MAKALAH EPIDEMIOLOGI
“WABAH”
Disusun oleh:
Dosen pembimbing :
Tahun 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila ditemukan penderita kedua dari jenis penyakit yang sama dan
diperkirakan penyakit ini dapat menimbulkan (pertanda) untuk menetapkan daerah
tersebut sebagai daerah malapetaka, maka keadaan, ini cukup merupakan indikasi wabah.
(Undang-undang No. 4 tahun 1984).
Pada keadaan tertentu, ada suatu keadaan yang demikian rupa dianggap gawat,
sehingga ditetapkan kondisi vang dikenal dengan istilah kejadian luar biasa, disingkat
KLB
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Apa pengertian wabah ?
1.2.2. Bagaimana Terjadinya Wabah ?
1.2.3. Apa pengertian Kejadian Luar Biasa ?
1.2.4. Bagaimana langkah-langkah investigasi wabah ?
1.3. TUJUAN
1.3.1. Mengetahui apa yang dimaksud wabah.
1.3.2. Mengetahui Terjadinya Wabah.
1.3.3. Mengetahui Kejadian Luar Biasa.
1.3.4. Mengetahui langkah-langkah investigasi wabah.
BAB II
PEMBAHASAN
Kejadian luar blasa (KLB) merupakan salah satu kategori status wabah dalam
peraturan yang berlaku di Indonesia. Status KLB diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VI/2004. KLB dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No 451/9. Suatu kejadian
dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau
lebih jika dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
1. Identifikasi dan verifikasi diagnosis kasus baru. Lakukan identifikasi kasus dengan
melakukan surveilans secara prospektif terhadap kasus baru dengan melakukan
pemantauan hasil laboratorium, hasil catatan medis pasien, dan laporan dari pengelola
pelayanan kesehatan.
2. Tentukan definisi kasus. Definisi kasus harus dilakukan pada awal investigasi, yang
akan digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang telah terinfeksi. Definisi
kasus dengan menggunakan kriteria epidemiologik, klinis dan laboratorium untuk
menggambarkan dan mengklasifikasikan kasus, serta digunakan untuk membatasi
kasus berdasarkan waktu, tempat dan orang secara spesifik. Dari definisi kasus, kita
dapat mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin), probable (memiliki
kemungkinan besar), dan definite (pasti).
3. Tinjau ulang temuan klinis dan laboratorium. Apabila wabah yang terjadi termasuk
dalam golongan penyakit infeksi, hasil temuan secara klinis dan laboratorium perlu
ditinjau ulang pada awal pelaksanaan investigasi. Tindakan mengkaji ulang bertujuan
untuk menentukan apakah kasus benar-benar terinfeksi atau hanya infeksi palsu (hasil
laboratorium menunjukkan adanya kekeliruan diagnosis).
4. Konfirmasikan adanya epidemik. Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan
investigasi wabah adalah mengonfirmasikan keberadaan adanya epidemik.
Konfirmasi dapat dilakukan dengan membandingkan apakah angka insidensi atau
jumlah kasus berada di atas nilal endemik atau nilai yang diperkirakan. Kemudian
bandingkan peningkatan kasus yang terjadi dengan kriteria suatu kejadian
dikategorikan sebagai wabah.
5. Pencarian literatur. Ketika wabah terjadi, baik yang dicurigai memiliki etiologi
infeksius ataupun noninfeksius, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan
pencarian literatur atau sumber lain untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan kasus, seperti faktor risiko, sumber, reservoir, dan cara penularan. Dasar
dilakukannya pencarian literatur adalah untuk merumuskan definisi kasus,
menentukan insidensi dan prevalensi penyakit dalam populasi berisiko, membuat
hipotesis mengenai faktor risiko, mekanisme pajanan dan penularan, serta
mengembangkan tindakan pencegahan dan pengendalian.
