0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
48 tayangan17 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan panjang landasan pacu (runway) di bandar udara. Faktor-faktor tersebut antara lain temperatur, kecepatan dan arah angin, ketinggian bandar udara, kemiringan runway, dan kondisi permukaan runway. Dokumen tersebut juga menjelaskan rumus-rumus yang direkomendasikan oleh ICAO untuk menghitung koreksi panjang runway berdasarkan berbagai faktor lingkun
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan panjang landasan pacu (runway) di bandar udara. Faktor-faktor tersebut antara lain temperatur, kecepatan dan arah angin, ketinggian bandar udara, kemiringan runway, dan kondisi permukaan runway. Dokumen tersebut juga menjelaskan rumus-rumus yang direkomendasikan oleh ICAO untuk menghitung koreksi panjang runway berdasarkan berbagai faktor lingkun
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan panjang landasan pacu (runway) di bandar udara. Faktor-faktor tersebut antara lain temperatur, kecepatan dan arah angin, ketinggian bandar udara, kemiringan runway, dan kondisi permukaan runway. Dokumen tersebut juga menjelaskan rumus-rumus yang direkomendasikan oleh ICAO untuk menghitung koreksi panjang runway berdasarkan berbagai faktor lingkun
Bandar udara adalah tempat persinggahan pesawat terbang (alat transportasi udara) digunakan untuk mendarat dan lepas landas untuk melakukan kagiatan seperti menurunkan dan mengangkut penumpang atau barang di dalamnya terjadi berbagai macam rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pesawat terbang (Sulandari, 2001) Menurut ICAO dalam Annex 14 Aerodromes [ 1 ], Bandar Udara (Aerodrome) adalah kawasan di anah atau air tertentu (termasuk setiap bangunan, instalasi-instalasi dan peralatan) yang dimaksudkan untuk digunakan seluruh maupun sebagian untuk pendaratan, keberangkatan dan pergerakan pesawat udara dipermukaannya. Bandar Udara (Airport) dapat dibagi 2 bagian berdasarkan kegunaan fasilitasnya, sisi udara (Air Side) dan sisi darat (Land Side). Fasilitas yang termasuk dalam sisi udara adalah landasan pacu (Runway), landasan hubung (Taxiway) dan landasan parkir (Apron).
2.2. Landasan Pacu (Runway)
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (Landing) atau lepas landas (Take Off). Menurut Horonjeff sistem Runway di suatu Bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (Shoulder), bantal hembusan (Blast Pad), dan daerah aman runway (Runway end Safety Area). Uraian dari sistem Runway (dapat dilihat pada Gambar 2.1) adalah sebagai berikut : 1. Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya. 2. Bahu landasan (Shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat. 3. Bantal hembusan (Blast Pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung Runway yang menerima hembusan jet yang terus menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 Feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 Feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan yang dibutuhkan 400 Feet (120 m). Lebar bantal hembusan harus mencakup baik lebar Runway maupun bahu landasan. 4. Daerah aman Runway (Runway end Safety Area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dari landasan.
