QBL 7
Disusun oleh :
PRODI S1 KEPERAWATAN
2019
1. PRA OPERATIF
A. Informed Consent
KOMPONEN KETERANGAN
Persetujuan Persetujuan yang absah harus diberikan dengan bebas, tanpa
diberikan tertekan.
dengan
konsumen
Subjek tidak Definisi legal, individu yang tidak otonom dan tidak dapat
kompeten memberikan atau menyimpan persetujuan.
Subjek yang di- Formulir consent harus tertulis, di dalam Undang-Undang yang
informed berikut;
Penjelasan tentang prosedur dan risikonya
Deskripsi tentang manfaatnya dan alternatif
Suatu pemberian jawaban atas pertanyaan mengenai
prosedur
Instruksi yang memungkinkan pasien untuk menarik
persetujuan.
Penyataan yang menginformasikan pasien apakah
protokol berbeda dengan prosedur yang lazim
Subjek mampu Identitas harus tertulis dan diberikan dalam bahasa yang dapat
memahami dipengaruhi pasien. Pertanyaan harus dijawab untuk
memfasilitasi pemahaman jika materinya membingungkan.
Perilaku perawat dalam pemberian informed consent
B. Persiapan Psikologi
1. Takut akan perasaan sakit dan takut akan hasil dari operasi tersebut
2. Keadaan status ekonomi dari keluarga
Maka Penyuluhan merupakan fungsi terpenting dari perawat pada fase pra
bedah dan dapat mengurangi cemas pada pasien. Berikut ini hal-hal penyuluhan
yang dapat di berikan kepada pasien pra bedah :
C. Persiapan Fisiologi
A. Lingkungan
1. Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih dan siap
pakai
2. Alas kaki petugas harus dibedakan untuk ruang operasi, kamar kecil dan
kegiatan di luar kamar operasi
3. Pintu kamar operasi harus selalu dalam keadaan tertutup serta batasi lalu
lintas keluar masuknya petugas
B. Petugas
Semua petugas yang masuk kamar operasi harus mematuhi hal-hal sebagai
berikut:
1. Dalam penerapan tehnik aseptik hanya tim bedah steril yang boleh
berada di daerah steril
4. Ahli anestesi dan perawat sirkuler tidak boleh melintas di depan tim
bedah yang sudah memakai baju steril
2. Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh
bagian atau alat yang tidak steril Harus menjaga jarak yang aman dari alat
yang non steril (minimal 30cm)
3. Memperhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas
pinggang ke atas
11. Sarung tangan yang dikenakan harus sesuai dengan ukuran tangan
12. Pada saat dan selama memakai sarung tangan, tidak boleh menyentuh
benda tidak steril
13. Sebelum bekerja periksa ada atau tidak kebocoran sarung tangan
16. Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril
17. Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai
baju steril
18. Setiap pergantian operasi, harus ganti jas operasi dan sarung tangan
Umum
Personel
Personel yang scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika personel scrub
meninggalkan ruang operasi, status sterilnya hilang. Untuk kembali
kepada pembedahan, orang ini harus mengikuti lagi prosedur scrub,
pemakaian gown dan sarung tangan.
Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap steril: dari bagian
depan pinggang sampai daerah bahu, lengan bawah dan sarung tangan.
Untuk itu, tangan yang mengenakan sarung tangan harus berada di depan
antara bahu dan garis pinggang.
Pada beberapa ruang operasi, suatu pelindung khusus yang menutupi gaun
dipakai, yang memperluas area steril.
Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub tetap berada
pada jarak aman untuk menghindari kontaminasi di area steril.
Penutup/Draping
Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang dengan baik di
atas permukaan yang akan ditutup dan diposisikan dari depan ke belakang.
Hanya bagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi dianggap steril;
penutup yang menggantung melewati pinggir meja adalah tidak steril.
Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan menggunakan penjepit
atau perekat agar tidak berubah selama prosedur bedah.
Robekan atau bolongan akan memberikan akses ke permukaan yang tidak
steril di bawahnya, menjadikan area ini tidak steril. Penutup yang
demikian harus diganti.
Larutan
Larutan steril dituangkan dari tempat yang cukup tinggi untuk mencegah
sentuhan tidak disengaja pada basin atau mangkuk wadah steril, tetapi
tidak terlalu tinggi sehingga menyebabkan cipratan. (Bila permukaan steril
menjadi basah, maka dianggap terkontaminasi).
C. Manajemen Instrumen
Definisi
Fase intraoperatif adalah suatu masa di mana pasien sudah berada di meja
pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperatif
merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan. Di dalam fase intraoperatif, ada yang
harus diperhatikan yaitu manajemen intrumen.
Menurut KBBI, manajemen/ma·na·je·men/ /manajemén/ n adalah
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; Sedangkan, arti
kata Instrumen menurut KBBI instrumen [in·stru·men] adalah alat yang dipakai
untuk me-ngerjakan sesuatu (seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-
alat kedokteran, optik, dan kimia); perkakas. Jadi, manajemen Instrumen adalah
penggunaan alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu guna mencapai suatu
tujuan/sasaran
Tim pembedahan kamar operasi terdiri dari ahli bedah, asisten ahli bedah,
perawat instrumen atau scrub nurse, perawat sirkuler dan ahli anastesi atau
perawat anastesi (Muttaqin dan Sari, 2009). Setiap anggota tim mempunyai
tanggung jawab atau tugas masing-masing dalam setiap operasi. Untuk perawat
instrumen atau scrub nurse mempunyai uraian tugas atau tanggung jawab sebelum
pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan. Perawat instrumen
bertanggung jawab dalam menejemen sirkulasi dan suplai alat-alat instrumen,
mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan serta menjaga kelengkapannya,
mempertahankan integritas lapangan steril dan berbagai tanggung jawab lainnya
dalam sebuah tindakan operasi.
Manajemen Instrumen
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang operasi memeriksa kembali identifikasi dan kardeks
pasien; melihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; memastikan bahwa alat protese dan barang berharga
telah dilepas; dan mermeriksa kembali rencana perawatan
praoperatif yang berkaitan dengan rencana perawtan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi obat pelemas otot
pemberian anestesi umum. dan obat anestesi umum. Intubasi endotrakeal dilakukan setelah
pemberian pelemas otot kerja singkat seperti suksinikolin
(Anectine, Burroughs Wellcome) dan mivikurium (Mivicron,
Burroughs Wellcome), atau obat yang bekerja lebih lama misalnya
vekuronium (Norcuron, Organon) atau atrakurium (Tracium,
Burroughs Wellcome). Anestesi umum dapat diinduksi dengan
obat intravena misalnya metoheksital (Brevital sodium, Lilly),
tiopental (Sodium Pentothal, Abbott), atau propofol
(Gruendemann, 2006).
Siapkan alat-alat intubasi Intubasi endotrakeal digunkan untuk menjaga kepatenan jalan
endotrakeal. napas intraoperasi. Penata anestesi memeriksa kondisi lampu pada
laringoskop dan apakah kondisi selang endotrakeal berfungsi
optimal sebelum pemasangan dilakukan. Penata anestesi harus
mempertimbangkan faktor umum dan kondisi penyulit dalam
melakukan intubasi pada pemilihan persiapan sarana intubasi.
Misalnya, pada anak kecil akan digunakan laringoskop dan selang
endotrakeal yang ukurannya sesuai.
Siapkan sarana Pemilihan dan pemeliharaan peralatan anestesi dan
pemantauan dasar. perlengkapannya biasanya menjadi taggung jawab penata anestesi.
Alat dan sarana yang disikan merupakan sarana atau perangkat
pemantauan (monitoring) dasar, meliputi:
· 1. Stetoskop preekordial
· 2. Pengukuran tekanan darah
· 3. Oksimetri pulsasi.
Siapkan obat dan peralatan Selain pemantau, peralatan darurat dasar, obat-obatan, dan
emergensi. protokol pengobatan juga harus tersedia. Defivrilator juga harus
dipastikan berfungsi baik. Peralatan jalan napas meliputi
laringoskop, selang endotrakeal, jalan napas oral, dan napas
faringal. Selain itu, masker dan kantong resussitasi self-inflating
(ambu type)adalah alat yang penting dan harus mudah diakses.
