Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. DB
Tanggal Lahir : 6 Desember 2017
Umur : 1 Tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pondok Gede
Suku Bangsa : Timor
Tanggal Masuk RS : 20 September 2019
No. CM :
IDENTITAS ORANG TUA:
Data Ayah Ibu
Nama Tn. D Ny. E
Usia saat ini 37 Tahun 37 Tahun
Usia saat menikah 25 Tahun 25 Tahun
Suku Timor Batak
Agama Kristen Kristen
Pendidikan terakhir S2 SMA
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Perkawinan ke 1 1
 Hubungan dengan orangtua : Anak kandung

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis :
Tanggal 20 September 2019, di IGD RS dengan ibu penderita.
Tanggal 21 September 2019, di ruang PUI Sudarto dengan ibu penderita.
Tanggal 22 September 2019, di ruang PUI Sudarto dengan ibu penderita.
Autoanamnesis :
Tanggal 21 September 2019, di ruang PUI Sudarto.
Tanggal 22 September 2019, di ruang PUI Sudarto.
A. Keluhan Utama
Buang air besar cair sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Anak DB datang ke IGD RS Ridwan Meuraksa diantar oleh keluarganya
dengan keluhan buang air besar dengan konsistansi cair sebanyak ± 5 kali sehari
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar berwarna kehijauan
dengan volume sekitar ± 150 cc per kali, namun tidak disertai dengan adanya
ampas, darah maupun lendir. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, penderita
sudah buang air besar sebanyak 2 kali, dengan konsistensi cair, volume ± 150
cc per kali, warna kehijauan, dan mulai disertai ampas, namun tetap tidak
disertai darah dan lendir.
Terdapat keluhan nyeri pada perut bagian bawah seperti melilit.
Penderita juga mengeluhkan muntah setiap kali makan sejak empat hari yang
lalu. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluhkan adanya batuk
berdahak berwarna putih disertai pilek dengan sekret tidak berwarna. Penderita
mengeluh tidak nafsu makan sejak dua hari yang lalu, namun masih mau minum
ASI dan tampak lebih haus dari biasanya. Ibu penderita biasa memberi susu
GreenFields 150cc 1 kali sehari, namun selama penderita mengalami BAB cair,
susu tersebut tidak diberikan lagi. Penderita hanya minum ASI setiap 2-3 jam
sekali. Buang air kecil dirasakan berkurang. Penderita masih tetap aktif dan
tidak terlihat rewel. Berat badan terakhir penderita sebelum masuk rumah sakit
adalah 12,8 Kg, dengan tinggi badan 85 cm (di Puskesmas).
Sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluhkan
adanya demam yang naik turun. Demam dirasakan naik perlahan dan terutama
tinggi pada malam hari. Ibu penderita sempat memberikan obat ibuprofen 3 kali
1 cth selama 2 hari, namun karena gejala tidak berkurang, pada demam hari
ketiga ibu penderita membawanya berobat ke Puskesmas dan diberi obat
Limoksin. Setelah meminum obat tersebut, penderita mengalami kemerahan di
sekitar mulut yang terasa gatal, dan mulai mengalami gejala yang dirasakan saat
ini.
Orangtua penderita tidak langsung membawa penderita ke fasilitas
kesehatan terdekat karena melihat anaknya tetap aktif seperti biasanya. Ibu
penderita berpikir bahwa keluhan BAB cair tersebut disebabkan oleh alergi dan
akan membaik dengan sendirinya jika obat Limoksin tersebut tidak diberikan
dan dengan menghentikan susu GreenFields.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penderita pernah mengalami keluhan serupa disangkal. Riwayat
asma, kejang demam, dan alergi makanan disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dalam keluarga seperti asma, alergi, hipertensi, DM,
anemia, hepatitis, maupun TB disangkal.

E. Riwayat Antenatal dan Perinatal


An. DB merupakan anak pertama dari pasangan Tn. D dan Ny. E. Selama
masa kehamilan, ibu penderita rutin melakukan pemeriksaan antenatal di bidan
terdekat. Ibu penderita juga telah mendapatkan imunisasi. Riwayat penyakit
selama kehamilan dan riwayat konsumsi obat maupun jamu disangkal. Riwayat
kebiasaan seperti merokok serta penggunaan obat-obatan narkotika dan
psikotropika disangkal.
Penderita lahir dari ibu berusia 35 tahun (G0P1A0) secara SC di RS atas
indikasi postmature dengan usia kehamilan 42 minggu. Penderita lahir dengan
berat badan 3700 gram, dan panjang badan 49 cm, langsung menangis. Pasien
lahir secara sehat dan tidak mengidap kelainan bawaan.

