BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
DATA PERENCANAAN
Adapun data – data yang diberikan dalam perencanaan desain lapangan terbang adalah
sebagai berikut :
Tahun
No Aircraft types
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Airbus
airbus A321-200 451 1968 1383 444 203 219
airbus A330-200 634 1320 807 1175 523 1023
2 Boeing
B727-200 1242 1366 758 681 725 574
B737-300 1083 346 568 1421 402 1069
B747-100 1230 851 575 61 1227 262
3 Mc Donnell Douglas
DC8-63 2445 1472 1573 1733 701 1753
DC10-30 1330 1381 2712 1247 1942 233
4 Cessna Caravar 536 2391 1617 1022 1515 948
BAB III
LANDASAN TEORI
Gambar 3.3. Terminal traffic control Sultan Syarif Kasim II airport, Pekanbaru
Untuk lebih jelas mengenai fasilitas bandara tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4.
berikut:
Sedangkan untuk bagian-bagian dari bandara diperlihatkan pada Gambar 3.5. Dimana
bandara dibagi menjadi dua bagian utama yaitu sisi udara dan sisi darat. Gedung-gedung
terminal menjadi perantara antara kedua bagian tersebut.
berpedoman pada Master Plan Kota dan ditambah dengan Rancangan Umum Tata
Ruang Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah.
Seorang perencana bertanggung jawab atas penentuan lokasi Bandar Udara. Lokasi
untuk Bandar Udara harus memenuhi berbagai sehingga dapat menunjang perkembangan
dimasa yang akan datang. Sebagian besar kriteria tersebut dapat juga diguakan untuk
pengembangan Bandar Udara yang telah ada.
Lokasi Bandar Udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Tipe pengembangan lingkungan sekitar.
2. Kondisi atmosfer.
3. Kemudahan untuk mendapat transportasi darat.
4. Tersedianya tanah untuk pembangunan.
5. Adanya halangan disekeliling bandara.
6. Pertimbangan Ekonomis.
7. Tersedianya Utilitas.
2. Kondisi atmosfer
Adanya kabut dan asap kebakaran akan mengurangi jarak pandang pilot. Campuran
kabut dan asap disebut smog. Smog dapat membahayakan keselamatan penerbangan
karena jarak pandang pilot menjadi semakin terbatas.
Hambatan ini berpengaruh pada menurunnya kapasitas lalu lintas penerbangan.
Jeleknya jatak pandang (visibility) mengurangi kemampuan pilot menerbangkan pesawat.
Hanya pesawat dengan peralatan khusus yang dapat terbang pada kondisi ini. Kondisi
yang dimaksud adalah dimana kabut mempunyai kecenderungan bertahan pada suatu
daerah yang tiupan anginnya kecil.
6. Pertimbangan ekonomis
Rancangan akan memberikan beberapa pilihan kemungkinan lokasi yang harus
ditinjau dari segi ekonomis. Lokasi yang berada di tanah yang lebih rendah
membutuhkan penggusuran atau lainnya. Berbagai alternatif lengkap dengan perhitungan
volume dan biaya yang diperlukan sehingga dapat ditentukan lokasi dengan ongkos
relatif murah.
7. Tersedianya utilitas
Bandar udara yang besar pada khususnya memerlukan utilitas yang besar pula.
Perlu tersedia air bersih, generator listrik, sambungan telepon, dan lain-lain. Penyediaan
utilitas harus dipertimbangkan dalam pembuatan rencana induk.
Sumber listrik selain aliran listrik dari PLN harus ada sebagai cadangan tenaga jika
aliran listrik dari PLN terputus. Hal ini dikarenakan Bandar udara berserta hampir
seluruh peralatannya memanfaatkan energi listrik dan terus beroperasi.
Pembuangan air limbah juga harus diperhatikan karena limbah untuk WC harus
dibuat tersendiri, tidak boleh dicampur dengan saluran drainase air hujan.
Untuk lebih jelas mengenai dimensi pesawat terbang, dapat melihat Gambar 3.6
berikut :
Maximum height
Tail width
Wheel tread
Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama untuk beberapa jenis pesawat
seperti yang terlihat pada Gambar 3.7. berikut:
Adapun uraian dari sistem runway secara umum adalah sebagai berikut:
SWY
1) Structural pavement
Merupakan perkerasan struktur yang memikul beban pesawat yang diberi lapis keras
sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manufer, kendali, stabilitas dan
kriteria dimensi dan operasi lainnya.
2) Shoulders
Merupakan bahu landasan pacu yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan
struktur dimana berfungsi menahan erosi hembusan jet dan dipersiapkan menjadi
tempat transisi antara landasan dengan permukaan tanah didekatnya. Menurut ICAO
Annex 14, lebar bahu harus sama pada kedua sisi landasan pacu.
a. Panjang bahu dirancang sama dengan panjang runway.
b. Lebar bahu untuk kode C paling kurang 36 m, dimana lebar runway sebesar 30
m dan lebar bahu 3 m pada kedua sisi landasan.
c. Lebar bahu untuk kode D dan E paling kurang 60 m, dimana lebar runway
sebesar 45 m dan lebar bahu 7.5 m pada kedua sisi landasan.
d. Lebar bahu untuk kode F paling kurang 75 m, dimana lebar runway sebesar 60 m
dan lebar bahu 7.5 m pada kedua sisi landasan.
Berdasarkan peraturan dirjen perhubungan udara SKEP/77/VI/2005, bahu landasan
harus dibuat secara simetris pada masing-masing sisi dari runway dan kemiringan
melintang maksimum pada permukaan bahu landasan pacu 2,5%.
A I 3
B II 3
C III 6
D IV 7.5
E V 10.5
F VI 12
3) Blast pad
Bantal hembusan adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi
permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung runway yang menerima hembusan
jet yang terus-menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal
hembusan 100 feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport
sebaiknya 200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal
hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120 m). Lebar bantal hembusan harus
mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan (Robert Horonjeff, 1994).
