PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Triase adalah penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis
dan evakusasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang diberikan
berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita. Tujuan Triage adalah untuk memudahkan
penolong untuk memberikan petolongan dalam kondisi korban masalah atau bencan dan diharapkan
banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.
Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena untuk
mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan untuk membuat keputusan dan
menyelesaian masalah. Banyak sekali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan,
dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan
pokok dalam pendidikan sejak lama. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi
topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan berfikir kritis dan sistematis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Triase
Triase berasal dari Bahasa Prancis “Trier” berarti mengambil atau memilih. Adalah penilaian, pemilihan
dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis dan evakusasi pada kondisi kejadian
masal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan
keadaan penderita.
Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan dalam kondisi korban
masalah atau bencan dan diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan
hidup. Triage secara umum dibagi menjadi dua yakni Triage di UGD/IGD Rumah Sakit dan Triage di
Bencana.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang
berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh
petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena
status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase
yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai pada
sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai berikut :
a. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
b. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan transport segera
(gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan
berat, luka bakar berat).
c. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman
jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura
mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
d. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera
(cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan
nafas serta gawat darurat psikologis).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati ventilasi, perfusi, dan
status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak,
atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera. Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna tagging system yang
sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.
Sistem triase terdiri dari Disaster dan Non Disaster. Disaster digunakan untuk menyediakan perawatan
yang lebih efektif untuk pasien dalam jumlah banyak. Sedangkan Non Disaster digunakan untuk
menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien.
d) Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage
a) Tingkat pengetahuan
3) Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya sebagai berikut :
· Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera
· Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal
· Luka lama
· Perdarahan berat
· Minor injuries
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari
Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara
cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan
sesuai kode pada tag. Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga
melakukan tindakan pasca triase dan setelah triase selesai. Kondisi penilaian di tempat dan prioritas
triase antara lain :
b. Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah
korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.
c. Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan
antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
d. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
2) Petugas Komunikasi
3) Petugas Ekstrikasi/Bahaya
6) Petugas Perawatan
3) Sektor Musibah
4) Sektor Ekstrikasi/Bahaya
5) Sektor Triase
8) Sektor Transportasi
Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara mendadak atau tidak terncana atau secara perlahan
tetapi berlanjut, baik yang disebabkan alam maupun manusia, yang dapat menimbulkan dampak
kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk
menolong, menyelamatkan manusia beserta lingkunganya.
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap
menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah
kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak
cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif,
ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat,
gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif
(mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan/atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau
keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera,
usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan
pasien, mengidentifikasi cedera/kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta
untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Saat penolong (tenaga medis) memasuki daerah bencana yang tentunya banyak memiliki koran yang
terpapar hal yang pertama kali harus dipikirkan oleh penolong adalah Penilaian TRIASE. Triase dibagi
menjadi penilaian triase pada psikologis korban dan menilai triase medis.
Dalam Triase Medis sebaiknya menggunakan metode START (Simple Triage and Rapid Treatment) yaitu
memilih korban berdasarkan pengkajian awal terhadap penderita degan menilai Respirasi, Perfusi, dan
Status Mental.
a. Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa menggunakan alat atau melakuakan tindakan
medis.
c. Nilai penderita yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.
d. Inti Penilaian Triage Medis (TRIASE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam (penderita sudah tidak
dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan
penanganan yang lebih kompleks), Kuning (kondisi penderita tidak kritis), Hijau (penanganan pendirita
yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar. Penderita tidak memiliki cedera serius sehingga dapat
dibebaskan dari TKP agar tidak menambah korban yang lebih banyak. Penderita yang memiliki hidup
lebih banyak harus diselamatkan terlebih dahulu).
1) Langkah 1: Respirasi
· Tidak bernapas, buka jalan napas, jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM
· Pernfasan >30 kali /menit atau <10 kali /meni beri TAG MERAH
2) Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir kebiruan)
· Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG KUNING
Setelah memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian triase (hijau,
kuning, merah, hitam), setelah itu menuju korban lainya yang belum dilakukan triase. Triase wajib
dilakukan dengan kondisi ketika penderita/korban melampaui jumlah tenaga kesehatan.
1. Berfikir Kritis
Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari suatu
rangkaian pikiran dan persepsi. Critical berasal dari bahasa Grika yang berarti : bertanya, diskusi,
memilih, menilai, membuat keputusan. Kritein yang berarti to choose, to decide. Krites berarti judge.
