Anda di halaman 1dari 87

Teknik Sipil 18

Perencanaan Lapangan Terbang


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, perkembangan teknologi semakin meningkat. Salah satunya adalah
dalam bidang transportasi. Transportasi merupakan suatu kegiatan manusia untuk
melakukan suatu perjalanan dengan jarak tertentu, dari tempat yang satu ke tempat yang
lain dengan menggunakan alat transportasi.
Sistem transportasi nasional menyelenggarakan transportasi guna memperlancar
arus penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain di seluruh wilayah
tanah air serta untuk pelayanan internasional. Terselenggaranya sistem transportasi
terpadu, tertib, lancar, dan aman serta terjangkau oleh kemampuan masyarakat sehingga
akan tercapai jasa transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi.
Keunggulan alat transportasi udara terletak pada kecepatan yang tinggi dan
kemampuanya untuk menembus daerah yang terisolasi. Tetapi banyak juga kelemahanya,
antara lain kemampuan angkut terbatas, sarana dan prasarananya mahal, serta biaya
operasinya juga mahal. Oleh karena itu transportasi udara lebih banyak diminati untuk
perjalanan jarak jauh.

1.2 Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Tugas Besar Perencanaan Terbang adalah:
1. Agar mahasiswa dapat menganalisa dan menentukan arah angin dominan dalam
penetapan arah landasan pacu (runway)
2. Agar mahasiswa dapat mendesain komponen geometrik Bandar udara (runway,
taxiway, apron, terminal dan bangunan pelengkapnya)
3. Agar mahasiswa dapat mendesain tebal perkerasan runway, taxiway, apron.
4. Agar mahasiswa dapat merencanakan kebutuhan marka di runway, taxiway, apron.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
BAB II
STANDAR – STANDAR YANG DIGUNAKAN DAN LANDASAN TEORI

2.1 Standar Yang Digunakan Dalam Perencanaan


1. Menggunakan standar klasifikasi perencanaan ICAO (International Civil Aviation
Organization) Annex 11 ; 14 Fourth Edition Aerodrome Design and Operations juli
2004
2. Menggunakan standar Perencanaan FAA (Federal Aviation Administration) AC
150/5300-13 FAA; AC 150/5320-6D FAA Tahun 2009
3. Aturan-aturan menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara Indonesia
Nomor : SKEP/347/XII/1999 tentang Standar Rancang Bangun dan/atau Rekayasa
Fasilitas dan Peralatan Bandar Udara.; SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis
Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara.

2.2 Analisa Angin


Sebuah analisa angin adalah dasar bagi perencanaan lapangan terbang, sebagai
pedoman pokok, landasan pacu sebuah lapangan terbang arahnya harus sedemikian rupa
sehingga searah dengan prevailling wind (arah angin dominan).
Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat melakukan manuver
sejauh komponen angin samping (cross wind) tidak berlebihan. Maksimum cross wind
yang diizinkan tergantung pada bukan saja ukuran pesawat, tetapi juga pada konfigurasi
sayap dan kondisi perkerasan landasan.

2.2.1 Arah Runway (Landasan Pacu)


Arah runway dapat ditentukan secara grafis, data angin untuk segala
kondisi penglihatan adalah sebagaimana data yang diberikan, kemudian data
tersebut diplot ke dalam diagram wind rose (mawar angin).
Persentase angin yang bersesuaian dengan arah dan rentang kecepatan yang
diberikan ditandai dalam sektor yang sesuai dengan mawar angin dengan
menggunakan skala koordinat kutub untuk arah dan besar angin.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.1.Wind Rose


Sumber : FAA AC 150/5300-13A (2014)

Arah landasan pacu optimum dapat ditentukan dari mawar angin dengan
menggunakan suatu lembar bahan yang tembus pandang yang padanya telah
dilukiskan 3 garis sejajar dan berjarak sama. Garis tengah menyatakan garis tengah
landasan pacu dan jarak antara kedua garis yang di tepi, dengan skala adalah 2 kali
komponen angin sisi yang diizinkan. Lembaran tembus pandang itu diletakkan di
atas mawar angin sedemkian rupa, sehingga garis tengah pada lembaran melalui
pusat mawar angin.
Dengan pusat mawar angin sebagai titik pusat, lembaran itu diputar di atas
mawar angin sampai jumlah dari persentase yang tercakup di antara garis tepi
maksimum, apabila salah satu garis tepi pada lembaran itu membagi suatu segmen
arah angin, bagian yang terbagi itu dihitung secara visual dengan pembulatan 0,1%.
Langkah berikutnya adalah membaca arah landasan pacu skala sebelah luar mawar
angin, dimana garis tengah pada
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
lembaran itu memotong skala arah. Sebagai langkah pertama dalam hal ini adalah
memplot data kecepatan dan arah angin ke dalam mawar angin yaitu lingkaran
yang terdiri dari berbagai sektor arah angin dan kecepatan angin.
Kemudian masing-masing arah yang ditinjau dijumlahkan, maka jumlah
yang terbesar dijadikan standar untuk menghitung dan menentukan arah landasan
pacu (runway). Dengan demikian maka diperoleh wind rose untuk masing-masing
arah. Peninjauan arah angin dilakukan pada 4 (empat) arah yaitu:
a) Arah N – S.
b) Arah NE – SW.
c) Arah W – E.
d) Arah NW – SE.
Persyaratan ICAO Pesawat Landas Pacu Rencana, diambil Panjang Landas Pacu
Pesawat dengan Komponen Cross Wind tidak melebihi :
■ 20 Knots dengan ARFL  1500 m
■ 13 Knots dengan ARFL diantara 1200 m – 1499 m
■ 10 Knots dengan ARFL ≤ 1200 m

2.3 Karakteristik Pesawat


Adalah penting untuk menyadari bahwa karakteristik-karakteristikseperti berat
operasi kosong, kapasitas penumpang dan panjang landasan pacu tidakdapat dibuat secara
tepat dalam pentabelan karena terdapat banyak variabel yang mempengaruhi besaran-
besaran tersebut, baik internal variable yang berhubungan dengan jenis dan mesin
pesawat, maupun external variable yang berhubungandengan keadaan lokal seperti arah
dan kecepatan angin, temperatur, ketinggian lokasidan kemiringan memanjang landasan.

2.3.1 Klasifikasi Airport, Desain Group Pesawat dan Jenis Pesawat


Menurut Horonjeff (1994) berat pesawat terbang penting untuk
menentukantebal perkerasan runway, taxiway dan apron, panjang runway lepas
landas danpendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan
pesawatmempengaruhi ukuran apronparkir, yang akan mempengaruhi susunan
gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar runway, taxiway
dan jarakantara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada
kurva-kurva perkerasan.
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalammenentukan


fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-
gedungterminal.Panjang runway mempengaruhi sebagian besar daerah yang
dibutuhkan disuatu bandara.Panjang landas pacu yang terdapat pada Tabel 2.1
adalah pendekatanpanjang landasan pacu minimum yang dipakai setelah beberapa
kali tes yangdilakukan oleh pabrik pembuat pesawat terbang yang bersangkutan

Gambar 2.2 Besafran Dan Ukuran Pesawat Terbang


Sumber : Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Tabel 2.1 Characteristics of Commercial Service Aircraft


Turboprop Aircraft

Runway
Aircraft Wingspan Length MSTOW (lb) # Engines Avg. # Seats
required (ft)
Beech 1900c 54'06" 57'10" 16600 2 19 3300
Shorts 360 74'10'' 70'10" 27100 2 35 4300
Dornier 328-100 68'10'' 68'08" 27557 2 30 3300
SAAB 340 B 70'04" 64'09" 28500 2 37 4200
AT-42-300 80'06" 74'05" 36815 2 45 3600
EMB 120 64'11" 65'7" 26433 2 30 5200
Jet Aircraft Less than 100,000 lb MSTOW (Regional Jets)

Runway
Aircraft Manufacturer Wingspan Length MSTOW (lb) # Engines Avg. # Seats
required (ft)
ERJ 135 Embrear 65'9" 86'5" 41887 2 35 5800
ERJ 140 Embrear 65'9" 93'4" 44313 2 40 6100
ERJ 145 Embrear 65'9" 98'0" 46275 2 50 7500
CRJ 200 Bombardier 69'7" 87'10" 51000 2 50 5800
CRJ 700 Bombardier 76'3" 106'8'' 72750 2 70 5500
CRJ 900 Bombardier 81'6" 119'4" 80500 2 90 5800
Jet Aircraft Less than 100,000 lb MSTOW (Regional Jets)

Runway
Aircraft Manufacturer Wingspan Length MSTOW (lb) # Engines Avg. # Seats
required (ft)
British
BAe-RJ70 86'00" 78'9" 89999 2 95 4700
Aerospace
British
BAe-RJ85 86'00" 86'11" 92999 2 110 5400
Aerospace
British
BAe-RJ100 86'00" 94'10" 97449 2 110 6000
Aerospace
Jet Aircraft Between 100,00 and 250,000 lb MSTOW (Narrow Body Jets)

Runway
Aircraft Manufacturer Wingspan Length Wheel Base Wheel Track MSTOW (lb) # Engines Avg. # Seats
required (ft)
Airbus
A-319 111'25'' 111'02'' 41'33'' 24'93'' 141095 2 140 5800
Industrie
McDonnell-
MD-87 107'10'' 130'05'' 62'11'' 16'08'' 149500 2 135 7600
Douglas
McDonnell-
MD-90-30 107'10'' 152'07'' 77'02'' 16'08'' 156000 2 165 6800
Douglas
Airbus
A-320-200 111'03" 123'03'' 41'05'' 24'11'' 158730 2 160 5700
Industrie
B-737-800 Boeing 112'06'' 124'11'' 50'09'' 18'8'' 172445 2 175
B-727-200 Boeing 108'00'' 153'03'' 63'03'' 18'09'' 184800 3 165 8600
B-757-200 Boeing 124'10'' 155'03'' 60'00'' 24'00'' 220000 2 210 5800
Jet Aircraft Greater than 250,000 lb MSTOW (Wide Body Jets)

Airbus
A310-300 144'00'' 153'01'' 49'11'' 31'06'' 330690 2 240 7500
Industrie
B-767-300 Boeing 156'01'' 180'03'' 74'08'' 30'06'' 345000 2 275 8000
Airbus
A-300-600 147'01'' 175'06'' 61'01'' 31'06'' 363765 2 310 7600
Industrie
L-1011-500 Lockheed 164'04'' 164'03'' 61'08'' 36'00'' 510000 3 290 9200
B-777-200 Boeing 199'11'' 209'01'' 84'11'' 36'00'' 535000 2 375 8700
McDonnell-
DC-10-40 165'04'' 182'03'' 72'05'' 35'00'' 555000 3 325 9500
Douglas
Airbus
A-340-200 197'10'' 195'00'' 62'11'' 16'09'' 558900 4 320 7600
Industrie
McDonnell-
DC-10-30 165'04'' 182'03'' 72'05'' 35'00'' 572000 3 320 9290
Douglas
McDonnell-
MD-11 170'06'' 201'04'' 80'09'' 35'00'' 602500 3 365 9800
Douglas
B-747-SP Boeing 195'08'' 184'09'' 67'04'' 36'01'' 630000 4 315 7000
B-747-400 Boeing 213'00'' 231'10'' 84'00'' 36'01'' 800000 4 535 8800

