WIJAWIYATA MANAJEMEN 80
PPM SCHOOL OF MANAGEMENT
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.1. Distribusi Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area Jabodetabek
(Sumber: PT. Sewu Segar Nusantara, 2017)
1
waktu 7 (tujuh) hari sebelum pesanan datang melalui invoice serta pemesanan via
komunikasi langsung. Forecasting demand yang dilakukan untuk pemesanan produk ke
PT. NTF pada gambar 1 pun terlihat leveling permintaan untuk memenuhi supplai
pisang Sunpride belum menunjukkan hasil yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan ada indikasi pemenuhan
kebutuhan pisang Cavendish akan dipenuhi oleh kompetitor lain yang memiliki potensi
konsumen akan berpindah kepada distributor lain.
Isu variabilitas yang dihadapi oleh PT. Sewu Segar Nusantara merupakan
pengaruh dari kondisi bias yang terjadi pada berapa jumlah yang dibutuhkan oleh
konsumen. Ditambah lagi produk pisang harus memiliki perputaran yang cepat karena
tidak akan cepat rusak apabila disimpan terlalu lama. Sehingga perlu menentukan
jumlah supplai yang tepat sesuai dengan permintaan konsumen yang juga semakin
cepat, mengingat pisang Sunpride perputarannya sangat cepat. Sehingga, dalam tulisan
ini peneliti mencoba untuk menyandingkan peran industri 4.0 dalam mengakomodir
ketepatan supplai produk ke konsumen.
2
BAB 2
PROFIL PERUSAHAAN
3
Pisang Cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan berbagai
ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis berwarna kuning
muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas. Pengkelasan (grade) pisang
Cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju, yaitu kelas A, kelas B, dan Kelas C.
Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran bobot, panjang jari, warna buah,
kesegarannya, dan kebersihan kulit
Pengkelasan pisang Cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh salah satu
perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang Cavendish, yaitu PT.SSN. Perusahaan
mengkelaskan pisang Cavendish berdasarkan warna, rasa, panjang, jumlah sisiran, dan
tingkat kememaran (bruises). PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas
pisang Cavendish berdasarkan gradenya, pada grade C3 diberikan nama merek Sunpride
yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri berwarna kuning mulus, rasa
yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises
kecil.
Tabel 2.2. Klasifikasi Grade Pisang
4
2.3.Pengadaan Pasokan Pisang Cavendish
Kegiatan pengadaan pasokan pisang Cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari
PT. Nusantara Tropical Farm (PT. NTF) yang berlokasi di Way Jepara, Lampung.
Kegiatan ini dilakukan oleh bagian Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung
jawab membeli pisang Cavendish dari PT. NTF. PT. SSN memperoleh pisang Cavendish
dari PT. NTF dalam keadaan belum matang, sehingga PT. SSN yang akan melakukan
kegiatan pematangan (ripening). Dasar kegiatan pematangan dilakukan oleh PT. SSN,
karena kondisi pisang Cavendish yang rentan memar atau rusak sehingga PT. SSN perlu
mengantisipasi resiko kerusakan pisang Cavendish.
Pasokan pisang Cavendish yang dikirim berumur 9 – 11 minggu yang dilakukan
selama 2 hari sekali dengan jumlah sebanyak ± 1.000 boks per sekali kirim atau sebulan ±
30.000 boks. Pengiriman pisang Cavendish pada saat bulan September – Desember
dimana musim kemarau di propinsi Lampung, PT. NTF akan mengirimkan pasokan pisang
Cavendish dalam jumlah <50% dibandingkan pada bulan Januari – Agustus yang
merupakan musim penghujan dimana jumlah pasokan normal yaitu ± 30.000 boks per
bulan.
Secara umum proses produksi di PT. SSN dibagi menjadi dua, yaitu pendinginan
dan pematangan. Kegiatan pendinginan dilakukan pada saat awal barang datang dari PT.
NTF dengan menyimpan pisang Cavendish di cold storage. Pisang Cavendish yang masuk
cold storage terlebih dahulu dilakukan penyesuaian suhu mencapai standar produksi ±
18oC. Setelah suhu telah mencapai 14oC, kemudian pisang Cavendish dimutasi untuk
proses pematangan.