Untuk bagian – bagian runway yang lebih khusus adalah sebagai berikut :
1) Stopway
Daerah persegi empat di atas permukaan tanah di ujung take-off run yang disediakan
sebagai tempat dimana pesawat dapat berhenti pada saat terjadi pengabaian take-off.
Adapun dimensi stopway yang disediakan harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga merupakan bagian, dan berakhir paling tidak 60 m sebelum ujung runway
strip. Untuk lebar stopway harus sama dengan runway yang berkaitan dengannya.
2) Clearway
Suatu daerah tertentu baik berupa tanah atau air di ujung take-off run yang berada di
bawah kontrol operator aerodrome, yang dipilih atau dipersiapkan sebagai area yang
cukup bagi pesawat terbang untuk mengudara hingga ketinggian tertentu. Menurut
ICAO Annex 14, dimensi clearway adalah sebagai berikut :
a. Lebar clearway untuk kode 3 dan 4 tidak boleh kurang dari 150 m.
b. Lebar clearway untuk kode 2 tidak boleh kurang dari 80 m.
c. Lebar clearway untuk kode 1 tidak boleh kurang dari 60 m.
d. Panjang clearway tidak boleh melebihi ½ dari panjang take-off run available
(TORA).
e. Kemiringan (upward slope) sebesar 1.25% terhadap bidang datar.
f. Kemiringan (downward slope) sebesar 2.5%.
3) Threshold
Bagian awal dari runway yang digunakan untuk pendaratan ataupun lepas landas.
Threshold dari suatu runway harus ditempatkan :
a. jika nomor kode runway adalah 1, tidak kurang dari 30 meter setelah; atau
b. pada kasus yang lain, tidak kurang dari 60 meter setelah, titik di mana approach
surface untuk pesawat terbang yang menggunakan runway bertemu dengan garis
tengah runway yang diperpanjang (extended runway centre line).
4) Turn pad
Areal di ujung landas pacu yang digunakan untuk tempat memutar pesawat. Areal
Turn pad harus bisa memfasilitasi pesawat memutar 1800. Turn pad disediakan jika
areal ujung landasan pacu tidak terlayani Taxiway. Area putaran untuk pesawat
dilengkapi beberapa titik di runway, lebar dari area putaran harus terbebas dari
rintangan terutama roda pesawat yang digunakan di runway sampai dengan tepi dari
titik area putaran, dan itu tidak kurang dari ketetapan jarak seperti dalam tabel
berikut:
Tabel 3.5. Jarak bebas minimum antara sumbu roda utama terluar
dengan tepi dari daerah perputaran di runway
5) Runway strip
Suatu luasan bidang tanah yang menjadi daerah landas pacu yang penentuannya
tergantung pada panjang landas pacu dan jenis instrumen pendaratan (precission
aproach) yang dilayani. Runway strip ditujukan untuk melindungi pesawat yang
tebang di atasnya pada saat melakukan take-off atau landing. Area bergradasi
(graded area) dari suatu runway strip harus memanjang melebihi ujung runway, atau
dari stopway jika ada. Untuk dimensi runway strip dapat melihat tabel 3.6. berikut :
Bagian yang tidak diberi perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW).
Separuh dari selisih antara 115% dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak
pengangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan
sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus
berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas
(take off run = TOR).
35ft
Gambar 3.10. Panjang take-off distance available (TOD) kondisi lepas landas normal
35ft
Gambar 3.11. Panjang take-off distance available (TOD) kondisi kegagalan mesin
3. Pendaratan
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk
memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi
jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor
aproaches) dan lain-lain.
Menurut peraturan ICAO, 2004 menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing
distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan
bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti
pada jarak pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak
pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada
kecepatan normal sesuai dengan disain, dan melewati ambang runway (tresholds)
pada ketinggian 50 ft.
50ft
Catatan: Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga analisa
di atas.
Dalam peraturan-peraturan baik untuk pesawat terbang bermesin piston maupun
untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin, perkataan runway dikaitkan dengan
dengan istilah perkerasan dengan kekuatan penuh (full strength pavement = FS). Jadi
dalam pembahasan berikut istilah runway dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai
arti yang sama.
Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari
tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial
atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam
setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Keadaan pendaratan:
FS = LD ….. (13)
SD
Dimana : LD ….. (14)
0.60
Keterangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance), m
Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum
terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah. Peraturan-
peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip
mempertahankan kriteria diatas, tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan
khusus ini ditujukan pada manuver lepas landas normal setiap hari, karena kegagalan
mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi.
1) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300
m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:
h
Fe 1 0.07 ….. (19)
300
Dengan : Fe = faktor koreksi elevasi
h = elevasi di atas permukaan laut, m
2) Koreksi temperatur
Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai
temperatur standar adalah 15 oC. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi
terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oC. Sedangkan untuk setiap
kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oC. Maka
hitungan koreksi temperatur dengan rumus:
Ft = 1 + 0.01 (T –(15 - 0.0065h)) ….. (20)
Dengan : Ft = faktor koreksi temperatur
T = temperatur dibandara, oC
Persentase Pertambahan/
Kekuatan Angin
Pengurangan Runway
+5 -3
+10 -5
-5 +7
Sedangkan menurut ICAO Annex 14, nilai kekuatan angin (crosswind) dapat
ditentukan berdasarkan panjang runway ARFL.
Kondisi landing :
ARFL = (ARFLrencana x Fe) + Fw ….. (23)
Jika tidak ada CWY yang ditentukan, bagian dari runway strip antara ujung runway
dan ujung runway strip dimasukkan sebagai bagian dari TODA. Setiap TODA harus
disertai dengan gradien take off bebas hambatan (obstacle clear take-off gradient)
yang dinyatakan dalam persen.