Sumber: Planning & Design of Airports (Robert Horonjeff & Francis .S Mckelvey) 1994
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Sumber: Planning & Design of Airports (Robert Horonjeff & Francis .S Mckelvey) 1994

2.3.2. Beban pesawat


Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras landing movement
yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan
pengoperasian pesawat antara lain (Sartono, 1992):
(1) Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE) adalah beban utama
pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak
termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.
(2) Muatan (Payload) adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut
oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban
muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis
beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong
dan berat operasi kosong.
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
(3) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW) adalah beban
maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang dan
barang.
(4) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW) adalah beban
maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke
pangkal landasan pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi
pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.
(5) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW) adalah
beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan
persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong,
bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
melakukan gerakan awal) dan muatan (payload).
(6) Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW) adalah
beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat)
sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat pengoperasian
dirangkum dalam Tabel 2.2 berikut

Tabel 2.2 Beban Pesawat Saat Pengoperasian

Komponen Berat Bahan Bakar


Crew Gear Muatan
Pesawat Dasar Man T.o Trav. Ld. Res.
OWE + + + - - - - - -
Payload - - - + - - - - -
Max.payload - - - + max. - - - - -
ZFW + + + + max. - - - - -
MRW + + + + + + + + +
MTOW + + + + - + + + +
MLW + + + + - - - + +
Sumber: Sartono (1992)
Catatan:
Tanda (+) = diperhitungkan
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Tanda (-) = tidak diperhitungkan
Man = Manuver (gerakan)
T.o = Take off (tinggal landas)
Trav = Travelling (Perjalanan)
Ld = Landing (Mendarat)
Res = Reserver (cadangan)

2.3.3. Konfigurasi Roda Pendaratan Utama


Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaru
terhadap perancangan tebal lapis perkerasan. Pada umumnya konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama
melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda
yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat
lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang
akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar. Konfigurasi roda pendaratan
utama, ukuran dan tekanan pemompaan tipikal untuk beberapa jenis pesawat
dirangkum dalam Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Konfigurasi roda pendaratan utama

Ukuran (in) Tekanan


Konfigurasi Roda Angin
Tipe
Pendaratan Udara Roda
Pesawat X Y Z U
Tipe Pesawat Pesawat
(psi)

DC-9 25,0 152


B-737 30,5 148

Single Wheel Gear B-727 34,0 168

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Konfigurasi Roda Tipe Ukuran (in) Tekanan
Pendaratan Udara Pesawat Angin
X Y Z U
Tipe Pesawat Roda
DC-8-61 30,0 55,0 Pesawat
188
DC-8-62 32,0 55,0 187
DC-B-63 32,0 55,0 196
DC-10-10 54,0 64,0 173
B-720B 32,0 49,0 145
B-707- 34,0 56,0 170
20B 34,6 56,0 180
B-707- 26,4 65,7 184
Dual Gear
20B 35,0 55,0 168
Concorde
A 300 B

747 A 44,0 58,0 121,2 142,0 204


747,B,C,F 44,0 58,0 121,2 142,0 185

Dual Tandem Gear

DC-10-30 54,0 64,0 30,0 216,0 157


DC-10-40 54,0 64,0 30,0 216,0 165

Sumber : Merancang, merencana lapangan terbang (Heru Basuki, 2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

2.4 Desain Landasan Pacu (Runway)


2.4.1 Geometrik Landas Pacu
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai
suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama
dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation
(FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat
lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus
dipenuhi.
Perhitungan panjang runwaydipengaruhi oleh kondisi lokal lingkungan
bandara. Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah:
temperatur, angin permukaan (surface wind), kemiringan runway (effective
gradient), elevasi runway dari permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan
runway. Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization
(ICAO) bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi
lokal lokasi bandara. Metoda ini dikenal dengan metode Aeroplane Reference Field
Length (ARFL).
Menurut ICAO, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas
landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi
atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan
(kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus
dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun
uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan
300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka
rumusnya adalah:

Fe = 1 + 0.07 .(h/300) ( Pers.2.1)

Dengan Fe : Faktor koreksi elevasi

h : Elevasi di atas permukaan laut, m

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

b) Koreksi temperatur
Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai
temperatur standar adalah 15˚C. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi
terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1˚C. Sedangkan untuk
setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5˚C.

Dengan dasar ini ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus:

Ft = 1 + 0.01 (T –(15 - 0.0065h)) (Pers.2.2)

Dengan Ft : Faktor koreksi temperatur

T : Temperatur dibandara, ˚C

c) Koreksi kemiringan runway


Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Fs = 1 + 0.1 S ( Pers.2.3)

Dengan Fs : Faktor koreksi kemiringan

S : Kemiringan runway, %

d) Koreksi angin permukaan (surface wind)


Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head
wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway yang
diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup
dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Basuki (2014) kekuatan maksimum
angin buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel 2.4 berikut
memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.

Tabel 2.4 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway

Persentase Pertambahan
Kekuatan angin
Pengurangan Runway

+5 -3

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
+10 -5
-5 +7
Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

e) Kondisi permukaan runway


Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan
tipis air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air
mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat
daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap
kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian
NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1.27 cm. Oleh karena itu
drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin.

Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan


persamaan berikut:

Lro = ARFL x ( Ft x Fe x Fs x (1+ % pengaruh angin permukaan) (Pers.2.4)

Dengan, Lro : Panjang runway rencana, m

Ft : Faktor koreksi temperatur

Fe : Faktor koreksi elevasi

Fs : Faktor koreksi kemiringan

Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan


Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah
membaca hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan
berbagai karakteristik bandara. Kontrol dengan ARC dapat dilakukan
berdasarkan pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Airplane Desain Group (ADP)


Group Tail Height (ft) Wingspan (ft)
I < 20 < 49
II 20 - < 30 49 - < 79
III 30 - < 45 79 - < 118
IV 45 - < 60 118 - < 171

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
V 60 - < 66 171 - < 214
VI 66 - < 80 214 - < 262
Sumber : AC 150/5300-13 Airport Design 2014

Catatan:
Jarak Standar runway centerline ke parallel taxiway centerline jarak batasnya adalah
400 feet (122 m) untuk bandara di bawah elevasi 1345 feet (410,2 m), 450 feet
(137,3 m) ,

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
1345 feet sampai 6560 feet, dan 500 feet untuk bandara di atas elevasi 6,560 feet.
Gambar 2.3 Typical airport layout
Sumber : AC 150/53000-13A

Tabel 2.6 TaxiwayDesign standards based on Airplane Design Group (ADG)

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Tabel 2.7 Design standards based on Taxiway Design Group (TDG)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.4 Taxiway turn - 90 degree delta


Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.5 Taxiway turn - less than 90 degree delta


Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Gambar 2.6 Taxiway turn - greater than 90 degree delta


Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Tabel 2.8 Standard intersection details for TDG 1A

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Tabel 2.9 Standard intersection details for TDG 1B

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Tabel 2.10 Standard intersection details for TDG 2

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Tabel 2.11 Standard intersection details for TDG 3

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Tabel 2.12Standard intersection details for TDG 4

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Sumber: AC/150/5300-13, Airport Design 2014

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
\
Perencanaan geometrik lapangan terbang sangat bergantung terhadap dimensi
pesawat yang dilayani. Untuk dimensi yang berhubungan dengan taxiway, maka
pesawat dibagi dalam beberapa kelompok/group.
Pembagian kelas ini berdasarkan dimana wingspan (lebar sayap), under width
(lebar bagian bawah) dan wheel head dan wheel base (jarak antara kepala roda
dengan roda badan). Masing-masing group terdapat beberapa jenis:
 Perlambatan diambil 1,5 m/dtk2 dan jarak harus ditambahkan 3% per 300 m (1000
ft) setiap kenaikan dari muka air laut dan 1% setiap kenaikan 56 °C (10°F) dari
temperatur 15°C - 50°C.
 Kecepatan touch down diambil sesuai tipe pesawat untuk perencanaan taxiway
Tabel 2.13Jarak touchdown pesawat berdasakan design group
Kecepatan towchdown Jarak towchdown
Design Group Tipe Pesawat
(Km/Jam) (m)
Bristul Freighter 170, < 167 Km/Jam
I 300 m ( 1000 ft )
DC-3, DC-4, F-27 (90 knots)
Bristul Freighter, DC-
169 – 122 Km/Jam
6, F-28, MK-100, 400 m ( 1500 ft )
II ( 90 – 120 knots )
Viscount 800
B-707,B-727,B-
737,B-
> 244 Km/Jam
III 747,air Bus,DC- 450 m ( 1500 ft )
( < 121 knots )
8,DC-9,DC-10,L-
1011,Trident
Sumber: FAA AC 150/5320-6D
Jarak dari Threshold ke lokasi exit taxiway = jarak touch down + D dari threshold
S 12−S 22
D= (Pers. 2.5)
2a

Dimana :
D = jarak dari touch down ke titik perpotongan antara runway dan taxiway
S1 = kecepatan touchdown (m/s)
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
S2 = kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/s)
a = perlambatan
2.5 HOLDING BAY
Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas pesawat padat, sudah perlu
dibangun Holding Bay. Dengan disediakannya holding bay, maka pesawat dari apron
dapat menuju ke ujung landasan dengan cepat, dan memungkinkan sebuah pesawat lain
untuk menyalip masuk ujung landasan tanpa harus menunggu pesawat di depannya yang
sedang, menyelesaikan persiapan teknis, macam-macam tipe holding bay seperti yang
terlihat pada gambar 2.6. Keuntungan dari holding bay antara lain:
 Keberangkatan sebuah pesawat tertentu yang harus ditunda karena suatu hal padahal
sudah masuk taxiway menjelang sampai ujung landasan, tidak menyebabkan
tertundanya pesawat lain yang ada dibelakangnya.
 Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang, memprogram alat
bantu Navigasi Udara, apabila tidak bisa dilaksanakan di apron.
 Pemanasan mesin sesaat sebelum lepas landas. Sebagai titik pemeriksaan aerodrome
untuk VOR (Very High Omny Range), karena untuk pemeriksaan itu pesawat harus
berhenti untuk menerima sinyal yang benar.
a. Bentuk Holding Bay
Apron tunggu (holding apron), lantai pemanasan (run-up pad) atau kadang-kadang
disebut holding bay, ditempatkan di ujung landasan pacu.Apron-apron tersebut
digunakan sebagai tempat pesawat sebelum lepas landas, apron-apron tersebut harus
cukup luas sehingga apabila sebuah pesawat tidak dapat lepas landas karena ada
kerusakan mesin, pesawat lainnya yang siap untuk lepas landas dapat melewatinya
(Gambar 2.7).