Kegiatan pertama, yaitu pisang Cavendish yang sampai di PT. SSN, dilakukan
penyortiran dan grading terlebih dahulu sebelum disimpan ke ruang pendingin. Kegiatan
penyortiran pisang Cavendish dilakukan dengan sistem random sampling sebesar 1 % dari
total pasokan yang dikirim dari satu truk pengangkut. Selama penyortiran dilakukan
pengamatan terhadap tingkat kememaran (bruises), panjang minimal 7,5 inchi, kalibrasi
buah atau lingkar buah minimal 3,9 inchi, serta penimbangan bobot pisang per boks.
Pisang Cavendish yang telah disortir, kemudian dimasukkan ke cold storage dengan suhu
14oC – 18oC selama waktu tiga hari.
Kegiatan kedua, yaitu pematangan, dimana dilakukan gasing atau penyemprotan
dengan gas etilen konsentrasi 200 ml selama 24 jam. Kegiatan ini dilakukan, agar pisang
Cavendish berada dalam kondisi matang pada saat dipasarkan ke pasar. Kegiatan
pematangan ini tidak boleh ada aktivitas keluar masuk cold storage, hal ini dilakukan agar
proses pematangan dengan gas etilen menjadi sempurna. Setelah kegiatan pematangan,
cold storage dapat dibuka untuk mengecek kondisi suhu ruangan, inspeksi mutu buah, dan
step kematangan pisang Cavendish.
Kegiatan inspeksi mutu pisang Cavendish dilakukan oleh bagian Quality Control
(QC) dengan mengamati kondisi buah, antara lain cari pemotongan bonggol (crown),
panjang dan kalibrasi buah, tingkat bruises lama dan baru, tingkat kesesuaian grade buah
(under, over, atau full grade), goresan (scaring), kondisi cacat buah (malformed), tingkat
kematangan buah (maturity). Begitu juga pada kegiatan pengecekan kematangan buah
dilakukan dengan melihat berbagai kondisi pisang Cavendish, antara lain: (a) langkah
pertama untuk kondisi buah masih hijau; (b) langkah kedua untuk tingkat perubahan dari
5
hijau ke kuning; (c) langkah ketiga untuk warna kuning muda. Langkah (c), pisang
Cavendish layak didistribusikan; (d) langkah keempat untuk warna kuning matang, pisang
Cavendish layak didistribusikan.
Kegiatan pematangan pisang Cavendish yang telah selesai, kemudian dimutasi ke
bagian Logistik untuk dijadikan sebagai stock atau barang yang siap untuk dipasarkan.
Total waktu kegiatan pengadaan pasokan pisang Cavendish dari PT. NTF hingga siap
didistribusikan ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan selama ± 7 – 10 hari. Secara rinci
dapat dilihat pada Gambar 2.2 mengenai proses produksi pisang Cavendish di PT. SSN.
Gambar 2.3. Alur Proses Produksi Pisang Cavendish PT. Sewu Segar Nusantara
(Sumber: Wiwaha, 2007)
6
Marketing dan bagian Ekspedisi yang akan mengirimkan ke tempat tujuan pelanggan.
Sistem pengiriman pisang Sunpride ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan dengan
menggunakan 26 armada angkut yang dilengkapi pendingin masing-masing memiliki
kapasitas berbeda antara lain 80 boks, 120 boks, dan 240 boks. Masing-masing armada
angkut mengirimkan pisang Cavendish tergantung waktu pemesanan dari pelanggan,
adapun waktu pengirimannya adalah pagi hari yang menggunakan ± 20 armada angkut,
dan siang hari yang menggunakan enam armada angkut.
