Anda di halaman 1dari 12

POLA DISTRIBUSI DAN TEKNIK TRANSPORTASI PEPAYA

Oleh :
SRI EFRIYANTI HARAHAP
F152140241

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
A. Pola Distribusi dan Teknik Transportasi Pepaya

a. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang subur sehingga menjadi


penghasil komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan dalam
memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu
komoditas hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah pepaya. Pepaya
memiliki banyak manfaat dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan
buah yang lainnya. Menurut Statistik Pertanian tahun 2013 (Departemen Pertanian
2013), peningkatan produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 283 ribu ton
antara tahun 2010 dan 2011, tetapi pertumbuhan pepaya secara umum pada tahun
2011 hingga 2012 mengalami penurunan sebesar 1.67%. Penurunan produktivitas
tanaman pepaya di Indonesia antara lain disebabkan belum tersedianya varietas
unggul yang diinginkan.

Keterkaitan antara produsen dan konsumen pepaya tidaklah terlepas dari


kegiatan distribusi. Pepaya yang dihasilkan oleh produsen akan bermanfaat dan
mempunyai nilai ekonomis apabila dapat sampai ke konsumen untuk pemenuhan
kebutuhannya. Peran distribusi pepaya dalam arti kata cukup, tepat waktu dan
terjangkau atau sesuai dari segi harga merupakan faktor-faktor penentu terhadap
keberhasilan fungsi distribusi pepaya dari produsen ke konsumen (Nurchayati
2014).
Namun demikian merupakan suatu kenyataan untuk kasus di Indonesia
bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang masih sangat lemah dalam mata
rantai perekonomian nasional. Dengan kata lain efesiensi di bidang sistem
distribusi masih rendah. Kondisi ini juga terjadi pada penjualan pepaya, dimana
komoditas ini secara intrinsik memiliki sifat cepat busuk, rusak, dan susut besar.
Hal ini merupakan masalah yang dapat menimbulkan resiko fisik dan harga
(Nurchayati 2014).
Permasalahan pokok pengembangan hortikultura adalah belum
terwujudnya ragam, kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Permasalahan
tersebut disebabkan karena kurangnya penguasaan teknologi, baik teknologi
pembibitan, budidaya, maupun kurangnya koordinasi antara pelaku agribisnis
hortikultura menjadi rapuh dan lemahnya supply chain management produk
hortikultura. Dan untuk sampai di tangan konsumen, komoditas tersebut harus
melalui suatu rantai tataniaga yang cukup panjang. Oleh karena itu kehadiran
jaringan pemasaran pepaya yang efisien sangat dibutuhkan agar produksi petani
ini dapat segera didistribusikan sampai ke konsumen (Nurchayati 2014).
Selain itu ada dua hal penting dalam memperbaiki efisiensi pemasaran
yaitu transportasi dan pencegahan kehilangan (preventing loss). Transportasi
memiliki peranan yang penting dalam menyalurkan pepaya ke tangan konsumen.
Biasanya transportasi yang sering digunakan dalam menyalurkan pepaya adalah
truk. Pencegahan kehilangan (preventing loss) sering terjadi karena kesalahan
penanganan buah pasca panen. Hal tersebut biasanya terjadi karena temperatur
yang tidak sesuai, waktu tunggu dan pengiriman yang lambat, buruknya cara
pengepakan (packaging), dan buruknya koordinasi dengan pasar. Umumnya,
untuk kasus setiap komoditi, petani individu tidak bisa menjual langsung hasil
panennya ke supermarket atau pasar induk. Hal tersebut dikarenakan petani sering
terkendala masalah transportasi dan kuantitas panen yang dihasilkan. Sehingga
petani membutuhkan lembaga pemasaran seperti kelompok tani atau pedagang
pengumpul. Setiap komoditi juga memiliki perbedaan tersendiri dalam sistem
pemasarannya ke ritel moderen dan pasar tradisional (Permatasari 2014).
Tujuan paper
Paper ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan
untuk mengetahui pola distribusi dan teknik transportasi buah pepaya, upaya
memperbaiki pola distribusi pepaya, perbandingan pola distribusi pepaya di
Indonesia dan di negara lain, dan upaya perbaikan untuk mengurangi kerusakan
pepaya.