TODA = TORA + CWY ….. (25)
2. Hall keberangkatan
Hall Keberangkatan harus cukup luas untuk menampung penumpang datang pada
waktu sibuk sebelum mereka masuk menuju ke check-in area. Luas hall
keberangkatan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
𝐴 = 0.75 × 𝑎 1 + 𝑓 + 𝑏 + 10 ….. (28)
Dimana : A = luas hall keberangkatan (m2)
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer
f = jumlah pengantar tiap penumpang (2 orang)
3. Security gate
Jumlah gate disesuaikan dengan banyaknya pintu masuk menuju area steril. Jenis
yang digunakan dapat berupa walk through metal detector, hand held metal detector
serta baggage x-ray machine. Minimal tersedia masing-masing satu unit dan
minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu gate dengan ketiga item tersebut.
6. Check-in counter
Meja check-in counter harus dirancang dengan untuk dapat menampung segala
peralatan yang dibutuhkan untuk check-in (komputer,printer,dll) dan memungkinkan
gerakan petugas yang efisien. Jumlah meja check-in counter dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut :
𝑎 +𝑏
𝑁= 60
× 𝑡1𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 + 10% ….. (31)
Dimana : N = jumlah meja
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer (20%)
t1 = waktu pemprosesan check-in per penumpang (2 menit/ penumpang)
7. Timbang bagasi
Jumlah timbangan sesuai dengan banyaknya jumlah check-in counter. Timbangan di
letakkan menyatu dengan check-in counter. Menggunakan timbangan mekanikal
maupun digital. Deviasi timbangan ± 2,5 %.
cekal dari imigrasi. Jumlah gate passport control dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut :
𝑎 +𝑏 ×𝑡 2
𝑁= 60
+ 10% ….. (32)
Dimana : N = jumlah gate passport control
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer
t2 = waktu pelayanan counter (0.5 menit / penumpang)
𝑁 =3 × 𝑎
….. (33)
Dimana : N = jumlah tempat duduk yang dibutuhkan
a = jumlah penumpang pada waktu sibuk
16. Gudang
Luas gudang diambil 20-30 m2 untuk tiap 1000 m2 gedung terminal. Bila jarak antar
terminal jauh, maka gudang di buat untuk melayani tiap-tiap terminal.
4. Hall kedatangan
Hall kedatangan harus cukup luas untuk menampung penumpang serta penjemput
penumpang pada waktu sibuk. Area ini dapat pula mempunyai fasilitas komersial.
Luas hall kedatangan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
𝐴 = 0.375 × 𝑏 + 𝑐 + 2 × 𝑐 × 𝑓 + 10% ….. (37)
Dimana : A = luas hall kedatangan (m2)
b = jumlah penumpang transfer
c = jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
f = jumlah pengunjung tiap penumpang (2 orang)
5. Kerb kedatangan
Lebar kerb kedatangan sama seperti pada terminal keberangkatan dan panjang kerb
sepanjang sisi luar bangunan terminal kedatangan yang bersisian dengan jalan
umum.
6. Rambu (sign)
Rambu / graphic sign pada terminal kedatangan pada intinya sama dengan pada
terminal keberangkatan, yang membedakan hanya isi informasinya (mengenai
kedatangan).
7. Fasilitas umum
8. Penerangan ruangan terminal
9. Pengkondisian udara
10. Lift dan escalator
11. Gudang
3.9. Pavement
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan
daya dukung yang berlainan. Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat,
permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman, maka dari fungsi
tersebut harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas ke bawah cukup kekerasan dan
ketebalannya sehingga tidak mengalami ―distress‖ (perubahan karena tidak mampu
menahan beban).
Seperti halnya perkerasan jalan raya, maka untuk lapangan terbang atau bandar
udara terdiri dari dua jenis perkerasan yaitu :
a. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Merupakan perkerasan yang terbuat dari campuran aspal dan sgregat yang terdiri dari
surface, base course dan sub base course. Lapisan tersebut digelar diatas lapisan tanah
asli yang telah dipadatkan.
b. Perkerasan Kaku (Rigid pavement)
Merupakan struktur perkerasan yang terbuat dari campuran semen dan agregat, terdiri
dari slab-slab beton dengan ketebalan tertentu, dibawah lapisan beton adalah sub base
course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan grade (tanah asli).
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan lapangan terbang antara lain adalah :
1. Metode US Corporation of Engineers atau metode CBR
2. Metode FAA
3. Metode LCN dari Inggris
4. Metode Asphalt Institute
5. Metode Canadian Department of Transportation
Namun demikian, tidak ada yang dianggap standard oleh badan dunia penerbangan
ICAO. Yang sering dipakai di dunia tetapi bukan standard yaitu yang dikembangkan
oleh Corporation of Engineers, didasarkan pada metode CBR.
Dengan memasukkan harga pengimbang pada kedalaman yang tertentu dalam Grafik
3.1 diperoleh nilai faktor lenturan.
Grafik 3.1
Faktor Lenturan
DEPTH
Sumber : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ( Horonjeff,1998)
Nilai faktor lenturan pada masing-masing posisi spesifikasi roda pendaratan dicari
yang mempunyai harga tertinggi, baik untuk roda tunggal maupun roda ganda.
Dari hasil tersebut, diperoleh rasio beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam
susunan. (lihat persamaan dibawah ini)
𝑃𝑠 𝐹𝑠
=
𝑃𝑑 𝐹𝑑
Dimana, Ps = Rasio ESWL roda tunggal
Pd = Rasio ESWL roda ganda
Fd = Faktor lenturan roda ganda
Fs = Faktor lenturan roda tunggal
Harga rasio beban tunggal terhadap keseluruhan roda dalam susunan dikalikan dengan
harga beban total pesawat terbang pada susunan roda, diperoleh harga ESWL pesawat
terbang.
Menentukan CBR Subgrade, Subbase Course dan Base Course.
