Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

VERITAS ET SCIENTIA NOBIS LUMEN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Jl. Kol. H. Burlian Lrg. Suka Senang No. 204 KM 7 Palembang 30152
Telp. +62 711-412808 Fax. +62 711-415780 Email: fikes@ukmc.ac.id

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

“WABAH”

Disusun oleh:

Novita Sari (1634014)

Anggi Aprilia Ashari (1634018)

Dosen pembimbing :

Margaretha Haiti, M.Kes

Tahun 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian


berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka Undang-undang No. 4 tahun 1984).

Yang dimaksud dengan jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi


dari keadaan yang lazim adalah berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat atau
wilayah sangat bervariasi sesuai dengan penyebab penyakit serta jumlah dan golongan
penduduk yang terancam. Pada umumnya jumlah penderita penyakit menular di suatu
wilayah diamati dalam satuan waktu tertentu (mingguan, empat mingguan, atau tahunan).

Apabila jumlah penderita suatu penyakit menular meningkat melebihi keadaan


yang lazim di suatu daerah dalam satuan waktu tertentu, dan dapat menimbulkan
malapetaka, maka keadaan ini dapat dianggap sebagai suatu wabah. Dengan demikian
satu kasus tunggal dari suatu penyakit menular yang lama tidak ditemukan, atau adanya
penyakit baru yang belum diketahui sebelumnya di suatu daerah memerlukan laporan
yang secepatnya disertai dengan penyelidikan epidemiologis.

Apabila ditemukan penderita kedua dari jenis penyakit yang sama dan
diperkirakan penyakit ini dapat menimbulkan (pertanda) untuk menetapkan daerah
tersebut sebagai daerah malapetaka, maka keadaan, ini cukup merupakan indikasi wabah.
(Undang-undang No. 4 tahun 1984).

Pada keadaan tertentu, ada suatu keadaan yang demikian rupa dianggap gawat,
sehingga ditetapkan kondisi vang dikenal dengan istilah kejadian luar biasa, disingkat
KLB
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Apa pengertian wabah ?
1.2.2. Bagaimana Terjadinya Wabah ?
1.2.3. Apa pengertian Kejadian Luar Biasa ?
1.2.4. Bagaimana langkah-langkah investigasi wabah ?

1.3. TUJUAN
1.3.1. Mengetahui apa yang dimaksud wabah.
1.3.2. Mengetahui Terjadinya Wabah.
1.3.3. Mengetahui Kejadian Luar Biasa.
1.3.4. Mengetahui langkah-langkah investigasi wabah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Wabah