Criterion (bahasa Inggris) yang berarti standar, aturan, atau metode. Critical thinking ditujukan pada
situasi, rencana dan bahkan aturan-aturan yang terstandar dan mendahului dalam pembuatan
keputusan (Mz. Kenzie).
Pengertian berpikir kritis dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa di antaranya : Gunawan (2003:177-
178) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang
kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir
induktif seperti mengenali hubungan, manganalisis masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab
dan akibat, membuat kesimpulan dan mem-perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian berpikir
deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial, logis silogisme dan
membedakan fakta dan opini. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias,
melakukan evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan. Sementara itu Rahmat (2010:1)
mengemukakan berpikir kritis (critical thinking) sinonim dengan pengambilan keputusan (decision
making), perencanaan stratejik (strategic planning), proses ilmiah (scientific process), dan pemecahan
masalah (problem solving).
Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi,
memberi rasional, mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan. Dalam proses
pengambilan keputusan, kemampuan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi sangatlah
penting. Orang yang berpikir kritis akan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat
kesimpulan berdasarkan fakta kemudian melakukan pengambilan keputusan. Ciri orang yang berpikir
kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang didiskusikan dengan masalah
atau pengalaman lain yang relevan. Berpikir kritis juga merupakan proses terorganisasi dalam
memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan
masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil
keputusan.
Critical thinking yaitu investigasi terhadap tujuan guna mengeksplorasi situasi, fenomena, pertanyaan
atau masalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan secara terintegrasi. Menurut Bandman (1998)
berfikir kritis adalah pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip,
argument, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktivitas. Pengujian ini
berdasarkan alasan ilmiah, pengambilan keputusan, dan kreativitas. Menurut Brunner dan Suddarth
(1997), berpikir kritis adalah proses kognitif atau mental yang mencakup penilaian dan analisa rasional
terhadap semua informasi dan ide yang ada serta merumuskan kesimpulan dan keputusan. Berpikir kritis
digunakan perawat untuk beberapa alasan :
b. Penerapan profesionalisme
d. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat dalam menuju keberhasilan dalam
berbagai aktifitas
Berpikir kritis juga dapat dikatakan sebagai konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang
berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai sudut pandang selain itu juga
membahas tentang komponen berpikir kritis dalam keperawatan yang di dalamnya dipelajari
karakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan
kreatifitas dalam berpikir kritis.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru
dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi,
ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses
berpikir dan belajar. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi memerlukan
disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat
menjadi pemikir kritis adalah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam
pemikiran yang disiplin dan mandiri.
Berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasikan atau
melakukan penilaian secara cermat tentang tepat tidaknya atau layak tidaknya suatu gagasan. Berpikir
kritis merupakan suatu proses berpikir (kognitif) yang mencakup penilaian analisa secara rasional
tentang semua informasi, masukan, pendapat, dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan.
b. Rasional dan beralasan. Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan
mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
c. Reflektif.Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau persepsi dalam
berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
d. Bagian dari suatu sikap. Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan
selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
e. Kemandirian berpikir. Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima
pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat
dipercaya.
f. Berpikir adil dan terbuka. Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang
menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
g. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan. Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu
argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan
diambil. Wade (1995) mengidentifikasi delapan kerakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
2) Membatasi permasalahan
3) Menguji data-data
4) Menganalisis berbagai pendapat
8) Mentolerasi ambiguitas
Sebelum melanjutkan lebih jauh, kita perlu mencoba untuk menemukan jalan yang membantu pelajar
pemula untuk belajar tentang berpikir kritis dan termasuk perkembangan model berpikir kritis yang
menjadi pokok bahasan. Banyak klasifikasi berpikir yang ditemukan di literature. Costa and Colleagues
(1985). Menurut Costa and Colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai “The Six Rs” yaitu :
a. Remembering (Mengingat)
b. Repeating (Mengulang)
d. Reorganizing (Reorganisasi)
e. Relating (Berhubungan)
f. Reflecting (Memantulkan/merenungkan
Meskipun The Six Rs sangat berguna namun tidak semuanya cocok dengan dalam keperawatan.
Kemudian Perkumpulan Keperawatan mencoba mengembangkan gambaran berpikir dan
mengklasifikasikan menjadi 5 model disebut T.H.I.N.K. yaitu: Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas and
Creativity, Knowing How You Think.
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan bagaimana untuk mendapatkan
fakta/data ketika diperlukan. Data keperawatan bisa dikumpulkan dari banyak sumber, yaitu
pembelajaran di dalam kelas, informasi dari buku, segala sesuatu yang perawat peroleh dari klien atau
orang lain, data klien dikumpulkan dari perasaan klien, instrument (darah, urine, feses, dll), dsb.
