Anda di halaman 1dari 17

LANDASAN TEORI

2.1. Kapasitas Bandar Udara


Bandar udara adalah tempat persinggahan pesawat terbang (alat
transportasi udara) digunakan untuk mendarat dan lepas landas untuk melakukan
kagiatan seperti menurunkan dan mengangkut penumpang atau barang di
dalamnya terjadi berbagai macam rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pesawat terbang (Sulandari, 2001)
Menurut ICAO dalam Annex 14 Aerodromes [ 1 ], Bandar Udara
(Aerodrome) adalah kawasan di anah atau air tertentu (termasuk setiap bangunan,
instalasi-instalasi dan peralatan) yang dimaksudkan untuk digunakan seluruh
maupun sebagian untuk pendaratan, keberangkatan dan pergerakan pesawat udara
dipermukaannya.
Bandar Udara (Airport) dapat dibagi 2 bagian berdasarkan kegunaan
fasilitasnya, sisi udara (Air Side) dan sisi darat (Land Side). Fasilitas yang
termasuk dalam sisi udara adalah landasan pacu (Runway), landasan hubung
(Taxiway) dan landasan parkir (Apron).

2.2. Landasan Pacu (Runway)


Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang
untuk mendarat (Landing) atau lepas landas (Take Off). Menurut Horonjeff sistem
Runway di suatu Bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
(Shoulder), bantal hembusan (Blast Pad), dan daerah aman runway (Runway end
Safety Area).
Uraian dari sistem Runway (dapat dilihat pada Gambar 2.1) adalah
sebagai berikut :
1. Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban
struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi
dan operasi lainnya.
2. Bahu landasan (Shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir
perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung
peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.
3. Bantal hembusan (Blast Pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk
mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung Runway
yang menerima hembusan jet yang terus menerus atau yang berulang.
ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 Feet (30 m), namun
dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 Feet
(60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan
yang dibutuhkan 400 Feet (120 m). Lebar bantal hembusan harus
mencakup baik lebar Runway maupun bahu landasan.
4. Daerah aman Runway (Runway end Safety Area) adalah daerah yang
bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan
mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan
daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu
untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat
juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena
sesuatu hal keluar dari landasan.

Gambar 2.1. Tampak Atas Unsur-Unsur Runway


Sumber : Sandhyavitri, A., dan Taufik, H., 2005

2.2.1. Lebar Runway


Dalam melakukan analisa lebar landas pacu (Runway) baik untuk
perencanaan pembangunan baru, maupun untuk perencanaan pengembangan
landas pacu (Runway) beberapa ketentuan klasifikasi lebar Runway harus
dipenuhi sebagai standar perencanaan Bandar Udara, yaitu ketentuan-
ketentuan yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization
(ICAO). Lebar landas pacu yang direkomendasikan diperlihatkan dalam
Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Lebar Perkerasan Struktural Landasan (Runway) Menurut ICAO


Kode huruf
Kode angka
A B C D E F
1a 18 m 18 m 23 m - - -
2a 23 m 23 m 30 m - - -
3 30 m 30 m 30 m 45 m - -
4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m
a = Lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 dan 2
Sumber : Basuki, H., 1985

Keadaan sekeliling Bandar Udara juga mempengaruhi panjang


pendeknya Runway. Keadaan (Condition) yang penting diperhatikan adalah:
1. Temperatur
Keadaan temperatur Bandara pada masing-masing tempat tidak
sama. Makin tinggi temperatur di Bandara makin panjang
Runwaynya. Sebab semakin tinggi temperatur, maka Densitynya
makin kecil yang mengakibatkan Thrust (kekuatan mendesak)
pesawat (untuk lari diatas landasan) itu berkurang. Sehingga
dengan kondisi seperti ini akan dituntut Runway yang panjang.
2. Surface Wind (Angin Permukaan)

