Anda di halaman 1dari 17

SUPPLY CHAIN MERK PISANG SUNPRIDE

PT. SEWU SEGARA

FRANSISKUS ALLAN GUNAWAN


INDRA TANGKAS PERKASA SINAGA

WIJAWIYATA MANAJEMEN 80
PPM SCHOOL OF MANAGEMENT
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hidup dalam era industri 4.0 mempengaruhi tingkat kecepatan segala aktivitas
manusia dan perangkat turunan lainnya. Pertumbuhan industri terus meningkat dimana
dari badan statistic tercatat bahwa pertumbuhan industri non migas sebesar 5,06% (P.
D. dan S. I. Pertanian, 2016) , dimana diikuti oleh pertumbuhan GDP tahunan Indonesia
sebesar 5,1% (Bank Dunia, 2018). Seiring dengan pertumbuhan industri global tersebut,
perhatian terhadap efesiensi penggunaan teknologi juga semakin pesat, khususnya
terhadap efesiensi supply chain dengan menggunakan perangkat teknologi. Tercatat
bahwa dengan pemanfaatan teknologi khususnya perangkat digital, operational cost
menjadi lebih rendah sekitar 30%, berkurangnya lost sales sebesar 75%, dan secara
bersamaan meningkatkan kecepatan supply produk secara signifikan (Mckinsey, 2016).
PT. Sewu Segar Nusantara merupakan salah satu perusahaan yang aktivitas
utamanya adalah supply chain management. Diketahui bahwa PT. Sewu Segara
bergerak sebagai distributor buah lokal ke berbagai supermarket dan pasar tradisional
di Indonesia. Salah satu produknya yang terkenal adalah pisang Cavendish yang diberi
merk dagang Sunpride dengan PT. Nusantara Tropical Farm (PT. NTF) sebagai
pemasok utama. Berdasarkan laporan penjualan pisang Sunpride, didapati bahwa
kombinasi distribusi rantai pasok PT. Sewu Segar Nusantara periode 2015-2016
terdapat variabilitas yang dinamis yang ditunjukkan pada gambar 1.1 di bawah.

Gambar 1.1. Distribusi Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area Jabodetabek
(Sumber: PT. Sewu Segar Nusantara, 2017)

Variabilitas yang ditunjukkan pada gambar 1 memperlihatkan bahwa pada


periode-periode tertentu, supplai pisang Sunpride mengalami kondisi stock out dimana
jumlah permintaan terhadap pisang Sunpride melebihi kapasitas produk yang bisa
disupplai oleh PT. Sewu Segar Nusantara. Hal ini dapat dipengaruhi oleh ketersediaan
produk supplai dan pengaruh demand forecasting yang dilakukan oleh pelaku dalam
supply chain. Profil supplai PT. Sewu Segar Nusantara dilakukan berdasarkan
permintaan langsung yang dilakukan oleh konsumen (dalam hal ini supermarket) dalam

1
waktu 7 (tujuh) hari sebelum pesanan datang melalui invoice serta pemesanan via
komunikasi langsung. Forecasting demand yang dilakukan untuk pemesanan produk ke
PT. NTF pada gambar 1 pun terlihat leveling permintaan untuk memenuhi supplai
pisang Sunpride belum menunjukkan hasil yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan ada indikasi pemenuhan
kebutuhan pisang Cavendish akan dipenuhi oleh kompetitor lain yang memiliki potensi
konsumen akan berpindah kepada distributor lain.
Isu variabilitas yang dihadapi oleh PT. Sewu Segar Nusantara merupakan
pengaruh dari kondisi bias yang terjadi pada berapa jumlah yang dibutuhkan oleh
konsumen. Ditambah lagi produk pisang harus memiliki perputaran yang cepat karena
tidak akan cepat rusak apabila disimpan terlalu lama. Sehingga perlu menentukan
jumlah supplai yang tepat sesuai dengan permintaan konsumen yang juga semakin
cepat, mengingat pisang Sunpride perputarannya sangat cepat. Sehingga, dalam tulisan
ini peneliti mencoba untuk menyandingkan peran industri 4.0 dalam mengakomodir
ketepatan supplai produk ke konsumen.

1.2. Rumusan Masalah


Pada penelitian ini, penulis merumuskan bagaimana peranan industry 4.0 menghadapi
variabilitas pada supply chain PT. Sewu Segar Nusantara.

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis peran revolusi industri 4.0 dalam pengembangan proses distribusi rantai
pasok PT Sewu Segar Nusantara terhadap pemasok dan pengecernya.
2. Menganalisis resiko penerapan supply chain sekarang dan setelah penerapan teknologi
industry 4.0.

1.4. Batasan Penelitian


Selama penulisan makalah penelitian ini, penulis membatasi pokok bahasan
permasalahan yang akan dibahas dan dianalisis:
1. Hanya membahas mengenai jaringan supply chain produk pisang Sunpride PT. Sewu
Segar Nusantara.
2. Tidak membahas mengenai kajian ekonomi penerapan industri 4.0.
3. Hanya membahas mengenai pengaruh variabilitas.
4. Tidak membahas mengenai pengelolaan produk.
5. Tidak membahas pengaruh distributor pihak ketiga (3rd party logistic) dalam proses
rantai pasok ekspor PT Sewu Segar Nusantara.
6. Tidak membahas strategi PT. Sewu Segar Nusantara dalam menentukan jumlah
permintaan ke supplier.
7. Tidak membahas mekanisme produk reject.
8. Tidak membahas jumlah permintaan konsumen pada chain akhir.