Penentuan harga CBR pada masing-masing lapisan perkerasan ini, dimaksudkan untuk
dapat menentukan tebal masing-masing lapisan yang akan dihitung.
Menentukan jumlah Pergerakan Pesawat (Annual Departure).
𝐸𝑆𝑊𝐿 𝐴
𝑡 = 𝛼𝑖 −
8,1 𝐶𝐵𝑅 𝜋
Berat pesawat dianggap 95% ditumpu oleh roda pesawat utama (main gear) dan 5%
oleh nose wheel. FAA hanya menghitung berdasarkan annual departure, karena
pendaratan diperhitungkan beratnya lebih kecil dibanding waktu take off.
Menghitung tebal perkerasan total.
Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR subgrade yang
diperoleh dari FAA, Advisory Circular 150/5335-5, MTOW ( Maximum Take Off
Weight ) pesawat rencana, dan nilai Equivalent Annual Departure ke dalam Grafik
3.3.
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN
Dari grafik polynomial diatas dapat dihitung perkiraan jumlah pesawat untuk
tahun 2025 (tahun ke-17) :
x = 17
𝑦 = 142.7𝑥 2 − 969.1𝑥 + 11504
𝑦 = 142.7(17) − 969.1(17) + 11504
2
𝑦 = 36269 pesawat
penumpang domestik
1000000
900000
y = -4415.x2 + 8339.x + 56056
800000
R² = 0.403
700000
600000
500000
400000 proyeksi
300000 Poly. (proyeksi)
200000
100000
0
0 2 4 6 8 10 12 14
internasional
1200000
y = 16321e0.140x
1000000 R² = 0.414
800000
600000
400000 proyeksi
Expon. (proyeksi)
200000
0
0 5 10 15
Kontrol kapasitas angkut pesawat terhadap jumlah penumpang di tahun 2025, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa kapasitas angkut total pesawat pada tahun 2025 lebih
besar daripada jumlah total penumpang pada tahun 2025, maka jumlah pesawat telah
memadai.
Dari tabel diatas, digunakan pesawat tipe Boeing B747-100 sebagai pesawat
dengan panjang landasan pacu rencana yang terpanjang, yaitu 3506.5 m.
Adapun data – data yang diberikan dalam perencanaan desain lapangan terbang
adalah sebagai berikut :
e. Ketinggian lokasi dari muka laut (h) : 732 m
f. Gradien Efektif (S) : 1.20 %
g. Temperatur Udara (T) : 210
h. Angin : 20 knot (panjang runway > 1500m, tabel 3.9)
a. Kondisi take-off
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 𝐴𝑅𝐹𝐿𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 × 𝐹𝑡 × 𝐹𝑒 × 𝐹𝑠 + 𝐹𝑤
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 3506.5 × 1.108 × 1.171 × 1.0012 + 3506.5 × −0.1
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 4201.877 𝑚 ≈ 𝟒𝟐𝟎𝟐 𝒎
b. Koreksi landing
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 𝐴𝑅𝐹𝐿𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 × 𝐹𝑒 + 𝐹𝑤
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 3506.5 × 1.171 + 3506.5 × −0.1
𝐴𝑅𝐹𝐿 = 3754.760 𝑚 ≈ 3755 𝑚
Setelah dilakukan koreksi terhadap faktor diatas, maka panjang runway perencanaan
(ARFL) adalah 4202 m.
Berikut adalah data angin yang didapatkan dari data soal (tipe 1).
Dalam desain ini panjang runway rencana yaitu 4202 m ( > 1500 m), maka
kekuatan angin yang digunakan adalah tidak melebihi 20 knot.
Berdasarkan tabel diatas dapat dibuat Gambar Wind Rose untuk masing – masing arah
angin sesuai dengan persentase data kecepatan angin, seperti gambar berikut :
U
UBL UTL
BL TL
BBL TTL
B T
0%
5%
10%
15%
20%
BBD TTG
BD TG
SBD STG
S
Persentase kecepatan angin yang paling dominan yaitu berasal dari arah Timur – Barat,
dalam perencanaan desain ini pada saat pesawat take-off dan landing harus bebas dari
komponen angin yang arahnya tegak lurus (cross wind kecil) :
Timur = 0.5 + 3.0 + 9.0 + 0.89 = 13.39 % (prevailing wind)
Barat = 2.1 + 0.5 +2.0 + 0.89 = 5.49 %
Sehingga dapat direncanakan landasan pacu (runway) satu arah.
Dari data angin yang diketahui, maka dapat dicari arah angin dominan sehingga
nantinya akan direncanakan landasan pacu (R/W) sejajar dengan arah angin dominan.