b. Pola Distribusi
Menurut Susanti (2014) pemanenan buah pepaya dapat dilakukan pada
sore hari agar dekat dengan waktu pemasaran dan dipilih langsung oleh petani.
Petani hanya memilih pepaya yang baik dan menggabungkannya dalam satu
keranjang tanpa dikelompokkan berdasarkan kualitas standar mutu kelas buah
yang dapat masuk dalam pasar supermarmet. Setelah panen buah pepaya
dimasukkan ke dalam peti kayu atau keranjang rotan yang dilapisi koran agar
menjaga dari kerusakan fisik buah. Peti atau keranjang tersebut telah disediakan
oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul membeli hasil panen sebagian
besar di kebun pepaya dan tinggal mengambil buah pepaya di malam hari yang
langsung dipasarkan ke berbagai pasar. Hambatan yang dihadapi petani dalam
memasarkan adalah jarak yang cukup jauh dari pasar sehingga memerlukan waktu
yang cukup lama, selain itu jarak kebun ke jalan besar cukup jauh dengan kondisi
jalan yang rusak dan becek jika terjadi hujan.
Faktor yang menyebabkan sistem distribusi di Indonesia kurang efisien
adalah belum memadainya sarana dan prasarana transportasi. Jaringan distribusi
yang belum mapan selama ini menyebabkan tersendatnya aliran produk, sehingga
sering terjadi kelangkaan penyediaan barang di beberapa pasar. Belum mapannya
jaringan distribusi, ditambah dengan rentannya sektor jasa transportasi dari
pengaruh ekonomi makro serta iklim seperti harga bahan bakar atau bencana
alam, secara tidak langsung akan berdampak pada kegiatan distribusi (Nurchayati
2014).

c. Arah Distribusi Pepaya


Distribusi pepaya secara umum menurut Prihatiningtyas et al. (2015)
adalah dari petani ke processor, dari processor ke retail, dari retail ke konsumen.
Dalam rantai pasok pepaya ini, petani memasok ke processor (industri makanan,
dan industri lainya), retail dapat berupa grosir, semi grosir, pengecer, distribution
center, supermarket atau minimarket dan oulet-outlet buah. Adapun arah
distribusi pepaya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Arah distribusi pepaya (Prihatiningtyas et al. 2015).


d. Target mutu pepaya

Menurut Santoso (2012), terdapat lima komponen pokok dalam kualitas


produk pasca panen hortikultura, yaitu kualitas penampilan, rasa, nutrisi, tekstur,
dan keamanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen ahli pepaya dan
ketentuan SNI 4230:2009 diperoleh 14 atribut kualitas buah pepaya yang
dikelompokkan ke dalam empat komponen, yaitu :
a. Kualitas penampilan (bebas dari memar, tampilan segar, kebersihan kulit,
bentuk, ukuran, warna kulit dan warna daging buah),
b. Kualitas tekstur (tekstur daging dan kulit buah),
c. Kualitas flavour (rasa manis dan aroma khas),
d. Kualitas keamanan (bebas dari hama dan penyakit, bebas dari aroma dan rasa
asing, bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang ekstrim).
Berdasarkan pola pendistribusian yang sudah ada, diharapkan agar buah
lokal khususnya pepaya menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dapat terwujud
apabila di bangun supply chain management (SCM) yang tangguh. SCM
merupakan strategi bisnis yang mengintegrasikan secara vertikal perusahaan-
perusahaan dalam supply chain (SC) untuk meningkatkan efisiensi dan prestasi
keseluruhan anggota SC agar dapat memenuhi tuntutan konsumen sehingga
menjadi satu kesatuan kegiatan bisnis yang kompetitif.

B. Upaya Memperbaiki Distribusi Pepaya

Ketua asosiasi pepaya Jawa Barat mengemukakan dalam rantai pasok


(khususnya distribusi) pepaya mengalami kecacatan produk sebesar kurang lebih
20%, sehingga distributor dengan petani harus melakukan kontrak perjanjian yang
menyatakan segala kecacatan produk pada saat distribusi merupakan tanggung
jawab distributor agar petani tidak merugi. Rendahnya mutu produk hortikultura
ini memerlukan perhatian yang lebih besar untuk membentuk sistem agribisnis
dan manajemen rantai pasok dengan mengutamakan kualitas produk sampai di
tangan konsumen (Setiawan 2009).

Salah satu upaya untuk memperbaiki distribusi pepaya adalah dengan


pengemasan. Pengemasan untuk distribusi buah sangat diperlukan. Hal ini
disebabkan karena selera konsumen yang lebih menyukai buah-buahan yang
mempunyai kualitas fisik yang bagus. Tujuan lain dari pengemasan adalah untuk
memudahkan penanganan, menjaga mutu dan kualitas buah tersebut sampai ke
tangan konsumen. Saat ini umum digunakan prepackaging (menempatkan buah
dalam kantong atau karton untuk menjual secara eceran) sebelum dikemas secara
luas. Sebelum dikemas, buah diberi perlakuan untuk mengeradikasi beberapa
kontaminan yang dapat merusak. Pada pepaya dapat digunakan uap panas dan
iradiasi untuk mematikan lalat buah yang menempel. Kemudian pepaya tersebut
dikemas mengunakan kotak kardus yang disekat untuk mencegah kontaminasi
terhadap lalat buah. Lalu disimpan dalam suhu rendah 10-12°C untuk menunda
pemasakan (Rini 2008).

C. Pola Distribusi dan Transportasi di Indonesia dan Negara Maju


Teknis transportasi dan distribusi di Indonesia umumnya tidak dilengkapi
dengan alat pendingin. Biasanya kotak pengangkut hanya dilapisi terpal untuk
mencegah agar buah tidak terkena sinar matahari langsung. Buah yang diangkut
dengan menggunakan pesawat ditempatkan pada kargo yang tidak berpendingin.
Untuk buah yang diangkut dengan kapal laut harus menggunakan pendingin
dengan suhu yang diatur pada 10-120C. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menyebutkan suhu ideal penyimpanan buah pepaya adalah pada suhu 12 0C.
Menurut penelitian, umur simpan buah pepaya dapat mencapai 3 minggu jika
disimpan pada suhu 120C (http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/).
Penggunaan transportasi udara di Brazil juga dianggap sebagai transportasi
yang paling baik untuk ekspor pepaya, karena pepaya adalah buah perishable.
Penggunaan transportasi udara setiap tahun terus meningkat seiring dengan
permintaan konsumen. Namun kendala utama pada distribusi pepaya ini adalah
biaya pengiriman, penambahan bahan bakar pesawat, dan secara signifikan hal
tersebut menambah biaya logistik. Oleh karena itu pepaya menjadi mahal ketika
sampai di pasar. Sementara itu jika menggunakan transportasi laut, buah yang
akan diekspor harus dipanen sebelum matang. Namun hal ini dapat mengurangi
kualitas pepaya, merugikan produsen, berpotensi sebagai buah yang ditolak di
beberapa pasar, dan menyebabkan penurunan mutu. Dalam hal ini, transportasi
udara adalah transportasi yang lebih unggul untuk menghindari pepaya yang rusak
atau busuk, dan memiliki peran penting dalam memperkuat pasar ekspor Brazil
(Tozi et al. 2006).
Di pasar Inggris, upaya peningkatan distribusi melalui laut telah terbukti
tidak berhasil karena pepaya tidak memiliki respon yang baik. Untuk transportasi
domestik, penggunaan transportasi darat menawarkan keuntungan yang lebih
besar, aman, fleksibel, dan memungkinkan pengiriman “door to door”, serta biaya
pengangkutan yang normal. Penggunaan transportasi darat di Inggris dan di
negara-negara seluruh dunia meningkat seiring waktu. Penggunaan transportasi
darat dapat dilakukan dengan mobil pick up, truk tertutup, truk terbuka, atau
kenderaan berpendingin. (Medina et al. 2006).
Penggunaan transportasi laut dianggap kurang fleksibel, selain harganya
lebih mahal. Penggunaan teknologi kontrol atmosfer memungkinkan operator
untuk menurunkan laju respirasi pepaya dengan terus memantau kadar oksigen,
karbondioksida dan nitrogen dalam lemari pendingin. Dengan cara ini, kontrol
atmosfer dapat memperlambat pematangan, menghambat perubahan warna, dan
menjaga kesegaran pepaya. Meskipun ada kemungkinan bahwa kapal kontainer
akan mendominasi perdagangan antara Amerika Utara, Asia Timur dan Eropa.
Kapal konvensional berpendingin berkembang di pelabuhan-pelabuhan kecil,
terutama di negara berkembang, yang tidak dapat menangani kapal kontainer
besar. Dengan demikian, dalam perdagangan utara hingga selatan, kapal
konvensional berpendingin memiliki peluang yang lebih baik, namun persaingan
dari kapal kontainer yang memiliki biaya yang lebih murah juga meningkat
(Medina et al. 2006).

D. Upaya Perbaikan untuk Mengurangi Kerusakan pada Pepaya


a. Akibat Benturan

Benturan terjadi diakibatkan oleh adanya getaran dan guncangan yang


dialami buah selama proses transportasi pepaya. Memar yang terjadi akibat
benturan mengindikasikan bahwa jaringan daging buah pepaya telah rusak
sehingga mutu buah menurun. Sedangkan pada tingkat kematangan masak penuh
dengan lama pengangkutan 3 jam kerusakan mekanis yang terjadi berupa lecet,
memar, bercak coklat, busuk pada bagian kulit buah dan daging buah, serta
muncul jamur-jamur pada kulit buah pepaya masak penuh. Jamur tersebut di
antaranya jamur alternaria, botrytis, rhizopus. Jamur ini menyebabkan buah
pepaya masak penuh mengalami kebusukan sehingga tidak dapat lagi dikonsumsi.
Bercak coklat pada buah pepaya masak penuh terjadi karena buah pepaya
mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah
mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Buah pepaya dengan
tingkat kematangan penuh memiliki struktur buah yang lunak, sehingga buah
yang saling berbenturan atau bersentuhan satu sama lain dengan dinding akibat
pengangkutan mengalami kerusakan (Salulinggi et al. 2014).

Proses penyimpanan dan distribusi buah pepaya oleh petani masih


dilakukan secara konvensional, dengan pengemas sederhana seperti keranjang
atau kardus. Akibatnya, kualitas dan harga pepaya menjadi turun di mata
konsumen. Magic Box dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Dinding
Magic Box dibuat dari kombinasi bahan-bahan yang berfungsi untuk menghambat
laju pematangan maupun pembusukan buah, melindungi pepaya dalam
transportasi, maupun hal lain yang dapat merusak pepaya. Karya inovasi ini dapat
juga digunakan untuk berbagai jenis buah lain seperti pisang atau apel. Berbagai
inovasi dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen, padahal
tidak kurang pentingnya untuk menjaga nilai panen tersebut agar terus tinggi
sampai di tangan konsumen. Menjaga nilai panen buah-buahan pada
kenyataannya sering lebih bernilai ketimbang meningkatkan hasil panen
(http://www.bic.web.id).