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.7 Holding Bay untuk landasan approach presisi kode angka No.4
Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)
b. Ukuran Holding Bay
Ukuran yang diperlukan untuk sebuah holding bay tergantung kepada:
 Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani ditentukan oleh frekwensi
pemakaiannya.
 Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani.
 Cara-cara/kelakuan pesawat masuk dan meninggalkan holding bay.
Pada umumnya, kebebasan ujung sayap pesawat (Wing Tip Clerance) antara
pesawat yang sedang parkir, dan pesawat yang berjalan melewatinya tak boleh kurang
dari 15 m (50 feet) apabila pesawat yang bergerak adalah tipe Turbo Jet, dan 10 m (33
feet) bila pesawat yang bergerak adalah tipe Propeler.

c. Lokasi Holding Bay


Holding Bay harus ditempatkan di luar area kritis yaitu sekitar instalasi ILS
(Instrument Landing System) agar terhindar gangguan pada peralatan bantu
pendataran. Agar tercapai operasi penerbangan yang aman dan selamat di lapangan
terbang, diperlukan jarak minimum dari sumbu landasan terbang, diperlukan jarak
minimum dari sumbu landasan ke Holding Bay atau posisi taxi holding, tidak boleh
kurang dari persyaratan.

2.6 Desain Apron


1.
2.6.1 Geometrik Apron

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Apron ialah suatu areal parkir pesawat untuk memuat dan menurunkan
barang.Tempat naik dan turunnya penumpang pesawat. Perencanaan apron
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Karakteristik pesawat yang terdiri dari:
 Panjang pesawat.
 Lebar sayap pesawat
b. Jari-jari putar pesawat.
c. Jarak keamanan antar pesawat.
d. Volume penerbangan.
e. Kapasitas rencana lapangan terbang.
2.6.1.1 Tipe Parkir Pesawat Terbang
Dalam perencanaan lapangan terbang ada beberapa tipe parkir pesawat
terbang yang dapat digunakan, yaitu:
 Noise In
Pesawat diparkir tegak lurus gedung terminal, hidung pesawat
menghadap terminal.
 Angied Noise In
Pesawat diparkir menyudut dan hidung pesawat menghadap ke
gedung terminal.
 Paralel
Konfigurasi parkir dengan badan pesawat/sayap pesawat menghadap
gedung terminal dengan sudt 90o
 Angied Noise Out
Konfigurasi parkir sama dengan tipe Angied Noise In tetapi hidung
pesawat membelakangi gedung terminal.
Macam-macam tipe parkir tersebut dapat dilihat seperti yang tercantum
pada gambar Berikut:

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
NOISE IN ANGIED NOISE IN

TERMINAL

PARAREL BAGIAN DEPAN ANGIED NOISE OUT

TERMINAL
BAGIAN DEPAN

Gambar 2.8 Macam – macam tipe parkir pesawat


Sumber: Robert horonjeff & Francis. S Mckelvey.Hal. 509
2.6.1.2. Menentukan Gate Type
Area Terminal (Apron) secara khas dirancang untuk menangani
spesifikasi pesawat terbang yang cock dengan dimensi ukuran-ukuran
tertentu.Pada Bab 4 dari AC 150/5360 – 13 menguraikan metodologi
untuk menentukan tipe-tipe gate yang berbeda.Airport Reference Code
(ARC) adalah system yang digunakan untuk menentukan ukuran desain,
dan tipe-tipe gate dengan cara mudah. Berikut adalah tipe-tipe gate yang
dikategorikan pada Bab 4 150/5630 -13;
1. Tipe Gate A. Pesawat tipe golongan III dengan panjang sayap
(wingspan) antara 79-118 ft
2. Tipe Gate B. Pesawat tipe golongan IV dengan panjang sayap
(wingspan) antara 118 - 171 ft

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
3. Tipe Gate C. Pesawat tipe golongan III dengan panjang sayap
(wingspan) antara lebih besar 160 ft
4. Tipe Gate D. Pesawat tipe golongan V dengan panjang sayap
(wingspan) antara 171 - 213 ft

2.6.1.3. Menentukan Jumlah Gate Position


Menentukan jumlah gate position untuk tiap jenis pesawat digunakan
rumus:
c.T
G= μ (Pers. 2.6)
Dimana:
G = Jumlahgate position.
c = Volume rencana opesawat tiba/berangkat perjam
T = Rata–rata gate occupancy time
 = Faktor keamanan (0,65 – 0,85 T)

Tabel 2.14 Typical Gate Occupancy Time (in minutes)


Domestic International
Aircraft Through Turnaround Turnaround
Flight Flight Flight
B-737, DC-9, F-
28 25 45 -
B-707, B-757 45 50 60
A300, DC-10, 45-60 60 120
L-1011 - 60 120-180
B-747
Sumber: ICAO Airport Planning Manual, Master Planning 1987
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

2.6.1.4. Menghitung kapasitas gate yang direncanakan dengan rumus :


Gi
C= (Pers. 2.7)
Ti. Mi
Dimana :
Gi = jumlah gate
Ti = gate accupancy time
Mi = mix pesawat

2.6.1.5. Turning Radius


Ukuran gate position tergantung dari jenis pesawat dan tipe parkir
pesawat yang digunakan, yaitu sebesar 2 x Turning Rasius + Clearance.

a. Turning Radius (R) dihitung sebagai berikut:


R = ½ (wing span + wheel track) + forward roll (Pers. 2.8)
Ukuran gate position = 2.R + Clearance (Pers. 2.9)

b. Menghitung Ukuran Gate Position


Tabel 2.15.Wing Tip Clearance yang disarankan oleh ICAO
Code
Air Craft Wing Span Clearance
Letter
A Up to but including 15 m (49 ft) 3,0 m (10 ft)
B 15 m (49 ft) up to but not including 24 m (79 ft) 3,0 m (10 ft)
C 24 m (79 ft) up to but not including 36 m (118 ft) 4,5 m (15 ft)
36 m (118 ft) up to but not including 52 m (171
D 7,5 m (25 ft)
ft)
52 m (171 ft) up to but not including 60 m (197
E 7,5 m (25 ft)
ft)

Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru


2014)
2.6.1.6. Menentukan Lebar Dan Panjang Apron

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Dihitung dengan mengambil gate position yang paling besar
ditambah wing span yang terpanjang. Dari jenis pesawat yang akan
dilayani oleh lapangan ditambah clearance. Panjang apron diperoleh
dengan menjumlahkan gate position dari ujung apron. Bisa juga dengan
penentuan berdasarkan FAA, yaitu :

Gambar 2.8. Desain standar untuk apron metode FAA


Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)
2.7. Perencanaan Perkerasan
Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan
perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat bermutu
tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat juga plat beton
yang disebut perkerasan kaku. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan
yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup
aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan
dibawahnya.
Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan sebagai
permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan pondasi
bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan lapisan.tanah dasar
(subgrade) yang telah dipersiapkan. Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan
berbitumen (biasanya aspal) dan agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari
kebutuhan.Fungsi utamanya adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
lintas menjadi aman dan nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya
dan meneruskannya kelapisan yang ada dibawahnya.Lapisan pondasi atas dapat terdiri
dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau semen)
atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur).Lapisan
pondasi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja dan meneruskan dan
menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya.
Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih dahulu
atau yang alami.Seringkali digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang diproses terlebih
dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat pekerjaan.Tetapi perlu diketahui
bahwa tidak setiap perkerasan lentur memerlukan lapisan pondasi bawah.Sebaliknya
perkerasan yang tebal dapat terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.

2.7.1. Stuktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Menurut Basuki, (1986) dalam buku ”Merancang Merencanakan Lapangan
Terbang”, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat
elastis, maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan.
Adapun struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut:

a. Tanah dasar (Sub Grade)


Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan
menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat–sifat tanah dasar
menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi landasan pacu. Banyak
metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari
cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California
Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah
Dasar). Di Indonesia daya.
Dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan
perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.Penentuan
daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan
laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat
– sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi–
koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detail maupun tahap
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi–koreksi semacam
ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.
b. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari
konstruksi perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar (Sub
Grade) dan lapisan pondasi atas (Base Course)
c. Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapisan pondasi atas (Base Coarse) adalah bagian dari perkerasan landasan
pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut:
 Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban lapisan dibawahnya.
 Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
 Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
d. Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas.
Lapisan ini berfungsi sebagai berikut:
 Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai
stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
 Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
ke lapisan dibawahnya.
 Lapisan aus (wearing Course), lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.
 Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan
bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban
yang kecil juga.
Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap
air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang
berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu
lintas.Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat
yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Karena perencanaan perkerasan merupakan suatu masalah rekayasa
yang kompleks sehingga perencanaan ini melibatkan banyak pertimbangan
dari banyak variabel.Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk
merencanakan perkerasan meliputi berat kotor lepas landas pesawat
(MSTOW), konfigurasi dan ukuran roda pendaratan utama dan volume lalu-
lintas.Kurva-kurva perencanaan terpisah disajikan untuk roda pendaratan
tunggal, roda tandem, roda tandem ganda, dan pesawat berbadan lebar.
Langkah pertama prosedur adalah menentukan ramalan
keberangkatan pesawat tahunan dari setiap type pesawat dan
mengelompokkannya ke dalam pesawat menurut konfigurasi roda
pendaratan.Berat landas maksimum dari setiap pesawat digunakan dan 95%
dari berat pasawat ini dipikul oleh roda pendaratan utama.

Tabel 2.16 Faktor konversi roda pendaratan


Konversi dari Ke Faktor penggali
Single wheel Dual wheel 0.8
Single wheel Dual Tandem 0.5
Dual wheel Dual Tandem 0.6
Double Dual Tandem Dual Tandem 1.00
Dual Tandem Single wheel 2.00
Dual Tandem Dual wheel 1.70
Dual wheel Single wheel 1.30
Double Dual Tandem Dual wheel 1.70
Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)
2.7.2. Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama
a. Sumbu Tunggal Roda Tunggal (Single)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Gambar 2.9 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal
Sumber: Yang, (1984)
b. Sumbu Tunggal Roda Ganda (Dual wheel)

Gambar 2.10Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda


Sumber: Yang, (1984)
c. Sumbu Tandem Roda Ganda (Dual Tandem)

Gambar 2.11 Konfigurasi roda pendaratan pesawat roda tandem ganda


Sumber: Yang, (1984)

d. Sumbu Tandem Roda Ganda Dobel (DDT)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.12 Konfigurasi roda pendaratan pesawat roda ganda dobel


Sumber : Yang, (1984)

2.7.3. Menentukan Pesawat Rencana


Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang
beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data
jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih
jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan
pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling
besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu
yang direncanakan.
Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang
membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang
paling besar yang beroperasi di dalam bandara.Karena pesawat yang beroperasi
di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbeda-beda, maka
harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan
konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana.