Berdasarkan Undang-Undang Wabah yang dimaksud wabah adalah berjangkitnya
suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Penyakit menular adalah penyakit menular pada manusia.
Karena penyakit dapat berjangkit dari hewan kepada manusia atau sebaliknya
("zoonosa"), maka di dalam upaya penanggulangan wabah perlu juga diperhatikan
ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan hewan.
Kejadian wabah ditandai dengan jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari keadaan yang lazim adalah sebagai berikut berjangkitnya penyakit
menular dalam masyarakat atau wilayah sangat bervariasi sesuai dengan penyebab
penyakit serta jumlah dan golongan penduduk yang terancam. Jumlah penderita
penyakit menular pada umumnya di suatu wilayah diamati dalam satuan waktu tertentu
(mingguan, empat mingguan, atau tahunan). Apabila jumlah penderita suatu penyakit
menular meningkat melebihi keadaan yang lazim di suatu daerah dalam satuan waktu
tertentu, dan dapat menimbulkan malapetaka, maka keadaan ini dapat dianggap sebagai
suatu wabah. Dengan demikian satu kasus tunggal dari suatu penyakit menular yang
lama tidak ditemukan, atau adanya penyakit baru yang belum diketahui sebelumnya di
suatu daerah memerlukan laporan yang secepatnya disertai dengan penyelidikan
epidemiologis. Apabila ditemukan penderita kedua dari jenis penyakit yang sama dan
diperkirakan penyakit ini dapat menimbulkan malapetaka, maka keadaan ini cukup
merupakan indikasi (pertanda) untuk menetapkan daerah tersebut sebagai daerah wabah.
Penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah cholera, demam kuning,
tifus bercak merah, pes, demam bolak-balik, demam berdarah dengue, campak, difteri,
rabies, influenza, tifus perut, encephalitis, polio, pertusis, malaria, hepatitis, meningitis,
anthrax. Penentuan suatu penyakit yang dapat menimbulkan wabah dilakukan atas dasar
hasil pemeriksaan klinik laboratorium.
2.2. Terjadinya Wabah
Wabah terjadi bila banyak orang mengidap penyakit, misalnya pilek, batuk, atau
muntah dan berak pada waktu yang sama. Mungkin saja terjadi wabah campak atau
batuk lama pada anak-anak, karena anak-anak itu belum mendapatkan imunisasi untuk
penyakit tersebut di atas.
Bila ternyata pada waktu yang sama hanya sedikit saja anak-anak yang terkena
tuberkulosa (TBC), maka acapkali hal itu diartikan bahwa anak-anak itu ketularan
tuberkulosa dari orang atau sumber yang sama, misalnya saja karena minum susu sapi
yang sama.
Kadang-kadang wabah tersebut terjadi secara mendadak, contohnya adalah ketika
sebuah keluarga atau sekelompok orang memakan makanan yang kotor yang telah terisi
bakteri atau kuman di dalamnya atau minum air yang kotor yang tidak dimasak terlebih
dahulu, akibatnya orang orang tersebut menjadi sakit pada waktu yang bersamaan.
Biasanya, sebuah penyakit batuk yang di sertai panas terjadi pada beberapa orang
saja, lalu penyakit itu menyebar secara cepat dari satu orang kepada orang yang lainnya
hingga akhirnya korban yang menderita dalam masyarakat itu menjadi sehat kembali
tanpa mendapatkan pengobatan sama sekali, tetapi beberapa orang menjadi lemah
bahkan menemui kematian karena kekurangan makanan, tidak mendapatkan pengobatan
atau imunisasi.

2.3. Kejadian Luar Biasa

Kejadian luar blasa (KLB) merupakan salah satu kategori status wabah dalam
peraturan yang berlaku di Indonesia. Status KLB diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VI/2004. KLB dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No 451/9. Suatu kejadian
dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau
lebih jika dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

Epidemi atau KLB digolongkan berbeda-beda bergantung pada cara


penyebarannya di masyarakat atau populasi. Tiga klasifikasi yang paling umum, yaitu:

1. Common Source Epidemic


Common source epidemic terjadi jika kelompok orang terpajan oleh infeksi atau
sumber kuman (agen patogen) yang biasa/umum. Common source dibagi menjadi
tiga subkategori yaitu point sources epidemic, intermittent epidemic, dan continuous
epidemic. Jika agen atau patogen berasal dari sumber tunggal seperti makanan,
individu terpajan di satu tempat pada satu waktu, gejala penyakit timbul cepat karena
masa inkubasi yang pendek, dan penyakit sembuh dalam waktu yang singkat maka
kejadian tersebut disebut sebagal point source epidemic.
2. Propagated atau Progressive Epidemic
Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui udara makanan maupun vektor.
Kejadian epidemi semacam ini relatif lebi lama waktunya sesuai dengan sifat
penyakit serta lamanya masa tunas. Juga sangat dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk sen penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap penyaki tersebut.
Masa tunas penyakit tersebut di atas adalah sekitar sad bulan sehingga tampak bahwa
masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke
waktu sampai pada saat di mana jumlah anggota masyarakat yang rentan mencapai
batas yang minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat sudah terserang
penyakit maka jumlah yang rentan mencapai batas kritis, sehingga kurva epidemi
mulai menurun sampai batas minimal.
3. Pelacakan Kejadian Luar Biasa
a. Garis Besar Pelacakan Wabah/Kejadian Luar Biasa
Usaha pelacakan kejadian luar biasa/wabah merupakan suau kegiatan yang
cukup menarik dalam bidang epidemiologi. Keberhasilan suatu kegiatan
pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus. Pengumpulan
data dan informasi secara saksama langsung di lapangan/tempat kejadian, yang
disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan
landasan dari suatu keberhasilan pelacakan. Dengan demikian maka dalam usaha
pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah, diperlukan adanya suatu garis
besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada dasarmya harus ditempuh
dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan. Langkah-langkah ini hanya
merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh
setiap investigator (pelacak) dalam menjawab setiap pertanyaan yang mungkin
timbul dalam kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah- langkah
tersebut sangat tergantung pada tim pelacak, namun beberapa hal yang bersifat
prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus
mendapatkan perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin.
b. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah
atau situasi luar biasa, diperlukan sekurang-kurangnya empat kegiatan awal yang
bersifat dasar dari pelacakan.
a) Penentuan/penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan
klinis dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah
laporan awal yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarmya.
b) Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar bias a, maka untuk
menentukan apakah situasi yang sedang dihad api adalah wabah atau tidak,
maka perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus
sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa
atau tidak.
c) Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah, lakukan uraian keadaan wabah berdasarkan
tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi
dengan menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul
gejala penyakit. Di samping itu, gambarkan penyebaran sifat epidemi
berdasarkan penyebaran Kasus menurut tempat (spot map epidemi).
Lakukanlah berbagai perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka
kejadian penyakit pada populasi dengan risiko menunut umur. jenis kelamin,
pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (makanan, minuman atau
faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang lainnya yang mungkin
berguna dalam analisis.
c. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanva situasi wabah,
maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta
analisis yang berkesinambungan. Ada beberana hal pokok yang perlu
mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut.
 Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk hal tersebut harus ditelusuri kemungkinan adanya kasus yang tidak
dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan melalui berbagai cara.
1) Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat
untuk mencari kemungkinan mereka menemukan kasus penderita penyakit
yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan yang ada.
2) Adakan pelacakan yang internsif terhadap mereka yang tanpa gejala atau
mereka dengan gejala ringan/tidak spesifik tetapi mempunyai potensi
menderita atau termasuk kontak dengan penderita. Keadaan ini sering
dijumpai pada beberapa penyakit tertentu umpamanya pada penyakit
hepatitis, yang selain penderita dengan klinik jelas, juga kemungkinan
adanya penderita gejala ringan tanpa gejala kuning, di mana diagnosis
hanya mungkin ditegakkan dengan melalui pemeriksaan laboratorium (tes
fungsi hati).
 Analisis data Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai dengan
tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil interpretas data tersebut.
 Menegakkan hipotesis Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuat
keputusa yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini
harus diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan
diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.
 d Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
 Tindakan diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan wabah
yang terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan pemadaman wabah harus
disertai dengan berbagai kegiatan tindak lanjut (follow up) sampai keadaan sudah
normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan
sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas penyakit yang mewabah. Setelah keadaan
normal, maka untuk beberapa penyakit tertentu yang mempunyai potensi dapat
menimbulkan keadaan luar biasa, disusunkan suatu program pengamatan yang
berkesinambungan dalam bentuk surveillans epidemiologi, terutama pada
kelompok dengan risiko tinggi.

2.4. Investigasi Wabah


Salah satu kegunaan surveilans adalah untuk mendeteksi adanya wabah atau
KLB. Wabah atau KLB itu sendiri dapat dideteksi pada saat melakukan anali data
surveilans. Wabah atau KLB ini terdeteksi apabila hasil surveilans menunjukan adanya
peningkatan kasus yang dilaporkan atau adanya kejadian yang tidak seperti biasanya.
Beberapa alasan mengenai perlu dilaksanakannya investigasi atau penyelidikan
terhadap adanya wabah atau KLB adalah untuk program pencegahan dan pengendalían
penyakit, untuk keperluan penelitian dan pelatihan, sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun kebijakan, menjaga hubungan masyarakat, keprihatinan politik dan
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
Jika investigasi terhadap KLB suatu penyakit memang harus dilaksanakan,
hasilnya juga harus rasional, sesuai dengan akal sehat, secara ilmiah memang logis dan
dapat dibuktikan. Selain itu, temuannýa jelas dan berguna bagi mereka yang
terpengaruh dengan hasilnya yaitu kelompok populasi.
Pelaksanaan Investigasi Wabah

