Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRE-DIETETICS INTERNSHIP ROTASI COMMUNITY DIETETICS

(PELAKSANAAN KEGIATAN NCP KOMUNITAS PADA KELOMPOK

SASARAN ANAK SEKOLAH)

DI PUSKESMAS TAJINAN KABUPATEN MALANG

Tanggal 29 April s.d 11 Mei 2013

Oleh:
Ni Luh Ayu Megasari
NIM. 0910733008

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRE-DIETETICS INTERNSHIP ROTASI COMMUNITY DIETETICS


(PELAKSANAAN KEGIATAN NCP KOMUNITAS PADA KELOMPOK
SASARAN ANAK SEKOLAH)
DI PUSKESMAS TAJINAN KABUPATEN MALANG
Tanggal 29 April s.d 11 Mei 2013

Oleh :
Ni Luh Ayu Megasari 0910730008

Telah mendapat persetujuan dan dipresentasikan pada:


Hari/Tanggal: Jum’at, 17 Mei 2013

Perceptor, Community Instructure,

drg. Titik Purwanti Dian Kurniawati, Amd. Gz


NIP. 19590331 198911 2 001 NIP. 19830729 201001 2 012

Community Supervisor

Eriza Fadhilah, S.Gz., M.Gizi


NIP. 19840927 299812 2 002
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 NCP Komunitas Kelompok Sasaran Anak Usia Sekolah


3.2.1 Interpretasi Hasil Screening (Data Primer)
Anak usia sekolah merupakan anak yang berada dalam rentang usia 6-12 tahun.
Pengambilan data primer dilakukan di SDN Tajinan 2 yang berada dalam wilayah kerja
Puskesmas Tajinan Kabupaten Malang. Sampel sebanyak 20 anak yang diambil secara
acak dari kelas 3, 4, dan 5, dengan sebaran sampel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Sebaran Karakteristik Sampel Anak Usia Sekolah


Kelas Jumlah Responden Jenis Usia
Kelamin
L P 8 9 10 11 12
3 7 3 4 1 6
4 7 4 3 7
5 6 3 3 1 4 1
Total 20 10 10 1 6 8 4 1

Data primer diperoleh berdasarkan hasil pengisian kuesioner, yang meliputi


wawancara terstruktur serta pengukuran antropometri berupa pengukuran berat badan
dan tinggi badan. Hasil data berikut ini berdasarkan data dari total 20 responden.
A. Data Dasar
Gambar 3.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan gambar 3.1, diketahui bahwa jumlah responden laki-laki dan
perempuan memiliki proporsi yang sama, yaitu sebanyak 10 responden (50%) untuk
masing-masing jenis kelamin atau 50%.

Gambar 3.2 Distribusi Usia Responden

Berdasarkan Gambar 3.2, diketahui bahwa 1 orang responden (5%) berusia 8


tahun, 6 orang responden (30%) berusia 9 tahun, 8 orang responden (40%) berusia
10 tahun, 4 orang responden (20%) berusia 11 tahun, dan 1 orang responden (5%)
berusia 12 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua responden berada dalam
rentang usia inklusi, yaitu antara 6-12 tahun.
Gambar 3.3 Persentase Pendidikan Terakhir Ayah

Gambar 3.4 Persentase Pendidikan Terakhir Ibu

Dari gambar 3.3 dan 3.4, diketahui bahwa 25% (5 orang) ayah dan 25% (5 orang)
ibu berpendidikan terakhir Sekolah Dasar; 15% (3 orang) ayah dan 25% (5 orang)
ibu berpendidikan terakhir SMP; 30% (6 orang) ayah dan 25% (5 orang) ibu
berpendidikan terakhir SMA; dan 30% (6 orang) ayah dan 25% (5 orang) ibu
berpendidikan terakhir diploma/sarjana. Dari data tersebut dapat dikalkulasikan
jumlah orang tua dengan pendidikan terakhir Sekolah Dasar sebanyak 10 orang,
SMP sebanyak 8 orang, SMA sebanyak 11 orang, dan diploma/sarjana sebanyak 11
orang. Sehingga dapat dikatakan bahwa 18 orang tua (45%) berpendidikan ≤ 9
tahun, dan 22 orang tua (55%) berpendidikan > 9 tahun.