2.7.4. Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama Pesawat (W2)


Untuk pesawat yang berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW
cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan
Equivalent Annual Departure (R1) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95%

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam
perhitungannya dengan menggunakan rumus:

1 1
W2 = P x MSTOW x x (Pers 2.10)
A B
Dimana:
W2 = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat
MSTOW = Berat kotor pesawat saat lepas landas
A = Jumlah konfigurasi roda
B = Jumlah roda per satu konfigurasi
P = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama
Tipe roda pendaratan utama sangatlah menentukan dalam perhitungan
tebal perkerasan.Hal ini dikarenakan penyaluran beban pesawat melalui roda-
roda ke perkerasan.
2.7.5. Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana
Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani
berbagai macam jenis pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang
berbeda-beda dan berfariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan
oleh semua jenis model lalu-lintas itu harus dikonversikan ke dalam pesawat
rencana dengan equivalent annual departure dari pesawat-pesawat campuran
tadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk
mengetahui total keberangkatan keseluruhan dari bermacam pesawat yang telah
dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk menentukan R1 dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan:

Log R1 = Log R2 [ ] W2
W1
1/2
(Pers 2.11)

Dimana:
R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana (pound)
R2 = Jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan
konfigurasi roda pendaratan rencana
W1 = Beban roda pesawat rencana (pound)
W2 = W2 = Beban roda pesawat yang harus diubah

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Karena pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan
utama yang berbeda dengan pesawat lainnya, maka pengaruhnya terhadap
perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor
dengan susunan roda pendaratan utama adalah roda tunggal yang dikonversikan
dengan nilai yang ada, Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung
keberangkatan tahunan ekivalen (Equivalent Annual Departure, R1).

2.7.6. Menentukan Tebal Perkerasan Total


Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah
perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut
harus tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada
perencanaan perkerasan FAA menunjukkan ketebalan perkerasan total yang
dibutuhkan (tebal pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal lapisan
permukaan). Nilai CBR tanah dasar digunakan bersama-sama dengan berat
lepas landas kotor dan keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana.
Grafik-grafik perencanaan digunakan dengan memulai menarik garis
lurus dari sumbu CBR, ditentukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas
kotor (MSTOW), kemudian diteruskan kearah horizontal ke kurva
keberangkatan tahunan ekivalen dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu
tebal perkerasan dan tebal total perkerasan didapat.
Beban lalu-lintas pesawat pada umumnya akan disebarkan pada daerah
lateral dari permukaan perkerasan selama operasional. Demikian juga, pada
sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan. Oleh
karena itu, FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada pemukaan
yang berbeda-beda:
a. Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat
pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu (Holding
Apron), bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu (Runway).
b. Tebal perkerasan 0.9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang,
seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.
c. Tebal perkerasan 0.7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui
pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
2.7.7. Kurva-kurva Perencanaan Tebal Perkerasan
a. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana
Beroda Tunggal

Gambar 2.13 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Pesawat Roda


Tunggal
Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuk, Heru, 2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
b. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana
Beroda Ganda

Gambar 2.14 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Pesawat Roda Ganda


Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
c. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana
Beroda Dual Tandem

Gambar 2.15 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Pesawat Roda tandem


ganda
Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
d. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat Rencana
Beroda Dual Tandem

Gambar 4.1 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual Tandem
Sumber: Merancang, merencanakan lapangan terbang

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Langkah -langkah Perhitunga tebal Perkerasan:


1. Memplot nilai CBR subgrade dam MSTOW didapat tebal perkerasan total dari
Grafik 2.1, 2.2 dan 2.3 di atas:
2. Dari grafik yang sama dengan CBR 20, diperoleh Tebalnya, maka subbase =
Tebal total perkerasan – tebal yang diperoleh dengan nilai CBR 20.
3. Annual depature melebihi annual depature yang ada dalam grafik maka tebal
surface aspal ditambah 1 inchi.
Tebal surface untuk daerah kritis = 4 inchi.
Tebal surface untuk daerah non kritis = 3 inchi
4. Tebal Base Coarse = Tebal pada CBR 20 – Tebal Surface
5. Chek tebal minimum base course dengan CBR tanah dasar dari Tabel 2.17
berikut:
Tabel 2.17Minimum base course thickness
Minimum Base
Design Design Load Range
Course Thickness
Aircraft
lbs. (Kg) In. (mm)

Single Wheel 30.000 – 50.000 (13.600 – 22.700) 4 (100)


50.000 – 75.000 (22.700 – 34.000) 6 (150)

Dual Wheel 50.000 – 100.000


(22.700 – 45.000) 6 (150)
100.000 –
(45.000 – 90.700) 8 (200)
200.000

Dual Tandem 100.000 –


(45.000 – 113.400)
250.000 6 (150)
(113.400 –
250.000 – 8 (200)
181.000)
400.000

757 200.000 –
(90.700 – 181.000) 6 (150)
767 400.000

DC-10 400.000 – (181.000 – 8 (200)


Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
L1011 600.000 272.000)

B-747 400.000 – (181.000 –


600.000 272.000) 6 (150)
600.000 – (272.000 – 8 (200)
850.000 385.700)

C-130 75.000 – 125.000


(34.000 – 56.700) 4 (100)
125.000 –
(56.700 – 79.400) 6 (150)
175.000

Sumber: AC 150/5320-6E
2.7.8. Perkerasan Apron
Rigid pavement (perkerasan kaku) terdiri dari slab-slab beton yang digelar di
atas tanah granular atau sub base course yang telah dipadatkan, ditunjang oleh
lapisan tanah asli dipadatkan yang disebut dengan subgrade. Pada kondisi tertentu
kadang-kadang sub base tidak diperlukan.
Rigid pavement biasanya dipilih untuk ujung landasan.Pertemuan antara
landasan pacu dengan taxiway, apron, dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk
parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blass jet dan
limpasan minyak. Dalam merencanakan tebal slab beton digunakan metode PCA
(Portland Cement Asphalt) yang didasarkan pada faktor keamanan.

1. Menentukan Pesawat Rencana


Pesawat rencana yang digunakan haruslah sesuai dengan pesawat rencana
yang digunakan pada saat menghitung tebal perkerasan lentur.
2. Menentukan Flextural Strengh/Mutu Baja(WS).
3. Menentukan Harga K (Modulus of Sub Grade Reaction)
Harga K subgrade ditentukan di lapangan dengan Test Planning Booring,
dimana harga pendekatan dari nilai K berbagai jenis dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2.18 Harga K (Modulus of Sub Grade Reaction)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Harga K
Bahan subgrade
MN/m3 Psi
Sangat jelek < 40 < 150
Baik 55 – 68 200 – 250
Sangat baik > 82 > 300

Sumber : Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

1. Tebal Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).


Menghitung Tebak perkerasan kaku dengan memasukkan parameter-parameter
diatas ke dalam grafik-grafik rencana yang sesuai.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.18 Kurva Evaluasi – perkerasan Rigid Dual Wheel Gear


Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)
2. Perhitungan Jumlah Tulangan.
Perbandingan panjang dan lebar slab beton paling baik berkisar 1 s/d 1,25.
Ada 2 macam construction joint, yaitu arah memanjang dan melintang.

Tabel 2.19 Jarak Joint

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Tebal slab beton Melintang Memanjang

< 9 inch (25 cm ) `15 ft (4,6 m) 12,5 ft (3,8 m)

9 – 12 inch (25 – 31 cm) 20 ft (6,1 m) 20 ft (6,1 m)


> 12 inch (31 cm) 25 ft (7,6 m) 25 ft (7,6 m)

Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)


3. Perhitungan Penulangan Arah Memanjang = Arah Melintang.
3,7×L . √ L . H
1. As = FS  imperialunit ( Pers. 2.12 )
0,64×L . √ L . H
2. As = FS metrikunit ( Pers. 2.13 )
Dimana:
As = Luas penampang melintang besi untuk setiap ft atau meter lebar
atau panjang slab beton dalam inch atau cm2.
L = Lebar slab (ft atau meter).
H = Lebar slab (ft atau meter).
Fs = Tegangan tarik baja (Psi atau MN/m2)

4. Dowel (Besi Pemindah Beban).


Dowel ini dipasang pada joint tulangan yang berfungsi sebagai besi
pemindah beban, apabila beban melintasi sambungan, dowel ini digunakan
untuk mengatasi penurunan vertikal relatif pada slab beton ujung.
Tabel 2.20.Ukuran dan Jarak Dowel

Tebal slab beton Diameter Panjang Jarak


6 – 7 inch (15 – ¾ inch (20 18 inch (46 12 inch (31
18 cm) mm) cm) cm)
8 – 12 inch (21 – 1 inch (25 12 inch (31
19 inch (46
31 cm) mm) cm)
cm)
13 – 16 inch (33 – 15 inch (38
1 ¼ inch (30 20 inch (51
41 cm) cm)
mm) cm)
17 – 20 inch (43 – 18 inch (46
1 ½ inch (40 20 inch (51
51 cm) cm)
mm) cm)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
21 – 24 inch (54 – 2 inch (50 24 inch (61 18 inch (46
61 cm) mm) cm) cm)

Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014) .hal


392
2.8. Analisa Kebutuhan Ruang Terminal
2.8.1 Kebutuhan Luas Terminal
Kebutuhan ruang bagi masing-masing fasilitas idealnya proses penentuan
kebutuhan ruang fasilitas:

• Penentuan demand desain jam puncak


• Menentukan type lalu-lintas penumpang
• Mengidentifikasi volume setiap fasilitas
• Kalkulasi kebutuhan ruang

Tabel 2.21.Perhitungan TPHP rekomendasi FAA


Total Penumpang THP sebagai suatu
Tahunan Persentase Arus Tahunan
> 30.000.000 0,035
20.000.000 - 29.999.999 0,040
10.000.000 - 19.999.999 0,045
1.000.000 – 9.999.999 0,050
500.000 - 999.999 0,080
100.000 - 499.999 0,130
< 100.000 0,200
Sumber: AC 150/5360 FAA
Penentuan tipe lalu-lintas penumpang
• Tipe pergerakan dan demand penumpang menentukan kebutuhan ruang suatu
fasilitas di terminal
• Tipe dan demand juga mempengaruhi jam-jam puncak pergerakan penumpang
seperti: jenis penerbangan, tujuan perjalanan, jenis pergerakan dan moda akses

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
• Idealnya, mengestimasi volume penumpang dikategorikan ke dalam jadwal
penerbangan domestik, internasional, carter, transfer atau transit, bisnis atau
perjalanan santai
Identifikasi masing-masing perhitungan volume dan luasan fasilitas
• Di sini akan dihitung banyaknya penumpang pada masing-masing fasilitas
pada jam-jam puncak (volume desain)
• dan volume desain ini digunakan untuk menghitung luasan fasilitas pada
tingkat pelayanan tertentu
Standar desain ruang terminal menurut FAA sebagai berikut :

Tabel 2.22.Fasilitas Ruang Terminal Domestik


Kebutuhan Ruang per 100
Fasilitas Ruang Terminal TPHP
Domestik 1000 ft2 100 m2
Ticket Lobby 1,0 0,95
Operational Airline 4,8 4,57
Penanganan bagasi (Baggage Claim) 1,0 0,95
Ruang Tunggu 1,8 1,70
Fasilitas Makanan / Kantin 1,6 1,52
Dapur dan Gudang 1,6 1,52
Ruang Pengusahaan lainnya 0,5 0,48
Toilet 0,3 0,28
Ruang Sirkulasi, Mekanikal,
Pemeliharaan 11,6 11,05
dan Dinding
Total 24,2 23,02
Sumber :SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian
Fasilitas Teknik Bandar Udara.