b. Tindihan beban di atas

Penanganan yang kasar terhadap buah pepaya pada saat memindahkan


buah dari lokasi panen ke wadah atau box mobil pada saat pengangkutan
merupakan faktor lain yang dapat mempercepat kerusakan buah. Masyarakat
umum sangat terbiasa menumpuk produk pertanian pada masa pengangkutan.
Khusus untuk buah pepaya, potensi kerusakan buah pada saat pengangkutan
sangat tinggi. Buah yang posisinya paling bawah akan terhimpit sehingga menjadi
lembek, dan buah yang berada di tengah akan menjadi panas sebagai akibat
akumulasi respirasi dan transpirasi buah yang lain, akibatnya aktifitas pematangan
buah oleh etylen tidak dapat dihindari. Sebagai buah klimaterik, kondisi ini dapat
mempercepat kematangan dan dapat menular pada buah yang lain. Apabila hal ini
terjadi maka asam organik pada buah akan terhidrolisis dan dapat menyebabkan
buah berkurang rasa manis dan tekstur menjadi lembek karena telah masuk pada
tahap lewat matang (Nofriati et al. 2008).

Pepaya yang berair akan memberi kondisi lingkungan yang cocok bagi
pertumbuhan kapang seperti Colletotricum gloesporides sebagai faktor yang dapat
mempercepat pembusukan, dalam waktu yang lama bakteri akan tumbuh sehingga
kerusakan buah semakin besar. Mikroorganisme yang mengkontaminasi buah
pepaya akan bertambah banyak selama masa penyimpanan, dalam waktu yang
bersamaan miroorganisme tersebut akan mengeluarkan sisa-sisa metabolismenya
yang berpangaruh pada kerja enzim dan berdampak pada lunaknya daging buah,
berair, bau alkohol dan buah mengalami pembusukan yang berat akhirnya buah
tidak dapat dikonsumsi. Pembungkusan pepaya utuh setelah panen dengan kertas,
tissu atau koran bekas yang halus dan lembut selama masa pengangkutan atau
peyimpanan di gudang perlu diperhatikan sebagai upaya menghindari terjadinya
kerusakan mekanik setelah panen (Nofriati et al. 2008).

c. Kehilangan kadar air

Upaya untuk mencegah kehilangan kadar air salah satunya adalah dengan
penggunaan suhu dingin yang tepat. Suhu optimum dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses respirasi, yaitu suhu dimana proses metabolisme (termasuk
respirasi) berlangsung dengan sempurna. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari suhu optimum, metabolisme akan berjalan kurang sempurna bahkan
berhenti sama sekali. Setiap penurunan 8 0C pada suhu penyimpanan, metabolisme
berkurang setengahnya (Koswara 2009).

Es dapat dipergunakan sebagai sumber pendingin pada suatu wadah besar


(bunker) atau sebagai es penutup produk (ditempatkan kontak langsung dengan
pepaya). Es dapat mendinginkan pepaya jika es mencair, dengan demikian
ventilasi yang baik diperlukan untuk pendinginan yang efektif. Penggunaan es
dalam kemasan-kemasan hendaknya diaplikasikan dalam barisan dari bahan yang
ditumpuk padat. Hal yang penting adalah tidak memblok sirkulasi udara di dalam
kendaraan pengangkut (Koswara 2009).
d. Penanganan (handling) yang buruk

Diperlukan penanganan pascapanen yang baik untuk mengurangi tingkat


kehilangan hasil dari pemetikan hasil pepaya sampai dikonsumsi. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 44/Permentan/OT.140 /10/2009 tentang
Pedoman Penanganan Pascapanen yang Baik Hasil Pertanian Asal Tanaman
(Good Handling Practices - GHP) dan Permentan No. 20/Permentan/
OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian, dan
Undang-Undang Hortikultura No. 13 Tahun 2010 yang di dalamnya juga
mengatur antara lain tentang pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan
wajah komoditas dan daya tahan (immunity) dari produk buah. Teknologi
pascapanen akan memberikan hasil yang berbeda-beda tergantung dari jenis buah
pepayanya (http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/).

e. Terputusnya mata rantai pendingin

Terputusnya mata rantai pendingin dapat dicegah dengan penggunaan ice


gel yang dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama dibanding es batu biasa.
Ice gel adalah media gel untuk proses penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Ice
gel berfungsi sebagai pengganti es batu dan dry ice yang dapat dipakai berulang-
ulang dan dapat menjaga suhu dingin hingga 12 jam dalam wadah seperti box
styrofoam. Kelebihan ice gel adalah gel tetap kering atau tidak terkondensasi
ketika suhu dingin mulai berkurang. Selain itu, ice gel aman digunakan, tidak
beracun, ramah lingkungan, dan cocok digunakan untuk penyimpanan dingin
komoditi pertanian seperti buah. Ice gel umumnya digunakan untuk penyimpanan
obat-obatan, namun saat ini penggunaannya telah dimanfaatkan untuk penanganan
pasca panen pada hortikultura terutama pada distribusi (Jaya 2013).

Ice gel memiliki karakteristik membeku pada titik suhu dingin, dan
mencair pada suhu yang rendah. Apabila dilihat berdasarkan jenis material yang
digunakan, ice gel terbagi menjadi dua jenis, yaitu ice gel yang hanya berfungsi
sebagai elemen pendingin dan ice gel yang berfungsi ganda (elemen pendingin
sekaligus elemen pemanas). Ice gel yang hanya berfungsi sebagai elemen
pendingin biasanya berwarna biru, sedangkan yang berfungsi ganda berwarna
putih, sedangkan berdasarkan jenis kemasannya, ice gel dibagi menjadi ice gel
dan ice pack. Ice gel dikemas dengan plastik biasa, sedangkan ice pack dikemas
dengan plastik yang kaku (Jaya 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian. 2013. Statistik Pertanian 2013. Jakarta (ID): Departemen


Pertanian Republik Indonesia.

http://www.bic.web.id/login/inovasi-indonesia-unggulan/1176-kotak-ajaib-agar-
tahan-lama. Diambil 10 Oktober 2016.

http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/. Diambil 10 Oktober 2016.

Jaya K. 2013. Ice gel dan ice pack. [Diambil 10 Oktober 2016]. Tersedia pada:
http://icecoolpack.indonetwork.co.id/group+121831/ice-gel.html.

Koswara S. 2009. Pengolahan pangan dengan suhu rendah [internet]. [diunduh


2014 Januari 22]. Tersedia pada: http://tekpan.unimus.ac.id/wpcontent/
uploads/2013/07/pengolahan-pangan-dengan-suhu-rendah.pdf.

Medina JDLC, Gutiérrez GV, García HS. 2006. Food and Agriculture
Organization of The United Nations. PAPAW: Post-harvest Operations.

Nofriati D, Saleh Y. 2008. Kajian teknologi pascapanen buah pepaya (Carica


papaya L.) dalam upaya mengurangi kerusakan dan mengoptimalkan hasil
pemanfaatan pekarangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Nurchayati, Hikmah. 2014. Pola distribusi buah lokal dan buah import: studi
kasus pada pedagang buah di Kota Semarang. Seminar Nasional dan Call
for Paper Research Methods and Organizational Studies. Hal 40-50.

Permatasari, N. 2014. Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar Ritel


Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar [Skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.

Prihatiningtyas R, Setiawan A, Wijaya NH. 2015. Analisis peningkatan kualitas


pada rantai pasok buah pepaya calina. Jurnal Manajemen dan Organisasi
Vol.4 (3).

Rini. 2008. Pengaruh Sekat dalam Kemasan Kardus terhadap Masa Simpan dan
Mutu Pepaya IPB 9 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salulinggi E, Longdong IA, Kairupan SM, Rantung RA. 2014. Kerusakan
mekanis buah pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan alat
simulator meja getar. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Sam
Ratulangi.

Setiawan A. 2009. Studi Peningktan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran


Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Susanti T, Ratini R, Mariyah. 2014. Analisis pendapatan dan pemasaran usahatani


pepaya mini (carica papaya L.) di kelurahan Teritip Kecamatan
Balikpapan Timur Kota Balikpapan. Jurnal AGRIFOR Vol. 13 (1).

Tozi LA, Muller C. 2006. The Viability of Air Transportation for Perishable
Agricultural Produce. Journal of The Brazilian Air Transportation
Reseacrh Society. Vol 2.

Anda mungkin juga menyukai