Total recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, dengan adanya
pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan dipertahankan dalam pikiran. Masing-masing
individu mempunyai pengetahuan yang berbeda-beda dalam pikiran mereka. Ada sekelompok yang
mempunyai pengetahuan sangat luas dan ada yang sebaliknya. Keperawatan diawali dengan
pengetahuan yang minimal tetapi kemudian secara pesat meluas seiring dengan adanya sekolah-sekolah
keperawatan.
b. Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang diulang berkali-kali sehingga menjadi
kebiasaan yang alami. Mereka menerima apa yang mereka kerjakan menghemat waktu dan mudah
untuk dilakukan. Manusia selalu menggambarkan sesuatu yang mereka kerjakan sebagai kebiasaan
seperti “saya mengerjakan sesuatu di luar pikiran”. Hal ini bukan kebiasaan dalam keperawatan karena
tindakan yang dilakukan tidak menggunakan proses berpikir. Hal ini terjadi jika proses berpikir sudah
berakar dalam diri mereka dalam melihat sesuatu atau kemungkinan yang terjadi, di bawah sadar.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap waktu. Contoh : pernahkah kita
mengendarai kendaraan dan apakah pernah kita ingat pepohonan yang pernah kita lewati? Yang kita
pikirkan dan harapkan adalah supaya kita terhindar dari kecelakaan.
Cardipulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu kebiasaan yang sangat penting dalam keperawatan.
Ketika seseorang menjelang ajal, sebuah solusi yang cepat yang dibutuhkan disini adalah melakukan pijat
jantung (CPR), memberikan injeksi, mempertahankan suhu tubuh, memasang kateter, dan aktivitas
lainnya. Hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang alami terjadi dan dilakukan oleh perawat.
Inquiry merupakan latihan mempelajari suatu masalah secara mendalam dan mengajukan pertanyaan
yang mendekati kenyataan. Jika kita berada di tingkat pertanyaan ini dalam situasi social, kita akan
disebut “Mendesak”. Hal ini meliputi penggalian data dan pertanyaan, khususnya pendapat dalam situasi
tertentu. Ini berarti tidak menilai dari raut wajah, mencari factor-faktor yang menyebabkan, keragu-
raguan pada kesan pertama, dan mengecek segalanya, tidak ada masalah bagaimana memperlihatkan
ketidaksesuaian.
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang digunakan untuk menyimpulkan sesuatu.
Kesimpulan tidak dapat diambil jika tanpa inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika menggunakan
inquiry. Inquiry bisa diwujudkan melalui :
Ide baru dan kreativitas terdiri dari model berpikir unik dan bervariasi yang khusus bagi individu.
Kekhususan dalam berpikir ini akan selalu dibawa individu selama hidupnya dan biasanya membentuk
kembali norma. Seperti Inquiry, model ini membawa kita sesuai ide dari literature. Berpikir kreatif
merupakan kebalikan dan akhir dari Habits Model (kebiasaan). Dari kalimat “melakukan sesuatu seperti
biasanya” menjadi “Mari mencoba cara baru”. Berpikir kreatif tidak untuk menjadi pengecut, tetapi salah
satu kadang-kadang akan terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemikir kreatif
menghargai kesalahan yang mereka lakukan untuk mempelajari nilai.
Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena merupakan dasar dalam merawat
pelanggan atau klien. Banyak hal yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan
bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart pendekatan untuk menghemat
waktu perawatan dan secara keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda satu
sama lain. Contoh : Yudi yang tinggal di rumah perawatan menghabiskan sisa harinya di atas kursi roda,
keluar-masuk ke ruangan yang sama tiap harinya. Dia tidak pernah berkata kepada seorangpun meskipun
perawat mengulangi kata-kata yang sama dan sudah memahami cara berkomunikasi.
e. Knowing How You Think / Mengetahui apa yang kamu fikirkan (K)
Knowing How You Think merupakan yang terakhir tetapi bukannya yang paling tidak dihiraukan dari
model T.H.I.N.K. yang berarti berpikir tentang apa yang kita pikirkan. Berpikir tentang berpikir disebut
“metacognition”. Meta berarti “diantara atau pertengahan” dan cognition berarti “Proses mengetahui”.