F. Riwayat Makanan dan Kebiasaan Terkait


ASI : Lahir – saat ini.
PASI : 6 bulan – saat ini.
Bubur susu : 6 bulan – 12 bulan.
Bubur saring : 6 bulan – 12 bulan.
Bubur halus : 6 bulan – 12 bulan.
Nasi lembek : 12 bulan – 24 bulan.
 MPASI selalu dibuat dan disiapkan oleh ibu penderita.
 Sumber air minum berasal dari air mineral gallon (bukan isi ulang).
 Alat-alat makan khusus penderita dicuci dengan menggunakan cairan
pembersih khusus alat makan anak dan dibilas dengan air keran biasa. Alat
makan disimpan di lemari pendingin oleh ibu penderita untuk menghindari
digunakan oleh orang lain.
 Orangtua penderita selalu mengingatkan dan mendampingi anaknya
mencuci tangan sebelum makan.

Jenis Makanan Frekuensi dan Takaran


Nasi 3 × sehari, @ 1 centong nasi
Sayur 3 × sehari, @ 1 mangkuk kecil
Buah 1× sehari, @ 1 piring kecil papaya
Daging (ayam) 3 × seminggu, @ 1 potong
Ikan 3 × seminggu, @ 1 potong
Telur 1 × seminggu, @ 1 butir
Susu 1 × sehari, GreenFields 125cc

G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi terakhir yang didapatkan penderita
adalah imunisasi MMR saat usia 18 bulan.

H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Mengoceh dengan suara dengkuran : 2 bulan
Tertawa : 2 bulan
Berguling : 4 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 6 bulan
Memanggil mama dan papa : 6 bulan
Berdiri dengan berpegangan : 8 bulan
Berjalan : 15 bulan
Tumbuh gigi pertama : 5 bulan
Berat badan sebelum gejala : 12,8 Kg
Tinggi badan : 85 cm
 Kesan : Tidak ada keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
 Status gizi : Berisiko gizi lebih (Z-score diatas 1)
I. Data Tempat Tinggal
Penderita tinggal dengan kedua orangtuanya di sebuah rumah kontrakan
petak. Penderita diasuh sendiri oleh ibu kandungnya. Tempat tinggal diimpit
oleh dua petak rumah tetangga. Di halaman depan rumah terdapat kendang
ayam. Ibu penderita tidak penah membiarkan anaknya main di luar rumah. Di
sekitar rumah tidak terdapat sampah yang menumpuk maupun genangan air.
Tidak ada orang lain baik anggota keluarga maupun tetangga yang mengalami
gejala serupa dengan penderita.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Hasil Pemeriksaan
Keadaan Umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Composmentis GCS:15 (E4M6V5)
Data Antropometri:
Berat badan 12 Kg
Tinggi badan 85 cm
Lingkar kepala 45,5 cm
Lingkar dada 54 cm
Lingkar perut 50 cm
Tanda Vital:
Tekanan darah 100/70 mmHg

Nadi 120 kali per menit


Pernapasan 28 kali per menit
Suhu 37,4ºC
Status Generalis:
Kepala Normocephali
Mata CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-)
Hidung PCH (-/-), sekret (+/-)
Telinga Normotia, serumen (-/-)
Mulut Sianosis (-), mukosa bibir lembab, arcus faring
hiperemis (+), tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Fisik Hasil Pemeriksaan
Thorax Simetris bilateral, retraksi (-)
Cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Soepel, bising usus meningkat, nyeri tekan
epigastrium (+), turgor baik
Hepar Tidak terdapat pembesaran organ
Lien Tidak terdapat pembesaran organ
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik
Kulit Sianosis (-), ikterik (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 10,4
Leukosit 19.800
Hematokrit 33
Trombosit 469.000

V. RESUME
Pasien An. DB 1 tahun 9 bulan dengan keluhan buang air besar dengan
konsistensi cair, disertai ampas tetapi tidak disertai darah maupun lendir, volume ±
150 cc per kali, frekuensi ± 5 kali sehari sejak 5 hari yang lalu setelah mengonsumsi
obat Limoksin. Demam (+) naik-turun terutama tinggi saat malam hari, muntah (+)
bila makan, batuk (+) dengan dahak berwarna putih dan pilek (+) dengan sekret
tidak berwarna sejak 7 hari yang lalu, nafsu makan menurun, minum ASI banyak
dan tambak lebih haus, penurunan berat badan 6,7%, BAK sedikit.
PF : Mukosa bibir lembab, bising usus meningkat, NTE (+)
Lab : Leukositosis

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
Cough
VII. PENATALAKSANAAN
 Nonfarmakologi:
 Edukasi kepada orangtua pasien untuk tetap memberi makan pasien
selama diare.
 Edukasi cara membersihkan alat makan anak yang benar.
 Farmakologi:
 IVFD RL 12 tpm makro
 Injeksi Cefotaxime 2×500 mg
 Paracetamol syrup 3×1 Cth (bila perlu)
 L-Bio 2×1 sachet
 Zinkid syrup 2×1 Cth
 Ambroxol syrup 3×1Cth

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


 Cek darah lengkap
 Cek feses lengkap
 Cek elektrolit

IX. PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanactionam : ad bonam

X. FOLLOW UP
21 September 2019 22 September 2019
S/ Demam (+), batuk (+) berdahak, pilek S/ Demam (+), batuk (+) berkurang, tidak
(-), mual (-), muntah (-), BAB cair berdahak, pilek (-), mual (-), muntah 2
(+) 2 kali sejak masuk rumah sakit, kali berisi makanan, muntah didahului
ampas (+), lendir (-), darah (-), nyeri dengan minum obat, nyeri menelan (-),
perut bagian bawah (+), tidak mau BAB 2 kali, konsistensi lunak (+), lendir
makan, mau minum ASI banyak, (-), darah (-), nyeri perut bagian bawah(-),
BAK banyak. tidak mau makan, mau minum ASI
banyak, BAK banyak.
O/ KU: gerak aktif, tampak sakit sedang. O/ KU: baik, gerak aktif
Kesadaran: composmentis Kesadaran: composmentis
BB: 12 Kg BB: 12 Kg
TD: 100/60 mmHg TD: 100/70 mmHg
HR: 120 kali per menit HR: 124 kali per menit
RR: 30 kali per menit RR: 30 kali per menit
Suhu: 38,1ºC Suhu: 37,3ºC
SpO2: 95% SpO2: 94%
Kepala: Normochepal Kepala: Normochepal
Mata: CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-) Mata: CA (-/-), SI (-/-), cekung (-/-)
Hidung: PCH (-), sekret (+/+) Hidung: PCH (-), sekret (-/-)
Telinga: Normotia, serumen (-/-) Telinga: Normotia, serumen (-/-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir Mulut: Sianosis (-), mukosa bibir
lembab, karis gigi (-), gusi berdarah lembab, karis gigi (-), gusi berdarah
(-), arcus faring hiperemis (-), tonsil (-), arcus faring hiperemis (-), tonsil
T1/T1 tidak hiperemis. T1/T1 tidak hiperemis.
Leher: Pembesaran KGB (-) Leher: Pembesaran KGB (-)
Thorax: Simetris bilateral, retraksi Thorax: Simetris bilateral, retraksi (-)
(-) Cor: BJ I-II regular, murmur (-),
Cor: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
gallop (-) Pulmo: Vesikuler (+/+), Rhonki
Pulmo: Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
(-/-), Wheezing (-/-) Abdomen: Soepel, BU (+), turgor
Abdomen: Soepel, BU meningkat, baik, hipertimpani (+).
turgor baik. Hepar: tidak ada pembesaran organ
Hepar: tidak ada pembesaran Lien: tidak ada pembesaran organ.
organ Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2
Lien: tidak ada pembesaran detik.
organ. Kulit: Sianosis (-), ikterik (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2
detik.
Kulit: Sianosis (-), ikterik (-)
A/ Diare akut dehidrasi ringan sedang A/ Diare akut dehidrasi ringan sedang
(teratasi) (teratasi)
Cough Cough
P/ IVFD RL 12 tpm makro P/ IVFD RL 12 tpm makro
Inj Cefotaxime 2×500 mg i.v Inj Cefotaxime 2×500 mg i.v
Paracetamol syrup 3×1 Cth Paracetamol syrup 3×1 Cth
Zinkid syrup 2×1 Cth Zinkid syrup 2×1 Cth
Ambroxol syrup 3×1 Cth Ambroxol syrup 3×1 Cth
L-Bio 2×1 sach L-Bio 2×1 sach
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.1,2 Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia hasil
Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Diare
terbagi menjadi diare akut dan kronik. Diare akut berdurasi dua minggu atau
kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu.3
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi
dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat
menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi3. Bila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik3.