Tabel 2.23. Fasilitas Ruang Terminal Internasional


Fasilitas Ruang Terminal Tambahan Kebutuhan Ruang per 100

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
TPHP
Internasional 1000 ft2 100 m2
Kesehatan Publik 1,5 1,42
Bagian Keimigrasian 1,0 0,95
Kepabeanan 3,3 3,14
Tanaman – tanaman 0,2 0,19
Ruang Tunggu Pengunjung 1,5 1,42
Total 7,5 7,12
Ruang Sirkulasi, Perakitan
Bagasi, Utilitas, Dinding- 7,5 7,12
dinding partisi
Total 15,0 14,24
Sumber :SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian
Fasilitas Teknik Bandar Udara.

No Jenis Fasilitas
1 Terminal Penumpang
2 Terminal Kargo
3 Pelataran Parkir
4 Bangunan Administrasi B.U
5 Pelataran Parkir
6 Sentra Medika
7 Pelataran Parkir
8 Stasiun Tenaga Parkir
9 Pelataran Parkir
10 Dapur Katering Penerbangan
11 Pelataran Parkir
12 Stasiun PP - PPK
13 Pelataran Parkir
14 Fasilitas Pangisian Bahan Bakar Pesawat
15 Pelataran Parkir
16 Pelataran Parkir
17 Kantin Pegawai

Keterangan :
= HUBUNGAN FUNGSIONAL LEMAH
= HUBUNGAN FUNGSIONAL ERAT

Gambar 2.19 Hubungan antara fasilitas di terminallapa


ngan terbang (Basuki, Heru 2

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

No Jenis Fasilitas

1 Runway

2 Taxiway

3 Apron

4 Apron Service Road

5 Airside Service Road

6 Drainage System and Facilities

Keterangan :
= HUBUNGAN FUNGSIONAL LEMAH
= HUBUNGAN FUNGSIONAL ERAT

Gambar 2.20 Hubungan antara fasilitas bandara

2.8.2 Marking (tanda-tanda visual)


Tanda-tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan landasan dan
taxiway agar pilot mendapat alat bantu dalam mengemudikan pesawatnya
mendarat ke landasan serta menuju apron melalui taxiway. Marking ini
hanya berguna pada siang hari saja, sedangkan malam hari fungsi marking
digantikan dengan sistem perlampuan.
Warna yang dipakai biasanya putih pada landasan yang mempunyai
perkerasan aspal, sedangkan warna kuning untuk taxiway dan apron.Pada
dasarnya warnanya harus mencolok terhadap sekitarnya. Jadi, kalau landasan
berwarna putih (landasan beton) harus diberi warna lain untuk markingnya.
Kedua organisasi penerbangan telah membuat standar marking.FAA
dalam Advisory Circular 150/6340 1E kita pakai edisi tanggal 11-4-
1980.ICAO dalam Annex 14 Chapter 5, 6.7 dipakai edisi kedelapan Maret
1983. Ada 4 macam tipe marking:

a. Marking landasan.
b. Marking taxiway.
c. Marking untuk area yang dibatasi.
d. Marking untuk objek tetap.
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

ICAO membagi marking landasan menjadi tiga:


a. Landasan approach presisi.
b. Landasan approach non presisi.
c. Landasan non instrument.
Yang ketiga menurut FAA adalah basic runway, memang antara
keduanya (FAA dan ICAO) mengatur marking sama, hanya istilah yang
kadang berbeda.
Landasan non presisi dioperasikan di bawah kondisi VFR (Visual Flight
Rule). Landasan approach non presisi, adalah landasan yang dibantu dengan
peralatan VOR (Very High Frequency Omny Radio Range) bagi pesawat yang
mendarat ke landasan dengan VOR sebagai pedoman. Landasan instrument
presisi adalah landasan yang dilengkapi dengan ILS (Instrument Landing
System).

2.6.2.1 Marking Landasan


a. Marking Landasan (runway marking)
Ditempatkan di ujung landasan sebagai nomor pengenal
landasan itu, terdiri dari dua angka.Pada landasan sejajar harus
dilengkapi dengan huruf L (Left), R (Right), atau C (Central).
Dua angka tadi merupakan angka persepuluhan terdekat dari
utara magnetis dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan
mendarat.

b. Marking sumbu (runway center line marking).


Ditempatkan sepanjang sumbu landasan berawal dan berakhir
pada nomor landasan, kecuali pada landasan yang bersilangan,
landasan yang lebih dominan, sumbunya terus, yang kurang
dominan sumbunya diputus.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Merupakan garis putus-putus, panjang garis dan panjang
pemutusan sama. Panjang strip bersama gapnya tidak boleh kurang
dari 50 m, tidak boleh lebih dari 75 m. Panjang strip =
panjang gap atau 30 m mana yang terbesar, lebar strip antara 0,30 m
sampai 0,90 m tergantung kelas landasannya

Gambar 2.21. Ukuran – ukuran dan bentuk angka


untuk marking nomor landasan
Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki,
Heru 2014). Hal 231
c. Marking threshold.
Ditempatkan di ujung landasan, sejauh 6 m dari tepi ujung
landasan membujur landasan, panjang paling kurang 30 m, lebar 1,8
m.
Banyaknya strip tergantung lebar landasan.
Tabel 2.24.Jumlah strip landasan

Lebar Landasan Banyaknya Strip

18 m 4
23 m 6
30 m 8
45 m 12
60 m 16

Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru


2014)
d. Marking untuk jarak-jarak tetap (fixed distance marking).
Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok.Biasanya
orange. Ukuran panjangnya 45 m – 60 m, lebar 6 m – 10 m terletak

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
simetris kanan kiri sumbu landasan. Marking ini yang terujung
berjarak 300 m dari threshold.

e. Markingtouchdown zone.
Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bisa juga
dipasang pada landasan non presisi atau landasan non instrument,
yang lebar landasannya lebih dari 23 m. Terdiri dari pasangan-
pasangan berbentuk segi empat di kanan kiri sumbu landasan lebar 3
m dan panjang 22,5 m untuk strip-strip tunggal. Untuk strip ganda
ukuran 22,5 x 1,8 dengan jarak 1,5 m (Lihat gambar 5.2). Jarak satu
sama lain 150 m diawali dari threshold, banyaknya pasangan
tergantung panjang landasan.
Tabel 2.25.Marking Touchdown
Panjang Landasan Banyaknya Pasangan
< 90 m 1
900 – 1200 m 2
1200 – 1500 m 3
1500 – 2100 m 4
> 2100 m 6

Sumber: Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru


2014)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.22.Marking touchdown zone dilukiskan untuk landasan yang


panjangnya 2.100 atau lebih
Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014).Hal 23

f. Marking tepi landasan (runway side stripe marking).


Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang
landasan dengan lebar strip 0,9 m. Bagi landasan yang lebarnya lebih
dari 30 m atau lebar strip 0,45 m bagi landasan kurang dari 30 m.
Berfungsi sebagai batas landasan terutama apabila warna landasan
hampir sama dengan warna shouldernya.

g. Marking Taxiway
Marking sumbu taxiway adalah sebagai garis pedoman dari sumbu
landasan untuk masuk ke taxiway, berbentuk garis selebar 15 cm
berwarna kuning, Untuk lebih mendetail lihat gambar 2.23 Berikut.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.23.Marking posisi holding menurut Menurut FAA


Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014).Hal 241
Marking posisi taxi holding (Taxi Holding Position Marking)
sebagai tanda bahwa taxiwayakan berpotongan dengan landasan pesawat
harus berhenti disini sebelum mendapat perintah masuk kelandasan.

h. Marking area yang dibatasi


Landasan atau taxiway yang tidak digunakan, dan ditutup untuk
kegiatan lalu lintas pesawat, diberi tanda silang berwarna kuning, dengan
ukuran sebagai gambar berikut ini.

Gambar 2.24. Landasan yang ditutup dan marking taxiway

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru
2014).Hal 243
a. Permukaan yang mampu menahan beban pesawat dan yang tidak mampu
menahan berat pesawat (taxiway dan bahunya) dipisahkan oleh
taxiwayslide strip marking. Pembuatan strip taxiway sepenuhnya
diserahkan kepada pengelola lapangan terbang.
b. Di landasan yang threshold-nya dpindahkan (displaced) secara permanen
atau perkerasan diluar threshold panjangnya lebih dari 60 m dibuat
marking yang disebut “Prethreshold” Marking yang bentuknya serupa
kepala anak panah(Chevron).

Gambar 2.25.Pre Threshold Marking


Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

i. Marking untuk objek tetap


Yang dimaksud dengan misalnya menara air, antena,
gedung/bangunan yang diperkirakan menjadi halangan pada flight path
harus diberi tanda yang menyolok, misalnya diberi warna putih oranye
bergant–ganti atau kotak-kotak.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 2.26. Contoh Marking dan Perlampuan Bangunan Tinggi


Sumber :Merancang, merencana lapangan terbang (Basuki, Heru 2014)

2.8.3 Bangunan Pelengkap


1) Hanggar
1. Pendahuluan
Pertumbuhan moda transportasi udara nasional dewasa ini sangat
signifikan. Hal ini dapat disadari oleh antusiasme masyarakat terhadap
perusahaan penerbangan dalam mengembangkan rute-rute penerbangan
baik domestik maupun internasional. Menurut Kementrian Perhubungan
Republik Indonesia, berdasarkan data statistik pada tahun 2009 dan 2010
menunjukan, “Jumlah penumpang angkutan udara niaga berjadwal
domestik meningkat sebesar 17,12% hingga 18,19%. Sedangkan, jumlah
penumpang angkutan udara niaga berjadwal Internasional meningkat
sebesar 21,98% hingga 32,19%”. Peningkatan permintaan akan jasa ini
melatarbelakangi perusahaan-perusahaan penerbangan dalam
meningkatkan jumlah armada pesawat terbang guna memenuhi
kebutuhan dalam mengekspansi rute-rute penerbangannya. Tidak hanya
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
itu, perusahaan penerbangan berbasis ekonomis atau Low-Cost Carrier
(LCC) sudah mulai merebak dan bermunculan. Dari peningkatan-
peningkatan tersebut, menyebabkan meningkatnya pula sektor
perawatan dan pemeliharaan terhadap armada-armada pesawat terbang
milik perusahaan penerbangan. Fasilitas perawatan dan pemeliharaan
merupakan pengeluaran terbesar ketiga yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan penerbangan setelah bahan bakar dan tenaga kerja.

1.1. Fasilitas MRO Pesawat Terbang


Di Indonesia, perusahaan penerbangan yang memiliki jasa MRO
terbesar adalah Garuda Indonesia. Sebagian besar perusahaan yang
berbasis LCC meng-outsource armada pesawat terbang mereka ke MRO
internal Garuda dan sebagian lainnnya ke MRO internal perusahaan lain
seperti, Merpati dan Pelita Air Service. Namun, dengan pesatnya
pertumbuhan moda transportasi udara di Indonesia menyebabkan tidak
terbendungnya lagi fasilitas MRO oleh pihak-pihak perusahaan domestik
penyedia jasa MRO dan menyebabkan perushaan LCC tersebut harus
meng-outsource armadanya ke luar negri seperti Malaysia dan
Singapura. Hal ini tentu saja menyebabkan membengkaknya biaya
pengeluaran dari segmen perawatan dan pemeliharan armada pesawat
terbang oleh perusahaan penerbangan.