1. Tinjauan U – S (0-180)
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
1,7 ,
,
0,5 ,
5 27
1 1,7 2,5
0 ,
,
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5) + (1,5 + 2,8) + (1 + 1,5 + 2,5) + (1,7 + 0,5 + 0,2) + (1,7 + 1,7
+ 1,8) + (2,5 + 3 + 1,8) + (2 + 2,7 + 5,51) + (2,8 + 9) + (0.5 + 3) + (2 + 0,2) +
(1,2 + 0,2 + 4) + (2 + 3 + 1) + (2,9 + 1 + 1) + (2,9 + 0,5 +0,9) + (1,5 +2,9 + 3,2)
+ (0,2 + 0,1)
= 83.90
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 27
1 1,7 2,5
0 ,
,
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5) + (1,5 + 2,8) + (1 + 1,5) + (1,7 + 0,5 + 0,2) + (1,7 + 1,7 +
1,8) + (2,5 + 3 + 1,8) + (2 + 2,7 + 5,51) + (2,8 + 9 + 0,2) + (0.5 + 3) + (2 + 0,2)
+ (1,2 + 0,2) + (2 + 3 + 1) + (2,9 + 1 + 1) + (2,9 + 0,5 +0,9) + (1,5 +2,9 + 3,2) +
(0,2 + 0,1 + 1,7)
= 79.30
3. Tinjauan TL – BD (45-225)
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5,
TTL
1,7
0,5
5 1,7 2,5 2,7
0
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5 + 2) + (1,5 + 2,8) + (1 + 1,5) + (1,7 + 0,5) + (1,7 + 1,7 + 1,8)
+ (2,5 + 3 + 1,8) + (2 + 2,7 + 5,51) + (2,8 + 9 + 0,2) + (0.5 + 3 + 9) + (2 + 0,2) +
(1,2 + 0,2) + (2 + 3) + (2,9 + 1 + 1) + (2,9 + 0,5 +0,9) + (1,5 +2,9 + 3,2) + (0,2 +
0,1 + 1,7)
= 89.10
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 27
1 1,7 2,5
0 ,
,
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5 + 2) + (1,5 + 2,8+ 1,2) + (1 + 1,5) + (1,7 + 0,5) + (1,7 + 1,7)
+ (2,5 + 3 + 1,8) + (2 + 2,7 + 5,51) + (2,8 + 9 + 0,2) + (0.5 + 3 + 9) + (2 + 0,2 +
2) + (1,2 + 0,2) + (2 + 3) + (2,9 + 1) + (2,9 + 0,5 +0,9) + (1,5 +2,9 + 3,2) + (0,2
+ 0,1 + 1,7)
= 89.50
5. Tinjauan T – B (90-270)
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 2,7
1,7 2,5
0
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5 + 2) + (1,5 + 2,8+ 1,2) + (1 + 1,5 + 2,5) + (1,7 + 0,5) + (1,7 +
1,7) + (2,5 + 3) + (2 + 2,7 + 5,51) + (2,8 + 9 + 0,2) + (0.5 + 3 + 9) + (2 + 0,2 +
2) + (1,2 + 0,2 + 4) + (2 + 3) + (2,9 + 1) + (2,9 + 0,5) + (1,5 + 2,9 + 3,2) + (0,2
+ 0,1 + 1,7)
= 93.30
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 27
1 1,7 2,5
,0 ,
, 1
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5 + 2) + (1,5 + 2,8+ 1,2) + (1 + 1,5 + 2,5) + (1,7 + 0,5 + 0,2) +
(1,7 + 1,7) + (2,5 + 3) + (2 + 2,7) + (2,8 + 9 + 0,2) + (0.5 + 3 + 9) + (2 + 0,2 +
2) + (1,2 + 0,2 + 4) + (2 + 3 + 1) + (2,9 + 1) + (2,9 + 0,5) + (1,5 + 2,9) + (0,2 +
0,1 + 1,7)
= 85.79
7. Tinjauan TG – BL (135-315)
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 27
1 1,7 2,5
0 ,
,
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD TTG
1,0
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5 + 2) + (1,5 + 2,8+ 1,2) + (1 + 1,5 + 2,5) + (1,7 + 0,5 + 0,2) +
(1,7 + 1,7 + 1,8) + (2,5 + 3) + (2 + 2,7) + (2,8 + 9) + (0.5 + 3 + 9) + (2 + 0,2 +
2) + (1,2 + 0,2 + 4) + (2 + 3 + 1) + (2,9 + 1 +1) + (2,9 + 0,5) + (1,5 + 2,9) + (0,2
+ 0,1)
= 86.69
U
UBL UTL
BL TL
1,8
0,2 1,8
BBL 5 5
2 51 TTL
,
,
1,7
0,5
5 27
1 1,7 2,5
,
, 1 ,0
B 0,89 T
2,9 2,9
1,0
BBD 1,0
TTG
BD TG
SBD STG
S
Total = 0,89 + ( 2,1 + 0,5) + (1,5 + 2,8+ 1,2) + (1 + 1,5 + 2,5) + (1,7 + 0,5 + 0,2) + (1,7
+ 1,7 + 1,8) + (2,5 + 3 + 1,8) +(2 + 2,7) + (2,8 + 9) + (0.5 + 3) + (2 + 0,2 + 2) +
(1,2 + 0,2 + 4) + (2 + 3 + 1) + (2,9 + 1 +1) + (2,9 + 0,5 + 0,9) + (1,5 + 2,9) +
(0,2 + 0,1)
= 78.39
R. Muhammad Taufiq E1A1 13 050
Tugas Besar Perencanaan lapangan Terbang 2015
Orientasi runway (R/W) selalu berorientasi terhadap arah angin (prevailing wind).
Dimana pada saat pesawat take-off dan landing harus bebas dari komponen angin yang
arahnya tegak lurus arah pesawat seminimal mungkin (cross wind kecil).
Pada desain ini, arah angin dominan adalah dari arah Timur – Barat, maka
Runway mengarah ke arah Timur – Barat (sesuai dengan arah angin dominan). Posisi
arah runway yaitu :
- Timur pada 900
- Barat pada 2700
Maka akan didesain runway satu arah dengan penomoran pada landasan (runway
designator) yang mengarah dari Timur ke Barat adalah dengan angka 9.
c. Runway strip
Panjang runway strip = 60 m
Lebar runway strip = 300 m
Tipe bandara = tipe precission dengan instrument runway.
Code Letter
Uraian
1 2 3 4
Panjang runway strip :
c. Instrument runway 60 m 60 m 60 m 60 m
d. Non- instrument runway 30 m 60 m 60 m 60 m
Lebar runway strip :
d. Instrument precision approach 150 m 150 m 300 m 300 m
runway
e. Instrument non-precision 90 m 90 m * **
approach runway 150 m 300 m
*
f. Non- instrument runway 60 m 80 m 150 m 150 m
e. Clearway
Panjang clearway = 1000 m (maksimal 0.5 x ARFL take-off)
Lebar clearway = untuk kode 3 dan 4 tidak boleh kurang dari 150 m
g. Threshold
Panjang threshold = 60 m (sama dengan lebar runway dengan bahunya)
Tebal threshold = 1.8 m
Perhitungan declared distances harus dihitung sesuai dengan hal berikut ini:
1. Take-off run available (TORA)
TORA = panjang ARFL take-off
TORA = 4202 m
CWY SWY
09
displaced threshold
Code Letter
Uraian
4 3 2 1
Max. efektif slope 1,0 1,0 2,0 2,0
Max. longitudinal slope 1,25 1,5 2,0 2,0
Max. longitudinal change 1,5 1,5 2,0 2,0
Slope change per 30 m 0,1 0,2 0,4 0,4
(sumber : Manual of Standards (MOS) - Part 139 Aerodromes 2002)
Catatan:
Standar ini tidak selalu dapat diterapkan pada persimpangan jalan dimana
disain yang dibuat dapat mensyaratkan adanya variasi terhadap standar.
(sumber : Manual of Standards (MOS) - Part 139 Aerodromes 2002)
b. Wingspan = 59.64 m
c. OMGWS = 12.12 m
d. Length = 70.40 m
e. Height = 19.58 m
f. MTOW = 340100 kg
Tabel 4.13. Jarak Bebas Minimum antara OMGWS pesawat dengan tepi taxiway
Code Clearance
letter
A 1.5 m
B 2.25 m
3 m if the taxiway is intended to be used by aeroplanes with a wheel base less
C than 18 m;
D 4.5 m
E 4.5 m
F 4.5 m
Tabel 4.14. Lebar minimum untuk bagian lurus (straight section) taxiway
Code Taxiway width
letter
A 7.5 m
B 10.5 m
Berdasarkan Annex 14 untuk pesawat dengan code letter E dan code number 4 diperoleh:
- Lebar bahu dan taxiway = 44 m
- Lebar taxiway strip dari centre line = 47.5 m
- Grading of taxiway strips = 22 m
- Kemiringan melintang taxiway strip arah ke atas = 2.5%
- Kemiringan melintang taxiway strip arah bawah = 5%
- Radius turn-off kurva minimum = 550 m
- Kecepatan keluar dari kondiri basah = 93 km/jam
- Sudut antara runway dengan rapid exit taxiway = 30° (range 25° - 45°)
Berdasarkan tabel diatas, untuk pesawat dengan tipe Boeing B747, termasuk dalam
group III, maka untuk kecepatan touchdown digunakan 225 km/jam = 62.5 m/dt.
Dalam perencanaan exit taxiway ini yang perlu diperhatikan adalah penentuan kecepatan
rencana dari pesawat terbang saat akan memasuki area sistem landasan penghubung.
Penentuan kecepatan rencana ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :
𝑣= 125 × 𝑅 × 𝜇
Dimana :
v = kecepatan awal atau rencana dari pesawat saat akan memasuki taxiway
R = jari – jari tikungan pada sistem taxiway (berdasarkan tabel 4.18)
= koefisien gesek antara ban dan struktur perkerasan = 0.13
𝑣 = 125 × 45 × 0.13 = 𝟐𝟕 𝒎 𝒅𝒕
Dimana :
(𝑆1)2 −(𝑆2)2
D = Jarak dari touchdown ke titik A = 2𝑎
Perhitungan :
(𝑆1)2 − (𝑆2)2 (62.5)2 − (27)2
𝐷= = = 1059,083 𝑚 ≈ 1060 𝑚
2𝑎 2 × 1.5
Berdasarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Udara SKEP/77/VI/2005 bahwa lokasi jalan
keluar pesawat (jarak touchdown) yaitu antara 450 m hingga 650 m. Jarak touchdown
yang digunakan yaitu 550 m.
Jarak dari threshold ke lokasi exit taxiway (S) = Jarak touchdown + D
= 550 + 1060
= 1610 m
Jarak lurus minimum setelah belokan sehingga pesawat dapat berhenti penuh sebelum
melalui persimpangan dengan pesawat lain adalah :
Untuk perencanaan jari – jari fillet dapat berpedoman pada tabel dibawah ini sesuai
dengan penggolongan pesawat yang direncanakan.
Pada desain ini digunakan jarak bebas tepi pesawat parkir sebesar 10 m.
Untuk merancang apron, perlu mencari jumlah pesawat pada jam sibuk per
harinnya, dimana dianggap 75% pesawat akan mengisi apron pada saat jam sibuk, untuk
perhitungannya sebagai berikut :
Jumlah pergerakan pesawat tahun 2020 = 10678 pesawat (lihat Tabel 4.2)
10678
Jumlah pesawat per hari = = 29.25
365
Jumlah pesawat pada saat jam sibuk = 75% × 29.25 = 21.94 ≈ 𝟐𝟐 pesawat
9m
5m 5m
15 m
2. Hall Keberangkatan
𝐴 = 0.75 × 𝑎 1 + 𝑓 + 𝑏 + 10
Dimana : A = luas hall keberangkatan (m2)
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b = jumlah penumpang transfer
f = jumlah pengantar tiap penumpang (2 orang)
Berdasarkan tabel luas hall keberangkatan diatas, dapat direncanakan besar terminal :
a. Domestik = Luas hall 195 m2, besar terminal sedang
Internasional
𝑢.𝑖+𝑣.𝑘
𝐴=𝐶− 𝑚2(+ 10%)
30
60 × 0.6 + 20 × 0.4
𝐴 = 201 − 𝑚2(+ 10%)
30
𝐴 = 𝟐𝟐𝟎 𝒎𝟐
5. Check in Area
Domestik
𝐴 = 0.25 × 𝑎 + 𝑏 𝑚2 (+10%)
𝐴 = 0.25 × 77 + 15 𝑚2 (+10%)
𝐴 = 𝟐𝟔 𝒎𝟐
Internasional
𝐴 = 0.25 × 𝑎 + 𝑏 𝑚2 (+10%)
𝐴 = 0.25 × 201 + 18 𝑚2 (+10%)
𝐴 = 𝟔𝟏 𝒎𝟐
6. Check in Counter
Domestik
𝑎+𝑏
𝑁= × 𝑡1 𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 (+10%)
60
77 + 3
𝑁= × 2 (+10%)
60
𝑁 = 3 meja
Internasional
𝑎+𝑏
𝑁= × 𝑡1 𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟 (+10%)
60
201 + 4
𝑁= × 2 (+10%)
60
𝑁 = 8 meja
7. Timbang Bagasi
Jumlah timbangan sesuai dengan banyaknya jumlah check-in counter.