PT. SSN yang menguasai pasar pisang Sunpride di berbagai wilayah JABOTABEK
tentunya memiliki saluran pemasaran yang luas. Adapun saluran pemasaran pisang
Sunpride yang terdapat di PT. SSN meliputi :
1. PT. SSN Grosir Semi Grosir Pengecer Konsumen
2. PT. SSN Semi Grosir Pengecer Konsumen
3. PT. SSN Supermarket/ Swalayan/Minimarket Konsumen
4. PT. SSN Distribution Centre Supermarket/Swalayan/Minimarket Konsumen
5. PT. SSNKateringKonsumen
6. PT. SSNOutlet buahKonsumen
7. PT. SSNPasar TradisionalKonsumen
PT. SSN mengirimkan ke 600 outlet dan toko buah yang berada di wilayah
JABODETABEK, dimana sebagian besar pelanggan utamanya adalah ritel-ritel modern
terkenal seperti Carrefour, Matahari, HERO, dan minimarket lainnya seperti Alfamart,
Indomaret, Superindo, dan Indo Grosir. PT. SSN mengirimkan pisang Sunpride yang
dilakukan oleh bagian Ekspedisi memiliki 16 jalur distribusi dengan titik-titik pengiriman
pada setiap jalurnya sekitar 8 – 12 tempat tujuan.
Pada Tabel 2.3. dapat dilihat ke-16 jalur distribusi pisang Sunpride di wilayah
pemasaran JABODETABEK. Dalam kegiatan pendistribusian setiap pengiriman pisang
Cavendish mencapai ± 3.000 boks per hari.
(Sumber:Wiwaha, 2007)
7
BAB 3
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Catering
Agent
Traditional
Market
Fruit Outlet
Gambar 3.1. Supply’s Chain Network Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area JABODETABEK
Dalam sistem pemesanan yang dilakukan oleh konsumen ke PT. SSN melalui jaringan
komunikasi telepon, e-mail maupun datang langsung menunjukkan tingkat ekosistem
individualis yang dibentuk oleh PT. SSN, dimana PT. SSN memperkirakan kebutuhan masa
depan melalui data historis pembelian konsumen. Sehingga, apabila dalam situasi tertentu
konsumen memesan dalam jumlah besar, maka akan ada indikasi pesanan tidak dapat
terpenuhi karena menyesuaikan ketersediaan inventory PT. SSN saat itu.
Pada gambar 3.2. dapat terlihat ada variabilitas yang pada periode 6 – 15 hingga 17-
19 serta 23 -24 terjadi stockout pisang Sunpride. Sedangkan kapasitas produk yang dipesan
ke PT. NTF yang digambarkan pada gambar3.2, menunjukkan supplai rata-rata berkisar
antara 26.000 boks di setiap periode, dimana diindikasi bahwa: (a) kapasitas inventory PT.
SSN hanya bisa menampung ± 34.000 boks; (b) kapasitas produksi pisang Sunpride PT.
NTF ± 26.000 boks; (c) produk cacat yang disebabkan umur pisang Sunpride. Selain itu,
jumlah produk yang dikirimkan oleh PT. SSN kepada wholesaler dan retailer sering kali
8
mengalami stockout, dimana ada pengaruh dari waktu tunggu proses pematangan, sehingga
meskipun produk sudah disupplai PT. NTF, produk belum siap untuk dikonsumsi konsumen
akhir.
Gambar 3.2. Distribusi Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area JABODETABEK 2015-2016
(Sumber: PT. Sewu Segar Nusantara, 2017)
Variabilitas yang terlihat pada gambar 3.2. seharusnya dapat ditangani oleh PT. SSN
mengingat ada data historis permintaan tiap minggu selama 2 (dua) tahun. Namun, mengacu
kembali kepada kebutuhan konsumsi masyarakat yang fleksibel, diperlukan data real in time
kebutuhan konsumen, retail dan wholesaler serta stok yang dimiliki masing-masing chain.
Mengacu pada Simchi-Levi (2002) mengenai value of information, disebutkan bahwa
variabilitas dalam supply chain dapat disebabkan oleh: (a) traditional forecasting, dimana
organisasi cenderung menggunakan base stock level untuk memenuhi kebutuhan
berdasarkan jumlah permintaan konsumen di periode mendatang. Prinsip yang diterapkan
oleh PT. NSF menggunakan metode lama dengan penggunaan base stock level sebagai dasar
pemesanan barang untuk persiapan periode mendatang. Selain itu, pengaruh (b) lead time
ikut mempengaruhi variabilitas, dimana pisang harus dimatangkan dalam waktu antara 7-10
hari yang membuat variabilitas tinggi. Dimana, semakin besar lead time, maka perhitungan
safety stock dan base-stock level akan diakumulasikan sebagai kondisi “belum perlu
memesan stock baru” karena inventory dianggap masih dalam level yang aman. Kondisi
pada PT. NSF membuat pisang yang belum matang sebagai elemen penambah inventory,
dimana demand dari konsumen yang datang diakumulasikan ke dalam inventory pisang yang
masih dalam proses pematangan.
Simchi-Levi (2002) menyebutkan beberapa metode untuk mengurangi variabilitas,
yaitu dengan menggunakan sentralisasi informasi, dimana retailer dan wholesaler ikut
mengumpulkan informasi real need dan real inventory. Dengan ketersediaan data ini,
potensi stock out dapat diminimalisir.
9
mendukung analisis prediksi dan mendorong pengambilan keputusan dengan cepat (Lyall,
Mercier, & Gstettner, 2018).
Penerapan cloud computing mempermudah transfer informasi baik antara satu divisi
dengan staf, staf dengan divisi bahkan antar satu bisnis dengan bisnis lainnya. Hal ini
didukung dengan pembagian informasi yang dapat ditindaklanjuti secara merata oleh
berbagai pihak bisnis, dimana ada informasi tertentu yang hanya bisa dilihat dan ada
informasi lain yang tidak bisa dilihat (Hardy, 2018). Pengaplikasian cloud computing
dilakukan dimana konsumen atau pihak tertentu mengakses jarring website atau aplikasi di
perangkat elektronik tertentu, dimana sebaran data yang dibagikan dapat dilihat dimana saja
secara real time (Toka, Aivazidou, & Arvanitopoulos-darginis, 2013).
Cloud computing terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, berupa Infrastructure-as-a-Service
(Iaas), Platform-as-a-Service (Paas) dan Software-as-a-Service (Saas) (Toka et al., 2013).
Dalam kasus PT. SSN sebagai distributor pisang Sunpride ke berbagai pelaku chain, maka
dapat mampu menggunakan Iaas. Penggunaan Iaas diperuntukkan bagi pengguna yang
hanya menggunakan jasa monitoring data terkait inventory dan informasi mengenai
kebutuhan demand dan supply. Pelaku dalam rantai pasok pisang Sunpride dapat
menggunakan jenis Iaas untuk memasukkan kebutuhan supplai pada periode tertentu dan
kondisi inventory riilnya- Sehingga, PT. SSN dapat melihat tingkat kebutuhan riil setiap
chains untuk memprediksi tingkat stock yang harus dipesan ke PT. NTF. Berlaku sama bagi
PT. NTF yang dapat melihat kondisi inventory dan sediaan milik chains PT. SSN.
Catering
Agent
Traditional
Market
Fruit Outlet
Gambar 3.3. Supply’s Chain Network Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area
JABODETABEK Sistem Terintegrasi Menggunakan Cloud Computing
Dalam model cloud computing Saas, pelaku supply chain diberikan kemudahan untuk
mengatur rute logistik atau pendistribusian pisang Sunpride sesuai dengan level riil demand
dan inventory. PT. SSN pun akan dengan mudah memberikan supply ke tiap jenis chain tanpa
terhalang batasan informasi yang tidak jelas akan kebutuhan masing-masing chains seperti
ditunjukkan oleh gambar 3.3. Bahkan, setiap chains mendapatkan akses untuk melakukan
subsidi supply ke berbagai chains yang berbeda.