1.2. Bangunan Hanggar Maintenance


Terdapat tiga perusahaan penerbangan yang memiliki jasa MRO
internal beserta bangunan hanggar maintenance-nya diantaranya adalah,
Garuda Indonesia dengan Hanggar Garuda Maintenance Facility (GMF)
yang berlokasi di Bandara Internasional SoekarnoHatta, Jakarta, Merpati
Airlines dengan Hanggar Merpati Maintenance Facility (MMF) yang
berlokasi di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, dan Pelita Air
Service dengan Hanggar Indopelita Maintenance Service (IMF) yang
berlokasi di Lapangan Terbang Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
Akibat dari pertumbuhan moda trasnportasi udara, Asosiasi
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Penerbangangan Nasional Indonesia, atau Indonesia National Air Carrier
Association (INACA) mengeluhkan minimnya jumlah bangunan
hanggar maintenance yang ada di Indonesia. Tidak hanya sampai disitu,
permasalahan bentuk bangunan hanggar yang ada di Indonesia dinilai
sudah ketinggalan zaman. Berdasarkan sudut pandang arsitektur,
bangunan-bangunan hanggar yang ada di seluruh dunia mulai
mengedepankan estetika bentuk dan visual, sehingga bangunan hanggar
tidak harus mencerminkan sebuah bangunan yang kaku dan
membosankan atau monoton.

1.3. Kondisi Pesawat Terbang


Kondisi pesawat terbang yang ada di Indonesia saat ini didominasi
oleh pesawat terbang bermesin turbo fan dan sisanya adalah pesawat
terbang bermesin turbo prop. Berdasarkan hasil analisis dari Asosiasi
Penerbangangan Nasional Indonesia, atau Indonesia National Air Carrier
Association (INACA), hingga tahun 2014, armada pesawat terbang yang
dimiliki perusahaan penerbangan berjumlah 700 unit. Jumlah ini akan
terus meningkat seiring dengan pesatnya pertumbuhan moda transportasi
udara. INACA juga memperkirakan pada tahun 2020, armada pesawat
terbang yang dimiliki oleh perusahaan penerbangan mencapai 1.000 -
2.000 unit.

1.4. Perusahaan Penerbangan PT. Pelita Air Service


PT. Pelita Air Service memiliki visi dan misi dengan menjadikan
hanggar pondok cabe sebagai wadah untuk pemanfaatan aktivitas MRO
atau perawatan dan pemeliharaan pesawat-pesawat yang dimiliki oleh
perusahaan penerbangan domestik. Namun pada kenyataannya, hanggar
maintenance yang ada pada lapangan terbang Pondok Cabe memiliki
beberapa kekurangan dari segi, fasilitas MRO di dalam hanggarnya,
bangunan hanggar dan bentukannya yang sudah berdiri dari tahun 1984
terlampau tua dan kuno, hingga kapasitas daya tampung pesawat terbang

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
yang tidak mumpuni, jika visi dari PT Pelita Air tersebut direalisasikan
menjadi kenyataan.

2. Bahan dan Metode


Proses merancang ulang bangunan hanggar maintenance ini
merupakan upaya perbaikan di segala sektor pada bangunan hanggar
milik PT. PAS mulai dari kapasitas daya tampung, fasilitas dan bentuk
bangunannya.

2.1. Tinjauan Teori Perancangan Ulang Bangunan Hanggar Maintenance


Terdapat tiga tinjauan teori yang berkaitan dengan perancangan
ulang bangunan hanggar maintenance.

2.1.1. Tinjauan hanggar maintenance


Hanggar adalah sebuah struktur tertutup, tempat dimana pesawat
bernaung di dalam sebuah gudang perlindungan berukuran besar.
Kebanyakan hanggar dibangun dari material logam dan metal, akan
tetapi bahan lain seperti kayu dan beton juga biasa digunakan sebagai
material hanggar. Kata hanggar berasal dari Perancis Tengah yaitu
hanghart yang artinya "kandang dekat rumah", kemudian berasal dari
bahasa Jerman, haimgard yang artinya "rumah-kandang", "pagar sekitar
di sekelompok rumah". (Wikipedia.org/Hanggar/, 2013).

Klasifikasi ukuran lebar bentang sebuah bangunan hanggar menentukan


jenis pesawat apa saja yang dapat masuk ke dalam bangunan hanggar.
Berikut penjabarannya: A. Lebar bentang kurang dari 30 meter (Size :
Small) Pada bangunan hanggar yang memiliki ukuran lebar bentang
kurang dari 30 meter biasanya digunakan untuk private hangar atau
hanggar pribadi. Jenis pesawat yang
dapat masuk ke dalam hanggar ini adalah pesawat terbang bermesin
piston dan propler. B. Lebar bentang antara 30 – 60 meter (Size :
Medium) Kemudian untuk bangunan hanggar yang memiliki ukuran lebar

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
bentang antara 3060 meter dapat digunakan sebagai tempat bernaung dari
pesawat terbang dengan jenis mesin piston (lebih dari satu pesawat)
hingga turbo-propler dan rotary wings (helicopter). C. Lebar bentang
antara 60 – 90 meter (Size : Large) Untuk bangunan hanggar dengan
ukuran lebar bentang 60-90 meter mampu menaungi pesawat terbang
berjenis mesin turbo-propler (lebih dari satu pesawat) hingga turbo-fan
dengan jenis pesawat berbadan dekat (Narrow-Body) seperti Boeing 737-
300 dan Airbus A320 Family.

2.1.2. Aktivitas dan fasilitas hanggar maintenance


Secara garis besar hanggar maintenance adalah suatu wadah yang
memiliki fasilitas pemeliharaan dan perawatan pesawat terbang, baik itu
perawatan berkala, maupun perawatan besar (Overhaul). Menurut
peraturan Unified Facilities Criteria: Hangar Maintenance (2004),
terdapat dua fasilitas yang harus disediakan di dalam hanggar
pemeliharaan antara lain: A. Fasilitas Pokok  Fasilitas Maintenance,
Repair, and Overhaul (MRO)  Fasilitas Penyimpanan/Parkir Pesawat 
Fasilitas Peralatan (Equipment Facility)  Fasilitas Pengelola  Fasilitas
Workshop  Fasilitas Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan (Building
Service) B. Fasilitas Penunjang  Fasilitas Pemadam Kebakaran 
Fasilitas Ground Support Equipment  Fasilitas Gudang Penyimpanan
Bahan Bakar  Fasilitas Service (Pembuangan Limbah oli dan bahan
bakar pesawat)  Fasilitas Untuk Pekerja (Loker Room, Rest Room, dll)
 Fasilitas Utility (Pengaturan pencahayaan dalam hanggar, ruang
control panel, penoperasian crane, dll).

Menurut GMF (Garuda Maintenance Facillity) yang merupakan hanggar


maintenance pesawat terbang berstandar internasional, aktivitas MRO
pesawat terbang di dalam hanggar maintenance terbagi atas beberapa
tahapan servis, yaitu: A. Line Maintenance Line maintenance merupakan
perawatan rutin ekstensif yang berkala pada pesawat terbang. Umumnya
fasilitas ini hanya sebagai persyaratan pengecekan bagianbagian yang ada
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
pada sistem pesawat terbang. B. Base Maintenance Atau dapat disebut
juga sebagai Heavy Maintenance adalah perawatan berat seperti
memperbaiki kerusakan utama, pengecatan ulang pada lambung luar
pesawat, reparasi komponen, modifikasi wing pylon, Pembaruan ruang
kabin, hingga perbaikan besar struktur rangka pesawat. C. Engine
Maintenance Perawatan dan reparasi bagi mesin pesawat terbang mulai
dari overhaul hingga penggatian mesin. D. Component Maintenance
Melayani pemeliharaan, perawatan, penggantian suku cadang, dan
perbaikan bagi komponen pesawat seperti roda pesawat, sistem hidrolik
dan pneumatik, pompa bensin dan klep, air-conditioning, instrument, dan
flight control. E. Engine Service Adalah pemeliharaan dan perawatan
rutin berkala bagi engine atau mesin pesawat dan dilakukan pengecekan
terhadap sistem mesin.

2.1.3. Sistem struktur bentang lebar


Bangunan bentang lebar merupakan bangunan yang memungkinkan
penggunaan ruang bebas kolom selebar dan sepanjang mungkin.
Bangunan bentang lebar biasanya digolongkan secara umum menjadi
dua, yaitu bentang lebar sederhana dan bentang lebar kompleks. Bentang
lebar sederhana berarti konstruksi bentang lebar yang ada dipergunakan
langsung pada bangunan berdasarkan teori dasar dan tidak dilakukan
modifikasi pada bentuk yang ada. Sedangkan bentang lebar kompleks
merupakan bentuk struktur bentang lebar yang melakukan modifikasi dari
bentuk dasar, bahkan kadang dilakukan penggabungan terhadap beberapa
sistem struktur bentang lebar. Dalam Schodek (1998), struktur bentang
lebar dibagi ke dalam beberapa sistem struktur yaitu: A. Struktur rangka
batang dan rangka ruang B. Struktur funicular, yaitu kabel dan
pelengkung C. Struktur plan dan grid D. Struktur membran meliputi
pneumatik dan struktur tent (tenda) dan net (jaring) E. Struktur cangkang,
Sedangkan Sutrisno (1989), membagi ke dalam 2 bagian yaitu: 1.
Struktur ruang, yang terdiri atas: a. Konstruksi bangunan petak (struktur
rangka batang) b. Struktur rangka ruang 2. Struktur permukaan bidang,
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
terdiri atas: a. Struktur lipatan b. Struktur cangkang c. Struktur membrane
d. Struktur Pneumatik e. Struktur kabel dan jaringan

2.2. Metode Perancangan Ulang Bangunan Hanggar Maintenance


Terdapat pokok pembahasan di dalam kajian perancangan ini, yaitu
mengenai bagaimana merancang ulang objek berupa bangunan hanggar
maintenance milik PT. Pelita Air Service. Tahapan dimulai dari
menguraikan latar belakang masalah, merumuskan permasalahan dengan
mengidentifikasi permasalahan yang ada pada latar belakang terlebih
dahulu, kemudian menentukan batasan-batasan permasalahan sehingga
menghasilkan suatu batasan yang tidak sampai meluas dan lebih terarah
serta terfokus pada pokok permasalahan. Dari permasalahan yang telah
dirumuskan tersebut, kemudian dilakukan proses pengumpulan data yang
berkaitan dengan studi kajian ini. Selanjutnya, setelah terkumpulnya data-
data tersebut, dilakukan tahap kompilasi data sesuai tinjauan, tahap
pengolahan data, dan tahap perancangan.Tahap kompilasi dan
pengolahan data tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
variabel-variabel kajian yang pada akhirnya didapatkan suatu sintesis dan
kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk konsep pradesain, sehingga
dihasilkan suatu konsep akhir rancangan sebagai alat dalam pemecahan
masalah terkait yang pada akhirnya ditransformasikan ke dalam bentuk
desain.

3. Hasil dan Pembahasan


Pada perancangan ulang bangunan hanggar maintenance milik PT. Pelita
Air Service terdapat empat kajian yang akan dibahas guna
menyempurnakan kondisi eksisting bangunan, yaitu, analisis site, analisis
ruang, aktivitas, dan fasilitas bangunan, bentuk bangunan, dan sistem
struktur bangunannya.