Gambar 3.5 Persentase Pekerjaan Ayah 1 Bulan Terakhir

Gambar 3.6 Persentase Pekerjaan Ibu 1 Bulan Terakhir

Berdasarkan gambar 3.5 dan 3.6 diketahui bahwa 45% (9 orang) ayah dan 25%
(5 orang) ibu bekerja sebagai pegawai atau buruh; 25% (5 orang) ibu tidak bekerja;
30% (6 orang) ayah dan 45% (9 orang) ibu bekerja mandiri atau sebagai wirausaha;
10% (2 orang) ayah dan 5% (1 orang) ibu berprofesi sebagai PNS; 5% (1 orang)
ayah bekerja sebagai pengrajin; dan 10% (2 orang) ayah bekerja di bidang lain.
Dapat dikatakan bahwa 35 orang tua (87,5%) memiliki pekerjaan selama 1 bulan
terakhir.

Gambar 3.7 Besaran Uang Saku Anak Usia Sekolah

Berdasarkan gambar 3.7, diketahui bahwa 100% (20 orang) anak mendapatkan
uang saku ≥ Rp2.000,00, yang mana 65% (13 anak) diantaranya mendapat uang
saku antara Rp2.000,00 hingga Rp4.000,00; sementara 35% (7 anak) mendapat
uang saku >Rp4.000,00.

B. Klinis
Data klinis terkait kejadian penyakit infeksi dalam satu bulan terakhir pada anak
usia sekolah tersaji pada Gambar 3.10. Pada Gambar 3.10, nampak bahwa 10% (2
orang) anak mengalami diare, 65% (13 orang) anak mengalami ISPA, 10% (2 orang)
anak mengalami demam typhoid atau tipus, dan 30% (6 orang) anak mengalami
demam yang merupakan salah satu reaksi maupun tanda dari infeksi pada tubuh.
ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling banyak terjadi pada anak usia sekolah.
ISPA yang diderita anak usia sekolah berupa batuk sebanyak 59% (13 anak) dan
pilek 41% (9 anak) seperti tersaji dalam Gambar 3.11.
Gambar 3.8 Kejadian Penyakit Infeksi dalam 1 Bulan Terakhir

14 65%

12

10
Jumlah
8
30%
6

4
10% 10%
2

0
Demam
Diare ISPA Demam
Typhoid
Jumlah 2 13 2 6

Gambar 3.9 Persentase Kejadian ISPA

41%
(9) Pilek
59%
(13) Batuk

C. Dietary
Data dietary yang dikumpulkan meliputi kebiasaan jajan, kebiasaan sarapan,
kebiasaan membawa bekal, frekuensi makan, keragaman atau variasi makanan,
pola makan terkait asupan yodium, dan intake energi dan zat gizi selama 24 jam (24-
hour recall).
Gambar 3.10 Penggunaan Uang Saku

Gambar 3.11 Penggunaan Uang Saku untuk Membeli Jajanan/Makanan


Gambar 3.12 Frekuensi Jajan Sehari

Berdasarkan Gambar 3.10 dan Gambar 3.11, Semua responden yang


diwawancarai menggunakan sebagian besar uang saku untuk membeli makanan,
yang mana 90% responden (18 anak) menggunakan ≥ 50% uang saku untuk
membeli jajanan atau makanan. 20% responden (4 anak) biasa jajan 1 kali sehari,
sementara 80% responden (16 anak) jajan >1 kali sehari, seperti yang nampak pada
Gambar 3.12.