6. Konsultasi dengan laboratorium.Jika wabah termasuk etiologi infeksius, petugas
laboratorium harus diberitahu secepat mungkin tentang kemungkinan terjadinya
wabah dan diinstruksikan untuk menyimpan serum dan semua agen isolasi yang
dicurigai sesual ketentuan yang berlaku untuk penelitian dimasa mendatang.
7. Melaporkan ke pihak yang berkepentingan. Pengelola fasilitas dan para pengambil
kebijakan perlu diberitahukan secepat mungkin terjadinya wabah terutama apabila
wabah tersebut menyebabkan mortalitas atau morbiditas yang signifikan.
8. Bentuk tim pelaksana investigasi. Dalam melaksanakan investigasi perlu dibentuk
tim, yang terdiri dari petugas pengendali infeksi, tim penyakit menular, manajemen
mutu, manajemen risiko, laboratorium, apotik, petugas kesehatan, jasa pelayanan dan
administrasi, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
9. Menentukan adanya bantuan pilhak luar. Tim investigasi seharusnya memutuskan
apakah perlu bantuan dari pihak luar atau tidak. Apabila pelaksanaan investigasi luas
yang melibatkan suatu studi penelitian kasus kontrol atau kohort, tim investigasi
sebaiknya mencari bantuan pada ahli metodologi dan statistik yang terlatih. Apabila
wabah yang terjadi merupakan kondisi yang tidak biasa, atau suatu penyakit dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi atau sumber umum wabah dihubungkan
dengan suatu produk yang tersedia secara komersial (makanan dan obat-obatan),
maka departemen kesehatan setempat atau pusat dapat memberikan bantuan dalam
melaksanakan Investigasi.
10. Memulai tindakan pengendalian awal. Tujuan utama investigasi wabah adalah
menghentikan wabah, dan dengan demikian tindakan pengendalian seharusnya telah
diketahui dan dilaksanakan sedini mungkin untuk memperkecil morbiditas, mortalitas
serta kerugian yang diakibatkan adanya wabah. Pengendalian yang dilaksanakan
disesuaikan dengan sifat dan besar permasalahan yang terjadi.
11. Mencari kasus tambahan. Pada investigasi wabah, pencarian kasus baik secara
retrospektif maupun prospektif harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus
tambahan. Pencarian dapat dilakukan dengan meninjau kembali laporan laboratorium,
arsip surveilans, data rekam medis, dan laporan dari dinas kesehatan setempat.
Pencarian dapat pula dilakukan dengan menghubungi semua fasilitas pelayanan
kesehatan, agar segera melaporkan apabila menemukan kasus baru. Jika penyakit
memiliki masa inkubasi yang sangat panjang maka dapat dilakukan surveilans secara
aktif untuk menemukan adanya kasus-kasus baru. Apabila penyakit asimtomatik
(tanpa gejala) maka perlu diadakan uji infeksi dengan pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi adanya kasus baru. Selain itu, buatlah formulir pengumpulan data
untuk mengumpulkan informasi dari setiap kasus, elemen data yang dicantumkan
tergantung pada penyakit, kondisi atau kejadian yang diteliti. Format pengumpulan
data perlu dirancang dengan cermat agar dapat mencakup semua informasi yang
diperlukan untuk menentukan apakah dengan definisi kasus, dapat menghindari
waktu yang terbuang untuk mengumpulkan terlalu banyak informasi, dan
menghindarkan data yang hilang apabila dibutuhkan untuk analisis selanjutnya.
12. Menjelaskan hubungan wabah berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Setelah data
terkumpul, tim investigasi dapat melakukan analisis secara deskriptif berdasarkan
variabel orang, tempat, dan waktu. Orang: harus mengenali orang dan karakteristik
yang berkaitan dengan penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus
ditabulasikan menurut kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
dan ciri terkait lainnya. Populasi yang berisiko harus ditentukan, jika memungkinkan
dapat dihitung attack rate (AR) dan case fatality rate (CFR). Tempat: dengan
menggunakan peta titik yaitu dot map dan spot map, tandai setiap lokasi kasus dan
lokasi pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab terjadinya penyakit). Sumber
terjadinya penyakit faktor iklim dan topologi yang memungkinkan terjadinya
penyakit juga dikaji. Pengelompokan kejadian harus ditentukan dengan
menghubungkan tempat tinggal, tempat kerja, dan kemungkinan munculnya kembali
kasus. Apakah setiap kasus ada saat terjadi pajanan? Lokasi sumber-sumber zat
kimia, polutan, dan media infeksi harus dipastikan. Waktu: waktu mulai terjadinya
Penyakit perlu dicatat untuk masing-masing kasus, meliputi tanggal dan jam mulai
terjadinya penyakit. Waktu terjadinya kasus pada setiap kejadian wabah dipastikan
harus dicatat karena digunakan untuk membuat kurva epidemik. Begitu juga dengan
masa inkubasi, yang akan digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam
perjalanan penyakit dan puncak serta lembah pada kurva epidemik serta pengaruh
waktu terhadap Kronologis peristiwa, tahapan kejadian, mata rantai kejadian yang
terkait dengan waktu dan distribusi waktu mulai terkena penyakit harus dipastikan
dan ditandai pada bagan dan grafik. Dari informasi kurva epidemik, tentukan sifat
perjalanan penyakit, pastikan apakah kelompok memang terpajan dan terinfeksi pada
dalam waktu yang sama atau berbeda. Apakah ada pengklasteran penyakit
berdasarkan waktu dan tempat. Tentukan dan tetaplkan waktu kasus indeks dan waktu
mulainya KLB.
13. Menggambar kurva epidemik. Kurva epidemik adalah grafik (histogram) yang
digambar dengan menempatkan data mengenal jumlah kasus pada sumbu Y dan
tanggal mulai terjadinya kasus (onset) pada sumbu X. Kurva epidemik yang disusun
secara tepat dapat digunakan untuk membedakan antara wabah setempat (point
sources epidemic) dan wabah yang meluas (propagated epidemic).
14. Evaluasi masalah. Data dan informasi yang ada harus ditinjau untuk me- nentukan
sifat alami penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi. Apabila wabah termasuk
penyakit infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang menimbulkan
penyakit perlu analisa lebih lanjut. Apabila wabah disebabkan oleh organisme
tertentu yang berhubungan dengan air dan larutan maka informasi ini dapat
digunakan untuk membantu tim investigasi untuk mencari reservoir air dengan
mengevaluasi faktor risiko seperti obat-obatan dan larutan yang diencerkan dengan
air. Data dan informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk mencari bukti
adanya penyebaran dari orang ke orang atau suatu sumber reservoir lainnya.
15. Menentukan kebutuhan uji diagnostik lain. Tim investigası harus menentukan
kebutuhan pelaksanaan uji diagnostik lainnya, terutama bagi penyakit infeksi yang
terjadi tanpa gejala dan tanda, untuk menentukan orang tersebut telah terinfeksi
sebagai akibat adanya pajanan selama wabah. Misalnya, ketika menyelidiki wabah
penyakit campak sering kali dilakukan uji serologik untuk mengidentifikasi orang
yang rentan sehingga mereka dapat diimunisasi untuk mencegah terjadinya infeksi
dan penularan penyakit lebih lanjut.
16. Rumuskan hipotesis sementara. Salah satu tujuan wabah adalah untuk menentukan
mengapa individu tertentu dalam populasi terjangkit suatu penyait Hal ini dilakukan
dengan mengumpulkan informasi tentang faktor risiko yang memungkinkan
(terjadinya paparan) dan merumuskan hipotesis Hipotesis dirumuskan terkait dengan
faktor yang mungkin menyebabkan wabah, seperti ceservoir, sumber, dan cara
penularan penyakit.
17. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian. Aktivitas surveilans perlu akan
pengendalian berdasarkan pada sifat alami penyakit. dilanjutkan untuk menentukan
apakah ada kasus baru yang terjadi. Apabila didapat kasus baru maka tindakan
pengendalian perlu dievaluasi kembali dan diperlukan suatu investigasi yang lebih
luas.
18. Uji hipotesis secara statistik. Dalam investigasi secara luas, diperlukan bantuan
statistik untuk menguji hipotesis yang akan menjelaskan kemungkinan penyebab
terjadinya wabah. Banyak investigasi yang tidak mencapai tahap pengujian hipotesis,
yaitu jika pengendalian berfungsi dengan baik dan situasi yang terjadi tidak
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Tahap ini merupakan tantangan terbesar dalam
pelaksanaan investigasi wabah, tim investigasi perlu teliti dalam meninjau temuan
klinis, laboratorium dan data epidemiologi yang telah didapatkan serta membuat
hipotesis faktor risiko atau pajanan mana yang secara logis telah menyebabkan
terjadinya penyakit. Hipotesis kemudian diuji data yang didapatkan, untuk
membandingkan populasi yang sakit (terkena pajanan) dan populasi yang tidak sakit
(sebagai kontrol/pembanding) berkaitan dengan pajanan faktor risiko yang
memungkinkan. Perbandingan dilakukan dengan melaksanakan penelitian, dengan
rancangan kasus kontrol atau kohort.
19. Analisis dan investigasi lebiih lanjut. Tim investigasi harus berusaha untuk
menemukan kasus tambahan dengan melakukan pencarian kasus baik secara
retrospektif maupun prospektif. Surveilans secara kontinu perlu dilakukan untuk
menilai efektivitas tindakan pengendalian yang diterapkan. Tim investigasi juga perlu
meninjau temuan sampai pada tahap ini, serta merumuskan dan menguji hipotesis
tambahan sesuai kebutuhan. Hasil semua uji laboratorium dan uji diagnostiik
tambahan perlu dicatat dan dianalisis secara hati- hati dan teliti oleh tim investigasi.
20. Menyiapkan dan mendistribusikan laporan tertulis. Tim investigasi harus
mendokumentasikan setiap tindakan dan mengorganisasikan temuan pada setiap
tahap investigasi. Laporan sementara perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai
kebutuhan. Ketika investigasi secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu
laporan akhir dan dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait
lainnya, bidang atau unit yang terlibat dalam wabah, staf pengelola, dan fasilitas
penyedia layanan kesehatan lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnya mengikuti
format ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/latar belakang, metode, hasil,
diskusi, dan ringkasan/ rekomendasi, serta mencakup nama dan gelar orang yang
menyiapkan dan menerimanya.
BAB III
KESIMPULAN
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (UU No 4. Tahun 1984). Suatu wabah
dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan
penyakit/perjangkitan) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi).
Suatu kejadian dapat dikategorikan sebagai outbreak apabila pada suatu episode terdapat
dua atau lebih penderita suatu penyakit yang sama dan penderita tersebut mempunyai hubungan
satu sama lain. Epidemi adalah keadaan ketika terjadi masalah kesehatan (umumnya penyakit)
yang ditemukan pada suatu daerah tertentu yang dalam waktu yang singkat frekuensinya
meningkat. Pandemi adalah keadaan ketika terjadi masalah kesehatan (umumnya penyakit), yan
frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah
yang luas. Sedangkan suatu kejadian (peristiwa) dikategorikan sebagai endemik apabila
frekuensi suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) pada wilayah tertentu menetap dalam
waktu lama dan berkaitan dengan adanya penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu
wilayah tertentu .
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Nur Nasry Noor,MPH. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit PT
Rineka Cipta. Jakarta.
Nugraheni Dyan Khunti. 2010. Konsep Dasar Epidemiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta.
Sutomo, Adi heru. Machfoedz, Ircham. Suriani. Rosmadewi. 2010. Epidemiologi Kebidanan.
Penerbit Fitramaya. Yogyakarta.
Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Heru, Adi. 1995. KADER Kesehatan Masyarakat. Ed. 2. EGC. Jakarta.