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
3.1. Analisis Site (Tapak)
Di dalam analisis site (tapak) pada lapangan terbang Pondok Cabe
terdapat pembagian zona. Masing-masing zona memiliki fungsi dan
aktivitas yang berbeda. Pembagian zona-zona tersebut diantaranya:
orange muda adalah Zona Airside, hijau muda adalah Zona Hanggar, dan
kuning muda adalah Zona Perkantoran-Gudang.

3.2. Analisis Aktivitas, Fasilitas, dan Ruang


Pembahasan mengenai analisis aktivitas, fasilitas, dan ruang di dalam
hanggar maintenance adalah, menjabarkan jenis fasilitas-fasilitas yang
akan di terapkan, besaran fungsi dan ruang eksisting bangunan hanggar
sebagai bahan evaluasi perancangan, tata letak serta hubungan antar
ruangnya. Hingga pada akhirnya menghasilkan suatu program ruang yang
efektif dan efisien sebagai dasar perancangan ulang bangunan hanggar
maintenance.

3.2.1. Aktivitas Terdapat beberapa pelaku yang terlibat di dalam kegiatan


MRO, di dalam industri perawatan dan pemeliharaan pesawat terbang,
antara lain:
A. Mekanikal (Engine) Merupakan tenaga kerja dan tenaga ahli dalam
melakukan aktivitas Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) pada mesin
pesawat terbang.
Zona Airside +/- 81 Ha
Zona Hanggar +/- 21 Ha
Zona Perkantoran dan Gudang +/- 14 Ha

B. Mekanikal (Base) Merupakan tenaga kerja dan tenaga ahli dalam


melakukan aktivitas perawatan, pengecatan ulang, perbaikan, dan
reparasi pada badan pesawat terbang (lambung pesawat, sayap pesawat,
ruang kabin, hingga struktur rangka pesawat). C. Mekanikal
(Component) Merupakan tenaga kerja dan tenaga ahli aktivitas
perawatan, perbaikan, dan penggantian spare part (suku cadang) pada
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
komponen-komponen pada bagian dari pesawat terbang (roda pesawat,
sistem hidrolik dan pneumatik, pompa bensin dan klep, air-conditioning,
instrument, dan flight control) D. Staff Pengelola Staff pengelola adalah
orang-orang yang mengelola seluruh fasilitas-fasilitas yang ada di dalam
hanggar pemeliharaan pesawat terbang. Umumnya, untuk organisasi
fungsional suatu bangunan industri menggunakan tenaga yang ahli
dibidangnya.

3.2.2. Fasilitas
Berdasarkan analisis terhadap fasilitas hanggar maintenance (jenis
fasilitas, aktivitas dan komponen penunjang terdapat pada tinjauan
pustaka), fasilitas MRO terbagi atas tiga fasilitas pokok yaitu, Engine
Maintenance, Base Maintenance, dan Component Maintenance. A.
Engine Maintenance Pengerjaan aktivitas MRO ini melibatkan semua
yang berkaitan mesin pesawat terbang. Terdapat dua jenis aktivitas pada
fasilitas ini yaitu A,B,C – Check atau dapat disebut juga dengan Line
Maintenance dan D – Check atau Overhaul. Kedua aktivitas tersebut
memiliki jadwal yang berbeda.

B. Base Maintenance Kemudian terdapat pengerjaan fasilitas MRO pada


pesawat yang berfokus pada bagian badan fisik dan rangka pesawat
terbang, atau dapat disebut juga dengan Base Maintenance.

C. Component Maintenance Fasilitas pokok yang terakhir di dalam


sebuah bangunan hanggar maintenance adalah component maintenance.
Fasilitas MRO ini berfokus kepada komponen-komponen penting pada
pesawat seperti flight control, instrument, avionic, lighting, dan
lainlainnya.

3.2.3. Ruang
Dalam menentukan dimensi besaran fungsi dan ruang di dalam
perancangan ulang bangunan hanggar maintenance, maka cara yang
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
paling efisien adalah menggunakan sistem modular. Sistem modular yang
akan digunakan melalui pengukuran standar dimensi pesawat maksimal
yang mampu ditampung didalam lapangan terbang Pondok Cabe yaitu
pesawat dengan jenis narrow body Boeing 737-300 Classic.

3.3. Analisis Bentuk Bangunan


Pada alternatif varian pertama, terlihat bahwa terdapat tiga bidang atas
atau atap penutup ruang bangunan hanggar memiliki bentukan
cembung/melengkung dengan lebar bentang (ll) mengikuti lebar dari
setiap bangunan dibawahnya yaitu 200 meter.
Kemudian untuk alternatif varian kedua, bidang atas atau atap penutup
ruang hanggar memiliki dua bagian yang melengkung/cembung dengan
lebar bentang (ll) masingmasing 300 m dan terdapat bentukan atap
cekung pada bagian tengahnya yang menjadi pembagi antara kedua atap
melengkung/cembung tersebut.
Pada alternatif varian yang ketiga ini, bangunan hanggar memiliki satu
bidang atas atau penutup berbentuk lengkung/cembung dengan lebar
bentang (ll) 600 meter dari ujung massing hanggar ke-1 hingga massing
hanggar ke -3.

Kesimpulan dari hasil analisis bentukan massing, jika perancangan


mengedepankan kesan ketidak monotonan, fleksibelitas, dan dinamis
pada bangunan dari segi aspek visual arsitektural bangunan, maka
semakin rumit juga penerapan sistem struktur pada bangunannya.
Namun, jika meninjau dari eksisting bangunan-bangunan hanggar
maintenance pada lapangan terbang Pondok Cabe, maka akan terbentuk
kriteria-kriteria yang membantu dalam pemelihan bentukan massing dari
perancangan ulang bangunan hanggar maintenance. Berikut kriterianya:
 Bentukan eksisting bangunan hanggar maintenance yang ada di
Pondok Cabe cenderung kaku dan monoton, sehingga dibutuhkan
bangunan baru yang memiliki estetika bangunan dari segi arsitekturalnya.
 Bentukan eksisting bangunan hanggar maintenance memiliki bentuk
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
perulangan dari hanggar 1 hingga hanggar 4 yaitu bentuk dengan bidang
atap pelana (segitiga).  Fungsi dari eksisting bangunan hanggar,
terpisah satu sama lain. Dibutuhkan bangunan baru yang terintegrasi dan
menjadi satu kesatuan bangunan antar setiap fungsi dan fasilitas di dalam
hanggar.  Dari ketiga kriteria diatas, hanya alternatif varian ketiga yang
dapat menjawab permasalahan aspek visual arsitektural dalam
menentukan bentukan massing. Maka, alternatif dari varian yang ketiga
dinilai paling cocok sebagai bentukan dari rencana perancangan ulang
hanggar maintenance.
Hanggar ialah tempat reparasi pesawat yang terlindung.
 Menghitung panjang Hanggar (P)
P= (2xTurning Radius) + (clearancex4) (Pers. 2.14)
 Lebar hangar
L = (2 x Turning radius) + (2 x clearance) (Pers. 2.15)
2) Control Tower
Ditempatkan pada lokasi yang strategis, yang tugasnya mengatur lalu
lintas udara.
3) Fasilitas Air Dan Listrik
Kebutuhan air bersih untuk Bandar udara pada sat ini dipenuhi dari
sumber sumur alam yang terdapat di daerah perumahan Bandar udara
yang operasionalnya menggunakan sub mersible pump.

4) Fasilitas Drainase
Sistem drainase yang baik akan menghindarkan kawasan Bandar udara
tergenang air, juga menjaga stabilitas tanah tidak terganggu, terutama
pada fasilitas pojok Bandar udara seperti landasan pacu dan sebagainya.
Konstruksi drainase pada umumnya di bandar udara adalah bentuk
saluran terbuka baik karena biaya pembuatan dan pemeliharaannya yang
relatif murah jika dibandingkan dengan konstruksi bawah permukaan
tanah.

5) Fuel Deput
Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Fasilitas DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara) merupakan fasiltas
vital dalam pelayanan di Bandar Udara, untuk menunjang operasi
pelayanan pengisian bahan bakar pesawat, seiring dengan kemajuan
dunia penerbangan dan padatnya rute penerbangan dalam pelayanan
maka di Bandar Udara terutama pada Bandar Udara sedang dan besar
terpasang fasiltas untuk pengisian bahan bakar pesawat. Fasilitas
pengisian bahan bakar pesawat menurut tipenya sekarang terdapat 2 (dua)
tipe pengisian yaitu pengisian menggunakan jalur pipa (pipeline) dibawah
apron atau menggunakan mobil truck bridger dari fuel farm menuju
apron. Penggunaan jalur pipa (pipeline) dibawah apron banyak digunakan
pada Bandar Udara Besar yang mempunyai tingkat kesibukan
penerbangan yang cukup tinggi sedangkan untuk penggunaan mobil
bridger biasanya digunakan pada bandar udara kecil yang mempunyai
tingkat kesibukan penerbangan yang tidak terlalu tinggi. Transfer bahan
bakar biasanya menggunakan mobil bridger (tank), pipeline / fixed
hydrant system, umumnya tipe fixed hydrant system ditemukan pada
bandara besar dimana volume bahan bakar yang di isi ke pesawat sangat
efektif dari segi waktu pengisian ataupun keamanan keselamatan pesawat
di apron dimana pipeline/ fixed hydrant system lebih baik dibandingkan
penggunaan mobil bridger. Secara tipikal pengisian bahan bakar
dengan Airport Hydrant System dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama
yaitu  1) system penerimaan bahan bakar (receiving system), 2) Sistem
Penyimpanan Bahan Bakar (storage system) dan 3) Sistem penyaluran
dan pengisian (dispensing or delivery system)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Gambar 6.1 Tipe Pengisian Bahan Bakar Sistem Hydran


Sumber:http://gloopic.net/article/penerbangan/sistem-pengisian-bahan-bakar-pesawat-
terbang

6) Fasilitas Pemadam Kebakaran


Sarana proteksi kebakaran paling ujung yang berhadapan langsung
dengan api adalah sistem deteksi kebakaran dan sistem alarm. Alat ini
berfungsi untuk mendeteksi terjadinya api dan kemudian menyampaikan
peringatan dan pemberitahuan kepada semua pihak. Peralatan ini sering
disebut juga early warning system (EWS).
Selain itu di butuhkan juga mobil pemadam kebakaran. Misalnya Pada
suatu kejadian saat pesawat fly pass satu putaran dipastikan kondisi nose
wheel gear dalam posisi miring(out of position) Pesawat melakukan
prosedur dumping fuel sehingga pesawat terbakaar. Pada saat terbakar
dilandasan maka mobil pemadam yang digunakan untuk memadamkan
api,