II. DEFINISI
Diare adalah pengeluaran feses yang konsistensinya lembek sampai cair
dengan frekuensi pengeluaran feses sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari.4
Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai
atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang
berlangsung selama 3 – 7 hari5.

III. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan
3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya8. Diperkirakan angka kejadian di negara
berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama
kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan9.
Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301
per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996
sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian
bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan
peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 210. Diare pada
anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau
tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir
lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di
Amerika Serikat.

IV. KLASIFIKASI

V. ETIOLOGI

VI. PATOGENESIS

VII. GEJALA KLINIS


Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi
ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan
berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.8,16

Derajat Dehidrasi
Estimasi
Gejala & Keadaan Mulut/
Mata Rasa Haus Kulit BB % def.
Tanda Umum Lidah
cairan
Minum
Tanpa
Baik, Sadar Normal Basah Normal, Turgor baik <5 50 %
Dehidrasi
Tidak Haus
Dehidrasi
Gelisah Tampak Turgor 50–100
Ringan - Cekung Kering 5 – 10
Rewel Kehausan lambat %
Sedang
Letargik, Sangat Turgor
Dehidrasi Sangat Sulit, tidak
Kesadaran cekung dan sangat >10 >100 %
Berat kering bisa minum
Menurun kering lambat
Sumber : Sandhu 200117
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu :
dehidrasi hiponatremia (< 130 mEg/L), dehidrasi iso-natrema (130m – 150 mEg/L)
dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L). Pada umunya dehidrasi yang terjadi
adalah tipe iso – natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh,
sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai
hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH
darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk
meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2
melalui paru (pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi
pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam
sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat
dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion
asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.18
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga
pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium
juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi
asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan
manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot
pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi
lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan
munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan
vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut
menjadi oliguria dan gagal ginjal.8
VIII. DIAGNOSIS
IX. DIAGNOSIS BANDING
X. TATA LAKSANA
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan:8
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc.
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
 Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
Jelaskan pada ibu:
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan
tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air
matang
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
- anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan
- anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu
berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai
tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
- <2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB
- >2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB
Katakan pada ibu
- agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/
cangkir/gelas
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

 Beri tablet Zinc


Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis :
- umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) perhari
- umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari
 Lanjutkan pemeberian makanan
 Kapan harus kembali
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.
4-11 12-23
Usia <4 bulan 5-4 tahun 5-14tahun >15 tahun
bulan bulan
Berat
<5 kg 5-7,9 kg 8-10,9 kg 11-15,9 kg 16-29,9 kg >30 kg
badan
Jumlah
200-400 400-600 600-800 800-1200 1200-2200 2200-4000
(ml)

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam


ulangi penilaian dan klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih
rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa
pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara menyiapkan oralit di rumah,
tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi
A. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan
sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur
kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga 100-200 ml air matang
selama periode ini. Mulailah member makan segera setelah anak ingin amkan.
Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit.
berikan tablet zinc selama 10 hari.
3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)
Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui
mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau
ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai
berikut.
Pemberian pertama Pemberian berikut
Umur
30ml/kgBB selama 70ml/kgBB selama
Bayi (bibawah umur
1 jam* 5 jam
12 bulan)
Anak (12 bulan
30 menit* 2 ½ jam
sampai 5 tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum
membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira
5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal
yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk melanjutkan
penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit
ditujukan untuk memberikan pada penderita:
1. Kebutuhan akan rumatan (maintenance) dari cairan dan elektrolit
2. Mengganti cairan kehilangan yang terjadi
3. Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung.
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun
berperan dalam menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun
karena diare. WHO dan UNICEF berusaha mengembangkan oralit yang sesuai
dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt baru dengan osmolalitas lebih
rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun
efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low
osmolalitas ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan
mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian
muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan
WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak.1,11