Lakukan pemasangan· Stetoskop prekordial dibiarkan menempel di dada pasien,
stetoskop prekordial, menyalurkan informasi mengenai operasi mekanis jantung dan
manset tekanan darah, adanya bunyi napas secara kontinu. Perubahan yang dapat
monitor dasar, oksimetri dideteksi mencakup bising jantung, aksentuasi bunyi jantung
pada jari, dan pertahankan kedua, dan denyut jantung yang abnormal.
kelancaran kateter IV. · Perawt juga memasang manset tekanan darah. Manset tetap
terpasang pada lengan pasien selama pembedahan berlangsung
sehingga ahli anestesi dapat mengkaji tekana darah pasien.
· Pemasangan oksimetri dalam penilaian saturasi oksigen pada
jari memudahkan perawat anestesi mengobservasi status respirasi
pasien.
· Kelancaran keteter IV dapat menjadi prosedur dasar sebelum
memberikan anestesi secara intravena.
Kaji faktor yang Tindakan penting yang dilakukan dengan mengkaji faktor-faktor
merugikan selama penyulit selama anestesi, seperti adanya riwayat reaksi alerfi pada
pemberian anestesi agen anestesiatau alergi terhadap banyak komponen, riwayat
intraoperatif. penyakit kardiaskuler dan paru, masalah jalan napas, dan faktor
usia lanjut.
· Riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen anestesi atau alergi teerhadap
banyka komponen harys diteliti dan diperjelas oleh pasien. Untuk
menentukan kemungkinan timbulnya masalah besar, misalnya
demam yang membahayakan dan asidosis akibat hipertermia
maligna atau paralisis otot berkepanjangan yang dijumpai pada
orang dengan pseudokolinesterase atipikal (Kee, 1996).
Evaluasi fungsi berbagai sistem utama tubuh, terutama sistem
kardiovaskular dan pernapasan, merupakan parameter penting
pada evaluasi pra-anestesi. Pasien yang mengaku alergi terhadap
banyak obat mungkin sangat peka terhadap obat-obat yang
melepaskan histamin, misalnya sebagian pelemas otot, narkotik,
dan barbitturat.
Informasi mengenai riwayat alergi terhadap antibiotik, zat warna
kontras, preparat indium, plester, dan lateks sangat penting.
Riwayat reaksi hebat dan mendadak dari seseorang setelah
terpajan produk atau peraltan medis yang mengandung lateks
harus dilaporkan. Etiologi pasti alerfi lateks tidak diketahui, tetapi
protein larut air dari lateks tampaknya adalah alergen utamanya
(Gruendemann, 2006).
· Riwayat penyakit Riwayat penyakit kardiovaskular dan paru harus mendapat
kardiovaskular dan paru. persetujuan medis dari dokter jantung dan paru sebelum
dijadwalkan menjalani prosedur bedaha elektif. Riwayat infark
miokardium, angina, gagal jantung kongestif, hipertensi, diabetes,
aritmia jantung, penyaktit vaskular perifer, merokok, penyakit
paru obstruktif menahun, atau tandur pintas arteri koroner
mungkin merupakan prediktor untuk morbiditas jantung
pascaoperatif.
· Masalah jalan napas · Masalah jalan napas yang kondisinya kurang optimal tanpa
patologi jalan napas yang jelas, visualisasi glotis kadang-kadang
sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan. Faktor predisposisi
yang dapat menyulitkan intubasi adalah leher yang pendek dan
berotot dengan gigi lengkap, rahang bawah yang mundur disetai
sudut mandibula yang tumpul, menonjolnya gigi seri atas,
penyempitan ruang antara sudut-sudut mandibula disertai palatum
yang melengkung tinggi, serta peningkatan jarak dari gigi seri atas
ke batas posterior ramus mandibula (Rob, 1968). Pengamatan
klinis tambahan adalah apabila jarak antara dagu ke tulang rawan
tiroid kurang dari 3 atau 4 cm (lebar dua jari tangan), maka
visualisasi glotis diperkirakan akan sulit dilakukan (Rosenberg dan
Rosenberg (1983) dikutip Gruendemannn (2006)).