Evaluasi awal terjadinya wabah

Tujuan melakukan evaluasi awal terjadinya wabah adalah untuk menyediakan


suatu analisis secara cepat tentang kemungkinan adanya kasus tambahan dan menentukan
apakah terdapat suatu masalah yang potensial di masyarakat. Langkah-langkah evaluasi
awal meliputi:

1. Verifikasi diagnosis kasus yang dilaporkan. Sebelum melaksanakan investigasi


wabah, harus dilakukan verifikasi terhadap diagnosis kasus yang telah dilaporkan,
yaitu dengan meninjau ulang hasil laporan rekam medis dengan hasil pemeriksaan
laboratorium. Apabila didapatkan data klinis yang berasal dari rekam medis tidak
mendukung hasil pemeriksaan laboratorium maka dicurigai suatu infeksi palsu atau
terjadi kekeliruan diagnosis.
2. Evaluasi keparahan masalah. Masalah atau penyakit yang dilaporkan harus dilakukan
evaluasi, apakah penyakit atau kondisi tersebut dapat memengaruhi banyak orang
atau hanya sebagian kecil orang dalam suatu populasi.
3. Lakukan tinjauan retrospektif untuk mengidentifikasi adanya kasus lain. Lakukan
tinjauan ulang pada arsip surveilans, laporan laboratorium, dan arsip klinis secara
retrospektif untuk mengidentifikasi adanya kasus lain.
4. Buat tabel kasus. Jumlah kasus yang dilaporkan dibuat dalam bentuk tabel, setiap
baris mewakili satu kasus dan setiap kolom mewakili karakteristik penting yang
membantu investigasi, yaitu nama, jenis kelamin, nomor laporan/ arsip, usia, unit atau
bangsal rumah sakit, tanggal masuk, tanggal mulainya kasus/penyakit, tanda dan
gejala, jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan, tanggal dan hasil uji laboratorium,
dan hal lainnya yang mendukung kasus penyakit yang dilaporkan.
5. Tinjau ulang informasi yang ada. Tinjau kembali informasi yang telah ada dan
tentukan apakah terdapat masalah yang potensial dan apakah jumlah insiden lebih
besar daripada yang diperkirakan.
Investigasi wabah

Langkah yang dilakukan pada investigasi wabah adalah :