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

SATUAN RUANG
7) Parkir PARKIR
Kendaraan
Satuan RuangPedoman
Menurut Parkir ( SRT
Teknis) Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (Direktorat Jenderal
Menurut pedoman
Perhubungan teknis
Darat, 1996) penyelenggaraan
satuan Ruang Parkirfasilitas parkir (Direktorat
(SRP) adalah luas efektif Jenderal
untuk
Perhubungan Darat,
memarkir satu 1996) satuan
kendaraan ruang
(mobil parkir (SRP)
penumpang, truk,adalah
motor)luas efektifruang
termasuk untukbebas
dan lebar
memarkir bukaan
satu pintu.(mobil penumpang, truk, motor) termasuk ruang bebas dan
kendaraan
lebar bukaan pintu.
1. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang, seperti
a). Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang seperti
Dimensi
Dimensi kendaraan Kendaraan
standar untukStandar untuk Mobil Penumpang
mobil penumpang

h
a
L
b c
d
B

a = jarak gandar h = tinggi total


a = jarak gandar
b = depan tergantung B = lebar total
cb ==belakang
depan tergantung
tergantung L = panjang total
c = belakang
d = lebar tergantung
d = lebar
h = tinggi total
B = lebar total
L = panjang total
Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut.
Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut
1. Satuan Ruang Parkir untuk Mobil Penumpang
1. Satuan ruang parkir untuk mobil penumpang (dalam cm)
Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Mobil Penumpang (dalam cm)

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


Keterangan :
2021
B = lebar total kendaraan L = panjang total kendaraan

O = lebar bukaan pintu a1, a2 = jarak bebas arah longitudinal


Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Keterangan :
B = lebar total kendaraan L = panjang total kendaraan
O = lebar bukaan pintu a1,a2 = jarak bebas arah longitudinal
R = jarak bebas arah lateral

Gol 1 : B = 170 a1 = 10 Bp = 230 = B + O + R


O = 55 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R=5 a2 = 20

Gol 2 : B = 170 a1 = 10 Bp = 250 = B + O + R


O = 75 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R=5 a2 = 20

Gol 3 : B = 170 a1 = 10 Bp = 300 = B + O + R


O = 80 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2
R = 50 a2 = 20

2. Satuan Ruang Parkir untuk Bus/Truk

2. Satuan Ruang Parkir


Satuan untukParkir
Ruang Bus/Truk
(SRP)(dalam cm)
untuk Bus/Truk (dalam cm)

30 30

1200
12
00 IS 12
BUS BUSIS SRP 50

20
20

250 8 10
340

Z. Satuan Ruang Parkir untuk Sepeda Motor

Satuan
3. Satuan Ruang Ruang
Parkir Parkir
untuk (SRP) (dalam
Bus/Truk untuk Sepeda
cm) Motor (dalam cm)

2
0

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


20
2021
00 SRP 1755

5
5
70 70. 70
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

b. Pola parkir menyudut :


1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berlaku untuk
jalan kolektor dan local
2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda
berdasarkan besar sudut berikut ini.
a). Sudut = 30°
9
12 m B m
30°
D
A
E
C

Gambar II.9

A B C D E
Golongan I 2 ,3 4 ,6 3,45 4 ,7 0 7 ,6
Golongan II 2 ,5 5 ,0 4,30 4 ,8 5 7 ,7 5
Golongan III 3 ,0 6 ,0 5,35 5 ,0 7 ,9

b). Sudut = 45°


9
12 m B m
D 45°
A

E
C

G a m b a r II .1 0

Muhammad Hidayat / F 111 18 245 A B C D E


2021 Golongan I 2 ,3 3 ,5 2 ,5 5 ,6 9 ,3
Golongan II 2 ,5 3 ,7 2 ,6 5 ,6 5 9 ,3 5
Golongan III 3 ,0 4 ,5 3 ,2 5 ,7 5 9 ,4 5
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

c ). S u d u t = 6 0 0

9
12m B m
60°
D
A
E
C

d). Sudut = 900

12 m
D 90°

E A

A B C D E
Golongan I 2 ,3 2 ,9 1 ,4 5 5 ,9 5 1 0 ,5 5
Golongan II 2 ,5 3 ,0 1 ,5 5 ,9 5 1 0 ,5 5
Golongan III 3 ,0 3 ,7 1 ,8 5 6 ,0 1 0 ,6

d). Sudut = 900

12 m 9
D 90° B m

E A

Perhitungan Kebutuhan Lahan Parkir


Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Dik :
Jumlah pengunjung, karyawan, dll.
- Penumpang tergantung jenis pesawat
o A-300-B4
- 156 orang (1-kelas, maksimum)
- 134 orang (1-kelas, umum)
- 124 orang (2-kelas, umum)

o B-737-400
246 Orang (Kelas Campuran)
o F-100
400 orang ( Kelas Campuran )
o L-1011-500
85 sampai 122 orang, umumnya 107 orang ( Kelas Campuran )
- Pengunjung yang hanya melihat – lihat
Diperkirakan 150 orang
- Karyawan
Diperkirakan 150 orang

a. pengunjung biasa (tidak rombongan)


Jika diasumsikan 60% menggunakan mobil dan 40 % menggunakan motor,
maka kebutuhan parkir :
- Mobil :
Jumlah pengunjung menggunakan mobil 60% x Jumlah
Penumpang+Pengunjung
Standar 1 mobil / 6 orang
Kebutuhan luas parkir = 10 M² / mobil
Total kebutuhan luas parkir mobil pengunjung = (Jumlah 60% : 6) x 10 =

- Motor :
jumlah pengunjung menggunakan motor 40% x Jumlah
Penumpang+Pengunjung
standar 1 motor = 2 orang
kebutuhan luas parkir = 2 M² / motor

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
Total kebutuhan luas parkir motor = (Jumlah 40% : 2) x 2 = M²
b. Penumpang/pengunjung rombongan :
Jika diasumsikan jumlah pengunjung rombongan 40% dari total
pengunjung maka, jumlah pengunjung rombongan 40% x Jumlah
Penumpang/Pengunjung. Pengunjung rombogan adalah pengunjung yang
datang menggunakan bus, maka kebutuhan luas parkir :

- Bus
jumlah pengunjung rombongan
standar 1 bus = 20 orang
kebutuhan luas parkir 45 M² / bus
total kebutuhan luas parkir bus = (Jumlah 40% : 20) x 45 = M²

2.9 Langkah Kerja


2.9.1 Desain Runway
2.9.1.1 Penentuan Geometrik Runway

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

Mulai

Pengumpulan Data

Temperatur Elevasi Kemiringan Karakteristik Angin


Runway Pesawat
Rencana

Tentukan Panjang Arah Angin


Dominan
Runway Rencana
Faktor Koreksi
Elevasi
Temperatur
Kemiringan
Runway Hitung Panjang Runway Berdasarkan ARFL
Angin
Permukaan

Tentukan Kode Perencanaan


Menurut ARC

Lebar Runway

Konfigurasi Runway

Selesai

Gambar 2.27. Flowchart Penentuan Geometrik Runway

2.9.1.2 Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur (Runway)

Tentukan pesawat rencana


Muhammad Hidayat / F 111 18 245
2021
Hitung R2
R2 = Forecast annual depart x f.konversi
Hitung W2
W2 = MTOW x 0,95 x

Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang Hitung W1
W1 =

Hitung R1
Log R1 = Log R2

Hitung

Hitung tebal total (T)


Berdasarkan Grafik Tipe Roda
Pesawat Rencana

Hitung tebal subbase (tsb)


Berdasarkan grafik tipe roda
CBR
CBR
Subbase
Tanah Dasar pesawat rencana

A
Aaa

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

AA
Tetapkan Tebal Lapis Permukaan
Hitung Tebal Lapis Base Course Untuk Daerah Ktiris dan Non Kritis
(Tbc)

Kontrol
Tbc min < Tbc
Ya

Tidak

Pakai Tbc Minimal

Hasil Desain Tebal Perkerasan Gunakan Tbc


Runway

Gambar 2.28. Flowchart Perhitungan tebal perkerasan Runway

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
2.9.2 DesainTaxiway
2.9.2.1 Penentuan Geometrik Taxiway

Perencanaan Geometrik
Taxiway

Tentukan Grup Pesawat Jarak Threshold

Menentukan Dimensi Tabel Airplane Design


Taxiway Group (ADG)

Tabel Kecepatan dan


Jarak Touchdown

Exit Taxiway 900

Exit Taxiway 600

Koreksi Terhadap Suhu

Koreksi Elevasi

Jarak Threshold Terkoreki

Dimensi Taxiway

Gambar 2.29. Flowchart Perencanaan Geometrik Taxiway

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

2.9.2.2 Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur (Taxiway)


Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur pada taxiway sama dengan runway

2.9.3 Desain Apron


2.9.3.1 Perencanaan Geometrik Apron
Hitung Lalu Lintas Pesawat Rencana
Pada Jam Sibuk

Hitung Mix Design Kelas Pesawat Dan


Jumlah Gate Setiap Kelas / Grup
Pesawat

Ri = 0,5 x (w+z+d)
W = Jenis Clear Untuk Setiap Kelas
Pesawat
d = Wheel Track Hitung jumlah gate (G)
z = Wirstips Clear

Hitung Luas Gate yang dibutuhkan Untuk Setiap


Pesawat (Li)
Li = 0,5 . π . R2

Tentukan Panjang dan Lebar Apron

Dimensi Apron

Gambar 2.30.Flowchart Perencanaan Dimensi Apron

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

2.9.3.2 Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku /Rigid (Apron)


Menentukan Pesawat Rencana
MSTOW Pesawat
Type Roda Pesawat

Menentukan Mutu Baja


(Flexural Strengh)
Grafik Hubungan CBR vs Modolus
of Subgrade

Grafik Subbase on Modulus of Menentukan Harga ‘K’


Subgrade Reaction

Grafik Design Perkerasan Rigid Tebal Perkerasan Kaku

Tabel Tebal Slab Beton Menghitung Jumlah Tulangan

Luas Tulangan Pakai

Luas tulangan Minimum


As min = 0,05% x P x L Penulangan Arah Memanjang dan
Luas Tulangan AsØ20-250 Melintang

Dowel (Besi Pemindah Beban)


Tabel Ukuran dan Jarak Dowel

Desain Tebal Plat, Tulangan,


dan Subbase

Gambar 2.31. Flowchart Perhitungan Tebal Perkerasan Rigid

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang

2.9.4 Perencanaan Terminal

Total Penumpang Dalam 1 Tahun

Menentukan Rencana Penumpang Pada Jam


Tabel TPHP Standar FAA
Puncak

Hitung Luas Run Terminal Domestik dan


Tabel Standar Design FAA
Internasional

Total Kebutuhan Standar Minimum


Terminal

Perhitungan Kebutuhan Terminal untuk Standar


Minimum

Gambar 2.32. Flowchart Kebutuhan Terminal Minimum

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021
Teknik Sipil 18
Perencanaan Lapangan Terbang
DAFTAR PUSTAKA

Heru, Basuki. 1986. Merancang dan Merencana Lapangan Terbang. Bandung : Penerbit
Alumni.
ICAO (International Civil Aviation Organization) Annex 11 ; 14 Fourth Edition Aerodrome
Design and Operations juli 2004.
FAA (Federal Aviation Administration) AC 150/5300-13 FAA; AC 150/5320-6D FAA Tahun
2009
SKEP/347/XII/1999 tentang Standar Rancang Bangun dan/atau Rekayasa Fasilitas dan
Peralatan Bandar Udara

SKEP/77/VI/2005 tentang Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara.

Arsip Tugas Besar Perencanaan Lapangan Terbang

Muhammad Hidayat / F 111 18 245


2021

Anda mungkin juga menyukai