Anda di halaman 1dari 21

Peran UKS dalam Pencegahan Stunting

Steviany Stezan
102013470
steviany.2013fk470@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Stunting adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada saat periode kritis dari
proses tumbuh dan kembang mulai janin. Untuk Indonesia, saat ini diperkirakan ada 37,2% dari
anak usia 0-59 bulan atau sekitar 9 juta anak dengan kondisi stunting, yang berlanjut sampai
usia sekolah 6-18 tahun.

Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0 – 59 bulan, dimana tinggi badan menurut
umur berada di bawah minus 2 Standar Deviasi (<-2SD) dari standar median WHO. Lebih lanjut
dikatakan bahwa stunting akan berdampak dan dikaitkan dengan proses kembang otak yang
terganggu, dimana dalam jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Jangka
panjang mengurangi kapasitas untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk
peluang kerja dengan pendapatan lebih baik.

Dalam jangka panjang, anak stunting yang berhasil mempertahankan hidupnya, pada usia
dewasa cenderung akan menjadi gemuk (obese), dan berpeluang menderita penyakit tidak
menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan lain-lain.

Kondisi ini semua sudah semakin jelas untuk Indonesia, yang menunjukkan adanya tren
(kecenderungan) PTM meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013, dimana diperkirakan ada 70-
an juta penduduk dewasa (>18 tahun) yang menderita PTM.1
Stunting

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang
jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih
dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting
termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan
fisik dan kognitif yang optimal.1

Situasi Nasional

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki
prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan
gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi
29,6% pada tahun 2017.

Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010,
terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat
pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari
hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah
diupayakan oleh pemerintah.

Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program.
Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini
mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.

Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8%
dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek
sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat
pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.1

Proses Terjadinya Stunting

Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan
anemia. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan,
ditambah lagi ketika ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai. Remaja putri di
Indonesia usia 15-19 tahun, kondisinya berisiko kurang energi kronik (KEK) sebesar 46,6%
tahun 2013. Ketika hamil, ada 24,2% Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan risiko
KEK, dan anemia sebesar 37,1%.

Kondisi-kondisi di atas disertai dengan ibu hamil yang pada umumnya juga pendek (< 150 cm)
yang proporsinya 31,3%, berdampak pada bayi yang dilahirkan mengalami kurang gizi, dengan
berat badan lahir rendah < 2.500 gram dan juga panjang badan yang kurang dari 48 cm. Jika
digabung anak yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram dan panjang badan < 48 cm, untuk
Indonesia ada sekitar 4,3% , bervariasi dari 0,8% di Maluku dan 7,6% di Papua.

Setelah bayi lahir dengan kondisi tersebut, dilanjutkan dengan kondisi rendahnya Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) yang memicu rendahnya menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan
tidak memadainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI). Dari berbagai survei
nasional (Riskesdas 2013, Sirkesnas 2016, SDKI 2012 – 2017) bayi yang menyusui eksklusif
belum sampai 50%.

Lebih lanjut, berdasarkan kajian dari SDKI 2012 dan mengikuti ketentuan dari pedoman
pemberian makan pada anak yang dikeluarkan oleh WHO, ternyata anak Indonesia yang
terkategori dalam minimum acceptable diet hanya 36,6%.

Data SKMI 2014 juga menunjukkan asupan anak > 6 bulan cenderung mengonsumsi 95% dari
kelompok serealia (karbohidrat), sangat kurang dari kelompok protein, buah, dan sayur.

Dari uraian di atas, tidak heran jika angka stunting di Indonesia tidak berubah dan cenderung
meningkat. Terjadi gagal tumbuh (growth faltering) mulai bayi berusia 2 bulan, dampak dari
calon ibu hamil (remaja putri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan ibu hamil yang juga
bermasalah. Hal ini sangat terkait oleh banyak faktor, utamanya secara kronis karena asupan gizi
yang tidak memadai dan kemungkinan rentan terhadap infeksi, sehingga sering sakit.1

Dampak

Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka
panjang.

1. Dampak Jangka Pendek.

a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;

b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan

c. Peningkatan biaya kesehatan.