PENGOBATAN DIETETIK
Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak dilakukanik
lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau
KKP. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetic diapakai
singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan Oralit, Breast feeding, Early Feeding,
Simultaneously with Education.3
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul
kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi
dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan
menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan
kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare
tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain
memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan
12
memberikan perlindungan terhadap kuman pathogen. Bayi yang tidak minum
ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran
susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah
hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat
tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%.
Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba
kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3
hari.12
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa Susu normal (ml)
(hari) (ml)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih)
dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umunya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan, yakni memperlambat
pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian makanan
lebih sering dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam
mencernakan laktosa dan penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari:makanan pokok setempat misalnya nasi,
kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya
dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml makanan. Minyak
kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok
tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan
tahu,tempe, daing atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui menambah
kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula
seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya
dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa
minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta
mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat
anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan
tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.1,8,12

ZINC
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan
elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- anak diatas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh
dari diare. Untuk bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit.
Untuk anak lebih besar, zinx dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau
oralit.1,13

TERAPI MEDIKAMENTOSA
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti
antibiotika:antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang
mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu
mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan
sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan
oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5
4x sehari selama 3 hari mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg
2x sehari selama 3 hari BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa
dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:1,3
 Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-
obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk
mengikat dan menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan
diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus.
Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat
ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
 Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii,
paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada
orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari
itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat
memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme
penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal. Tidak satupun dari
obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
 Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada
anak dengan diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
Obat-obat lain:
 Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare,
muntah biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi

PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian
makanan selama daire harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya
adalah memberikan makanan yang kaya nutrient sebanyak anka mampu
menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali
setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat
kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dapat dikurangi.
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen
dalam mukosa usus belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan
adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel
mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak dapat lagi
dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam mukosa
usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-
MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat, tidak tergantung pada calcium,
sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah.
Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain
LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium,
Yersinia tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif
bila diberikan sebelum atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah
infeksi E coli. Disamping mekanisme perlekatan dengna reseptor pada epitel usus
untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik
memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri
misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid,
hidrogen peroksida dan ion hidrogen.1,8,14,15

XI. KOMPLIKASI
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan
menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung
kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml
cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk
terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil,
koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi
(mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan
berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16
jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam
5-10 menit dengan monitor detak jantung.1
- Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip
(tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K
terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian
20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2
mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik
usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat
dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan
makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang
timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah
mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang
demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa
cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian
oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki
asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan
dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung
banyak K.3
6. Kejang3
- Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita
dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan
oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan
cepat pulih kembali.
- Kejang demam
- Hipernatremia dan hiponatremia
- Penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan
diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:3
- Volume tinja bertambah
- Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa
dan menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekeurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral
terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok
makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering
menyebabkan penurunan kesadaran.3
10. Akut kidney injury
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12
jam setelah hidrasi cukup.3
XII. PROGNOSIS

DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-
110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh tanggal
10 Juli 2007]
3. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam
kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003 hal 29
4. Lailatul M. Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu dan kejadian diare.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 8(2):167-73.
5. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa dan
penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba Medika hal 73-103
6. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in Children
Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 – 274
7. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp AM,Hofman JIE,Ed
Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 1994 : prstice Hall international,inc hal 1034-36
8. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute Gastroenteritis in
Hospitalized Children in Melbourne, Australia,from April 1980 to March 1993 Journal of
clinical microbiology, Jan 1998,p,133-138
9. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002
10. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal 131-49
11. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna. dalam Sari
pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
12. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre pada bayi dan anak.
Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
13. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut
dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003
14. Ditjen PPM dan PLP, 1999, Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan RI hal 24-
25
15. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah
Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
16. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2002 Selemba Medika
hal 93-103
17. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu
Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994
18. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI 1999 ; 31

Anda mungkin juga menyukai