Gambar 3.13 Jajanan yang paling sering dibeli

Jajanan yang dibeli anak tersaji dalam Gambar 3.13, yang mana pemilihan jajan
cenderung bervariasi. Jajanan yang paling banyak diminati adalah es, yaitu
sebanyak 25% atau 5 orang anak. Anak usia sekolah biasanya berbelanja di depan
sekolah dan di warung. 40% jajanan dikemas dengan plastik kiloan, 55% dengan
kemasan/bungkus, dan 5% disajikan dengan menggunakan piring/mangkok.
Sementara itu, terkait dengan kebiasaan membawa bekal ke sekolah, tidak ada
responden yang mengaku rutin membawa bekal ke sekolah.
Berhubungan dengan kebiasaan sarapan, 85% (17 orang) anak mengaku telah
terbiasa untuk sarapan di pagi hari. 80% (16 orang) anak memiliki kebiasaan makan
3 kali sehari, sementara 15% (3 orang) anak terbiasa makan >3 kali sehari dan 5%
(1 orang) anak hanya makan 2 kali sehari.

Gambar 3.14 Kebiasaan Sarapan


Gambar 3.15 Kebiasaan Makan Sehari

Dari segi keragaman konsumsi, 70% (14 orang) anak biasanya hanya
mengonsumsi nasi dengan lauk hewani untuk sarapan, seperti nampak pada
Gambar 3.16. Sementara untuk makan siang dan makan malam, 55% (11 orang)
anak juga terbiasa mengonsumsi nasi dengan lauk hewani saja, seperti yang tersaji
pada Gambar 3.17 dan 3.18. Konsumsi makanan seimbang yang meliputi nasi, lauk
hewani, lauk nabati, buah, dan sayur adalah sebesar 0% baik untuk sarapan, makan
siang, dan makan malam.

Gambar 3.16 Susunan Makan Pagi (Sarapan)


Gambar 3.17 Susunan Makan Siang

Gambar 3.18 Susunan Makan Malam

Berdasarkan hasil recall 24 jam, diketahui bahwa 85% (17 orang) anak memiliki
intake energi ≤ 77% kebutuhan. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan protein,
35% (7 orang) anak masih memiliki intake protein ≤ 77% kebutuhan protein
hariannya.
Gambar 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Energi (Berdasarkan hasil Recall 24 Jam)

Gambar 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Protein (Berdasarkan hasil Recall 24 Jam)

Sedangkan terkait intake yodium dari bahan makanan, belum ada anak yang
mampu mencukupi > 77% intake yodium harian (120 µg). Tetapi semua anak
mengaku bahwa orang tuanya di rumah sudah menggunakan garam beryodium
(garam halus merk Kapal Api, merk Ibu Bijak, merk Ikan Hiu, dll).
Berdasarkan hasil FFQ, nampak bahwa konsumsi bahan makanan sumber
yodium seperti ikan laut hanya dikonsumsi 1-2 kali/minggu, udang < 2 kali/minggu,
kerang dan cumi dikonsumsi bulanan hingga tahunan. Sedangkan sayuran yang
bersifat goitrogenik seperti bayam, sawi, kubis, dan daun singkong rata-rata
dikonsumsi mingguan.

D. Hygiene Sanitasi
Data hygiene meliputi kebiasaan mencuci tangan, cara mencuci tangan,
frekuensimenggosok gigi, frekuensi mandi, kebiasaan memotong kuku. Sementara
data sanitasi terkait dengan ketersediaan fasilitas sanitasi seperti kamar mandi.

Gambar 3.20 Tingkat Hygiene

Berdasarkan Gambar 3.20 diketahui bahwa baru 25% (5 orang) anak yang
memiliki hygiene baik. 65% (13 orang) anak masih memiliki hygiene sedang,
sementara 10% (2 orang) anak memiliki hygiene kurang. Untuk fasilitas sanitasi,
semua responden mengaku biasa mandi di kamar mandi pribadi, sehingga dapat
dikatakan bahwa akses responden terhadap fasilitas sanitasi berupa kamar mandi
sudah baik.

