Ppb3 Pesawat Bandara Dan Arah Runway
Ppb3 Pesawat Bandara Dan Arah Runway
KLASIFIKASI BANDARA
ARAH RUNWAY
Karakteristik pesawat
Karakteristik Pesawat
• Ukuran pesawat
• Berat pesawat
• Kecepatan pesawat
Ukuran-ukuran Pesawat
• Lebar pesawat
• Landing gear
• Lebar ekor
• Kapasitas pesawat
• Maximum gross take-off weight
• Tekanan ban dan bidang singgung ban dengan lapisan perkerasan
Dimensi Pesawat
Terbang
Berat Pesawat
• Operating empty weight
• Pay load
• Fuel weight
• Maximum gross take-off weight
• Structural landing weight
Hubungan Jarak Tempuh Pesawat Dengan Prosentase Berat
Pesawat
100% 6%
PESAWATBAKAR
90% 15% 3%
80% 35% 5% 21%
PROSENTASE BERATBAHAN
70% 18%
TF
60% 6%
14% FR
50%
PROSENTASE
PL
40%
70% OEW
30% 62%
20% 45%
10%
0%
Pesawat Jet Jarak Jauh Pesawat Piston Jarak Pesawat Piston Jarak
Sedang Dekat
JENIS PESAWAT
Karakteristik Pesawat
Susunan Roda
Fungsinya:
• Meredam pukulan dari roda pada perkerasan saat touchdown, dengan
adanya alat peredam pada main gear.
• Untuk gerak pesawat di darat
Gambar Susunan Landing Gear
Gambar Susunan Landing Gear
Susunan Main Landing Gear
Jumlah Bandara Berdasarkan Panjang Runway dan Kemampuan Didarati
Oleh Pesawat
Bandar udara yang mampu didarati
pesawat B-747:
1. Polonia/Medan
2. Hang-Nadim/Batam
3. Soekarno-Hatta/Jakarta
4. Halim Perdanakusumah/Jakarta
5. Juanda/Surabaya
6. Ngurah-Rai/Denpasar
7. Frans-Kaisiepo/Biak
STANDARISASI
•International
•Indonesia
International Civil Aviation Organization
(ICAO)
• Didirikan pada tahun 1947.
• Berkedudukan di Montreal, Kanada
• Organisasi ini mengatur:
• Standarisasi international (kelas lap. Terbang dg ukuran-
ukurannya, kode, marka, lampu dan pengamanan penerbangan)
• Organisasi dan ekonomi penerbangan masing-masing negara
anggotanya
• Tenaga terdidik
• Keuangan dan pemeliharaan
Tabel 1.1 : Kode-kode Acuan Aerodrome (ICAO)
Unsur Kode 1 Unsur Kode 2
No. Panjang Runway Huruf Bentang Sayap Bentang Roda *)
Kode (L) Kode (B) Pendaratan Utama Luar
1 L < 800 m A < 15 m < 4,5 m
2 800 m L < 1200 m B 15 m B < 24 m 4,5 m B < 6 m
3 1200 m L < 1800 m C 24 m B < 36 m 6mB<9m
4 L > 1800 m D 36 m B < 52 m 9 m B < 14 m
E 52 m B < 65 m 9 m B < 14 m
*) Jarak antara tepi-tepi luar roda-roda pendaratan utama
Sumber : ICAO
FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION (FAA)
• Dibentuk oleh Departemen Transportasi Amerika.
Tabel 1.2 : Kode-kode Acuan Bandara Udara (FAA)
Unsur Kode 1 Unsur Kode 2
Huruf Kode Kecepatan Pendaratan Nomor Kode Lebar Sayap
A S < 91 knot I < 15 m
B 91 knot S < 121 knot II 15 m B < 24 m
C 121 knot S < 141 knot III 24 m B < 36 m
D 141 knot S < 166 knot IV 36 m B < 52 m
E S > 166 knot V 52 m B < 65 m
VI 65 m B < 80 m
Sumber : FAA
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/77/VI/2005
TENTANG PERSYARATAN TEKNIS PENGOPERASIAN FASILITAS TEKNIK BANDAR UDARA
KM No. 11 Tahun 2010
• Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah adalah
sistem kebandarudaraan secara nasional yang
menggambarkan perencanaan bandar udara
berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan
ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam
dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda
transportasi, kelestarian Iingkungan, keselamatan dan
keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan
sektor pembangunan lainnya.
• Tatanan Kebandarudaraan Nasional memuat:
a. peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar
udara; serta
b. Rencana induk nasional bandar udara
Peran Bandar Udara
1. simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi
bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan
sesuai hierarki bandar udara;
2. pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan nasional dan
pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar
bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian;
3. tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda
pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan
yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat
perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya;
4. pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan danlatau pariwisata
dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan
sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang
memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitamya;
Peran Bandar Udara
5. pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat
membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda
transportasi lain;
6. pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan;
7. penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang
memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam
pada wilayah sekitarnya; serta
8. prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan
dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan dengan jaringan dan rute
penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Fungsi Bandar Udara
Fungsi bandar udara sebagaimana dimaksud adalah fungsi sebagai
tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau
pengusahaan.
Penggunaan Bandar Udara
• Pasal 2
1) Lokasi untuk penyelenggaraan Bandar udara ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan pada tatanan kebandarudaraan nasional.