1. Identifikasi dan verifikasi diagnosis kasus baru. Lakukan identifikasi kasus dengan
melakukan surveilans secara prospektif terhadap kasus baru dengan melakukan
pemantauan hasil laboratorium, hasil catatan medis pasien, dan laporan dari pengelola
pelayanan kesehatan.
2. Tentukan definisi kasus. Definisi kasus harus dilakukan pada awal investigasi, yang
akan digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang telah terinfeksi. Definisi
kasus dengan menggunakan kriteria epidemiologik, klinis dan laboratorium untuk
menggambarkan dan mengklasifikasikan kasus, serta digunakan untuk membatasi
kasus berdasarkan waktu, tempat dan orang secara spesifik. Dari definisi kasus, kita
dapat mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin), probable (memiliki
kemungkinan besar), dan definite (pasti).
3. Tinjau ulang temuan klinis dan laboratorium. Apabila wabah yang terjadi termasuk
dalam golongan penyakit infeksi, hasil temuan secara klinis dan laboratorium perlu
ditinjau ulang pada awal pelaksanaan investigasi. Tindakan mengkaji ulang bertujuan
untuk menentukan apakah kasus benar-benar terinfeksi atau hanya infeksi palsu (hasil
laboratorium menunjukkan adanya kekeliruan diagnosis).
4. Konfirmasikan adanya epidemik. Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan
investigasi wabah adalah mengonfirmasikan keberadaan adanya epidemik.
Konfirmasi dapat dilakukan dengan membandingkan apakah angka insidensi atau
jumlah kasus berada di atas nilal endemik atau nilai yang diperkirakan. Kemudian
bandingkan peningkatan kasus yang terjadi dengan kriteria suatu kejadian
dikategorikan sebagai wabah.
5. Pencarian literatur. Ketika wabah terjadi, baik yang dicurigai memiliki etiologi
infeksius ataupun noninfeksius, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan
pencarian literatur atau sumber lain untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan kasus, seperti faktor risiko, sumber, reservoir, dan cara penularan. Dasar
dilakukannya pencarian literatur adalah untuk merumuskan definisi kasus,
menentukan insidensi dan prevalensi penyakit dalam populasi berisiko, membuat
hipotesis mengenai faktor risiko, mekanisme pajanan dan penularan, serta
mengembangkan tindakan pencegahan dan pengendalian.
6. Konsultasi dengan laboratorium.Jika wabah termasuk etiologi infeksius, petugas
laboratorium harus diberitahu secepat mungkin tentang kemungkinan terjadinya
wabah dan diinstruksikan untuk menyimpan serum dan semua agen isolasi yang
dicurigai sesual ketentuan yang berlaku untuk penelitian dimasa mendatang.
7. Melaporkan ke pihak yang berkepentingan. Pengelola fasilitas dan para pengambil
kebijakan perlu diberitahukan secepat mungkin terjadinya wabah terutama apabila
wabah tersebut menyebabkan mortalitas atau morbiditas yang signifikan.
8. Bentuk tim pelaksana investigasi. Dalam melaksanakan investigasi perlu dibentuk
tim, yang terdiri dari petugas pengendali infeksi, tim penyakit menular, manajemen
mutu, manajemen risiko, laboratorium, apotik, petugas kesehatan, jasa pelayanan dan
administrasi, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
9. Menentukan adanya bantuan pilhak luar. Tim investigasi seharusnya memutuskan
apakah perlu bantuan dari pihak luar atau tidak. Apabila pelaksanaan investigasi luas
yang melibatkan suatu studi penelitian kasus kontrol atau kohort, tim investigasi
sebaiknya mencari bantuan pada ahli metodologi dan statistik yang terlatih. Apabila
wabah yang terjadi merupakan kondisi yang tidak biasa, atau suatu penyakit dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi atau sumber umum wabah dihubungkan
dengan suatu produk yang tersedia secara komersial (makanan dan obat-obatan),
maka departemen kesehatan setempat atau pusat dapat memberikan bantuan dalam
melaksanakan Investigasi.
10. Memulai tindakan pengendalian awal. Tujuan utama investigasi wabah adalah
menghentikan wabah, dan dengan demikian tindakan pengendalian seharusnya telah
diketahui dan dilaksanakan sedini mungkin untuk memperkecil morbiditas, mortalitas
serta kerugian yang diakibatkan adanya wabah. Pengendalian yang dilaksanakan
disesuaikan dengan sifat dan besar permasalahan yang terjadi.
11. Mencari kasus tambahan. Pada investigasi wabah, pencarian kasus baik secara
retrospektif maupun prospektif harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus
tambahan. Pencarian dapat dilakukan dengan meninjau kembali laporan laboratorium,
arsip surveilans, data rekam medis, dan laporan dari dinas kesehatan setempat.
Pencarian dapat pula dilakukan dengan menghubungi semua fasilitas pelayanan
kesehatan, agar segera melaporkan apabila menemukan kasus baru. Jika penyakit
memiliki masa inkubasi yang sangat panjang maka dapat dilakukan surveilans secara
aktif untuk menemukan adanya kasus-kasus baru. Apabila penyakit asimtomatik
(tanpa gejala) maka perlu diadakan uji infeksi dengan pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi adanya kasus baru. Selain itu, buatlah formulir pengumpulan data
untuk mengumpulkan informasi dari setiap kasus, elemen data yang dicantumkan
tergantung pada penyakit, kondisi atau kejadian yang diteliti. Format pengumpulan
data perlu dirancang dengan cermat agar dapat mencakup semua informasi yang
diperlukan untuk menentukan apakah dengan definisi kasus, dapat menghindari
waktu yang terbuang untuk mengumpulkan terlalu banyak informasi, dan
menghindarkan data yang hilang apabila dibutuhkan untuk analisis selanjutnya.
12. Menjelaskan hubungan wabah berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Setelah data
terkumpul, tim investigasi dapat melakukan analisis secara deskriptif berdasarkan
variabel orang, tempat, dan waktu. Orang: harus mengenali orang dan karakteristik
yang berkaitan dengan penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus
ditabulasikan menurut kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
dan ciri terkait lainnya. Populasi yang berisiko harus ditentukan, jika memungkinkan
dapat dihitung attack rate (AR) dan case fatality rate (CFR). Tempat: dengan
menggunakan peta titik yaitu dot map dan spot map, tandai setiap lokasi kasus dan