2. Dampak Jangka Panjang.

a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya);

b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;

c. Menurunnya kesehatan reproduksi;

d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan

e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.1

Upaya Pencegahan

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk
pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk
malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program
prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan
untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:

1. Ibu Hamil dan Bersalin

a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;

b.Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;

c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;

d.Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien


(TKPM);

e.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);

f. Pemberantasan kecacingan;

g.Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;

h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan

i. Penyuluhan dan pelayanan KB.

2. Balita

a. Pemantauan pertumbuhan balita;

b.Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;

c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan

d.Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

3. Anak Usia Sekolah


a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);

b.Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;

c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan

d.Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba

4. Remaja

a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang,
tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan

b.Pendidikan kesehatan reproduksi.

5. Dewasa Muda

a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);

b.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan

c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok/mengonsumsi


narkoba.1

Konsep Dasar Kesehatan Masyarakat

Kesehatan masyarakat merupakan kesatuan unit praktek kesehatan masyarakat yang bertujuan
untuk pengembangan dan peningkatan kemampuan hidup sehat bagi pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) menggunakan konsep dan ketrampilan serta praktek
kesehatan masyarakat (Freeman).2

Kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan untuk:

Mencegah timbulnya penyakit

Memperpanjang umur
Meningkatkan nilai kesehatan fisik dan mental melalui usaha-usaha, kesehatan masyarakat yang
terorganisasi untuk:

Memperbaiki kesehatan lingkungan.

Pemberantasan penyakit-penyakit infeksi dan masyarakat.

Mendidik masyarakat dalam prinsip-prinsip kesehatan perorangan.

Mengkoordinasi tenaga-tenaga kesehatan agar mereka dapat melakukan pengobatan dan


perbuatan dengan sebaik-baiknya.

Mengembangkan usaha-usaha masyarakat agar dapat mencapai tingkat hidup setinggi-tingginya


sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan (menurut WHO).

Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat (Promosi Kesehatan)2-6

Ruang lingkup kesehatan masyarakat meliputi usaha-usaha:

Promotif (Peningkatan kesehatan)

Usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan yang meliputi usaha-usaha, peningkatan
gizi, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga secara teratu, istirahat yang cukup dan
rekreasi sehingga seorang dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Preventif (Pencegahan penyakit)

Usaha yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit melalui usaha-usaha pemberian
imunisasi pada bayi dan anak, bumil, pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mendeteksi
penyakit secara dini.

Kuratif (Pengobatan)

Usaha yang ditujukan terhadap orang yang sakit untuk dapat diobati secara tepat sehingga
dalam waktu singkat dapat dipulihkan kesehatannya.

Rehabilitatif (Pemeliharaan Kesehatan)

Usaha yang ditujukan terhadap penderitaan yang baru pulih dari penyakit yang dideritanya .
Upaya-upaya tersebut termasuk dalam promosi kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.6

Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup
mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan
fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja,
namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam
membuat keputusan yang sehat.6

Tingkat-Tingkat Pencegahan Penyakit2

Lima tingkat pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clerk:

Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu (General and Spesifik
Protection).

Menegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and
Prompt Treatment).

Pembatasan kecacatan (Disability Limitation).

Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation).

Lima upaya tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Upaya pencegahan primer

Upaya peningkatan kesehatan

Merupakan upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf


kesehatan individu/keluarga/masyarakat, misalnya:
Penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai, pengawasan pertumbuhan
anak balita dan usia remaja.

Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan

Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan pengembangan kesehatan mental


dan sosial

Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan seks dan sebagainya.

Pengendalian faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Perlindungan umum dan khusus

Perlindungan khusus terhadap kesehatan, golongan masyarakat serta keadaan tertentu


yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kesehatan.
Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus antara lain:

Peningkatan higiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak


menguntungkan.

Perlindungan tenaga kerja terhadap setipa kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja.

Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, alergen, dan sebagainya.

Perlindungan terhadap sumber-sumber pencernaan.

Upaya pencegahan sekunder

Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang bersifat diagnosis dini dan pengobatansegera
(early diagnosis and prompt treatment) meliputi mencari kasus sedini mungkin yang adalah:

Melakukan general check up rutin pada tiap individu.

Melakukan berbagai survei (survei sekolah, rumah tangga) dalam rangka pemberantasan
penyakit menular.

Pengawasan obat-obatan, termasuk obat terlarang yang diperdagangkan bebas, golongan


narkotika, psikofarmaka dan obat-obat bius lainnya.
Upaya pencegahan tersier

Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih parah.
Bertujuan untuk menurunkan angka kejadian cacat fisik maupun mental yang antara lain:

Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut.

Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental).

Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah kemungkinan


terputusnya kelanjutan rehabilitasi dan sebagainya.

Selain pengetahuan dasar mengenai konsep dasar kesehatan masyarakat, perlu juga kita
mngetahui konsep dasar sehat-sakit.

Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun, jika di Indonesia anak tersebut adalah
anak Sekolah Dasar.7 Anak usia sekolah memliliki lingkungan sosial yang lebih luas selain
lingkungan keluarga, yaitu lingkungan sekolah tempat anak belajar mengembangkan
kemampuan kognitif, interaksi sosial, nilai moral dan budaya dari lingkungan kelompok teman
sekolah dan guru. Anak akan merasa lebih senang jika bermain dengan teman sekolah,
dibandingkan bermain di lingkungan rumah.

Beberapa karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu
diperhatikan pada anak usia sekolah adalah sebagai berikut:

1) Anak dapat mengatur pola makannya sendiri, namun juga harus tetap dalam pengawasan
orang tua.

2) Teman, jajanan di lingkungan sekolah dan di lingkungan luar rumah, adanya iklan makanan
tertentu di televisi dapat mempengaruhi pola makanan anak.

Pada anak usia sekolah mereka sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan
energi juga relatif lebih besar karena lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misal bermain, dan
berolahraga. Kebutuhan energi anak sekolah berbeda berdasarkan jenis kelaminnya. Anak laki-
laki lebih banyak membutuhkan asupan energi dibandingkan anak perempuan, karena anak laki-
laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik.8

Kebutuhan gizi anak usia sekolah harus dipenuhi supaya tidak terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan, akan tetapi pemenuhan kebutuhan gizi anak sekolah juga harus seimbang
agar tidak terjadi penimbunan kalori pada tubuh yang akan mengakibatkan obesitas pada anak

UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)

Pengertian

Sekolah berperan penting dalam menyampaikan informasi kesehatan sejak dini pada siswa,
karena perilaku hidup sehat merupakan kebiasaan yang memerlukan suatu upaya keras.
Perilaku hidup sehat sangat perlu ditanamkan sedini mungkin, salah satu strategi untuk
mengubah perilaku yang kurang sehat untuk menjadi perilaku sehat melalui suatu wadah yang
dibentuk sebagai upaya pendidikan kesehatan bagi siswa yaitu UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
Menurut Soekidjo (2010: 56), perilaku mencakup tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan
tindakan atau praktik. Oleh sebab itu pengukuran perubahan perilaku khususnya perilaku
kesehatan mengacu kepada tiga domain tersebut.

UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) merupakan bagian dari program kesehatan anak usia sekolah.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 828/MENKES/SK/IX/2008, UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah) adalah upaya terpadu lintas program dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah
yang berada di sekolah. Sekolah yang dimaksud meliputi berbagai jenis pendidikan dan berbagai
jenjang, yaitu TK/RA, SD/MI/Paket A, SMP/MTs/Paket B, SMA/SMK/MA/MAK/ Paket C, termasuk
juga pesantren.9

Definisi lainnya yaitu UKS merupakan wadah dan program untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin, yang dilakukan secara terpadu
oleh 4 Kementerian terkait beserta seluruh jajarannya baik di pusat maupun di daerah. Adapun
landasannya, yaitu SKB 4 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan,
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.10

Ruang lingkup UKS adalah ruang lingkup yang tercermin dalam Tiga Program pokok Usaha
Kesehatan Sekolah/madrasah (disebut Trias UKS) meliputi;
1) Penyelenggaraan Pendidikan Kesehatan;

2) Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan;

3) Pembinaan lingkungan Sekolah/madrasah Sehat 10

Beberapa alasan perlunya Upaya Kesehatan Sekolah yaitu :

1) Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap masalah kesehatan.

2) Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat.

3) Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi dengan baik.

4) Keadaan kesehatan anak sekolah akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang dicapai.

5) Pendidikan kesehatan melalui anak-anak sekolah sangat efektif untuk merubah perilaku dan
kebiasaan hidup sehat.

Berdasarkan konferensi Kerja Kesehatan Sekolah tahun 1961 antara Departemen Kesehatan
dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengatur mengenai Usaha Kesehatan Sekolah
dikarenakan:

1) Anak umur sekolah jumlahnya besar dan di antaranya berada di sekolah.

2) Anak umur sekolah berada dalam masa perkembangan dan pertumbuhan.

3) Anak usia sekolah berjumlah besar.

4) Masyarakat sehat ditentukan oleh sikap dan kebiasaan hidup sehat yang dimiliki generasi
mendatang.

5) Sekolah dipandang sebagai lembaga yang sengaja dihidupkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan guru sebagai penggeraknya.11

Tim pelaksana UKS yaitu terdiri dari Pembina : Lurah/Kepala Desa; Ketua :

Kepala Sekolah; Sekretaris I : Guru Pembina UKS/ Pembina UKS; Sekretaris II :

Ketua Komite Sekolah; Anggota : Komite sekolah, petugas UKS Puskesmas, guru dan siswa. 10

Tujuan
Tujuan diselenggarakannya UKS adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta
didik dalam lingkungan yang sehat sehingga murid dapat belajar, tumbuh dan berkembang
sebagai sumber daya manusia yang berkualitas. 12

UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dibentuk untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
UKS diharapkan dapat memupuk kebiasaan hidup bersih dan sehat melalui pemberian
pengetahuan, contoh sikap, dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip hidup bersih dan
sehat tersebut. UKS juga dapat berpartisipasi aktif dalam peningkatan kesehatan di sekolah,
maupun di lingkungan masyarakat, yang meliputi kesehatan fisik, mental maupun sosial.

Notoatmodjo (2010: 363) menyebutkan, tujuan promosi kesehatan yang dilaksanakan oleh UKS
adalah sebagai berikut: 13

1) Mengikutsertakan secara aktif guru, murid, dan orang tua murid dalam usaha:

(1) Memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka menanamkan kebiasaan hidup sehat
sehari-hari.

(2) Mengawasi kesehatan murid serta mengenal kelainan kesehatan sedini mungkin.

(3) Melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan sederhana.

2) Imunisasi.

3) Usaha-usaha pengobatan gigi dan pencegahannya.

4) Usaha perbaikan gizi anak.

5) Mengusahakan kehidupan lingkungan sekolah yang sehat.

Fungsi

UKS berfungsi untuk memupuk, membudayakan kebiasaan hidup bersih dan sehat pada anak
sekolah agar mereka memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan hidup
sehat. Lebih lanjut, supaya mereka turut berperan serta dalam peningkatan kesehatan baik di
sekolah, rumah tangga maupun lingkungan. Siswa juga diharapkan agar dapat menjadi kader
pembangunan di bidang kesehatan, kader pembudayaan perilaku hidup sehat di lingkungan
keluarga (UU Kesehatan RI 1992 dalam Konsultan Manajemen Nasional, 2010:3). 12

Sumber lain juga menyebutkan bahwa UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) memliki dua fungsi dasar
yaitu:
1) Fungsi Pendidikan

UKS berperan memberikan pengetahuan yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan


pada siswa agar mereka dapat terus mempraktikkan gaya hidup sehat di mana pun berada.