2
BAB 2
PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Gambaran Perusahaan


PT. Sewu Segar Nusantara didirikan pada tahun 1995 sebagai anak perusahaan
Gunung Sewu Kencana (GSK) yang bertempat di Jalan Telesonik Dalam, Tangerang,
Banten. Induk perusahaan tersebut memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak di
beberapa bidang, yaitu makanan, agribisnis, asuransi jiwa, barang-barang konsumen,
sumber daya alam, teknologi informasi, serta properti yang telah memiliki jaringan
distribusi yang luas di seluruh bagian Indonesia dan memiliki hubungan yang kuat dengan
pemasok dan pengecernya. PT Sewu Segar Nusantara (PT. SSN) berfokus pada distribusi
dan pemasaran buah lokal yang bekerjasama dengan PT Great Giant Pineapple untuk
menghasilkan beberapa buah lokal yang ditanam di daerah Lampung di atas lahan seluas
3.500 Ha, antara lain pisang Cavendish, nanas honi, jambu kristal, pepaya California, dan
buah naga. Selain itu perusahaan ini juga bekerjasama dengan petani lokal di Jawa Tengah
untuk menghasilkan honey melon, golden melon, rock melon, dan jeruk baby serta telah
mengembangkan pengendalian mutu dengan ketat yang dipercaya dan diandalkan oleh
lebih dari tiga ribu pengecer.

Gambar 2.1. Supply Chain Network PT. Sewu Segar Nusantara

2.2.Profil Pisang Sunpride


Pisang Cavendish (Musa Cavendishii) merupakan salah satu jenis pisang bukan
merupakan tanaman asli Indonesia. Pisang Cavendish secara komersial lebih banyak di
konsumsi oleh segmen middle-up, karena jenis pisang ini kurang begitu dikenal oleh
masyarakat Indonesia dan juga memiliki harga yang relatif mahal dibanding pisang
lainnya. Pada pasaran dunia pisang Cavendish merupakan komoditas unggulan di berbagai
negara seperti di Amerika Serikat, Brazil, dan Philipina, dimana beberapa perusahaan
ternama yang memproduksi pisang Cavendish adalah Chiquita, dan Del Monte Produce.

3
Pisang Cavendish di Indonesia dipasarkan pada segmen tertentu dengan berbagai
ciri atau keunikan dibandingkan jenis pisang lainnya seperti kulit tipis berwarna kuning
muda, daging buah kuning, rasa manis, dan aroma khas. Pengkelasan (grade) pisang
Cavendish disesuaikan dengan pasar yang dituju, yaitu kelas A, kelas B, dan Kelas C.
Pengkelasan ini dibedakan atas dasar ukuran bobot, panjang jari, warna buah,
kesegarannya, dan kebersihan kulit

Tabel 2.1. Kriteria Pengkelasan Pisang

(Sumber: Departemen Pertanian, 2003)

Pengkelasan pisang Cavendish dengan berbagai kriteria dilakukan oleh salah satu
perusahaan yang terlibat dalam distribusi pisang Cavendish, yaitu PT.SSN. Perusahaan
mengkelaskan pisang Cavendish berdasarkan warna, rasa, panjang, jumlah sisiran, dan
tingkat kememaran (bruises). PT. SSN memberikan label merek yang menandakan kualitas
pisang Cavendish berdasarkan gradenya, pada grade C3 diberikan nama merek Sunpride
yang dipasarkan untuk ritel modern yang mempunyai ciri berwarna kuning mulus, rasa
yang manis, panjang minimal 3,9 inchi, jumlah sisiran antara 3 – 8, dan toleransi bruises
kecil.
Tabel 2.2. Klasifikasi Grade Pisang

(Sumber: Handayani, 2005)