2) Lokasi Bandar udara meliputi wilayah daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas yang ditentukan secara jelas.
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 48 Tahun
2002 Bab II tentang Penetapan Lokasi
• Pasal 3
1) Penyelenggara Bandar udara menyampaikan permohonan penetapan lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a) Rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota setempat mengenai keterpaduannya
dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota;
b) Hasil studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat:
i. kelayakan ekonomi, yaitu kelayakan yang dinilai secara ekonomis dan finansial akan
memberikan keuntungan bagi pengembangan wilayah dan perkembangan Bandar
udara baik secara langsung maupun tidak langsung;
ii. kelayakan teknis, yaitu kelayakan yang dinilai berdasarkan faktor kesesuaian fisik dasar
antara lain topografi, kondisi meteorology dan geofisika, dan daya dukung tanah;
iii. kelayakan operasional, yaitu kelayakan yang dinilai berdasarkan jenis pesawat,
pengaruh cuaca, penghalang (obstacle), penggunaan ruang udara, dukungan navigasi
penerbangan serta prosedur pendaratan dan lepas landas;
iv. kelayakan lingkungan, yaitu suatu kelayakan yang dinilai dari besarnya dampak yang
akan ditimbulkan termasuk pada masyarakat disekitar Bandar udara bila Bandar udara
tersebut beroperasi baik pada masa konstruksi, setelah beroperasi maupun pada
tahap-tahap pengembangan selanjutnya;
v. kelayakan dari segi usaha angkutan udara, yaitu kelayakan yang dinilai secara ekonomis
dan finansial akan memberi keuntungan kepada perkembangan usaha angkutan udara
jika melayani rute ke Bandar udara tersebut.
Bab II Keputusan Menteri Perhubungan
No. KM 48 Tahun 2002 tentang Penetapan Lokasi
• Pasal 3 (lanjutan)
2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memperhatikan
keterpaduan intra maupun antar moda transportasi yang direkomendasikan oleh Gubernur
sebagai tugas dekonsentrasi.
3) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap usulan penetapan lokasi yang disampaikan
oleh penyelenggara bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap aspek:
a. tatanan kebandarudaraan nasional;
b. kelayakan ekonomi, teknis, operasional dan kelayakan dari segi angkutan udara;
c. kelayakan/kelestarian lingkungan;
d. pertahanan keamanan negara.
4) Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
Menteri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen diterima secara
lengkap.
5) Menteri menetapkan lokasi Bandar udara dengan memperhatikan hasil evaluasi Direktur
Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja setelah hasil evaluasi dari Direktur Jenderal diterima secara lengkap.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar, prosedur pembuatan dan persyaratan penetapan
lokasi Bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal.
Lay Out Bandara
Tidak ada aturan/standar yang mengatur tentang perencanaan lay out
bandara, namun perencanaan lay out bandara harus memperhatikan
beberapa faktor, yakni:
1. Jumlah dan arah runway
2. Jumlah taxiways
3. Bentuk dan kebutuhan luasan apron
4. Luasan lahan yang tersedia
5. Kondisi topografi dan tanah
6. Halangan sistem navigasi
7. Kesesuaian
8. Tata guna lahan sekitar
9. Pembagian skala waktu pengembangan bandara
10. Meteorologi
11. Tingkat skala dan ukuran fasilitas bandara yang akan dibangun
ARAH RUNWAY
• Analisa angin penting dalam perencanaan arah runway.
• Penyelidikan angin dilakukan minimum selama 5 tahun dan
dicatat:
• Arah angin
• Kecepatan/kekuatan angin
• Lamanya angin bertiup
• Ketika landing dan takeoff, pesawat dimungkinkan untuk manuver
di atas runway selama komponen angin bertiup pada sudut yang
sesuai dengan arah perjalanan dan crosswind tidak terjadi.
• Maksimum crosswind yang diijinkan tergantung pada :
• Ukuran pesawat
• Konfigurasi sayap
• Kondisi permukaan perkerasan
ARAH RUNWAY
• Apabila nilai crosswind maksmum yang diijinkan telah ditetapkan, maka
arah runway dapat ditentukan dengan mengamati karakteristik angin pada
kondisi-kondisi berikut:
1. Keseluruhan angin yang melingkupi tanpa memperhatikan visibility
atau kondisi berawan → mewakili keseluruhan kondisi dari bagus ke
terburuk.
2. Apabila cuaca mendung dengan setinggi 1000 ft dan visibility sejauh
3 mi → mewakili cuaca sedang ke buruk
3. Apabila cuaca mendung dengan setinggi 200 - 1000 ft dan visibility
sejauh ½ - 3 mi → mewakili cuaca buruk.
• Skala angin:
Beaufort Number Keterangan Kecepatan (mph)
0 Calm 0–1
0–3 Light breeze 1 – 12
4–5 Moderate breeze 13 – 24
6–7 Strong breeze 25 – 38
8–9 Gale 39 – 54
10 - 11 Storm 55 – 75
12 hurricane > 75
Runway Orientation
• Runways are oriented in the direction of
prevailing winds.
• Aircraft may not maneuver safely on a runway
when the wind contains a large component at
right angles to the direction of travel.
• The point at which this component (called the
crosswind) becomes excessive will depend
upon the size and operating characteristics of
the aircraft.
Runway orientation is
at 2000 direction
Runway
centerline
90.8%