Jika kita berada di antara proses mengetahui, kita akan dapat mengetahui bagaimana kita berpikir. Yang
perlu dipelajari :
3) Satu alasan mengapa hal ini sulit dilakukan adalah karena ada kosakata special dari akhir analisis
yang perlu menggambarkan BAGAIMANA berpikir.
a. Debate : metode yang digunakan untuk mencari, membantu, dan merupakan keputusan yang
beralasan bagi seseorang atau kelompok dimana dalam proses terjadi perdebatan atau argumentasi.
b. Individual decision : Individu dapat berdebat dengan dirinya sendiri dalam proses mengambil
keputusan.
c. Group discussion : sekelompok orang memperbincangkan suatu masalah dan masing-masing
mengemukakan pendapatnya.
d. Persuasi : komunikasi yang berhubungan dengan mempengaruhi perbuatan, keyajinan, sikap, dan
nilai-nilai orang lain melalui berbagai alas an, argument, atau bujukan. Debat dan iklan adalah dua
bentuk persuasi.
e. Propaganda : komunikasi dengan menggunakan berbagai media yang sengaja dipersiapkan untuk
mempengaruhi massa pendengar.
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen, pemecahan masalah, keperawatan
serta kriteria yang digunakan dengan komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen berpikir
kritis antara lain:
a. Menentukan tujuan
c. Menujukan bukti
d. Menganalisis konsep
e. Asumsi
Perspektif yang digunakan selanjutnya keterlibatan dan kesesuaian kriteria elemen terdiri dari kejelasan,
ketepatan, ketelitan dan keterkaitan.
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku selama
proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa
aspek :
c. Novelty. Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam
sikap menerima adanya ide-ide orang lain.
d. Outside material. Menggunakan pengalamanya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari
perkuliahan.
e. Ambiguity clarified. Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidak
jelasan.
f. Linking ideas. Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru dari
informasi yang berhasil dikumpulkan.
g. Justification. Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan
yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan
kerungian dari suatu situasi atau solusi.
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk
mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara
“apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang
efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya
dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya. Langkah-langkah pemecahan masalah
antara lain
g. Evaluasi.
8. Berfikir Sistematis
Berpikir sistemik (Systemic Thinking) adalah sebuah cara untuk memahami sistem yang kompleks
dengan menganalisis bagian-bagian sistem tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang
terdapat didalam setiap unsur atau elemen penyusun sistem tersebut. Pada prinsipnya berpikir sistemik
mengkombinasikan dua kemampuan berpikir, yaitru kemampuan berpikir analis dan berfikir sintesis.
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang memiliki kemiripan dengan berpikir sistemik (systemic
thinking), yaitu Systematic thinking (berpikir sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan
Systems thinking (berpikir serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah itu berakar dari kata yang sama
yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun menunjukkan konotasi yang berbeda, karena itu memiliki tujuan
yang berbeda pula.
Konsep sistem setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen atau unsur yang membentuk
kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat mereka, yaitu tujuan bersama. Karena itu, setiap elemen
berhubungan satu sama lain (relasi) berdasarkan suatu aturan main yang disepakati bersama. Kesatuan
antar elemen (sistem) itu memiliki batas (boundary) yang memisahkan dan membedakannya dari sistem
lain di sekitarnya.
Berpikir sistematik (sistematic thinking), artinya memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka
metode tertentu, ada urutan dan proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan
kedisiplinan terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena sesuai
dengan proses yang diakui luas.
Berpikir sistemik (systemic thinking), maknanya mencari dan melihat segala sesuatu memiliki pola
keteraturan dan bekerja sebagai sebuah sistem. Misalnya, bila kita melihat otak, maka akan
terbayangkan sistem syaraf dalam tubuh manusia atau hewan. Bila kita melihat jantung akan
terbayangkan sistem peredaran darah di seluruh tubuh.
Sementara itu berpikir sistemik (systemic thinking) adalah menyadari bahwa segala sesuatu berinteraksi
dengan perkara lain di sekelilingnya, meskipun secara formal-prosedural mungkin tidak terkait langsung
atau secara spasial berada di luar lingkungan tertentu. Systemic thinking lebih menekankan pada
kesadaran bahwa segala sesuatu berhubungan dalam satu rangkaian sistem. Cara berpikir seperti
berseberangan dengan berpikir fragmented-linear-cartesian.
Setelah itu, kita melakukan sintesis, yakni proses untuk memahami bagaimana elemen-elemen itu
berfungsi secara bersama-sama. Di sini kita dituntut memahami elemen-elemen tersebut secara
mendasar sebelum memadukannya. Kita bisa melihat hubungan yang jelas antara curah hujan yang
tinggi dengan kondisi hutan atau gunung yang gundul, lalu menyebabkan aliran sungai yang sangat deras
dan akhirnya menyembur ke daerah tertentu. Kondisi makin parah, apabila saluran air di daerah sangat
buruk, sehingga tak bisa menampung aliran air yang melimpah (banjir) dan kondisi tanah yang rawan
hingga menyebabkan longsor.