Berdasarkan jumlah check-in counter keberangkatan, maka besarnya terminal :
a. Domestik = 3 timbangan
b. Internasional = 8 timbangan
Timbangan di letakkan menyatu dengan check-in counter. Menggunakan
timbangan mekanikal maupun digital. Deviasi timbangan ± 2,5 %.
( 𝑎 + 𝑏 ) × 𝑡2
𝑁= (+10%)
60
(201 + 18) × 0.5
𝑁= (+10%)
60
𝑁=3
Domestik
1
𝑁= 𝑎
3
1
𝑁= × 77
3
𝑁 = 26 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
Internasional
1
𝑁= 𝑎
3
1
𝑁= × 201
3
𝑁 = 67 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
Domestik
𝑁 = 𝑎 × 0.2 × 1𝑚2(+10%)
𝑁 = 77 × 0.2 × 1𝑚2 (+10%)
𝑁 = 17 𝑡𝑜𝑖𝑙𝑒𝑡
R. Muhammad Taufiq E1A1 13 050
Tugas Besar Perencanaan lapangan Terbang 2015
Internasional
𝑁 = 𝑎 × 0.2 × 1𝑚2(+10%)
𝑁 = 201 × 0.2 × 1𝑚2 (+10%)
𝑁 = 45 𝑡𝑜𝑖𝑙𝑒𝑡
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
16. Gudang
Tabel 4.38. Standar Luas Gudang Peralatan/ Perawatan
Terminal 2
Jenis ruangan Luas ruangan (m )
2
Gudang peralatan/perawatan terminal 20 – 30 per 1.000 m terminal
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
Menentukan nilai Konstanta Jenis Pesawat Udara dan Jumlah Seat (n)
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
Karena jumlah kapasitas tempat duduk terbanyak pada pesawat B747-100 = 452
penumpang maka diambil n = 57 (range antara 55 – 60).
𝑃×𝑛
𝐿=
3
4 × 57
𝐿=
3
𝐿 = 76 m > 19 m
Maka, Baggage Conveyor Belt menggunakan tipe circle.
Domestik
C = jumlah penumpang datang domestik pada waktu sibuk = 77 penumpang
𝐴 = 0.9𝐶 (+10%)
𝐴 = 0.9 × 77 (+10%)
𝐴 = 77 𝑚2
Internasional
C = jumlah penumpang datang internasional pada waktu sibuk = 201 penumpang
𝐴 = 0.9𝐶 (+10%)
𝐴 = 0.9 × 201 (+10%)
𝐴 = 199 𝑚2
(sumber : SKEP/77/VI/2005)
Internasional
a = jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk = 210 penumpang
( 𝑎 + 𝑏 ) × 𝑡2
𝑁= (+10%)
60
(201 + 18) × 0.5
𝑁= (+10%)
60
𝑁=3
4. Hall Kedatangan
Domestik
𝐴 = 0.375 𝑏 + 𝑐 + 2𝑐𝑓 (+10%)
𝐴 = 0.375 15 + 77 + (2 × 77 × 2) (+10%)
𝐴 = 165 𝑚2
Internasional
𝐴 = 0.375 𝑏 + 𝑐 + 2𝑐𝑓 (+10%)
𝐴 = 0.375 18 + 201 + (2 × 201 × 2) (+10%)
𝐴 = 422 𝑚2
5. Kerb Kedatangan
Penentuan lebar Kerb pada terminal kedatangan didasarkan pada tabel berikut :
6. Rambu (Sign)
Rambu / graphic sign pada terminal kedatangan pada intinya sama dengan
terminal keberangkatan, yang membedakan hanya pada isi informasinya
(mengenai kedatangan).
7. Fasilitas umum/toilet
Jumlah toilet dibuat sama dengan terminal keberangkatan, yaitu :
a. Domestik = 17 toilet
b. Internasional = 45 toilet
pre-threshold area
threshold
09
7,5 m 7,5 m 1m
30 m 30 m 15 m
2. Nomor Landasan
Nomor pengenal landasan ini ditempatkan pada ujung landasan yang terdiri dari
dua angka yang merupakan angka persepuluh terdekat dari utara magnetis dipandang
dari arah approach, ketika pesawat akan mendarat. Pada landasan sejajar harus
dilengkapi dengan huruf R, L atau C. Terdiri dari 2 nomor ditambah dengan huruf
pada ujung landasan (Ir. Heru basuki). Jarak dari runway designation markings ke
marking threshold 12 m dan besarnya ukuran nomor runway 9 m.
09
9m
12 m
0,9 m 09
1,2 m
4. Marking Threshold
Threshold permanen, atau ditutup secara permanen, harus ditunjukkan dengan
menggunakan garis melintang putih sejauh 6 m dari ujung landasan dengan lebar 1,8
m yang merentang di sepanjang lebar runway pada lokasi threshold, dan tanda berupa
‗tuts piano‘ warna putih yang merupakan susunan garis putih disusun sejajar dengan
panjang masing – masing 30 m. Banyak strip tergantung lebar landasan pacu, seperti
tabel berikut :
6m marking threshold
09
6 2x
1,7
m
7
8 1,7
m
9
10
1,8
11 m
12
30 m
1,8 m
300 m
9m
23 m
09
Gambar 4.10. Marka Jarak tetap runway
Panjang Banyaknya
Landasan Pasangan
< 900 m 1
900 – 1200 m 2
1200 – 1500 m 3
1500 – 2400 m 4
2400 m 6
(sumber : Dirjen Perhubungan Udara, Standard Manual Bagian 139, 2004)
22,5 m
09
Gambar 4.11. Marka Touchdown Zone
8. Marking taxiway
- Marking sumbu taxiway, sebagai garis pedoman dari sumbu landasan masuk ke
taxiway, berbentuk garis selebar 15 cm berwarna kuning.