lokasi pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab terjadinya penyakit). Sumber
terjadinya penyakit faktor iklim dan topologi yang memungkinkan terjadinya
penyakit juga dikaji. Pengelompokan kejadian harus ditentukan dengan
menghubungkan tempat tinggal, tempat kerja, dan kemungkinan munculnya kembali
kasus. Apakah setiap kasus ada saat terjadi pajanan? Lokasi sumber-sumber zat
kimia, polutan, dan media infeksi harus dipastikan. Waktu: waktu mulai terjadinya
Penyakit perlu dicatat untuk masing-masing kasus, meliputi tanggal dan jam mulai
terjadinya penyakit. Waktu terjadinya kasus pada setiap kejadian wabah dipastikan
harus dicatat karena digunakan untuk membuat kurva epidemik. Begitu juga dengan
masa inkubasi, yang akan digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam
perjalanan penyakit dan puncak serta lembah pada kurva epidemik serta pengaruh
waktu terhadap Kronologis peristiwa, tahapan kejadian, mata rantai kejadian yang
terkait dengan waktu dan distribusi waktu mulai terkena penyakit harus dipastikan
dan ditandai pada bagan dan grafik. Dari informasi kurva epidemik, tentukan sifat
perjalanan penyakit, pastikan apakah kelompok memang terpajan dan terinfeksi pada
dalam waktu yang sama atau berbeda. Apakah ada pengklasteran penyakit
berdasarkan waktu dan tempat. Tentukan dan tetaplkan waktu kasus indeks dan waktu
mulainya KLB.
13. Menggambar kurva epidemik. Kurva epidemik adalah grafik (histogram) yang
digambar dengan menempatkan data mengenal jumlah kasus pada sumbu Y dan
tanggal mulai terjadinya kasus (onset) pada sumbu X. Kurva epidemik yang disusun
secara tepat dapat digunakan untuk membedakan antara wabah setempat (point
sources epidemic) dan wabah yang meluas (propagated epidemic).
14. Evaluasi masalah. Data dan informasi yang ada harus ditinjau untuk me- nentukan
sifat alami penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi. Apabila wabah termasuk
penyakit infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang menimbulkan
penyakit perlu analisa lebih lanjut. Apabila wabah disebabkan oleh organisme
tertentu yang berhubungan dengan air dan larutan maka informasi ini dapat
digunakan untuk membantu tim investigasi untuk mencari reservoir air dengan
mengevaluasi faktor risiko seperti obat-obatan dan larutan yang diencerkan dengan
air. Data dan informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk mencari bukti
adanya penyebaran dari orang ke orang atau suatu sumber reservoir lainnya.
15. Menentukan kebutuhan uji diagnostik lain. Tim investigası harus menentukan
kebutuhan pelaksanaan uji diagnostik lainnya, terutama bagi penyakit infeksi yang
terjadi tanpa gejala dan tanda, untuk menentukan orang tersebut telah terinfeksi
sebagai akibat adanya pajanan selama wabah. Misalnya, ketika menyelidiki wabah
penyakit campak sering kali dilakukan uji serologik untuk mengidentifikasi orang
yang rentan sehingga mereka dapat diimunisasi untuk mencegah terjadinya infeksi
dan penularan penyakit lebih lanjut.
16. Rumuskan hipotesis sementara. Salah satu tujuan wabah adalah untuk menentukan
mengapa individu tertentu dalam populasi terjangkit suatu penyait Hal ini dilakukan
dengan mengumpulkan informasi tentang faktor risiko yang memungkinkan
(terjadinya paparan) dan merumuskan hipotesis Hipotesis dirumuskan terkait dengan
faktor yang mungkin menyebabkan wabah, seperti ceservoir, sumber, dan cara
penularan penyakit.
17. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian. Aktivitas surveilans perlu akan
pengendalian berdasarkan pada sifat alami penyakit. dilanjutkan untuk menentukan
apakah ada kasus baru yang terjadi. Apabila didapat kasus baru maka tindakan
pengendalian perlu dievaluasi kembali dan diperlukan suatu investigasi yang lebih
luas.
18. Uji hipotesis secara statistik. Dalam investigasi secara luas, diperlukan bantuan
statistik untuk menguji hipotesis yang akan menjelaskan kemungkinan penyebab
terjadinya wabah. Banyak investigasi yang tidak mencapai tahap pengujian hipotesis,
yaitu jika pengendalian berfungsi dengan baik dan situasi yang terjadi tidak
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Tahap ini merupakan tantangan terbesar dalam
pelaksanaan investigasi wabah, tim investigasi perlu teliti dalam meninjau temuan
klinis, laboratorium dan data epidemiologi yang telah didapatkan serta membuat
hipotesis faktor risiko atau pajanan mana yang secara logis telah menyebabkan
terjadinya penyakit. Hipotesis kemudian diuji data yang didapatkan, untuk
membandingkan populasi yang sakit (terkena pajanan) dan populasi yang tidak sakit
(sebagai kontrol/pembanding) berkaitan dengan pajanan faktor risiko yang
memungkinkan. Perbandingan dilakukan dengan melaksanakan penelitian, dengan
rancangan kasus kontrol atau kohort.
19. Analisis dan investigasi lebiih lanjut. Tim investigasi harus berusaha untuk
menemukan kasus tambahan dengan melakukan pencarian kasus baik secara
retrospektif maupun prospektif. Surveilans secara kontinu perlu dilakukan untuk
menilai efektivitas tindakan pengendalian yang diterapkan. Tim investigasi juga perlu
meninjau temuan sampai pada tahap ini, serta merumuskan dan menguji hipotesis
tambahan sesuai kebutuhan. Hasil semua uji laboratorium dan uji diagnostiik
tambahan perlu dicatat dan dianalisis secara hati- hati dan teliti oleh tim investigasi.
20. Menyiapkan dan mendistribusikan laporan tertulis. Tim investigasi harus
mendokumentasikan setiap tindakan dan mengorganisasikan temuan pada setiap
tahap investigasi. Laporan sementara perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai
kebutuhan. Ketika investigasi secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu
laporan akhir dan dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait
lainnya, bidang atau unit yang terlibat dalam wabah, staf pengelola, dan fasilitas
penyedia layanan kesehatan lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnya mengikuti
format ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/latar belakang, metode, hasil,
diskusi, dan ringkasan/ rekomendasi, serta mencakup nama dan gelar orang yang
menyiapkan dan menerimanya.
BAB III

KESIMPULAN

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU No 4. Tahun 1984). Suatu wabah
dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan
penyakit/perjangkitan) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi).

Suatu kejadian dapat dikategorikan sebagai outbreak apabila pada suatu episode terdapat
dua atau lebih penderita suatu penyakit yang sama dan penderita tersebut mempunyai hubungan
satu sama lain. Epidemi adalah keadaan ketika terjadi masalah kesehatan (umumnya penyakit)
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu yang dalam waktu yang singkat frekuensinya
meningkat. Pandemi adalah keadaan ketika terjadi masalah kesehatan (umumnya penyakit), yan
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah
yang luas. Sedangkan suatu kejadian (peristiwa) dikategorikan sebagai endemik apabila
frekuensi suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) pada wilayah tertentu menetap dalam
waktu lama dan berkaitan dengan adanya penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu
wilayah tertentu .
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Nur Nasry Noor,MPH. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit PT
Rineka Cipta. Jakarta.
Nugraheni Dyan Khunti. 2010. Konsep Dasar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta.
Sutomo, Adi heru. Machfoedz, Ircham. Suriani. Rosmadewi. 2010. Epidemiologi Kebidanan.
Penerbit Fitramaya. Yogyakarta.
Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Heru, Adi. 1995. KADER Kesehatan Masyarakat. Ed. 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai