
ujian hafalan shalat anak-anak. Saat giliran Delisa, perlahan-lahan Delisa mengucapkan kalimat-
kalimat bacaan shalat, namun bersamaan dengan itu, alam bergejolak, menghentak bumi Aceh,
meluluh lantakkan semua benda tanpa kecuali. Hingga akhirnya, air datang tak terduga yang
meratakan semua bangunan, beribu-ribu manusia tak berdaya dalam aliran dan genangannya.
Demikian juga dengan Delisa.. Namun, ternyata, Allah masih memberikan Delisa kesempatan,
dalam nafasnya yang masih tersisa

LABA-LABA DAN JARING KESAYANGANNYA


Wilbur adalah seekor babi yang terlahir sangat kecil. Ia hendak dibunuh pemiliknya karena tak
laku dijual. Tetapi ia berhasil diselamatkan Fern, gadis kecil pendiam yang memahami bahasa
binatang. Jalan takdir membawa Wilbur tinggal di sebuah lumbung besar, berteman dengan
seekor laba-laba cantik bernama Charlotte.

Sebagai babi periang, Wilbur tiba-tiba galau saat mendengar nasib yang akan menimpanya:
disembelih pada perayaan Natal. Charlotte berusaha menyelamatkan Wilbur dari kematian.
Dengan benang-benang sutranya, ia memintal tulisan “Babi Hebat” di tengah-tengah jaringnya.
Petani dan masyarakat sekitar dibuat geger. Mereka menganggap Wilbur babi yang dianugerahi
mukjizat. Wilbur mendadak terkenal, Charlotte sama sekali tak dikenal. Tetapi karena cinta,
Charlotte merasa bahagia ketika melihat sahabatnya bahagia.

Dalam kisah yang lucu sekaligus mengharukan ini, Elwyn Brooks White mengingatkan kita
untuk menyadari betapa pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan cinta tanpa pamrih, demi
memberikan makna pada singkatnya masa kehidupan.

Timunmas
Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri
petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja
dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari
seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian
memberi mereka biji mentimun.
"Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan," kata Raksasa. "Terima kasih, Raksasa,"
kata suami istri itu. "Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku," sahut Raksasa.
Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai
tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan
hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi
perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga
padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang
kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. "Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya," katanya.
Petani itu segera menemui anaknya. "Anakkku, ambillah ini," katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. "Ini
akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin," katanya. Maka Timun Mas pun segera
melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa.
Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun
menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam
garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun
terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda
ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon
dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas
berlari menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda
ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa
sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak
makan, Raksasa tertidur.
Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi
karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia
pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau
lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi
danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang
sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. "Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan
anakku," kata mereka gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan
lagi.

BIRI-BIRI DAN BUAYA


Di sebuah padang rumput ada 3 ekor biri-biri bersaudara.karena musim kemarau datang,rumput
mulai mengering.ke3 biri-biri bingung dan mulai merasa khawatir.badannya mulai kurus kering
karna kurang makan. Akhirnya mereka berunding untuk pindah ke tempat yang lain.si sulung
mengusulkan untuk pindah ke tempat padang rumput yang lain,tetepi mereka harus menyebrangi
sungai yang ada titian di atasnya.
Si sulung menyuruh adiknya yang bungsu menyebrang lebih dahulu.di sungai yang juga mulai
kering airnya itu ada seekor buaya.buaya kelaparan karena sudah beberapa hari tidak makan.
begitu mendengar suara telapak kaki di atas titian dia memasang telinganya.timbul
kegembiraannya karena dia sudah mencium bau biri-biri.
"haii siapa di atas itu?" katanya dengan suara besar."aku,"kata si bungsu dengan suara
kecil."ha,engkau akan ku makan,aku lapar!"kata buaya.
"jangan, jangan aku. Badan aku kecil. Engkau tidak akan kenyang. Sebentar lagi kakakku yang
lebih besar tubuhnya akan lewat, tunggulah!!" si bungsu dibiarkan lewat oleh buaya.
Tap-tap-tap bunyi langkah biri-biri yang kedua diatas titian.
"Hai, engkau biri-biri ya? Engkau akan ku makan karena aku lapar," kata buaya.
"Bodoh engkau memakan aku. Aku kurang besar, sebentar lagi kakak yang sulung akan lewat.
Tubuhnya besar dan gemuk. Engkau akan kenyang memakannya." Biri-biri yang kedua itu pun
dibiarkan lalu oleh buaya.
Dug-dag-dug bunyi langkah si sulung.
"Hai, engkau biri-biri yang gemuk ya? Engkau akan ku makan. aku lapar sekali." kata
buaya."memakan aku? Lihat tandukku yang tajam juga kukuku yang kuat!Engkau akan ku
tanduk dan ku injak-injak. Berani kau melawanku? cobalah naik!"jawab si sulung.
Si sulung berlari ke seberang. Adik-adiknya menunggu di sana. Mereka gembira karena dapat
mengalahkan buaya dan dapat menyebrangi sungai dengan selamat. Cepat-cepat mereka pergi
dari sana takut di kejar buaya
Sinopsis Buku Anak: Rumah Pohon Ajaib

Judul Buku: Kesatria Fajar Hari


Pengarang: Mary Pope Osborne
Tahun Terbit: 2010
Penerbit: KidClassic

Tokoh utama dalam buku ini adalah Jack dan adik perempuannya yang berumur tujuh tahun bernama
Annie. Suatu ketika mereka menemukan sebuah rumah pohon ajaib yang membawa mereka pada
petualangan-petualangan seru. Rumah pohon ini berada di puncak pohon tertinggi hutan Frog Creek.
Rumah pohon tersebut dapat mengantarkan mereka ke dalam sebuah petualangan sesuai dengan cerita
yang ada di dalam buku-buku di dalam rumah pohon.

Setelah petualangan pertama mereka ke zaman dinosaurus, Annie dan Jack masih merasa penasaran
untuk kembali ke rumah pohon ajaib tersebut. Mereka merencanakan untuk mencari tahu tentang
keberadaan orang magis di rumah pohon ajaib. Akhirnya, Jack dan Annie bersepakat untuk memulai
petualangan baru mereka di rumah pohon ajaib.

Akhirnya, secara diam-diam pada subuh hari mereka meninggalkan rumah menuju rumah pohon ajaib.
Ketika sampai di rumah pohon, Annie menemukan sebuah buku tentang seorang ksatria dan sebuah
puri. Di dalam buku tersebut terdapat gambar seorang ksatria yang menunggang kuda hitam menuju
sebuah puri.

Annie pun segera memegang gambar itu dan membuat permohonan agar dapat benar-benar bertemu
dengan sang ksatria. Lalu, tiba-tiba angin kencang datang dan menerpa rumah pohon. Rumah pohon
berputar kencang.. Sebentar kemudian diam dan mulai terdengar ringikan suara kuda. Dari dalam
jendela rumah pohon Jack dan Annie melihat seorang berbaju besi menunggang kuda hitam melintas di
bawah rumah pohon. Selain itu mereka juga melihat dari kejauhan sebuah puri besar. Apakah itu sang
ksatria seperti yang ada di dalam buku? Apakah si penunggang kuda hitam hendak menuju ke puri
tersebut?

Penasaran akan kelanjutan petualangan Jack dan Annie kan? Jika iya, baca selengkapnya di buku ini
sendiri, oke? Kamu tidak harus membeli buku ini untuk membacanya, karena buku ini juga tersedia di
Perpustakaan Kota Yogyakarta sehingga kamu dapat membacanya atau bahkan meminjamnya. (Rena)

Anda mungkin juga menyukai