· Selama pemeriksaan praoperatif, pasien dengan riwayat apnea
tidur obstruktif, sindrom kongenital, bedah leher atau wajah,
stridor atau suara serak, nyeri, atau parestesia sewaktu
meggerakkan leher, gigi tanggal atau goyang, atau perangkat gigi,
misalnya kawat gigi mungkin menyulitkan kita saat membebaskan
jalan napas. Catatan anestesi sebelumnya harus dikaji untuk
mencari keterangan mengenai kualitas jalan napas, upaya
laringoskopi, dan keberhasilan intubasi. Saat pemeriksaan fisik,
ahli anestesi atau penata aanestesi harus secara teliti memeriksa
leher, mandibula, dan struktur serta mobilitas mulut. Kesejajaran
tiga sumbu (oral, faring, dan trakea) mempermudaha visualisasi
laring. Kesejajaran sumbu-sumbu tersebut dilakukan dengan fleksi
anterior spina servikalis bawah ditambah ekstensi sendi atlanto-
oksipitalis (Rosenberg dan Rosenberg (1983) dalam
Gruendemannn (2006)).
· Kaji adanya kelainan· Prosedur untuk menilai adanya gangguan pada organ-organ vital
pada prosedur dagnostik. dapat mempersulit jalannya anestesi.
· Prosedur penilaian laboratorium dan dagnostik harus dilakukan
seiring dengan adanya riwayat proses penyakit dan medikasi yang
dikonsumsi. Beberapa institusi menetapkan pemeriksaan prosedur
standar pada pasien usia di atas 40 tahun, meliputi pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit, urinalisis, dan EKG.
· EKG Pada populasi pasien rawat inap, EKG praoperatif yang dijalani
oleh kelompok tertentu dapt memberikan informasi yang
menyempunakan perencanaan dan hail akhir keseluruhan pada
pasien pria berusia di atas 40 tahun; wanita berusia di atas 50
tahun; pasien yang menderita penyakit arteri koroner misalnya
hipertensi, diabetes, atau penyakit pembuluh darah perifer; pasien
dengan penyakit yang mungkin berefek pada jantung misalnya
kegaansan, penyakit kolagen vaskular, dan proses infeksi serius.
Kelompok lain yang berisiko tinggi adalah pasien yang mendapat
obat seperti fenotiazin dan antidepresan, mereka yang mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, atau menjalani bedah intratoraks,
intraperitoneum, aorta, saraf elektif, atau bedah darurat serius
(Schwartz, 2000).
· Hemoglobin Kadar hemoglobin yang aman bagi pasien direkomendasikan lebih
dari 10 g/dl. Tetapi nilai hemoglobin yang lebih rendah dari 10g/dl
atau anemia biasnya masih bisa ditoleransi pada orang yang sehat
karena berbagai mekanisme kompensasi masih aktif bekerja.
Mekanisme tersebut antara lain peningkatan curah jantung,
penurunan resistensi sistemik, dan peningkatan rasio ekstraksi
oksigen. Namun, keadekuatan mekanisme tersebut dalam
mengatasi stres yang berlebihan saat pembedahan atau pendarahan
mendadak yang banyak, masih dipertanyakan. Pembahasana akan
kurang kontroversial jika pemerian darah dan produk darah selama
pembedahan aman 100%. Penitng diingat bahwa anemia
menyebabkan penurunan cadangan darah dan deplesi mekanisme
kompensasi. Dengan demikian, nilaia hemoglobin praoperatif
yang optimal adalah nilai yang memiliki cadangan cukup untuk
menghadapi stres selama prosedur pembedahan.
· Urine rutin Pemeriksaan urine rutin sperti berat jenis urine berguna untuk
mengetahui status hidrasi pasien. Adanya glukosa dalam urine
jelas mengindikasikan kemungkinan adanya diabetes dan
hipovolemia akibat diuresis osmotik. Proteinuria atau hematuria
mengindikasikan adanya penyakit ginjal yang serius.
· Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi praoperatif diprlukan untuk identifikasi
pasien yang berisiko tinggi atau mendasari penilaian tingkat
keparahan perubhan paru intraoperatif dan pascaoperatif.
Beri dukungan praanestesi Hubungan emosional yang baaik antara penata anestesi dan pasien
akan memegaruhi penerimaan anestesi.
Lakukan pemberian Pemberian anestesi intravena biasanya dilakukan penata anestesi
anestesi secara intravena. dengan sepengetahuan ahliaanestesi. Pemberian suksinikolin
(succinylcholine) secara intravena sebagai obat intravena pertama
bertujuan untuk menghambat saraf dan menyebabkan paralisis pita
suara sementara dan otot pernapasan selama selang endotrakeal
terpasang.
Lakukan pemasangan· Pemasangan selang endotrakeal biasanya dilakukan ahli anestesi
selang endotrakeal, atau penta anestesi dengan diketahui oleh ahli anestesi. Selang
pemasangan oral airway, endotrakeal bertujuan untuk tetap menjaga kepatenan jalan napas,
dan kaji efektivitas jalan sera mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi dan komplikasi
napas. pernapasan lainnya akibat depresi pada brokus efek dari anestesi.
· Penata anestesi akan membantu melakukan peenekanan tulang
rawan krikoid (perasat Sellick) untuk menyumbat esofagus pada
saat perasat endotrakeal dilakukan.
· Pemasangan oral airway akan menjaga kepatenan jalur napas
dan memudahkan penata anestesi untuk memonitor kepatenan
jalan napas.
Lakukan pemberian napas Ahli anestesi atau penata anestesi akan memberikan ventilasi
bantuan, pemberian bantuan sampai efek suksinikkolin hilang dan pasien kembali
oksigen, pengisapan, dan bernapas secara spontan. Mulai saat itu, gas atau uap anestesi
pemberian anestesi biasanya diberikan secara inhalasi melalui selang endotrakeal.
inhalasi. Beberapa obat-obatan yang sering digunakan adalah halotan,
supran, dan foran.
Lakukan pemantauan Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek samping obat-
status kardiovaskular dan obatan anestesi, termasuk di antaranya depresi, iritabilitas
respirasi selama kardiovaskular dan depresi pernapasan. Kontrol status
pembedahan. kardiovaskular dan repirasi dapt mendeteksi risiko kegawatan
sedini mungkin.
Lakukan pemberian cairan Dilakukan pada prosedur pembedahan yang berlangsung lama atau
dan transfusi sesuai apabila dilakukan antisipasi terhadap perubahan volume cairan
kondisi dan lamanya yang besar. Pengukuran pengeluaran cairan dan darah secara
pembedahan sera kontrol cermat serta perkiraan darah yang terdapat di dalam spons menjadi
keluaran urine. tugas bersama ahli anestesi dan perawat sirkulasi. Apabila pasien
adalah anak-anak, penata anestesi sirkulasi harus menimbang
spons operasi (1 g setara dengan 1 ml darah) untuk menentukan
pengeluaran darah secara lebih akurat. Karena volume darah anak
lebih sedikit, maka perawat harus mengingatkan ahli anestesi
mengenai darah yang keluar dalm interval tertentu selama
pembedahan.
Lakukan pemberian obat- Pemberian obat-obat pemulih anestesi biasanya dilakukan ahli atau
obat pemulih anestesi penata anestesi dengan diketahui oleh ahli anestesi.
setelah pembedahan
selesai.
Lakukan pembersihan Jalan napas dibersihkan dengan pengisapan, dan setelah refleks
jalan napas setelah laring dan faring pulih maka dilakukan ekstubasi. Penata anestesi
pembedahan selesai tetap berada di kamar operasi dengan ahli anestesi, sampai pasien
dilaksanakan. siap dipindahkan ke ruang pemulihan. Secara umum, peralatan dan
instrumen jangan dipindahkan dari ruangan sampai pasien stabil
dan siap dipindahkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), limbah adalah (1) sisa
proses produksi; (2) bahan yg tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian; (3) barang
rusak atau cacat dl proses produksi. Limbah dapat juga diartikan sebagai hasil
akhir dari suatu proses pemanfaatan produk atau proses dari suatu kegiatan
yang dilakukan dalam aktivitas manusia.
Limbah medis dapat diartikan sebagai segala sesuatu hasil buangan dari
kegiatan-kegiatan medis, seperti kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya.
Limbah medis identik dengan limbah yang dihasilkan institusi kesehatan seperti
rumah sakit. Padahal, tidak semua limbah yang dihasilkan rumah sakit merupakan
limbah medis. Berikut limbah yang dihasilkan rumah sakit:
Limbah umum: limbah yang tidak membutuhkan penanganan khusus atau
tidak membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan misal bahan
pengemas
Limbah patologis: terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh,
plasenta, bangkai binatang, darah dan cairan tubuh
Limbah radioaktif: dapat berfase padat, cair atau gas yang terkontaminasi
dengan radionuklisida
Limbah kimiawi: dapat berupa padatan, cairan atau gas misalnya berasal
dari prosedur-prosedur medis. Pertimbangan terhadap limbah ini dapat
ditinjau dari sudut: toksik, korosif, mudah terbakar (flammable), reaktif
(eksplosif, reaktif terhadap air, dan shock sensitive), genotoxic
(carcinogenic, mutagenic, teratogenic dan lain-lain), misalnya obat-obatan
cytotoxic. Limbah kimiawi yang tidak berbahaya adalah seperti gula,
asam- asam animo
Benda-benda tajam yang biasa digunakan dalam kegiatan rumah sakit:
jarum suntik, syring, gunting, pisau, kaca pecah, gunting kuku dan
sebagainya yang dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi
infeksi. Benda-benda ini mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi atau bahan citotoksik
Limbah farmasi (obat-obatan): obat-obatan dan bahan kimiawi yang
dikembalikan dari ruangan pasien isolasi, atau telah tertumpah,
kadaluwarsa atau terkontaminasi
Limbah citotoksik: bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi citotoksik
Kontainer di bawah tekanan: seperti yang digunakan untuk peragaan atau
pengajaran, tabung yang mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak
bila diinsinerasi atau bila mengalami kerusakan karena kecelakaan,
misalnya tertusuk.
Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious): mengandung
mikroorganisme patogen yang bila terpapar dengan manusia akan dapat
menimbulkan penyakit. Misalnya jaringan dan stok dari agen-agen infeksi
dari ruang bedah, dari autopsi pasien yang mempunyai penyakit menular ,
dari pasien yang diisolasi, atau materi yang berkontak dengan pasien
(tabung, filter, serbet, jarumsuntik, sarung tangan)
Limbah medis jika tidak tertangani dengan baik akan berdampak bagi manusia,
mahluk hidup, serta lingkungan di sekitar rumah sakit. Dampak tersebut antara
lain:
Air yang tercemar menjadi tidak bermanfaat untuk keperluan rumah tangga
(misalnya air minum, memasak, mencuci), industri, pertanian (misalnya: air yang
terlalu asam/basa akan mematikan tanaman/hewan). Air yang telah tercemar oleh
senyawa organik maupun anorganik menjadi media berkembangnya berbagai
penyakit dan penularan langsung melalui air (misalnya Hepatitis A, Cholera,
Thypus Abdominalis, Dysentri, Ascariasis/Cacingan, dan sebagainya). Selain itu,
air tercemar dapat menjadi penyebab penyakit tidak menular, yang muncul
terutama karena air lingkungan telah tercemar oleh senyawa anorganik terutama
unsur logam (misalnya keracunan air raksa/merkuri).
b. Pencemaran Daratan
c. Pencemaran Udara
A. Periode Pascaoperasi
f. Pemeriksaan Perfusi
Memeriksa sirkulasi
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Jakarta : EGC.
Wahyuningsri, GM. Sindarti, Irawan. 2017.KINERJA PERAWAT INSTRUMEN
DALAM MELAKSANAKAN MANAJEMEN ALAT OPERASI HERNIOTOMI
HERNIORAPHY (HTHR) DI INSTALANSI BEDAH SENTRAL RSUD
KANJURUHAN KEPANJEN (The Performance of Scrub Nurse In Implementing
Hernioraphy Herniotomi Operation Management (HTHR) In Central Surgical
Instalance RSUD Kanjuruhan Kepanuren)