Gambar 2.1. Tampak Atas Unsur-Unsur Runway
Sumber : Sandhyavitri, A., dan Taufik, H., 2005
2.2.1. Lebar Runway
Dalam melakukan analisa lebar landas pacu (Runway) baik untuk perencanaan pembangunan baru, maupun untuk perencanaan pengembangan landas pacu (Runway) beberapa ketentuan klasifikasi lebar Runway harus dipenuhi sebagai standar perencanaan Bandar Udara, yaitu ketentuan- ketentuan yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Lebar landas pacu yang direkomendasikan diperlihatkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Lebar Perkerasan Struktural Landasan (Runway) Menurut ICAO
Kode huruf Kode angka A B C D E F 1a 18 m 18 m 23 m - - - 2a 23 m 23 m 30 m - - - 3 30 m 30 m 30 m 45 m - - 4 - - 45 m 45 m 45 m 60 m a = Lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 dan 2 Sumber : Basuki, H., 1985
Keadaan sekeliling Bandar Udara juga mempengaruhi panjang
pendeknya Runway. Keadaan (Condition) yang penting diperhatikan adalah: 1. Temperatur Keadaan temperatur Bandara pada masing-masing tempat tidak sama. Makin tinggi temperatur di Bandara makin panjang Runwaynya. Sebab semakin tinggi temperatur, maka Densitynya makin kecil yang mengakibatkan Thrust (kekuatan mendesak) pesawat (untuk lari diatas landasan) itu berkurang. Sehingga dengan kondisi seperti ini akan dituntut Runway yang panjang. 2. Surface Wind (Angin Permukaan)
Gambar 2.2. Surface Wind
Sumber : Zainuddin, A., 1983 Panjang runway sangat ditentukan oleh angin. Dibedakan atas 3 keadaan, seperti terlihat dalam Gambar 2.2.. a. Keadaan (a) arah angin = arah pesawat, hal ini akan memperpanjang landasan. b. Keadaan (b) arah angin berlawanan dengan arah pesawat, hal ini akan memperpendek landasan. c. Keadaan (c) arah angin tegak lurus arah pesawat, hal ini tidak mungkin dipakai suatu perencanaan. 3. Runway Gradient (Kemiringan Landasan) Kemiringan ini juga mempengaruhi panjang pendek landasan. Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih jika dibandingkan apabila panjang landasan itu datar (rata). Landasan yang menurun juga mempengaruhi panjang Runway dimana panjang Runway akan menjadi lebih pendek (memperpendek panjang Runway yang dituntut). Hubungan kemiringan dan pertambahan panjang mendekati Linear, sebagai perbandingan panjang, maka : a. Untuk runway yang melayani jenis pesawat turbo jet maka tiap 1% dari kemiringan akan menuntut 7 – 10% pertambahan panjang. b. Pada peraturan-peraturan penerbangan maka kemiringan yang dipakai pada ummnya kemiringan “Average – Uniform Gradient“ (kemiringan rata-rata yang sama), walaupun kemiringan tanah itu tidak sama (tidak Uniform Gradient). 4. Altitude of The Airport (Ketinggian) Bila bandar udara letaknya semakin tinggi dari permukaan laut, maka hawanya lebih tipis dari hawa laut (temperatur semakin kecil), sehingga pada landasan membutuhkan Runway yang lebih panjang. Makin tinggi letak Runway dari permukaan laut maka ada perpanjangan landas pacu (Runway), yaitu setiap naik 1000 Feet per panjangannya 7%. 5. Condition of The Runway Surface Adanya genangan air akan menyebabkan landas pacu (Runway) lebih panjang karena pada waktu Take-off pesawat mengalami hambatan-hambatan kecepatan dengan adanya genangan air tersebut. Dengan adanya genangan-genangan air tersebut juga menyebabkan percikan-percikan air yang membahayakan bagian- bagian mesin pesawat.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Panjang Runway
Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang Runway adalah: temperatur, angin permukaan (Surface Wind), kemiringan Runway (Effective Gradient), elevasi Runway dari permukaan laut (Altitude) dan kondisi permukaan landas pacu (Runway). Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa perhitungan panjang landas pacu (Runway) harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi Bandar Udara. Metode ini dikenal dengan metode Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO), Aeroplane Reference Field Length (ARFL) adalah landas pacu (Runway) minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada Maximum Sertificated Take Off Weight, elevasi muka laut, kondisi standard atmosfir, keadaan tanpa ada angin, landas pacu (Runway) tanpa kemiringan (kemiringan = 0). Jadi di dalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Koreksi Ketinggian (Elevasi) Menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) bahwa panjang Runway bertambah sebesar 7 % setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut, maka rumusnya adalah : h Fe = 1 + 0,07 300 ....................................................... (2.1) Dimana: Fe = Faktor koreksi elevasi h = Elevasi di atas permukaan laut (m) 2. Koreksi Temperatur Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan kepadatan (Density) udara yang rendah, menghasilkan output daya dorong yang rendah. Suhu temperatur standar adalah 150C atau 590F. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 10C. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut temperatur akan turun 6,50C. Dengan dasar ini International Civil Aviation Organization (ICAO) menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus : Ft = 1 + 0,01 { T – ( 15 – 0,0065 x h )}..................... (2.2) Dimana: Ft = Faktor koreksi temperatur T = Temperatur di Bandar Udara (⁰C) 3. Koreksi Kemiringan Runway Kemiringan (Slope) memerlukan landas pacu (Runway) yang lebih panjang untuk setiap kemiringan 1%, maka panjang runway harus ditambah dengan 10%. Faktor koreksi kemiringan landas pacu (Runway) dapat dihitung dengan persamaan berikut : Fs = 1 + (0,1 . S).......................................................... (2.3) Dimana : Fs = Faktor koreksi kemiringan S = Kemiringan Runway (%) 4. Koreksi Angin Permukaan (Surface Wind) Panjang Runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angina haluan (Head Wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (Tail Wind), maka Runway yang diperlukan lebih panjang. Angin buritan (Tail Wind) maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots. Berikut perkiraan pengaruh angin terhadap panjang landas pacu (Runway) seperti dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
Persentase tambahan/pengurangan Kekuatan angin Runway +5 -3 +10 -5 -5 +7 Sumber : Basuki, H., 1985
Untuk perencanaan bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi
tiupan angin lemah masih baik.
5. Kondisi Permukaan Landas Pacu (Runway)
Untuk kondisi permukaan landas pacu (Runway) hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis air (Standing Water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1,27 cm. Oleh karena itu drainase Bandar Udara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin. Jadi panjang landas pacu (Runway) minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut : ARFL = (Lr x Ft x Fe x Fs)......................................... (2.4) Dimana: Lr = Panjang runway aktual Ft = Faktor koreksi temperatur Fe = Faktor koreksi elevasi Fs = Faktor koreksi kemiringan Setelah panjang landas pacu (Runway) menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai karakteristik Bandar Udara. Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Aerodrome Reference Code (ARC)
Kode elemen I Kode elemen II Jarak terluar Kode ARFL Kode Bentang sayap pada pendaratan angka (m) huruf (m) (m) 1 < 800 A < 15 < 4,5 2 800 – 1.200 B 15 – 24 4,5 – 6 3 1.200 – 1.800 C 24 – 36 6–9 4 >1.800 D 36 – 52 9 – 14 E 52 – 60 9 – 14 Sumber : Horonjeff, R. dan McKelvey, F. X., 1988
Untuk bagian-bagian Runway yang lebih khusus adalah sebagai
berikut : 1. Stopway; daerah persegi empat di atas permukaan tanah di ujung Take-off Run yang disediakan sebagai tempat dimana pesawat dapat berhenti pada saat terjadi pengabaian Take-off. 2. Clearway; suatu daerah tertentu baik berupa tanah atau air di ujung Take-off Run yang berada di bawah kontrol operator Aerodrome, yang dipilih atau dipersiapkan sebagai area yang cukup bagi pesawat terbang untuk mengudara hingga ketinggian tertentu. 3. Threshold; bagian awal dari Runway yang digunakan untuk pendaratan ataupun lepas landas. 4. Turnpad; areal di ujung landas pacu yang digunakan untuk tempat memutar pesawat. 5. Runway Strip; Runway Strip ditujukan untuk melindungi pesawat yang tebang di atasnya pada saat melakukan Take-off atau Landing. Untuk Perhitungan landasan pacu dalam penelitian ini mengikuti 3 cara yang tercantum dalam desain lapangan terbang, yaitu : 1. Berdasarkan Karakteristik Pesawat Menurut Horonjeff (1993) bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran Apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar Runway, Taxiway dan jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva-kurva perkerasan. 2. Berdasarkan Kondisi Lingkungan. Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang Runway adalah temperatur, angin permukaan (Surface Wind), kemiringan Runway (Effective Gradient), elevasi Runway dari permukaan laut (Altitude) dan kondisi permukaan Runway. ARFL = (ARFLrencana x Ft x Fe x Fs) + Fw.......................... (2.5) Dimana : ARFLrencana = Panjang Runway rencana (m) Ft = Faktor koreksi temperatur Fe = Faktor koreksi ketinggian Fs = Faktor koreksi kemiringan Fw = Faktor koreksi angin permukaan 3. Berdasarkan Declared Distance Declared Distances adalah jarak operasional yang diberitahukan kepada pilot untuk tujuan Take-off, Landing atau pembatalan Take- off yang aman. Jarak ini digunakan untuk menentukan apakah Runway cukup untuk Take-off atau Landing seperti yang diusulkan atau untuk menentukan beban maksimum yang diijinkan untuk landing atau Take- off.
2.3. Landasan Hubung (Taxiway)
Taxiway adalah jalan penghubung antara landas pacu dengan pelataran pesawat (Apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas lainnya di sebuah bandar udara. Fungsi utama Taxiway adalah untuk menyediakan akses antara Runway dan Apron, termasuk juga area hangar. Fungsi dari Exit Taxiway atau Turn-off adalah menekan sekecil mungkin waktu penggunaan landasan oleh pesawat mendarat. Exit Taxiway dapat ditempatkan dengan menyudut siku terhadap landasan atau kalau terpaksa menyudut yang lain juga bisa. Exit Taxiway yang mempunyai sudut 30 disebut kecepatan tinggi atau cepat keluar sebagai tanda bahwa Taxiway itu direncanakan penggunaannya bagi pesawat yang harus cepat keluar.
2.4. Landasan Parkir (Apron)
Apron adalah bagian dari lapangan gerak darat suatu bandar udara yang berfungsiuntuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan muatan, pengisian bahan bakar, parkir, dan persiapan pesawat terbang sebelum melanjutkan penerbangan. Ukuran dan letak gate harus direncanakan dengan memperhatikan karakter pesawat yang menggunakan gate tersebut seperti lebar sayap, panjang, dan radius belok pesawat, dan juga areal yang diperlukan oleh kendaraan- kendaraan yang menyediakan servis untuk pesawat selama berada di gate. Untuk menjamin keselamatan pesawat di daratan, ICAO dan FAA juga menetapkan persyaratan jarak minimum antara pesawat terbang yang sedang parkir di Apron satu sama lainnya, dengan bangunan, atau obyek-obyek tetap lainnya yang ada di Apron berdasarkan jarak sayap pesawat/Wing Tip Clearance. Ukuran Apron tergantung dari : 1. Ukuran dari Loading Area yang diperlukan untuk setiap tipe dari pesawat. Daerah ini dikenal dengan sebutan Gate Position. 2. Jumlah Gate Position. 3. Sistem parkir pesawat. Ukuran dari Gate Position tergantung dari faktor-faktor : 1. Ukuran pesawat dan minimum turning radius. 2. Konfigurasi parkir pesawat. Jumlah Gate Position tergantung dari : 1. Jumlah pesawat yang harus dilayani per jam yang tentu saja tidak akan melebihi kapasitas runway (dalam rangka Balance Airport Design). 2. Jangka waktu pesawat di Gate (Gate Occupancy Time) yang dipengaruhi oleh ukuran pesawat dan tipe pengoperasian. Untuk menghitung jumlah gate yang diperlukan, diambil langkah-langkah : 1. Identifikasi jenis pesawat dalam prosentase. 2. Identifikasi Gate Occupancy Time untuk tiap jenis pesawat. 3. Tentukan Gate Occupancy Time rata-rata. 4. Tentukan total Hourly Design volume dan prosentase kedatangan (Arrival) dan keberangkatan (Departure) pesawat. 5. Didapat Hourly Design Volume untuk Arrival dan Departure (yaitu merupakan perkalian antara prosentase Arrival / Departure dengan total Hourly Design Volume). Pilih yang terbesar : Arrival Hourly Design Volume atau Departure Hourly Design Volume. Dalam menentukan jumlah Gate Position dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Horonjef, 1988) : V xT G= ............................................................................. (2.5) U Dimana : G = Jumlah Gate Position V = Desain volume rencana pesawat yang tiba atau berangkat T = Average Gate Occupancy Time (Hour) U = Faktor penggunaan Gate (Utility Faktor) Berdasarkan dari rumus diatas ditentukan untuk penggunaan Gate (U), yakni 0,6 – 0,8, untuk penggunaan internasional sedangkan untuk penggunaan domestik = 0,5 – 0,6 Gate Occupancy Time untuk tiap tipe pesawat berbeda, sebagai berikut. 1. Pesawat Kelas A , nilai T = 60 Menit 2. Pesawat Kelas B, nilai T = 45 Menit 3. Pesawat Kelas C, nilai T = 30 Menit 4. Pesawat Kelas D, E, nilai T = 20 Menit 2.4.1. Konfigurasi Parkir Pesawat Didalam Gate Position Konfigurasi parkir pesawat di dalam Gate Position bermacam- macam seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. berikut ini.
Gambar 2.3. Ilustrasi Parkir Pesawat di Apron
Tipe parkir pesawat di apron dibedakan menjadi :
1. Nose In Parking dan Angeled Nose In Parking Keuntungan : a. Tidak ada suara ribut pada waktu datang. b. Tidak ada Blast Pad pada waktu datang. c. Pemakaian jalan-jalan untuk untuk penumpang dan barang melalui pintu depan pesawat. Kerugian : a. Blast Pad yang tinggi pada waktu keluar. b. Gate Position pada apron memerlukan ukuran yang lebih besar untuk memungkinkan gerakan maju pesawat waktu berangkat. 2. Nose Out Parking dan Angeled Nose Out Parking Keuntungan : a. Mengurangi kebisingan dan Blast Pad pada stand yang berdampingan. b. Pemakaian jalan penumpang dan barang melalui pintu belakang pesawat. c. Memerlukan luas Gate Position yang lebih kecil dibandingkan pada sistem Nose In. Kerugian : a. Kebisingan dan Blast Pad diarahkan pada gedung-gedung. b. Tidak mengijinkan pemakaian jalan penumpang melalui pintu muka pesawat. 3. Paralel Parking Keuntungan : a. Untuk jalan penumpang dan barang dapat digunakan pintu muka dan belakang dengan jarak yang sama. Kerugian : a. Blast Pad dan kebisingan diarahkan langsung pada stand yang berdampingan. Dalam menentukan ukuran Gate Position digunakan rumus : Turning Radius (TR) = ½ (Wingspan + Wheel Track) + Forward Roll Diameter (D) = (2 × TR ) + Wing Tip Clearence Kategori Wing Tip Clearence ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kebebasan Ujung Sayap Pesawat (Wing Tip Clearence)
Code Letter Aircraft Wingspan Clearence A ≤ 15 m 3m B 15 - < 24 m 3m C 24 - < 36 m 4,5 m D 36 - < 52 m 7,5 m E 52 - < 60 m 7,5 m Sumber : Heru Basuki, 1985
2.4.2. Dimensi Apron
Untuk menghitung panjang Apron diperhitungkan menurut panjang pesawat, berarti panjang Apron perjenis pesawat dijumlahkan. Panjang Apron dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : P = G x W + (G-1) C + (2 x PB)........................................... (2.6) Dimana : P = Panjang Apron (m) G = Gate Position (buah) C = Wing Tip Clearence W = Wingspan PB = Panjang badan pesawat Untuk menghitung lebar Apron menggunakan pesawat terpanjang (Critical Aircraft), dengan menggunakan rumus sebagai berikut : L = 2 x PB + 3 x C................................................................ (2.7) Dimana : L = Lebar Apron PB = Panjang badan pesawat (m) C = Wing Tip Clearence (m)
2.4.3. Kebutuhan Apron
Persamaan yang digunakan untuk evaluasi kebutuhan Apron berdasarkan Japan International Coorporatian Agency (JICA), dengan persamaan berikut : C xT N= + A....................................................................... (2.8) 60 Dimana : N = Jumlah pesawat yang akan diparkir di Apron C = Jumlah gerakan pesawat pada jam sibuk T = Waktu pesawat untuk menempati area parkir (30-60 menit) A = Cadangan pesawat
2.5. Dimensi dan Ukuran Pesawat
Adapun dimensi dari pesawat terbang yang perlu untuk diketahui meliputi : 1. Wing Span, merupakan jarak atau bentang sayap yang digunakan untuk menentukan lebar Taxiway, jarak antar Taxiway, besar Apron, besar hanggar. 2. Length, merupakan panjang badan pesawat yang digunakan untuk menentukan pelebaran Taxiway (tikungan), lebar Exit R/W, T/W, besar Apron, besar hanggar. 3. Height, merupakan tinggi pesawat yang digunakan untuk menentukan tinggi pintu hanggar, serta instalasi dalam hanggar. 4. Wheel / Gear Tread, merupakan jarak antar roda utama terhitung dari as ke as yang digunakan untuk menentukan radius putar pesawat. 5. Wheel Base, merupakan jarak antar roda utama (Main Gear) dengan roda depan pesawat (Nose Gear) yang digunakan untuk menentukan radius Exit T/W 6. Outer Main Gear Wheel Span (OMGWS), merupakan jarak antar roda utama terluar, dimana nilai ini menentukan Reference Code Letter. 7. Tail Width merupakan lebar sayap belakang digunakan untuk menentukkan luas Apron.
Gambar 2. 4. Komponen Karakteristik Pesawat Terbang
Sumber : Puspita Ningrum, 2012
2.6. Karakteristik Pesawat
Karakteristik pesawat terbang diperlukan dalam perencanaan dan perancangan bandar udara. Menurut Horonjeff (1998), karakteristik pesawat terbang terdiri dari : 1. Bobot pesawat, sangat penting untuk merencanakan tebal perkerasan dari area pendaratan. Beberapa komponen yang terkait dengan bobot pesawat yaitu, bobot kosong operasi (OWE = Operation Weight Empty), bobot bahan bakar kosong (ZFW = Zero Fuel Weight), bobot muatan ,bobot lepas landas struktur maksimum (MTOW = Maximum Take Off Weight) 2. Ukuran, lebar sayap (Wing Span) dan panjang badan pesawat (Fuselage) berpengaruh terhadap, dimensi parkir apron yang selanjutnya berpengaruh terhadap konfigurasi bangunan terminal. 3. Konfigurasi roda, (Single, Dual, Dual Tandem) mempengaruhi tebal perkerasan area pendaratan. 4. Kapasitas, kapasitas penumpang mempunyai arti penting bagi perencanaan bangunan terminal dan prasarana lainnya. 5. Panjang landasan, itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar lapangan terbang, seperti elevasi bandara, temperatur, angin dan lain-lain. Menurut FAA (Federal Aviation Administration) dan SKEP 77 penggolongan pesawat dibagi seperti Tabel 2.5. dan Tabel 2.6. berikut.
Tabel 2.5. Penggolongan Pesawat Menurut FAA
Tail Height Wingspan Category Landing Speed Group (ft) (ft) A Less Than 91 Knots I < 20 < 49 B 91 – 120 Knots II 20- <30 49- <79 C 121 – 140 Knots III 30 - <45 79 - <118 D 141 – 165 Knots IV 45- <60 118- <171 More Than 166 E V 60 - <66 171- <214 Knots VI 66- <80 214- <262 Sumber : FAA AC 150/5300-13 Tabel 2.6. Pengelompokan Bandar Udara dan Golongan Pesawat Berdasarkan Kode Referensi ARFL Kelompok Kode Kode (Aeroplane Reference Bentang Sayap Bandar Udara Angka Huruf Field Length) A (Untteended) 1 ≤ 800 m A ≤ 15 m B (AVIS) 2 800 m ≤ P ≤ 1200 m B 15 m ≤ 1 ≤ 24 m 3 1200 m ≤ P ≤ 1800 m C 24 m ≤ 1 ≤ 36 m D 36 m ≤ 1 ≤ 52 m C (ADC) 4 ≥ 1800 m E 52 m ≤ 1 ≤ 65 m F 65 m ≤ 1 ≤ 80 m Sumber : SKEP/77/VI/2005
2.7. Pergerakan Lalu Lintas Udara Pada Jam Puncak
Untuk menganalisis besarnya penumpang dan pergerakan pesawat pada jam sibuk/puncak perlu dirumuskan terlebih dahulu nilai koefisien permintaan angkutan lalu lintas pada jam sibuk (Cp). Untuk kondisi Indonesia menurut Japan International Coorporatian Agency (JICA), 1991 dengan persamaan berikut : My Md = ............................................................................. (2.9) 365 1,38 Cp = .......................................................................... √ Md (2.10) Mp = Cp x Md................................................................... (2.11) Dimana : Cp = Faktor jam puncak Md = Pergerakan pesawat udara harian Mp = Pergerakan pesawat jam puncak My = Pergerakan pesawat tahunan