E. Tingkat Pengetahuan Gizi


Pertanyaan terkait pengetahuan gizi yang diberikan meliputi pengetahuan
tentang jajanan sehat, tumpeng gizi atau piramida makanan, dan zat gizi.
Tabel 3.21 Pengetahuan Jajanan yang Baik

Gambar 3.22 Pengetahuan Jajanan yang Tidak Baik

Gambar 3.23 Pengetahuan Akibat Jajanan yang Tidak Baik


Mengenai jajanan yang baik, 55% (11 orang) anak belum mampu menyebutkan
ciri-ciri jajanan yang baik secara benar. Sedangkan terkait jajanan yang tidak baik,
40% (8 orang) anak tidak bisa menyebutkan ciri-ciri jajanan yang tidak baik, tetapi
hanya 5% (1 orang) anak yang tidak mampu menyebutkan akibat dari jajanan yang
tidak baik.
Terkait dengan piramida makanan atau tumpeng gizi, 50% (10 anak) responden
mengaku pernah mendengar tentang tumpeng gizi atau piramida makanan, tetapi
belum ada responden yang mampu menjelaskan tumpeng gizi atau piramida
makanan dengan benar. Sedangkan untuk manfaat sarapan, 30% (6 orang) anak
masih belum mampu menyebutkan manfaat yang tepat dari sarapan, seperti
tergambar pada Gambar 3.24.

Gambar 3.24 Pengetahuan Mengenai Manfaat Sarapan

Pengetahuan tentang zat gizi meliputi pengetahuan bahan makanan sumber


karbohidrat, protein, lemak, dan yodium. 40% (8 orang) anak belum mampu
menyebutkan bahan makanan sumber karbohidrat dengan benar, 30% (6 orang)
anak belum mampu menyebutkan bahan makanan sumber protein dengan benar,
65% (13 orang) anak belum mampu menyebutkan bahan makanan sumber lemak
dengan benar, dan 25% (5 orang) anak tidak bisa menyebutkan bahan makanan
sumber yodium dengan benar.
Gambar 3.25 Pengetahuan Bahan Makanan Sumber Karbohidrat

Gambar 3.26 Pengetahuan Bahan Makanan Sumber Protein


Gambar 3.27 Pengetahuan Bahan Makanan Sumber Lemak

Gambar 3.28 Pengetahuan Bahan Makanan Sumber Yodium

Analisa lanjutan terhadap pengetahuan gizi tersebut menunjukkan bahwa baru


20% (4 orang) anak yang memiliki pengetahuan baik (pengetahuan > 75%),
sementara 40% (8 orang) anak berpengetahuan sedang (pengetahuan 56-75%) dan
40% sisanya berpengetahuan kurang (pengetahuan ≤ 55%), seperti yang
ditampilkan pada gambar 3.29.
Gambar 3.29 Tingkat Pengetahuan Gizi Anak Usia Sekolah

F. Aktivitas Fisik
Analisa tingkat aktivitas fisik dengan menggunakan PAQ-C (Physical Activity
Questionnaire for Older Children) menunjukkan bahwa semua responden memiliki
tingkatan aktivitas fisik yang kurang aktif, yang mana rata-rata responden memiliki
skor 2 (skor 5: sangat aktif; skor 4: aktif; skor 3: cukup aktif; skor 2: kurang aktif; skor
1: sangat kurang aktif).

Gambar 3.30 Tingkat Aktivitas Fisik

Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik tersebut


dikarenakan oleh kurangnya aktivitas yang melibatkan gerak fisik seperti bermain
kejar-kejaran, petak umpek, permainan tradisional, dan permainan lainnya saat jam
istirahat. Responden lebih banyak menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas dan
jarang bermain di lapangan yang tepat berada di depan sekolahnya. Ketika di rumah,
responden juga lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi, bermain
game elektronik, maupun membaca buku.

Anda mungkin juga menyukai