2) Fungsi Pemeliharaan dan Pelayanan

Fungsi pemeliharaan dan pelayanan meliputi pemeriksaan kesehatan umum pada murid dan
warga sekolah, pencegahan penyakit menular, pertolongan pertama pada kecelakaan (p3k),
pengawas kebersihan sekolah serta peningkatan kesehatan para siswa dan warga sekolah
melalui pemberian vitamin ataupun makanan yang bergizi.9

Program UKS

Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah upaya yang diberikan berupa bimbingan dan atau tuntunan
kepada peserta didik tentang kesehatan yang meliputi seluruh aspek kesehatan pribadi (fisik,
mental dan sosial) agar kepribadiannya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidikan kesehatan secara umum bertujuan untuk
menanamkan kebiasaan hidup sehat, mendorong anak didik untuk ikut serta dalam berbagai
usaha kesehatan dan ikut bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri dan lingkungannya.
Pendidikan kesehatan mencakup segala usaha pengajaran dan pengalaman belajar untuk
mempengaruhi sikap, kebiasaan dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan ke arah
yang diharapkan.11

Pendidikan kesehatan merupakan sebuah proses terstruktur sebagai bentuk intervensi utama
terhadap perilaku yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pengetahuan, dan perilaku
seseorang, kelompok, maupun masyarakat sehingga tercapai upaya peningkatan kesehatan.
Melalui pendidikan kesehatan masyarakat diharapkan mampu memelihara kesehatan mereka,
menghindari hal-hal yang merugikan kesehatan, dan mampu mencari upaya pengobatan apabila
sakit.14

Menurut Kemdikbud (2012: 11) tujuan pendidikan kesehatan ialah agar peserta didik: 10

1) Memiliki pengetahuan tentang kesehatan,termasuk cara hidup sehat dan teratur;

2) Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat;

3) Memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan,


pertolongan, dan perawatan kesehatan;
4) Memiliki perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

5) Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pencegahan penyakit.

6) Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk diluar (narkoba, arus informasi, dan gaya
hidup yang tidak sehat).

Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
khususnya pada standard isi yang telah diatur dalam Peraturan Mendiknas nomor 22 tahun
2006 pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Pelaksanaannya
diberikan melalui peningkatan pengetahuan penanaman nilai dan sikap positif terhadap prinsip
hidup sehat dan peningkatan keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan. Materi pendidikan kesehatan mencakup:

1) Menjaga kebersihan diri;

2) Mengenal pentingnya imunisasi;

3) Mengenal makanan sehat;

4) Mengenal bahaya penyakit diare, demam berdarah dan influenza;

5) Menjaga kebersihan lingkungan (sekolah/madrasah dan rumah);

6) Membiasakan buang sampah pada tempatnya

7) Mengenal cara menjaga kebersihan alat reproduksi;

8) Mengenal bahaya merokok bagi kesehatan;

9) Mengenal bahaya minuman keras;

10) Mengenal bahaya narkoba;

11) Mengenal cara menolak ajakan menggunakan narkoba;

12) Mengenal cara menolak perlakuan pelecehan seksual. 10

Notoatmodjo (2010: 366) menambahkan, pendidikan kesehatan bagi murid utamanya untuk
menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri
serta lingkungannya serta ikut aktif di dalam usaha-usaha kesehatan. Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan berbagai tahap yaitu:

1) Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat.


2) Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.

3) Membentuk kebiasaan hidup sehat.

Hal-hal pokok sebagai materi dasar untuk menanamkan perilaku atau kebiasaan hidup sehat
adalah sebagai berikut:

1) Kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan, terutama lingkungan


sekolah.

2) Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, dengan cara: hidup bersih bagi warga
sekolah, imunisasi, pemberantasan nyamuk, kecoa, tikus, dan binatang lain yang dapat
menularkan penyakit.

3) Penyakit-penyakit tidak menular (penyebab dan cara pencegahannya).

4) Gizi : mengenal berbagai makanan bergizi, nilai gizi pada makanan, memilih makanan yang
bergizi, kebersihan makanan, penyakit-penyakit akibat kekurangan atau kelebihan gizi, dan
sebagainya.

5) Pencegahan kecelakaan atau keamanan.

6) Mengenal fasilitas kesehatan yang professional, dan sebagainya.

Pendekatan dan metode pendidikan kesehatan yakni:

1) Pendekatan

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka melaksanakan pendidikan kesehatan
antara lain ialah:

(1) pendekatan individual

(2) pendekatan kelompok (kelompok kelas; kelompok bebas; lingkungan keluarga)

Agar tujuan pendidikan kesehatan bagi para peserta didik dapat tercapai secara optimal, dalam
pelaksanaannya hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perbedaan individual peserta didik

(2) Diupayakan sebanyak-banyaknya melibatkan peran aktif peserta didik

(3) Sesuai dengan situasi dan kondisi setempat

(4) Selalu mengacu pada tujuan pendidikan kesehatan termasuk upaya alih teknologi
(5) Memperhatikan kebutuhan pembangunan nasional

(6) Mengikuti/memperhatikan perkembangan pengetahuan dan teknologi

2) Metode

Dalam proses belajar mengajar guru dan Pembina dapat menggunakan metode;

(1) Belajar kelompok

(2) Kerja kelompok/penugasan

(3) Diskusi/ceramah

(4) Belajar perorangan

(5) Pemberian tugas

(6) Karya wisata

(7) Bermain peran

(8) Tanya jawab

(9) Simulasi.10

Pelayanan Kesehatan

Tujuan pelayanan kesehatan di sekolah/madrasah adalah untuk:

1) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan hidup sehat dalam rangka
membentuk perilaku hidup sehat.

2) Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap Penyakit dan mencegah terjadinya
penyakit, kelainan dan cacat.

3) Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplikasi akibat penyakit, kelainan,


pengembalian fungsi dan peningkatan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat
berfungsi optimal.

Pelayanan kesehatan di sekolah dilaksanakan oleh Tim Kesehatan dari Puskesmas bekerjasama
dengan guru dan kader kesehatan sekolah. Pelayanan Kesehatan sekolah dilaksanakan secara
menyeluruh (komprehensif), dengan mengutamakan kegiatan promotif dan preventif serta
didukung kegiatan kuratif dan rehabilitatif untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
meliputi:

1) Kegiatan Peningkatan (Promotif)

Kegiatan promotif (peningkatan) dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan


latihan keterampilan yang dilaksanakan secara ekstrakurikuler, yaitu:

(1) Latihan keterampilan teknis dalam rangka pemeliharan kesehatan, dan pembentukan peran
serta aktif peserta didik dalam pelayanan kesehatan, antara lain: Dokter Kecil.

(2) Pembinaan sarana keteladanan yang ada di lingkungan sekolah antara lain:

Pembinaan Kantin Sekolah Sehat; Pembinaan lingkungan sekolah yang terpelihara dan bebas
dari faktor pembawa penyakit.

(3) Pembinaan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

2) Kegiatan Pencegahan (Preventif)

Kegiatan pencegahan dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan
pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan penghentian proses penyakit pada
tahap dini sebelum timbul penyakit, yaitu:

(1) Pemeliharaan kesehatan yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus untuk penyakit-
penyakit tertentu, antara lain demam berdarah, kecacingan, muntaber.

(2) Penjaringan (screening) kesehatan bagi anak yang baru masuk sekolah.

(3) Pemeriksaan berkala kesehatan tiap 6 bulan.

(4) Mengikuti (memonitoring/memantau) pertumbuhan peserta didik.

(5) Imunisasi peserta didik kelas I dan kelas VI di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah.

(6) Usaha pencegahan penularan penyakit dengan jalan memberantas sumber infeksi dan
pengawasan kebersihan lingkungan sekolah dan perguruan agama.

3) Kegiatan Penyembuhan dan Pemulihan (Kuratif dan Rehabilitatif)

Kegiatan penyembuhan dan pemulihan dilakukan melalui kegiatan mencegah komplikasi dan
kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang
cedera atau cacat agar dapat berfungsi optimal, yaitu:

(1) Diagnosa dini;


(2) Pengobatan ringan;

(3) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pertolongan pertama pada penyakit;

dan

(4) Rujukan medik.

Menurut Notoatmodjo (2010: 367), UKS merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan di
sekolah sehingga perlu menjalankan pemeliharaan kesehatan yang mencakup: 13

1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan umum atau khusus, misalnya: gigi,
paru-paru, kulit, gizi dan sebagainya.