Dalam interaksi antar elemen itu kita memahami bahwa segala hal merupakan bagian dari suatu sistem,
dengan kata lain segala hal berinteraksi satu sama lain. Tak ada suatu perkara di atas muka bumi ini yang
berdiri sendiri, sebab semuanya saling terkait. Memahami proses interaksi ini sulit karena selain banyak
ragamnya, juga terkadang tidak tampak kasat mata, dan satu sama lain saling mempengaruhi, sehingga
tak jelas faktor mana yang lebih dulu muncul.
Kita perlu pola dari interaksi antar elemen dalam suatu Sistem. Untuk memahami bekerjanya suatu
sistem akan lebih mudah pada tingkat pola, bukan pada detailnya. Jika kita ingin memahami hutan, maka
kita pandang secara keseluruhan, bukan mengamati pohonnya satu per satu. Berpikir serba-sistem
adalah cara agar kita menemukan pola secara sadar dan proaktif.
Dalam satu persoalan yang kompleks, kita membutuhkan cara berpikir sistemik yang berbeda dengan
cara konvensional. Ada dua langkah dalam menerapkan berpikir sistemik. Pertama, kita mendaftar dan
menemukan elemen-elemen permasalahan yang ada. Kedua, menemukan tema atau pola umumnya.
Hal ini berbeda jauh dengan mereka yang menerapkan berpikir non-sistemik, sebab mereka mungkin
menemukan dan mendaftar sejumlah elemen permasalahan, tapi kemudian memilih elemen tertentu
untuk menjadi fokus perhatian. Dalam hal itu, mereka mengabaikan elemen lain yang dipandang tak
berpengaruh, padahal mungkin saja justru paling menentukan pola yang berkembang di dalam sistem.
Sistems thinking sedikit berbeda systemic thinking. Berpikir sistemik lebih menekankan pada pencarian
pola-hubungan (Pattern), maka berpikir serba-sistem lebih menekankan pada pemahaman bagaimana
(How) elemen-elemen itu berhubungan. Dengan pemahaman How tersebut, maka kita dapat
menemukan elemen mana yang memiliki pengaruh vital dan solusi yang komprehensif, sehingga tidak
menimbulkan masalah baru.
Cara berpikir serba-sistem juga akan membentuk sikap yang sistemik dalam merespon permasalahan
(systemic attitude), yakni suatu pola perilaku yang tidak menabrak aturan main (rule of game) yang
sudah disepakati dalam satu sistem tertentu. Sebuah aturan yang ditetapkan dalam sistem memang
bersifat membatasi ruang gerak (self constraining), namun pada saat yang sama memampukan (self
enabling) setiap elemen untuk bekerja sesuai fungsinya dan berinteraksi dengan elemen lain. Jika tak ada
batasan fungsi yang jelas, maka setiap elemen itu akan saling bertabrakan dan malah berpotensi
menghancurkan sistem secara keseluruhan. Di sinilah pentingnya, berpikir dan bertindak serba-sistem
demi menjaga kesinambungan sistem sendiri. Pengubahan aturan main dimungkinkan dan dapat
diperjuangkan melalui cara-cara legal-rasional, sehingga sistem itu tumbuh semakin sehat dan matang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang
berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh
petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena
status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase
yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).
Prioritas tindakan dalam triase yaitu terdiri dari Prioritas Nol (Hitam), Prioritas Pertama (Merah),
Prioritas Kedua (Kuning), dan Prioritas Ketiga (Hijau). Konsep Triase antara lain :
d) Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage
Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan
menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal
memecahkan masalah, menganalisis asumsi, memberi rasional, mengevaluasi, melakukan penyelidikan,
dan mengambil keputusan.
Berpikir sistematis artinya memikirkan segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada
urutan dan proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap proses
dan metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang
berbeda, namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan proses yang diakui luas.
B. Saran
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan sumber yang kami peroleh.
Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena itu kami harapkan agar pembaca bisa
mecari sumber yang lain guna membandingkan dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi
bila terjadi kelasahan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Gusti. 2014. Cara Cepat Menilai Triage Pada Korban Bencana. https://gustinerz.com/cara-cepat-menilai-
triage-pada-korban-bencana/ . Diakses pada tanggal 31 Maret 2018.