- Marking posisi taxi holding (taxi holding position marking) sebagai tanda bahwa
taxiway akan berpotongan dengan landasan pesawat. Pesawat harus berhenti
disini sebelum mendapat perintah PLLU kelandasan masuk kelandasan.
2. Perlampuan Threshold
Ketika melakukan approach final untuk melakukan pendaratan pilot harus
membuat keputusan untuk melakukan pendaraatn atau membatalkannya karena
missed approach.
3. Perlampuan landasan
a. Lampu di tepi landasan
Untuk perencanaan perlampuan pada landasan dipasang tiap jarak 40 m dan
dipasang pada kiri dan kanan lapangan dengan menggunakan lampu mercury 100
watt. Banyak lampu untuk panjang landasan 3755 m.
2×3755
=
40
= 187.75 ≈ 188 buah lampu
b. Lampu sumbu landasan dan touch down zone landasan
Lampu ini dipasang sebagai usaha untuk menerangi daerah gelap ditengah
landasan tempat terletak sumbu, serta untuk memberi pedoman arah pada
visibility jelek. Direncanakan menggunakan lampu 5 watt dengan jarak 15 m,
maka diperlukan lampu sebanyak :
3755
n=
15
= 250.33 ≈ 251 buah lampu
Pada touch down zone setiap jarak 50 m, diketahui jumlah strip sebanyak :
3755
strip =
50
= 75.1 ≈ 76 strip
= 76 × 2 = 152 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝
4. Lampu Taxiway
- Jarak tiap lampu 60 m, maka banyaknya lampu taxiway adalah :
3755
n = 60
= 63 buah lampu
500
- Rapid taxiway = 50
= 10 buah lampu +
= 73 buah lampu
Angka 60 adalah jarak tiap lampu dan angka 500 adalah ketetapan jarak
sebelum membelok ke taxiway.
departure dari pesawat campuran, dari hal ini dipakai rumus konversi dari Robert Horeen
Jeof, yaitu:
1/2
Berat wheel load pesawat rencana (W1) diambil tipe pesawat pesawat terbanyak yaitu
DC10-30 dengan W2 = 65906.25 lb.
Dual gear departure (R2) dihitung dengan mengkonfigurasikan tipe roda pesawat rencana
DC10-30 yaitu Dual tandem gear.
R2 = Rn x Faktor pengali
Dimana faktor pengali dilihat pada tabel 6-6, Ir Heru Basuki, hal 295.
Tabel 4.52. Tebal Lapisan Pada daerah kritis, non kritis, dan pinggir
Surface Course
Base Course
Subbase Course
Surface Course
Base Course
Subbase Course
Surface Course
Base Course
Subbase Course
Faktor Equivalent untuk sub base course diambilbahan P-216, Mixed in Place
subbase course = 1,5
Maka tebal subbase yang di stabilisasikan yaitu :
18
Tebal Sub base coarse = 1.5 = 12 𝑖𝑛𝑐
Jadi, untuk ketebalan lapisan Sub Base setelah di stabilisasi dengan bahan P-216
menjadi 12 inch.
Faktor Equivalent untuk Base Course diambilbahan P-201, Bitumious Base
Course = 1,4.
Maka tebal equivalen Base Course yang di stabilisasikan, yaitu :
50
Tebal Base Course = 1.4 = 35.7 𝑖𝑛𝑐
Total perkerasan dengan Sub Base dan Base Course yang di stabilisasikan
= 4 + 12 + 35.7 = 51.7 inch
Surface Course
Base Course
Subbase Course
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dalam merancang dan merencanakan sebuah lapangan terbang perlu diketahui
terlebih dahulu data yang terdapat pada daerah dimana lapangan terbang akan
dibangun seperti data angin, attitude, suhu dan Lingkungan sekitar.
2. Dari perhitungan yang dilakukan di Bab sebelumnya didapat :
a. Panjang landasan pacu (runway) rencana yang dihitung dengan metode
ARFL adalah 4202 m.
b. Lebar landasan pacu (runway) adalah 45 m dengan lebar bahu masing -
masing sisinya 7.5 m.
c. Panjang clearway sebesar 1000 m dan lebarnya 150 m.
d. Panjang stopway yaitu 300 m dan lebarnya 60 m.
3. Tebal perkerasan yang digunakan dalam desain berdasarkan hitungan :
a. Surface Coarse = 4 inch
b. Base Coarse = 50 inch
c. Subbase Coarse = 18 inch
5.2. Saran
1. Sebuah lapangan terbang harus di desain sebaik mungkin demi kenyamanan dan
kepuasan seluruh pengguna jasa penerbangan.
2. Dalam merancang sebuah lapangan terbang kita juga harus memperhatikan faktor
- faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
CASA. 2002. Design Standards for Licensed Aerodromes and Manual of Standards for
Aerodrome, Part 139, chapter 7. Civil Aviation Safety Authority of the Australian
Government.
Direktorat Jendral Perhubungan Udara. 2004. Standar Manual, Bagian 139 – Aerodrome.
Jakarta.
ICAO. 2009. Annex 14, Volume 1 for Aerodrome Design and Operations. Montreal :
International Civil Aviation Organization.
Taufik, Hendra. & Sandhyavitri, Ari. 2010. Data Umum Bandara (diktat). Pekanbaru :
Universitas Riau.