Gambar 2.2. Surface Wind


Sumber : Zainuddin, A., 1983
Panjang runway sangat ditentukan oleh angin. Dibedakan atas 3
keadaan, seperti terlihat dalam Gambar 2.2..
a. Keadaan (a) arah angin = arah pesawat, hal ini akan
memperpanjang landasan.
b. Keadaan (b) arah angin berlawanan dengan arah pesawat, hal ini
akan memperpendek landasan.
c. Keadaan (c) arah angin tegak lurus arah pesawat, hal ini tidak
mungkin dipakai suatu perencanaan.
3. Runway Gradient (Kemiringan Landasan)
Kemiringan ini juga mempengaruhi panjang pendek landasan.
Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih
jika dibandingkan apabila panjang landasan itu datar (rata).
Landasan yang menurun juga mempengaruhi panjang Runway
dimana panjang Runway akan menjadi lebih pendek
(memperpendek panjang Runway yang dituntut).
Hubungan kemiringan dan pertambahan panjang mendekati Linear,
sebagai perbandingan panjang, maka :
a. Untuk runway yang melayani jenis pesawat turbo jet maka tiap
1% dari kemiringan akan menuntut 7 – 10% pertambahan
panjang.
b. Pada peraturan-peraturan penerbangan maka kemiringan yang
dipakai pada ummnya kemiringan “Average – Uniform
Gradient“ (kemiringan rata-rata yang sama), walaupun
kemiringan tanah itu tidak sama (tidak Uniform Gradient).
4. Altitude of The Airport (Ketinggian)
Bila bandar udara letaknya semakin tinggi dari permukaan laut,
maka hawanya lebih tipis dari hawa laut (temperatur semakin
kecil), sehingga pada landasan membutuhkan Runway yang lebih
panjang. Makin tinggi letak Runway dari permukaan laut maka ada
perpanjangan landas pacu (Runway), yaitu setiap naik 1000 Feet
per panjangannya 7%.
5. Condition of The Runway Surface
Adanya genangan air akan menyebabkan landas pacu (Runway)
lebih panjang karena pada waktu Take-off pesawat mengalami
hambatan-hambatan kecepatan dengan adanya genangan air
tersebut. Dengan adanya genangan-genangan air tersebut juga
menyebabkan percikan-percikan air yang membahayakan bagian-
bagian mesin pesawat.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Panjang Runway


Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang Runway
adalah: temperatur, angin permukaan (Surface Wind), kemiringan Runway
(Effective Gradient), elevasi Runway dari permukaan laut (Altitude) dan
kondisi permukaan landas pacu (Runway). Sesuai dengan rekomendasi dari
International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa perhitungan
panjang landas pacu (Runway) harus disesuaikan dengan kondisi lokal
lokasi Bandar Udara. Metode ini dikenal dengan metode Aeroplane
Reference Field Length (ARFL).
Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO),
Aeroplane Reference Field Length (ARFL) adalah landas pacu (Runway)
minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada Maximum Sertificated
Take Off Weight, elevasi muka laut, kondisi standard atmosfir, keadaan
tanpa ada angin, landas pacu (Runway) tanpa kemiringan (kemiringan = 0).
Jadi di dalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi
dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun
uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Koreksi Ketinggian (Elevasi)
Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa
panjang Runway bertambah sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m
(1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut, maka
rumusnya adalah :
h
Fe = 1 + 0,07 300 ....................................................... (2.1)
Dimana:
Fe = Faktor koreksi elevasi
h = Elevasi di atas permukaan laut (m)
2. Koreksi Temperatur
Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan runway yang lebih
panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan kepadatan
(Density) udara yang rendah, menghasilkan output daya dorong
yang rendah. Suhu temperatur standar adalah 150C atau 590F.
Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap
temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 10C. Sedangkan
untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut temperatur
akan turun 6,50C. Dengan dasar ini International Civil Aviation
Organization (ICAO) menetapkan hitungan koreksi temperatur
dengan rumus :
Ft = 1 + 0,01 { T – ( 15 – 0,0065 x h )}..................... (2.2)
Dimana:
Ft = Faktor koreksi temperatur
T = Temperatur di Bandar Udara (⁰C)
3. Koreksi Kemiringan Runway
Kemiringan (Slope) memerlukan landas pacu (Runway) yang lebih
panjang untuk setiap kemiringan 1%, maka panjang runway harus
ditambah dengan 10%. Faktor koreksi kemiringan landas pacu
(Runway) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Fs = 1 + (0,1 . S).......................................................... (2.3)
Dimana :
Fs = Faktor koreksi kemiringan
S = Kemiringan Runway (%)
4. Koreksi Angin Permukaan (Surface Wind)
Panjang Runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angina
haluan (Head Wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (Tail
Wind), maka Runway yang diperlukan lebih panjang. Angin buritan
(Tail Wind) maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10
knots. Berikut perkiraan pengaruh angin terhadap panjang landas
pacu (Runway) seperti dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway


Persentase tambahan/pengurangan
Kekuatan angin
Runway
+5 -3
+10 -5
-5 +7
Sumber : Basuki, H., 1985

Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi


tiupan angin lemah masih baik.

5. Kondisi Permukaan Landas Pacu (Runway)


Untuk kondisi permukaan landas pacu (Runway) hal sangat
dihindari adalah adanya genangan tipis air (Standing Water) karena
membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan
permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat
daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi
adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas.
Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum
genangan air adalah 1,27 cm. Oleh karena itu drainase Bandar Udara harus
baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin. Jadi panjang landas
pacu (Runway) minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan
berikut :
ARFL = (Lr x Ft x Fe x Fs)......................................... (2.4)
Dimana:
Lr = Panjang runway aktual
Ft = Faktor koreksi temperatur
Fe = Faktor koreksi elevasi
Fs = Faktor koreksi kemiringan
Setelah panjang landas pacu (Runway) menurut ARFL diketahui
dikontrol lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan
untuk mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi
pesawat terbang dengan berbagai karakteristik Bandar Udara. Kontrol
dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Aerodrome Reference Code (ARC)


Kode elemen I Kode elemen II
Jarak terluar
Kode ARFL Kode Bentang sayap
pada pendaratan
angka (m) huruf (m)
(m)
1 < 800 A < 15 < 4,5
2 800 – 1.200 B 15 – 24 4,5 – 6
3 1.200 – 1.800 C 24 – 36 6–9
4 >1.800 D 36 – 52 9 – 14
E 52 – 60 9 – 14
Sumber : Horonjeff, R. dan McKelvey, F. X., 1988

Untuk bagian-bagian Runway yang lebih khusus adalah sebagai


berikut :
1. Stopway; daerah persegi empat di atas permukaan tanah di ujung
Take-off Run yang disediakan sebagai tempat dimana pesawat
dapat berhenti pada saat terjadi pengabaian Take-off.
2. Clearway; suatu daerah tertentu baik berupa tanah atau air di ujung
Take-off Run yang berada di bawah kontrol operator Aerodrome,
yang dipilih atau dipersiapkan sebagai area yang cukup bagi
pesawat terbang untuk mengudara hingga ketinggian tertentu.
3. Threshold; bagian awal dari Runway yang digunakan untuk
pendaratan ataupun lepas landas.
4. Turnpad; areal di ujung landas pacu yang digunakan untuk tempat
memutar pesawat.
5. Runway Strip; Runway Strip ditujukan untuk melindungi pesawat
yang tebang di atasnya pada saat melakukan Take-off atau Landing.
Untuk Perhitungan landasan pacu dalam penelitian ini mengikuti 3 cara
yang tercantum dalam desain lapangan terbang, yaitu :
1. Berdasarkan Karakteristik Pesawat
Menurut Horonjeff (1993) bentang sayap dan panjang badan
pesawat mempengaruhi ukuran Apron parkir, yang akan
mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat
juga menentukan lebar Runway, Taxiway dan jarak antara
keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada
kurva-kurva perkerasan.
2. Berdasarkan Kondisi Lingkungan.
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang Runway
adalah temperatur, angin permukaan (Surface Wind), kemiringan
Runway (Effective Gradient), elevasi Runway dari permukaan laut
(Altitude) dan kondisi permukaan Runway.
ARFL = (ARFLrencana x Ft x Fe x Fs) + Fw.......................... (2.5)
Dimana :
ARFLrencana = Panjang Runway rencana (m)
Ft = Faktor koreksi temperatur
Fe = Faktor koreksi ketinggian
Fs = Faktor koreksi kemiringan
Fw = Faktor koreksi angin permukaan
3. Berdasarkan Declared Distance
Declared Distances adalah jarak operasional yang diberitahukan
kepada pilot untuk tujuan Take-off, Landing atau pembatalan Take-
off yang aman. Jarak ini digunakan untuk menentukan apakah
Runway cukup untuk Take-off atau Landing seperti yang diusulkan
atau untuk menentukan beban maksimum yang diijinkan untuk
landing atau Take- off.

2.3. Landasan Hubung (Taxiway)


Taxiway adalah jalan penghubung antara landas pacu dengan pelataran
pesawat (Apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas lainnya di
sebuah bandar udara. Fungsi utama Taxiway adalah untuk menyediakan akses
antara Runway dan Apron, termasuk juga area hangar.
Fungsi dari Exit Taxiway atau Turn-off adalah menekan sekecil mungkin
waktu penggunaan landasan oleh pesawat mendarat. Exit Taxiway dapat
ditempatkan dengan menyudut siku terhadap landasan atau kalau terpaksa
menyudut yang lain juga bisa. Exit Taxiway yang mempunyai sudut 30 disebut
kecepatan tinggi atau cepat keluar sebagai tanda bahwa Taxiway itu direncanakan
penggunaannya bagi pesawat yang harus cepat keluar.

2.4. Landasan Parkir (Apron)


Apron adalah bagian dari lapangan gerak darat suatu bandar udara yang
berfungsiuntuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan muatan, pengisian
bahan bakar, parkir, dan persiapan pesawat terbang sebelum melanjutkan
penerbangan. Ukuran dan letak gate harus direncanakan dengan memperhatikan
karakter pesawat yang menggunakan gate tersebut seperti lebar sayap, panjang,
dan radius belok pesawat, dan juga areal yang diperlukan oleh kendaraan-
kendaraan yang menyediakan servis untuk pesawat selama berada di gate.
Untuk menjamin keselamatan pesawat di daratan, ICAO dan FAA juga
menetapkan persyaratan jarak minimum antara pesawat terbang yang sedang
parkir di Apron satu sama lainnya, dengan bangunan, atau obyek-obyek tetap
lainnya yang ada di Apron berdasarkan jarak sayap pesawat/Wing Tip Clearance.
Ukuran Apron tergantung dari :
1. Ukuran dari Loading Area yang diperlukan untuk setiap tipe dari
pesawat. Daerah ini dikenal dengan sebutan Gate Position.
2. Jumlah Gate Position.
3. Sistem parkir pesawat.
Ukuran dari Gate Position tergantung dari faktor-faktor :
1. Ukuran pesawat dan minimum turning radius.
2. Konfigurasi parkir pesawat.
Jumlah Gate Position tergantung dari :
1. Jumlah pesawat yang harus dilayani per jam yang tentu saja tidak akan
melebihi kapasitas runway (dalam rangka Balance Airport Design).
2. Jangka waktu pesawat di Gate (Gate Occupancy Time) yang dipengaruhi
oleh ukuran pesawat dan tipe pengoperasian.
Untuk menghitung jumlah gate yang diperlukan, diambil langkah-langkah :
1. Identifikasi jenis pesawat dalam prosentase.
2. Identifikasi Gate Occupancy Time untuk tiap jenis pesawat.
3. Tentukan Gate Occupancy Time rata-rata.
4. Tentukan total Hourly Design volume dan prosentase kedatangan
(Arrival) dan keberangkatan (Departure) pesawat.
5. Didapat Hourly Design Volume untuk Arrival dan Departure (yaitu
merupakan perkalian antara prosentase Arrival / Departure dengan total
Hourly Design Volume). Pilih yang terbesar : Arrival Hourly Design
Volume atau Departure Hourly Design Volume.
Dalam menentukan jumlah Gate Position dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Horonjef, 1988) :
V xT
G= ............................................................................. (2.5)
U
Dimana :
G = Jumlah Gate Position
V = Desain volume rencana pesawat yang tiba atau berangkat
T = Average Gate Occupancy Time (Hour)
U = Faktor penggunaan Gate (Utility Faktor)
Berdasarkan dari rumus diatas ditentukan untuk penggunaan Gate (U),
yakni 0,6 – 0,8, untuk penggunaan internasional sedangkan untuk penggunaan
domestik = 0,5 – 0,6 Gate Occupancy Time untuk tiap tipe pesawat berbeda,
sebagai berikut.
1. Pesawat Kelas A , nilai T = 60 Menit
2. Pesawat Kelas B, nilai T = 45 Menit
3. Pesawat Kelas C, nilai T = 30 Menit
4. Pesawat Kelas D, E, nilai T = 20 Menit
2.4.1. Konfigurasi Parkir Pesawat Didalam Gate Position
Konfigurasi parkir pesawat di dalam Gate Position bermacam-
macam seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. berikut ini.

Gambar 2.3. Ilustrasi Parkir Pesawat di Apron

Tipe parkir pesawat di apron dibedakan menjadi :


1. Nose In Parking dan Angeled Nose In Parking
Keuntungan :
a. Tidak ada suara ribut pada waktu datang.
b. Tidak ada Blast Pad pada waktu datang.
c. Pemakaian jalan-jalan untuk untuk penumpang dan barang
melalui pintu depan pesawat.
Kerugian :
a. Blast Pad yang tinggi pada waktu keluar.
b. Gate Position pada apron memerlukan ukuran yang lebih besar
untuk memungkinkan gerakan maju pesawat waktu berangkat.
2. Nose Out Parking dan Angeled Nose Out Parking
Keuntungan :
a. Mengurangi kebisingan dan Blast Pad pada stand yang
berdampingan.
b. Pemakaian jalan penumpang dan barang melalui pintu belakang
pesawat.
c. Memerlukan luas Gate Position yang lebih kecil dibandingkan
pada sistem Nose In.
Kerugian :
a. Kebisingan dan Blast Pad diarahkan pada gedung-gedung.
b. Tidak mengijinkan pemakaian jalan penumpang melalui pintu
muka pesawat.
3. Paralel Parking
Keuntungan :
a. Untuk jalan penumpang dan barang dapat digunakan pintu muka
dan belakang dengan jarak yang sama.
Kerugian :
a. Blast Pad dan kebisingan diarahkan langsung pada stand yang
berdampingan.
Dalam menentukan ukuran Gate Position digunakan rumus :
Turning Radius (TR) = ½ (Wingspan + Wheel Track) + Forward Roll
Diameter (D) = (2 × TR ) + Wing Tip Clearence
Kategori Wing Tip Clearence ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Kebebasan Ujung Sayap Pesawat (Wing Tip Clearence)


Code Letter Aircraft Wingspan Clearence
A ≤ 15 m 3m
B 15 - < 24 m 3m
C 24 - < 36 m 4,5 m
D 36 - < 52 m 7,5 m
E 52 - < 60 m 7,5 m
Sumber : Heru Basuki, 1985

2.4.2. Dimensi Apron


Untuk menghitung panjang Apron diperhitungkan menurut panjang
pesawat, berarti panjang Apron perjenis pesawat dijumlahkan. Panjang
Apron dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
P = G x W + (G-1) C + (2 x PB)........................................... (2.6)
Dimana :
P = Panjang Apron (m)
G = Gate Position (buah)
C = Wing Tip Clearence
W = Wingspan
PB = Panjang badan pesawat
Untuk menghitung lebar Apron menggunakan pesawat terpanjang (Critical
Aircraft), dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
L = 2 x PB + 3 x C................................................................ (2.7)
Dimana :
L = Lebar Apron
PB = Panjang badan pesawat (m)
C = Wing Tip Clearence (m)

2.4.3. Kebutuhan Apron


Persamaan yang digunakan untuk evaluasi kebutuhan Apron
berdasarkan Japan International Coorporatian Agency (JICA), dengan
persamaan berikut :
C xT
N= + A....................................................................... (2.8)
60
Dimana :
N = Jumlah pesawat yang akan diparkir di Apron
C = Jumlah gerakan pesawat pada jam sibuk
T = Waktu pesawat untuk menempati area parkir (30-60 menit)
A = Cadangan pesawat

2.5. Dimensi dan Ukuran Pesawat


Adapun dimensi dari pesawat terbang yang perlu untuk diketahui
meliputi :
1. Wing Span, merupakan jarak atau bentang sayap yang digunakan untuk
menentukan lebar Taxiway, jarak antar Taxiway, besar Apron, besar
hanggar.
2. Length, merupakan panjang badan pesawat yang digunakan untuk
menentukan pelebaran Taxiway (tikungan), lebar Exit R/W, T/W, besar
Apron, besar hanggar.
3. Height, merupakan tinggi pesawat yang digunakan untuk menentukan
tinggi pintu hanggar, serta instalasi dalam hanggar.
4. Wheel / Gear Tread, merupakan jarak antar roda utama terhitung dari as
ke as yang digunakan untuk menentukan radius putar pesawat.
5. Wheel Base, merupakan jarak antar roda utama (Main Gear) dengan roda
depan pesawat (Nose Gear) yang digunakan untuk menentukan radius
Exit T/W
6. Outer Main Gear Wheel Span (OMGWS), merupakan jarak antar roda
utama terluar, dimana nilai ini menentukan Reference Code Letter.
7. Tail Width merupakan lebar sayap belakang digunakan untuk
menentukkan luas Apron.

Gambar 2. 4. Komponen Karakteristik Pesawat Terbang


Sumber : Puspita Ningrum, 2012

2.6. Karakteristik Pesawat


Karakteristik pesawat terbang diperlukan dalam perencanaan dan
perancangan bandar udara. Menurut Horonjeff (1998), karakteristik pesawat
terbang terdiri dari :
1. Bobot pesawat, sangat penting untuk merencanakan tebal perkerasan dari
area pendaratan. Beberapa komponen yang terkait dengan bobot pesawat
yaitu, bobot kosong operasi (OWE = Operation Weight Empty), bobot
bahan bakar kosong (ZFW = Zero Fuel Weight), bobot muatan ,bobot
lepas landas struktur maksimum (MTOW = Maximum Take Off Weight)
2. Ukuran, lebar sayap (Wing Span) dan panjang badan pesawat (Fuselage)
berpengaruh terhadap, dimensi parkir apron yang selanjutnya
berpengaruh terhadap konfigurasi bangunan terminal.
3. Konfigurasi roda, (Single, Dual, Dual Tandem) mempengaruhi tebal
perkerasan area pendaratan.
4. Kapasitas, kapasitas penumpang mempunyai arti penting bagi
perencanaan bangunan terminal dan prasarana lainnya.
5. Panjang landasan, itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitar lapangan terbang, seperti elevasi bandara, temperatur, angin dan
lain-lain.
Menurut FAA (Federal Aviation Administration) dan SKEP 77 penggolongan
pesawat dibagi seperti Tabel 2.5. dan Tabel 2.6. berikut.

Tabel 2.5. Penggolongan Pesawat Menurut FAA


Tail Height Wingspan
Category Landing Speed Group
(ft) (ft)
A Less Than 91 Knots I < 20 < 49
B 91 – 120 Knots II 20- <30 49- <79
C 121 – 140 Knots III 30 - <45 79 - <118
D 141 – 165 Knots IV 45- <60 118- <171
More Than 166
E V 60 - <66 171- <214
Knots
VI 66- <80 214- <262
Sumber : FAA AC 150/5300-13
Tabel 2.6. Pengelompokan Bandar Udara dan Golongan Pesawat Berdasarkan
Kode Referensi
ARFL
Kelompok Kode Kode
(Aeroplane Reference Bentang Sayap
Bandar Udara Angka Huruf
Field Length)
A (Untteended) 1 ≤ 800 m A ≤ 15 m
B (AVIS) 2 800 m ≤ P ≤ 1200 m B 15 m ≤ 1 ≤ 24 m
3 1200 m ≤ P ≤ 1800 m C 24 m ≤ 1 ≤ 36 m
D 36 m ≤ 1 ≤ 52 m
C (ADC)
4 ≥ 1800 m E 52 m ≤ 1 ≤ 65 m
F 65 m ≤ 1 ≤ 80 m
Sumber : SKEP/77/VI/2005

2.7. Pergerakan Lalu Lintas Udara Pada Jam Puncak


Untuk menganalisis besarnya penumpang dan pergerakan pesawat pada
jam sibuk/puncak perlu dirumuskan terlebih dahulu nilai koefisien permintaan
angkutan lalu lintas pada jam sibuk (Cp).
Untuk kondisi Indonesia menurut Japan International Coorporatian
Agency (JICA), 1991 dengan persamaan berikut :
My
Md = ............................................................................. (2.9)
365
1,38
Cp = ..........................................................................
√ Md
(2.10)
Mp = Cp x Md................................................................... (2.11)
Dimana :
Cp = Faktor jam puncak
Md = Pergerakan pesawat udara harian
Mp = Pergerakan pesawat jam puncak
My = Pergerakan pesawat tahunan

Anda mungkin juga menyukai