Keuntungan yang didapat dengan pemanfaatan digitalisasi dalam sentralisasi
informasi adalah: (a) potensi kehilangan potential sales menurun antara 65-75%, berkaitan
10
dengan pemenuhan demand sesuai kebutuhan riil pengguna chains, sehingga demand yang
besar dapat diatasi bahkan apabila inventory belum mampu memenuhi kebutuhan demand,
dapat dilakukan subsidi silang dari chains lainnya, dimana melalui cloud computing
informasi riil terhadap ketersedian produk Sunpride pada chains lain dapat terlihat dengan
jelas; (b) biaya transportasi berkurang hingga 15-30%, dimana kuantitas produk dapat
diakumulasikan ke dalam beberapa pengiriman dengan mempertimbangkan poin-poin
pengiriman terdekat serta pertimbangan terhadap perubahan rute dapat diinformasikan secara
cepat kepada driver atau logistik; (c) admin cost berkurang sebesar 50-80% mengacu pada
berkurangnya penggunaan kertas yang sebelumnya digunakan sebagai invoice, purchase
order, tanda serah terima barang, serta sumber daya manusia untuk mengurusi administrasi
yang dapat digantikan person in charge procurement; (d) inventory turun menjadi 35-75%,
dimana dipengaruhi oleh control terhadap inventory yang semakin baik, yang dipengaruhi
ketepatan jumlah demand adalah data riil sesuai prediksi perubahan inventory pelaku chains
lainnya (Mckinsey, 2016).
Berikut adalah aktivitas penggunaan cloud computing dalam supply chain, antara lain:
1. Forecasting dan planning.
Basis cloud didesain untuk membantu perusahaan meningkatkan service level
dengan mengkoordinasikan jaringan supply chain satu sama lain (retailers, suppliers
dan distributor) yang memegang peranan penting dalam peramalan demand. Platform
ini dapat mengumpulkan data penjualan, menampilkan analisa dasar dan menjalankan
peramalan kebutuhan secara akurat dengan statistik kepada seluruh partisipan (T, J,
Seng, & D, 2010). Proses sentralisasi informasi ini dapat mengurangi bullwhip effect
dimana ada distorsi informasi di antara supply chains (H, V, & S, 1997) mengizinkan
seluruh stakeholder waspada terhadap volatilitas demand. Solusi cloud dalam
mengatasi demand dan order planning adalah dengan mengkombinasikan EDI
(Electronic Data Interchange) dan menjalankan forecast dalam single-multi platform.
Seperti ditunjukkan pada gambar 3.4, dimana ketika konsumen mengirimkan data
demand, distributor mengirimkan respon ke public cloud dan pada saat yang bersamaan
informasi tersebut tersebar ke seluruh jaringan chains.
2. Sourcing dan procurement.
Sourcing menggabungkan aktivitas pembelian produk, dokumentasi pembelian dan
inspeksi terkait produk yang akan datan melalui proses procurement dan penyeleksian suppliers
yang kompeten (H., Schrödl & K., 2011). Dalam hal ini, cloud system berperan layaknya
database, dimana menghimpun berbagai jenis data dari berbagai suppliers, dan kemudian
mengolah data tersebut berdasarkan kebutuhan perusahaan terkait produk apa yang akan dibeli
dan suppliers mana yang berperan dalam hal tersebut. Melalui hal ini, perusahaan dapat
menentukan supplier apa yang akan dihubungi berdasarkan data yang dimasukkan. Terlebih
lagi, cloud computing mampu mengolah dokumen kontrak terkait kebutuhan dan kesedian
antara keduabelah pihak secara dijital.
3. Logistics
Cloud computing memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap penggunaan
inventory, warehouse dan manajemen transportasi, dimana cloud computing juga
menyediakan tracking terhadap operasional logistic ke berbagai channel supply chain.
Hal-hal seperti penentuan rute, proses pengiriman, pemilihan transportasi dapat
diakumulasi melalui cloud (T et al., 2010). Selain itu, apabila berhubungan dengan 3PL,
11
maka cloud computing dapat mengatur rute untuk sekali pengiriman ke berbagai
konsumen dalam periode waktu dan jarak tertentu.
4. Service dan spare parts managements.
Cloud computing dapat memberikan kesempatakan kepada perusahaan untuk
melakukan integrase forward logistic dengan reverse logistic dalam closed-loop supply
chain (Harrison, Guide, T., V., & Wassenhove, 2003). Prinsipnya, RFID (Radio-
Frequency Indentification) dapat memberikan informasi mengenai lokasi produk atau
inventory, dimana setiap pelaku chains dapat mengetahui dengan jelas posisi dari
produk tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, validasi garansi dan proses
pengembalian dapat dikontrol dalam satu cloud.
12
RISK REGISTER SEBELUM DITERAPKAN TEKNOLOGI 4.0
Sumber Severity/Akibat/Potensi Kerugian
Risk Category / Jenis Kode Risk Event/ Uraian Peristiwa Risk Difficulty Risiko
No Proses Bisnis
Kelompok Risiko Risiko Risiko (Internal / Detection
Eksternal) Penyebab kerugian
Likelihood Impact Difficulty
penanganan dari manajer yang kurangnya pelatihan dan script
1 Manajemen business 1.1 buruk 2 3 Internal SOP yang jelas 1
Pengendalian mutu buah Quality Control yang tidak
2 Pasca Panen Planning and Control 1.2 setelah panen 4 4 Internal terukur 2
perawatan pascapanen yang Perawatan pascapanen ala
3 Penanganan / maintenance Mitigation and Contigency 1.3 tidak sesuai prosedur 3 4 Internal kadarnya dan tidak diawasi 2
pendidikan petani yang belum banyak petani tidak memiliki
4 Keilmuan dari petani Cultural 1.4 tech saffy 5 2 Internal latar belakang pendidikan tinggi 2
tidak seimbangnya retailer Susah memprediksi permintaan
5 Proses permintaan pembeli demand risk 1.5 dengan demand yang masuk 5 3 External konsumen yang beragam 4
umur produk buah yang kualitas buah selama penanaman
6 Proses supply produk Supply risk 1.6 beragam dan mudah busuk 5 4 External hingga panen beragam 2
7 Pengiriman produk Environmental Risk 1.7 buah busuk selama pengiriman 5 5 External cuaca selama pengiriman buruk 2
tidak adanya laboratorium 1 3 belum ada peran pemerintah
8 Fasilitas perawatan produk physical plant risk 1.8 penjagaan produk buah External dalam penerapan bioteknologi 3
GARIS TOLERANSI RISIKO
Sangat Tinggi
Very High/ 5
Tinggi
(1.3)MEDIUM - MEDIUM - 15
6 12
Minor/ 2
Rendah
13
Resiko yang terjadi pada system rantai pasok PT SSN setelah penerapan teknologi hanya
terjadi pada teknis penggunaan teknologi pascapanen dikarenakan para petani yang belum
terlalu menguasai teknologi dan latar belakang pendidikan yang rendah, kualitas dari petani,
proses keamanan data yang belum terbukti dapat menjaga kerahasiaan proses supply chain
PT SSN, serta jaringan internet Indonesia yang tidak stabil membuat proses pengamatan buah
saat berada di setiap titik jalur distribusi susah untuk diawasi terus-menerus. Berikut adalah
daftar resiko yang akan muncul jika PT SSN sudah menerapkan teknologi 4.0 pada risk
register, beserta pemetaan resiko berdasarkan peluang dan dampak dalam risk severity matrix
berikut:
14
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil karya tulis ini adalah:
1. Pemanfaatan cloud computing sistem dapat mengurangi aspek variabilitas dengan cara
mengintegrasikan informasi secara terpusat ke seluruh supply chains.
2. Aktivitas integrasi supply chain menggunakan cloud computing, meliputi:
a. Forecasting dan planning
b. Sourcing dan procurement
c. Logistics
d. Service dan spare parts managements
3. Penggunaan Teknologi 4.0 dalam industry pertanian PT SSN dapat mengurangi resiko
dalam kegagalan distribusi produk buah-buahan, namun perlu ada pengawasan dan
pelatihan terlebih dahulu kepada para pelaku supply chains agar dalam menggunakan
teknologi cloud computing, agar benar-benar paham bagaimana cara pemakaiannya agar
produk buah dapat sampai ke end-user dalam kondisi segar dan baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
ii