4
2.3.Pengadaan Pasokan Pisang Cavendish
Kegiatan pengadaan pasokan pisang Cavendish di PT. SSN sepenuhnya berasal dari
PT. Nusantara Tropical Farm (PT. NTF) yang berlokasi di Way Jepara, Lampung.
Kegiatan ini dilakukan oleh bagian Product Supply Organizing (PSO) yang bertanggung
jawab membeli pisang Cavendish dari PT. NTF. PT. SSN memperoleh pisang Cavendish
dari PT. NTF dalam keadaan belum matang, sehingga PT. SSN yang akan melakukan
kegiatan pematangan (ripening). Dasar kegiatan pematangan dilakukan oleh PT. SSN,
karena kondisi pisang Cavendish yang rentan memar atau rusak sehingga PT. SSN perlu
mengantisipasi resiko kerusakan pisang Cavendish.
Pasokan pisang Cavendish yang dikirim berumur 9 – 11 minggu yang dilakukan
selama 2 hari sekali dengan jumlah sebanyak ± 1.000 boks per sekali kirim atau sebulan ±
30.000 boks. Pengiriman pisang Cavendish pada saat bulan September – Desember
dimana musim kemarau di propinsi Lampung, PT. NTF akan mengirimkan pasokan pisang
Cavendish dalam jumlah <50% dibandingkan pada bulan Januari – Agustus yang
merupakan musim penghujan dimana jumlah pasokan normal yaitu ± 30.000 boks per
bulan.
Secara umum proses produksi di PT. SSN dibagi menjadi dua, yaitu pendinginan
dan pematangan. Kegiatan pendinginan dilakukan pada saat awal barang datang dari PT.
NTF dengan menyimpan pisang Cavendish di cold storage. Pisang Cavendish yang masuk
cold storage terlebih dahulu dilakukan penyesuaian suhu mencapai standar produksi ±
18oC. Setelah suhu telah mencapai 14oC, kemudian pisang Cavendish dimutasi untuk
proses pematangan.
Kegiatan pertama, yaitu pisang Cavendish yang sampai di PT. SSN, dilakukan
penyortiran dan grading terlebih dahulu sebelum disimpan ke ruang pendingin. Kegiatan
penyortiran pisang Cavendish dilakukan dengan sistem random sampling sebesar 1 % dari
total pasokan yang dikirim dari satu truk pengangkut. Selama penyortiran dilakukan
pengamatan terhadap tingkat kememaran (bruises), panjang minimal 7,5 inchi, kalibrasi
buah atau lingkar buah minimal 3,9 inchi, serta penimbangan bobot pisang per boks.
Pisang Cavendish yang telah disortir, kemudian dimasukkan ke cold storage dengan suhu
14oC – 18oC selama waktu tiga hari.
Kegiatan kedua, yaitu pematangan, dimana dilakukan gasing atau penyemprotan
dengan gas etilen konsentrasi 200 ml selama 24 jam. Kegiatan ini dilakukan, agar pisang
Cavendish berada dalam kondisi matang pada saat dipasarkan ke pasar. Kegiatan
pematangan ini tidak boleh ada aktivitas keluar masuk cold storage, hal ini dilakukan agar
proses pematangan dengan gas etilen menjadi sempurna. Setelah kegiatan pematangan,
cold storage dapat dibuka untuk mengecek kondisi suhu ruangan, inspeksi mutu buah, dan
step kematangan pisang Cavendish.
Kegiatan inspeksi mutu pisang Cavendish dilakukan oleh bagian Quality Control
(QC) dengan mengamati kondisi buah, antara lain cari pemotongan bonggol (crown),
panjang dan kalibrasi buah, tingkat bruises lama dan baru, tingkat kesesuaian grade buah
(under, over, atau full grade), goresan (scaring), kondisi cacat buah (malformed), tingkat
kematangan buah (maturity). Begitu juga pada kegiatan pengecekan kematangan buah
dilakukan dengan melihat berbagai kondisi pisang Cavendish, antara lain: (a) langkah
pertama untuk kondisi buah masih hijau; (b) langkah kedua untuk tingkat perubahan dari

5
hijau ke kuning; (c) langkah ketiga untuk warna kuning muda. Langkah (c), pisang
Cavendish layak didistribusikan; (d) langkah keempat untuk warna kuning matang, pisang
Cavendish layak didistribusikan.
Kegiatan pematangan pisang Cavendish yang telah selesai, kemudian dimutasi ke
bagian Logistik untuk dijadikan sebagai stock atau barang yang siap untuk dipasarkan.
Total waktu kegiatan pengadaan pasokan pisang Cavendish dari PT. NTF hingga siap
didistribusikan ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan selama ± 7 – 10 hari. Secara rinci
dapat dilihat pada Gambar 2.2 mengenai proses produksi pisang Cavendish di PT. SSN.

Gambar 2.3. Alur Proses Produksi Pisang Cavendish PT. Sewu Segar Nusantara
(Sumber: Wiwaha, 2007)

2.4.Proses Supplai Chain


Kegiatan penjualan dan distribusi merupakan kegiatan utama PT. SSN. PT. SSN
dalam mendistribusikan pisang Cavendish menggunakan sistem first in first out (FIFO),
yaitu pisang Sunpride yang lebih dahulu datang dari PT. NTF adalah buah yang akan
dididistribusikan terlebih dahulu sesuai pesanan pelanggan.
Pisang Sunpride yang telah layak jual oleh bagian PSO akan didistribusikan ke
pelanggan menurut pesanannya dan biasanya pelanggan memesan 1 – 7 hari sebelumnya
sesuai sistem penjualannya. Sistem penjualan pisang Sunpride di PT. SSN dilakukan
secara putus, artinya PT. SSN hanya menjual pisang Sunpride sesuai pesanan pelanggan
dan tidak menerima kembali produknya kecuali reject. Sistem penjualan di PT. SSN
terdiri dari dua, yaitu kredit bagi segmen pasar modern, dan langsung bagi segmen pasar
tradisional. Penjualan secara kredit dilakukan dengan cara memesan pisang Sunpride ke
PT. SSN melalui telepon atau e-mail dan kemudian dikirim ke pelanggan, setelah itu
bagian debt collector akan menagih pelunasan pembayaran sesuai dengan jatuh tempo
yang telah ditetapkan.
Untuk penjualan langsung dilakukan dengan cara pelanggan memesan ke PT. SSN,
kemudian pelanggan membayar langsung ke bagian kasir, sedangkan bagian Sales &

6
Marketing dan bagian Ekspedisi yang akan mengirimkan ke tempat tujuan pelanggan.
Sistem pengiriman pisang Sunpride ke pelanggan oleh PT. SSN dilakukan dengan
menggunakan 26 armada angkut yang dilengkapi pendingin masing-masing memiliki
kapasitas berbeda antara lain 80 boks, 120 boks, dan 240 boks. Masing-masing armada
angkut mengirimkan pisang Cavendish tergantung waktu pemesanan dari pelanggan,
adapun waktu pengirimannya adalah pagi hari yang menggunakan ± 20 armada angkut,
dan siang hari yang menggunakan enam armada angkut.
PT. SSN yang menguasai pasar pisang Sunpride di berbagai wilayah JABOTABEK
tentunya memiliki saluran pemasaran yang luas. Adapun saluran pemasaran pisang
Sunpride yang terdapat di PT. SSN meliputi :
1. PT. SSN Grosir Semi Grosir Pengecer Konsumen
2. PT. SSN Semi Grosir Pengecer Konsumen
3. PT. SSN Supermarket/ Swalayan/Minimarket Konsumen
4. PT. SSN Distribution Centre Supermarket/Swalayan/Minimarket Konsumen
5. PT. SSNKateringKonsumen
6. PT. SSNOutlet buahKonsumen
7. PT. SSNPasar TradisionalKonsumen
PT. SSN mengirimkan ke 600 outlet dan toko buah yang berada di wilayah
JABODETABEK, dimana sebagian besar pelanggan utamanya adalah ritel-ritel modern
terkenal seperti Carrefour, Matahari, HERO, dan minimarket lainnya seperti Alfamart,
Indomaret, Superindo, dan Indo Grosir. PT. SSN mengirimkan pisang Sunpride yang
dilakukan oleh bagian Ekspedisi memiliki 16 jalur distribusi dengan titik-titik pengiriman
pada setiap jalurnya sekitar 8 – 12 tempat tujuan.
Pada Tabel 2.3. dapat dilihat ke-16 jalur distribusi pisang Sunpride di wilayah
pemasaran JABODETABEK. Dalam kegiatan pendistribusian setiap pengiriman pisang
Cavendish mencapai ± 3.000 boks per hari.

Tabel 2.3.Jalur Distribusi Pisang Sunpride

(Sumber:Wiwaha, 2007)

7
BAB 3
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1.Jaringan Supply Chain PT. Sewu Segar Nusantara


Mengacu pada penelitian Wiwaha (2007) digambarkan dengan jelas alur supply chain
pisang Sunpride yang digambarkan melalui gambar 3.1. Proses pendistribusian pisang
Sunpride berasal dari PT. NTF yang dikirim kepada PT. SSN dalam kondisi belum matang,
dimana proses pematangan dilakukan oleh PT. SSN sebelum didistiribusikan ke jaringan
supplai yang digambarkan pada gambar 3.1. Sistem pemesanan yang disediakan oleh PT.
SSN sebelum mendistribusikan pisang Sunpride, konsumen harus menginfokan atau datang
langsung ke PT. SSN dan memesan 1 hingga 7 (tujuh) hari sebelum pisang di pasarkan oleh
konsumen wholesaler, agent, traditional market atau fruit outlet dengan waktu persiapan
pematangan pisang oleh PT. SSN selama 7-10 hari. Sistem pemesanan yang dilakukan
adalah sistem beli putus, dimana wholesaler dan retail tidak diperkenankan mengembalikan
produk kecuali reject.

Catering

PT. PT. DC Wholesaler Supermarket Customer


NTF SSN

Agent

Traditional
Market

Fruit Outlet

Gambar 3.1. Supply’s Chain Network Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area JABODETABEK

Dalam sistem pemesanan yang dilakukan oleh konsumen ke PT. SSN melalui jaringan
komunikasi telepon, e-mail maupun datang langsung menunjukkan tingkat ekosistem
individualis yang dibentuk oleh PT. SSN, dimana PT. SSN memperkirakan kebutuhan masa
depan melalui data historis pembelian konsumen. Sehingga, apabila dalam situasi tertentu
konsumen memesan dalam jumlah besar, maka akan ada indikasi pesanan tidak dapat
terpenuhi karena menyesuaikan ketersediaan inventory PT. SSN saat itu.
Pada gambar 3.2. dapat terlihat ada variabilitas yang pada periode 6 – 15 hingga 17-
19 serta 23 -24 terjadi stockout pisang Sunpride. Sedangkan kapasitas produk yang dipesan
ke PT. NTF yang digambarkan pada gambar3.2, menunjukkan supplai rata-rata berkisar
antara 26.000 boks di setiap periode, dimana diindikasi bahwa: (a) kapasitas inventory PT.
SSN hanya bisa menampung ± 34.000 boks; (b) kapasitas produksi pisang Sunpride PT.
NTF ± 26.000 boks; (c) produk cacat yang disebabkan umur pisang Sunpride. Selain itu,
jumlah produk yang dikirimkan oleh PT. SSN kepada wholesaler dan retailer sering kali
8
mengalami stockout, dimana ada pengaruh dari waktu tunggu proses pematangan, sehingga
meskipun produk sudah disupplai PT. NTF, produk belum siap untuk dikonsumsi konsumen
akhir.

Gambar 3.2. Distribusi Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area JABODETABEK 2015-2016
(Sumber: PT. Sewu Segar Nusantara, 2017)

Variabilitas yang terlihat pada gambar 3.2. seharusnya dapat ditangani oleh PT. SSN
mengingat ada data historis permintaan tiap minggu selama 2 (dua) tahun. Namun, mengacu
kembali kepada kebutuhan konsumsi masyarakat yang fleksibel, diperlukan data real in time
kebutuhan konsumen, retail dan wholesaler serta stok yang dimiliki masing-masing chain.
Mengacu pada Simchi-Levi (2002) mengenai value of information, disebutkan bahwa
variabilitas dalam supply chain dapat disebabkan oleh: (a) traditional forecasting, dimana
organisasi cenderung menggunakan base stock level untuk memenuhi kebutuhan
berdasarkan jumlah permintaan konsumen di periode mendatang. Prinsip yang diterapkan
oleh PT. NSF menggunakan metode lama dengan penggunaan base stock level sebagai dasar
pemesanan barang untuk persiapan periode mendatang. Selain itu, pengaruh (b) lead time
ikut mempengaruhi variabilitas, dimana pisang harus dimatangkan dalam waktu antara 7-10
hari yang membuat variabilitas tinggi. Dimana, semakin besar lead time, maka perhitungan
safety stock dan base-stock level akan diakumulasikan sebagai kondisi “belum perlu
memesan stock baru” karena inventory dianggap masih dalam level yang aman. Kondisi
pada PT. NSF membuat pisang yang belum matang sebagai elemen penambah inventory,
dimana demand dari konsumen yang datang diakumulasikan ke dalam inventory pisang yang
masih dalam proses pematangan.
Simchi-Levi (2002) menyebutkan beberapa metode untuk mengurangi variabilitas,
yaitu dengan menggunakan sentralisasi informasi, dimana retailer dan wholesaler ikut
mengumpulkan informasi real need dan real inventory. Dengan ketersediaan data ini,
potensi stock out dapat diminimalisir.

3.2. Jaringan Supply Chain Menggunakan Cloud Computing


Digitalisasi supply chain mendukung sentralisasi informasi dalam aktivitas supply
chain. Dengan digital foundation, organisasi dapat menangkap, menganalisa, mengakses
dengan mudah dan menginterpretasi data berkualitas tinggi berupa real time data untuk

9
mendukung analisis prediksi dan mendorong pengambilan keputusan dengan cepat (Lyall,
Mercier, & Gstettner, 2018).
Penerapan cloud computing mempermudah transfer informasi baik antara satu divisi
dengan staf, staf dengan divisi bahkan antar satu bisnis dengan bisnis lainnya. Hal ini
didukung dengan pembagian informasi yang dapat ditindaklanjuti secara merata oleh
berbagai pihak bisnis, dimana ada informasi tertentu yang hanya bisa dilihat dan ada
informasi lain yang tidak bisa dilihat (Hardy, 2018). Pengaplikasian cloud computing
dilakukan dimana konsumen atau pihak tertentu mengakses jarring website atau aplikasi di
perangkat elektronik tertentu, dimana sebaran data yang dibagikan dapat dilihat dimana saja
secara real time (Toka, Aivazidou, & Arvanitopoulos-darginis, 2013).
Cloud computing terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, berupa Infrastructure-as-a-Service
(Iaas), Platform-as-a-Service (Paas) dan Software-as-a-Service (Saas) (Toka et al., 2013).
Dalam kasus PT. SSN sebagai distributor pisang Sunpride ke berbagai pelaku chain, maka
dapat mampu menggunakan Iaas. Penggunaan Iaas diperuntukkan bagi pengguna yang
hanya menggunakan jasa monitoring data terkait inventory dan informasi mengenai
kebutuhan demand dan supply. Pelaku dalam rantai pasok pisang Sunpride dapat
menggunakan jenis Iaas untuk memasukkan kebutuhan supplai pada periode tertentu dan
kondisi inventory riilnya- Sehingga, PT. SSN dapat melihat tingkat kebutuhan riil setiap
chains untuk memprediksi tingkat stock yang harus dipesan ke PT. NTF. Berlaku sama bagi
PT. NTF yang dapat melihat kondisi inventory dan sediaan milik chains PT. SSN.

Catering

PT. PT. DC Wholesaler Supermarket Customer


NTF SSN

Agent

Traditional
Market

Fruit Outlet

Gambar 3.3. Supply’s Chain Network Pisang Sunpride PT. Sewu Segar Nusantara Area
JABODETABEK Sistem Terintegrasi Menggunakan Cloud Computing

Dalam model cloud computing Saas, pelaku supply chain diberikan kemudahan untuk
mengatur rute logistik atau pendistribusian pisang Sunpride sesuai dengan level riil demand
dan inventory. PT. SSN pun akan dengan mudah memberikan supply ke tiap jenis chain tanpa
terhalang batasan informasi yang tidak jelas akan kebutuhan masing-masing chains seperti
ditunjukkan oleh gambar 3.3. Bahkan, setiap chains mendapatkan akses untuk melakukan
subsidi supply ke berbagai chains yang berbeda.
Keuntungan yang didapat dengan pemanfaatan digitalisasi dalam sentralisasi
informasi adalah: (a) potensi kehilangan potential sales menurun antara 65-75%, berkaitan
10
dengan pemenuhan demand sesuai kebutuhan riil pengguna chains, sehingga demand yang
besar dapat diatasi bahkan apabila inventory belum mampu memenuhi kebutuhan demand,
dapat dilakukan subsidi silang dari chains lainnya, dimana melalui cloud computing
informasi riil terhadap ketersedian produk Sunpride pada chains lain dapat terlihat dengan
jelas; (b) biaya transportasi berkurang hingga 15-30%, dimana kuantitas produk dapat
diakumulasikan ke dalam beberapa pengiriman dengan mempertimbangkan poin-poin
pengiriman terdekat serta pertimbangan terhadap perubahan rute dapat diinformasikan secara
cepat kepada driver atau logistik; (c) admin cost berkurang sebesar 50-80% mengacu pada
berkurangnya penggunaan kertas yang sebelumnya digunakan sebagai invoice, purchase
order, tanda serah terima barang, serta sumber daya manusia untuk mengurusi administrasi
yang dapat digantikan person in charge procurement; (d) inventory turun menjadi 35-75%,
dimana dipengaruhi oleh control terhadap inventory yang semakin baik, yang dipengaruhi
ketepatan jumlah demand adalah data riil sesuai prediksi perubahan inventory pelaku chains
lainnya (Mckinsey, 2016).
Berikut adalah aktivitas penggunaan cloud computing dalam supply chain, antara lain:
1. Forecasting dan planning.
Basis cloud didesain untuk membantu perusahaan meningkatkan service level
dengan mengkoordinasikan jaringan supply chain satu sama lain (retailers, suppliers
dan distributor) yang memegang peranan penting dalam peramalan demand. Platform
ini dapat mengumpulkan data penjualan, menampilkan analisa dasar dan menjalankan
peramalan kebutuhan secara akurat dengan statistik kepada seluruh partisipan (T, J,
Seng, & D, 2010). Proses sentralisasi informasi ini dapat mengurangi bullwhip effect
dimana ada distorsi informasi di antara supply chains (H, V, & S, 1997) mengizinkan
seluruh stakeholder waspada terhadap volatilitas demand. Solusi cloud dalam
mengatasi demand dan order planning adalah dengan mengkombinasikan EDI
(Electronic Data Interchange) dan menjalankan forecast dalam single-multi platform.
Seperti ditunjukkan pada gambar 3.4, dimana ketika konsumen mengirimkan data
demand, distributor mengirimkan respon ke public cloud dan pada saat yang bersamaan
informasi tersebut tersebar ke seluruh jaringan chains.
2. Sourcing dan procurement.
Sourcing menggabungkan aktivitas pembelian produk, dokumentasi pembelian dan
inspeksi terkait produk yang akan datan melalui proses procurement dan penyeleksian suppliers
yang kompeten (H., Schrödl & K., 2011). Dalam hal ini, cloud system berperan layaknya
database, dimana menghimpun berbagai jenis data dari berbagai suppliers, dan kemudian
mengolah data tersebut berdasarkan kebutuhan perusahaan terkait produk apa yang akan dibeli
dan suppliers mana yang berperan dalam hal tersebut. Melalui hal ini, perusahaan dapat
menentukan supplier apa yang akan dihubungi berdasarkan data yang dimasukkan. Terlebih
lagi, cloud computing mampu mengolah dokumen kontrak terkait kebutuhan dan kesedian
antara keduabelah pihak secara dijital.
3. Logistics
Cloud computing memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap penggunaan
inventory, warehouse dan manajemen transportasi, dimana cloud computing juga
menyediakan tracking terhadap operasional logistic ke berbagai channel supply chain.
Hal-hal seperti penentuan rute, proses pengiriman, pemilihan transportasi dapat
diakumulasi melalui cloud (T et al., 2010). Selain itu, apabila berhubungan dengan 3PL,

11
maka cloud computing dapat mengatur rute untuk sekali pengiriman ke berbagai
konsumen dalam periode waktu dan jarak tertentu.
4. Service dan spare parts managements.
Cloud computing dapat memberikan kesempatakan kepada perusahaan untuk
melakukan integrase forward logistic dengan reverse logistic dalam closed-loop supply
chain (Harrison, Guide, T., V., & Wassenhove, 2003). Prinsipnya, RFID (Radio-
Frequency Indentification) dapat memberikan informasi mengenai lokasi produk atau
inventory, dimana setiap pelaku chains dapat mengetahui dengan jelas posisi dari
produk tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, validasi garansi dan proses
pengembalian dapat dikontrol dalam satu cloud.

Gambar 3.4. Integrasi Proses Supply Chain


(Pires & J. B., 2010)

3.3. Risk Management in Supply Chain


Menurut Sunil Chopra dan Peter Meindl, setiap proses dalam supply chain baik dengan
teknologi maupun tanpa teknologi memiliki resiko-resiko tertentu yang mempengaruhi proses
tersebut. Risiko-risiko ini termasuk gangguan pasokan, keterlambatan pasokan, fluktuasi
permintaan, fluktuasi harga, dan ketidaksesuaian teknologi. Untuk analisis resiko PT Sewu Segar
Nusantara (SSN), penulis memetakan resiko mulai saat sebelum penerapan teknologi 4.0 dengan
sesudah penerapan teknologi 4.0. Analisis resiko dibahas pada subbab dibawah ini

3.3.1. Sebelum Implementasi Teknologi 4.0


Resiko yang terjadi pada system rantai pasok PT SSN sebelum penerapan teknologi
hanya terjadi pada teknis pascapanen, kualitas dari petani, serta kondisi alam selama proses
distribusi buah-buahan menuju retailer di setiap tempat. Berikut adalah daftar resiko yang
akan muncul jika PT SSN belum menerapkan teknologi 4.0 pada risk register, beserta
pemetaan resiko berdasarkan peluang dan dampak dalam risk severity matrix berikut:

Tabel 3.1 : Risk Register sebelum penerapan teknologi 4.0

12
RISK REGISTER SEBELUM DITERAPKAN TEKNOLOGI 4.0
Sumber Severity/Akibat/Potensi Kerugian
Risk Category / Jenis Kode Risk Event/ Uraian Peristiwa Risk Difficulty Risiko
No Proses Bisnis
Kelompok Risiko Risiko Risiko (Internal / Detection
Eksternal) Penyebab kerugian
Likelihood Impact Difficulty
penanganan dari manajer yang kurangnya pelatihan dan script
1 Manajemen business 1.1 buruk 2 3 Internal SOP yang jelas 1
Pengendalian mutu buah Quality Control yang tidak
2 Pasca Panen Planning and Control 1.2 setelah panen 4 4 Internal terukur 2
perawatan pascapanen yang Perawatan pascapanen ala
3 Penanganan / maintenance Mitigation and Contigency 1.3 tidak sesuai prosedur 3 4 Internal kadarnya dan tidak diawasi 2
pendidikan petani yang belum banyak petani tidak memiliki
4 Keilmuan dari petani Cultural 1.4 tech saffy 5 2 Internal latar belakang pendidikan tinggi 2
tidak seimbangnya retailer Susah memprediksi permintaan
5 Proses permintaan pembeli demand risk 1.5 dengan demand yang masuk 5 3 External konsumen yang beragam 4
umur produk buah yang kualitas buah selama penanaman
6 Proses supply produk Supply risk 1.6 beragam dan mudah busuk 5 4 External hingga panen beragam 2
7 Pengiriman produk Environmental Risk 1.7 buah busuk selama pengiriman 5 5 External cuaca selama pengiriman buruk 2
tidak adanya laboratorium 1 3 belum ada peran pemerintah
8 Fasilitas perawatan produk physical plant risk 1.8 penjagaan produk buah External dalam penerapan bioteknologi 3
GARIS TOLERANSI RISIKO

Sangat Tinggi
Very High/ 5

MEDIUM - 5 (1.4)MEDIUM - (1.5)MEDIUM - (1.6)HIGH - 20 (1.7)HIGH


10 15
High/ 4

Tinggi

LOW - 4 MINOR - 8 MEDIUM - 12 (1.2)HIGH - 16 HIGH - 20


Moderate/ 3

(1.8)LOW - 3 (1.1)MINOR - MINOR - 9


Sedang

(1.3)MEDIUM - MEDIUM - 15
6 12
Minor/ 2

Rendah

LOW - 2 LOW - 4 MINOR - 6 MINOR - 8 MEDIUM - 10


Sangat Rendah
Insignificant 1

LOW - 1 LOW - 2 LOW - 3 LOW- 4 MEDIUM -5

Gambar 3.5 Risk Severity Matrix Sebelum penerapan teknologi 4.0

3.3.2. Setelah Implementasi Teknologi 4.0


Tabel 3.2 : Risk Register setelah penerapan teknologi 4.0
RISK REGISTER SETELAH DITERAPKAN TEKNOLOGI 4.0
Sumber Severity/Akibat/Potensi Kerugian
Risk Category /
Kode Risk Event/ Uraian Peristiwa Risk Difficulty Risiko
No Proses Bisnis Jenis Kelompok
Risiko Risiko (Internal / Detection
Risiko Penyebab kerugian
Likelihood Impact Eksternal) Difficulty
tidak ada data manager dan tidak ada aturan jelas dalam
1 Manajemen distribution 2.1 distribusi data yang tidak rata 3 2 Internal menerapkan supply chain 4.0 1
Operation and pemrosesan data yang tidak
2 Pasca Panen tools used 2.2 Error Data
Masalah Processing
dengan ketersediaan 3 4 Internal dilakukan oleh ahli IT dan data 2
Penanganan / Mitigation and dan integritas data untuk proses data mining yang tidak
3 maintenance Contigency 2.3 pemeliharaan 4 3 Internal terukur 2
Keamanan kerentanan data dan belum menggunakan fitur
4 teknologi AI Machine 2.4 sensitivitas 4 4 Internal keamanan data yang
belum pahamnya memadai
para petani 2
latar belakang rendahnya kualitas petani menggunakan teknologi
5 pendidikan petani Human Resources 2.5 yang paham akan teknologi 5 2 Internal pertanian 4
serangan jaringan internet, jaringan internet di indonesia
Machine terganggunya gelombang tidak stabil dan rentan melambat
6 Proses supply produk
environtment 2.6 elektromagnetik dari 5 4 External ketika listrik padam 3
Proses Environmental bencana alam mengganggu proses pengiriman macet dan
7 pengawasan Risk 2.7 jalannya fungsi teknologi 5 5 External buah busuk ditengah jalan 5
tidak adanya laboratorium 1 3 belum ada peran pemerintah
Fasilitas physical plant teknologi penjagaan produk dalam penerapan bioteknologi
8 perawatan produk risk 2.8 buah External pertanian 3
ketidakstabilan jaringan dan
tidak dapat menjalankan Jaringan Cloud Computing yang
9 Cloud Computing Technical Risk 2.9 fungsi real-time 5 3 External tidak tentu 3
Keamanan data supplier, Cybercrime, pencurian data
10 Regulasi PemerintahPolitical Risk 2.1 retailer dan distributor 4 5 External secara illegal 3

13
Resiko yang terjadi pada system rantai pasok PT SSN setelah penerapan teknologi hanya
terjadi pada teknis penggunaan teknologi pascapanen dikarenakan para petani yang belum
terlalu menguasai teknologi dan latar belakang pendidikan yang rendah, kualitas dari petani,
proses keamanan data yang belum terbukti dapat menjaga kerahasiaan proses supply chain
PT SSN, serta jaringan internet Indonesia yang tidak stabil membuat proses pengamatan buah
saat berada di setiap titik jalur distribusi susah untuk diawasi terus-menerus. Berikut adalah
daftar resiko yang akan muncul jika PT SSN sudah menerapkan teknologi 4.0 pada risk
register, beserta pemetaan resiko berdasarkan peluang dan dampak dalam risk severity matrix
berikut:

MEDIUM - 5 MEDIUM - 10 (2.9) (2.10) (2.7)


MEDIUM - 15 HIGH - 20 HIGH
GARIS TOLERANSI RISIKO

LOW - 4 MINOR - 8 (2.2) (2.4) HIGH (2.6)


MEDIUM - 12 - 16 HIGH - 20

(2.8) LOW MINOR - 6 MINOR - 9 (2.3) MEDIUM - 15


-3 MEDIUM - 12

LOW - 2 LOW - 4 (2.1) MINOR - 8 (2.5)


MINOR - 6 MEDIUM - 10

LOW - 1 LOW - 2 LOW - 3 LOW- 4 MEDIUM -5

Gambar 3.6 Risk Severity Matrix setelah penerapan teknologi 4.0

14
BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil karya tulis ini adalah:
1. Pemanfaatan cloud computing sistem dapat mengurangi aspek variabilitas dengan cara
mengintegrasikan informasi secara terpusat ke seluruh supply chains.
2. Aktivitas integrasi supply chain menggunakan cloud computing, meliputi:
a. Forecasting dan planning
b. Sourcing dan procurement
c. Logistics
d. Service dan spare parts managements
3. Penggunaan Teknologi 4.0 dalam industry pertanian PT SSN dapat mengurangi resiko
dalam kegagalan distribusi produk buah-buahan, namun perlu ada pengawasan dan
pelatihan terlebih dahulu kepada para pelaku supply chains agar dalam menggunakan
teknologi cloud computing, agar benar-benar paham bagaimana cara pemakaiannya agar
produk buah dapat sampai ke end-user dalam kondisi segar dan baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bank Dunia. (2018). Tingkat Pertumbuhan GDP Indonesia. Retrieved from


https://www.google.com/search?safe=strict&rlz=1C1CHBF_enID836ID836&sxsrf=ACY
BGNSUMaZ5XzHYCGmK1BsrDmCPB9di3Q:1571620448929&q=indonesia+tingkat+pe
rtumbuhan+pdb&stick=H4sIAAAAAAAAAOPgUeLQz9U3MC6qzNPSz0620s_JT04sycz
P0y8uAdLFJZnJiTnxRanpQCGr9JSC-
PSi_PKSjPiixJLULkZrLrhuIdJ123BxgnRbFuRml5GhHWq5aZlFMsm6F7EqZual5OelFm
cmKpRk5qVnJ5YoFKQWlZTmJpVmJOYpFKQkAQB8BVcaHAEAAA&sa=X&ved=2ahU
KEwi94dG0lqzlAhUEVysKHQQIDz8Qth8wAXoECA0QBQ
Chopra, S., & Peter, M. (2016). Supply Chain Management 6th Edition. Edinburgh: Pearson
Education.
Christopher, M. (2011). Logistics and Supply Chain Management. Edinburgh: Prentice Hall.
H., Schrödl & K., T. (2011). SCOR in the cloud – Potential of cloud computing for the
optimization of supply chain management systems. Proceedings of the European,
Mediterranean & Middle Eastern Conference on Information Systems.
H, L., V, P., & S, W. (1997). Information distortion in a supply chain: The bullwhip effect.
Management Science. https://doi.org/:10.1287/mnsc.43.4.546
Handayani, D. (2005). Analisis Strategi Pengembangan Bisnis Buah Segar pada PT. Sewu
Segar Nusantara, Tangerang. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hardy, Q. (2018). How Cloud Computing Is Changing Management. Harvard Business
Review. Retrieved from https://hbr.org/2018/02/how-cloud-computing-is-changing-
management
Harrison, Guide, T., V., & Wassenhove, V. (2003). The challenge of closed-loop supply
chain. Interfaces: The INFORMS Journal of Operations Research.
PT. Sewu Segar Nusantara(2017). Laporan Penjualan Pisang Cavendish PT. Sewu Segar
Nusantara Periode Januari 2015 – Maret 2016
Lyall, A., Mercier, P., & Gstettner, S. (2018). The Death of Supply Chain Managementtle.
Retrieved October 19, 2019, from Harvard Business Review website:
https://hbr.org/2018/06/the-death-of-supply-chain-management
Mckinsey. (2016). Supply Chain 4.0 – the next-generation digital supply chain. Retrieved
from https://www.mckinsey.com/business-functions/operations/our-insights/supply-
chain-40--the-next-generation-digital-supply-chain
Nusantara, P. S. S. (2016). Laporan Penjualan Pisang Cavendish periode 2015-2016.
Banten.
Pertanian, D. (2003). Pisang. Retrieved from www.deptan.go.id/pisang.
Pertanian, P. D. dan S. I. (2016kes). Statistik Konsumsi Pangan. Jakarta.
Pires, S., & J. B., C. (2010). Using cloud computing to integrate processes in the supply
chain. (Proceedings of the POMS 21st Annual Conference).
Pujawan, Nyoman;Mahendrawathi; 2017;”Supply Chain Management Edisi ke 3”;
Yogyakarta, Penerbit ANDI
Simchi-Levi. (2002) Designing and Managing the Supply Chain: Concept, Strategies and
Case Studes. McGraw-Hill. International Edition.
T, S., J, W., Seng, D., & D, J. (2010). Six questions every supply chain executive should ask
about cloud computing.
Toka, A., Aivazidou, E., & Arvanitopoulos-darginis, K. (2013). E-Logistics and E-Supply
Chain Management : Applications for Evolving Business. (January).
https://doi.org/10.13140/2.1.2717.2800
Wiwaha, D. A. (2007). Analisis Pengendalian Pasokan Pisang Cavendish Berdasarkan Hasil
Ramalan Penjualan Time Series Terbaik Untuk Wilayah Pemasaran Jabotabek Pada Pt.
Sewu Segar Nusantara. Institut Pertanian Bogor.

ii

Anda mungkin juga menyukai