2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan.

3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, melalui imunisasi.

4) Usaha perbaikan gizi.

5) Usaha kesehatan gigi sekolah.

6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi pertumbuhan jasmani, rohani,

dan sosial. Misalnya melalui penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan.

7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus atau lanjutan ke Puskesmas atau
Rumah Sakit.

8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan ringan.

Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat

Pembinaan lingkungan sekolah bertujuan untuk mewujudkan lingkungan sehat di


sekolah/madrasah yang memungkinkan setiap warga sekolah/madrasah mencapai derajat
kesehatan setinggi-tingginya dalam rangka mendukung tercapainya proses belajar yang
maksimal bagi setiap peserta didik.

Lingkungan sekolah/madrasah dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan fisik dan non fisik ,
lingkungan fisik meliputi: Konstruksi ruang dan bangunan;

Sarana air bersih dan sanitasi; Halaman; Pencahayaan, Ventilasi, kebisingan;


Kepadatan kelas, jarak papan tulis, meja/kursi; Vektor penyakit; Kantin/Warung sekolah.
Sedangkan lingkungan non fisik meliputi perilaku masyarakat sekolah/madrasah, antara lain;
Perilaku tidak merokok; Perilaku membuang sampah pada tempatnya; Perilaku mencuci tangan
menggunakan sabun dan air bersih mengalir; Perilaku memilih makanan jajanan yang sehat.

Dampak Pelaksanaan UKS

Menurut Kemdikbud (2012: 32) dampak pelaksanaan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) terhadap
peserta didik dapat dilihat melalui:10

1) Presentase rata-rata peserta didik yang sakit.

2) Keadaan berat badan/tinggi badan (keadaan gizi).

3) Kesehatan/kebersihan peserta didik secara umum.

Kesimpulan

Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional
percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan produktif, yang merupakan aset sangat berharga
bagi bangsa dan negara Indonesia. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
diperlukan status gizi yang optimal dengan cara melakukan perbaikan gizi secara terus menerus.

Adapun sasaran gerakan nasional ini meliputi : a) masyarakat khususnya remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, anak di bawah usia dua tahun; b) kader-kader di masyarakat; c) perguruan tinggi; d)
pemerintah dan pemerintah daerah; e) media massa; f) dunia usaha; dan f) lembaga swadaya
masyarakat dan mitra pembangunan internasional.

Sedangkan kegiatannya dilaksanakan melalui: a) kampanye nasional dan daerah; b) advokasi


dan sosialisasi lintas sektor dan lintas lembaga; c) dialog untuk menggalang kerja sama dan
kontribusi; d) pelatihan; e) diskusi; e) intervensi kegiatan gizi langsung (spesifik); f) intervensi gizi
tidak langsung (sensitif); dan g) kegiatan lain.
DAF TAR PU S TAKA

1. Budijanto D, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Cegah Stunting, Itu
Penting. Jakarta: Pusat Data dan Informasi. 2018.h. 1-24
2. Syafrudin, Theresia, Jomina.Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan. Jakarta: Trans
Info Media, 2009.
3. Heru A. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2002.
4. Posyandu. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Jakarta: Depkes RI, 2008.
5. Mubarak W.I, Chayanti N. Ilmu kesehatan masyarakat: teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika, 2009.
6. Notoatmodjo S. Kesehatan masayarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
7. Yatim, Faisal, 2005, 30 Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah, Pustaka Populer
Obor, Jakarta.
8. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2003,
Penuntun Diit Anak, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
9. Tim Esensi, 2012, Mengenal UKS, Erlangga, Yogyakarta.
10. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012, Pedoman Pelaksanaan UKS di Sekolah,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta.
11. Soegeng, Santoso dan Anne LR, 2013, Kesehatan dan Gizi, Rineka Cipta, Jakarta.
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2010), Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
13. Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya (Edisi Revisi),
Rineka Cipta, Jakarta.
14. Sulistyoningsih, Hariyani, 2011, Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai